PE NG A R UH K O NF US I A NI SM E D A L A M PE NE R A PA N D E M O K R A S I
D I V I E T NA M PA SC A K E BI J A K A N DO I M OI
Mata K uliah Politik di Indocina (K elas A )
Ulima Umavashti – 1406542224
A B S T R A K
Nilai-nilai komunisme masuk ke V ietnam sebagai alat perjuangan meraih kemerdekaan yang
dibawa oleh Ho C hi Minh. Setelah tercapainya kemerdekaan, Ho C hi Minh memilih untuk
menamai V ietnam sebagai D emocratic Republic of V ietnam. Namun, reunifikasi V ietnam
Utara dan V ietnam Selatan pada tahun 1976 ikut merubah nama V ietnam menjadi Socialist Republic of V ietnam. Hal ini diiringi dengan perubahan sistem politik dan ekonomi V ietnam
menjadi bersifat terpusat. L angkah ini tadinya bertuj uan untuk menyama ratakan keadaan politik dan ekonomi di V ietnam Utara dan V ietnam Selatan. Namun, nyatanya sistem sosialis yang terpusat ini justru membawa V ietnam kepada menurunnya performa ekonomi dan
melemahnya legitimasi masyarakat terhadap pemerintah. A khirnya pemerintah V ietnam yang
dikuasai oleh C ommunist Party of V ietnam (C PV ) memutuskan untuk merubah sistem
ekonomi V ietnam menjadi socialist – market oriented economy. Perubahan tersebut
diimplementasikan melalui diterapkannya kebijakan D oi Moi. T idak hanya meningkatnya
pertumbuhan ekonomi, kebijakan D oi Moi pun turut membuka keran demokratisasi di
V ietnam. Namun, demokrasi yang diterapkan di V ietnam berbeda dengan nilai-nilai
demokrasi a la B arat. W alaupun pemilu telah dijalankan dan dibentuk organisasi-organisasi masyarakat, demokrasi di V ietnam masih dikontrol dan diawasi penuh oleh pemerintah atau
C PV . Perbedaan penerapan demokrasi di V ietnam dan di negara B arat ini tidak terlepas dari pengaruh nilai-nilai konfusianisme yang telah mengakar di dalam masyarakat V ietnam.
L atar B elak ang
B udaya, tradisi, adat, norma maupun kebiasaan adalah merupakan hal yang bersifat
shared identity. Dengan kata lain, nilai budaya merupakan identitas yang dimiliki bersama
oleh sekelompok individu, atau yang biasa disebut sebagai masyarakat. K esamaan nilai
budaya tersebut akhirnya membentuk sebuah pola tersendiri dalam kehidupan setiap
masayrakat. Pola yang khusus tersebut mencakup perilaku dan cara berpikir yang dimiliki
setiap anggota masyarakat tersebut. D alam hal V ietnam, jauh sebelum masa kolonialisme,
masyarakat asli V ietnam telah memiliki nilai budaya tersendiri. Nilai budaya tersebut adalah
nilai konfusianisme. Nilai konfusianisme masuk ke dalam masyarakat V ietnam pada saat
terjadi okupasi wilayah oleh T iongkok pada sekitar abad ke-17, atau pada tepatnya pada masa
dinasti Nguyen.
1
Nilai konfusianisme ini akhirnya mengakat di dalam masyarakat V ietnam,
dan seperti yang telah disebutkan, nilai tersebut membentuk sebuah kebiasaan, norma dan
perilaku tersendiri bagi masyarakat V ietnam.
Masuknya Perancis dan dimulainya proses kolonialisasi di V ietnam, akhirnya
memunculkan rasa kebutuhan akan nilai baru yang dapat melepaskan V ietnam dari
kolonialisasi tersebut. K arena hal tersebut, akhirnya para kaum terpelajar V ietnam bersekolah
ke J epang dan mencontoh nilai-nilai nasionalisme yang dimiliki masayrakat J epang. Dengan
semakin mapannya penanaman nilai-nilai nasionalisme, kaum terpelajar mulai membentuk
organisasi-organisasi perjuangan revolusi yang lebih bersifat radikal, seperti L i ga R estorasi
V ietnam.
2
L ahirnya L iga R estorasi V ietnam membawa kepada lahirnya organisasi-organisasi
serupa lainnya di V ietnam. Hingga pada tahun 1923, pemerintah kolonial Perancis
mengizinkan masuknya masyarakat V ietnam ke dalam dewan perwakilan yang ada dan hal
ini selanjutnya melahirkan partai-partai politik yang berbasis masyarakat V ietnam.
3
Salah
satu partai politik yang bersifat radikal dalam memperjuangkan kemerdekaan V ietnam adalah
V iet Nam Quoc D an D ang (V NQD D ). V NQDD mulai melakukan aksi radikal seperti aksi
teror bom pada awal tahun 1930an, dan pada saat ini pula aksi radikal yang terjadi di
V ietnam menjadi semakin gencar dilakukan karena didukung oleh masuknya ideologi
Masuknya ideologi komunisme ke V ietnam diawali dengan munculnya
pemikiran-pemikiran Ho C hi Minh yang terinspirasi dari pemikiran-pemikiran Marxism dan L eninism. D iadopsinya
nilai-nilai komunisme oleh Ho C hi Minh dan digunakannya untuk memperj uangkan revolusi
di V ietnam tidak lain karena pada saat itu Ho C hi Minh memandang ideologi komunis lah
yang dapat menjadi alat baginya dalam mencapai revolusi kemerdekaan. Nilai-nilai Marxism
dan L eninism seperti anti imperialisme, anti kolonialisme, dan berfokus pada memperkuat
kelas pekerja dipandang Ho C hi Minh akan mampu membawa V ietnam ke sebuah revolusi.
5
Namun, ideologi komunisme yang diterapkan Ho C hi Minh di V ietnam sedikit banyak
berbeda dengan ideologi komunisme yang diterapkan di E ropa T imur pada saat itu. Ideologi
komunisme a la Ho C hi Minh tidak melepaskan keterlibatan nilai-nilai konfusianisme yang
telah mengakar di dalam masyarakat V ietnam. Hal ini karena komunisme di A sia, atau
khususnya V ietnam, memiliki sifat yang lebih adaptif dan fleksibel dalam upaya penerapan
dan penanaman nilainya di masyarakat. D an akhirnya menjadikan ideologi komunisme di
A sia dapat bertahan dan tetap diterapkan sampai saat ini walaupun komunisme telah runtuh
di E ropa T imur sejak bertahun-tahun lalu.
Selain itu, Ho C hi Minh memandang ideologi komunisme hanya sebagai alat dalam
mencapai kemerdekaan V ietnam saja, bukan sebagai sebuah set of values yang akan
dijadikan panduan kehidupan masyarakat V iernam nantinya. B enar saja, pada tahun 1945
saat Ho C hi Minh pertama kali memproklamasikan kemerdekaan V ietnam, Ho C hi Minh
tidak menjadikan V ietnam sebagai negara sosialis komunis. Melainkan, Ho C hi Minh pada
saat itu mendirikan sebuah negara demokrasi, yang kemudian disebut sebagai Democratic
Republic of V ietnam (DR V ). Namun, terjadinya perang V ietnam antara V ietnam Selatan dan
V ietnam Utara (DR V ) menjadikan penerapan demokrasi di D R V pada saat itu tidak
maksimal. A khirnya saat terjadi reunifikasi D R V dengan V ietnam Selatan pada tahun 1976,
D emocratic Republic of V ietnam merubah namanya menjadi Socialist Republic of V ietnam.
T idak hanya merubah nama negara saja, V ietnam j uga mengalami perubahan dalam
berbagai aspek, khususnya dalam bidang ekonomi. Sistem ekonomi V ietnam berubah
menjadi model centrally planned economy. Perubahan sistem ekonomi diharapkan nantinya
dapat memperlancar proses penyatuan antara V ietnam Utara dan V ietnam Selatan, karena
akan tercipta keadaan ekonomi yang setara di kedua wilayah tersebut. Model centrally
planned economy ini dapat dilihat salah satunya melalui kebijakan F ive Year Plan
5
1980). T uj uan utama dari dikeluarkannya F ive Year Plan (1976-1980) sendiri adalah agar
pada akhir tahun 1979 pemerintah V ietnam dapat menguasai seluruh agrikultur dan industri
yang berada di V ietnam S elatan.
6
Namun, nyatanya kebijakan ini tidak sepenuhnya sukses
diterpakan. Dan justru memunculkan masalah baru dimana usaha agrikultur dan industri yang
telah di nasionalisasikan mengalami kemunduran dalam hal produksi dan menyebabkan
kerugian tersendiri bagi pemerintah V ietnam pada saat itu.
7
Gagalnya penerapan sistem ekonomi yang terpusat turut menurunkan legitimasi
masyarakat terhadap pemerintah V ietnam pada saat itu. hal ini mendorong pemerintah
V ietnam untuk merubah sistem perekonomiannya. Pada tahun 1986 akhirnya pemerintah
V ietnam dalam K ongres Nasional C ommunist Party of V ietnam (C PV ) yang ke-6
memutuskan untuk mengganti sistem ekonomi V ietnam menjadi socialist – market oriented
economy. Penerapan sistem ekonomi baru tersebut dilakukan melalui dikeluarkannya paket
kebijakan D oi Moi. K ebijakan D oi Moi ini selanj utnya membuka pintu bagi masuknya
investasi-investasi asing ke dalam V ietnam. V ietnam juga menjadi terlibat langsung di dalam
praktik perekonomian global. W alaupun begitu, sesuai dengan namanya, sistem
perekonomian ini tidak semata-mata menghilangkan peranan pemerintah V ietnam dalam
mengontrol dan mengawasi secara penuh berjalannya perekonomian.
Selanjutnya, pasca diterapkannya kebijakan D oi Moi, keran demokratisasi pun ikut
terbuka di V ietnam. Hal ini dapat dilihat dari telah dilangsungkannya pemilihan umum yang
semua masyarakat V ietnam dapat memilih, dibolehkannya masyarakat non C PV untuk
mencalonkan diri dalam pemilu serta terdapatnya organisasi-organisasi masyarakat sipil.
W alaupun secara praktik demokrasi telah diterapkan di V ietnam pasca dikeluarkannya
kebijakan Doi Moi, secara substansi demokrasi tersebut masih jauh dari kata mapan. Hal ini
selanjutnya dapat dilihat melalui beberapa hal seperti negara yang masih sangat kuat dalam
mengatur dan mengawasi setiap aspek dalam kehidupan masyarakat serta hegemoni satu
partai yaitu C ommunist Party of V ietnam (C PV ).
R umusan M asalah
K olonialisasi yang dilakukan oleh Perancis di V ietnam sejak tahun 1884,
memunculkan semangat nasionalisme dan revolusi, khususnya di kalangan kaum terpelajar
6
Marine.mil, T he G overnment and Politics, hlm.4, dalam
Http://www.marines.mil/Portals/59/Publications/V ietnam%20Study_ 3.pdf diakses pada 12 A pril, 21.06 W IB . 7
V ietnam. B ersekolah di J epang dan T iongkok, kaum terpelajar ini kemudian dalam upaya
memperj uangkan kemerdekaan V ietnam mendapatkan pengaruh besar dari nilai utama di
kedua negara tersebut, yaitu K onfusianisme. K onfusianisme yang berfokus pada pentingnya
kedaulatan negara akhirnya mengakar pada setiap masyarakat V ietnam yang menginginkan
tercapainya kemerdekaan pada saat itu. Namun, dalam upaya perjuangan revolusi V ietnam,
masuk sebuah ideologi baru yaitu komunisme ke dalam masyarakat. Ho C hi Minh lah yang
pertama kali membawa ideologi ini dengan mengacu kepada pemikiran Marxist L eninist.
Namun, berbeda dengan ideologi komunisme di E ropa T imur, penerapan ideologi
komunisme di V ietnam cenderung lebih bersifat adaptif dan fleksibel. S ifat-sifat ini
menjadikan nilai komunisme diterapkan beriringan dengan nilai-nilai lain yang telah ada.
D alam hal komunisme a la Ho C hi Minh, tetap mengandung nilai-nilai konfusianisme yang
telah terlebih dahulu mengakar di masyarakat V ietnam. S ifat adaptif dan fleksibel terhadap
nilai lain ini juga lah yang menjadikan ideologi komunisme dapat bertahan di V ietnam.
Namun, walaupun begitu setelah V ietnam merdeka tahun 1945, Ho C hi Minh justru memilih
untuk menerapkan sistem demokrasi di V ietnam. K arena Ho C hi Minh memandang ideologi
komunisme hanya sebagai alat mencapai kemerdekaan bukan sebagai sebuah sistem yang
harus diterapkan dalam masyarakat.
Selanjutnya, dalam perjalanannya, V ietnam akhirnya memilih untuk menerapkan
sistem sosialis komunis guna melancarkan upaya penyatuan V ietnam Utara dan V ietnam
Selatan mulai tahun 1976. Namun ternyata, sistem sosialis komunis yang mengedepankan
kontrol dan peran negara yang kuat di seluruh bidang mengakibatkan krisis ekonomi bagi
V ietnam pada pertengahan tahun 1980an. Semakin rendahnya legitimasi masyarakat terhadap
pemerintah V ietnam pada saat itu akhirnya mendorong V ietnam kepada perubahan sistem
ekonomi. A khirnya pada tahun 1986 V ietnam merubah sistem ekonominya menjadi socialist
– market oriented economy, yang mana V ietnam membuka diri kepada sistem perekonomian
global. Penerapan sistem ekonomi yang baru ini dilakukan melalui dikeluarkannya kebijakan
D oi Moi. S elain membawa V ietnam kepada pertumbuhan ekonomi yang signifikan,
kebijakan D oi Moi ini turut membuka keran demokratisasi di V ietnam. Dan pasca
dikeluarkannya kebijakan D oi Moi, mulai dilaksanakan beberapa elemen demokrasi seperti
pemilu di V ietnam. Namun kenyataannya sampai saat ini praktik demokrasi di V ietnam,
apabila mengacu kepada model demokrasi a la B arat, masih jauh dari kata mapan. Maka dari
itu, menarik bagi penulis untuk menganalisis lebih lanjut faktor apa yang menyebabkan
Per tanyaan Penelitian
B erdasarkan rumusan masalah di atas, maka penulis memiliki pertanyaan penelitian
sebagai berikut;
“ B agaimana pengaruh nilai konfusianisme terhadap penerapan demokrasi di V ietnam pasca
kebijakan D oi Moi? ”
K er angk a K onsep : D emok r asi, A sian values dan K onfusianisme
Pada periode tahun 1974-1990 setidaknya terdapat 30 negara yang melakuan transisi
menuju pemerintahan yang demokratis. J umlah tersebut bahkan sebanyak dua kali lipat dari
banyaknya negara demokratis yang ada pada saat itu. Menurut Samuel P. Huntington,
gelombang demokratisasi pada tahun 1974-1990 ini merupakan The Third Wave D emocracy
(gelombang ketiga demokrasi). T erdapat beberapa faktor yang menyebabkan munculnya
gelombang ketiga demokrasi tersebut, salah satunya adalah krisis ekonomi yang melanda
sebagian besar negara otoritarian. Mulai kuatnya sistem ekonomi global membawa negara
otoritarian kepada pilihan untuk membuka sistem ekonominya terhadap hubungan dengan
negara maju lain dalam sebuah sistem yang sama. D ibukanya keran globalisasi tersebut tidak
hanya merubah sistem perekonomian negara-negara otoritarian melainkan juga turut
membawa mereka kepada sebuah proses demokratisasi.
D emok r asi sendir i memilik i ak ar yang ber afiliasi dengan nilai-nilai B ar at.
8
K hususnya A merika Serikat dan E ropa B arat menjadi agen pendorong terjadinya
demokratisasi di negara-negara otoritarian pada tahun 1974-1990. Upaya A merika S erikat
dan E ropa B arat dalam mendorong demokratisasi ini dilakukan melalui pembentukan
komunitas-komunitas ekonomi dan pemberian bantuan dana seperti masuknya investasi ke
dalam negara-negara otoritarian tersebut. Upaya tersebut dilakukan juga dalam rangka
memperkuat pengaruh nilai B arat dan meredam nilai-nilai komunis sosialis. Namun, ternyata
pada akhir periode gelombang ketiga demokrasi, tidak semua negara otoritarian yang
mengalami gelombang demokrasi sepenuhnya menjadi negara yang demokrasi. T erdapat
beberapa negara yang justru kembali menjadi negara otoritarian atau j ustru terjebak diantara
model otoritarian dan demokrasi. Negara-negara ini kemudian menjadi negara
semi-democracy, atau pseudo-democracy.
8
Salah satu hal yang menyebabk an ti dak ber hasilnya pr oses tr ansisi demok r asi
pada beber apa negar a otor itar ian di gelombang k etiga demok r asi adalah lemahnya
nilai-nilai demok r asi yang dimilik i oleh elit politik maupun masyar ak at.
9
S elain karena
sama sekali tidak memiliki pengalaman akan demokrasi, gagalnya transisi demokrasi ini juga
dikarenakan oleh kuatnya satu nilai tertentu yang dimiliki oleh elit politik dan keseluruhan
masyarakat di suatu negara. K hususnya di A sia, ber bentur annya nilai-nilai B ar at dalam
demok r asi dengan nilai-nilai A sia ( A sian values) menj adik an beber apa negar a di A sia
mener apk an demok r asi a la mer ek a. Dimana ketika dilihat dari kacamata demokrasi B arat
maka demokrasi tersebut bukan lah demokrasi yang sebenarnya.
Maka, penerapan demokrasi di A sia pada umumnya mengalami penyesuaian dengan
nilai-nilai A sia ( Asian values) itu sendiri. A rgumen utama dar i A sian values sendir i adalah
cultural relativism, yang mana dalam pandangan Asian values, nor ma dan nilai yang
dibangun oleh demok r asi selama ini adalah nilai-nilai ber dasar k an budaya B ar at dan
untuk menyiasati hal ter sebut har us ada sebuah nilai bar u yang sesuai dan dianggap
sebagai “nilai A sia”.
10
Hal ini dikarenakan negara-negara A sia memiliki sejarah
kolonialisme oleh B arat yang mana akhirnya menguatkan prinsip state sovereignty atau
kedaulatan negara. Pembedaan budaya dengan budaya B arat tersebut selanj utnya diturunkan
menjadi 8 poin utama nilai-nilai dalam A sian V alues yaitu, k ek eluar gaan, k ehor matan
ter hadap tatanan hier ar k is, k er j a k er as, k onsensus, k omitmen ter hadap pendidi k an,
mengutamak an mor alitas, mengutamak an k omunitas dan k eter atur an.
11
8 poin utama nilai dalam Asian values tersebut juga tidak terlepas dari pengaruh
nilai-nilai konfusianisme. Nilai K onfusianisme yang mengutamak an k epentingan ber sama
dibandingk an individu, menghor mati status hier ar k is, menghor mati otor itas pemi mpin
dan mengutamak an ter ciptanya k eadaan yang har moni ini selanjutnya membentuk model
demokrasi tersendiri di A sia, khususnya di T iongkok, J epang, K orea Selatan dan V ietnam.
Y i Huah J iang, “A sian V alues and C ommunitarian D emocracy”, J ournal of P olitical Science National Taiwan U niversity, hlm.7
12
dominant political party, dan k uatnya nilai personalism.
13
K arena hal tersebut, beberapa
pihak melihat demokrasi yang berdasarkan Asian values dan konfusianisme tersebut bukan
lah demokrasi yang liberal sebagaimana seharusnya demokrasi diterapkan. D an
karakteristik-karakteristik tersebut lah yang selanjutnya tidak hanya menjadi ciri demokrasi di A sia namun
juga membedakannya dengan demokrasi liberal a la B arat.
D emok r atisasi di V ietnam pasca D oi M oi: D ampak K onfusianisme dalam Pener apan
D emok r asi di V ietnam
Menurut beberapa teori mengenai demokratisasi, pembangunan ekonomi yang tinggi
atau perekonomian yang mapan menjadi sebuah titik awal bagi berlangsungnya demokratisasi
di sebuah negara yang dulunya merupakan negara otoritarian. Hal ini pun dapat dilihat pada
V ietnam pasca diterapkannya kebijakan Doi Moi tahun 1986. T erbukanya V ietnam kepada
sistem perekonomian global dan mekanisme pasar tidak hanya menjadikan V ietnam sebagai
salah satu negara di A sia dengan tingkat pertumbuhan ekonomi tertinggi, namun juga turut
membawa V ietnam kepada proses demokratisasi. S alah satu hal yang menyebabkan
terjadinya proses demokratisasi di V ietnam pasca diterapkannya kebijakan D oi Moi adalah
semakin intensnya hubungan antara V ietnam dengan negara-negara B arat yang telah
memiliki nilai-nilai demokrasi sejak lama.
14
Namun, bagaimana pun juga sampai saat ini
V ietnam dinilai belum menerapkan demokrasi sepenuhnya, atau bahkan masih termasuk
dalam negara otoritarian. Perdebatan ini muncul karena sampai saat ini V ietnam masih
Namun, bagaimana pun juga mayoritas masyarakat V ietnam menganggap keadaan
politik dan pemerintahan yang berlangsung saat ini telah menjamin nilai-nilai demokrasi
yang ada. S eperti dalam sebuah penelitian didapatkan hasil bahwa sebanyak 56,6%
responden yang merupakan masyarakat V ietnam sangat setuj u bahwa kini pemilu di V ietnam
telah memberikan kesempatan bagi pemilih untuk memilih kandidat-kandidat yang
beragam.
16
W alaupun kenyataannya kandidat-kandidat yang menyalonkan diri di setiap
13
C lark D . Neher, “A sian Style D emocracy”, Asian Survey, V ol.34, No.11, ( November, 1994), hl m.951-958 14
Nhu Ngoc T .Ong, “Support for D emocracy among V ietnamese Generations”, P aper presentation at the V ietnam 2005 C onference Texas, ( 2004), hlm.8
15 Ibid. 16
pemilu di V ietnam mayoritas berasal dari C PV dan kandidat non-C PV hanya dapat
mencalonkan diri apabila disetujui oleh V ietnamese F atherland F ront.
17
S elain itu juga,
setelah terpilihnya para anggota parlemen melalui pemilu, seringkali mereka justru menjauh
dari masyarakat atau konstituennya. Masyarakat V ietnam, khususnya organisasi-organisasi
yang berada di masyarakat j ustru seringkali sulit untuk mengartikulasikan kepentingan serta
menjalin hubungan dengan representasi mereka di parlemen.
18
W alaupun dalam praktiknya V ietnam belum dapat dikategorikan sebagai negara yang
demokratis, namun nyatanya masyarakat V ietnam justru menganggap negara mereka telah
demokratis. D ua hal yang bersebrangan tersebut nyatanya sampai saat ini tidak memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap keberlangsungan demokrasi di V ietnam. Hal ini tidak lain
karena dipengaruhi oleh nilai-nilai konfusianisme dalam Asian values yang telah mengakar di
dalam diri masyarakat V ietnam. Nilai-nilai yang mengutamakan kepentingan bersama,
penghormatan kepada pemimpin dan status hierarkis serta keutamaan harmoni menjadikan
masyarakat V ietnam cenderung tidak merasa perpolitikan dan pemerintahan yang berjalan
saat ini perlu dirubah. Maka, walaupun model demokrasi yang diterapkan di V ietnam tidak
mempromosikan kebebasan dan kesetaraan dalam masyarakat, model demokrasi ini tetap
bertahan untuk diterapkan sampai saat ini atas dasar kuatnya legitimasi dari masyarakat
V ietnam itu sendiri.
Melihat demokrasi di V ietnam pasca kebijakan Doi Moi masih sangat dikuasai dan
dikontrol oleh pemerintah atau dalam hal ini C PV , maka demokrasi di V ietnam selanj utnya
dapat dikategorikan sebagai centralistic democracy. Model centralistic democracy ini juga
memiliki pengaruh yang cukup kuat dari pemikiran Marxist L enninist.
19
D imana dalam
centralistic democracy, partai komunis di negara tersebut merupakan pihak yang memiliki
otoritas untuk mengarahkan dan memutuskan seluruh permasalahan politik dimana nantinya
setiap masyarakat harus menaatinya.
20
D alam konstitusi V ietnam tahun 1992 pasal 6 pun
dinyatakan bahwa prinsip pemerintahan demokrasi V ietnam adalah centralistic democracy
yang mana C PV merupakan institusi politik yang memiliki peran utama dalam menentukan
17
Ibid. 18
B ui T he C huong, “Issue Oriented-Organizations in H anoi: S ome F i nding from E mpirical Survey” dalam Towards G ood Society: C ivil Society Actors, the State, the Business C l ass in Southeast Asia – F acilitators of or Impediments to a Strong, D emocratic and F air Society? , ( Berlin, 2004), hlm.98-99
19
Niklas A schoff, “W hat R ole can L ocal NGOs Play to S upport G rasroots D emocracy in V ietnam? : T he E xample of the V ietnamese NGO R C P”, Studen E uropean Studies,(J une, 2008) , hlm.24
20
berj alannya pemerintahan, khususnya pembuatan kebij akan.
21
W alaupun C PV menj adi aktor
politik utama, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat badan yang menj adi
instrumen penerapan demokrasi di V ietnam. B adan tersebut adalah V ietnamese F atherland
F ront. B adan bentukan C PV ini bertugas untuk mengorganisir dan mengawasi aktivitas
organisasi-organisasi massa bentukan C PV seperti V ietnam Women’s Union dan Youth and
F armer’s Union.
22
Selain itu, V ietnamese F atherland F ront j uga berfungsi untuk menyeleksi
calon-calon kandidat dalam pemilu legislatif yang merupakan masyarakat non-C PV untuk
ditentukan apakah mereka layak untuk mencalonkan diri dalam pemilu.
W alaupun dengan adanya V ietnamese F atherland F ront hak masyarakat V ietnam
untuk berserikat, menyampaikan pendapat dan mencalonkan diri dalam pemilu sudah dapat
lebih terakomodasi, sesuai dengan paparan di atas, buktinya demokrasi di V ietnam masih
sangat dikontrol dan dikuasai oleh pemerintah atau C PV . Hal ini tentu juga tidak terlepas dari
legitimasi yang kuat dari masyarakat terhadap C PV itu sendiri. D imana masyarakat menerima
dominasi C PV sebagai pemimpin mereka karena melihat C PV dapat mewujudkan sebuah
keadaan yang harmoni dan sejahtera. K edua hal tersebut lah yang merupakan dampak dari
mengakarnya nilai-nilai konfusianisme pada diri masyarakat V ietnam. Dan untuk lebih
memahami pengaruh tersebut, akan dijelaskan lebih lanjut mengenai penerapan demokrasi di
V ietnam pasca kebijakan D oi Moi melalui analisis model demokrasi di A sia yang
dipengaruhi oleh nilai konfusianisme menurut C lark D . Neher.
A uthority : Pemer intah/C P V sebagai pemi mpi n dengan otor itas ter tinggi di V ietnam
Menurut C lark D.Neher, hal yang menjadi basis dari model demokrasi di A sia adalah
penghormatan masyarakat terhadap otoritas pemimpin. Hal ini didukung oleh nilai
konfusianisme yang tidak hanya mengakui otoritas pemimpin namun juga hubungan hierarkis
antara pemimpin dengan individu.
23
D alam konfusianisme, pemimpin harus lah merupakan
orang yang mampu memimpin dengan integritas atau dalam hal ini yang dimaksud adalah
good manner atau perilaku yang baik. Mengutip dari pernyataan konfusius, apabila seorang
pemimpin bertindak secara baik dan tepat maka semua orang akan mematuhinya tanpa harus
disuruh, sebaliknya apabila pemimpin bertindak secara tidak baik dan tepat maka semua
orang tidak akan mematuhinya walau telah dipaksa sedemikian rupa.
24
A pabila mengacu
kepada hal tersebut, maka sebenarnya masyarakat konfusianis tidak semata-mata menerima
otoritas dari seorang pemimpin. Melainkan pemimpin tersebut harus terbukti mampu untuk
bertidak secara benar dan tepat, sesuai dengan nilai-nilai konfusianis dan mampu untuk
membawa kebaikan kepada masyarakat.
D alam hal V ietnam, walau di era demokrasi kini pemerintah V ietnam masih sangat
mendominasi dan mengontrol seluruh aspek kehidupan, masih terdapat legitimasi kuat dari
masyarakat. B erdasarkan nilai penghormatan terhadap otoritas pemimpin yang terdapat
dalam konfusianisme, maka legitimasi kuat tersebut muncul karena selama ini pemerintah
V ietnam atau C PV dipandang sebagai pemimpin yang bertindak secara benar dan tepat,
mengikuti nilai-nilai konfusianisme dan terbukti mampu membawa kesejahteraan kepada
masyarakat. K hususnya dalam hal tranisisi ekonomi pada tahun 1986 melalui kebijakan D oi
Moi, dapat dilihat bagaimana C PV akhirnya memutuskan untuk membuka ekonomi V ietnam
kepada sistem pasar global namun tetap tidak melepasnya begitu saja tanpa ada kontrol dari
C PV atau pemerintah V ietnam itu sendiri.
K eputusan untuk mengkombinasikan dua prinsip sistem ekonomi yang sebenarnya
bertolak belakang tersebut pun tidak terlepas dari upaya kompromi antar elit pemerintahan di
dalamnya. D imana dalam proses perdebatan mengenai transisi sistem ekonomi tersebut,
tubuh C PV terbagi menjadi dua faksi, yaitu faksi konservatif dan faksi radikal. Nguyen Duy
T rinh yang merupakan tokoh utama dalam faksi yang lebih konservatif pada saat itu
mengusulkan agar V ietnam tetap berpegang pada sistem ekonomi yang centrally planned dan
centrally managed, agar keberadaan bisnis individual dan kapitalis tidak dapat berkembang
dan mengancam kestabilan ekonomi V ietnam.
25
Sedangkan faksi yang lebih radikal dan lebih
pro kepada sistem ekonomi pasar, dipimpin oleh Nguyen L am, menyatakan bahwa V ietnam
perlu membuka diri kepada pasar global dan lebih memperhatikan kebutuhan tiap wilayah
yang sebenarnya berbeda, sehingga harus diterapkan sistem perencanaan dan pengaturan
yang bertingkat di setiap daerah atau tidak terpusat di level nasional saja.
26
K eputusan
tersebut menggambarkan adanya kompromi yang terjadi antara kedua faksi, konservatif dan
24
L ong K im C . Patrick dan A ng S ik L iong, “C onfucian L eadership and C orporate S ocial R esponsi bility ( C SR ), the W ay F orward”, Asi an J ournal of Business Research, V ol.2, No.1, ( 2012), hlm.95
25
S ujianguo, “E conomic T ransiition in C hina and V ietnam: A C omparative Perpective”, J ournal of Asi an P rofile, V ol.32, No.5, (October 2004) , hlm.398- 399
26
radikal, yang saling menghargai ide atau usulan satu sama lain.
27
Proses kompromi tersebut
selaras dengan nilai yang ditanamkan oleh konfusianisme, yaitu kolektivis dan keharmonisan.
A gar keputusan perubahan sistem ekonomi tidak mencederai nilai-nilai tersebut maka dipilih
sistem socialis-market oriented economy yang mengakomodir keinginan antar aktor dalam
C PV .
A khirnya, kemampuan C PV untuk terus mempertahankan nilai-nilai konfusianisme
dalam pengambilan keputusan serta untuk menciptakan kesejahteraan dan harmoni di dalam
masyarakat menjadi basis legitimasi bagi pengakuan otoritas C PV sebagai pemimpin
tertinggi di V ietnam. Namun lebih dari itu, pengakuan masyarakat V ietnam atas otoritas C PV
sebagai pemimpin tertinggi selanjutnya membawa demokrasi di V ietnam kepada corak-corak
praktek lainnya. Dan hal tersebut akan lebih lanjut dijelaskan dalam subbab-subbab
berikutnya.
Strong State : P er an negar a yang k uat sebagai instr umen bagi C PV dalam menciptak an
k eter atur an
L egitimasi kuat dari masyarakat V ietnam terhadap otoritas pemerintah atau C PV
sebagai pemimpin tertinggi selanjutnya membawa kepada peran negara yang kuat di
dalamnya. Strong state, apabila dilihat melalui kacamata demokrasi a la B arat menjadi hal
yang tidak boleh terdapat dalam praktek demokrasi. Namun, seperti yang telah disebutkan,
karena kuatnya legitimasi masyarakat dan anggapan bahwa negara atau pemerintah adalah
pemimpin yang memiliki otoritas tertinggi, memberikan negara keleluasaan dalam
menerapkan aturan dan berperan di dalamnya. T erlebih lagi, dalam konfusianisme terdapat
kepercayaan mengenai mandate of heaven, atau pemimpin merupakan utusan T uhan.
28
Maka,
memang diperlukan sosok pemimpin yang kuat dan menjadi perpanjangan tangan T uhan
dalam mengatur kehidupan masyarakat.
D alam hal V ietnam, peran negara yang kuat dapat dilihat dari masih dikekangnya
keberadaan kelompok-kelompok oposisi pemerintah. Hal ini terwujud dalam beberapa
tindakan yang dilakukan oleh pemerintah, seperti pelarangan terbitnya kritik terhadap
pemerintah dalam media massa yang ada. W alaupun begitu, aksi protes atau kritik dari
kelompok oposisi di V ietnam memang nyatanya mampu diredam oleh pemerintah, karena
27
Ibid. 28
memang hukuman bagi penyuaraan kritik terhadap pemerintah adalah pidana penjara atau
bahkan lebih buruk lagi. Melihat hal tersebut, maka kuatnya peran negara dalam mengatur
setiap aspek kehidupan masyarakat V ietnam selanj utnya menjadi alat atau instrumen bagi
C PV untuk mempertahankan kekuasaannya. Merujuk kepada slogan dari C PV itu sendiri
yaitu “The party leads, the state implements, the people inspect” maka memang negara
dijadikan instrumen implementasi ideologi maupun tindakan yang diambil oleh C PV .
29
Selain itu, karena C PV mendominasi pemerintahan, maka memang struktu dari
institusi-institusi dalam negara V ietnam ditentukan oleh C PV itu sendiri. A khirnya, kuatnya peran
negara menjadikan kekuasaan dan dominasi C PV di V ietnam dapat semakin terjamin.
One D ominant Political Party : C ommunist Party of V ietnam (C PV )
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kuatnya peran sebuah negara dipengaruhi
oleh dominasi satu partai politik di dalamnya. Sampai saat ini, C PV masih menjadi
satu-satunya partai politik dominan di dalam perpolitikan dan pemerintahan V ietnam yang sudah
mulai demokratis. B ertahannya satu partai politik dominan di era demokrasi tidak terlepas
dari berbagai faktor pendukung, salah satunya adalah telah melekatnya partai politik tersebut
dalam identitas negara secara keseluruhan.
30
Hal ini biasanya muncul akibat dari peranan
besar partai politik tersebut dalam hal perjuangan mencapai kemerdekaan.
31
A pabila melihat
fenomena hegemoni C PV di V ietnam sampai era demokrasi saat ini, maka memang benar
bahwa C PV telah melekat menjadi identitas bagi negara V ietnam itu sendiri. C PV yang telah
memiliki peran utama atau berperan sebagai aktor kunci sejak masa perjuangan kemerdekaan
menjadikan C PV memiliki legitimasi yang sangat kuat dari masyarakat.
Selain itu juga, C PV terbukti mampu bersifat adaptif dan fleksibel dalam menjawab
berbagai permasalahan yang muncul di masyarakat, khususnya dalam hal permasalahan
ekonomi. Hal ini dapat dilihat ketika C PV dalam kongres nasional ke-6 nya pada tahun 1986
memutuskan untuk melakukan perubahan sistem ekonomi menj adi lebih terbuka kepada
sistem pasar global. Melihat keadaan ekonomi dan legitimasi masyarakat yang semakin
melemah pada saat itu, langkah C PV untuk melakukan perubahan sistem ekonomi melalui
penerapan kebijakan D oi Moi merupakan langkah tepat untuk mengembalikan legitimasi
29
J onathan D . L ondon, “Politics in C ontemporary V ietnam” dalam P olitics in C ontemporary V ietnam: P arty, State and Authority Relati ons, ( UK : Palgrave McMillan, 2014), hlm.7
30
Neher, Op.cit., hlm.955 31
terhadap C PV itu sendiri.
32
Semakin baiknya keadaan ekonomi masyarakat V ietnam akibat
diterapkannya kebijakan D oi Moi pun juga selanjutnya menciptakan keadaan yang lebih
stabil dan sej ahtera di antara masyarakat V ietnam.
A pabila dikaitkan dengan nilai-nilai konfusianisme dalam masyarakat V ietnam, maka
keberadaan C PV yang menjadi partai politik dominan di era demokrasi kini tentu dapat
diterima oleh mereka. K arena, C PV telah terbukti mampu untuk menciptakan keadaan yang
stabil dan harmonis di dalam masyarakat V ietnam melalui tingginya pertumbuhan ekonomi
yang mana akhirnya menciptakan sebuah kesejahteraan. Hal ini sesuai dengan nilai
konfusianisme yang selalu mengutamakan keharmonisan dan kestabilan serta kepentingan
bersama dalam kehidupan bermasyarakat. Maka, apabila meruj uk kepada nilai konfusianisme
tersebut, masyarakat V ietnam akan cenderung tidak peduli terhadap kompetisi dan majority
rule dalam politik.
Nilai personalism dalam konfusianisme memiliki pengertian bahwa masyarakat
konfusianis sangat mengutamakan dan menghormati sosok ketokohan seorang pemimpin.
34
A tau dengan kata lain, masyarakat konfusianis sangat “menganggunkan” sosok pemimpin
yang berkharisma dan terkesan dekat serta selalu berada di pihak masyarakat. Sosok
pemimpin yang “diagungkan” ini selanjutnya menjadi aktor utama dalam menentukan
kehidupan masyarakat. Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, hal ini didukung
dengan kepercayaan konfusianis bahwa pemimpin adalah utusan T uhan. Masyarakat pun
menerima adanya hal tersebut, karena sosok pemimpin tersebut dianggap mampu untuk
menciptakan keharmonisan dan kestabilan dalam masyarakat. Hal ini j uga berkaitan dengan
anggapan konfusianis bahwa pemimpin memiliki otoritas penuh untuk mengatur kehidupan
di dunia, karena dia adalah utusan T uhan yang bertanggung jawab untuk mengatur urusan
kehidupan manusia di dunia. Maka, akan lebih mudah bagi para sosok pemimpin baru untuk
mendapatkan legitimasi kuat dari masyarakat apabila dia memiliki kedekatan atau berafiliasi
dengan pemimpin lama yang “diagungkan” tadi.
32
L e H ong Hiep, “Performance – based L egitimacy: T he C ase of the C ommunist Party of V ietnam and ‘ D oi Moi’”, J ournal of C ontemporary Southeast Asi a, V ol.34, No.2, ( A ugust 2012), hl m.146
33
Neher, Op.cit. 34
Hal tersebut dapat dilihat dalam tubuh C PV , dimana sejak didirikan pada tahun 1930
C PV selalu menampilkan image berafiliasi dengan Ho C hi Minh. K ekuatakan ketokohan Ho
C hi Minh dipandang C PV menjadi basis legitimasi yang kuat karena memang sosok Ho C hi
Minh selain merupakan salah satu pendiri C PV juga merupakan tokoh revolusioner
pemimpin pergerakan kemerdekaan V ietnam sampai saat ini masih “diagungkan” oleh
masyarakat V ietnam. Hal tersebut juga didukung oleh basis legitimasi C PV yang dibangun
atas tiga hal yaitu legitimasi tradisional, legal – rasional, dan kharismatik.
35
Dasar legitimasi
kharismatik ini lah yang memperkuat alasan C PV terus menciptakan image yang berafiliasi
dengan Ho C hi Minh walau Ho C hi Minh telah meninggal sejak puluhan tahun lalu.
W alaupun ketokohan Ho C hi Minh sempat memudar dalam tubuh C PV kurang lebih dua
dekade setelah meninggalnya, C PV akhirnya memutuskan untuk mengadopsi “The Ho C hi
Minh Thoughts” sebagai landasan ideologi partai pada tahun 1991.
36
D engan semakin kuatnya sosok Ho C hi Minh dalam tubuh C PV , tentu menjadi faktor
pendukung tingginya legitimasi masyarakat V ietnam terhadap C PV itu sendiri. A filiasi C PV
dengan sosok Ho C hi Minh, secara tidak langsung menjadi j ustifikasi terhadap segala
tindakan-tindakan yang dilakukan. K arena, telah mengadopsi pemikiran-pemikiran Ho C hi
Minh sebagai ideologinya, tentu masyarakat akan berpandangan bahwa tindakan-tindakan
yang dilakukan oleh C PV sesuai dan sejalan dengan pemikiran sosok pemimpin yang
“diagungkan” oleh mereka. T indakan-tindakan tersebut pun termasuk dalam hal
mengeluarkan kebijakan, mengontrol organisasi masyarakat maupun menahan
kekuatan-kekuatan oposisi. Sehingga, apa pun hal yang dilakukan oleh C PV , selama hal tersebut tidak
memberikan dampak negatif secara langsung bagi masyarakat, masyarakat V ietnam akan
terus memberikan kepercayaan dan legitimasi yang kuat terhadap C PV .
K esimpulan
Penerapan kebijakan Doi Moi di V ietnam pada tahun 1986 tidak hanya menciptakan
pertumbuhan ekonomi yang pesat namun juga masuknya proses demokratisasi bagi V ietnam.
Setelah lebih dari dua dekade demokrasi diterapkan di V ietnam telah dilangsungkan beberapa
unsur negara demokrasi seperti penyelenggaraan pemilu dan pembentukan
organisasi-organisasi masyarakat. Namun, berbeda dengan demokrasi a la B arat yang mengharuskan
adanya kebebasan penuh bagi setiap individu dan peran negara yang minimal, di V ietnam
35
H ai Hong Nguyen, “R esillience of the C ommuni st Party of V ietnam’s A uthoritarian R egime si nce D oi Moi”, J ournal of C urrent Southeast Asian Affairs, V ol.35, No.2, ( 2016) , hlm.38
36
masih terdapat unsur-unsur “otoritarian” di dalam praktek demokrasinya. Hal ini tidak
terlepas dari pengaruh nilai-nilai konfusianisme yang terdapat dalam Asian V alues. Asian
V alues sendiri muncul sebagai respon terhadap nilai-nilai B arat dalam konsep demokrasi
yang mana dinilai tidak sesuai untuk diterapkan di negara-negara A sia.
K onfusianisme sendiri selalu menekankan kepada terciptanya keharmonisan,
mendahulukan kepentingan bersama dibandingkan individu, serta penghormatan kepada
otoritas dan status hierarkis pemimpin. D an masyarakat V ietnam yang telah memiliki nilai
konfusianisme dalam dirinya pun tentu akhirnya membentuk sebuah pola perilaku dan sikap
yang berbeda dengan masyarakat B arat. Selanj utnya, apabila dikaitkan dengan penerapan
demokrasi, maka menurut C lark D .Neher, pengaruh konfusianisme dalam demokrasi di A sia
membentuk sebuah karakteristik tersendiri. K arakteristik tersebut adalah terdapat
penghormatan terhadap otoritas pemimpin, peran negara yang kuat, terdapat satu partai
politik dominan serta kuatnya ketokohan sesosok pemimpin bagi masyarakatnya. Setelah
dilakukan analisis satu persatu mengenai karakteristik-karakteristik tersebut, maka dapat
disimpulkan beberapa hal.
Pertama, nilai konfusianisme yang mengakar dalam masyarakat V ietnam menciptakan
kuatnya legitimasi masyarakat terhadap pemerintah atau dalam hal ini C PV . K uatnya
legitimasi ini j uga didukung oleh performa C PV yang mampu terus membawa nilai
konfusianisme dalam merespon berbagai tuntutan masyarakat V ietnam. Maka, walaupun
C PV terus mendominasi perpolitikan dan pemerintahan, negara sangat berperan kuat dalam
mengatur kehidupan masyarakat yang akhirnya menyebabkan tidak tercapainya demokrasi
yang menjamin kebebasan individu, C PV akan terus dipercaya masyarakat V ietnam untuk
memimpin mereka di tengah era demokrasi ini. K edua, pengaruh nilai konfusianisme
terhadap kuatnya legitimasi masyarakat atas C PV pada akhirnya menciptakan sebuah model
centralistic democracy. D engan model demokrasi tersebut, tentu C PV akan lebih mudah
mempertahankan kekuasaan dan dominasinya. Singkat kata, nilai konfusianisme menciptakan
penerapan demokrasi di V ietnam yang berbeda dengan demokrasi a la B arat, namun hal ini
D aftar Pustak a
Ibrahim, Sukarno. 2011. “Peranan V iet Minh dalam R evolusi K emerdekaan V ietnam 1945-
1954”. Skripsi P rogram Studi Sejarah F IB Universitas Indonesia. (D epok: UI)
V an, Phan ti Hong. “T he Interaction between C ulture and E conomy in V ietnam”. Paper in
E RSA 2011 C onference.
Pike, D ouglas. 1968. V iet C ong: The Organization and T echnique of The NL F of South
V ietnam. (New Y ork: M.I.T . Press)
Huntington, Samuel P. 1993. The Third Wave: Democracy in the L ate T wentieth C entury.
(US: University of Oklahoma Press)
B arr, Michael D . 2000. “L ee K uan Y ew and T he ‘ A sian V alues’ Debate”. Asian Studies
Review. V ol.24. No.3. hlm 310
J iang, Y i Huah. “A sian V alues and C ommunitarian D emocracy”. J ournal of Political Science
National T aiwan University
O’Dwyer, S haun. 2003. “Democracy and C onfucian V alues”. Philosophy E ast and West.
V ol.53. No.1.
Neher, C lark D. 1994. “A sian S tyle D emocracy”. Asian Survey. V ol.34. No.11.
T .Ong, Nhu Ngoc. 2004. “Support for Democracy among V ietnamese G enerations”. P aper
presentation at the V ietnam 2005 C onference Texas.
Ngi, Pham T hanh. “T he State of D emocratic Governance in V ietnam”. Institute of Human
Studies, Asian Barometer.
C huong, B ui T he C huong. 2004. “Issue Oriented-Organizations in Hanoi: Some F inding from
E mpirical S urvey” dalam Towards Good Society: C ivil Society Actors, the State, the
Business C lass in Southeast Asia – F acilitators of or Impediments to a Strong,
D emocratic and F air Society?
A schoff, Niklas. 2008. “W hat R ole can L ocal NGOs Play to Support Grasroots D emocracy in
V ietnam? : T he E xample of the V ietnamese NGO R C P”. Studen E uropean Studies.
Hakarainen, Minna. 2015. “Navigating between Ideas of D emocracy and Gendered L ocal
Patrick, L ong K im C . dan A ng Sik L iong. 2012. “C onfucian L eadership and C orporate Social
R esponsibility (C SR ), the W ay F orward”. Asian J ournal of Business Research. V ol.2,
No.1.
Sujianguo. 2004. “E conomic T ransiition in C hina and V ietnam: A C omparative Perpective”.
J ournal of Asian P rofile. V ol.32. No.5.
A nnrachain, L orraine Ni. “T he T hreat of Political R eform as a Means to Development in
V ietnam: A C ase Study of ING O – G overnment Interaction in New Political S paces”.
L und University
L ondon, J onathan D . 2014. “Politics in C ontemporary V ietnam” dalam Politics in
C ontemporary V ietnam: P arty, State and Authority Relations. (UK : Palgrave
McMillan)
Hiep, L e Hong. 2012. “Performance – based L egitimacy: T he C ase of the C ommunist Party
of V ietnam and ‘ D oi Moi’. J ournal of C ontemporary Southeast Asia. V ol.34. No.2.
Nguyen, Hai Hong. 2016. “R esillience of the C ommunist Party of V ietnam’s A uthoritarian
R egime since D oi Moi”. J ournal of C urrent Southeast Asian Affairs. V ol.35. No.2.
Marine.mil. The Government and P olitics, hlm.4, dalam
Http://www.marines.mil/Portals/59/Publications/V ietnam%20Study_ 3.pdf diakses pada 12