MODEL-MODEL PEMBELAJARAN TATAP MUKA
ARTIKEL
OLEH
AWAL AKBAR JAMALUDDIN
NIM 160614801335
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
PROGRAM PASCASARJANA
MODEL-MODEL PEMBELAJARAN TATAP MUKA
ARTIKEL
Diajukan
Untuk memenuhi salah satu persyaratan
Dalam menyelesaikan tugas mata kuliah
Landasan Pendidikan dan Pembelajaran
Oleh
Awal Akbar Jamaluddin
NIM 160614801335
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
PROGRAM PASCASARJANA
MODEL-MODEL PEMBELAJARAN TATAP MUKA
Awal Akbar J,
Jurusan Pendidikan Olahraga, Progam Pascasarjana Matakuliah Landasan Pendidikan dan Pembelajaran
Universitas Negeri Malang Email: awalakbarj@gmail.com
Abstrak: Model pembelajaran tatap muka dalam proses belajar mengajar adalah hal yang paing penting untuk menunjang keberhasilan belajar, seorang pendidik tidak mampu menilai kemampuan peserta didiknya tanpa melalui proses pembel;ajaran berbasis tatap muka.
Kata Kunci: Model, Pembelajaran, Tatap Muka
PENDAHULUAN
Pembelajaran tatap
muka merupakan
pembelajaran yang sangat umum berlangsung saat ini. Pembelajaran tatap muka harus direncanakan secara khusus berdasarkan kaidah-kaidah pengembangan bahan ajar dan standar proses dalam penerapannya. Pada pembelajaran tatap muka, kemampuan mengajar
pengajar sangat
menentukan, misalnya penguasaan konsep materi pelajaran dan lingkungan tempat belajar.
menerapkan pengetahuan di dunia nyata.
Model-model
pembelajaran yang dapat mengakomodasikan tujuan tersebut adalah yang berlandaskan pada paradigma konstruktivistik sebagai paradigma alternatif. Santyasa (2005) mengungkapkan bahwa terdapat dua faktor yang cukup esensial dalam pembelajaran yang bermakna, yaitu orientasi
desain dan
evaluasi pembelajaran. Pembelajaran hendaknya mencoba menggali kesulitan-kesulitan belajar para siswa berbasis pengetahuan awal
dengan desain
pembelajaran berorientasi pada fenomena dunia nyata.
Pembelajaran hendaknya diupayakan
dapatmemberdayakan
pengetahuan awal dan evaluasi yang komprehesif, kerja individu berbasis proyek, pemecahan masalah kolaboratif, dan kerja kooperatif dalam kelompok-kelompok kecil.
Menurut Mursell & Nasution (2008) mengajar dengan sukses tak dapat dilakukan menurut suatu pola tertentu yang diikuti secara rutin. Agar berhasil dengan baik, mengajar memerlukan kecakapan, pemahaman, inisiatif, dan kreativitas dari
pihak pengajar.
Berdasarakan latar belakang tersebut maka penulis melakukan kajian literatur dan menyajikannya dalam bentuk makalah yang
berjudul “Model
Pembelajaran Tatap Muka”, dengan tujuan untuk memperluas wawasan kependidikan dan menstimulasi kreativitas dalam belajar dan mengajar.
PEMBAHASAN
A. Konsep Belajar, Pembelajaran, dan Tatap Muka
Konsep Belajar
(tersembunyi). Teori-teori yang dikembangkan dalam komponen ini antara lain teori tentang tujuan pendidikan, organisasi kurikulum, isi kurikulum, dan modul-modul pengembangan kurikulum (Sagala, 2009:11). Menurut Sagala (2009), dalam proses pembelajaran terdapat tiga domain yang harus diperhatikan yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Kognitif yaitu kemampuan yang berhubungan dengan pengetahuan, penalaran atau pikiran. Afektif merupakan
kemampuan yang
mengutamakan perasaan, emosi, dan reaksi-reaksi yang berbeda dengan penalaran yang terdiri dari kategori penerimaan, partisipasi,
penilaian/penentuan sikap, organisasi, dan pembentukan pola hidup. Sedangkan psikomotorik merupakan
kemampuan yang
mengutamakan keterampilan jasmani yang terdiri kategori persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks,
penyesuaian pola gerakan, dan kreatifitas. Menurut Gagne (dalam Sagala, 2009), belajar adalah sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman.
Sedangkan Henry E. Garret (dalam Sagala, 2009) berpendapat bahwa belajar merupakan proses yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun pengalaman yang
membawa kepada
perubahan diri dan pengubahan cara mereaksi terhadap suatu perangsang tertentu.
Lester D. Crow (dalam
Sagala, 2009)
mengemukakan belajar ialah upaya untuk memperoleh kebiasaan-kebiasaan,
mampu disampaikan dan diekspresikan dalam bahasa sendiri, maka disebut “overlearning”.
Menurut Hariadi (2003), faktor yang mempengaruhi hasil belajar ada 2, yaitu: (1) faktor yang tidak bisa diubah (given) yaitu faktor kondisi dan (2) faktor yang bisa dirubah yaitu faktor metode. Faktor given adalah faktor dalam pembelajaran yang mempengaruhi hasil belajar, tetapi pembelajar tidak bisa mengubahnya. Faktor-faktor itu adalah: (1) karakteristik pebelajar (siswa/mahasiswa), seperti latar belakang, asal, sosial ekonomi, kesehatan, kepribadian, intelegensi, dan sebagainya, dan (2) karakteristik bidang studi, seperti bidang studi dengan tipe isi berupa fakta, konsep, prosedur, dan prinsip. Faktor yang kedua adalah faktor metode. Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi faktor metode, meliputi: (1) pengorganisasian bahan ajar berubah menjadi strategi pengorganisasian
pembelajaran, (2) penyajian
bahan dan pengelolaan kelas berubah menjadi strategi penyimpanan, dan (3) evaluasi hasil dan proses pengajaran berubah menjadi strategi pengelolaan pembelajaran.
Konsep Pembelajaran
Menurut Dimyati dan Mudjiono (dalam Sagala, 2009), pembelajaran merupakan kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional untuk membuat siswa belajar secara aktif yang
menekankan pada
meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaranPengetahuan tidak diperoleh dengan cara diberikan atau ditransfer dari orang lain, tetapi lewat “dibentuk dan dikonstruksi” oleh individu itu sendiri, sehingga siswa itu mampu mengembangkan
intelektualnya. Pembelajaran mempunyai dua karakteristik, yaitu:
1. Proses pembelajaran melibatkan proses mental siswa secara maksimal, bukan hanya menuntut siswa sekedar mendengar, mencatat, akan tetapi menghendaki aktivitas siswa dalam proses berfikir. 2. Pembelajaran membangun suasana
dialogis dan proses tanya jawab terus menerus yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berfikir siswa. Pada gilirannya, kemampuan berfikir itu dapat membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri. Proses pembelajaran atau pengajaran kelas (Clasroom Teaching) menurut Dunkin dan Biddle (dalam Sagala, 2009) berada pada empat variabel interaksi yaitu (1) variabel pertanda (presage variables) berupa pendidik;
(2) variabel konteks (context variables) berupa peserta didik, sekolah, dan masyarakat; (3) variabel proses (process variables) berupa interaksi peserta didik dengan pendidik; dan (4) variabel produk (product variables) berupa perkembangan peserta didik dalam jangka pendek maupunjangka panjang.
Selanjutnya Dunkin dan Biddle mengatakan proses pembelajaran akan berlangsung dengan baik jika pendidik mempunyai dua kompetensi utama,yaitu: (1) kompetensi substansi materi pembelajaran atau penguasaan materi pelajaran; dan (2) kompetensi metodologi pembelajaran. Seorang guru tidak hanya menguasai materi saja, tetapi juga menguasai metode pembelajaran
maka penyampaian materi ajar menjadi tidak maksimal.
Metode yang digunakan sebagai strategi dapat memudahkan peserta didik untuk menguasai ilmu pengetahuan yang diberikan oleh guru. Hal ini menggambarkan bahwa pembelajaran terus mengalami perkembangan sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena itu dalam merespon perkembangan tersebut, tentu tidaklah memadai kalau sumber belajar berasal dari guru dan media teks belaka sehingga diperlukan cara baru dalam mengomunikasikan ilmu pengetahuan atau materi ajar dalam pembelajaran, baik dalam sistem yang mandiri maupun dalam sistem yang terstruktur. Untuk itu perlu dipersiapkan sumber belajar oleh pihak guru maupun para ahli pendidikan yang dapat dimanfaatkan dalam proses pembelajaran.
Konsep Pembelajaran Tatap Muka Pembelajaran tatap muka merupakan seperangkat
tindakan yang dirancang untuk mendukung proses belajar peserta didik secara tatap muka, dengan memperhitungkan kejadian-kejadian eksternal yang berperanan terhadap rangkaian kejadian-kejadian eksternal yang berlangsung di dalam peserta didik yang dapat diketahui atau diprediksi selama proses tatap muka. Kegiatan tatap muka adalah kegiatan pembelajaran yang berupa proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik.
Kegiatan tatap muka
adalah kegiatan
pembelajaran yang berupa proses interaksi antara peserta didik, materi pembelajaran, guru, dan lingkungan (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006, Glosariumbutir 15);
proses pembelajaran seperti metode ceramah, diskusi, Tanya jawab, demostrasi dan lain-lain. Dengan strategi yang berbeda pula sesuai dengan kompetensi dan kemampuan guru dalam mengajar. Secara umum terdapat strategi pembelajaran tatap muka yaitu strategi yang berpusat pada guru (teacher centre oriented) dan strategi yang berpusat pada peserta didik (student centre oriented). Pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru menggunakan strategi ekspositori, sedangkan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik menggunakan strategi diskoveri inkuiri (discovery inquiry).
B. PROSEDUR PENDEKATAN PEMBELAJARAN EKSPOSITORI DAN DISCOVERY INQUIRI
Secara umum ada dua pendekatan pembelajaran yaitu berpusat pada guru yang biasanya menggunakan strategi ekspositorik dengan metode ceramah dan tanya
jawab, sedang yang berpusat pada peserta didik biasanya menggunakan strategi discovery inquiri, dengan metode observasi, diskusi kelompok, eksperimen, ekplorasi, simulasi (panduan pembelajaran TM, PT, dan KMTT yang diterbitkan oleh Direktorat Pembinaan SMA, BAB II A.1).
Strategi ekspositori
adalah kegiatan
pembelajaran berupa instruksional langsung (direct instructional) yang dipimpin oleh guru. Metode yang digunakan adalah ceramah atau presentasi, diskusi kelas, dan tanya jawab. Namun demikian, ceramah atau presentasi yang dilakukan secara interaktif dan menarik dapat meningkatkan keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran.
Pemilihan strategi ekspositori dilakukan atas pertimbangan: 1. Karakteristik peserta didik dengan
kemandirian belum memadai; 2. Sumber referensi terbatas;
4. Alokasi waktu terbatas; dan
5. Jumlah materi (tuntutan kompetensi dalam aspek pengetahuan) atau bahan ajar;
Langkah-langkah yang dilakukan pada strategi ekspositori adalah sebagai berikut: 1. Preparasi, guru menyiapkan bahan
materi pembelajaran;
2. Apersepsi diperlukan untuk penyegaran;
3. Presentasi (penyajian) materi pembelajaran;
4. Resitasi, pengulangan pada bagian yang menjadi kata kunci kompetensi atau materi pembelajaran;
Strategi discoveri inquiri
adalah kegiatan
pembelajaran berbentuk Problem Based Learning yang difasilitasi oleh guru. Strategi ini melibatkan aktivitas peseserta didik yang tinggi. Metode yang digunakan adalah observasi, diskusi kelompok, eksperimen, ekplorasi, simulasi, dan sebagainya (Panduan TM, PT dan KMTT yang diterbitkan oleh Direktorat Pembinaan SMA Bab II);
Pemilihan strategi diskoveri inkuiri dilakukan atas pertimbangan:
1. Karakteristik peserta didik dengan kemandirian cukup memadai; 2. Sumber referensi, alat, media, dan
bahan cukup;
3. Jumlah peserta didik dalam kelas tidak terlalu banyak;
4. Materi pembelajaran tidak terlalu luas; dan
5. Alokasi waktu cukup tersedia;
Langkah-langkah yang dilakukan pada strategi discoveri inquiri adalah sebagai berikut:
1. Guru atau peserta didik mengajukan dan merumuskan masalah;
2. Merumuskan logika berpikir untuk mengajukan hipotesis atau jawaban sementara;
3. Merumuskan langkah kerja untuk memperoleh data;
4. Menganalisis data dan melakukan verifikasi;
5. Melakukan generalisasi
C. PENGELOLAAN KELAS SISWA PADA PEMBELAJARAN TATAP MUKA
belajar siswa dan mengajar guru.
Menurut Hadari Nawawi Pengelolaan kelas dapat diartikan sebagai kemampuan guru atau wali
kelas dalam
mendayagunakan potensi kelas berupa pemberian kesempatan yang seluas-luasnya pada setiap personal untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang kreatif dan terarah sehingga waktu dan dana tersedia dapat dimanfaatkan secara efisien untuk melakukan kegiatan-kegiatan kelas yang berkaitan dengan kurikulum dan perkembangan murid.
Menurut Suharmi Arikunto pengelolaan kelas adalah suatu usaha yang dilakukan oleh penanggung jawab kegiatan belajar mengajar atau yang membantu dengan maksud agar dicapai kondisi optimal sehingga dapat terlaksana kegiatan belajar yang diharapkan.
Menurut Made Pidarta pengelolaan kelas adalah proses seleksi dan penggunaan alat-alat yang
tepat terhadap problem dan situasi kelas.Ini berarti guru bertugas menciptakan, memperbaiki, dan
memelihara sistem/organisasi kelas, sehingga anak didik dapat memanfaatkan kemampuannya, bakatnya, dan energinya pada tugas-tugas individual.
Dapat disimpulkan bahwa pengelolaan kelas adalah
suatu upaya
memberdayagunakan
potensi kelas yang ada seoptimal mungkin untuk mendukung proses interaksi edukatif mencapai tujuan pembelajaran. Kegiatan pengelolaan kelas merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru yang erat hubungannya dengan pengajaran dan salah satu prasyarat untuk terciptanya proses belajar mengajar yang efektif. Untuk itu tugas dan tanggung jawab guru meliputi 3 aspek Menurut Peters dalam Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar yang dikutip oleh Nana Sudjana, yakni:
merencanakan dan melaksanakan pengajaran. Dalam tugas ini guru dituntut untuk memiliki seperangkat pengetahuan dan keterampilan teknis mengajar, disamping menguasai ilmu atau bahan yang akan diajarkannya.
2. Guru sebagai pembimbing, memberi tekanan kepada tugas, memberikan bantuan kepada siswa dalam pemecahan masalah yang dihadapinya. Tugas ini merupakan aspek mendidik sebab tidak hanya berkenaan dengan penyampaian ilmu pengetahuan akan tetapi juga menyangkut pengembangan kepribadian dan pembentukan nilai-nilai para siswa.
3. Guru sebagai administrator kelas, memiliki kemampuan tata ruang untuk pengajaran, serta mampu menciptakan iklim belajar-mengajar berdasarkan hubungan manusiawi yang harmonis dan sehat.
Disamping faktor guru, kualitas pengajaran dipengaruhi juga oleh karakteristik kelas. Diantara variabel karakteristik kelas yaitu:
1. Besarnya kelas (class size), artinya banyak sedikitnya jumlah siswa yang belajar. Diduga makin besar jumlah siswa yang harus dilayani guru dalam satu kelas, makin rendah kualitas pengajaran, demikian pula sebaliknya.
2. Suasana belajar. Suasana belajar yang demokratis akan memberikan peluang dalam mencapai hasil belajar yang optimal, dibandingkan dengan suasana belajar yang kaku, disiplin dan ketat, dengan otoritas ada pada guru. Dalam suasana belajar yang demokratis, ada kebebasan siswa dalam belajar, mengajukan pendapat, berdialog dengan teman sekelas. Belajar yang serba diatur akan menumbuhkan perasaan cemas dan khawatir pada siswa, sehingga menghambat kekreatifan belajar siswa.
3. Fasilitas dan sumber belajar yang tersedia. Sering ditemukan bahwa guru merupakan satu-satunya sumber belajar di kelas, situasi seperti ini kurang menunjang kualitas pengajaran, sehingga hasil belajar yang dicapai siswa tidak optimal. Oleh karena itu kalas diusahakan sebagai laboratorium belajar siswa. Artinya kelas harus menyediakan berbagai sumber belajar seperti buku pelajaran, alat peraga dan lain-lain. Di samping itu guru harus memberi kesempatan siswa untuk berperan sebagai sumber belajar.
Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa pengelolaan kelas adalah proses pemberdayaan sumber daya baik material elementmaupun human element yang di lakukan oleh guru untuk mendukung kegiatan belajar mengajar di dalam kelas agar terjadi interaksi edukatif yang efektif.
Sebagai sebuah proses maka dalam pelaksaannya pengelolaan kelas memiliki kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan oleh guru. Dalam pengelolaan kelas ini juga terkandung maksud bahwa kegiatan yang dilakukan efektif mengenai sasaran yang hendak dicapai dan efisien karena tidak menghambur-hamburkan waktu, uang dan sumber daya lainnya. Secara garis besar ada dua kegiatan dalam pengelolaan kelas yaitu:
1. Pengaturan (orang) siswa
Siswa adalah orang yang melakukan aktifitas dan kegiatan di kelas yang ditempatkan sebagai obyek
dan arena perkembangan ilmu pengetahuan dan kesadaran manusia, maka siswa bergerak kemudian menduduki fungsi sebagai subyek. Artinya siswa bukan barang atau obyek yang hanya dikenai akan tetapi juga objek yang memiliki potensi dan pilihan untuk bergerak. Jadi pergerakan yang terjadi dalam konteks pencapaian tujuan tidak sembarang, artinya disini fungsi guru memiliki
proporsi yang besar dalam rangka membimbing, mengarahkan dan memandu segala aktifitas yang dilakukan oleh siswa. Oleh karena itu pengaturan siswa adalah bagaimana mengatur dan menempatkan siswa dalam kelas sesuai dengan potensi intelektual dan perkembangan
secara fisik maupun psikologis dalam rangka
mencapai tujuan
pendidikannya melalui lembaga pendidikan formal, khusunya berupa sekolah. Dalam pengelolaan kelas kegiatan pengaturan peserta didik meliputi:
a. Pembentukan Organisasi Siswa Wali atau guru kelas harus mampu membagi beban kerja dan pemberian wewenang dan tanggung jawab secukupnya, kepada semua warga sekolah, tidak hanya dikalangan guru, tetapi murid juga hendaknya memperoleh beban kerja sebagai wujud rasa tanggungjawab siswa terhadap kelas, dan menumbuhkan jiwa kepemimpinan dalam diri siswa, karena pada dasarnya setiap orang merupakan pemimpin baik bagi diri sendiri ataupun orang lain.
Adanya pengorganisasian siswa di dalam kelas juga melatih dan menciptakan ketertiban kelas, Aspek yang terpenting dalam pengorganisasian ini adalah usaha menempatkan personal yang tepat pada tempat yang tepat, dengan memperhatikan kemampuan ataupun pengalamannya. Syaiful Bahri Djamarah dalam bukunya
yang berjudul guru dan anak didik dalam interaksi edukatif mengatakan: Organisasi-organisasi kelas pada umumnya berbentuk sederhana yang personelnya meliputi ketua kelas, wakil ketua kelas, bendahara, sekertaris, dan beberapa buah seksi sesuai keperluan. Pemilihan para personel kelas dilakukan oleh anggota kelas (para anak didik) secara demokratis dengan dibimbing oleh guru kelas (wali kelas).
Dengan kegiatan seperti ini guru sudah melakukan kegiatan manajerial. Dengan adanya organisasi kelas ini diharapkan akan membantu guru baik dalam ketertiban kelas, ataupun dalam melukukan pengawasan, dan juga menciptakan kekompakan dan rasa kekeluargaan di dalam kelas.
b. Pengelompokan Siswa
Dalam melayani kegiatan belajar siswa aktif, pengelompokan peserta didik mempunyai arti tersendiri. Pengelompokkan siswa bermacam-macam, dari yang sederhana sampai yang kompleks.
Menurut William A. Jeager dalam mengelompokkan peserta didik dapat didasarkan pada:
pada peserta didik. Pengelompokan ini berdasarkan jenis kelamin, umur dan sebagainya. Biasanya pengelompokan berdasarkan fungsi ini menghasilkan pembelajaran yang bersifat klasikal.
2) Fungsi perbedaan, yaitu pengelompokan peserta didik didasarkan kepada perbedaan-perbedaan yang ada dalam individu peserta didik, seperti minat, bakat, kemampuan dan sebagainya. Pengelompokan berdasarkan fungsi ini menghasilkan pembelajaran individual.
c. Penugasan Siswa
Penugasan adalah proses memberikan tanggungjawab kepada siswa untuk melakukan kegiatan secara mendiri dan dapat mengevaluasi kemampuan secara sendiri.
d. Pembimbingan Siswa.
Pembimbingan dan konseling adalah bentuk kegiatan sebagai salah satu fungsi educational yang tidak dapat dipisahkan dengan fungsi manajerial guru, karena hal itu berhubungan dengan tugas pokok seorang guru.
e. Pembinaan (Raport)
Pembinaan hubungan baik (raport) antara guru dan siswa dalam pengelolaan kelas adalah hal yang sangat penting. Dengan terciptanya hubungan baik dan guru-siswa,
diharapkan siswa dapat senantiasa gembira, penuh gairah dan semangat, bersikap optimistik, realistic dalam kegiatan belajar yang sedang dilakukannya. Rasa humor guru dalam hubungan dengan siswa akan mempunyai pengaruh yang positif dalam pengelolaan kelas. f. Kedisiplinan Siswa
Pelaksanaan pengelolaan kelas sangat erat kaitannya dengan kedisiplinan siswa, dalam pengelolaan yang efektif, kedisiplinan siswa akan terwujud dengan adanya aturan-aturan kelas yang menjadi standar bagi perilaku siswa.
Menurut Hadari Nawawi disiplin diartikan sebagai usaha mencegah terjadinya pelanggaran-pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan yang telah disetujui bersama dalam melaksanakan kegiatan kelas, agar pemberian hukuman pada seseorang atau sekelompok orang (guru atau murid) dapat dihindari. Kedisiplinan akan mencegah perilaku-perilaku siswa yang tidak baik, seperti berbicara yang tidak senonoh, meninggalkan kelas tanpa izin, mengucapkan kata-kata yang tidak bersahabat.
g. Raport dan Kenaikan Kelas
menerima kritikan. Yang harus kita pertimbangkan di sini bukanlah kelemahan-kelemahan suatu raport, tetapi bagaimana kita bisa memanfaatkan raport sebaik mungkin. Raport adalah buku yang mencerminkan keberhasilan seni dalam mengelola kelas. hasil tersebut harus menjadi feed back untuk kerja kita selanjutnya.
Selain raport penataan siswa di dalam kelas dalam aspek pengelolaan kelas yang merupakan garapan guru adalah kenaikan kelas. Aspek ini disamping memerlukan ketrampilan khusus juga sangat dibutuhkan konsisten dan guru tersebut.
2. Pengaturan Fasilitas
Aktifitas dalam kelas baik guru maupun siswa dalam kelas kelangsungannya akan banyak dipengaruhi oleh kondisi dan situasi fisik lingkungan kelas. Oleh karena itu lingkungan fisik kelas berupa sarana dan prasarana kelas dapat memenuhi dan mendukung interaksi yang terjadi, sehingga harmonisasi kehidupan kelas dapat berlangsung dengan baikdari
permulaan masa kegiatan belajar mengajar sampai akhir masa belajar mengajar. Pengaturan fasilitas dalam pengelolaan kelas meliputi: a. Pengaturan Tempat Duduk
Dalam mengatur tempat duduk yang penting adalah memungkinkan terjadinya tatap muka, dimana dengan demikian guru sekaligus dapat mengontrol tingkah laku siswa. Melalui pengaturan tempat duduk yang baik dan jumlah siswa yang ideal antara 20-30 orang siswa satu kelas dapat mempengaruhi kelancaran proses belajar mengajar. Namun demikian guru harus mempertimbangkan perasaan siswa bahwa mereka sudah sesuai dengan susunan kelas karena rasa kesesuaian adalah kebutuhan dasar. Susunan fisik yang sesuai dapat meningkatkan perasaan-perasaan menjadi lebih baik dan membantu mencegah masalah-masalah dalam pengelolaan kelas.
b. Pengaturan Alat-alat Pengajaran Diantara alat-alat pengajarandi kelas yang harus diatur adalah sebagai berikut:
dilakukan bersama-sama dengan peserta didik.
2) Alat peraga atau media pengajaran, alat peraga atau media pengajaran semestinya diletakkan di kelas agar memudahkan penggunaannya, pengaturan dilakukan bersama-sama anak didik. Misalkan kapur tulis, penghapus, jam dinding dan lain-lain.
3) Papan tulis, hendaknya ukurannya disesuaikan, warnanya harus kontras, penempatannya memperhatikan estetika dan terjangkau oleh anak didik.
4) Papan presensi anak didik, ditempatkan di bagian depan sehingga dapat dilihat oleh semua anak didik, difungsikan sebagaimana mestinya.
c. Penataan keindahan dan kebersihan ruangan kelas
1) Gambar-gambar yang bersifat mendidik (seperti: gambar pahlawan, tempat ibadat, bunga, pemandangan dan sebagainya)
2) Lemari tempat menyimpan hasil pekerjaan siswa, perlengkapan belajar mengajar, harus ditempatkan/disimpan secara tertib dan benar. Sehingga peralatan tersebut terlihat rapi, mudah dijangkau bila diperlukan dan tidak mengganggu ruang gerak siswa
pada saat siswa melakukan kegiatan belajar.
3) Pemeliharaan kebersihan, memelihara kebersihan dan kenyamanan suatu kelas / ruang belajar, sama artinya dengan mempermudah anak didik menerima pelajaran. Ruang kelas yang bersih dan segar akan menjadikan anak didik bergairah belajar. Untuk itu perlu adanya kegiatan yang dilakukan oleh siswa dan guru untuk menciptakan kebersihan tersebut, diantaranya Anak didik bergiliran membersihkan kelas, dan guru selalu mengawasi kebersihan dan ketertiban kelas.
d. Ventilasi dan Pengaturan Cahaya Ventilasi harus cukup menjamin kesehatan siswa. Jendela harus cukup besar, sehingga memungkinkan cahaya matahari masuk dan udara yang sehat juga masuk ke kelas. Dengan ventilasi yang baikdan udara yang sehat, semua siswa dan guru di dalam kelas dapat, menghirup udara yang segar.
Penulis menyimpulkan bahwa dalam pemeliharaan dan perawatan serta
penggunaan alat
meskipun pekerjaannya kelihatan bersifat teknis, tetapi menjadi bagian dari otonom profesional dibawah pengawasan guru dikelas dalam memberikan pelayanan belajar. Untuk itu perlu adanya kerjasama antara guru dan siswa bersama-sama memelihara peralatan yang ada didalam kelas, mengatur suhu, ventilasi dan penerangan (kendati guru sulit mengatur karena sudah ada), adalah aset penting untuk terciptanya suasana belajar mengajar. Sebaiknya tidak merokok dalam kelas karena akan mengganggu yang lain.
D. PERANAN GURU DALAM PEMBELAJARAN TATAP MUKA
Peranan guru dewasa ini tidak dapat dilepaskan dari interaksi antara guru dengan siswa melalui media pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas. Moon (dalam Uno:2009) mengemukakan terdapat beberapa peran guru dalam pembelajaran sebagai berikut
1. Guru sebagai Perancang Pembelajaran (Designer of instruction)
Pihak Kementerian Pendidikan Nasional telah memprogramkan bahan pembelajaran yang harus diberikan guru kepada peserta didik pada suatu waktu tertentu. Di sini guru dituntut untuk berperan aktif dalam merencanakan proses belajar mengajar dengan memperhatikan berbagai komponen dalam sistem pembelajaran yang meliputi sebagai berikut:
a. Membuat dan merumuskan Tujuan Instruksional Khusus (TIK). b. Menyiapkan materi yang
relevan dengan tujuan, waktu, fasilitas, perkembangan ilmu, kebutuhan dan kemampuan siswa, komprehensif, sistematis dan fungsional efektif.
c. Merancang metode yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi siswa.
d. Menyediakan sumber belajar, dalam hal ini guru berperan sebagai fasilitator dalam pengajaran.
keseuaian dengan metode, serta pertimbangan praktis.
Dengan demikian, guru dengan waktu yang sedikit atau terbatas tersebut dituntut dapat merancang dan mempersiapkan semua komponen agar berjalan dengan efektif dan efesien. Untuk itu, guru harus memiliki pengetahuan yang cukup memadai tentang prinsip-prinsip belajar, sebagai landasan dari perencanaan.
2. Guru sebagai Pengelola Pembelajaran (Manager of Instruction)
Tujuan umum
pengelolaan kelas adalah
menyediakan dan
menggunakan fasilitas bagi bermacam-macam kegiatan belajar mengajar. Tujuan
khusunya adalah
mengembangkan
kemampuan siswa dalam menggunakan alat-alat belajar, menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan siswa bekerja dan belajar, serta membantu siswa untuk memperoleh hasil yang diharapkan.
Selain itu guru juga berperan dalam membimbing pengalaman sehari-hari kea rah pengenalan tingkah laku dan kepribadiannya sendiri. Salah satu cirri manajemen kelas yang baik adalah tersedianya kesempatan bagi siswa untuk sedikit demi sedikit mengurangi ketergantungannya pada guru hingga mereka mampu membimbing kegiatannya sendiri.
Sebagai manajer, guru
hendaknya mampu
mempergunakan
pengetahuan tentang teori belajar mengajar dari teori perkembangan hingga memungkinkan untuk menciptakan situasi belajar yang baik mengendalikan pelaksanaan pengajaran dan pencapaian tujuan.
3. Guru sebagai pengarah Pembelajaran
kegiatan belajar mengajar. Empat hal yang dapat dikerjakan guru dalam memberikan motivasi adalah sebagai berikut:
a. Membangkitkan dorongan siswa untuk belajar.
b. Menjelaskan secara konkret, apa yang dapat dilakukan pada akhir pengajaran.
c. Memberikan ganjaran terhadap prestasi yang dicapai hingga dapat merangsang pencapaian prestasi yang lebih baikdikemudian hari. Membentuk kebiasaan belajar yang baik.
Pendekatan yang dipergunakan oleh guru dalam hal ini adalah pendekatan pribadi, di mana guru dapat mengenal dan memahami siswa lebih mendalam hingga dapat
membantu dalam
keseluruhan proses belajar mengajar atau denga kata lain guru berfungsi sebagai pembimbing.
Sebagai pembimbing dalam proses belajar mengajar, guru diharapkan mampu untuk :
a. Mengenal dan memahami setiap peserta didik, baik secara individu maupun secara kelompok.
b. Membantu tiap peserta didik dalam mengatasi masalah pribadi yang dihadapinya.
c. Membantu kesempatan yang menjadi agar tiap peserta didik dapat belajar sesuai dengan kemampuan pribadinya.
d. Mengevaluasi keberhasilan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dan langkah kegiatan yang telah dilakukannya.
b. Untuk itu, guru hendaknya memahami prinsip-prinsip bimbingan dan menerapkannya dalam proses pembelajaran.
4. Guru sebaai Evaluator (Evaluator of Student Learning)
diperoleh melalui evaluasi ini akan menjadi umpan balik
terhadap proses
pembelajaran. Umpan balik akan dijadikan sebagai titik tolak untuk memperbaiki dan meningkatkan pembelajaran selanjutnya. Proses pembelajaran akan terus-menerus ditingkatkan untuk memperoleh hasil yang optimal.
5. Guru sebagai Konselor Sesuai dengan peran guru sebagai konselor, maka guru diharapkan akan dapat merespons segala masalah tingkah laku yang terjadi dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, guru harus dipersiapkan agar dapat menolong peserta didik memecahkan masalah-masalah yang timbul antara peserta didik dengan orang tuanya dan dapat memperoleh keahlian dalam membina hubungan yang manusiawi dan dapat mempersiapkan untuk berkomunikasi dan bekerja sama dengan bermacam-macam manusia.
Pada akhirnya guru akan memerlukan pengertian
tentang dirinya sendiri, baik itu motivasi, harapan, prasangka, ataupun keinginannya. Semua hal itu akan memberikan pengaruh pada kemampuan guru dalam berhubungan dengan orang lain, terutama siswa. 6. Guru sebagai Pelaksana Kurikulum
Terdapat beberapa alasan untuk pernyataan di atas yaitu :
a. Guru adalah pelaksana langsung dari kurikulum di suatu kelas.
b. Gurulah yang bertugas mengembangkan kurikulum pada tingkat pembelajaran, karena ia melakukan tugas sebagai berikut:
1) Menganalisis tujuan berdasarkan apa yang tertuang dalam kurikulum resmi.
2) Mengembangkan alat evaluasi berdasarkan tujuan.
3) Merumuskan bahan yang sesuai dengan isi kurikulum.
4) Merumuskan bentuk kegiaan belajar yang dapat memberikan pengalaman belajar bagi peserta didik
dalam melaksanakan apa yang telah diprogramkan.
c. Gurulah yang langsung menghadapi berbagai permasalahan yang muncul sehubungan dengan pelaksanaankurikulum di kelas. d. Tugas gurulah yang mencarikan
berbagai upaya pemecahan permasalahan yang dihadapi siswa.
Sehubungan dengan
pembinaan dan
pengembangan kurikulum, permasalahan yang
seringkali muncul dan harus dihadapi oleh guru yaitu :
1) Permasalahan yang
berhubungan dengan tujuan dan hasil-hasil yang diharapkan dari suatu lembaga pendidikan.
2) Permasalahan yang
berhubungan dengan
isi/materi/bahan pelajaran dan organisasi atau cara pelaksanaan dari kurikulum.
Sedangkan peranan guru dalam pembinaan dan pengembangan kurikulum secara aktif dapat dijabarkan sebagai berikut.
Perencanaan kurikulum
Kurikulum di tingkat nasional dirancang dan dirumuskan oleh para pakar dari berbagai bidang disiplin ilmu yang terkait, sedangkan guru-guru yang sudah berpengalaman biasanya terlibat untuk memberikan masukan berupa saran, ide, dan atau tanggapan terhadap kemungkinan pelaksanaannya di sekolah.
Pelaksanaan di lapangan
dengan garis-garis besar program pengajaran yang telah dirancang dalam suatu kurikulum.
Proses penilaian
Selama pelaksanaan kurikulum akan dinilai seberapa jauh tingkat ketercapaiannya. Guru diminta saran ataupun pendapat maupun menilai kurikulum yang sedang berjalan guna melihat kebaikan dan kelemahan yang ada, dilihat dari berbagai aspek, seperti aspek fisiologis, sosiologis, dan metodologis.
Pengadministrasian
Guru harus menguasai tujuan kurikulum, isi program (pokok bahasan/subpokok bahasan) yang harus diberikan kepada peserta didik. Misalnya, pada keals dan semester berapa suatu pokok bahasan diberikan dan bagaimana memberikannya. Biasanya dengan menyusun suatu bagan analisis tugas pembelajaran dan rencana pembelajaran.
Perubahan kurikulum
Guru sebagai pelaku kurikulum mau tidak mau tentu akan selalu terlibat dalam pembaharuan yang sedang dilakukan sebagai suatu usaha untuk mencari format kurikulum yang sesuai dengan perkembangan zaman. Masukan sebagai input berupa saran, ide, dan
kritik berdasarkan pengalaman yang telah dilakukan oleh guru sangat besar artinya bagi perubahan dan pengembangan suatu kurikulum.
KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam proses pembelajaran kita selaku
pendidik perlu
mempertimbangkan
beberapa hal untuk menunjang proses pembelajaran itu sendiri. Di antaranya pembelajaran tatap muka yang mempunyai
beberapa metode
pembelajaran dan metode ini kebanyakan digunakan dalam proses pembelajaran di Negara kita tergantung dari keompetensi pendidik itu sendiri.
Metode yang berpusat pada guru disebut ekspositori dan yang berpusat pada siswa adalah discovery inkuiri dan masing-masing metode memiliki strategi.
Ahmad Rohani, 2004. Pengelolaan Pengajaran. Rineka Cipta. Jakarta
Ithadamaa. 2015. Strategi Proses Pengelolaan Kelas Dalam
Sagala, S. Administrasi Pendidikan Kontemporer