• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori 2.1.1 Partisipasi Masyarakat - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Partisipasi Petani dalam Program Introduksi Budidaya Padi Organik di Kelurahan Pulutan Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga = Far

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori 2.1.1 Partisipasi Masyarakat - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Partisipasi Petani dalam Program Introduksi Budidaya Padi Organik di Kelurahan Pulutan Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga = Far"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Teori

2.1.1 Partisipasi Masyarakat

Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan dan

pembuatan keputusan tentang apa yang dilakukan, dalam pelaksanaan program dan pengambilan keputusan untuk berkontribusi sumberdaya atau bekerjasama dalam organisasi atau kegiatan khusus, berbagi manfaat dari program pembangunan dan evaluasi program pembangunan (Fachrudin, 2006).

Partisipasi menjadi berkembang bukan hanya mengenai keterlibatan fisik, pikiran dan perasaan saja. Bentuk keterlibatan bisa menjadi lebih bervariasi seperti pikiran, tenaga, keahlian, barang dan uang (Septiany, 2012).

Burns et al (1994) berpendapat bahwa bila pemerintah hendak meningkatkan partisipasi masyarakat, maka harus diketahui terlebih dahulu sampai sejauh mana jenjang proses partsipasi yang telah ada. Untuk itu Burns memodifikasi model Arnstein yang dirasakan lebih tepat terhadap kebutuhan publik (kewenangan masyarakat lokal) dalam rangka mengembangkan partisipasi masyarakat dan pemberdayaan.

Tabel 2.1 Tangga Pemberdayaan Warga oleh Burns et al (1994)

No. Jenjang Partisipasi Kategori

1. Civic hype

Citizen Non Participation 2. Cynical Consultation

3. Poor Information 4. Customer care

5. High Quality Information

Citizen Participation 6. Genuine Information

7. Effective Advisory Body

8. Limited decentralised decision making 9. Partnership

10. Delegated Control

11. Enrusted Control Citizen Control

12. Independent Control

Secara garis besar penjelasan terhadap jenjang partisipasi tersebut adalah sebagai berikut:

(2)

Keempat jenjang dimana warga dikategorikan tidak berpartisipasi (citizen non participation) adalah civic hype, cynical consultation, poor information, dan customer care. Jenjang-jenjang ini tidak boleh diabaikan, karena manipulasi informasi berkembang dari keempat keadaan ini.

1. Penipuan Warga (Civic hype)

Peranan pemerintah dalam kondisi ini terlalu besar, menguasai hampir seluruh segi kehidupan, sehingga masyarakat tidak mempunyai peranan dan bersifat pasif. Pada jenjang ini pemerintah daerah melakukan sosialisasi informasi, baik kepada masyarakat maupun keluar, namun informasi yang diberikan bersifat manipulatif, berbentuk propaganda dan pada dasarnya tidak sesuai dengan kondisi obyektif daerahnya.

2. Konsultasi Palsu (Cynical consultation)

Pada kondisi ini partisipasi masyarakat cenderung rendah tapi pemerintah daerah telah membuka diri untuk menerima kritik dari masyarakat. Pada jenjang ini, pemerintah daerah melakukan pertemuan konsultasi dengan masyarakat tentang suatu masalah atau program tertentu, namun dalam pertemuan tersebut tidak menyentuh topik-topik yang substantif.

3. Informasi yang Buruk (Poor information)

Masyakat tidak diberikan informasi kebijakan dan permasalahan yang

berkaitan dengan kehidupan masyarakat. Informasi tersebut lebih untuk konsumsi pemerintah sendiri atau legislatif. Pada jenjang ini masyarakat sulit atau tidak bisa mendapatkan informasi atau data-data yang akurat, valid, dan obyektif mengenai daerahnya atau hal-hal apa saja yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Hal ini disebabkan karena tidak dilakukannya penerbitan data atau informasi dan juga disebabkan oleh sulitnya masyarakat untuk mendapatkan informasi tersebut. 4. Pelayanan Pengaduan (Customer care)

(3)

dalam partisipasi. Hal ini dapat terjadi karena masyarakat memiliki informasi yang cukup mengenai berbagai kegiatan pemerintah atau mulai dilakukannya transparansi. Program customer care ini pada awalnya ditujukan untuk meredam ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan pemerintah.

B. Dengan Partisipasi Warga (Citizen Participation) 5. Informasi yang Berkualitas(High quality information)

Pada jenjang ini terjadi sosialisasi informasi yang berkualitas tinggi, baik dilihat dari proses maupun materi yang disampaikan pemerintah daerah kepada masyarakat setempat. Sosialisasi informasi-informasi tersebut akan mendorong terjadinya proses dialog atau konsultasi antara pemerintah daerah dengan masyarakat setempat yang lebih menyentuh substansi permasalahan. Keterbukaan pemerintah daerah dalam hal ini telah memberikan peluang yang luas kepada masyarakat untuk terlibat dalam kegiatan pemerintahan, baik dalam hal pemantauan, evaluasi, maupun pengajuan tuntutan-tuntutan. Dengan proses konsultasi seperti itu, masyarakat dapat memberikan input yang signifikan bagi pemerintah daerah.

6. Konsultasi Sesungguhnya (Genuine Consultation)

Diskusi antara pemerintah dengan masyarakat telah ada dan sebenarnya telah berjalan. Dalam diskusi ini, masyarakat memberikan masukan kepada pemerintah

(4)

Pada jenjang ini terjadi peningkatan keberadaan masyarakat, sehingga dapat berfungsi efektif dan akan mendorong partisipasi dalam pembuatan kebijakan yang menyangkut operasional, penggunaan sumber daya bahkan dapat menyentuh tataran strategis. Namun tidak ada satu ketentuan pun bagi pemerintah daerah untuk memasukan pendapat masyarakat tersebut ke dalam kebijakan yang akan dibuat. Artinya, hasil dialog tersebut tidak mengikat pemerintah daerah.

8. Desentralisasi Terbatas pada Pembuatan Keputusan (Limited decentralised decision making)

Pada tahap ini masyarakat telah menunjukan inisiatif mereka dan telah ada transfer atau setidaknya pemberian wewenang untuk mempengaruhi pemerintah. Telah ada organisasi / perkumpulan masyarakat yang bekerjasama dengan pemerintah dalam pengambilan keputusan. Organisasi tersebut melaksanakan hal-hal seperti mengajak masyarakat untuk bersatu, mendiskusikan persamaan persepsi bagaimana pelayanan beroperasi, memberi pandangan apa yang terjadi saat ini, memberikan masukan apa yang dapat dan harus dilakukan untuk memperbaiki keadaan saat ini. Organisasi ini juga mengambil keputusan untuk langkah aksi, memonitor aksi yang dilakukan dan merencanakan langkah aksi selanjutnya. Pada jenjang ini keterlibatan masyarakat dalam pembuatan kebijakan telah meningkat ke arah kontrol masyarakat terhadap operasional maupun

pengelolaan sumber daya dengan kerangka yang spesifik dan terbatas. 9. Kemitraan (Partnership)

Pada jenjang ini pemerintah daerah dan masyarakat menjadi mitra sejajar, dan kemudian berkembang pada pembagian kekuasaan antara pemerintah daerah atau unit-unit pemerintah daerah dengan unit-unit kelompok masyarakat dalam kerangka yang spesifik.

10. Pelimpahan Kendali (Delegated control)

(5)

mengacu pada kebijakan strategis, seperti standarisasi yang pemerintah daerah serta kerangka pendelegasian kontrol yang ditentukan secara terpusat.

C. Pengendalian oleh Masyarakat (Citizen Control)

Pada jenjang kesebelas dan keduabelas, masyarakat telah memiliki kekuasaan untuk mengatur program, institusinya tidak bergantung pada pemerintah daerah atau badan lainnya.

11. Mempercayakan Warga (Entrust Control)

Masyarakat memiliki kekuasaan dan kapasitas untuk mengatur sebuah program, area dan institusi. Pada jenjang ini peningkatan pengendalian / kontrol masyarakat telah mewujud dengan terbentuknya suatu institusi atau organisasi yang otonom secara legal untuk menguasai pembuatan maupun implementasi kebijakan terhadap suatu atau beberapa bidang tertentu, namun institusi ini masih tergantung pada alokasi dana dari pemerintah daerah yang hanya berperan pada tataran strategis.

12. Berdiri Sendiri (Independent Control)

Hubungan pemerintah dengan masyarakat meningkat berdasarkan kepercayaan dan saling ketergantungan. Pada jenjang ini dipertimbangkan transformasi fundamental antara negara dan ekonomi pasar di satu sisi dan anggota masyarakat di sisi lain. Kekuataan tidak berada pada pasar, tapi

berdasarkan bentuk-bentuk demokrasi dalam semua sisi kehidupan. Kedudukan pemerintah dan masyarakat sederajat. Pada jenjang ini, institusi yang diprakarsai masyarakat yang terlibat dalam menguasai (mengontrol) pembuatan kebijakan maupun implementasinya secara penuh mendapatkan otonomi, baik legal maupun finansial dari pemerintah daerah.

2.1.2 Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi

2.1.2.1 Karakter Sosial Ekonomi

Partisipasi terhadap kegiatan yang dijalankan dalam sebuah program dipengaruhi oleh karateristik sosial ekonomi. Karateristik sosial ekonomi merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat partisipasi yang berasal dari petani itu sendiri (Hasyim, 2006). Karateristik sosial ekonomi tersebut meliputi:

(6)

Tinggi rendahnya pendidikan petani akan menanamkan sifat yang menuju penggunaan praktek pertanian yang lebih modern. Mereka yang berpendidikan tinggi relatif lebih cepat dalam melakukan anjuran penyuluh. Tingkat pendidikan yang rendah pada umumnya kurang menyenangi inovasi sehingga sikap mental untuk menambah pengetahuan khususnya ilmu pertanian kurang. Tingkat pendidikan formal yang dimiliki petani akan menunjukkan tingkat pengetahuan serta wawasan yang luas untuk petani menerapkan apa yang diperolehnya untuk peningkatan usahataninya (Hasyim, 2006).

Menurut Suroso dkk (2014), sebagian besar masyarakat yang tergolong aktifitas partisipasinya tinggi berurutan ialah mereka yang tamat SLTA keatas, kemudian tamat SLTP dan keaktifan berpartisipasi rendah ditunjukkan oleh masyarakat yang berlatar belakang tamat SD dan tidak sekolah. Hal ini menunjukkan semakin tinggi latar belakang pendidikan masyarakat, semakin tinggi keaktifan berpartisipasinya.

2. Luas Lahan

Luas lahan akan menentukan tingkat partisipasi petani terhadap suatu proyek. Luas sempitnya lahan yang dikuasai akan mempengaruhi anggota untuk mengelola lahan. Petani yang mempunyai lahan yang luas akan lebih mudah menerapkan anjuran penyuluhan demikian pula halnya dengan penerapan adopsi

inovasi dari pada yang memiliki lahan sempit. Hal ini dikarenakan keefisienan dalam penggunaan sarana produksi (Soekartawi, 1999).

3. Lama berusahatani

Zulvera (2012), mengemukakan bahwa adanya kecenderungan petani yang memiliki pengalaman usahatani yang lama terkait dengan tingkat kekosmopolitan yang rendah sehingga tingkat partisipasi dalam SL-PTT tidak terlalu tinggi. Petani dengan tingkat kekosmopolitan yang tinggi adalah petani yang memiliki keterbukaan terhadap informasi, sehingga petani seperti ini memiliki kecenderungan untuk lebih sering berinteraksi dengan penyuluh pertanian karena mereka memiliki motivasi lebih tinggi (motivasi internal yang tinggi) untuk mendapatkan informasi baru mengenai pertanian, sehingga mereka berusaha meluangkan waktu untuk mengikuti kegiatan.

(7)

Dalam pendapatan usahatani ada dua unsur yang digunakan yaitu unsur penerimaan dan pengeluaran dari usahatani tersebut. Penerimaan adalah hasil perkalian jumlah produk total dengan satuan harga jual, sedangkan pengeluaran atau biaya yang dimaksudkan sebagai nilai penggunaan sarana produksi dan lain- lain yang dikeluarkan pada proses produksi tersebut (Mubyarto, 1989).

Masyarakat yang memiliki penghasilan cukup akan lebih memiliki waktu luang dan tidak disibukkan lagi mencari tambahan penghasilan, sehingga mereka lebih aktif terlibat dalam pembangunan, misalnya dalam hal menghadiri pertemuan desa (Suciati, 2006).

2.1.2.2 Demografi

Demografi adalah salah satu kajian yang membahas mengenai pupulasi yang satu sama lainnya menyangkut jumlah, struktur usia, kepadatan, kematian, kelahiran, pertumbuhan, dan segala variabel sosial lainnya. Demografi juga dapat disebut dengan ilmu yang telah memiliki kajian khusus untuk dipelajari berupa dinamika penduduk, yang berkaitan erat dengan struktur dan distribusi penduduk lainnya (Anonim, 2014). Unsur demografi yang dipilih dalam penelitian ini meliputi:

1. Usia

Usia berhubungan dengan kemampuan seseorang dalam menerima sesuatu

hal yang baru. Orang yang masuk pada golongan tua cenderung selalu bertahan dengan nilai-nilai yang lama sehingga diperkirakan sulit menerima hal-hal yang bersifat baru. Orang yang berusia lebih tua mempunyai partisipasi yang lebih rendah dibandingkan dengan yang berusia muda.

(8)

Faktor usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang ada. Mereka dari kelompok usia menengah ke atas dengan keterikatan moral kepada nilai dan norma masyarakat yang lebih mantap cenderung lebih banyak berpartisipasi dari pada yang dari kelompok sebaliknya (Lestari, 2012).

2. Jumlah Tanggungan Keluarga

Jumlah tanggungan keluarga adalah anggota keluarga yang belum atau tidak berpenghasilan atau produktif sehingga masih menjadi tanggungan. Sitopu (2006) menyatakan bahwa jumlah tanggungan keluarga mempengaruhi tingkat partisipasi petani dalam kegiatan penerapan pertanian organik. Karena semakin banyak jumlah tanggungan maka akan semakin meningkat kebutuhan keluarga yang harus dipenuhi.

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian sebelumnya yang menjadi referensi untuk penelitian ini terdapat dalam Tabel 2.2 di bawah ini:

Tabel 2.2 Penelitian terdahulu mengenai partisipasi

No. Nama Judul Penelitian Hasil Penelitian

1. Sitopu dkk (2014)

Partisipasi Petani Dalam Penerapan Usahatani Padi Organik (Studi Kasus: Desa Lubuk Bayas Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai)

Perkembangan penerapan usahatani organik dari tahun 2008-2012 sebesar 56.67% dan tingkat partisipasi petani adalah sedang. Terdapat hubungan yang nyata antara pengalaman bertani, umur, dan frekuensi mengikuti penyuluhan dengan tingkat partisipasi petani dalam penerapan usahatani padi organik.

2. Samun dkk (2009)

Partisipasi Petani Dalam Penerapan Teknologi Pertanian Organik Pada Tanaman Stroberi Di Kabupaten Bantaeng

(9)

Lanjutan Tabel 2.2

No Nama Judul Penelitian Hasil Penelitian

3. Satries (2011) Mengukur Tingkat Partisipasi Masyarakat Kota Bekasi Dalam

Penyusunan APBD

Melalui Pelaksanaan Musrenbang 2010

Pemahaman masyarakat Kota Bekasi atas pelaksanaan Musrenbang belumlah komprehensif dan masih terbatas pada tataran formal semata sebagai kegiatan rutin tahunan. Selain itu, pemahaman terhadap Musrenbang juga belum menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Partisipasi masyarakat di Kota Bekasi masih berada pada derajat non-partisipasi yang terdiri dari tangga manipulasi dan terapi (perbaikan). Dengan demikian, partisipasi masyarakat yang ada selama ini melalui pelaksanan Musrenbang tiap tahun masih bersifat semu dan tidak sesuai dengan amanah konstitusi.

4. Suroso dkk

Faktor usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, komunikasi dan kepemimpinan mempunyai hubungan dengan partisipasi masyarakat. Sementara,tingkat penghasilan dan lamanya tinggal didesa tidak mempunyai hubungan yang berarti dengan derajat partisipasi. Hal ini menunjukkan ada perbedaan tingkat partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan desa melalui Musrenbangdes bila di lihat dari tingkat pendidikan, tingkat komunikasi, usia, jenis pekerjaan dan tingkat kepemimpinan. Sementara,tingkat penghasilan dan lamanya tinggal masyarakat didesa menunjukkan tidak ada perbedaan tingkat partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan.

2.3 Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah faktor demografi dan karakteristik sosial

Gambar

Tabel 2.1 Tangga Pemberdayaan Warga oleh Burns et al (1994)
Tabel 2.2 Penelitian terdahulu mengenai partisipasi

Referensi

Dokumen terkait

tertulis Mampu menguraikan pengertian hukum dan etika, perbedaan & persamaan keduanya, serta mampu menyebutkan jenis2 pelanggaran sanksi kode etik, dan pihak2 yg

Sedangkan kendala-kendala yang dihadapi SMA N 3 Surakarta dalam melaksanakan program RSBI pada proses pembelajaran Fisika beberapa diantaranya adalah, guru masih kesulitan

Hal ini dikarenakan banyak penyakit yang bersumber dari buruknya kualitas sanitasi lingkungan, misalnya ;ketersediaan air bersih pada suatu daerah akan mempengaruhi derajat

Margadana pada Dinas Pekerjaan Umum Kota Tegal akan melaksanakan Pemilihan Langsung dengan pascakualifikasi untuk paket pekerjaan konstruksi secara elektronik

Hasil penelitian dari 34 ibu bersalin di RSUD Wonogiri didapatkan 11 ibu dengan anemia dalam kehamilan, 45,5% mengalami perdarahan postpartum karena atonia uteri dan

Ha (2004 dalam Alam dan Yasin, 2010:80) mendapatkan temuan bahwa faktor-faktor transaksi online terdiri dari : 1) Tingkat risiko (perceived risk, keamanan/privasi). Konsumen

Guru menginformasikan kepada siswa bahwa pada pertemuan berikutnya akan dilaksanakan Praktik Cara mengidentifikasi jenis-jenis gangguan yang terjadi pada Poros Penggerak Roda serta

Alhamdulillah, puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, taufik, hidayah dan Inayah-Nya, melalui ilmu-Nya yang Maha Luas dan tak