• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan antar kecamatan di kabupaten Karanganyar tahun 2001-2008

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan antar kecamatan di kabupaten Karanganyar tahun 2001-2008"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

i

PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN PENDAPATAN ANTAR KECAMATAN DI KABUPATEN KARANGANYAR

TAHUN 2001-2008

Skripsi

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Mencapai Gelar sarjana Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh :

ADITYA PRAMULYAWAN F1106015

UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS EKONOMI

(2)

ii ABSTRAK

PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN PENDAPATAN ANTAR KECAMATAN DI KABUPATEN KARANGANYAR

TAHUN 2001-2008

Aditya Pramulyawan F1106015

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui klasifikasi berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan PDRB per kapita Kabupaten Karanganyar, ketimpangan pendapatan di Kabupaten Karanganyar, hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan di Kabupaten Karanganyar serta klasifikasi kawasan ketimpangan.

Data yang digunakan adalah data sekunder yang dikumpulkan dari hasil publikasi BPS yang mencakup: Laju Pertumbuhan Ekonomi tahun 2001-2008, Jumlah penduduk Kabupaten Karanganyar tahun 2001-2008, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Karanganyar atas dasar harga konstan tahun 2001-2008, PDRB perkapita Kabupaten Karanganyar atas dasar harga konstan tahun 2001-2008. Klasifikasi kecamatan dihitung menggunakan Tipologi Klassen, sedangkan untuk ketimpangan pendapatan dihitung menggunakan Indeks Williamson, kemudian Korelasi Pearson digunakan untuk mengetahui hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan.

Hasil analisis dengan Tipologi Klassen menujukkan bahwa kecamatan di Kabupaten Karanganyar kebanyakan masuk dalam daearah berkembang cepat dan daerah relatif tertinggal. Untuk hasil analisis dengan menggunakan Indeks Williamson, di dapat bahwa tingkat ketimpangan Kabupaten Karanganyar berkisar antara 0,89 sampai dengan 0,92 sehingga hal ini menunjukkan bahwa Kabupaten Karanganyar masuk dalam kawasan ketimpangan besar. Untuk hasil perhitungan dengan menggunakan Korelasi Pearson dapat diketahui bahwa hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan adalah tidak signifikan.

Mengacu pada hasil penelitian, maka diajukan beberapa saran kepada Pemerintah Daearah Kabupaten Karanganyar yaitu pertama, mengarahkan atau memprioritaskan perencanaan pembagunan bagi daerah yang relatif tertinggal dengan strategi penanggulangan kemiskinan. Kedua, meningkatkan pertumbuhan ekonomi regional melalui peningkatan PDRB tanpa harus memperbesar ketimpangan pendapatan.

(3)
(4)
(5)

v

PERSEMBAHAN

K arya ini aku persembahkan kepada :

ALLAH SW T

Hanya kepada M U kembaliku, semoga Engkau mengampuni segala dosaku I nsyaAllah karya ini adalah jembatan menuju impianku

Dan bimbinglah hamba, agar selalu berada dijalan M U

K arya Sederhana ini ku hadiahkan untuk :

Ayah & I buku tersayang, yang senantiasa mengiringiku dengan doa dan kasih sayang.

(6)

vi MOTTO

“Ketahuilah bahwa kemenagan akan datang bersama kesabaran, jalan keluar akan datang bersama kesulitan, dan kemudahan itu ada bersama kesusahan”

(Rasulullah SAW)

”Barang siapa mengurangi satu kesulitan saudaranya sewaktu di dunia, maka Allah akan mengurangi kesulitan-kesulitannya pada hari qiyamat kelak ”.

(Al-Hadits)

Kebahagiaan itu terdapat pada pengorbanan, menahan keinginan pribadi, pencurahan segala upaya, dan mencegah semua bahaya, serta jauh dari sifat

egoisme dan balas dendam” (A’idh Al-Qorni)

” Jadikanlah kelemahan menjadi suatu kelebihan yang dsapat ber manfaat bagi diri sendiri dan juga orang lain”

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas bimbingan dan petunjuk-Nya penulis selalu diberikan kekuatan dan keteguhan iman dan kepercayaan diri sehingga dapat menyelesaikan karya kecil ini, penulisan skripsi yang berjudul PERTUMBUHAN EKONOMI DAN

KETIMPANGAN PENDAPATAN ANTAR KECAMATAN DI

KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN 2001-2008.

Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta. Selebihnya, penulis berharap skripsi ini bisa menjadi bahan perbandingan atau referensi bagi penelitian-penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan ketimpangan pendapatan.

Penulis menyadari bahwa di balik penyusunan skripsi ini terdapat banyak orang-orang luar biasa yang memberikan bantuan, petunjuk, dan bimbingan serta motivasi kepada penulis, sehingga dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. Sutanto, MSi selaku dosen Pembimbing yang telah berkenan memberikan waktunya untuk membimbing, mengarahkan dan memotivasi penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

2. Bapak Prof. Dr. Bambang Sutopo, M. Com, Ak selaku dekan Fakultas Ekonomi UNS.

(8)

viii

4. Bapak Drs. Kresno Saroso Pribadi, M.Si selaku Kepala Jurusan Ekonomi Pembangunan FE UNS.

5. Ibu Izza Mafruhah, SE, Msi selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi Pembangunan FE UNS.

6. Keluarga dan teman-temanku yang selalu sabar memberikan dukungan dan doa untuk menyelesaikan skripsi ini.

7. Seluruh Dosen di Fakultas Ekonomi, terimakasih telah membimbing saya dan memberi saya tambahan ilmu yang sebelumnya tidak pernah terbayangkan. Staf Karyawan Fakultas Ekonomi Universitas sebelas Maret, terima kasih telah melayani kami hingga kami beranjak keluar dari Fakultas tercinta. Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Apabila ada kesalahan, penulis juga memohon maaf, karena manusia tempat salah dan dosa. Demikianlah, semoga skripsi ini bisa bermanfaat.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Surakarta, 15 April 2007.

(9)

ix

Many Thank’s to :

ALL AH SW T, segala puji bagi Nya yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, yang telah memberi begitu banyak kenikmatan dan banyak

memberi kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini...

Kedua Orang tuaku. Bapak, terima kasih atas segala dukungan yg diberikan. Terima kasih banyak atas segala yang telah kau ajarkan padaku mengenai hidup ini. Ibu, makasih sudah banyak mendoakanku.

D rs. Sutanto, M Si, yang telah meluangkan waktunya untuk bimbingan skripsi.

D rs. H ari M urti, M Si dan D rs. Supriyono, M Si yang telah meluangkan waktu untuk menjadi penguji.

Buat M bah U ti, makasih buat segala nasihat-nasihatna, kemudian buat adikku

Buat temen2ku EP 06 or IncHa-InChI ComUniTy :

E rma(akhuirnya Ma, stlah pejuangan yang berat, disertai tangisan, terbayar juga semuanya, heheeeee),D ani(temen q yg puaaaliiiing keren, banyak bnget yo pengalamanmu),V ina(cepet dirampungke skripsine Vin, jo dolan wae),Puji(gmana skripsimu kok jrng kliatan),Pipit(Kpan2 ke Tasikmadu n rumahmu ya ? kan deket... ), Satrio(berwibawa bngt yo dirimu), I yus(ndang nyusul pendadaran,Trus gmana kbar si CempluK ), Agus“Bocil“(Cil, yen wis rampung skripsiane kabar2 ya..,dolan2 bareng meneh yo.),

Yohan(Jrene toe kyo artis to<wuuee’>heeee...., ndang rampungke skripsine), Anggun(temen ku yg pling intelek abeeeees n seneng jaim),D anang(woi,,,,,g teu kliatan , pacaran + nge-mig- trus mesti ),

(10)

x

H adi(Si prof yg nge BAND bngt), H anif(kamu itu kliatan misterius, heeee... ayo jd tenis gak),Ayu (kpan2 traktir buah naga ya, Sragen aman to? Cpet pendadran ya),W ida (Skripsimu smpe ke Sumaterato, jauh banget)

Sidiq (Gmana skripsimu Diq, kok g pnah maen kekampus?),

Susan ( temen sperjuangan bingungnya daftarciiiieeee ujiana dpet A ki),N urul (cpet ujian Nur, kan dah jadi skripsine to),W iwin (Wiiiiiiin, ndang rampungke skripsimu. Kapan ya bs gojegan lg ky Lab PP dulu), Andi (pertama kali q knal anak EP, yoe kwe iku),Yuli (Yanto, ratakandani ... ☺, raja nge MIG ki),Yudi (ayo Yud, semangat kuliahna),W awan(tak kandake yen toe... ya, kapan dolan mahmu). N sory ya lo q bnyak slah ma kalian, maapin yaaaa...

Eko 04,Lindung 05,Pras 05, Catur 05,H andoko 05, Sonny 07 n kakak n adik tingkat yang laena, trims dah dibagi-bagi pengalamana.

Wat sohib-sohib di rumah:

I mam(ayo Mam ndang garap skripsine), H appy(kapan nikah?heee....),F ajar

(Mg2 ktularan cpet dpet kerjaan) Full Magic TensClub M r.W arno, Agung, Frury (sory yen slama ki kalian tak dadeke pelampiasan wktu tenes), M D eni I ndra (awakmu saiki keren), D ’Ayo’& D ’ D avid (si kecil sumber inspirasi),

I im, Yudhi, Bashori n Z ulkifli( seneng dah temenen ma kalian),M ilu (kerja dimana toe?? Mg2 q cpet ktularan ndang kerja ya )

Pegawai BPS yang sudah mau direpoti tanya-tanya ttg data

Mksh juga bwt Supra Biru yang slalu jd partner q kemana mana, wat komputer ma si printeryang dah mbantu skripsi q slama ni,

(11)

xi DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

MOTTO... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II : KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori ... 10

1. Pertumbuhan Ekonomi ... 10

2. Pertumbuhan Ekonomi Regional... 12

3. Pengertian Disparitas ... 17

4. Ketimpangan Pembangunan Daerah ... 18

(12)

xii

6. Penaggulangan Disparitas Wilayah ... 25

7. Pendapatan Regional ... 30

B. Penelitian Terdahulu ... 39

C. Kerangka Pemikiran ... 42

D. Hipotesis Penelitian ... 44

BAB III : METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian ... 45

B. Jenis dan Sumber Data ... 45

C. Definisi Operasional Variabel ... 46

D. Alat Analisis Data ... 47

BAB IV : ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 53

B. Analisis Data dan Pembahasan... 58

1. Tipologi Klassen... 58

2. Indeks Williamson ... 66

3. Korelasi Pearson ... 72

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 74

B. Saran ... 76 DAFTAR PUSTAKA

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

I.1 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah dan Nasional

Tahun 2004-2008...2 I.2 PDRB dan PDRB per Kapita Atas Dasar Harga Konstan

Tahun 2000 Menurut Kecamatan Di Kabupaten Karanganyar

Tahun 2008...6 IV.1 Luas Wilayah Kecamatan di Kabupaten Karanganyar ...54 IV.2 Jumlah Penduduk Kecamatan di Kabupaten Karanganyar

Tahun 2001-2008...56 IV.3 Jumlah Penduduk Kabupaten Karanganyar

Tahun 2001-2008...57 IV.4 PDRB Atas Dasar Harga Konstan dan Pertumbuhan Ekonomi

Kabupaten Karanganyar Tahun 2001-2008 ...58 IV.5 Rata-rata PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 dan

Laju Pertumbuhan Tahun 2001-2008...60 IV.6 Hasil analisis Tipologi Klassen Kecamatan di Kabupaten

Karanganyar Berdasarkan PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000

Tahun 2001-2008...60 IV.7 Klasifikasi Kecamatan Di Kabupaten Karanganyar

Menurut Tipologi Klassen Tahun 2001-2008...65 IV.8 Indeks Williamson Kabupaten Karanganyar

(14)

xiv

IV.9 Indeks Williamson Kabupaten Karanganyar

Tanpa Kecamatan Jaten Tahun 2001-2008...70 IV.10 Korelasi Pearson Antara Pertumbuhan Ekonomi

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Skema Kerangka Pemikiran... 42 4.1 Indeks Williamson Kabupaten Karanganyar

Tahun 2001-2008...67 4.2 Indeks Williamson Kabupaten Karanganyar

Tanpa Kecamatan Jaten Tahun 2001-2008...69

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

(16)

xvi

Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu perubahan tingkat kegiatan ekonomi yang berlangsung dari tahun ke tahun (Sadono, 1985:19). Untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi harus dibandingkan pendapatan dari berbagai tahun yang dihitung berdasarkan harga berlaku atau harga konstan. Sehingga perubahan dalam nilai pendapatan hanya disebabkan oleh suatu perubahan dalam tingkat kegiatan ekonomi. Suatu perekonomian dikatakan mengalami suatu perubahan akan perkembangannya apabila tingkat kegiatan ekonomi adalah lebih tinggi dari pada yang dicapai pada masa sebelumnya.

(17)

xvii

Tabel I.1

Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah dan Nasional Tahun 2004-2008

Tahun

Provinsi Jawa Tengah 33 Provinsi

PDRB adhk 2000 Pertumbuhan PDRB adhk 2000 Pertumbuhan

( % ) ( % )

2004 135,789,872.31 - 1,604,036,087.33 - 2005 143,051,213.88 5,35 1,690,311,332.78 5,38 2006 150,682,654.75 5,33 1,777,950,133.39 5,18 2007 159,110,253.77 5,59 1,878,738,648.38 5,67 2008 167,790,369.85 5,46 1,983,833,965.19 5,59 Sumber: PDRB menurut Provinsi, diolah

Keterangan : adhk = atas dasar harga konstan

Dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional yang ada di Indonesia agar tepat sasaran, maka pembangunan daerah yang merupakan bagian integral dari pembangunan nasional diarahkan untuk pengembangan daerah. Pembangunan yang ada di daerah harus disesuaikan dengan prioritas dan potensi yang dimiliki karena setiap daerah tentu memiliki potensi yang berbeda. Setiap daerah dituntut untuk mampu mengolah potensi yang dimiliki guna meningkatkan kemampuan daerah agar tidak tertinggal dengan daerah lain.

(18)

xviii

masyarakat, maka hal tersebut tidak ada manfaatnya dalam mengurangi disparitas pendapatan (Grisvia, 2003:1)

Dalam Kuncoro (2004) Kuznets menyatakan bahwa pada awal pembangunan ekonomi, perbedaan laju pertumbuhan ekonomi yang besar mengakibatkan kesenjangan dalam distribusi pendapatan antar propinsi. Namun, dalam jangka panjang, pada saat kondisi ekonomi mencapai tingkat kedewasaan (maturity), perbedaan laju pertumbuhan output antar propinsi cenderung akan mengecil bersamaan dengan meningkatnya pendapatan perkapita rata-rata di setiap propinsi. Pada akhirnya akan menghilangkan kesenjangan ekonomi antar daerah.

Pembangunan daerah dapat menjadi suatu jembatan dalam realisasi pembangunan nasional. Persoalan ketimpangan antar daerah, misalnya, merupakan salah satu pokok permasalahan dari berbagai persoalan besar lainnya yang hingga kini masih terus-menerus diagendakan. Tidak kurang mulai dari sekedar tuntutan peningkatan porsi keuangan daerah hingga gerakan pembangkangan yang mengarah pada ancaman pemisahan dari wilayah kesatuan Indonesia akhir-akhir ini semakin gencar dilakukan berbagai kalangan.

(19)

xix

Selama ini pemerintah pusat terlalu memikirkan kepentingan dirinya ketimbang kepentingan daerah. Padahal, untuk mewujudkan kepentingan pusat, tidak terhitung lagi seberapa besar sumber-sumber kekayaan daerah yang telah diberikan. Sementara, pola-pola pendistribusian hasil-hasil pembangunan yang selama ini dilakukan dianggap masih kurang sepadan yang mengakibatkan adanya ketimpangan daerah. Dari sebagian daerah, ketidakadilan yang dirasakan, diperparah oleh minimnya perbaikan program-program pemerataan. Yang terlihat, meskipun secara konseptual pembangunan selalu menjadi salah satu prioritas pembangunan, tetapi jurang pemisah antara pusat dan daerah semakin melebar, sehingga dikotomi pusat dan daerah pun lambat laun menjadi semakin menebal. Secara sederhana, segenap nilai kegiatan ekonomi baik berupa produksi barang maupun jasa suatu daerah dalam satu satuan waktu (tahun) dapat dijadikan indikator.

(20)

xx

daerah tersebut, namun segala produk dan kegiatan ekonominya diatur oleh korporasi global dan oleh pemerintah pusat. Sehingga hasilnya pun lebih banyak yang ditarik keluar daerah tersebut atau ke pemerintah pusat di Jakarta. Dengan kata lain, manfaat dan alokasi investasi dari keuntungan dinikmati olek pemilik modal, sedangkan penarikan sebagian besar keuntungan bagi hasil dan pajak dinikmati oleh pemerintah pusat, untuk itu salah satu gambaran riil mengenai kemakmuran penduduk bisa digunakan tingkat konsumsi per kapita.

Tabel I.2

PDRB dan PDRB per Kapita Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000

Menurut Kecamatan Di Kabupaten Karanganyar Tahun 2008

No Kecamatan 4 Jumantono 158.772,76 3,23 3.263.906,98 5 Matesih 153.024,52 3,11 3.329.153,10 6 Tawangmangu 195.945,29 3,98 4.353.662,63 7 Ngargoyoso 110.324,55 2,24 3.128.531,87 8 Karangpandan 184.815,48 3,76 4.294.439,11 9 Karanganyar 357.245,77 7,26 4.738.384,58 10 Tasikmadu 216.369,17 4,40 3.876.819,43 11 Jaten 1.568.144,22 31,86 22.251.386,55 12 Colomadu 203.533,93 4,14 3.369.153,43 13 Gondangrejo 324.853,45 6,60 4.782.531,51 14 Kebakkramat 586.288,83 11,91 9.974.291,11 15 Mojogedang 221.929,31 4,51 3.275.226,02 16 Kerjo 174.226,13 3,54 4.681.358,76 17 Jenawi 124.256,90 2,52 4.498.801,66 18 Jumlah 4.921.454,72 100.00 5.709.165,40

(21)

xxi

Kabupaten Karanganyar mempunyai 17 Kecamatan yang meliputi 177 desa/kelurahan Tiap Kecamatan mempunyai nilai PDRB dan juga tingkat pertumbuhan ekonomi yang berbeda-beda. Dari Tabel I.2 Dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan pada masing-masing daerah yang cukup mencolok, dimana PDRB Kecamatan Jaten sebesar Rp 1.568.144,22 juta (31,86%) dan PDRB Kecamatan Kebakkramat sebesar Rp 586.288,83 juta (11,91). Sedangkan PDRB daerah-daerah lain berkisar antara Rp 1 triliun sampai Rp 3,5 triliun, kemudian juga terdapat kecamatan yang kurang dari Rp 1 triliun yaitu Kecamatan Jatiyoso.

PDRB perkapita di Kabupaten Karanganyar semakin meningkat jumlahnya dari tahun ke tahun. Beberapa kecamatan yang ada di Kabupaten Karanganyar memiliki PDRB perkapita yang cukup tinggi, ini disebabkan karena mayoritas pusat-pusat perkonomian dan kegiatan ekonomi terkonsentrasi di kecamatan ini. Dilihat dari nilai PDRB perkapitanya Kecamatan Jaten mempunyai nilai PDRB perkapita yang sangat tinggi, bahkan sekitar tiga kali lipat dari nilai dari Kabupaten Karanganyar. Akan tetapi, perbedaan yang mencolok terjadi pada daerah lain, karena daerah-daerah lain tersebut hanya memiliki nilai PDRB perkapita yang hanya mempunyai kira-kira setengah dari nilai PDRB perkapita Kabupaten Karanganyar, seperti daerah Jatipuro, Jatiyoso.

(22)

xxii B. Perumusan Masalah :

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana Klasifikasi kecamatan-kecamatan yang ada di Kabupaten Karanganyar berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan PDRB perkapita menurut Tipologi Klassen?

2. Bagaimanakah tingkat ketimpangan pendapatan antar kecamatan di Kabupaten Karanganyar?

3. Adakah hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan antar kecamatan di Kabupaten Karanganyar?

4. Kecamatan manakah yang berada pada kawasan ketimpangan besar, kawasan ketimpangan sedang dan kawasan ketimpangan kecil?

C. Tujuan Penelitian :

Berdasarkan latar belakang masalah dan perumusan diatas maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui Klasifikasi kecamatan-kecamatan yang ada di Kabupaten Karanganyar berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan PDRB perkapita menurut Tipologi Klassen.

2. Untuk mengetahui tingkat ketimpangan pendapatan antar kecamatan di Kabupaten Karanganyar.

(23)

xxiii

4. Untuk mengetahui kecamatan mana saja yang berada pada kawasan ketimpangan besar, kawasan ketimpangan sedang dan kawasan ketimpangan kecil.

D. Manfaat Penelitian

a. Bagi Instansi Terkait

Hasil penelitian diharapkan dapat dipergunakan oleh Pemerintah Kabupaten Karanganyar sebagai bahan pengambilan kebijakan dalam pengalokasian dana pembangunan kepada kecamatan sesuai dengan kondisi alamnya yang dapat dikembangkan.

b. Bagi Peneliti

Dapat menambah wawasan serta pengetahuan masalah ketimpangan pendapatan di suatu daerah.

c. Bagi Peneliti Lain.

(24)

xxiv

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Pertumbuhan Ekonomi

Menurut Simon Kuznets, pertumbuhan ekonomi suatu negara adalah sebagai kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang dan jasa ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas tersebut ditentukan oleh adanya kemajuan teknologi, institusional atau kelembagaan dan ideologis terhadap barbagai keadaan yang ada (Todaro, 200: 144). Dari ketiga komponen pokok tersebut, dapat dilihat ringkasannya untuk mengetahui definisinya,

(25)

xxv

merupakan tanda kematangan ekonomi (economic maturity) di suatu negara yang bersangkutan.

b. Perkembangan teknologi merupakan dasar bagi berlangsungnya suatu pertumbuhan ekonomi secara berkesinambungan, ini adalah suatu kondisi yang sangat diperlukan, tetapi tidak cukup ini saja (jadi disamping perkembangan atau kemajuan teknologi masih ditentukan sektor-sektor yang lain).

c. Usaha mewujudkan potensi pertumbuhan yang terkandung di dalam teknologi baru, maka perlu diadakan serangkaian penyesuaian kelembagaan, sikap dan teknologi. Inovasi di bidang teknologi tanpa diikuti inovasi sosial, sama halnya dengan lampu pijar tanpa listrik (potensi ada, tetapi tanpa input komplementernya maka hal itu tidak bisa membuahkan hasil apapun).

Profesor Kuznets (dalam Todaro, 1994:117) juga mengemukakan enam karakteristik atau ciri proses pertumbuhan ekonomi sebagai berikut:

a) Tingkat pertambahan output perkapita dan pertambahan penduduk yang tinggi

b) Tingkat kenaikan total produktivitas faktor yang tinggi, khususnya produktivitas tenaga kerja

c) Tingkat transformasi struktural ekonomi yang tinggi d) Tingkat transformasi sosial dan ideologi yang tinggi

(26)

xxvi

f) Terbatasnya penyebaran pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai sepertiga bagian penduduk dunia.

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan prosesnya yang bekelanjutan merupakan kondisi utama bagi kelangsungan pembangunan ekonomi.

Karena penduduk bertambah terus dan berarti kebutuhan ekonomi juga bertambah terus, maka dibutuhkan penambahan pendapatan setiap tahun.

Hal ini hanya bisa didapat lewat penigkatan output agregat (barang dan jasa) atau Produk Domestik Bruto (PDB) setiap tahun. Dalam pengertian ekonomi makro, pertumbuhan ekonomi adalah pertumbuhan PDB yang berarti juga pertumbuhan pendapatan perkapita (Tambunan, 2001: 3). Akan tetapi, para teoritikus ilmu ekonomi pembangunan masa kini, masih terus menyempurnakan makna, hakikat dan konsep pertumbuhan ekonomi. Para teoritikus tersebut menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak hanya diukur dengan pertambahan PDB dan PDRB saja, tetapi juga diberi bobot yang bersifat immaterial seperti kenikmatan, kepuasan dan kebahagiaan dengan rasa aman dan tentram yang dirasaka masyarakat luas (Arsyad,1999).

Menurut Boediono (1985), pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang. Di sini, proses mendapat penekanan karena mengandung unsur dinamis. Menurut ekonom klasik maupun ekonom neoklasik (dalam Sukirno, 1985) pada dasarnya ada empat faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yaitu:

1) Jumlah penduduk

(27)

xxvii 3) Luas tanah dan kekayaan alam 4) Tingkat teknologi yang digunakan 2. Pertumbuhan Ekonomi Regional

Menurut Sjafrizal (2008, 85) teori pertumbuhan ekonomi regional merupakan bagian penting dalam analisa ekonomi regional. Alasannya adalah karena pertumbuhan merupakan salah satu unsur utama dalam pembangunan ekonomi regional dan mempunyai kebijakan yang cukup luas. Sasaran utama analisa pertumbuhan ekonomi regional ini adalah untuk menjelaskan mengapa suatu daerah dapat tumbuh cepat dan ada juga daerah yang tumbuh lambat. Selain itu, analisa pertumbuhan ekonomi regional ini juga dapat menjelaskan mengapa terjadi ketimpangan pembangunan ekonomi antar wilayah. Sangat disadari bahwa proses pembangunan bukan hanya ditentukan oleh aspek ekonomi saja, tetapi sedemikian jauh pertumbuhan ekonomi merupakan unsur penting dalam proses pembangunan daerah. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi sampai saat ini masih merupakan target utama dalam rencana pembangunan wilayah. Target pertumbuhan ekonomi ternyata sangat bervariasi sesuai dengan potensi ekonomi yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Melalui pertumbuhan ekonomi daerah yang cukup tinggi tersebut diharapkan kesejahteraan masyarakat secara bertahap akan dapat ditingkatkan.

Terdapat teori-teori tentang pertumbuhan ekonomi daerah dalam Arsyad (1999) sebagai berikut :

(28)

xxviii

Peranan teori ekonomi neo klasik tidak terlalu besar dalam menganalsis pembangunan daerah (regional) karena teori ini tidak memiliki dimensi spasial yang signifikan. Namun demikian, teori ini memberikan 2 kosep pokok dalam pembangunan ekonomi daerah yaitu keseimbangan (equilibrium) dan mobilitas faktor produksi. Artinya, sistem perekonomian akan mencapai keseimbangan alamiahnya jika modal bisa mengalir tanpa restriksi (pembatasan). Oleh karena itu, modal akan mengalir dari daerah yang berupah tinggi menuju kedaerah yang berupah rendah.

b. Teori Basis Ekonomi (Economy Base Theory)

Teori basis ekonomi ini menyatakan bahwa faktor penetu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah. Perumbuhan industri-industri yang menggunakan sumber daya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor, akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja (job creation).

Strategi pembangunan daerah yang muncul yang didasarkan pada teori ini adalah penekanan terhadap arti penting bantuan (aid) kepada dunia usaha yang mempunyai pasar secara nasional maupun internasional. Implementasi kebijakannya mencakup pengurangan hambatan/batasan terhadap perusahaan-perusahaan yang berorientasi ekspor yang ada dan akan didirikan di daerah tersebut.

(29)

xxix

ketergantungan yang sangat tingi terhadap kekuatan-kekuatan pasar secara nasional maupun global. Nmaun demikian, model ini sangat berguna untuk menentukan keseimbangan antara jenis-jenis industri dan sektor yang dibutuhkan masyarakat untuk mengembangkan stabilitas ekonomi.

c. Teori Lokasi

Para ekonomi regional sering mengatakan bahwa ada 3 faktor yang mempengaruhi pertumbuhan daerah yaitu : lokasi, likasi dan lokasi. Pernyataan tersebut sangat masuk akal jika dikaitkan dengan pengembangan kawasan industri. Perusahaan cenderung untuk meminimumkan biayanya dengan cara memilih lokasi yang memaksimumkan peluangnya untuk mendekati pasar. Model pengembangan industri kuno menyatakan bahwa lokasi yang terbaik adalah biaya yang termurah anatar bahan baku dengan pasar.

(30)

xxx

Keterbatasan dari teori lokasi ini pada saat sekarang adalah bahwa teknologi dan komunikasi modern terlah mengubah signifikasi suatu lokasi tertentu untuk kegiatan produksi dan distribusi barang,

d. Teori Tempat Sentral

Teori tempat sentral (central place theory) menganggap bahwa ada hirarki tempat (hierarchy of places). Setiap tempat sentral didukung oleh sejumlah tempat yang lebih kecil yang menyediakan sumber daya (industri dan bahan baku). Tempat sentral tersebut merupakan suatu pemukiman yang menyediakan jasa-jasa bagi penduduk daearh yang mendukungnya.

Teori tempat sentral ini bisa diterapkan pada pembangunan ekonomi daerah, baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Misalnya perlunya melakukan pembedaan fungsi antara daerah-daerah yang bertetangga (berbatasan). Beberapa daerah bisa menjaadi wilayah penyedia jasa sedangkan lainnya hanya sebagai daearh pemukiman. Seorang ahli pembangunan ekonomi dareha dapat membantu masyarakat untuk mengembangkan peranan fungsional mereka dalam sistem daearah. e. Teori Kausasi Kumulatif

(31)

xxxi f. Model Daya Tarik

Teori daya tarik industri adalah model pembangunan ekonomi yang paling banyak digunakan oleh masyarakat. Teori ekonomi yang mendasarinya adalah bahwa suatu masyarakat dapat memperbaiki posisi pasarnya terhadap industrialis melalui pemberian subsidi insentif. 3. Pengertian Disparitas

Disparitas pembangunan antar wilayah merupakan aspek yang biasa terjadi dalam kegiatan ekonomi suatu daerah. Disparitas atau ketimpangan ini pada dasarnya disebabkan oleh adanya perbedaan sumber daya alam dan letak demografi yang terdapat pada masing-masing wilayah. Berdasarkan Berdasarkan perbedaan yang ada, kemampuan setiap daerah untuk mendorong pembangunan juga semakin berbeda antara daerah satu dengan daerah lainnya. Oleh sebab itu, tidak mengherankan apabila pada setiap daerah terdapat wilayah yang maju (Developed Region) dan daerah yang kurang maju (Undeveloped Region). Adanya disparitas antar daerah ini, membawa implikasi pada kesejahteraan masyarakat antar daerah (Sjafrizal,2008:104)

(32)

xxxii

karena perubahan waktu (time series) dalam distribusi pendapatan seperti uang diukur misalnya koefisien Gini, akan tampak seperti kurva berbentuk U-terbalik (Todaro,2003:240)

4. Ketimpangan Pembangunan Daerah

Berdasarkan trend dalam distribusi pendapatan, ketimpangan pendapatan ini bisa dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu (Kuncoro, 2000: 118):

a. Ketimpangan Kota dan Desa

Ketimpangan kota dan desa yaitu ketimpangan distribusi pendapatan masyarakat di kota dan di desa.

b. Ketimpangan Regional

Ketimpangan regional yaitu ketimpangan distribusi pendapatan antar wilayah atau daerah.

c. Ketimpangan Interpersonal

Ketimpangan interpersonal yaitu ketimpangan distribusi pendapatan masing-masing individu (personal).

d. Ketimpangan Antar Kelompok Sosial Ekonomi

Ketimpangan antar kelompaok social ekonomi yaitu ketimpangan distribusi pendapatan dilihat dari tingkat pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikannya maka semakin besar pendapatan yang diperoleh. 5. Penyebab Ketimpangan /Disparitas

(33)

xxxiii

1. Pertambahan penduduk yang tinggi mengakibatkan menurunnya pendapatan perkapita.

2. Inflasi, dimana pendapatan uang bertambah tetapi tidak diikuti secara proporsional dengan pertambahan produksi barang-barang.

3. Ketidakmerataan pembangunan antar daerah.

4. Investasi yang sangat banyak dalam proyek-proyek yang padat modal (capital intensive), sehingga pemerataan pendapatan modal dari harta tambahan lebih besar dibandingkan persentase pendapatan yang berasal dari kerja, hal ini menyebabkan pengangguran bertambah.

5. Rendahnya mobilitas sosial.

6. Pelaksanaan kebijaksanaan industri subtitusi impor yang mengakibatkan kenaikan harga-harga barang hasil industri untuk melidungi usaha-usaha golongan kapitalis.

7. Memburuknya nilai tukar bagi NSB dalam perdagangan dengan negara-negara maju, sebagai akibat ketidakelastisan permintaan negara-negara-negara-negara terhadap barang-barang ekspor NSB.

8. Hancurnya industri-industri kerajinan rakyat seperti pertukangan, industri rumah tangga dan lain-lain.

Beberapa faktor utama yang menyebabkan terjadinya disparitas antar wilayah adalah:

a. Perbedaan Kandungan Sumber Daya Alam

(34)

xxxiv

Sebagaimana diketahui bahwa perbedaan kandungan sumber daya alam di Indonesia ternyata cukup besar. Ada daerah yang memiliki kandungan minyak dan gas, tetapi ada juga daaerah yang tidak memiliki. Ada daerah yang memiliki deposit batubara yang cukup besar, tapi daerah lain tidak. Demikian juga dengan tingkat kesuburan lahan yang sangat bervariasi sehingga mempengaruhi upaya untuk mendorong pembangunan pertanian pada masing-masing daerah.

Perbedaan kandungan sumber daya alam ini jelas akan mempengaruhi kegiatan produksi pada daerah yang bersangkutan. Daerah dengan kandungan sumber daya alam yang cukup tinggi akan dapat memproduksi barang-barang tertentu dengan biaya relatif murah dibandingkan dengan daerah lain yang mempunyai kandungan sumber daya alam lebih rendah. Kondisi ini mendorong pertumbuhan ekonomi daerah yang bersangkutan menjadi lebih cepat. Sedangkan daerah lain yang mempunyai kandungan sumber daya alam lebih kecil hanya akan dapat memproduksi barang-barang dengan biaya produksi lebih tinggi. Kondisi ini mendorong pertumbuhan ekonomi daerah yang bersangkutan menjadi lebih lambat. Dengan demikian terlihat bahwa perbedaan sumber daya alam ini dapat mendorong terjadinya ketimpangan pembangunan antar wilayah yang lebih tinggi pada suatu daerah.

(35)

xxxv

Faktor utama lainnya yang juga dapat mendorong terjadinya disparitas antar wilayah adalah bilamana terdapat perbedaan kondisi demografis yang cukup besar antar daerah. Kondisi demografis yang dimaksudkan disini meliputi perbedaan tingkat pertumbuhan dan struktur kependudukan, pebedaan tingkat pendidikan dan kesehatan perbedaan kondisi ketenagakerjaan dan perbedaan dalam tingkah laku dan kebiasaan serta etos kerja yang dimiliki masyarakat di daerah yang bersangkutan.

Kondisi demografis ini akan dapat mempengaruhi ketimpangan antar wilayah karena hal ini akan berpengaruh terhadapa produktivitas kerja pada masyarakat di daerah yang bersangkutan. Daerah dengan kondisi demografis yang baik akan cenderung mempunyai produktivitas kerja yang lebih tinggi sehingga hal ini akan mendorong peningkatan investasi yang selanjutnya akan meningkatkan peningkatan penyediaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi daerah yang bersangkutan. Sebaliknya, apabila suatu daerah tertentu kondisi demografisnya kurang baik akan menyebabkan relatif rendahnya produktivitas kerja masyarakat setempat yang menimbulkan kondisi yang kurang menarik bagi penanaman modal sehingga pertumbuhan ekonomi daerah bersangkutan akan menjadi lebih rendah.

(36)

xxxvi

Kurang lancarnya mobilitas barang dan jasa dapat pula mendorong terjadinya peningkatan disparitas atau ketimpangan antar wilayah. Mobilitas barang dan jasa ini meliputi perdagangan antara daerah dan migrasi baik yang disponsori pemerintah (transmigrasi) atau migrasi yang spontan. Alasannya adalah karena apabila mobilitas tersebut kurang lancar maka kelebihan produksi suatu daerah tidak dapat dijual kedarah lain yang membutuhkan. Demikian pula halnya dengan migrasi yang kurang lancar menyebabkan kelebihan tenaga kerja suatu daerah tidak dapat dimanfaatkan oleh daerah lain yang sangat membutuhkannya. Akibatnya, ketimpangan antar wilayah akan cenderung tinggi karena kelebihan suatu daerah tidak dapat dimanfaatkan daerah lain yang membutuhkan, sehinnga daerah terbelakang sulit mendorong proses pembangunannya. Oleh sebab itu, tidak mengherankan apabila disparitas/ ketimpangan antar daerah akan cenderung tinggi pada negara yang sedang berkembang dimana mobilitas barang dan jasa kurang lancar dan masih terdapatnya beberapa daerah yang terisolir.

d. Konsentrasi Kegiatan Ekonomi Wilayah

(37)

xxxvii

masyarakat. Demikian pula sebaliknya, bilamana konsentrasi kegiatan ekonomi pada suatu daerah relatif rendah yang selanjutnya juga mendorong terjadinya pengangguran dan rendahnya tingkat pendapatan masyarakat sekitar.

Konsentrasi kegiatan ekonomi tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, karena terdapatnya sumber daya alam yang lebih banyak di daerah tertentu, misalnya minyak bumi, gas, batu bara dan bahan mineral lainnya. Disamping itu terdapatnya lahan yang subur juga turut mempengaruhi, khususnya menyangkut dengan pertumbuhan pertanian. Kedua, meratanya fasilitas transportasi baik darat, laut dan udarajuga turut mempengaruhi konsentrasi kegiatan antar daerah. Ketiga, kondisi demografis atau kependudukan juga ikut mempengaruhi karena kegiatan ekonomi akan cenderung terkonsentrasi dimana sumber daya manusia tersedia dengan kualitas yang lebih baik.

e. Alokasi Dana Pembangunan Antar Wilayah

(38)

xxxviii

sebaliknya terjadi, bilamana investasi pemerintah dan swasta yang masuk kesuatu daerah ternyata lebih rendah.

Alokasi investasi pemerintah ke daerah lebih banyak ditentukan oleh sistem pemerintahan daerah yang dianut. Apabila sistem pemerintahan yang dianut bersifat sentralistik, maka alokasi dana pemerintah akan cenderung lebih banyak dialokasikan pada pemerintah pusat, sehingga ketimpangan antar wilayah akan cenderung tinggi. Akan tetapi, sebaliknya bilamana sistem pemerintahan yang dianut adalah otonomi atau federal, maka dana pemerintah akan lebih banyak dialokasikan ke daerah sehingga ketimpangan antara wilayah akan cenderung lebih rendah.

(39)

xxxix

pedesaan. Kondisi ini menyebabkan daerah perkotaan cenderung tumbuh lebih cepat dibandingkan daerah pedesaan.

6. Penaggulangan Disparitas Wilayah

Kebijakan dan upaya untuk menaggulangi disparitas/ketimpangan wilayah sangat ditentukan oleh faktor yang menentukan terjadinya ketimpangan tersebut. Kebijakan yang dimaksudkan disini adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang dapat dilakukan dalam rangka penaggulangan ketimpangan antar daerah. Kebijakan tersebut antara lain adalah (Sjafrizal,2005: 121): a) Penyebaran Pembangunan Prasarana Pembangunan

Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, bahwa salah satu penyebab disparitas/ketimpangan antar wilayah adalah karena adanya perbedaan kandungan sumber daya alam yang cukup besar antar daerah. Sementara itu, proses perdagangan dan mobilitas faktor-faktor produksi antar daerah juga turut mendorong terjadinya ketimpangan antarwilayah tersebut. Karena itu, kebijakan yang dapta dilakukan untuk mengurangi ketimpangan tersebut adalah dengan memperlancar mobilitas barang dan faktor produksi antar daerah.

(40)

xl

untuk dikembangkan agar tidak ada daerah yang terisolir dan tidak dapat berkomunikasi dengan daerah lainnya. Disamping itu, pemerintah perlu pula mendorong berkembangnya sarana perhubungan seperti perusahaan angkutan antar daerah dan fasilitas telekomunikasi. Apabila hal ini dapat dilakukan maka ketimpangan pembangunan antar wilayah akan dapat dikurangi karena usaha perdagangan dan mobilitas faktor produksi, khususnya investasi akan dapat lebih diperlancar. Dengan demikian, daerah yang kurang maju akan dapat pula meningkatkan kegiatan perdagangan dan investasi di daerahnya, sehingga kegiatan dan penyediaan lapangan kerja akan dapat pula ditingkatkan. Hal ini akan dapat mendorong proses pembangunan pada daerah yang kurang maju. b)Mendorong Transmigrasi dan Migrasi Spontan

Untuk mengurangi disparitas/ketimpangan antar wilayah, kebijakan dan upaya lain yang dapat dilakukan adalah mendorong pelaksanaan transmigrasi dan migrasi spontan. Transmigrasi adalah perpindahan penduduk ke daerah yang kurang berkembang dengan menggunakan fasilitas dan dukungan pemerintah. Sedangkan migrasi spontan adalah perpindahan penduduk yang dilakukan secara sukarela dengan menggunakan biaya sendiri. Melalui proses transmigrasi dan migrasi spontan ini, kekurangan tenaga kerja yang dialami daerah terbelakang akan dapat pula diatasi sehingga proses pembangunan daerah yang bersangkutan akan dapat pula digerakkan.

(41)

xli

dilakukan untuk dapat mengurangi kepadatan penduduk yang ada di pulau Jawa yang telah memicu peningkatan pengangguran dan kemiskinan. Kedua, program transmigrasi tersebut juga dilakukan dalam rangka mendorong proses pembangunan di daerah terbelakang yang menjadi tujuan transmigrasi sehingga lahan yang luas tetapi belum dapat dimanfaatkan karena keterbatasan tenaga kerja akan dapat diatasi. Dengan digerakkannya kegiatan pertanian melalui pemanfaatan tenaga transmigran tersebut, maka kegiatan ekonomi pada daerah terbelakang tujuan transmigrasi akan dapat ditingkatkan sehingga ketimpangan pembangunan antar wilayah akan dapat dikurangi.

c) Pengembangan Pusat Pertumbuhan

(42)

xlii

Penerapan konsep pusat pertumbuhan ini untuk mendorong proses pembangunan daerah dan sekaligus untuk dapat mengurangi ketimpangan pembangunan antar wilayah, hal ini dapat dilakukan melalui pembangunan pusat-pusat pertumbuhan pada kota-kota skala kecil dan menengah. Dengan cara demikian kota-kota dengan skala kecil dan menengah akan berkembang sehingga kegiatan pembangunan dapat lebih disebarkan ke pelosok daerah. Sedangkan usaha untuk mengurangi ketimpangan antar wilayah melalui peningkatan pembangunan daerah pedesaan sering gagal dilakukan karena hal ini tidak dapat mempertahankan efisiensi karena lokasinya yang sangat terpencar. Disamping itu, pemilihan lokasi kegiatan ekonomi di daerah pedesaan juga seringkali tidak memenuhi persyaratan ekonomi dari segi analisa keuntungan lokasi yang dapat mendukung usaha bersangkutan.

d) Pelaksanaan Otonomi Daerah

(43)

xliii

akan dapat lebih ditingkatkan dan secara bersamaan ketimpangan antar wilayah akan dapat dikurangi.

Pemerintah Indonesia telah melakukan otonomi daerah dan desentralisasi pembangunan mulai tahun 2001 yang lalu. Melalui kebijakan ini, pemerintah daerah diberikan kewenangan yang lebih besar dalam mengelola kegiatan pembangunan di daerahnya masing-masing (desentralisasi pembangunan). Sejalan dengan hal tersebut masing-masing daerah juga diberika tambahan alokasi dana yang diberikan dalam bentuk “Block Grant” berupa Dana Perimbangan.yang terdiri dari Dana Bagi Hasil Pajak dan sumber daya alam, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dengan cara demikian diharapkan pelaksanaan etonomi daerah dan desentralisasi pembangunan akan dapat berjalan baik dan berjalan lancar sehingga proses pembangunan daerah dapat ditingkatkan dan ketimpangan antar wilayah secara bertahap akan dapat dikurangi.

7. Pendapatan Regional

7.1. Konsep dan Definisi Pendapatan Regional

(44)

xliv

Produk domestik regional bruto atas dasar harga pasar adalah jumlah nilai tambah bruto (gross value added) yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di wilayah itu. Yang dimaksud dengan nilai tambah bruto adalah nilai produksi (output) dikurangi dengan biaya antara (intermediate cost). Nilai tambah bruto mencakup komponen-komponen faktor pendapatan (upah dan gaji, bunga, sewa tanah dan keuntungan), penyusutan, dan pajak tidak langsung neto. Jadi, dengan menghitung nilai tambah bruto dari masing-masing sektor dan menjumlahkannya akan menghasilkan produk domestik regional bruto atas dasar harga pasar. 2. Produk Domestik Regional Neto (PDRN) atas Dasar Harga Pasar

Produk domestik regional neto atas dasar harga pasar adalah produk domestik regional bruto atas dasar harga pasar dikurangi penyusutan. Penyusutan yang dimaksud adalah nilai susut (aus) atau pengurangan nilai barang-barang modal (mesin-mesin, peralatan, kendaraan dan lainnya) karena barang modal tersebut terpakai dalam proses produksi atau karena faktor waktu. Jika nilai susut barang-barang modal dari seluruh sektor ekonomi dijumlahkan, hasilnya merupakan penyusutan keseluruhan.

3. Produk Domestik Regional Neto (PDRN) atas Dasar Biaya Faktor

(45)

xlv

harga barang di pasar. Berlawanan dengan pajak tidak langsung yang berakibat menaikkan harga barang, subsidi yang diberikan pemerintah kepada unit-unit produksi terutama unit-unit produksi yang dianggap penting untuk memenuhi kebutuhan masyarakat luas, akan menurunkan harga pasar. Dengan demikian, pajak, pajak tidak langsung dan subsidi mempunyai pengaruh yang berlawanan terhadap harga barang dan jasa (output produksi). Besarnya pajak tidak langsung dikurangi subsidi dalam perhitungan pendapatan regional disebut pajak tidak langsung neto. Kalau produk domestik regional neto atas dasar harga pasar dikurangi dengan pajak tidak langsung neto, hasilnya adalah produk domestik regional neto atas dasar biaya faktor.

4. Pendapatan Regional

(46)

xlvi

yang mempunyai modal. Sebaliknya, kalau ada penduduk daerah menanamkan modalnya di luar daerah maka sebagian keuntungan perusahaan akan mengalir ke daerah tersebut, dan menjadi pendapatan dari pemilik modal. Produk domestik regional neto atas dasar biaya faktor dikurangi pendapatan yang mengalir keluar dan ditambah pendapatan yang mengalir masuk hasilnya merupakan produk regional neto, yaitu merupakan jumlah pendapatan yang benar-benar diterima (income receipt) oleh seluruh penduduk yang tinggal di daerah tersebut. Akan tetapi, untuk mendapatkan angka-angka tentang pendapatan yang mengalir keluar/masuk suatu daerah (yang secara rasional dapat diperoleh dari neraca pembayaran luar negeri) masih sangat sukar diperoleh pada saat ini. Produk regional neto terpaksa belum dapat dihitung dan untuk sementara produk domestik regional neto atas dasar biaya faktor dianggap sama dengan pendapatan pendapatan regional (tanpa kata neto). Pendapatan regional dibagi jumlah penduduk yang tinggal di daerah itu, hasilnya adalah pendapatan perkapita.

5. Pendapatan Perorangan (Personal Income) dan Pendapatan Siap Dibelanjakan (Disposible Income)

(47)

xlvii

perorangan dikurangi pajak pendapatan perorangan, pajak rumah tangga/ PBB dan transfer yang dibayarkan oleh rumah tangga akan sama dengan pendapatan yang siap dibelanjakan (Disposible Income). Dengan susunan ini terlihat bahwa pendapatan perorangan merupakan pendapatan yang diterima rumah tangga. Ternyata tidak seluruh pendapatan regional diterima oleh rumah tangga. Pajak pendapatan perusahaan diterima oleh pemerintah, keuntungan yang tidak dibagikan ditahan di perusahaan-perusahaan, dan dana jaminan sosial dibayar kepada instansi yang berwenang. Akan tetapi, sebaliknya rumah tangga masih menerima tambahan berupa transfer payments baik dari pemerintah maupun perusahaan dan bunga neto atas utang pemerintah. Apabila pendapatan perorangan dikurangi dengan pajak yang langsung dibebankan kepada rumah tangga dan hibah yang diberikan oleh rumah tangga, hasilnya merupakan pendapatan yang siap dibelanjakan (disposable income).

6. Pendapatan Regional atas Dasar Harga Berlaku dan Harga Konstan Seperti telah diuraikan diatas, angka pendapatan regional dalam beberapa tahun menggambarkan kenaikan dan penurunan tingkat pendapatan masyarakat di daerah tersebut. Kenaikan/penurunan dapat dibedakan menjadi dua faktor berikut :

(48)

xlviii

penduduk di daerah tersebut meningkat, misalnya mampu membeli barang yang sama kualitasnya dalam jumlah yang lebih banyak. b. Kenaikan/penurunan pendapatan yang disebabkan adanya faktor

perubahan harga. Apabila terjadi kenaikan pendapatan yang hanya disebabkan inflasi (menurunnya nilai beli uang) maka walaupun pendapatan meningkat tetapi jumlah barang yang mampu dibeli belum tentu meningkat. Perlu dilihat mana yang meningkat lebih tajam, tingkat pendapatan atau tingkat harga.

Oleh karena itu, untuk mengetahui kenaikan pendapatan yang sebenarnya (riil), faktor inflasi harus dikeluarkan terlebih dahulu. Pendapatan regional yang di dalamnya masih ada unsur inflasinya dinamakan pendapatan regional atas dasar harga berlaku. Sedangkan pendapatan regional dengan faktor inflasi yang sudah ditiadakan merupakan pendapatan regional atas dasar harga konstan. Untuk mengetahui apakah daya beli masyarakat meningkat atau tidak, pendapatannya harus dibandingkan delam nilai konstan. Dengan alasan inilah maka pendapatan regional perlu disajikan dalam dua bentuk, yaitu atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan.

(49)

xlix

karena itu, harga jual harus dideflasi dengan menggunakan indeks inflasi atau deflator lain yang dianggap lebih sesuai. Laju perumbuhan ekonomi umumnya diukur dari kenaikan nilai konstan.

7.2. Metode Perhitungan Pendapatan Regional

Metode perhitungan pendapatan regional pada tahap pertama dapat dibagi menjadi dua metode, yaitu metode langsung dan metode tidak langsung. Metode langsung adalah perhitungan dengan menggunakan data daerah atau data asli yang menggambarkan kondisi daerah dan digali dari sumber data yang ada di daerah itu sendiri. Hal ini berbeda dengan metode tidak langsung yang menggunakan data dari sumber nasional yang dialokasikan ke masing-masing daerah. Metode langsung dapat dilakukan dengan mempergunakan tiga macam cara, yaitu pendekatan produksi, pendekatan pendapatan dan pendekatan pengeluaran.

Metode tidak langsung adalah perhitungan dengan mengalokasikan pendapatan nasional menjadi pendapatan regional memakai berbagai macam indikator, antara lain jumlah produksi, jumlah penduduk, luas dan areal, sebagai alokatornya (Tarigan, 2005:23 ).

1. Metode Langsung a. Pendekatan produksi

(50)

l

berbentuk fisik/barang, seperti pertanian, pertambangan dan industri sebagainya. Nilai tambah merupakan selisih antara nilai produksi (output) dan nilai biaya antara (intermediate cost), yaitu bahan baku/penolong dari luar yang dipakai dalam proses produksi. Sektor jasa yang menerima pembayaran atas jasa yang diberikannya (sesuai dengan harga pasar), masih bisa dihitung dengan pendekatan produksi. Akan tetapi, akan lebih mudah apabila dihitung dengan pendekatan pendapatan. Jika perhitungannya akurat maka kedua pendekatan itu semestinya memberikan hasil yang sama. Nilai tambah itu sama dengan balas jasa atas ikut sertanya berbagai faktor produksi dalam proses produksi.

b. Pendekatan Pendapatan

(51)

li

terutama kegiatan yang tidak mengutip biaya. Selain itu, kutipan sering kali tidak menggambarkan harga yang sebenarnya untuk pelayanan yang mereka berikan, misalnya sektor pendidikan dan rumah sakit. c. Pendekatan Pengeluaran

Pendekatan dari segi pengeluaran adalah menjumlahkan nilai pengguanaan akhir dari barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri. Kalau dilihat dari segi penggunaan maka total penyediaan/produksi barang dan jasa itu digunakan untuk:

1) Konsumsi rumah tangga

2) Konsumsi lembaga swasta yang tidak mencari uang 3) Konsumsi pemerintah

4) Pembentukan modal tetap bruto (investasi) 5) Perubahan stok

6) Ekspor neto

(52)

lii

masing-masing item. Penjumlahan dari keenam unsur penggunaan tersebut merupakan produk domestik regional bruto.

2. Metode Tidak Langsung

Metode tidak langsung adalah suatu cara mengalokasikan produk domestik bruto dari wilayah yang lebih luas ke masing-masing bagian wilayah, misalnya mengalokasikan PDB Indonesia ke setiap provinsi dengan menggunakan alokasi tertentu, alokator yang dapat digunakan, yaitu

1. Nilai produksi bruto atau neto setiap sektor/subsektor. 2. Jumlah produksi fisik.

3. Tenaga kerja. 4. Penduduk.

5. Alat ukur tidak langsung.

Dengan menggunaka salah satu atau kombinasi dari beberapa alokator dapat diprhitugkan persentase bagian masing-masing provinsi terhadap nilai tambah setiap sektor dan subsektor. Metode ini terkadang terpaksa digunakan karena adanya kegiatan usaha yang lokasinya ada di beberapa wilayah, sedangkan pencatatan yang lengkap hanya dilakukan di kantor pusat. Misalnya, laba perusahaan tidak tercatat pada masing-masing wilayah melainkan hanya tercatat di kantor pusat.

B. Penelitian Terdahulu

(53)

liii

Agus Eko Prasetyo pada tahun 2007 dalam penelitiannya yang berjudul ”Analisis Ketimpangan Daerah Di Propinsi Jawa Tengah Tahun 1998-2004”, dengan menggunakan alat analisis Indeks Gini, Indeks Kuznets, Indeks Oshima dan Indeks Williamson. Untuk menguji indeks-indeks tersebut, digunakan Uji Hipotesis Mean dan Uji Hipotesisi Dua Mean. Kemudian untuk menghitung pengaruh variabel-variabel bebas terhadap variabel terikat digunakan alat analisis regresi berganda yang dilengkapi dengan Uji t, Uji F dan Koefisien Determinasi. Hasil analisis menunjukkan bahwa dalam analisis Indeks Gini, Indeks Kuznets dan Indeks Oshima pada era sebelum otonomi daerah dan selama otonomi daerah terdapat ketimpangan pendapatan rendah yaitu rata-rata 0,2555 untuk Indeks Gini, 0,3657 untuk Indeks Kuznets dan 0,3031 untuk Indeks Oshima.Tetapi berdasarkan Indeks Williamson menunjukkan ketimpangan pendapatan daerah yang cukup tinggi yaitu 0,7672 untuk rata-rata ketimpanga sebelum otonomi, dan 0,7693 umtuk rata-rata selama daerah Dari hasil analisis regresi berganda menunjukkan bahwa PDRB, PAD, PKP (Pengeluaran Konsumsi Penduduk), IKM (Indeks Kemiskinan Manusia) berpengaruh terhadap Indeks Oshima pada era sebelum otonomi daerah. Sedangkan pada masa otonomi daerah hanya PKP (Pengeluaran Konsumsi Penduduk) saja yang berpengaruh terhadap Indeks Oshima.

(54)

liv

ketimpangan distribusi pendapatan di propinsi Bali. Melalui Indeks Williamson tingkat ketimpangan pendapatan antar daerah berkisar antara 0,4452 hingga 0,4959. Sedangkan ketimpangan distribusi pendapatan perkapita antar daerah melalui Gini Coefficient adalah berkisar antara 0,4689 hingga 0,4823 . Angka ini menunjukkan terjadinya permasalahan ketimpangan distribusi pendapatan antar daerah. Kemudian dilihat dari tipologi daerah menunjukkan daerah-daerah dengan Indeks Manusia (IPM) yang relatif tinggi dengan pertumbuhan ekonominya diatas rata-rata adalah daerah yang mempunyai pendapatan perkapita yang relatif tinggi dan sebaliknya. Transformasi struktur perekonomian kabupaten/ kota di Bali menunjukkan adanya pergeseran-pergeseran, yaitu pergeseran kearah sektor yang dominan dalam pembentukkan PDRB sehinnga tidak terjadi ketidakseimbangan antar daerah.

(55)

lv

indeks williamson maupun dengan indeks entropi Theil. Ketimpangan ini salah satunya diakibatkan konsentrasi aktivitas ekonomi secara spasial. Kemudian yang terakhir, menurut Hipotesis Kuznets mengenai ketimpangan yang berbentuk kurva huruf U terbalik berlaku di Kabupaten Banyumas, ini terbukti dan hsail analisis trend dan korelasi Pearson. Hubungan antara pertumbuhan dengan indeks ketimpangan Williamson dan entropi Theil untuk kasus Kabupaten Banyumas selama periode 1993-2000 tebukti berlaku Hipotesis Kuznets.

C. Kerangka Pemikiran

Untuk mempermudah dalam kegiatan penelitian, analisis data, agar diperoleh penelitian yang baik, maka didapat kerangka penelitian sebagai berikut :

Pembangunan Ekonomi Regional

PDRB PDRB per kapita

Pertumbuhan Ekonomi

Kebijakan Pembangunan Ekonomi Daerah

Ketimpangan Regional

Pembangunan Ekonomi Daerah

(56)

lvi

Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran

Kinerja pembangunan ekonomi di suatu daerah dapat diamati dengan melihat PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) daerah tersebut beserta pertumbuhannya. Meskipun bukan satu-satunya tolak ukur, namun PDRB merupakan suatu tolak ukur yang penting untuk mengetahui pertumbuhan/ kinerja ekonomi sektoral. Selain itu, dari proses pembangunan yang berjalan dapat pula diketahui PDRB per kapita. Sehingga dapat ditentukan tingkat distribusi pendapatan regional di suatu daerah, yakni dengan melihat penyebaran PDRB per kapita kecamatan terhadap rata-rata PDRB kabupaten. Analisis berikut adalah untuk mengetahui apakah terjadi ketimpangan dalam distribusi pendapatan regional antar kecamatan di Kabupaten Karanganyar selama periode pengamatan.

(57)

lvii

pembangunan di suatu daerah berarti pembangunan di daerah tersebut dinilai makin berhasil atau merata. Kemudian setelah diketahui tingkat ketimpangan pembangunan yang terjadi di Kabupaten Karanganyar dapat dirumuskan suatu kebijakan yang sesuai untuk mencapai tujuan pembangunan yang sejalan dengan amanah GBHN, yakni menciptakan masyarakat adil, makmur, merata materiil dan spiritual.

D. Hipotesis

Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian, maka hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Diduga ada perbedaan klasifikasi kecamatan-kecamatan yang ada di Kabupaten Karanganyar berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan PDRB perkapita menurut Tipologi Klassen.

2. Diduga terdapat tingkat ketimpangan pendapatan antar kecamatan di Kabupaten Karanganyar.

3. Diduga terdapat hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan antar kecamatan di Kabupaten Karanganyar. 4. Diduga terdapat kecamatan yang berada pada kawasan ketimpangan

(58)

lviii

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang linkup penelitian

Peneliti mengambil penelitian pada kecamatan di Kabupaten Karanganyar yang memiliki 17 kecamatan. Penelitian ini merupakan penelitian mengenai gambaran pola dan struktur pertumbuhan ekonomi daerah, hasil analisis ketimpangan pendapatan regional serta hubungannya dengan pertumbuhan ekonomi regional. Dalam penelitian ini, digunakan data PDRB lapangan usaha atas dasar harga konstan di Kecamatan Kabupaten Karanganyar tahun 2001-2008, kemudian data jumlah penduduk Kecamatan Kabupaten Karanganyar tahun 2001-2008. Serta PDRB per kapita tiap kecamatan yang sudah diolah.

B. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari data sekunder yang diambil berdasarkan sumber data yang tersedia pada suatu tempat dan diperoleh dengan cara:

1. Metode Dokumentasi

(59)

lix

Pengumpulan data dengan mempelajari buku-buku kepustakaan yang ada kaitannya dengan penelitian ini.

Penelitian ini menggunakan time series data sekunder. Data penelitian dikumpulkan dari hasil publikasi BPS yang mencakup:

1. Laju Pertumbuhan Ekonomi tahun 2001-2008.

2. Jumlah penduduk Kabupaten Karanganyar tahun 2001-2008.

3. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Karanganyar atas dasar harga konstan tahun 2001-2008.

4. PDRB perkapita Kabupaten Karanganyar atas dasar harga konstan tahun 2001-2008.

C. Definisi Operasional Variabel

Definisi ini diberikan agar tidak terjadi kesalahan dalam penafsiran terhadap suatu variabel yang ada. Vaiabel-variabel tersebut, yaitu :

a. Laju Pertumbuhan Ekonomi

Laju Pertumbuhan Ekonomi didapat dari perhitungan PDRB atas dasar harga konstan. Diperoleh dengan cara mengurangi nilai PDRB pada tahun ke n terhadap nilai pada tahun ke n-1, dibagi dengan nilai pada tahun ke n-1, kemudian dikalikan dengan 100 persen.

b. PDRB atas dasar harga konstan

(60)

lx c. PDRB per kapita kabupaten

Merupakan hasil bagi PDRB kabupaten suatu daerah terhadap jumlah penduduk di kabupaten tersebut pada pertengahan tahun tertentu.

d. PDRB per kapita kecamatan

Merupakan hasil bagi PDRB kecamatan suatu daerah terhadap jumlah penduduk di kecamatan tersebut pada pertengahan tahun tertentu. e. Penduduk

Yaitu orang-orang yang berada di dalam suatu wilayah yang terikat oleh aturan-aturan yang berlaku dan saling berinteraksi satu sama lain secara terus menerus. Dalam sosiologi, penduduk adalah kumpulan manusia yang menempati wilayah geografi dan masyarakat tertentu.

D. Alat Analisis Data :

a. Tipologi Klassen

Alat analisis Klassen Typology (Tipologi Klassen) digunakan untuk mengetahui gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi masing-masing daerah. Tipologi Klassen pada dasarnya membagi daerah berdasarkan dua indikator utama, yaitu pertumbuhan ekonomi daerah dan pendapatan per kapita daerah.

(61)

lxi

income), dan daerah relatif tertinggal (low growth and low income) (Kuncoro dan Aswandi, 2002: 27-45) dan (Radianto, 2003: 479-499). Kriteria yang digunakan untuk membagi daerah kecamatan dalam penelitian kali ini adalah sebagai berikut:

1. daerah cepat-maju dan cepat-tumbuh, daerah kecamatan yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita yang lebih tinggi dibanding rata-rata kabupaten;

2. daerah maju tapi tertekan, daerah kecamatan yang memiliki pendapatan per kapita lebih tinggi, tetapi tingkat pertumbuhan ekonominya lebih rendah dibanding rata-rata kabupaten;

3. daerah berkembang cepat, daerah kecamatan yang memiliki tingkat pertumbuhan tinggi, tetapi tingkat pendapatan per kapita lebih rendah dibanding rata-rata kabupaten;

4. daerah relatif tertinggal adalah daerah kecamatan yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapat per kapita yang lebih rendah dibanding rata-rata kabupaten.

b. Indeks Williamsons (IW)

(62)

lxii

Formula ini pada dasarnya sama dengan coefficient of variation (CV) biasa dimana standar deviasi dibagi dengan rataan. Williamson (1965) memperkenalkan CVW ini dengan menimbangnya dengan proporsi penduduk, Formulanya adalah sebagai berikut (Sjafrizal dalam Kuncoro, 2004: 133)

IW=

Y

n fi Y

Yi ) /

(  2

Keterangan :

IW = Indeks Williamsons

n = Jumlah penduduk rata-rata Kabupaten Karanganyar fi = Jumlah penduduk pada kecamatan ke-i

Yi = Pendapatan per kapita kecamatan ke-i

Y = Pendapatan per kapita Kabupaten Karanganyar

Indeks IW berkisar antara 0 < IW < 1, (Emilia dan Imelia, 2006: 51) ; - Bila IW < 0,3 artinya : ketimpangan pendapatan wilayah rendah. - Bila IW < 0,3 – 0,4 artinya : ketimpangan pendapatan wilayah

sedang.

- Bila IW > 0,4 artinya : ketimpangan pendapatan wilayah tinggi.

(63)

lxiii

Korelasi adalah suatu teknik statistik yang digunakan untuk mencari hubungan antara dua variabel atau lebih yang sifatnya kuantitatif. Dua variabel dikatakan berkorelasi apabila perubahan pada variabel yang satu akan diikuti perubahan variabel yang lain secara teratur, dengan arah yang sama atau dapat pula dikatakan dengan arah yang berlawanan.

Pada penelitian ini perhitungan koefisien korelasi dilakukan dengan menggunakan Pearson Product Moment yang dikemukakan oleh Karl Pearson, dimana korelasi ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara pertumbuhan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) dengan Indeks Williamson.

(64)

lxiv

r sama dengan +1 atau -1 berarti terdapat hubungan positif sempurna (Djarwanto, 1993: 327).

Untuk pengambilan keputusan dari hasil pengujian pada program SPSS, dapat digunakan 2 cara:

1. Melihat Koefisien Korelasi :

• Apabila Koefisien Korelasi > 0,5. Menunjukkan korelasi yang kuat. • Apabila Koefisien Korelasi < 0,5. Menunjukkan korelasi yang lemah. • Penafsiran tanda korelasi, tanda korelasi juga berpengaruh terhadap penafsiran hasil. Tanda negatif pada output menunjukkan arah yang berlawanan sedangkan tanda positif menunjukkan arah yang searah.

2. Melihat Signifikasi Hasil Korelasi :

Bertujuan untuk mengetahui apakah angka korelasi tersebut benar-benar signifikan sehingga dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan antara dua variabel.

Pengujian Hipótesis :

H0 : Tidak ada hubungan (korelasi) antara dua variable atau angka korelasi = 0.

HI : Ada hubungan (korelasi) antara 2 variabel atau angka korelasi > 0.

(65)

lxv

• Apabila nilai Sig. > 0,05 Maka H0 diterima, berarti tidak ada korelasi/hubungan antara dua variabel yang diamati.

• Apabila nilai Sig. < 0,05 Maka H0 ditolak, HI diterima, berarti ada korelasi/hubungan antara dua variabel yang diamati.

BAB IV

(66)

lxvi

Bab ini diawali dengan gambaran umum atau profil dari daerah yang dijadikan obyek penelitianyang terdiri dari keadaan geografis, Kemudian pada bagian selanjutnya adalah hasil analisis dari data-data yang dikumpulkan dari variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini.

A. Gambaran Umum Daerah Penelitian

1. Keadaan Geografis Kabupaten Karanganyar

Kabupaten Karanganyar merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang berbatasan dengan Kabupaten Sragen di sebelah utara, Provinsi Jawa Timur di sebelah timur, Kabupaten Wono giri di sebelah selatan dan Kota Surakarta dan Kabupaten Boyolali di sebelah barat.

Bila dilihat dari garis bujur dan garis lintang, maka Kabupaten Karanganyar terletak antara 110°40’’ - 110°23’’ Bujur Timur dan 7°28’’ - 7°46’’ Lintang Selatan.

Luas wilayah Kabupaten Karanganyar adalah 77.378,6374 Ha, yang terdiri dari luas tanah sawah 22.844,2597 Ha. Tanah kering 54.534,3777 Ha. Tanah sawah terdiri dari irigasi teknis 7.872,6323 Ha, setengah teknis 6.144,2939 Ha, sederhana 7.134,1251 dan tadah hujan 1.693,2984 Ha. Sementara itu luas tanah untuk pekarangan aatau bangunan 20.732,4406 Ha dan luas untuk tegalan 17.937,0211 Ha. Di Kabupaten Karanganyar terdapat hutan negara seluas 9.729,4995 Ha dan perkebunan seluas 3.251,5006 Ha.

(67)

lxvii

Tengah yang mencapai 32.544,12 Km². Kecamatan terluas adalah Kecamatan Tawangmangu dengan luas wilayah sebesar 7,00316 Hektar. Sedangkan kecamatan yang mempunyai luas palin kecil adalah Kecamatan Colomadu dengan luas wilayah 1,56444 Hektar.

Tabel IV.1

Luas Wilayah Kecamatan di Kabupaten Karanganyar

Kecamatan Luas Wilayah (Hektar)

Presentase

Jumantono 5,35480 6,92

Jatipuro 4,03670 5,22

Jatiyoso 6,71646 8,68

Jumapolo 5,56704 7,19

Matesih 2,62663 3,39

Tawangmangu 7,00316 9,05

Ngargoyoso 6,53394 8,44

Karangpandan 3,41733 4,42

Karanganyar 4,30255 5,56

Tasikmadu 2,75773 3,57

Jaten 2,55484 3,30

Colomadu 1,56444 2,02

Gondangrejo 5,67795 7,34

Kebakkramat 3,64564 4,71

Mojogedang 5,33089 6,89

Kerjo 4,68226 6,05

Jenawi 5,60628 7,25

Jumlah 77,37864 100,00

Sumber: Karanganyar dalam Angka Tahun 2008

2. Pembagian Wilayah Administrasi

Gambar

Tabel I.1 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah dan Nasional
Tabel I.2 PDRB dan PDRB per Kapita
Tabel IV.1
Tabel IV.2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adapun hasil yang didapatkan pada penelitian ini adalah dampak rentenir terhadap sosial ekonomi sangat merugikan masyarakat karena dalam kegiatannya, rentenir yang

Bagaimana merencanakan dan merancang bangunan yang berfungsi sebagai kantor DPRD Sukoharjo sebagai wadah yang memiliki kesan terbuka lingkungan sekitar dalam hal

Adapun hasil penelitiannya adalah hasil dari bentuk latihan bolavoli di klub bolavoli Gajayana Kota Malang antara lain: (a) bentuk latihan fisik yang dilakukan memiliki

Penelitian ini bertujuan menghasilkan perangkat pembelajaran kimia dengan setting sains teknologi masyarakat (STM) yang valid, praktis, dan efektif untuk meningkatkan

Seperti yang kita ketahui, zaman akan terus mengalami perkembangan atau dapat dikatakan kita telah memasuki Disruption Era yang ditandai dengan adanya teknologi canggih

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) faktor-faktor penyebab alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan pertambangan adalah: (a) kondisi lahan dan faktor pertanian

Berdasarkan keadaan dilapangan melalui hasil pembagian kuisioner dan wawancara secara terbuka, peneliti menyimpulkan bahwa pada dasarnya mahasiswi yang memilih

Seseorang dapat termotivasi karena adanya suatu imbalan sehingga orang tersebut ingin melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Imbalan bisa berupa setelah lulus kelak