TEORI-TEORI TENTANG TENGGELAMNYA NEGARA
1. Teori Organis
Teori ini memandang negara suatu organisme yang diliputi oleh hukum
perkembangan hidup, sejak dilahirkan, berkembang mulai dari masa kanak-kanak,
lalu menjadi dewasa, menjadi tua,dan akhirnya mati. Contoh negara Mesir,
Babilonia, Parsi, Phunisia, Romawi. Demikian pula tidak semua organisme mati
karena tua, maka negara pun demikian, ada yang hancur karena peperangan
kendatipun belum tua.
Penganut-penganut teori organis ini adalah antara lain F.J Schmitthenner
(Grundlinien des allgemeinenoder idealen Staatsrechts, 1945); Heinrich Ahrens
(Organische Staatslehre, 1950), Bluntschi (Algemeine Staatslehre. 1852);
Constantin Frantz (Natuurlehre des staats als Grundlage aller Staatswissenschaft,
1870), dan Herbet Spencer (System of Synthetic Phylosophy, 1893).
2. Teori Anarkis
Teori ini mengajarkan bahwa negara adalah suatu bentuk tata paksa yang
sebenarnya hanya sesuai bagi masyarakat primitif, dan tidak sesuai dengan
masyarakat yang beradab. Oleh karena itu, penganut aliran ini berpendapat bahwa
pada suatu saat negara ini akan lenyap, dan akan datanglah masyarakat yang tanpa
perkosaan, tanpa paksaan, tanpa pemerintah, dan tanpa negara.
a. Tata paksa itu sebagai kejahatan yang dibuat oleh manusia guna melindungi kelalumannya, maka tindakan untuk menghapus tata paksa
itu pun dengan kekerasan juga yaitu dengan menghancerkan organisasi
negara itu. Pelopor teori ini antara lain adalah Joseph Proudhon;
b. Yang berpandangan bahwa masyarakat yang diharapkan itu tidak perlu dicapai dengan kekerasan, melainkan dengan pendidikan dan evolusi.
Penganutnya antara lain adalah Leo Tolstoy. 3. Teori Marxis
Teori ini berpendapat bahwanegara sebagai suatu susunan tata paksa, tidak
perlu diperangi, dan tidak perlu dihapus, karena ia datang dan ia lenyap dengan
sendirinya menurut syarat-syarat objektifnya sendiri. Negara pada saatnya akan
lenyap dengan sendirinya, akan mati tua, jika syarat-syarat bagi adanya dan
hidupnya negara itu sudah tidak ada lagi.
Penganut teori tersebut adalah Karl Marx, Reidrich Engelss, dan Lenin.
Menurut mereka, negara itu terjadi karna adanya perjuangan kelas. Perjuangan ini
timbul karena adanya perbedaan kelas. Hasil perjuangan, ada kelas yang menang
dan ada kelas yang kalah. Kelas yang menang, artinya kelas yang kuat,
membutuhkan susunan tata paksa negara sebagai alat untuk memaksakan
kehendaknya kepada kelas yang kalah (yang lemah). Akan tetapi, suatu saat jika
masyarakat yang adil dan makmur sudah terwujud, di sana tidak lagi terdapat
perbedaan kelas. Kalau perbedaan kelas sudah tidak ada dengan sendirinya tidak
ada lagi perjuangan kelas. Karena tidak ada perjuangan kelas dengan sendirinya
4. Daerah, Bangsa, Pemerintah, dan Hidup Matinya Negara
Daerah, bangsa, dan pemerintah, adalah unsur pokok terbentuknya negara.
Jika ketiga unsur pokok tersebut dirawat dengan baik sehingga tumbuh dan
berkembang, maka semakin besar dan jayalah negara itu. Akan tetapi, sebaliknya
jika tidak dirawat dengan baik maka negara itu akan lenyap.
Peranan daerah bagi kelangsungan hidup suatu negara, terletak pada
kekayaan alamnya, stuktur geografisnya, dan posisi geologisnya daerah yang
bersangkutan. Hal-hal ini yang diperhitungkan dalam pengembangan ketahanan
ekonomi, politik, dan militer. Ketahanan ekonomi, politik, dan militer, sumbernya
adalah dari kekayaan alam sendiri. Maka menjadi kewajiban setiap negara untuk
membangun daerahnya itu sendiri sebaik-baiknya untuk diwariskan kepada
generasi yang akan datang.
Mengenai unsur bangsa, maka nasib suatu negara :maju dan berkembang,
atau sebaliknya mundur dan lenyap, ditentukan oleh bangsanya. Bangsa yang
diperlukan bukanlah soal kuantitasnya, melainkan kualitasnya, bagaimana kata
Marten Luther :”Kebesaran suatu negara tidak dapat dinilai dari tingginya
pendaptan nasional,maupun dari benteng-bentengnya yang kuat dan hebat,
ataupun dari bangunan-bangunan yang indah dan megah, melainkan hanya dari
orang-orangnya yang terdidik dan terlatih baik, yang beradab dan 'berakhlak. Pada
orang-orang inilah negara mendapatkan kekuatan yang sebenarnya”. Maka, jika
untuk menjadi manusia yang beradab dan berakhlak, maka negara itu akan lemah
dan lenyap.
Mengenai pemerintah, juga bukanlah merupakan unsur ketahanan negara
yang perlu dikesampingkan. Unsur kekuatan selalu menentukan bagi hidup
matinya setiap makhluk juga bagi hidup matinya negara. Unsur kekuatan bagi
negara meliputi unsur material, spiritual, fisik, dan mental. Memiliki kekuatan
disatu pihak, dan memiliki kemampuan untuk menggunakan kekuatan itu di pihak
lain, adalah dua hal yang tidak selalu dapat bersama-sama. Ada kalanya pemilikan
kekuatan lebih dari cukup, akan tetapi tidak ada kemampuan untuk mengunakan
kekuatan itu, maka keadaanya akan sama dengan tidak punya kekuatan.
Sebaliknya, terkadang pemilikan kekuatan kurang dari cukup, namun penguasaan
teknik menggunakan kekuatan itu lebih dari cukup, maka daya kerja kekuasaan
lebih dari yang seharusnya, seolah-olah memiliki kekuasaan yang lebih dari
cukup.
Dalam suatu negara, pemilikan unsur kekuasaan material, spiritual, dan
mental ada pada alam daerahnya, dan kepribadian bangsanya. Akan tetapi,
pemilikan kemampuan untuk menggunakan kekuatan justru seharusnya ada pada
pemerintah, yang sengaja dibentuk dan diberi kuasa untuk tujuan itu. Oleh karena
itu, faktor pemerintah patut mendapat perhitungan yang sama dengan faktor
daerah, dan bangsa jika suatu negara ingin maju dan berkembang, sebaliknya
5. Perang dan Hidup Matinya Negara
Sejarah telah membuktikan bahwa negara itu timbul karena peperangan,
dan negara itu lenyap karena peperangan, kendatipun tidak semaat-mata muncul
dan tenggelamnya suatu negara adalah akibat dari peperangan ansich, melainkan
faktor yang lain-lain juga, termasuk ketiga faktor yang diuraikan diatas. Akibat
peperangan negara yang kalah perang akan hancur dan muncul negara baru,
demikian seterusnya, maka faktor peperangan merupakan faktor yang turut
menentukan hidup matinya suatu negara.
Sebagaimana telah diuraikan bahwa makna ajaran mengenai tenggelamnya
negara ini adalah bagaimana dapat menjamin kelangsungan hidup suatu negara
agar tidak tenggelam dan hancur. Untuk hal itu UUD 1945 memberikan 3 macam
jaminan sebagai berikut :
a) Jaminan yuridis, melalui sistem hukum dan saran-saran hukum yang
terdapat dalam UUD 1945.
b) jaminan politis, melalui semangat para penyelenggara negara, semangat
para pemimpin formal dan informal. Menurut Padmo Wahyono, yang
dapat diukur melalui kemampuan penghayatan dan pengamalan Pancasila,
dengan berpedoman pada TAP No. II/MPR/1978.
c) Jaminan sosiologis, sejalan dengan tujuan negara Indonesia, yaitu
melindungi segenap bangsa (rakyat), seluruh tumpah darah Indonesia
(daerah), dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia, berdasarkan