• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnalisme dan Organisasi Media Apa yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Jurnalisme dan Organisasi Media Apa yang"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnalisme dan Organisasi Media

Apa yang Mempengaruhi Konstruksi Berita di Media Massa?

Disusun oleh

Indah Afif Khairunnisa

NPM 210110110251

Program Studi Ilmu Jurnalistik Fakultas Ilmu Komunikasi

(2)

BAB I

Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Jurnalistik sebagai suatu keilmuan telah dipelajari di seluruh dunia melalui lembaga

pendidikan, baik formal maupun informal. Hingga masa mendatang ilmu jurnalistik

dapat lebih berkembang lagi sebab riset jurnalistik memiliki ruang lingkup yang luas.

Perkembangan ini tentu dibantu juga dengan perkembangan teknologi komunikasi

sebab secara kelimuan, jurnalistik berada dalam ranah ilmu komunikasi. Namun di sisi

lain, dengan luasnya ruang lingkup ini, lembaga pendidikan terkait perlu memegang

suatu pedoman sebagai acuan dalam mengkaji ilmu jurnalistik. Program Studi Ilmu

Jurnalistik Fakultas Ilmu Komunikasi di Universitas Padjadjaran, melalui lokakarya

Prodi Jurnalistik pada 13 September 2014, menetapkan acuan ruang lingkup jurnalistik

menurut buku Global Journalism Research: Theories, Method, Findings, Future karya

Martin Loffelholz dan David Weaver.

Buku tersebut menyebut lima pendekatan teoritis dalam ruang lingkup jurnalistik

yaitu (1) jurnalisme sebagai sistem sosial, (2) jurnalisme dan kajian budaya, (3)

jurnalisme dan organisasi media, (4) jurnalisme dan psikologi, dan (5) jurnalisme dan

gender. Dari kelima pendekatan itu, penulis memilih satu untuk diangkat dalam

makalah ini yakni jurnalisme dan organisasi media.

Berbagai produk jurnalistik terus diproduksi setiap hari dalam berbagai bentuk,

baik oleh media massa cetak maupun elektronik. Kegiatan produksi ini dikelola oleh

lembaga yang menganut prinsip-prinsip organisasi. Oleh karena mereka berada dalam

dunia media, mereka dapat kita sebut sebagai organisasi media.

Penulis memilih topik jurnalistik dan organisasi media karena penulis melihat

bahwa sebuah organisasi mempunyai iklim kerja yang khas yang dijaga oleh setiap

anggota organisasi dan itu mempengaruhi bagaimana mereka bekerja di dalamnya. Tak

luput dengan organisasi media. Apa yang ada dalam organisasi media akan mengatur

bagaimana orang-orang di dalamnya, mulai dari pemimpin redaksi hingga para

wartawan, bekerja dalam kegiatan jurnalisme. Struktur kerja organisasi media pun perlu

dipahami tak hanya oleh tiap individu di dalam media tetapi juga oleh khalayak umum,

gunanya untuk lebih dapat memahami fungsi dan peran pers.

Di era sekarang ini media pers seolah membaur dekat dengan masyarakat. Publik

(3)

berlaku sebagai pemberi informasi. Publik telah aktif dalam pemberitaan. Ini salah

satunya dilatarbelakangi kenyataan bahwa wartawan tak selalu menjadi yang pertama

dan paling tahu. Dari situ kemudian dikenal nama baru dalam dunia jurnalisme, citizen

journalism atau jurnalisme warga.

Organisasi media tak hanya bertindak sebagai subjek aktif yang mempengaruhi

individu-individu dan kegiatan produksi di dalamnya. Organisasi media sekaligus

berada sebagai subjek pasif yang dipengaruhi, yaitu oleh pemilik media. Secara

struktur, organisasi media secara umum mungkin sama dan tak jauh berbeda satu sama

lain. Yang membedakannya ialah ideologi yang dianut oleh tiap-tiap organisasi media.

Ideologi ini datang dari pemilik media bersangkutan.

1.2. Tujuan dan Manfaat

Adapun tujuan makalah ini adalah untuk memenuhi nilai tugas akhir mata kuliah Kapita

Selekta Jurnalistik semester 7 di Program Studi Ilmu Jurnalistik Fakultas Ilmu

Komunikasi Universitas Padjadjaran Tahun Ajaran 2014/2015. Makalah ini sekaligus

bertujuan mengulas sedikit mengenai ruang lingkup jurnalistik, khususnya dengan

pendekatan jurnalistik dan organisasi media.

Dengan demikian, penulis berharap makalah ini dapat memberi manfaat secara

akademik dalam pembelajaran ruang lingkup jurnalistik. Lebih khusus lagi, manfaat

yang sekiranya dapat diperoleh dari makalah ini adalah pengetahuan tentang organisasi

media dalam hal pembentukan berita. Penulis berahrap makalah ini dapat bermanfaat

(4)

BAB II

Pembahasan

2.1. Organisasi Media

Ada banyak sekali definisi organisasi. Max Weber mengatakan bahwa organisasi adalah

suatu kerangka hubungan yang berstruktur yang di dalamnya berisi wewenang,

tanggung jawab, dan pembagian kerja untuk menjalankan fungsi tertentu. Stephen P.

Robbins menyatakan bahwa organisasi adalah kesatuan (entity) sosial yang

dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi,

yang bekerja atas dasar yang terus menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama.

Sementara itu, kita dapat mendefinisikan organisasi media sebagai sebuah organisasi

yang bekerja untuk pengelolaan dan produksi media.

Pada umumnya di industri media, organisasi kerjanya dibagi menjadi dua yaitu

divisi perusahaan dan divisi redaksi. Divisi perusahaan mengelola perusahaan media

secara umumnya, termasuk di dalamnya mengenai sumber daya manusia dan keuangan.

Sementara divisi redaksi mengelola kegiatan produksi media, mulai dari perencanaan

peliputan, pembuatan/pengemasan, dan penyebarluasan.

Sama seperti organisasi pada umumnya, organisasi media juga menerapkan

fungsi manajer. Empat fungsi dasar manajerial yaitu perencanaan (planning),

pengorganisasian (organizing), memimpin (leading), dan pengendalian (controlling).

Proporsi untuk masing-masing fungsi itu tidak sama satu dengan yang lainnya,

tergantung pada tingkatan pekerjaan yang dilakukan. Untuk manajer puncak di industri

media seperti pemimpin redaksi/wakil pemimpin redaksi tentu memiliki deskripsi kerja

dan alokasi waktu kerja yang berbeda dengan manajer tingkat menengah seperti

produser eksekutif, koordinator liputan, dan sebagainya. Namun demikian, tanpa

memandang hierarkinya, orang yang bertindak sebagai manajer melakukan empat

fungsi manajerial itu secara sekaligus.

Dalam organisasi media dikenal sebuah istilah newsroom yang mengarah pada

sebuah struktur yang beroperasi di dalam organisasi media. Struktur ini mempengaruhi

cara berita diproduksi sebab struktur mempengaruhi apa yang dilakukan jurnalis, apa

yang ditulis editor, dan apa yang akan diterbitkan. Di dalam newsroom ini, nilai-nilai

berita dalam suatu media dipertaruhkan. Di dalam newsroom ini pula, kebijakan

redaksional suatu media dibuat dan diterapkan. Newsroom menjadi identitas penting

(5)

Pendekatan jurnalisme dan organisasi media dalam Global Journalism Research

mempunyai empat kajian organisasi media, yang meliputi perbandingan kerja di

organisasi media, identifikasi dan analisis kerja jurnalis di newsroom, identifikasi dan

analisis alur komunikasi, dan analisis interaksi antardepartemen dalam organisasi

media.

Meskipun pada dasarnya setiap organisasi memiliki fungsi yang sama, tetapi cara

kerja di dalamnya akan berbeda, tergantung pada bidang apa mereka bekerja. Seperti

yang sempat disinggung di atas, organisasi media mempunyai divisi redaksi yang

umumnya terdiri atas pemimpin redaksi, wakil pemimpin redaksi, redaktur pelaksana,

koordinator liputan, redaktur, wartawan, editor, dan seterusnya. Pimpinan redaksi

bertanggung jawab terhadap kebijakan redaksional sehari-hari, yang mewujudkan

secara riil kebijakan dasar perusahaan pers yang bersangkutan dalam produk

redaksional mereka. Redaktur pelaksana bertugas mengoordinasikan, mengawasi,

menilai, mengkoreksi, serta menyempurnakan pekerjaan redaksional para redaktur.

Selanjutnya redaktur memberikan tugas-tugas peliputan atau kerja jurnalistik lainnya

kepada wartawan berdasarkan rubrik masing-masing.

Tidak seperti organisasi pada umumnya. Organisasi media massa (pers) bekerja

sepanjang waktu, termasuk juga pada hari libur. Ini dikarenakan media massa harus

terus menjalankan fungsinya sebagai pemberi informasi (to inform). Informasi

merupakan kebutuhan manusia sehari-hari yang dikonsumsi kapan saja, di mana saja

dan oleh siapa saja. Selain itu media pers juga mempunyai peran yang penting dalam

keberpihakannya pada masyarakat. Komitmen kepada warga (citizen) lebih besar

ketimbang egoism profesional (Kovach, 2003:59). Masyarakat tentu menginginkan

informasi yang aktual setiap hari. Untuk itu jugalah pers hadir setiap saat.

Selanjutnya, newsroom menyusun informasi. Yang bertugas menyusun informasi

(berita) adalah bagian redaksi (editorial department), yakni para wartawan, mulai dari

pemimpin redaksi, redaktur pelaksana, redaktur desk, reporter, fotografer, koresponden,

hingga kontributor. Di dalam newsroom, hasil peliputan (news gathering) yang

dilakukan oleh wartawan dipertimbangkan menurut kebijakan redaksional media. Di

sinilah ideologi yang dianut oleh media menjadi landasan untuk menentukan berita

yang akan diterbitkan; aspek apa yang ditonjolkan, bagian mana yang ditinggalkan, dan

seperti apa berita tersebut dikemas dan dikomunikasikan. Proses awal penyusunan

(6)

2.2. Pengaruh Struktur terhadap Konstruksi Berita

Penyusunan agenda terjadi karena media harus selektif dalam melaporkan berita

(Littlejohn, 2009:416). Media mempunyai kebijakan tentang apa yang harus dilaporkan

dan bagaimana melaporkannya. Ada dua tingkatan penyusunan agenda. Pertama,

menentukan isu-isu umum yang dianggap penting, dan kedua menentukan bagian atau

aspek dari isu tersebut yang dianggap penting. Tingkat kedua ini sama pentingnya

dengan tingkat pertama, karena memberi media cara untuk membuat kerangka isu yang

mendasari agenda masyarakat dan agenda media. Oleh karenanya, ketika kita

membahas mengenai agenda media, kita juga akan membahas soal pembingkaian berita

(framing). Istilah framing pertama kali dikenalkan oleh Todd Gitlin pada tahun

1960-an. Gagasan pembingkaian ini digunakan para ahli teori media sebagai sebuah cara

alami penyusunan agenda tingkat kedua. Media membingkai kejadian dalam cara-cara

yang dapat membatasi bagaimana audiens menafsirkan kejadian tersebut. hal ini dapat

terjadi dengan berbagai muatan dalam berita seperti cara penceritaan, penguatan berita

utama, komponen audio-visual, dan metafora yang digunakan.

Stuart Hall (dalam Ishadi, 2014: 20) melihat bahwa pada proses produksi berita

terdapat tiga ideologi profesional jurnalis yang meliputi nilai berita, kategori berita, dan

objektivitas. Dengan nilai berita, jurnalis di lapangan akan memilah peristiwa yang

diberitakan. Redaktur di kantor pun akan memilah berita yang bernilai tinggi. Di sisi

lain, dengan adanya kategorisasi berira, aka nada suatu kontrol bagi jurnalis bagaimana

ia bertindak dalam situasi atau peristiwa tertentu. Objektivitas sebagai ideologi akan

menjadi suatu prosedur dan standar kerja jurnalis. Prosedur tersebut antara lain fakta

harus dicek ulang, laporan harus berimbang, dan meliput dua sisi (cover both sides).

Prosedur ini diperlukan untuk mendekati realitas yang sebenarnya.

Fungsi penyusunan agenda itu sendiri merupakan sebuah proses yang terdiri atas

tiga bagian. Pertama, isu yang akan dibahas dalam media atau agenda media (media

agenda), harus diatur. Kedua, agenda media mempengaruhi atau berinteraksi dengan

apa yang dipikirkan masyarakat, menciptakan agenda masyarakat (public agenda).

Terakhir, agenda masyarakat mempengaruhi atau berinteraksi dengan apa yang para

pembuat kebijakan anggap penting disebut agenda kebijakan (policy agenda).

Hingga kini, pertanyaan siapa yang pertama kali menentukan agenda media sulit

dijawab. Namun kita dapat melihat bahwa agenda media berasal dari tekanan, baik

(7)

Lebih jauh lagi, Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese mengonsepsi lima

faktor yang mempengaruhi isi media, yaitu individual level, media routines level,

organization level, extra media level, dan ideological level.

Individual level menyangkut sisi profesional jurnalis, seperti latar belakang

pendidikan dan keterampilannya. Media routines level berkaitan dengan perspektif

organisasi media, aturan yang berlaku menyangkut proses penentuan berita. Faktor ini

yang menjadi fokus pembahasan, dan berkaitan pula dengan faktor berikutnya, yakni

organization level yang menyangkut faktor struktur organisasi media; di sini dikaji pula

proses pengambilan keputusan di dalam organisasi media dan kebijakan apa yang

ditetapkan kemudian. Tak hanya faktor yang datang dari dalam, tetapi juga faktor dari

luar media itu sendiri. Inilah yang disebut sebagai extra media level atau faktor-faktor

di luar media seperti narasumber berita, sumber penghasilan media (iklan dan

pelanggan), dan lembaga lain di luar media (kalangan pebisnis, pemerintah, dan

lainnya). Terakhir, ideological level, yang menyoroti pihak yang berkuasa di

masyarakat, serta bagaimana kekuatan itu berperan menentukan agenda media.

Seperti yang disimpulkan Raymond WK Lau dalam jurnal Re-theorizing news’

construction of reality: A realist-discourse-theoretic Approach (2012 h.11):

This is a result of extra-discursive factors such as source media strategy, then it constitutes construction of reality through news. It is only when this is mainly due to the characteristics of the news-making process that we can speak of the construction of reality by news.

Setelah informasi disusun, media melakukan penyebarluasan. Penyebarluasan

informasi ini tak terbatas pada berita, tetapi juga informasi lain seperti iklan dan

tentunya media itu sendiri. Tugas ini diakukan oleh bagian marketing atau bagian usaha

(business department), sirkulasi/distribusi, promosi, dan iklan. Bagian ini harus menjual

media tersebut dan mendapatkan iklan. Alur yang terbentuk adalah media menyediakan

ruang untuk iklan. Selanjunya pengiklan memasang iklannya dan membayar sejumlah

tarif kepada media. Media pun mendapatkan uang untuk melanjutkan kegiatan

produksinya.

Interaksi antardepartemen dalam organisasi media terus terjadi seiring kegiatan

produksi media berjalan. Seperti yang terjadi ketika memproduksi sebuah berita media

massa cetak; ketika wartawan bersama redaktur menyusun berita, departemen foto juga

menentukan gambar apa yang harus diambil oleh fotografer, dan foto mana yang

(8)

berkoordinasi dengan editor untuk menyediakan batas ruang untuk pengiklan dan untuk

jumlah karakter berita (panjang-pendeknya tulisan).

2.3. Politisasi Lembaga Media Komunikasi

Lembaga media komunikasi dinilai sebagai bagian dari sistem ekonomi yang sekaligus

bertalian erat dengan sistem politik. Dari situ kemudian lahir sebuah kajian yang oleh

David Ricardo dan Adam Smith disebut sebagai ekonomi politik. Ekonomi politik ini

awalnya dipengaruhi oleh pemikiran Marxis tentang ekonomi, yang mempelajari basis

ekonomi masyarakat yang menentukan struktur, dan akibatnya mempengaruhi

ruang-ruang budaya dan politik dalam masyarakat; tenaga kerja dan pembagian kerja,

kepemilikan serta mode produksi.

Pada tahun 1970-an, ekonomi politik media dikembangkan dalam kerangka

Marxis yang lebih eksplisit. Ekonomi politik media lebih tertarik mempelajari

komunikasi dan media sebagai komoditas yang dihasilkan oleh industri kapitalis. Media

dilihat sebagai entitas ekonomi dengan peranan langsung sebagai pencipta nilai surplus

dan peranan tidak langsung sebagai pencipta nilai surplus di dalam sektor produksi

komoditas lainnya (seperti iklan misalnya).

Lalu pada 1990, beberapa ekonom politik membuat pemikiran ulang mengenai

ekonomi politik, terutama karena adanya restrukturisasi politik dan ekonomi global.

Ekonomi politik dipikirkan ulang dalam hal komodifikasi (commodification) yakni

perubahan orientasi nilai suatu barang/jasa dari nilai guna menjadi niali tukarnya di

pasar, spasialisasi (spatialization) yakni peningkatan batas ruang dan waktu (ekspansi),

dan strukturasi (structuration) yakni berkaitan dengan hubungan antara gagasan agensi,

proses sosial, dan praktik sosial. Ekonomi politik juga dibahas dalam kaitannya dengan

kajian budaya dan kajian kebijakan.

Berbagai kepentingan tersebut berkaitan dengan kebutuhan untuk memperoleh

keuntungan dari hasil kerja lembaga media untuk memperoleh keuntungan, sebagai

akibat dari adanya kecenderungan monopolistis dan proses integrasi secara vertikal

maupun horizontal. Seperti dikemukakan Littlejohn (1999), isi media merupakan

komoditas untuk dijual di pasar, dan iformasi yang disebarkan dikendalikan oleh apa

yang ada di pasar. Sistem ini mengarah pada tindakan konservatif dan cenderung

menghindari kerugian. Pada akhirnya ini membuat media memproduksi informasi

(9)

Konsekuensi keadaan seperti ini tampak dalam wujud berkurangnya jumlah

sumber lembaga media yang bebas, terciptanya konsentrasi pada pasar besar,

munculnya sikap bodoh terhadap calon khalayak pada sektor kecil (Arianto, Ekonomi

Politik Lembaga Media Komunikasi, 2011 h. 5). Kita pun dapat melihat kini

konglomerasi media yang tercipta didasari dengan adanya kepemilikan modal, yakni

pemikiran berusaha melakukan ekspansi sebagai penyebaran kekuasaan ekonomi

sekaligus menuangkan pengaruh politiknya. Sebut saja tiga dari sekian media besar di

Indonesia saat ini: MNC Media Group (Harry Tanoesoedibjo), Jawa Pos Group (Dahlan

Iskan), dan Kompas Gramedia (Jakob Oetama). Mereka adalah salah satu bentuk nyata

dari kegiatan ekspansi perusahaan dengan menciptakan suatu konvergensi media, yang

kemudian mengarah pada terkonsentrasinya kepemilikan media.

Sikap bodoh itu sendiri penulis artikan sebagai dampak dari hegemoni. Konsep

hegemoni banyak digunakan oleh sosiolog untuk menjelaskan fenomena terjadinya

usaha untuk mempertahankan kekuasaan oleh pihak penguasa. Penguasa di sini

memiliki arti luas, tidak terbatas pada penguasa negara (pemerintah). Hegemoni bisa

didefinisikan sebagai dominasi oleh satu kelompok terhadap kelompok lainnya, dengan

atau tanpa ancaman kekerasan, sehingga ide-ide yang didiktekan oleh kelompok

dominan diterima sebagai sesuatu yang wajar (common sense) oleh kelompok yang

didominasi. Konsep hegemoni ini lahir dari paradigma kritis yang menurut Ishadi

(2014: 9) memandang media adalah sarana bagi kelompok dominan untuk mengontrol

kelompok yang tidak dominan, bahkan meminggirkan mereka dengan menguasai dan

mengontrol media.

Menurut Littlejohn (2009: 388), hegemoni bukanlah gerak kekuasaan yang

aksar, namun sebuah rencana yang “dikembangkan”. Dalam pandangan mazhab kritis,

terutama dalam studi-studi yang dikembangkan oleh Centre for Contemporary Cultural

Studies, Bringmiham University, media massa selalu dirasakan sebagai alat yang “powerfull” dan ada ideologi dominan di dalamnya. Ini mengingatkan kita akan salah satu teori komunikasi massa, yaitu teori peluru atau jarum hipodermik. Teori yang

dikemukakan oleh Wilbur Schramm ini mengasumsikan bahwa media memiliki

kekuatan yang sangat perkasa, dan komunikan dianggap pasif atau tidak tahu apa-apa.

Asumsi teori hegemoni media selalu diarahkan pada aspek-aspek yang

menyangkut ideologi organisasi media itu sendiri, bentuk ekspresi, cara penerapan,

serta mekanismenya dalam upaya mempertahankan dan meningkatkan kepatuhan kaum

(10)

Untuk menghindari kebodohan atau hegemoni itu, publik sebagai konsumen

media harus memahami struktur organisasi yang ada di balik media tersebut.

Kemampuan menggunakan media (literasi media) diperlukan agar khalayak tidak

menerima begitu saja segala informasi yang tersedia, akan tetapi harus mampu memilah

dan menelaah pesan-pesan yang ditampilkan oleh media. Tidak hanya untuk menjadi

konsumen informasi yang cerdas, tetapi juga untuk memahami hakikat dan fungsi

(11)

BAB III

Penutup

3.1. Simpulan

Adapun simpulan yang dapat ditarik dari makalah ini yaitu:

- Jurnalisme dan organisasi media merupakan suatu tinjauan untuk mengkaji

jurnalisme secara organisasional, baik dilihat sebagai entitas bisnis maupun entitas

sosial.

- Organisasi media mempengaruhi cara kerja produksi media, sejak perencanaa

peliputan, pelaksanaan peliputan, pengemasan informasi, hingga penyebaran

informasinya.

3.2. Saran

Penulis menyarankan sebagai berikut.

- Jurnalisme dan organisasi media perlu dikaji lebih mutakhir lagi sebab organisasi

tak lepas dari dinamika organisasi, yang membuatnya dapat berevolusi dari masa ke

masa. Dengan kata lain, organisasi media kini telah berubah dibanding di masa lalu.

- Pengetahuan mengenai organisasi media sebaiknya lebih disebarkan pada khalayak

media guna memberi pemahaman tentang fungsi pers, sehingga publik dapat turut

(12)

Daftar Pustaka

Ardianto, Elvinaro., dkk. 2009. Komunikasi Massa, Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

Artikel Pengorganisasian dan Struktur Organisasi di Industri Media oleh Satrio Arismunandar,

https://www.academia.edu/5356866/Pengorganisasian_dan_Struktur_Organisasi_di_Industr i_Media diakses Sabtu, 13 Desember 2014 pukul 17.47 WIB.

Jurnal Ilmu Komunikasi, Universitas Tadulako-Palu, Vol. 1, No.2, Oktober 2011. Ekonomi Politik Lembaga Media Komunikasi oleh Arianto.

Kovach, Bill dan Tom Rosenstiel. 2003. Sembilan Elemen Jurnalisme. Jakarta: Pantau.

Littlejohn, Stephen W. dan Karen A. Foss. 2009. Teori Komunikasi. Jakarta: Salemba Humanika.

Materi perkuliahan Struktur Organisasi Media, Unikom.

http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/466/jbptunikompp-gdl-reninuraen-23251-10-stuktur-a.pdf diakses Sabtu, 13 Desember 2014 pukul 20.01 WIB.

Robbins, Stephen P. 1994. Teori Organisasi Struktur, Desain, dan Aplikasi. Jakarta: Arcan.

Jurnal ilmiah The Open University of Hong Kong, Hong Kong, 2012. Re-theorizing news’ construction of reality:A realist-discourse-theoretic approach oleh Raymond WK Lau.

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan yang diperoleh dari makalah ini yaitu perawatan sistem kelistrikan gedung RSG- GAS menggunakan metoda Non Destructive Testing (NDT) dapat dimanfaatkan untuk

Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) merupakan semua kegiatan kurikuler yang harus dilakukan oleh mahasiswa praktikan, sebagai pelatihan untuk menerapkan teori

perubahan keempat ini adalah Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dan diberlakukan kembali dengan Dekrit Presiden

[r]

Dari beberapa ketentuan terkait dengan mekanisme dalam pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY, maka terlihat bahwa mekanisme pengisian jabatan Gubernur

Tabel I.3 Data Hasil Survei Pendahuluan pada Pegawai Kantor Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Pangkalpinang .... Tabel I.4 Data Spesifikasi Jabatan Pegawai Struktural di

Semesta Alam, atas semua karunia yang diberikan kepada kita semua sehingga di hari yang berbahagia ini kita dapat berkumpul dalam forum Seminar Nasional Biodiversitas VI, yang

Peneliti memilih rumah sakit William Booth sebagai penelitian karena untuk memberikan gambaran Balanced Scorecard terhadap penilaian kinerja keuangan pada manajemen