• Tidak ada hasil yang ditemukan

perkembangan peserta dan didik abk.docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "perkembangan peserta dan didik abk.docx"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK

PERKEMBANGAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

DEWI JUSTITIA, M.PD

OLEH

AJENG NUR ISVIANTI 1445163851 FATHIN QONITALILLAH 1445161181

ISMI NOVITA 1445160745

KRISDAYANTI 1445160099

MUHAMMAD FIQLI F 1445162575 NOVIA LISTIANI 1445160698 REGISTA MEIDY ALVIANI 1445164529

SALMAN AQIL 1445163680

WAFI WAFIROH 1445161594

Manajemen Pendidikan B 2016

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan

Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang

berjudul “Perkembangan Anak Berkebutuhan Khusus” untuk memenuhi tugas

mata kuliah Perkembangan Peserta Didik.

Terima kasih kami ucapkan kepada Ibu Dewi selaku dosen pembimbing

mata kuliah Perkembangan Peserta Didik. Kami juga berterima kasih kepada

orang tua dan teman-teman yang sudah mendukung kami dalam menyelesaikan

tugas ini.

Karena pembuatan makalah ini terbilang singkat, maka kami menyadari

banyaknya kekeliruan dalam makalah ini. Untuk itu, kami mohon kritik serta

saran dari pembaca agar menjadi masukan bagi pembuatan makalah

selanjutnya. Terima kasih.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Jakarta, 25 April 2017

(4)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar... i

Daftar Isi... ii

BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah... 1

1.3 Tujuan... 2

BAB II Pembahasan 2.1 Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus... 3

2.2 Jenis/ Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus... 3

2.2.1 Gangguan Penglihatan... 3

2.2.2 Gangguan Pendengaran... 6

2.2.3 Gangguan Intelektual... 10

2.2.4 Gangguan Ganda... 12

2.2.5 Gangguan Fisik dan Kesehatan... 14

2.2.6 Gangguan Emosi dan Perilaku... 17

2.2.7 Kesulitan Belajar... 19

2.2.8 Lambat Belajar... 22

2.2.9 Autism... 24

2.2.10 ADHD... 25

2.2.11 Cerdas atau Bakat Istimewa... 27

BAB III Penutup 3.1 Kesimpulan... 29

3.2 Saran... 29

(5)

BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Pada awalnya, istilah penyandang cacat adalah istilah yang digunakan untuk anak-anak dengan kekurangan atau kondisi khusus tertentu. Istilah ni terus mengalami penyesuaian dan penyempurnaan menjadi beberapa istilah, antara lain: diffabel, anak luar biasa, handicap, dan anak berkebutuhan khusus. Istilah ABK dianggap sebagai istilah yang cocok digunakan dalam dunia pendidikan.

Adanya landasan hukum untuk perkembangan dan pendidikan anak berkeb utuhan khusus menunjukkan adanya perhatian yang terarah dari pemerintah Indonesia. Beberapa landasan hukum tersebut yaitu:

1. Undang-undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat 1 “setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan”

2. Undang-undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 5 (1) Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. (2) Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Pasal 32 (1) Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

1.2 Rumusan Masalah 1. Apa itu tunanetra? 2. Apa itu tunarungu? 3. Apa itu tunagrahita? 4. Apa itu tunaganda?

5. Apa itu gangguan fisik dan kesehatan? 6. Apa itu gangguan emosi dan perilaku? 7. Apa itu kesulitan belajar?

8. Apa itu lambat belajar? 9. Apa itu autism?

10. Apa itu ADHD?

(6)

1.3 Tujuan

1. Mengetahui tentang tunanetra 2. Mengetahui tentang tunarungu 3. Mengetahui tentang tunagrahita 4. Mengetahui tentang tunaganda

5. Mengetahui tentang gangguan fisik dan kesehatan 6. Mengetahui tentang gangguan emosi dan perilaku 7. Mengetahui tentang kesulitan belajar

8. Mengetahui tentang lambat belajar 9. Mengetahui tentang autism

10. Mengetahui tentang ADHD

(7)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

Anak berkubutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan individu pada umumnya tanpa selalu menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi dan fisik. Yang termasuk ke dalam anak berkebutuhan khusus antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan perilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan. Istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat. Menurut Kanner dalam Jamaris (2006:85) adalah orang ynag mengemukakan autisme; anak autis adalah anak yang mengalami outstanding fundamental disorder sehingga tidak mampu melakukan interaksi dengan lingkungannya. Oleh sebab itu, anak autis bersifat menutup diri dan tidak peduli, serta tidak memperhatikan lingkungannya (Greespan dan Wider dalam Jamaris, 2006:85).

Karena karakteristik dan hambatan yang dimiliki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan da potensi merela contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan

Braille dan tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat. Anak berkebutuhan khusus biasanya bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) sesuai dengan kekhususannya masing-masing. SLB bagian A untuk tunanetra, SLB bagian B untuk tunarungu, SLB bagian C untuk tunagrahita, SLB bagian D untuk tunadaksa, SLB bagian E untuk tunalaras dan SLB bagian G untuk cacat ganda.

2.2 Jenis/ Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus 2.2.1 Gangguan Pengelihatan (Tunanetra)

a. Pengertian

(8)

ternyata ketajaman visualnya tidak melebihi 20/200 atau setelah dilakukan berbagai upaya perbaikan terhadap kemampuan visualnya ternyata pandangannya tidak melebihi 20 derajat.

Hubungan dengan tujuan pendidikan gangguan penglihatan berarti adanya kerusakan penglihatan dimana walaupun sudah dilakukan perbaikan masih mempengaruhi prestasi belajar secara optimal. Oleh karena itu, berdasarkan sudut pandang pendidikan, ada dua kelompok gangguan penglihatan yaitu :

a. Siswa yang tergolong buta akademis (Educational Blind) mencakup siswa yang tidak dapat lagi menggunakan penglihatannya untuk tujuan belajar huruf awas/cetak. Pendidikan yang diberikan pada siswa meliputi program pengajaran yang memberikan kesempatan anak untuk belajar melalui non-Visual Senses (sensori lain diluar penglihatan).

b. Siswa yang melihat sebagian/kurang awas (the partially sighted/low vision), meliputi siswa yang dengan pengelihatan yang masih berfungsi secara cukup di antara 20/70 sampai 20/200, atau mereka yang mempunyai ketajaman penglihatan normal tapi medan pengandangan kurang dari 20 derajat. Dengan demikian cara belajar utamanya semaksimal mungkin menggunakan sisa penglihatan.

b. Penyebab/Etiologi

Penyebab kerusakan penglihatan dapat terjadi pada masa pranatal atau sebelum anak dilahirkan, pada proses kelahiran maupun setelah anak dilahirkan. Kerusakan penglihatan sejak lahir biasanya disebabkan berbagai hal, seperti: faktor keturunan ,infeksi,(misalnya campak Jerman), atau ditularkan oleh ibu saat janin masih dalam proses pembentukan di saat kehamilan.Kerusakan penglihatan juga dapat merupakan akibat penggunaan oksigen berlebihan ketika bayi prematur di dalam inkubasi penyebab lainnya seperti: komplikasi virus rubella, kurangnya vitamin A, kelahiran dengan berat badan rendah, dan defisiensi warna.

(9)

ditemukan di pedesaan miskin dengan kondisi tempat tinggal yang kumuh, sesak, kurang air dan kurangnya sanitasi yang memadai.

Kerusakan atau kehilangan penglihatan yang terjadi pada usia belasan, kalau pun terjadi biasanya karena luka terbentur benda keras, bola, kecelakaan kendaraan, dan lain-lain.Anak yang buta sejak lahir secara alamiah berbeda kondisinya dibandingkan dengan anak yang kehilangan penglihatannya pada usia belasan tahun. Hal ini penting untuk diketahui oleh pendidik, karena keduanya memiliki kemampuan yang berbeda. Anak yang buta sejak lahir memiliki proses belajar melalui pendengaran, perabaan, dan Indra non-visual lainnya yang kuat. Sementara anak yang kehilangan penglihatan di usia belasan tahun memiliki pengalaman visual yang luas, dimana ingatan visual tersebut dapat membantu dalam proses pendidikan. Namun begitu, anak yang mengalami kebutaan setelah sebelumnya dapat melihat, biasanya membutuhkan penerimaan dan dukungan emosional yang lebih besar. Oleh karena itu, penyesuaian yang dilakukan hendaknya dilakukan secara bertahap. c. Karakteristik Fisik Motorik

Perkembangan motorik anak tunanetra cenderung lambat.Kemampuan orientasi arah yang mereka miliki biasanya buruk, kesadaran tubuh (body awareness) tidak tepat mengkoordinasikannya, dan kurang dapat memperkirakan cara bergerak yang aman atau tepat pada situasi yang baru. Oleh karena itu, maka anak tunanetra juga memiliki keterbatasan mobilitas atau kemampuan untuk berpindah tempat.

Anak tunanetra harus belajar cara berjalan dengan aman dan efisien dalam suatu lingkungan. Biasanya, anak lebih termotivasi akan memiliki mobilitas yang lebih baik. Sebaliknya, anak yang cenderung lebih frustasi menjadi kurang termotivasi untuk mencapai keterampilan-keterampilan mobilitasnya.

d. karakteristik Kognitif

(10)

tidak benar jika kebutaan selalu mengakibatkan intelegensi seseorang menjadi lebih rendah. Meskipun jika diukur dengan tes intelegensi, tingkat kecerdasan anak tunanetra biasanya berada di taruh di bawah rata-rata. Hal ini disebabkan karena mereka hanya menyelesaikan tugas-tugas verbal dan memiliki keterbatasan untuk menyelesaikan tugas-tugas performance.

e. Karakteristik Sosial Emosi

Anak tunanetra biasanya memiliki masalah dalam penyesuaian diri, merasa tidak berdaya, dan tergantung pada orang lain. Mereka cenderung pasif dan kurang memperhatikan dirinya sendiri, sehingga cenderung membutuhkan orang lain untuk membantu aktivitas sehari-harinya seperti: makan, minum, berpakaian dan lain lain.Perkembangan bahasa anak tunanetra tidak menunjukkan perbedaan.Hanya saja, keterbatasan pengalaman visual, menyebabkan bahasa mereka lebih mengarah pada dirinya sendiri.

Kesulitan interaksi sosial biasanya terjadi karena merespon masyarakat yang tidak sesuai pada anak-anak tunanetra ini. Hal ini karena anak tunanetra biasanya memiliki ekspresi wajah yang berbeda dari anak normal. Mereka sulit menyembunyikan perasaan yang sebenarnya, terutama perasaan-perasaan yang negatif. Anak tunanetra juga sering menunjukkan perilaku stereotipik atau gerakan yang sama dengan diulang-ulang seperti: menggoyangkan tubuh, mencongkel atau menggaruk mata, gerakan jari atau tangan yang berulang-ulang diketuk-ketukan.

2.2.2 Gangguan pendengaran (Tunarungu) a. Pengertian

Donald F. Morees (dalam supena dkk, 2012), mendefinisikan tunarungu adalah: “istilah umum yang menunjukkan kesulitan mendengar dari yang ringan sampai berat, digolongkan kedalam tuli dan kurang dengar. Orang tuli adalah yang kehilangan kemampuan mendengar sehingga menghambat proses informasi bahasa melalui pendengaran, baik memakai ataupun tidak memakai alat bantu dengar. Orang kurang dengar adalah yang memakai alat bantu dengar, di mana batas pendengaran yang dimilikinya cukup memungkinkan keberhasilan proses informasi bahasa melalui pendengaran”.

(11)

Mangunsong (2011) klasifikasi keturunan yang bersifat kuantitatif menunjukkan pada gangguan pendengaran sesuai dengan hilangnya pendengaran yang dapat diukur dengan alat audiometri yaitu sebagai berikut: kelompok 1: anak yang kehilangan pendengaran ringan (20-30 dB)

gangguan ini merupakan ambang batas antara orang yang sulit mendengar dengan orang normal. Mereka mampu berkomunikasi dengan menggunakan pendengarannya. Mereka baru tidak bisa mendengar lagi terhadap suara bisa bisikan.

kelompok 2: anak yang kehilangan pendengaran Marginal (30-40 dB). Anak sering mengalami kesulitan mengikuti suatu pembicaraan pada jarak beberapa meter. Mereka masih bisa menggunakan telinganya untuk mendengar, namun harus dilatih. Anak ini sudah tidak bisa mendengar lagi terhadap suara yang setara suara alat rumah tangga atau mesin tik listrik.

Kelompok 3: anak yang kehilangan pendengaran berat(40-60 dB). Dengan bantuan alat bantu dengar dan bantuan mata, saat ini masih bisa belajar berbicara dengan mengandalkan alat-alat pendengaran. Mereka sudah tidak bisa mendengar lagi terhadap suara yang setara alat rumah tangga atau mesin tik listrik.

Kelompok 4: anak yang kehilangan pendengaran beras (60-75 dB). Pada

kondisi ini, anak dianggap ‘tuli secara edukatif’. Mereka berada pada ambang batas antara sulit mendengar dengan tuli. Anak-anak ini tidak bisa belajar berbicara tanpa menggunakan teknik-teknik khusus. Mereka sudah tidak dapat mendengar lagi terhadap percakapan biasa.

Kelompok 5: anak yang kehilangan pendengaran yang parah (di atas 75

dB). Anak sudah tidak bisa lagi belajar bahasa dengan semata-mata mengandalkan telinga, meskipun sudah didukung dengan alat bantu dengar. Mereka sudah tidak dapat mendengar suara-suara seperti: jaringan telepon, lalu lintas jalan raya, suara motor ataupun petir.

(12)

daripada telinganya. Jika dipaksakan untuk berkomunikasi secara verbal, maka biasanya anak akan memaksa atau mengandalkan bagian lain dari tubuhnya seperti: mata, gerakan tubuh, wajah, isyarat tangan, dan sebagainya (selain juga tetap berusaha menggunakan telinga, mulut, dan lidahnya untuk berbicara).

b. Penyebab/Etiologi

Ketunarunguan dapat terjadi sebelum lahir, pada saat kelahiran atau sesudah lahir. Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut: a) Faktor keturunan dari salah satu atau kedua orang tua yang tunarungu.Ibu

yang mempunyai darah RH (-), maka sistem pembuangan antibodi Ibu sampai pada sirkulasi janin. Virus tersebut dapat membunuh pertumbuhan sel-sel dan menyerang jaringan mata, telinga, dan organ lainnya.

b) Penyakit virus rubella yang diderita ibu yang sedang mengandung.Pada masa kandungan 3 bulan pertama, Penyakit ini berpengaruh pada janin, 50% dalam yang dikandung akan mengalami kelainan pendengaran.

c) Keracunan darah atau toxaminia yang diderita ibu yang sedang mengandung, yang mengakibatkan kerusakan plasenta sehingga mempengaruhi pertumbuhan janin dan menyerang alat pendengaran.

d) Infeksi saat dilahirkan, dimana anak tertular virus aktif dari penyakit kelamin ibu. Penyakit-penyakit yang ditularkan ibu kepada anak yang dilahirkannya ini dapat mengakibatkan kerusakan pada alat-alat atau syaraf pedengaran.

e) Meningitis atau radang selaput otak, yang disebabkan oleh bakteri yang menyerang telinga dalam melalui sistem sel-sel udara pada telinga tengah. f) Radang telinga bagian tengah (otitis media) pada anak, yaitu keluarnya

nanah yang memukul dan menggan mengganggu hantaran bunyi. Badan ini sering terjadi sebelum usia 6 tahun, dan biasanya karena penyakit pernafasan berat atau pilek dan campak.

c. Karakteristik Fisik Motorik

(13)

yang menjadi keinginannya. Oleh karena itu, mereka cenderung terlihat tidak sabar karena sulit menunda pemuasan kebutuhan dalam jangka panjang.

d. Karakteristik Kognitif

Pendengaran dan perkembangan bahasa memiliki hubungan yang sangat besar, dan ini merupakan masalah yang besar bagi anak tunarungu. Kepandaiannya berbicara tergantung pada tingkat kerusakan pendengaran dan usia awal munculnya kerusakan pendengaran tersebut. Struktur bahasa yang digunakan anak tunarungu biasanya lebih sederhana dibandingkan anak normal. Hal ini terlihat baik dalam bentuk bahasa lisan maupun bahasa tulisan. Morees (dalam hallahan dan Kauffman,2006) yang menyimpulkan bahwa anak tunarungu dan anak normal memiliki kemampuan kognitif dan intelektualitas yang sama. Namun demikian, prestasi akademik yang bergantung pada bahasa menyebabkan prestasi pendidikan anak tunarungu menjadi rendah atau bahkan mengalami keterlambatan belakangan yang serius.

e. Karakteristik Sosial Emosi

Beberapa karakteristik sosial emosi anak tunarungu yang menonjol yaitu:  Sifat egosentris yang lebih besar.Mereka menempatkan diri pada cara

berpikir dan perasaan orang lain. Mereka juga kurang menyadari atau peduli tentang efek perilakunya terhadap orang lain.

 Kesulitan penyesuaian diri. Keterbatasan dalam kemampuan bahasa

membatasi kemampuannya untuk mengintegrasikan pengalaman dan sekaligus akan semakin memperkuat sifat egosentrisnya.

 Sifat kaku dan sikap yang kurang luwes dalam memandang dunia dan

tugas-tugas kesehariannya.

 Sifat cepat marah dan mudah tersinggung. Temper tantrum dan frusstasi yang bersifat fisik seringkali ditunjukkan karena mereka melakukannya dalam bentuk bahasa.

(14)

2.2.3 Gangguan Intelektual (Tunagrahita) a. Pengertian

Istilah untuk anak tunagrahita bervariasi, dalam bahasa Indonesia dikenal dengan nama : lemah pikiran, terbelakang mental, cacat grahita dan tunagrahita.

Dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama Mentally Handicaped, Mentally Retardid. Anak tunagrahita adalah bagian dari anak luar biasa. Anak luar biasa yaitu anak yang mempunyai kekurangan, keterbatasan dari anak normal. Sedemikian rupa dari segi: fisik, intelektual, sosial, emosi dan atau gabungan dari hal-hal tadi, sehingga mereka membutuhkan layanan pendidikan khusus untuk mengembangkan potensinya secara optimal. Jadi anak tunagrahita adalah anak yang mempunyai kekurangan atau keterbatasan dari segi mental intelektualnya, dibawah rata-rata normal, sehingga mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik, komunikasi, maupun sosial, dan karena memerlukan layanan pendidikan khusus.

b. Penyebab/Etiologi

Faktor -faktor penyebab terjadinya tunagrahita : 1. Prenatal (sebelum lahir)

Adalah proses sebelum dilahirkan (dalam kandungan)  Adanya faktor genetika

 Ibu waktu hamil perokok berat dan minuman keras

 Ibu yang mengalami depresi berat

 Ibu mengalami kecelakaan waktu hamil (benturan)

 Ibu hamil yang kekurangan gizi

 Ibu hamil pemakai obat-obatan (naza)

 Campak

 Diabetes

 Cacar

2. Natal (waktu lahir)

(15)

 Sudah terlalu lama, dapat mengakibatkan kekurangan oksigen pada bayi,

 Tulang panggul ibu yang terlalu kecil dapat menyebabkan otak

terjepit dan menimbulkan pendarahan pada otak (anoxia),  Sewaktu melahirkan menggunakan alat bantu (penjepit, tang)

 Melahirkan belum waktunya (prematur)

 Ibu yang mempunyai penyakit kelamin

3. Pos natal (sesudah lahir) Adalah setelah ibu melahirkan

 Anak mengalami kecelakaan (jatuh mengenai bagian kepala)

 Anak mengalami gizi buruk, busung lapar, demam tinggi yang

disertai kejang-kejang\

 Radang selaput otak (meningitis) dapat menyebabkan seorang anak

menjadi ketunaan (tunagrahita).

c. Karakteristik Fisik Motorik

Anak yang mengalami tunagrahita memiliki fisik yang hampir sama dengan anak normal pada umunya. Namun, kematangan motoriknya lambat, kordinasi gerak kurang baik (gerakan sering tidak terkendali). Pada kasus tunagrahita berat kondisi fisik lebih terlihat contohnya kepala yang terlalu besar atau kecil.

d. Karakteristik Kognitif

Adapun karakteristik tunagrahita sebagai berikut:  Sulit mempelajari hal-hal akademik.

 Anak tunagrahita ringan, kemampuan belajarnya paling tinggi setaraf

anak normal usia 12 tahun dengan IQ antara 50 – 70.

 Anak tunagrahita sedang kemampuan belajarnya paling tinggi setaraf

anak normal usia 7, 8 tahun IQ antara 30 – 50

 Anak tunagrahita berat kemampuan belajarnya setaraf anak normal usia 3 – 4 tahun, dengan IQ 30 ke bawah.

(16)

Adapun kondisi sosial emosi tunagrahita sebagai berikut: Bergaul dengan anak yang lebih muda.

Suka menyendiri

Mudah dipengaruhi\

Kurang dinamis

Kurang pertimbangan/kontrol diri

Kurang konsentrasi

Mudah dipengaruhi

Tidak dapat memimpin dirinya maupun orang lain.

Tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai usia,

Tidak ada/kurang sekali perhatiannya terhadap lingkungan

2.2.4 Gangguan Ganda (Tunaganda) a. Pengertian

Tunaganda adalah anak yang memiliki kombinasi kelainan (baik dua jenis kelainan atau lebih) yang menyebabkan adanya masalah pendidikan yang serius ,sehingga dia tidak hanya dapat diatas dengan suatu program pendidikan khusus untuk satu kelainan saja, melaiankan harus didekati dengan variasi program pendidikan sesuai kelainan yang dimiliki.

Tunaganda adalah mereka yang menyandang lebih dari satu jenis keluarbiasaan, misalnya penyandang tunanetra dengan tunarungu sekaligus, penyandang tunadaksa disertai dengan tunagrahita atau bahkan tunadaksa , tunarungu, dan tunagrahita sekaligus.

Departemen Pendidikan Amerika Serikat memberikan pengertian anak-anak yang tergolong tunaganda adalah anak-anak yang karena mempunyai masalah-masalah jasmani, mental atau emosional yang sangat berat atau kombinasi dari beberapa masalah tersebut, sehingga agar potensi mereka dapat berkembang secara maksimal memerlukan pelayanan pendidikan sosial, psikology dan medis yang melebihi pelayanan program pendidikan luar biasa secara umum, (Heward dan Orlansky,1988, p:370).

(17)

dalam mengontrol fungsi-fungsi perut dan kandungan kemih dan makan sendiri (Sontag, Smith dan Sailor seperti di kutip oleh Heward dan Orlansky,1988).

b. Penyebab/ Etiologi

Anak tunaganda disebabkan oleh faktor yang variatif, yang dapat terjadi pada saat sebelum kelainan, saat kelahiran, dan atau setelah kelahiran. 1. Faktor Prenatal :

 Ketidaknormalan kromosom

 Komplikasi-komplikasi pada anak dalam kandungan

 Ketidakcocokan Rh infeksi pada ibu

 kekurangan gizi ibu yang sedang mengadung

 serta terlalu banyak menkonsumsi obat dan alkohol

2. Faktor Natal :

 Kelahiran prematur kekurangan oksigen pada saat kelahiran

 luka pada otak saat kelahiran

3. Faktor natal :

 Kepala mengalami kecelakaan kendaraan

 jatuh dan mendapat pukulan atau siksaan

4. Nutrisi yang salah :

Anak tidak dirawat dengan baik, keracunan makanan atau penyakit tertentu yang sama, sehingga dapat berpengaruh terhadap otak (meningitis atau encephalities).

c. Karakteristik Fisik Motorik

 Kurang komunikasi atau sama sekali tidak dapat berkomunikasi:

Banyak yang tidak dapat berbicara, bila ada komunikasi mereka tidak merespon. ini menyebakan pelayanan pendidikan menjadi sulit.

 Perkembangan motorik dan fisik terbelakang: Sebagian besar anak tuna ganda mempunyai keteratasan dalam mobilitas fisik contoh : tidak dapat berjalan.

(18)

 Kurang dalam keterampilan menolong diri sendiri. Contoh : tidak dapat mengurus diri sendiri misalnya makan, berpakaian .

 Jarang berprilaku dan berinteraksi yang sifatnya kontruktif: Anak-anak

yang sehat dan tergolong cacat senang bermain dengan anak-anak lain.

2.2.5 Gangguan Fisik dan Kesehatan

1. Gangguan Fisik (Physical Disabilities)

Physical Disabilities The two major groups of physical disabilities are 1. Neuromotor impairments 2. Muscular/skeletal conditions are some diseases, such as polio, are now prevented in the United States. Others, such as multiple sclerosis, are found in adults but seldom seen in children; and some, such as muscular dystrophy and spina bifida, have extremely low prevalence rates. Other conditions, such as epilepsy and cerebral palsy, are more prevalent, and teachers should have knowledge about these conditions because they might teach students who have special needs as a consequence of them. Neuromotor impairments are conditions caused by damage to the central nervous system (the brain and the spinal cord). The resulting neurological impairment limits muscular control and movement.

Muscular/skeletal conditions are impairments that affect the limbs or muscles. Individuals with these conditions usually have trouble controlling their movements, but the cause is not neurological. Some need to use special devices and technology even to do simple tasks—such as walking, eating, or writing—that most of us take for granted. And, because physical disabilities are often so obvious, it is easy to overlook the associated difficulties many of these individuals have with social skills (Coster & Haltiwanger, 2004).

Kelainan fisik dapat disebabkan oleh

a. Gangguan Saraf Motorik

(19)

 Cerebral palsy

Cerebral palsy adalah suatu gangguan gerakan dan postur.Cerebral palsy (CP) disebabkan oleh luka yang terdapat pada otak yang terjadi ketika sebelum dilahirkan, sedang dilahirkan, atau ketika beberapa tahun pertama setelah dilahirkan. Karakteristik yang timbul dari luka tersebut yaitu dapat menghambat kemampuan otak dalam mengendalikan otot tubuh dengan benar. Tanpa adanya perintah yang jelas dari otak, maka bayi dengan CP memiliki kesulitan dalam mempelajari kemampuan motorik dasar seperti merangkak, berduduk, ataupun berjalan.

Anak penderita CP membutuhkan peralatan dan prosedur yang spesial dalam hal implikasi edukasi, karena kelainan fisik mereka. Akan tetapi, mereka sering membutuhkan prosedur edukasi khusus dan peralatan yang sama dengan anak yang memiliki gangguan pendengaran, penglihatan, atau gangguan komunikasi, gangguan belajar, gangguan perilaku atau emosi, atau ketidakmampuan intelektual.

 Seizure disorder (epilepsy)

Seizure adalah suatu pelepasan energi elektrik secara abnormal yang terjadi dalam sel otak tertentu. Anak yang terkena seizure biasanya diikuti oleh demam tinggi atau penyakit yang serius. Epilepsi adalah sebuah kondisi saraf kronis dan apabila seizure yang terus-menerus kumat, maka akan terjadi epilepsi.

Seizure disebabkan oleh kerusakan pada otak. Di dalamnya termasuk kurangnya oksigen yang cukup (hypoxia), gula darah rendah (hypoglycemia), infeksi, dan trauma fisik. Seizure dapat disebabkan oleh kondisi yang berbeda, termasuk demam tinggi, keracunan, traumma, dan kondisi lain yang sudah disebutkan sebelumnya. Akan tetapi, dalam banyak kasus penyebab seizure masih belum bisa diketahui.

 Spina bifida dan luka sumsum tulang belakang lainnya

(20)

Spina bifida sering diikuti oleh kelumpuhan kaki, bagian anal dan otot kantung kemih karena saraf impuls tidak dapat berjalan melewati area kerusakan.

Anak mungkin perlu reposisi berkala selama hari sekolah dan dipantau secara berhati-hati selama beberapa kegiatan yang melibatkan cedera. Anak dengan spina bifida juga mungkin memiliki beberapa masalah khusus dalam orientasi spasial, spatial judgment, pengartian mengenai arah dan jarak, mengatur emampuan motorik, dan gambaran tubuh atau body awareness. Untuk menghadapi anak dengan spina bifida, pihak sekolah dan pengajar sebaiknya tau kebijakan apa yang baik untuk menghadapi anak tersebut dengan memberikan perlakuan khusus untuk aktivitas-aktivitas fisik serta adanya bantuan dari perawat sekolah.

b. Gangguan tulang dan otot rangka

Dua gangguan muscoloskeletal yang paling umum mempengaruhi anak-anak dan para remaja adalah muscular dystropy dan juvenile rheumatoid arthritis. Muscular dystropy adalah penyakit keturuna yang ditandai dengan kelemahan progresif yang disebabkan oleh degenerasi serat otot. Belum ditemukan obat yang menjanjikan dalam farmatologi untuk penyakit ini. Juvenile rheumatoid arthritis adalah penyakit yang berpotensi melemahkan otot-otot dan sendi. Penyebab dan obat untuk penyakit ini belum diketahui. Kondisi ini bisa sangat menyakitkan dan terkadang disertai dengan komplikasi seperti demam, masalah pernafasan, masalah jantung, dan infeksi mata. Di antara anak-anak dengan cacat fisik lain seperti cerebral palsy, juvenile rheumatoid arthritis dapat menjadi faktor yang memengaruhi pergerakan sendi dan keterbatasan untuk bergerak, selain itu dapat secara signifikan memengaruhi kemajuan sosial dan akademik siswa disekolah.

(21)

berada di rumah sakit atau rumah, dan untuk membuat pengalaman pendidikan senormal mungkin.

2. Gangguan Kesehatan (Health Disabilities)

Health Disabilities The two types of health disabilities are 1. Chronic illnesses 2. Infectious diseases. Chronic Illnesses The most common chronic illness among children is asthma, a pulmonary disease causing labored breathing that is sometimes accompanied by shortness of breath, wheezing. and a cough. It is the leading cause of school absences and hospitalizations of children (Asthma Foundation, 2005: National Institute of Environmental Health Sciences [NIEHS], 2005). Infectious Diseases In part because they are so frightening and in part because they are so dangerous. infectious diseases catch our attention. However, in many instances, occurrence is rare and the public reaction to those who contract the disease is irrational.

2.2.6 Gangguan Emosi dan Perilaku a. Pengertian

Gangguan emosi dan perilaku (ditjen PLB.com, 2006) juga diartikan sebagai anak yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dan bertingkah laku tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan kelompok usia maupun masyarakat pada umumnya, sehingga merugikan dirinya maupun orang lain, dan karenanya memerlukan pelayanan pendidikan khusus demi kesejahteraan dirinya maupun lingkungannya.

Lima ciri yang menggambarkan anak yang mengalami gangguan perilaku, antara lain:

 Tidak mampu belajar yang bukan disebabkan oleh factor kesehatan

seperti cacat indera atau fisik lainnya. Tetapi, pada dasar fisiknya baik-baik saja, yang menghambat adalah keadaan psikologisnya

(22)

 Perasannya suka tidak normal, berubah-ubah tidak jelas tanpa sebab nyata dan pasti.

Mood mudah terganggu atau terdistraksi, kadang marah, depresi, kecewa. Intinya emosionalnya labil.

 Cenderung takut sendiri karena masalah pribadi dan di sekolah, maka

akan mengeluarkan emosi dan perilaku seperti, menangis dan mengamuk. Jika ditanyakan alasannya, akan menyinggung perihal masalah pribadi dan hal di sekolahnya.

b. Penyebab Gangguan Tunalaras

1. Kondisi/Keadaan Fisik

Kondisi fisik ini dapat berupa kelainan atau kecacatan baik tubuh maupun sensoris yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang.Kecacatan yang dialami seseorang mengakibatkan timbulnya keterbatasan dalam memenuhi kebutuhanya baik berupa kebutuhan fisik-biologis maupun kebutuhan psikisnya. Kondisi ini kadang menimbulkan perasaan inferioritas dan menyebabkan ketidakstabilan emosi anak yang pada akhirnya berujung pada gangguan perilaku.

2. Masalah Perkembangan

Erikson (dalam Singgih D. Gunarsa,1985:107) menjelaskan bahwa setiap memasuki fase perkembangan baru, individu dihadapkan berbagai tantangan satu krisis emosi. Apabila ego dapat mengatasi krisis ini, individu dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan social atau masyarakat.Sebaliknya apabila individu tidak dapat menyelesaikan masalah tersebut maka akan menimbulkan gangguan emosi dan tingkah laku. Konflik emosi ini terjadi pada masa kanak-kanak dan masa pubertas.

3. Lingkungan Keluarga

Keluarga memiliki pengaruh yang demikian penting dalam membentuk kepribadian anak.Keluargalah peletak dasar perasaan aman pada anak, dalam keluarga pula anak memperoleh pengalaman pertama mengenai perasaan dan sikap social.

(23)

Timbulnya gangguan tingkah laku yang disebabkan lingkungan sekolah berasal dari guru dan fasilitas pendidikan.Perilaku guru yang otoriter mengakibatkan anak menjadi tertekan dan takut menghadapi pelajaran, sehingga anak lebih memilih membolos dan berkeluyuran.Fasilitas pendidikan juga mempengaruhi gangguan tingkah laku.Sekolah yang tidak mempunyai fasilitas untuk anak menyalurkan bakat dan mengisi waktu luang mengakibatka anak menyalurkan aktivitas pada hal-hal yang kurang baik.

5. Lingkungan Masyarakat

Di dalam lingkugan masyarakat terdapat banyak sumber yang merupakan pengaruh negative yang dapat memicu timbulnya perilaku menyimpang.Sikap masyarakat - masyarakat yang negative ditambah banyaknya hiburan yang tidak sesuai dengan perkembangan jiwa anak merupakan sumber terjadinya kelainan tingkah laku.Masuknya pengaruh kebudayaan asing yang kurang sesuai dengan tradisi yang dianut masyarakat yang diterima oleh kalangan remaja dapat menimbulkan konflik yang sifatnya negative.

2.2.7 Kesulitan Belajar a. Pengertian

Menurut Hammill, et al., (1981) Kesulitan belajar adalah beragam bentuk kesulitan yang nyata dalam aktivitas mendengarkan, bercakap-cakap, membaca, menulis, menalar, dan/atau dalam berhitung.Gangguan tersebut berupa gangguan intrinsik yang diduga karena adanya disfungsi sistem saraf pusat. Kesulitan belajar bisa terjadi bersamaan dengan gangguan lain (misalnya gangguan sensoris, hambatan sosial, dan emosional) dan pengaruh lingkungan (misalnya perbedaan budaya atau proses pembelajaran yang tidak sesuai). Gangguan-gangguan eksternal tersebut tidak menjadi faktor penyebab kondisi kesulitan belajar, walaupun menjadi faktor yang memperburuk kondisi kesulitan belajar yang sudah ada.

(24)

bahasa verbal atau nonverbal.Individu berkesulitan belajar memiliki inteligensi tergolong rata-rata atau di atas rata-rata dan memiliki cukup kesempatan untuk belajar.Mereka tidak memiliki gangguan sistem sensoris.

NJCLD (National Joint Committee of Learning Disabilities) dalam Lerner, (2000) Kesulitan belajar adalah istilah umum untuk berbagai jenis kesulitan dalam menyimak, berbicara, membaca, menulis, dan berhitung.Kondisi ini bukan karena kecacatan fisik atau mental, bukan juga karena pengaruh faktor lingkungan, melainkan karena faktor kesulitan dari dalam individu itu sendiri saat mempersepsi dan melakukan pemrosesan informasi terhadap objek yang diinderainya.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kesulitan belajar merupakan beragam gangguan dalam menyimak, berbicara, membaca, menulis, dan berhitung karena faktor internal individu itu sendiri, yaitu disfungsi minimal otak.Kesulitan belajar bukan disebabkan oleh faktor eksternal berupa lingkungan, sosial, budaya, fasilitas belajar, dan lain-lain.

b. Karasteristik Kesulitan Belajar

Mencermati definisi dan uraian di atas tampak bahwa kondisi kesulitan belajar memiliki beberapa karakteristik utama, yaitu:

 Gangguan Internal

Penyebab kesulitan belajar berasal dari faktor internal, yaitu yang berasal dari dalam anak itu sendiri.Anak ini mengalami gangguan pemusatan perhatian, sehingga kemampuan perseptualnya terhambat.Kemampuan perseptual yang terhambat tersebut meliputi persepsi visual (proses pemahaman terhadap objek yang dilihat), persepsi auditoris (proses pemahaman terhadap objek yang didengar) maupun persepsi taktil-kinestetis (proses pemahaman terhadap objek yang diraba dan digerakkan).Faktor-faktor internal tersebut menjadi penyebab kesulitan belajar, bukan faktor eksternal (yang berasal dari luar anak), seperti faktor lingkungan keluarga, budaya, fasilitas, dan lain-lain.

 Kesenjangan antara Potensi dan Prestasi

(25)

pada kenyataannya mereka memiliki prestasi akademik yang rendah.Dengan demikian, mereka memiliki kesenjangan yang nyata antara potensi dan prestasi yang ditampilkannya.Kesenjangan ini biasanya terjadi pada kemampuan belajar akademik yang spesifik, yaitu pada kemampuan membaca (disleksia), menulis (disgrafia), atau berhitung (diskalkulia).  Tidak Adanya Gangguan Fisik dan/atau Mental

c. Klasifikasi Kesulitan Belajar

a. Kesulitan Belajar Perkembangan (Praakademik) Kesulitan yang bersifat perkembangan meliputi:  Gangguan Perkembangan Motorik (Gerak)

Gangguan pada kemampuan melakukan gerak dan koordinasi alat gerak. Bentuk-bentuk gangguan perkembangan motorik meliputi; motorik kasar (gerakan melimpah, gerakan canggung), motorik halus (gerakan jari jemari), penghayatan tubuh, pemahaman keruangan dan lateralisasi (arah).

 Gangguan Perkembangan Sensorik (Penginderaan)

Gangguan pada kemampuan menangkap rangsang dari luar melalui alat-alat indera. Gangguan tersebut mencakup pada proses: Penglihatan, Pendengaran, Perabaan, Penciuman, dan Pengecap.  Gangguan Perkembangan Perseptual (Pemahaman atau apa yang

diinderai)

Gangguan pada kemampuan mengolah dan memahami rangsang dari proses penginderaan sehingga menjadi informasi yang bermakna. Bentuk-bentuk gangguan tersebut meliputi:

 Gangguan dalam Persepsi Auditoris, berupa kesulitan memahami objek yang didengarkan.

 Gangguan dalam Persepsi Visual, berupa kesulitan memahami objek yang dilihat.

 Gangguan dalam Persepsi Visual Motorik, berupa kesulitan memahami objek yang bergerak

 Gangguan Memori, berupa ingatan jangka panjang dan pendek.

(26)

 Gangguan Spasial, berupa pemahaman konsep ruang.

 Gangguan Perkembangan Perilaku b. Kesulitan Belajar Akademik

Kesulitan Belajar akademik terdiri atas:  Disleksia atau Kesulitan Membaca

 Disgrafia atau Kesulitan Menulis

 Diskalkulia atau Kesulitan Berhitung

2.2.8 Lambat Belajar a. Pengertian

Dalam Supena dkk (2012), anak lambat belajar (slow learner) adalah anak yang memiliki potensi intelektual sedikit dibawah normal, tetapi belum termasuk tunagrahita. Biasanya memiliki IQ sekitar 70-90. Sedangkan menurut Burton dalam Sudrajat (2008), menyatakan bahwa slow learner adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf intelektual yang relatif sama.

Jadi, slow learner adalah anak dengan tingkat penguasaan materi yang rendah, padahal materi tersebut merupakan prasyarat bagi kelanjutan di pelajaran selanjutnya, sehingga mereka sering mengulang. Kecerdasan mereka memang di bawah rata-rata, tetapi mereka bukan anak yang tidak mampu, hanya saja mereka butuh perjuangan yang keras untuk menguasai apa yang diminta di kelas reguler. Keadaan ini berlangsung dari tahun ke tahun. Anak-anak seperti ini mengisi 14,1% populasi.

b. Penyebab/etiologi

Faktor yang mempengaruhi Slow Learner memiliki hubungan yang sangat erat dengan IQ, maka terdapat dua faktor yang mempengaruhinya:

1. Faktor Internal/Genetik/Hereditas

(27)

2. Faktor Eksternal/Lingkungan

Meskipun faktor genetik memiliki pengaruh yang kuat, namun lingkungan juga merupakan faktor penting. Lingkungan benar-benar menimbulkan perbedaan inteligensi. Gen dapat dianggap sebagai penentu batas atas dan bawah inteligensi atau penentu rentang kemampuan intelektual, tetapi pengaruh lingkungan akan menentukan di mana letak IQ anak dalam rentang tersebut (Atkinson, dkk, 1983). Kondisi lingkungan ini meliputi nutrisi, kesehatan, kualitas stimulasi, iklim emosional keluarga, dan tipe umpan balik yang diperoleh melalui perilaku.

3. Nutrisi meliputi nutrisi selama anak dalam kandungan, pemberian ASI setelah kelahiran, dan pemenuhan gizi lewat makanan pada usia di mana anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Nutrisi penting sekali bagi perkembangan otak anak.

Kualitas stimulasi dapat dilakukan dengan memperkaya lingkungan anak, sehingga dapat meningkatkan inteligensi anak. Berdasarkan penelitian Ramey, dkk (Santrock, 2007), masa pendidikan awal yang berkualitas tinggi (sampai usia lima tahun) secara signifikan akan meningkatkan inteligensi anak dari keluarga miskin.

Berikut ini adalah efek lingkungan yang berbeda terhadap IQ, berdasarkan penelitian yang dilakukan Beyley bahwa status sosial-ekonomi keluarga mempengaruhi IQ anak (Atkinson, dkk, 1983): efek lingkungan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap IQ, sehingga dapat disimpulkan bahwa individu dapat memiliki IQ sekitar 65 jika dibesarkan di lingkungan miskin, tetapi dapat memiliki IQ lebih dari 100 jika dibesarkan di lingkungan sedang atau kaya.

c. Karakteristik Fisik Motorik

Slow Learner sulit untuk diidentifikasi karena mereka tidak berbeda dalam penampilan luar dan dapat berfungsi secarav normal pada sebagian besar situasi. Mereka memiliki fisik yang normal, memiliki memori yang memadai, dan memiliki akal sehat. Hal-hal normal inilah yang sering membingungkan para orangtua, mengapa anak mereka menjadi slow-learner. Yang perlu diluruskan adalah walaupun

(28)

Di sisi lain, anak-anak slow-learner juga menunjukkan kelambatan dalam mengerjakan tugas-tugas. Mereka juga menguasai keterampilan dengan lambat, beberapa kemampuan bahkan sama sekali tidak dapat dikuasai.

d. Karakteristik Kognitif

Dalam beberapa hal, anak slow-learner mengalami hambatan atau keterlambatan berpikir, merespon rangsangan dan adaptasi sosial, tetapi masih jauh lebih baik dibanding dengan yang tuna-grahita, lebih lambat dibanding yang normal, mereka butuh waktu yang lebih lama dan berulang-ulang untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas akademik maupun non-akademik, dan karenanya memerlukan pelayanan pendidikan khusus.

Beberapa ciri kognitif lainnya adalah sebagai berikut:

 Berfungsinya kemampuan kognisi, hanya saja di bawah level normal.

 Memiliki kesulitan dalam mengikuti petunjuk-petunjuk yang memiliki banyak langkah.

 Hanya memiliki sedikit strategi internal, seperti kemampuan organisasional,

kesulitan dalam belajar dan menggeneralisasikan informasi.  Nilai-nilai yang biasanya kurang bagus dalam tes prestasi belajar.

 Memiliki daya ingat yang memadai, tetapi mereka lambat dalam mengingat.

e. Karakteristik Sosial Emosi

Anak-anak slow-learner biasanya memiliki self-image yang buruk. Salah satu penyebabnya adalah prestasi belajar mereka yang rendah. Mereka cenderung tidak matang dalam hubungan interpersonal, karena keterbatasannya yang tidak memperhatikan saat ini dan tidak memiliki tujuan yang panjang.

(29)

2.2.9 Autism

a. Pengertian Autis

Autisme adalah gangguan perkembangan saraf yang kompleks dan ditandai dengan kesulitan dalam interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku terbatas, berulang-ulang dan karakter stereotip. Gejala autis muncul sebelum 3 tahun pertama kelahiran sang anak. Autisme merupakan salah satu dari tiga gangguan Autism spectrum disorder. Dua di antaranya adalah sindrom Asperger dan PDD-NOS (pervasive developmental disorder, not otherwise specified).

b. Penyebab Autis

Menurut Centre of Disease Control (CDC), tidak ada yang tahu apa yang menyebabkan anak-anak menjadi autis. Para ilmuwan berpikir bahwa ada hubungan genetika dan lingkungan. Mengetahui penyebab pasti dari autisme sangat sulit karena otak manusia sangat rumit. Otak mengandung sel saraf lebih dari 100 miliar neuron disebut. Setiap neuron mungkin memiliki ratusan atau ribuan sambungan yang membawa pesan ke sel-sel saraf lain di otak dan tubuh. Neurotransmiter menjaga neuron bekerja sebagaimana mestinya, seperti Anda dapat melihat, merasakan, bergerak, mengingat, emosi pengalaman, berkomunikasi, dan melakukan banyak hal-hal penting lainnya.

Dalam otak anak-anak autisme, beberapa sel-sel dan koneksi tidak berkembang secara normal atau tidak terorganisir seperti seharusnya. Para ilmuwan masih mencoba untuk memahami bagaimana dan mengapa hal ini terjadi. Anak-anak dengan autisme mungkin memiliki masalah dengan komunikasi, keterampilan sosial, dan bereaksi terhadap dunia di sekitar mereka. Tidak semua perilaku tersebut terdapat di setiap anak.

2.2.10 Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) a. Pengertian

(30)

Menurut DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders), penderita ADHD akan menunjukan ciri-ciri inattention sebagai berikut :

a) Gagal memberikan perhatian pada detail

b) Sulit mempertahankan perhatian pada tugas/main c) Terlihat tidak mendengar jika diajak bicara d) Tidak mengikut iintstruksi, gagal selesaikan tugas

Atau akan menunjukan ciri-ciri hyperactivity impulsive sebagai berikut: a) Gelisah di tempatduduk

b) Sering meninggalkan kelas atau menuntut untuk duduk diam c) Sering berlari untuk memanjat pada situasi yang tidak tepat d) Sulit bermain/ beraktivitas yang butuh ketenangan

b. Penyebab atau Etiologi a) Abnormalitas area otak

Penelitian menemukan adanya ketidaknormalan yang konsisten pada tiga area otak orang-orang yang mengalami ADHD, yaitu :lobus prefrontal, lobus frontal, dan basal ganglia. Ketiga bagian ini bertanggung jawab atas fungsi eksekutif otak dan mengatur tingkah laku, koordinasi dan control tingkah laku motorik.

b) Kelainan Neurotransmitter

Neurotransmitter adalah zat kimia yang membantu pengiriman pesan, jumlah atau tingkat transmitter dopamine dan nonpinerphrine pada anak ADHD tidak normal. c) Faktor herediter atau keturunan

Anak-anak dari orang tua ADHD memiliki resiko sebesar 57% untuk mengalami ADHD juga. Anak kembar identic juga lebih beresiko mengalami ADHD dari pada kembar tidak identik.

d) Toksin dan medis

Toksin atau racun ini akan mengganggu perkembangan janin yang terdapat dalam rahim jika rahim terpapar racun yang dapat berasal dari alcohol atau pun rokok.

c. Karakteristik Fisik Motorik

(31)

ADHD, mereka memiliki energy yang besar pula untuk mendukung kebutuhannya tersebut.

d. Karakteristik Kognitif

Hal yang menjadi permasalahan bagi penderita ADHD adalah tidak terpusatnya perhatian tentang apa yang sedang dikerjakan atau yang seharusnya ia beri perhatian lebih. Namun, terdapat sisi positifnya, yaitu bahwa anak ADHD memiliki kecepatan dalam berpikir. Proses informasi dalam otak anak-anak ADHD sangat cepat. Mereka juga dapat hiperfokus pada hal-hal yang disenanginya.

e. Karakteristik Sosial Emosi

Ketidakmampuan anak ADHD dalam menahan tingkah laku membawa mereka kepada masalah pergaulan dengan teman-teman sebaya.Terdapat penolakan yang tinggi terhadap respon dari ketidakmampuan anak ADHD dalam berperilaku yang sepatutnya dalam pergaulan sehari-hari.

2.2.11 Cerdas atau Bakat Istimewa a. Pengertian

Anak berbakat adalah mereka yang diidentifikasi oleh orang-orang professional bahwa mereka memiliki kemampuan menonjol dan dapat memberikan prestasi yang tinggi. Mereka membutuhkan program pendidikan yang berdeferensiasi dan atau pelayanan di luar jangkauan program sekolah biasa agar dapat merealisasikan sumbangannya terhadap diri sendiri maupun terhadap masyarakat.

b. Penyebab/Etiologi

Setidaknya ada dua faktor penting yang dapat mempengaruhi bakat seorang anak, yaitu factor genetic dan biologic serta factor lingkungan.

 Faktor genetic merupakan salah satu factor penting yang dapat membangun

(32)

 factor lingkungan yang sangat mendukung perkembangan bakat seorang anak, jika lingkungan tempat anak menjalankan kehidupan dan bertumbuh besar itu adalah lingkungan yang positif, maka kemungkinan besar anak itu akan berkembang dengan semestinya karena ia sudah nyaman dan tidak mengganggu pengembangan bakatnya, lingkungan yang terutama dalam menjaga dan menjamin perkembangan bakat anak adalah lingkungan keluarga.

c. Karakteristik Fisik Motorik

Menurut studi dari Terman menunjukan bahwa orang-orang yang memiliki IQ tinggi mempunyai ciri-ciri fisik berperawakan tinggi, berat, daya tarik dan kesehatan.

d. Karakteristik Kognitif

Anak-anak berbakat biasanya dapat membaca dengan mudah.Mereka juga memiliki kemampuan yang advance pada satu area seperti matematika dan membaca, namun tidak pada kemampuan lainnya seperti seni. Anak berbakat juga lebih menyukai permainan yang disukai orang yang lebih tua darinya. Anak berbakat lebih menyukai permainan yang kompleks dan mengoleksi hal-hal yang berbau pengetahuan.

e. Karakteristik Sosial Emosi

(33)

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa anak berkubutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan individu pada umumnya tanpa selalu menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi dan fisik. Yang termasuk ke dalam anak berkebutuhan khusus antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan perilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan. Istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat

Karena karakteristik dan hambatan yang dimiliki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan da potensi merela contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan

Braille dan tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat. Anak berkebutuhan khusus biasanya bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) sesuai dengan kekhususannya masing-masing. SLB bagian A untuk tunanetra, SLB bagian B untuk tunarungu, SLB bagian C untuk tunagrahita, SLB bagian D untuk tunadaksa, SLB bagian E untuk tunalaras dan SLB bagian G untuk cacat ganda.

3.2 Saran

Adapun saran yang dapat disampaikan sebagai berikut:

1. Sebagai seorang pendidik khususnya pendidik ABK harus memahami dengan benar karakteristik fisik, kognitif, dan sosial emosi ABK tersebut demi tercapainya tujuan pendidikan.

(34)

DAFTAR PUSTAKA

http://asuhananak.blogspot.co.id/2016/09/pengertian-penyebab-dan-penanganan.html

Excerpt from Introduction to Special Education: Making a Difference, by D.D. Smith, 2007 edition, p. 318-325.

http://www.psikologiku.com/pengertian-anak-berkebutuhan-khusus-menurut-ahli/

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian bertujuan mengetahui karakteristik, kelayakan dan keefektifan perangkat Subject Specific Pedagogy (SSP) berbasis Problem Based Learning (PBL) yang

Mengamati Peserta didik diberi motivasi atau rangsangan untuk memusatkan perhatian (Berpikir kritis dan bekerjasama (4C) dalam mengamati permasalahan

Indikasi lain yang mempertegas bahwa paradigma pendidikan yang ditawarkan Al-Attas menghendaki terealisasinya sistem pendidikan terpadu tertuang dalam rumusan

Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa pengembangan koleksi dalam bidang pengadaan bahan pustaka yang dilakukan di Stikessu yaitu melalui pembelian secara langsung

Dampak dari pemakaian suntik KB yang tidak sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan adalah terjadinya kehamilan, untuk menyikapi hal tersebut diatas, maka perlu

Mayoritas tenaga kerja dari empat kecamatan tersebut bekerja di kegiatan pertanian meskipun pendapatan rata-rata yang diterima pekerjanya lebih rendah daripada kegiatan

Berdasarkan hasil evaluasi dan analisis terhadap 11 (sebelas) sasaran beserta indikatornya, pencapaian sasaran kinerja Bappeda Kabupaten Bandung menunjukkan hasil

Field dan Scafidi (1986 dan 1990 dalam Roesli, 2008)), menunjukkan bahwa pada 20 bayi prematur (berat badan 1.280 dan 1.176 gr), yang dipijat selama 3 kali 15 menit selama 10