• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KONFUSIANISME DALAM PENERAPAN D

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH KONFUSIANISME DALAM PENERAPAN D"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

PE NG A R UH K O NF US I A NI SM E D A L A M PE NE R A PA N D E M O K R A S I

D I V I E T NA M PA SC A K E BI J A K A N DO I M OI

Mata K uliah Politik di Indocina (K elas A )

Ulima Umavashti – 1406542224

A B S T R A K

Nilai-nilai komunisme masuk ke V ietnam sebagai alat perjuangan meraih kemerdekaan yang

dibawa oleh Ho C hi Minh. Setelah tercapainya kemerdekaan, Ho C hi Minh memilih untuk

menamai V ietnam sebagai D emocratic Republic of V ietnam. Namun, reunifikasi V ietnam

Utara dan V ietnam Selatan pada tahun 1976 ikut merubah nama V ietnam menjadi Socialist Republic of V ietnam. Hal ini diiringi dengan perubahan sistem politik dan ekonomi V ietnam

menjadi bersifat terpusat. L angkah ini tadinya bertuj uan untuk menyama ratakan keadaan politik dan ekonomi di V ietnam Utara dan V ietnam Selatan. Namun, nyatanya sistem sosialis yang terpusat ini justru membawa V ietnam kepada menurunnya performa ekonomi dan

melemahnya legitimasi masyarakat terhadap pemerintah. A khirnya pemerintah V ietnam yang

dikuasai oleh C ommunist Party of V ietnam (C PV ) memutuskan untuk merubah sistem

ekonomi V ietnam menjadi socialist – market oriented economy. Perubahan tersebut

diimplementasikan melalui diterapkannya kebijakan D oi Moi. T idak hanya meningkatnya

pertumbuhan ekonomi, kebijakan D oi Moi pun turut membuka keran demokratisasi di

V ietnam. Namun, demokrasi yang diterapkan di V ietnam berbeda dengan nilai-nilai

demokrasi a la B arat. W alaupun pemilu telah dijalankan dan dibentuk organisasi-organisasi masyarakat, demokrasi di V ietnam masih dikontrol dan diawasi penuh oleh pemerintah atau

C PV . Perbedaan penerapan demokrasi di V ietnam dan di negara B arat ini tidak terlepas dari pengaruh nilai-nilai konfusianisme yang telah mengakar di dalam masyarakat V ietnam.

(2)

L atar B elak ang

B udaya, tradisi, adat, norma maupun kebiasaan adalah merupakan hal yang bersifat

shared identity. Dengan kata lain, nilai budaya merupakan identitas yang dimiliki bersama

oleh sekelompok individu, atau yang biasa disebut sebagai masyarakat. K esamaan nilai

budaya tersebut akhirnya membentuk sebuah pola tersendiri dalam kehidupan setiap

masayrakat. Pola yang khusus tersebut mencakup perilaku dan cara berpikir yang dimiliki

setiap anggota masyarakat tersebut. D alam hal V ietnam, jauh sebelum masa kolonialisme,

masyarakat asli V ietnam telah memiliki nilai budaya tersendiri. Nilai budaya tersebut adalah

nilai konfusianisme. Nilai konfusianisme masuk ke dalam masyarakat V ietnam pada saat

terjadi okupasi wilayah oleh T iongkok pada sekitar abad ke-17, atau pada tepatnya pada masa

dinasti Nguyen.

1

Nilai konfusianisme ini akhirnya mengakat di dalam masyarakat V ietnam,

dan seperti yang telah disebutkan, nilai tersebut membentuk sebuah kebiasaan, norma dan

perilaku tersendiri bagi masyarakat V ietnam.

Masuknya Perancis dan dimulainya proses kolonialisasi di V ietnam, akhirnya

memunculkan rasa kebutuhan akan nilai baru yang dapat melepaskan V ietnam dari

kolonialisasi tersebut. K arena hal tersebut, akhirnya para kaum terpelajar V ietnam bersekolah

ke J epang dan mencontoh nilai-nilai nasionalisme yang dimiliki masayrakat J epang. Dengan

semakin mapannya penanaman nilai-nilai nasionalisme, kaum terpelajar mulai membentuk

organisasi-organisasi perjuangan revolusi yang lebih bersifat radikal, seperti L i ga R estorasi

V ietnam.

2

L ahirnya L iga R estorasi V ietnam membawa kepada lahirnya organisasi-organisasi

serupa lainnya di V ietnam. Hingga pada tahun 1923, pemerintah kolonial Perancis

mengizinkan masuknya masyarakat V ietnam ke dalam dewan perwakilan yang ada dan hal

ini selanjutnya melahirkan partai-partai politik yang berbasis masyarakat V ietnam.

3

Salah

satu partai politik yang bersifat radikal dalam memperjuangkan kemerdekaan V ietnam adalah

V iet Nam Quoc D an D ang (V NQD D ). V NQDD mulai melakukan aksi radikal seperti aksi

teror bom pada awal tahun 1930an, dan pada saat ini pula aksi radikal yang terjadi di

V ietnam menjadi semakin gencar dilakukan karena didukung oleh masuknya ideologi

(3)

Masuknya ideologi komunisme ke V ietnam diawali dengan munculnya

pemikiran-pemikiran Ho C hi Minh yang terinspirasi dari pemikiran-pemikiran Marxism dan L eninism. D iadopsinya

nilai-nilai komunisme oleh Ho C hi Minh dan digunakannya untuk memperj uangkan revolusi

di V ietnam tidak lain karena pada saat itu Ho C hi Minh memandang ideologi komunis lah

yang dapat menjadi alat baginya dalam mencapai revolusi kemerdekaan. Nilai-nilai Marxism

dan L eninism seperti anti imperialisme, anti kolonialisme, dan berfokus pada memperkuat

kelas pekerja dipandang Ho C hi Minh akan mampu membawa V ietnam ke sebuah revolusi.

5

Namun, ideologi komunisme yang diterapkan Ho C hi Minh di V ietnam sedikit banyak

berbeda dengan ideologi komunisme yang diterapkan di E ropa T imur pada saat itu. Ideologi

komunisme a la Ho C hi Minh tidak melepaskan keterlibatan nilai-nilai konfusianisme yang

telah mengakar di dalam masyarakat V ietnam. Hal ini karena komunisme di A sia, atau

khususnya V ietnam, memiliki sifat yang lebih adaptif dan fleksibel dalam upaya penerapan

dan penanaman nilainya di masyarakat. D an akhirnya menjadikan ideologi komunisme di

A sia dapat bertahan dan tetap diterapkan sampai saat ini walaupun komunisme telah runtuh

di E ropa T imur sejak bertahun-tahun lalu.

Selain itu, Ho C hi Minh memandang ideologi komunisme hanya sebagai alat dalam

mencapai kemerdekaan V ietnam saja, bukan sebagai sebuah set of values yang akan

dijadikan panduan kehidupan masyarakat V iernam nantinya. B enar saja, pada tahun 1945

saat Ho C hi Minh pertama kali memproklamasikan kemerdekaan V ietnam, Ho C hi Minh

tidak menjadikan V ietnam sebagai negara sosialis komunis. Melainkan, Ho C hi Minh pada

saat itu mendirikan sebuah negara demokrasi, yang kemudian disebut sebagai Democratic

Republic of V ietnam (DR V ). Namun, terjadinya perang V ietnam antara V ietnam Selatan dan

V ietnam Utara (DR V ) menjadikan penerapan demokrasi di D R V pada saat itu tidak

maksimal. A khirnya saat terjadi reunifikasi D R V dengan V ietnam Selatan pada tahun 1976,

D emocratic Republic of V ietnam merubah namanya menjadi Socialist Republic of V ietnam.

T idak hanya merubah nama negara saja, V ietnam j uga mengalami perubahan dalam

berbagai aspek, khususnya dalam bidang ekonomi. Sistem ekonomi V ietnam berubah

menjadi model centrally planned economy. Perubahan sistem ekonomi diharapkan nantinya

dapat memperlancar proses penyatuan antara V ietnam Utara dan V ietnam Selatan, karena

akan tercipta keadaan ekonomi yang setara di kedua wilayah tersebut. Model centrally

planned economy ini dapat dilihat salah satunya melalui kebijakan F ive Year Plan

5

(4)

1980). T uj uan utama dari dikeluarkannya F ive Year Plan (1976-1980) sendiri adalah agar

pada akhir tahun 1979 pemerintah V ietnam dapat menguasai seluruh agrikultur dan industri

yang berada di V ietnam S elatan.

6

Namun, nyatanya kebijakan ini tidak sepenuhnya sukses

diterpakan. Dan justru memunculkan masalah baru dimana usaha agrikultur dan industri yang

telah di nasionalisasikan mengalami kemunduran dalam hal produksi dan menyebabkan

kerugian tersendiri bagi pemerintah V ietnam pada saat itu.

7

Gagalnya penerapan sistem ekonomi yang terpusat turut menurunkan legitimasi

masyarakat terhadap pemerintah V ietnam pada saat itu. hal ini mendorong pemerintah

V ietnam untuk merubah sistem perekonomiannya. Pada tahun 1986 akhirnya pemerintah

V ietnam dalam K ongres Nasional C ommunist Party of V ietnam (C PV ) yang ke-6

memutuskan untuk mengganti sistem ekonomi V ietnam menjadi socialist – market oriented

economy. Penerapan sistem ekonomi baru tersebut dilakukan melalui dikeluarkannya paket

kebijakan D oi Moi. K ebijakan D oi Moi ini selanj utnya membuka pintu bagi masuknya

investasi-investasi asing ke dalam V ietnam. V ietnam juga menjadi terlibat langsung di dalam

praktik perekonomian global. W alaupun begitu, sesuai dengan namanya, sistem

perekonomian ini tidak semata-mata menghilangkan peranan pemerintah V ietnam dalam

mengontrol dan mengawasi secara penuh berjalannya perekonomian.

Selanjutnya, pasca diterapkannya kebijakan D oi Moi, keran demokratisasi pun ikut

terbuka di V ietnam. Hal ini dapat dilihat dari telah dilangsungkannya pemilihan umum yang

semua masyarakat V ietnam dapat memilih, dibolehkannya masyarakat non C PV untuk

mencalonkan diri dalam pemilu serta terdapatnya organisasi-organisasi masyarakat sipil.

W alaupun secara praktik demokrasi telah diterapkan di V ietnam pasca dikeluarkannya

kebijakan Doi Moi, secara substansi demokrasi tersebut masih jauh dari kata mapan. Hal ini

selanjutnya dapat dilihat melalui beberapa hal seperti negara yang masih sangat kuat dalam

mengatur dan mengawasi setiap aspek dalam kehidupan masyarakat serta hegemoni satu

partai yaitu C ommunist Party of V ietnam (C PV ).

R umusan M asalah

K olonialisasi yang dilakukan oleh Perancis di V ietnam sejak tahun 1884,

memunculkan semangat nasionalisme dan revolusi, khususnya di kalangan kaum terpelajar

6

Marine.mil, T he G overnment and Politics, hlm.4, dalam

Http://www.marines.mil/Portals/59/Publications/V ietnam%20Study_ 3.pdf diakses pada 12 A pril, 21.06 W IB . 7

(5)

V ietnam. B ersekolah di J epang dan T iongkok, kaum terpelajar ini kemudian dalam upaya

memperj uangkan kemerdekaan V ietnam mendapatkan pengaruh besar dari nilai utama di

kedua negara tersebut, yaitu K onfusianisme. K onfusianisme yang berfokus pada pentingnya

kedaulatan negara akhirnya mengakar pada setiap masyarakat V ietnam yang menginginkan

tercapainya kemerdekaan pada saat itu. Namun, dalam upaya perjuangan revolusi V ietnam,

masuk sebuah ideologi baru yaitu komunisme ke dalam masyarakat. Ho C hi Minh lah yang

pertama kali membawa ideologi ini dengan mengacu kepada pemikiran Marxist L eninist.

Namun, berbeda dengan ideologi komunisme di E ropa T imur, penerapan ideologi

komunisme di V ietnam cenderung lebih bersifat adaptif dan fleksibel. S ifat-sifat ini

menjadikan nilai komunisme diterapkan beriringan dengan nilai-nilai lain yang telah ada.

D alam hal komunisme a la Ho C hi Minh, tetap mengandung nilai-nilai konfusianisme yang

telah terlebih dahulu mengakar di masyarakat V ietnam. S ifat adaptif dan fleksibel terhadap

nilai lain ini juga lah yang menjadikan ideologi komunisme dapat bertahan di V ietnam.

Namun, walaupun begitu setelah V ietnam merdeka tahun 1945, Ho C hi Minh justru memilih

untuk menerapkan sistem demokrasi di V ietnam. K arena Ho C hi Minh memandang ideologi

komunisme hanya sebagai alat mencapai kemerdekaan bukan sebagai sebuah sistem yang

harus diterapkan dalam masyarakat.

Selanjutnya, dalam perjalanannya, V ietnam akhirnya memilih untuk menerapkan

sistem sosialis komunis guna melancarkan upaya penyatuan V ietnam Utara dan V ietnam

Selatan mulai tahun 1976. Namun ternyata, sistem sosialis komunis yang mengedepankan

kontrol dan peran negara yang kuat di seluruh bidang mengakibatkan krisis ekonomi bagi

V ietnam pada pertengahan tahun 1980an. Semakin rendahnya legitimasi masyarakat terhadap

pemerintah V ietnam pada saat itu akhirnya mendorong V ietnam kepada perubahan sistem

ekonomi. A khirnya pada tahun 1986 V ietnam merubah sistem ekonominya menjadi socialist

– market oriented economy, yang mana V ietnam membuka diri kepada sistem perekonomian

global. Penerapan sistem ekonomi yang baru ini dilakukan melalui dikeluarkannya kebijakan

D oi Moi. S elain membawa V ietnam kepada pertumbuhan ekonomi yang signifikan,

kebijakan D oi Moi ini turut membuka keran demokratisasi di V ietnam. Dan pasca

dikeluarkannya kebijakan D oi Moi, mulai dilaksanakan beberapa elemen demokrasi seperti

pemilu di V ietnam. Namun kenyataannya sampai saat ini praktik demokrasi di V ietnam,

apabila mengacu kepada model demokrasi a la B arat, masih jauh dari kata mapan. Maka dari

itu, menarik bagi penulis untuk menganalisis lebih lanjut faktor apa yang menyebabkan

(6)

Per tanyaan Penelitian

B erdasarkan rumusan masalah di atas, maka penulis memiliki pertanyaan penelitian

sebagai berikut;

“ B agaimana pengaruh nilai konfusianisme terhadap penerapan demokrasi di V ietnam pasca

kebijakan D oi Moi? ”

K er angk a K onsep : D emok r asi, A sian values dan K onfusianisme

Pada periode tahun 1974-1990 setidaknya terdapat 30 negara yang melakuan transisi

menuju pemerintahan yang demokratis. J umlah tersebut bahkan sebanyak dua kali lipat dari

banyaknya negara demokratis yang ada pada saat itu. Menurut Samuel P. Huntington,

gelombang demokratisasi pada tahun 1974-1990 ini merupakan The Third Wave D emocracy

(gelombang ketiga demokrasi). T erdapat beberapa faktor yang menyebabkan munculnya

gelombang ketiga demokrasi tersebut, salah satunya adalah krisis ekonomi yang melanda

sebagian besar negara otoritarian. Mulai kuatnya sistem ekonomi global membawa negara

otoritarian kepada pilihan untuk membuka sistem ekonominya terhadap hubungan dengan

negara maju lain dalam sebuah sistem yang sama. D ibukanya keran globalisasi tersebut tidak

hanya merubah sistem perekonomian negara-negara otoritarian melainkan juga turut

membawa mereka kepada sebuah proses demokratisasi.

D emok r asi sendir i memilik i ak ar yang ber afiliasi dengan nilai-nilai B ar at.

8

K hususnya A merika Serikat dan E ropa B arat menjadi agen pendorong terjadinya

demokratisasi di negara-negara otoritarian pada tahun 1974-1990. Upaya A merika S erikat

dan E ropa B arat dalam mendorong demokratisasi ini dilakukan melalui pembentukan

komunitas-komunitas ekonomi dan pemberian bantuan dana seperti masuknya investasi ke

dalam negara-negara otoritarian tersebut. Upaya tersebut dilakukan juga dalam rangka

memperkuat pengaruh nilai B arat dan meredam nilai-nilai komunis sosialis. Namun, ternyata

pada akhir periode gelombang ketiga demokrasi, tidak semua negara otoritarian yang

mengalami gelombang demokrasi sepenuhnya menjadi negara yang demokrasi. T erdapat

beberapa negara yang justru kembali menjadi negara otoritarian atau j ustru terjebak diantara

model otoritarian dan demokrasi. Negara-negara ini kemudian menjadi negara

semi-democracy, atau pseudo-democracy.

8

(7)

Salah satu hal yang menyebabk an ti dak ber hasilnya pr oses tr ansisi demok r asi

pada beber apa negar a otor itar ian di gelombang k etiga demok r asi adalah lemahnya

nilai-nilai demok r asi yang dimilik i oleh elit politik maupun masyar ak at.

9

S elain karena

sama sekali tidak memiliki pengalaman akan demokrasi, gagalnya transisi demokrasi ini juga

dikarenakan oleh kuatnya satu nilai tertentu yang dimiliki oleh elit politik dan keseluruhan

masyarakat di suatu negara. K hususnya di A sia, ber bentur annya nilai-nilai B ar at dalam

demok r asi dengan nilai-nilai A sia ( A sian values) menj adik an beber apa negar a di A sia

mener apk an demok r asi a la mer ek a. Dimana ketika dilihat dari kacamata demokrasi B arat

maka demokrasi tersebut bukan lah demokrasi yang sebenarnya.

Maka, penerapan demokrasi di A sia pada umumnya mengalami penyesuaian dengan

nilai-nilai A sia ( Asian values) itu sendiri. A rgumen utama dar i A sian values sendir i adalah

cultural relativism, yang mana dalam pandangan Asian values, nor ma dan nilai yang

dibangun oleh demok r asi selama ini adalah nilai-nilai ber dasar k an budaya B ar at dan

untuk menyiasati hal ter sebut har us ada sebuah nilai bar u yang sesuai dan dianggap

sebagai “nilai A sia”.

10

Hal ini dikarenakan negara-negara A sia memiliki sejarah

kolonialisme oleh B arat yang mana akhirnya menguatkan prinsip state sovereignty atau

kedaulatan negara. Pembedaan budaya dengan budaya B arat tersebut selanj utnya diturunkan

menjadi 8 poin utama nilai-nilai dalam A sian V alues yaitu, k ek eluar gaan, k ehor matan

ter hadap tatanan hier ar k is, k er j a k er as, k onsensus, k omitmen ter hadap pendidi k an,

mengutamak an mor alitas, mengutamak an k omunitas dan k eter atur an.

11

8 poin utama nilai dalam Asian values tersebut juga tidak terlepas dari pengaruh

nilai-nilai konfusianisme. Nilai K onfusianisme yang mengutamak an k epentingan ber sama

dibandingk an individu, menghor mati status hier ar k is, menghor mati otor itas pemi mpin

dan mengutamak an ter ciptanya k eadaan yang har moni ini selanjutnya membentuk model

demokrasi tersendiri di A sia, khususnya di T iongkok, J epang, K orea Selatan dan V ietnam.

Y i Huah J iang, “A sian V alues and C ommunitarian D emocracy”, J ournal of P olitical Science National Taiwan U niversity, hlm.7

12

(8)

dominant political party, dan k uatnya nilai personalism.

13

K arena hal tersebut, beberapa

pihak melihat demokrasi yang berdasarkan Asian values dan konfusianisme tersebut bukan

lah demokrasi yang liberal sebagaimana seharusnya demokrasi diterapkan. D an

karakteristik-karakteristik tersebut lah yang selanjutnya tidak hanya menjadi ciri demokrasi di A sia namun

juga membedakannya dengan demokrasi liberal a la B arat.

D emok r atisasi di V ietnam pasca D oi M oi: D ampak K onfusianisme dalam Pener apan

D emok r asi di V ietnam

Menurut beberapa teori mengenai demokratisasi, pembangunan ekonomi yang tinggi

atau perekonomian yang mapan menjadi sebuah titik awal bagi berlangsungnya demokratisasi

di sebuah negara yang dulunya merupakan negara otoritarian. Hal ini pun dapat dilihat pada

V ietnam pasca diterapkannya kebijakan Doi Moi tahun 1986. T erbukanya V ietnam kepada

sistem perekonomian global dan mekanisme pasar tidak hanya menjadikan V ietnam sebagai

salah satu negara di A sia dengan tingkat pertumbuhan ekonomi tertinggi, namun juga turut

membawa V ietnam kepada proses demokratisasi. S alah satu hal yang menyebabkan

terjadinya proses demokratisasi di V ietnam pasca diterapkannya kebijakan D oi Moi adalah

semakin intensnya hubungan antara V ietnam dengan negara-negara B arat yang telah

memiliki nilai-nilai demokrasi sejak lama.

14

Namun, bagaimana pun juga sampai saat ini

V ietnam dinilai belum menerapkan demokrasi sepenuhnya, atau bahkan masih termasuk

dalam negara otoritarian. Perdebatan ini muncul karena sampai saat ini V ietnam masih

Namun, bagaimana pun juga mayoritas masyarakat V ietnam menganggap keadaan

politik dan pemerintahan yang berlangsung saat ini telah menjamin nilai-nilai demokrasi

yang ada. S eperti dalam sebuah penelitian didapatkan hasil bahwa sebanyak 56,6%

responden yang merupakan masyarakat V ietnam sangat setuj u bahwa kini pemilu di V ietnam

telah memberikan kesempatan bagi pemilih untuk memilih kandidat-kandidat yang

beragam.

16

W alaupun kenyataannya kandidat-kandidat yang menyalonkan diri di setiap

13

C lark D . Neher, “A sian Style D emocracy”, Asian Survey, V ol.34, No.11, ( November, 1994), hl m.951-958 14

Nhu Ngoc T .Ong, “Support for D emocracy among V ietnamese Generations”, P aper presentation at the V ietnam 2005 C onference Texas, ( 2004), hlm.8

15 Ibid. 16

(9)

pemilu di V ietnam mayoritas berasal dari C PV dan kandidat non-C PV hanya dapat

mencalonkan diri apabila disetujui oleh V ietnamese F atherland F ront.

17

S elain itu juga,

setelah terpilihnya para anggota parlemen melalui pemilu, seringkali mereka justru menjauh

dari masyarakat atau konstituennya. Masyarakat V ietnam, khususnya organisasi-organisasi

yang berada di masyarakat j ustru seringkali sulit untuk mengartikulasikan kepentingan serta

menjalin hubungan dengan representasi mereka di parlemen.

18

W alaupun dalam praktiknya V ietnam belum dapat dikategorikan sebagai negara yang

demokratis, namun nyatanya masyarakat V ietnam justru menganggap negara mereka telah

demokratis. D ua hal yang bersebrangan tersebut nyatanya sampai saat ini tidak memberikan

pengaruh yang signifikan terhadap keberlangsungan demokrasi di V ietnam. Hal ini tidak lain

karena dipengaruhi oleh nilai-nilai konfusianisme dalam Asian values yang telah mengakar di

dalam diri masyarakat V ietnam. Nilai-nilai yang mengutamakan kepentingan bersama,

penghormatan kepada pemimpin dan status hierarkis serta keutamaan harmoni menjadikan

masyarakat V ietnam cenderung tidak merasa perpolitikan dan pemerintahan yang berjalan

saat ini perlu dirubah. Maka, walaupun model demokrasi yang diterapkan di V ietnam tidak

mempromosikan kebebasan dan kesetaraan dalam masyarakat, model demokrasi ini tetap

bertahan untuk diterapkan sampai saat ini atas dasar kuatnya legitimasi dari masyarakat

V ietnam itu sendiri.

Melihat demokrasi di V ietnam pasca kebijakan Doi Moi masih sangat dikuasai dan

dikontrol oleh pemerintah atau dalam hal ini C PV , maka demokrasi di V ietnam selanj utnya

dapat dikategorikan sebagai centralistic democracy. Model centralistic democracy ini juga

memiliki pengaruh yang cukup kuat dari pemikiran Marxist L enninist.

19

D imana dalam

centralistic democracy, partai komunis di negara tersebut merupakan pihak yang memiliki

otoritas untuk mengarahkan dan memutuskan seluruh permasalahan politik dimana nantinya

setiap masyarakat harus menaatinya.

20

D alam konstitusi V ietnam tahun 1992 pasal 6 pun

dinyatakan bahwa prinsip pemerintahan demokrasi V ietnam adalah centralistic democracy

yang mana C PV merupakan institusi politik yang memiliki peran utama dalam menentukan

17

Ibid. 18

B ui T he C huong, “Issue Oriented-Organizations in H anoi: S ome F i nding from E mpirical Survey” dalam Towards G ood Society: C ivil Society Actors, the State, the Business C l ass in Southeast Asia – F acilitators of or Impediments to a Strong, D emocratic and F air Society? , ( Berlin, 2004), hlm.98-99

19

Niklas A schoff, “W hat R ole can L ocal NGOs Play to S upport G rasroots D emocracy in V ietnam? : T he E xample of the V ietnamese NGO R C P”, Studen E uropean Studies,(J une, 2008) , hlm.24

20

(10)

berj alannya pemerintahan, khususnya pembuatan kebij akan.

21

W alaupun C PV menj adi aktor

politik utama, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat badan yang menj adi

instrumen penerapan demokrasi di V ietnam. B adan tersebut adalah V ietnamese F atherland

F ront. B adan bentukan C PV ini bertugas untuk mengorganisir dan mengawasi aktivitas

organisasi-organisasi massa bentukan C PV seperti V ietnam Women’s Union dan Youth and

F armer’s Union.

22

Selain itu, V ietnamese F atherland F ront j uga berfungsi untuk menyeleksi

calon-calon kandidat dalam pemilu legislatif yang merupakan masyarakat non-C PV untuk

ditentukan apakah mereka layak untuk mencalonkan diri dalam pemilu.

W alaupun dengan adanya V ietnamese F atherland F ront hak masyarakat V ietnam

untuk berserikat, menyampaikan pendapat dan mencalonkan diri dalam pemilu sudah dapat

lebih terakomodasi, sesuai dengan paparan di atas, buktinya demokrasi di V ietnam masih

sangat dikontrol dan dikuasai oleh pemerintah atau C PV . Hal ini tentu juga tidak terlepas dari

legitimasi yang kuat dari masyarakat terhadap C PV itu sendiri. D imana masyarakat menerima

dominasi C PV sebagai pemimpin mereka karena melihat C PV dapat mewujudkan sebuah

keadaan yang harmoni dan sejahtera. K edua hal tersebut lah yang merupakan dampak dari

mengakarnya nilai-nilai konfusianisme pada diri masyarakat V ietnam. Dan untuk lebih

memahami pengaruh tersebut, akan dijelaskan lebih lanjut mengenai penerapan demokrasi di

V ietnam pasca kebijakan D oi Moi melalui analisis model demokrasi di A sia yang

dipengaruhi oleh nilai konfusianisme menurut C lark D . Neher.

A uthority : Pemer intah/C P V sebagai pemi mpi n dengan otor itas ter tinggi di V ietnam

Menurut C lark D.Neher, hal yang menjadi basis dari model demokrasi di A sia adalah

penghormatan masyarakat terhadap otoritas pemimpin. Hal ini didukung oleh nilai

konfusianisme yang tidak hanya mengakui otoritas pemimpin namun juga hubungan hierarkis

antara pemimpin dengan individu.

23

D alam konfusianisme, pemimpin harus lah merupakan

orang yang mampu memimpin dengan integritas atau dalam hal ini yang dimaksud adalah

good manner atau perilaku yang baik. Mengutip dari pernyataan konfusius, apabila seorang

pemimpin bertindak secara baik dan tepat maka semua orang akan mematuhinya tanpa harus

disuruh, sebaliknya apabila pemimpin bertindak secara tidak baik dan tepat maka semua

(11)

orang tidak akan mematuhinya walau telah dipaksa sedemikian rupa.

24

A pabila mengacu

kepada hal tersebut, maka sebenarnya masyarakat konfusianis tidak semata-mata menerima

otoritas dari seorang pemimpin. Melainkan pemimpin tersebut harus terbukti mampu untuk

bertidak secara benar dan tepat, sesuai dengan nilai-nilai konfusianis dan mampu untuk

membawa kebaikan kepada masyarakat.

D alam hal V ietnam, walau di era demokrasi kini pemerintah V ietnam masih sangat

mendominasi dan mengontrol seluruh aspek kehidupan, masih terdapat legitimasi kuat dari

masyarakat. B erdasarkan nilai penghormatan terhadap otoritas pemimpin yang terdapat

dalam konfusianisme, maka legitimasi kuat tersebut muncul karena selama ini pemerintah

V ietnam atau C PV dipandang sebagai pemimpin yang bertindak secara benar dan tepat,

mengikuti nilai-nilai konfusianisme dan terbukti mampu membawa kesejahteraan kepada

masyarakat. K hususnya dalam hal tranisisi ekonomi pada tahun 1986 melalui kebijakan D oi

Moi, dapat dilihat bagaimana C PV akhirnya memutuskan untuk membuka ekonomi V ietnam

kepada sistem pasar global namun tetap tidak melepasnya begitu saja tanpa ada kontrol dari

C PV atau pemerintah V ietnam itu sendiri.

K eputusan untuk mengkombinasikan dua prinsip sistem ekonomi yang sebenarnya

bertolak belakang tersebut pun tidak terlepas dari upaya kompromi antar elit pemerintahan di

dalamnya. D imana dalam proses perdebatan mengenai transisi sistem ekonomi tersebut,

tubuh C PV terbagi menjadi dua faksi, yaitu faksi konservatif dan faksi radikal. Nguyen Duy

T rinh yang merupakan tokoh utama dalam faksi yang lebih konservatif pada saat itu

mengusulkan agar V ietnam tetap berpegang pada sistem ekonomi yang centrally planned dan

centrally managed, agar keberadaan bisnis individual dan kapitalis tidak dapat berkembang

dan mengancam kestabilan ekonomi V ietnam.

25

Sedangkan faksi yang lebih radikal dan lebih

pro kepada sistem ekonomi pasar, dipimpin oleh Nguyen L am, menyatakan bahwa V ietnam

perlu membuka diri kepada pasar global dan lebih memperhatikan kebutuhan tiap wilayah

yang sebenarnya berbeda, sehingga harus diterapkan sistem perencanaan dan pengaturan

yang bertingkat di setiap daerah atau tidak terpusat di level nasional saja.

26

K eputusan

tersebut menggambarkan adanya kompromi yang terjadi antara kedua faksi, konservatif dan

24

L ong K im C . Patrick dan A ng S ik L iong, “C onfucian L eadership and C orporate S ocial R esponsi bility ( C SR ), the W ay F orward”, Asi an J ournal of Business Research, V ol.2, No.1, ( 2012), hlm.95

25

S ujianguo, “E conomic T ransiition in C hina and V ietnam: A C omparative Perpective”, J ournal of Asi an P rofile, V ol.32, No.5, (October 2004) , hlm.398- 399

26

(12)

radikal, yang saling menghargai ide atau usulan satu sama lain.

27

Proses kompromi tersebut

selaras dengan nilai yang ditanamkan oleh konfusianisme, yaitu kolektivis dan keharmonisan.

A gar keputusan perubahan sistem ekonomi tidak mencederai nilai-nilai tersebut maka dipilih

sistem socialis-market oriented economy yang mengakomodir keinginan antar aktor dalam

C PV .

A khirnya, kemampuan C PV untuk terus mempertahankan nilai-nilai konfusianisme

dalam pengambilan keputusan serta untuk menciptakan kesejahteraan dan harmoni di dalam

masyarakat menjadi basis legitimasi bagi pengakuan otoritas C PV sebagai pemimpin

tertinggi di V ietnam. Namun lebih dari itu, pengakuan masyarakat V ietnam atas otoritas C PV

sebagai pemimpin tertinggi selanjutnya membawa demokrasi di V ietnam kepada corak-corak

praktek lainnya. Dan hal tersebut akan lebih lanjut dijelaskan dalam subbab-subbab

berikutnya.

Strong State : P er an negar a yang k uat sebagai instr umen bagi C PV dalam menciptak an

k eter atur an

L egitimasi kuat dari masyarakat V ietnam terhadap otoritas pemerintah atau C PV

sebagai pemimpin tertinggi selanjutnya membawa kepada peran negara yang kuat di

dalamnya. Strong state, apabila dilihat melalui kacamata demokrasi a la B arat menjadi hal

yang tidak boleh terdapat dalam praktek demokrasi. Namun, seperti yang telah disebutkan,

karena kuatnya legitimasi masyarakat dan anggapan bahwa negara atau pemerintah adalah

pemimpin yang memiliki otoritas tertinggi, memberikan negara keleluasaan dalam

menerapkan aturan dan berperan di dalamnya. T erlebih lagi, dalam konfusianisme terdapat

kepercayaan mengenai mandate of heaven, atau pemimpin merupakan utusan T uhan.

28

Maka,

memang diperlukan sosok pemimpin yang kuat dan menjadi perpanjangan tangan T uhan

dalam mengatur kehidupan masyarakat.

D alam hal V ietnam, peran negara yang kuat dapat dilihat dari masih dikekangnya

keberadaan kelompok-kelompok oposisi pemerintah. Hal ini terwujud dalam beberapa

tindakan yang dilakukan oleh pemerintah, seperti pelarangan terbitnya kritik terhadap

pemerintah dalam media massa yang ada. W alaupun begitu, aksi protes atau kritik dari

kelompok oposisi di V ietnam memang nyatanya mampu diredam oleh pemerintah, karena

27

Ibid. 28

(13)

memang hukuman bagi penyuaraan kritik terhadap pemerintah adalah pidana penjara atau

bahkan lebih buruk lagi. Melihat hal tersebut, maka kuatnya peran negara dalam mengatur

setiap aspek kehidupan masyarakat V ietnam selanj utnya menjadi alat atau instrumen bagi

C PV untuk mempertahankan kekuasaannya. Merujuk kepada slogan dari C PV itu sendiri

yaitu “The party leads, the state implements, the people inspect” maka memang negara

dijadikan instrumen implementasi ideologi maupun tindakan yang diambil oleh C PV .

29

Selain itu, karena C PV mendominasi pemerintahan, maka memang struktu dari

institusi-institusi dalam negara V ietnam ditentukan oleh C PV itu sendiri. A khirnya, kuatnya peran

negara menjadikan kekuasaan dan dominasi C PV di V ietnam dapat semakin terjamin.

One D ominant Political Party : C ommunist Party of V ietnam (C PV )

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kuatnya peran sebuah negara dipengaruhi

oleh dominasi satu partai politik di dalamnya. Sampai saat ini, C PV masih menjadi

satu-satunya partai politik dominan di dalam perpolitikan dan pemerintahan V ietnam yang sudah

mulai demokratis. B ertahannya satu partai politik dominan di era demokrasi tidak terlepas

dari berbagai faktor pendukung, salah satunya adalah telah melekatnya partai politik tersebut

dalam identitas negara secara keseluruhan.

30

Hal ini biasanya muncul akibat dari peranan

besar partai politik tersebut dalam hal perjuangan mencapai kemerdekaan.

31

A pabila melihat

fenomena hegemoni C PV di V ietnam sampai era demokrasi saat ini, maka memang benar

bahwa C PV telah melekat menjadi identitas bagi negara V ietnam itu sendiri. C PV yang telah

memiliki peran utama atau berperan sebagai aktor kunci sejak masa perjuangan kemerdekaan

menjadikan C PV memiliki legitimasi yang sangat kuat dari masyarakat.

Selain itu juga, C PV terbukti mampu bersifat adaptif dan fleksibel dalam menjawab

berbagai permasalahan yang muncul di masyarakat, khususnya dalam hal permasalahan

ekonomi. Hal ini dapat dilihat ketika C PV dalam kongres nasional ke-6 nya pada tahun 1986

memutuskan untuk melakukan perubahan sistem ekonomi menj adi lebih terbuka kepada

sistem pasar global. Melihat keadaan ekonomi dan legitimasi masyarakat yang semakin

melemah pada saat itu, langkah C PV untuk melakukan perubahan sistem ekonomi melalui

penerapan kebijakan D oi Moi merupakan langkah tepat untuk mengembalikan legitimasi

29

J onathan D . L ondon, “Politics in C ontemporary V ietnam” dalam P olitics in C ontemporary V ietnam: P arty, State and Authority Relati ons, ( UK : Palgrave McMillan, 2014), hlm.7

30

Neher, Op.cit., hlm.955 31

(14)

terhadap C PV itu sendiri.

32

Semakin baiknya keadaan ekonomi masyarakat V ietnam akibat

diterapkannya kebijakan D oi Moi pun juga selanjutnya menciptakan keadaan yang lebih

stabil dan sej ahtera di antara masyarakat V ietnam.

A pabila dikaitkan dengan nilai-nilai konfusianisme dalam masyarakat V ietnam, maka

keberadaan C PV yang menjadi partai politik dominan di era demokrasi kini tentu dapat

diterima oleh mereka. K arena, C PV telah terbukti mampu untuk menciptakan keadaan yang

stabil dan harmonis di dalam masyarakat V ietnam melalui tingginya pertumbuhan ekonomi

yang mana akhirnya menciptakan sebuah kesejahteraan. Hal ini sesuai dengan nilai

konfusianisme yang selalu mengutamakan keharmonisan dan kestabilan serta kepentingan

bersama dalam kehidupan bermasyarakat. Maka, apabila meruj uk kepada nilai konfusianisme

tersebut, masyarakat V ietnam akan cenderung tidak peduli terhadap kompetisi dan majority

rule dalam politik.

Nilai personalism dalam konfusianisme memiliki pengertian bahwa masyarakat

konfusianis sangat mengutamakan dan menghormati sosok ketokohan seorang pemimpin.

34

A tau dengan kata lain, masyarakat konfusianis sangat “menganggunkan” sosok pemimpin

yang berkharisma dan terkesan dekat serta selalu berada di pihak masyarakat. Sosok

pemimpin yang “diagungkan” ini selanjutnya menjadi aktor utama dalam menentukan

kehidupan masyarakat. Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, hal ini didukung

dengan kepercayaan konfusianis bahwa pemimpin adalah utusan T uhan. Masyarakat pun

menerima adanya hal tersebut, karena sosok pemimpin tersebut dianggap mampu untuk

menciptakan keharmonisan dan kestabilan dalam masyarakat. Hal ini j uga berkaitan dengan

anggapan konfusianis bahwa pemimpin memiliki otoritas penuh untuk mengatur kehidupan

di dunia, karena dia adalah utusan T uhan yang bertanggung jawab untuk mengatur urusan

kehidupan manusia di dunia. Maka, akan lebih mudah bagi para sosok pemimpin baru untuk

mendapatkan legitimasi kuat dari masyarakat apabila dia memiliki kedekatan atau berafiliasi

dengan pemimpin lama yang “diagungkan” tadi.

32

L e H ong Hiep, “Performance – based L egitimacy: T he C ase of the C ommunist Party of V ietnam and ‘ D oi Moi’”, J ournal of C ontemporary Southeast Asi a, V ol.34, No.2, ( A ugust 2012), hl m.146

33

Neher, Op.cit. 34

(15)

Hal tersebut dapat dilihat dalam tubuh C PV , dimana sejak didirikan pada tahun 1930

C PV selalu menampilkan image berafiliasi dengan Ho C hi Minh. K ekuatakan ketokohan Ho

C hi Minh dipandang C PV menjadi basis legitimasi yang kuat karena memang sosok Ho C hi

Minh selain merupakan salah satu pendiri C PV juga merupakan tokoh revolusioner

pemimpin pergerakan kemerdekaan V ietnam sampai saat ini masih “diagungkan” oleh

masyarakat V ietnam. Hal tersebut juga didukung oleh basis legitimasi C PV yang dibangun

atas tiga hal yaitu legitimasi tradisional, legal – rasional, dan kharismatik.

35

Dasar legitimasi

kharismatik ini lah yang memperkuat alasan C PV terus menciptakan image yang berafiliasi

dengan Ho C hi Minh walau Ho C hi Minh telah meninggal sejak puluhan tahun lalu.

W alaupun ketokohan Ho C hi Minh sempat memudar dalam tubuh C PV kurang lebih dua

dekade setelah meninggalnya, C PV akhirnya memutuskan untuk mengadopsi “The Ho C hi

Minh Thoughts” sebagai landasan ideologi partai pada tahun 1991.

36

D engan semakin kuatnya sosok Ho C hi Minh dalam tubuh C PV , tentu menjadi faktor

pendukung tingginya legitimasi masyarakat V ietnam terhadap C PV itu sendiri. A filiasi C PV

dengan sosok Ho C hi Minh, secara tidak langsung menjadi j ustifikasi terhadap segala

tindakan-tindakan yang dilakukan. K arena, telah mengadopsi pemikiran-pemikiran Ho C hi

Minh sebagai ideologinya, tentu masyarakat akan berpandangan bahwa tindakan-tindakan

yang dilakukan oleh C PV sesuai dan sejalan dengan pemikiran sosok pemimpin yang

“diagungkan” oleh mereka. T indakan-tindakan tersebut pun termasuk dalam hal

mengeluarkan kebijakan, mengontrol organisasi masyarakat maupun menahan

kekuatan-kekuatan oposisi. Sehingga, apa pun hal yang dilakukan oleh C PV , selama hal tersebut tidak

memberikan dampak negatif secara langsung bagi masyarakat, masyarakat V ietnam akan

terus memberikan kepercayaan dan legitimasi yang kuat terhadap C PV .

K esimpulan

Penerapan kebijakan Doi Moi di V ietnam pada tahun 1986 tidak hanya menciptakan

pertumbuhan ekonomi yang pesat namun juga masuknya proses demokratisasi bagi V ietnam.

Setelah lebih dari dua dekade demokrasi diterapkan di V ietnam telah dilangsungkan beberapa

unsur negara demokrasi seperti penyelenggaraan pemilu dan pembentukan

organisasi-organisasi masyarakat. Namun, berbeda dengan demokrasi a la B arat yang mengharuskan

adanya kebebasan penuh bagi setiap individu dan peran negara yang minimal, di V ietnam

35

H ai Hong Nguyen, “R esillience of the C ommuni st Party of V ietnam’s A uthoritarian R egime si nce D oi Moi”, J ournal of C urrent Southeast Asian Affairs, V ol.35, No.2, ( 2016) , hlm.38

36

(16)

masih terdapat unsur-unsur “otoritarian” di dalam praktek demokrasinya. Hal ini tidak

terlepas dari pengaruh nilai-nilai konfusianisme yang terdapat dalam Asian V alues. Asian

V alues sendiri muncul sebagai respon terhadap nilai-nilai B arat dalam konsep demokrasi

yang mana dinilai tidak sesuai untuk diterapkan di negara-negara A sia.

K onfusianisme sendiri selalu menekankan kepada terciptanya keharmonisan,

mendahulukan kepentingan bersama dibandingkan individu, serta penghormatan kepada

otoritas dan status hierarkis pemimpin. D an masyarakat V ietnam yang telah memiliki nilai

konfusianisme dalam dirinya pun tentu akhirnya membentuk sebuah pola perilaku dan sikap

yang berbeda dengan masyarakat B arat. Selanj utnya, apabila dikaitkan dengan penerapan

demokrasi, maka menurut C lark D .Neher, pengaruh konfusianisme dalam demokrasi di A sia

membentuk sebuah karakteristik tersendiri. K arakteristik tersebut adalah terdapat

penghormatan terhadap otoritas pemimpin, peran negara yang kuat, terdapat satu partai

politik dominan serta kuatnya ketokohan sesosok pemimpin bagi masyarakatnya. Setelah

dilakukan analisis satu persatu mengenai karakteristik-karakteristik tersebut, maka dapat

disimpulkan beberapa hal.

Pertama, nilai konfusianisme yang mengakar dalam masyarakat V ietnam menciptakan

kuatnya legitimasi masyarakat terhadap pemerintah atau dalam hal ini C PV . K uatnya

legitimasi ini j uga didukung oleh performa C PV yang mampu terus membawa nilai

konfusianisme dalam merespon berbagai tuntutan masyarakat V ietnam. Maka, walaupun

C PV terus mendominasi perpolitikan dan pemerintahan, negara sangat berperan kuat dalam

mengatur kehidupan masyarakat yang akhirnya menyebabkan tidak tercapainya demokrasi

yang menjamin kebebasan individu, C PV akan terus dipercaya masyarakat V ietnam untuk

memimpin mereka di tengah era demokrasi ini. K edua, pengaruh nilai konfusianisme

terhadap kuatnya legitimasi masyarakat atas C PV pada akhirnya menciptakan sebuah model

centralistic democracy. D engan model demokrasi tersebut, tentu C PV akan lebih mudah

mempertahankan kekuasaan dan dominasinya. Singkat kata, nilai konfusianisme menciptakan

penerapan demokrasi di V ietnam yang berbeda dengan demokrasi a la B arat, namun hal ini

(17)

D aftar Pustak a

Ibrahim, Sukarno. 2011. “Peranan V iet Minh dalam R evolusi K emerdekaan V ietnam 1945-

1954”. Skripsi P rogram Studi Sejarah F IB Universitas Indonesia. (D epok: UI)

V an, Phan ti Hong. “T he Interaction between C ulture and E conomy in V ietnam”. Paper in

E RSA 2011 C onference.

Pike, D ouglas. 1968. V iet C ong: The Organization and T echnique of The NL F of South

V ietnam. (New Y ork: M.I.T . Press)

Huntington, Samuel P. 1993. The Third Wave: Democracy in the L ate T wentieth C entury.

(US: University of Oklahoma Press)

B arr, Michael D . 2000. “L ee K uan Y ew and T he ‘ A sian V alues’ Debate”. Asian Studies

Review. V ol.24. No.3. hlm 310

J iang, Y i Huah. “A sian V alues and C ommunitarian D emocracy”. J ournal of Political Science

National T aiwan University

O’Dwyer, S haun. 2003. “Democracy and C onfucian V alues”. Philosophy E ast and West.

V ol.53. No.1.

Neher, C lark D. 1994. “A sian S tyle D emocracy”. Asian Survey. V ol.34. No.11.

T .Ong, Nhu Ngoc. 2004. “Support for Democracy among V ietnamese G enerations”. P aper

presentation at the V ietnam 2005 C onference Texas.

Ngi, Pham T hanh. “T he State of D emocratic Governance in V ietnam”. Institute of Human

Studies, Asian Barometer.

C huong, B ui T he C huong. 2004. “Issue Oriented-Organizations in Hanoi: Some F inding from

E mpirical S urvey” dalam Towards Good Society: C ivil Society Actors, the State, the

Business C lass in Southeast Asia – F acilitators of or Impediments to a Strong,

D emocratic and F air Society?

A schoff, Niklas. 2008. “W hat R ole can L ocal NGOs Play to Support Grasroots D emocracy in

V ietnam? : T he E xample of the V ietnamese NGO R C P”. Studen E uropean Studies.

Hakarainen, Minna. 2015. “Navigating between Ideas of D emocracy and Gendered L ocal

(18)

Patrick, L ong K im C . dan A ng Sik L iong. 2012. “C onfucian L eadership and C orporate Social

R esponsibility (C SR ), the W ay F orward”. Asian J ournal of Business Research. V ol.2,

No.1.

Sujianguo. 2004. “E conomic T ransiition in C hina and V ietnam: A C omparative Perpective”.

J ournal of Asian P rofile. V ol.32. No.5.

A nnrachain, L orraine Ni. “T he T hreat of Political R eform as a Means to Development in

V ietnam: A C ase Study of ING O – G overnment Interaction in New Political S paces”.

L und University

L ondon, J onathan D . 2014. “Politics in C ontemporary V ietnam” dalam Politics in

C ontemporary V ietnam: P arty, State and Authority Relations. (UK : Palgrave

McMillan)

Hiep, L e Hong. 2012. “Performance – based L egitimacy: T he C ase of the C ommunist Party

of V ietnam and ‘ D oi Moi’. J ournal of C ontemporary Southeast Asia. V ol.34. No.2.

Nguyen, Hai Hong. 2016. “R esillience of the C ommunist Party of V ietnam’s A uthoritarian

R egime since D oi Moi”. J ournal of C urrent Southeast Asian Affairs. V ol.35. No.2.

Marine.mil. The Government and P olitics, hlm.4, dalam

Http://www.marines.mil/Portals/59/Publications/V ietnam%20Study_ 3.pdf diakses pada 12

Referensi

Dokumen terkait

Kusuma, 2004.Degradasi sifat fisik tanah sebagai akibat alih guna laban hutan menjadi system kopi monokultur: Kajian perubaban makroporositas tanah.. Jumal

Medan Kota, atau setidak-tidaknya pada suatu tempat dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Medan, “Mengambil barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang

[r]

The CASCADE-IMEI study (Computer Assisted Curriculum Analysis, Design and Evaluation for Innovation in Mathematics Education in Indonesia) focuses on the development

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di kelas IV SDN Kaukes Kecamatan Bokan Kepulauan Kabupaten Banggai Kepulauan, dengan jumlah siswa 15 orang. Fokus permasalahan

Maka dari itu disini akan kita cari analisis variansi dari tiga penerbit buku, apakah bahan pembelajaran dalam buku teks tesebut layak atau tidak untuk

Makna netralitas tersebut di atas adalah bebasnya Pegawai Negeri Sipil dari pengaruh kepentingan partai politik tertentu atau tidak memihak untuk kepentingan partai tertentu atau

Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pemasaran merupakan suatu aktivitas atau proses yang saling berkaitan satu sama lain yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan