TINJAUAN PUSTAKA
Potensi Daun Singkong Sebagai pakan ternak kambing PE
Tanaman ubi kayu atau singkong ( Manihot Utilissima ) merupakan salah
satu tanaman pertanian utama yang mempunyai nilai sangat strategis dan potensial
untuk untuk dikembangkan. Keunggulan ubi kayu antara lain dapat tumbuh dan
berkembang pada berbagai jenis tanah bahkan pada tanah yang kurang
subur,tahan terhadap kekeringan dapat ditanam setiap saat dan penanaman dapat
dilakukan lebih dari satu kali sehingga panen dapat berlangsung sepanjang tahun
( Rusdiana dan Saptati, 2009).
Ditinjau dari segi nutrisi, kandungan zat gizi daun singkong lebih baik dari
pada rumput gajah, bahwa daun singkong mengandung protei, lemak, kalsium dan
energy yang lebih tinggi dibandingkan dengan rumput gajah yang dipotong pada
umur +
Tabel 1. Komposisi nutrien daun singkong
40 hari. Kandungan protein daun singkong umumnya berkisar antara 20%
- 36% dari bahan kering. Kisaran ini disebabkan perbedaan varietas, kesuburan
tanah dan komposisi campuran daun dan tangkai ( Askar, 1996).
Komponen nutrien Daun singkong Daun Singkong*
Bahan Kering 21,6 23,57
Sumber : Silalahi dan Suryani ( 2014).
Kandungan senyawa anti nutrisi dalam ubi kayu
Daun singkong mengandung senyawa tannin hingga 3,9% dalam hay 4,3%
di dalam daun singkong kering,tannin dapat bersifat negative karena menurunkan
nilai kecernaan protein tetapi tannin dapat juga meningkatkan recycle N dalam
rumen dan meningkatkan sintesis protein mikroba ( Antari dan Umiy, 2009).
Kurang optimalnya pemanfaatan limbah ubi kayu disebabkan oleh adanya
zat anti nutrisi berupa kandungan senyawa sianida ( HCN ) yang terdapat dalam
daun dan kulit ubi kayu. Adanya faktor anti nutrisi ini menjadikan kendalan dalam
pemanfaatanlimbah ubi kayu sebagai pakan ternak, karena asam HCN dengan
konsentrasi tinggi sangat beracun dan mematikan ternak
( Rusdiana dan saptati, 2009). Kandungan HCN nya cukup tinggi hingga
mencapai 289 mg per kg BK daun ubi kayu, batas maksimal kandungan HCN
yang aman bagi ternak adalah 100 mg per kg BK pakan.
- Ampas tahu
Beberapa bahan pakan penguat yang digunakan pada penelitian
Ampas tahu merupakan limbah padat yang diperoleh dari industri
pembuatan tahu yang masih mempunyai nilai gizi tinggi. Ampas tahu yang
diperoleh biasanya dalam bentuk basah dan tidak tahan lama terhadap
penyimpanan. Proses pembuatan ampas tahu antara lain mengakibatkan terjadinya
denaturasi protein kedelai. Hal ini diduga akan menurunkan degradabilitas protein
ampas tahu. Akibatnya selanjutnya adalah meningkatkan kandungan protein
ampas tahu yang tidak tercerna di dalam rumen tetapi tersedia sebagai sumber
Tabel 2. Komposisi nutrien ampas tahu
Komponen nutrien Ampas tahu Ampas tahu*
Bahan kering % 13,3 4,494
Abu (%BK) 12,47 11,41
PK (%BK) 12,24 18,27
SK (%BK) 31,76 21,29
LK (%BK) 1,68 6,45
BETN (%BK) 41,85 32,26
Sumber : ( Duldjaman, 2004).
* Hasil Analisis Laboratorium Bahan Pakan Ternak dan Formula Ransum Program Studi Peternakan Universitas Sumatera Utara (2014).
Ampas tahu juga mengandung unsur- unsur mineral makro maupun mikro
yaitu untuk mikro; Fe 200-500 ppm, Mn 30-100 ppm, Cu 5-15 ppm, co kurang
dari 1 ppm, Zn lebih dari 50 ppm. Disamping memiliki nilai kandungan gizi yang
baik, ampas tahu juga memiliki antinutrisi berupa asam fitat yang akan
mengganggu penyerapan mineral bervalensi 2 terutama mineral Ca, Zn, Co, Mg,
dan Cu, sehingga penggunaannya untuk unggas harus hati- hati ( Tarmidi, 2014).
- Bungkil Kelapa
Pada umumnya buah kelapa yang dihasilkan di Indonesia sebagian besar
diolah menjadi kopra, dan digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan
minyak kelapa. Proses ekstraksi minyak kelapa dari kopra akan menghasilkan
residu yang disebut sebagai bungkil kelapa ( copra meal) yang masih
mengandung komponen serat seperti mannan, galactomannan, xilan, dan
arabinoxilan. Bungkil kelapa dapat menjadi sumber ingredient potensi pada
kelapa adalah kandungan proteinnya yang relatif tinggi yaitu berkisar 18%
( Wibowo et al., 2012).
Bungkil kelapa diperoleh dari sisa kopra setelah proses pengepresan.
Bungkil kelapa dibedakan menjadi bungkil kelapa yang diekstraksi dengan uap air
dan tekanan ( bungkil kelapa expeller) dan bungkil kelapa yang diekstraksi
dengan pelarut organik ( bungkil kelapa solvent). Bungkil kelapa mengandung
protein dan lemak yang relatif tinggi yaitu protein sekitar 20% dan lemak 15%
sehingga dapat digunakan sebagai sumber pakan dalam ransum ternak
( Hamid et al., 1999).
Tabel 3. Komposisi nutrien bungkil kelapa
Komponen nutrien Bungkil kelapa Bungkil Kelapa *
Bahan Kering (%) 87,56 84,41
Abu (%BK) 7,54 7,59
Protein Kasar (%BK) 22,17 21,20
Serat Kasar (%BK) 24,69 15,29
Lemak Kasar (%BK) 7,08 1,58
BETN (%BK) 38,52 38,75
Sumber : Theodore (2010).
* Hasil Analisis Laboratorium Bahan Pakan Ternak dan Formula Ransum Program Studi Peternakan Universitas Sumatera Utara (2014).
`
- Dedak Padi
Dedak padi atau dedak halus yang merupakan hasil penumbukan padi
kampung-kampung. Dedak halus diperoleh setelah beras dipisahkan dari kulit
gabah dan dedak kasar. Dedak semacam ini masih banyak mengandung bahan
angka – angka analisisnya adalah 16,2% air, 9,5% protein, 43,8% bahan ekstrak
tanpa N, 16,4% serat kasar, 3,3% lemak dan 10,8% abu ( Zakariah, 2012).
Penambahan dedak padi pada pakan dasar rumput lapangan, dapat
memudahkan dan memepercepat fermentasi dalam rumen, dan cenderung
meningkatkan konsentratsi volatile fatty acid (VFA) dalam rumen. Hal ini
disebabkan karena dedak padi merupakan sumber karbohidrat mudah larut.
Peningkatan konsentrasi VFA mencerminkan peningkatan protein dan karbohidrat
pakan yang mudah terlarut. VFA berperan sebagai sumber energi bagi ternak dan
sumber kerangka karbon bagi pembentukan protein mikroba ( Trisnadewi, 2014).
Proporsi pemakaian dedak dalam ransum ternak bergantung pada tujuan
pemeliharaan ternak. Secara umum dapat dianjurkan pemberian dedak untuk
ruminansia adalah 30%-40% dari bahan kering yang dikonsumsi ( Tarigan, 2008).
Tabel 4. Komposisi nutrien dedak padi
Komponen nutrien Dedak padi Dedak padi*
Bahan Kering (%) 91,64 89,04
Abu (%BK) 8,7 9,22
Protein Kasar (%BK) 11,27 11,89
Serat Kasar (%BK) 10,53 8,47
Lemak Kasar (%BK) 5,1 5,39
BETN (%BK) 50,4 54,07
Sumber : ( Trisnadewi, 2014).
* Hasil Analisis Laboratorium Bahan Pakan Ternak dan Formula Ransum Program Studi Peternakan Universitas Sumatera Utara (2014).
Imbangan Hijauan Konsentrat
imbangan hijauan dan konsentrat besar pengaruhnya terhadap kadar lemak
dan propionat di dalam rumen. Hijauan yang diberikan lebih mengarah pada
fungsinya untuk meningkatkan kadar lemak susu (kualitas susu) karena pemberian
hijauan akan meningkatkan asetat dalam rumen, sedangkan konsentrat berfungsi
dalam meningkatkan kuantitas produksi susu karena pemberian konsentrat akan
meningkatkan propionat dalam rumen. Pemberian hijauan dan konsentrat harus
dengan imbangan yang tepat supaya diperoleh kuantitas maupun kualitas susu
serta produksi susu yang baik yang baik (Prawirokusumo, 1993).
Menurut Tillman et al., (1991) Nutritional Balances ( Keseimbangan Gizi)
adalah suatu perluasan dari percobaan pada pencernaan yang diukur pula
kehilangan yang lain dalam penggunaan makanan dan menghubungkan pada
konsensi makanan, sehingga disebut balans atau keseimbangan.
Faktor pakan merupakan faktor utama yang menentukan keberhasilan
dalam beternak, artinya pakan yang disediakan harus bernilai gizi tinggi dan
zat-zat pakannya seimbang satu sama lain serta memenuhi kebutuhan hidup ternak
( Budi et al., 2013). Perubahan perbandingan tersebut berpengaruh terhadap
komposisi volatile fatty acid (VFA) dalam rumen dan komposisi susu. Pakan yang
banyak mengandung konsentrat menyebabkan peningkatan propionate dalam
rumen, sebaliknya jika lebih banyak hijauan akan menghasilkan peningkatan
asetat dalam rumen ( Suranindyah, 2014).
Menurut Haryanto ( 2012), pemberian pakan sumber serat (roughage) dan
konsentrat pada berbagai imbangan dapat mempengaruhi produksi metana.
Pemberian pakan yang sesuai antara imbangan hijauan dn konsentrat yang akan
dipakai sehingga kebutuhan ternak terutama protein dapat tercukupi,selain itu
(Putri, 2013). Sering berubahnya pemberian hijauan – konsentrat akan
mempengaruhi laju fermentasi dan kecernaan pada pakan ( Raharjo et al., 2013).
Kambing Peranakan Etawah
Kambing PE merupakan bangsa kambing hasil persilangan antara kambing
kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Peranakan Ettawa memiliki sifat antara
kambing Ettawa dengan kambing Kacang. Spesifikasi dari kambing ini adalah
hidung agak melengkung, telinga agak besar dan terkulai. Berat tubuh bangsa
kambing Peranakan Ettawa sekitar 32 - 37 kg dan produksi air susunya 1 - 1,5
liter per hari. Keunikan kambing PE adalah bila kambing jantan dewasa dicampur
dengan kambing betina dewasa dalam satu kandang akan selalu gaduh atau timbul
keributan (Murtidjo, 1993). Kambing PE merupakan jenis ternak dwiguna yaitu
penghasil daging dan susu (Setiawan dan Arsa, 2005).
Kambing PE merupakan jenis kambing perah yang unggul, karena
mempunyai kemampuan memproduksi susu sebanyak 1,5 - 3 liter per hari. Selain
itu kambing PE sangat adaptif dengan topografi Indonesia, tidak memerlukan
lahan luas, dan pembudidayaannya relatif mudah sehingga dapat dijadikan bisnis
sampingan keluarga ( Fitriyanto et al., 2013).
Kebutuhan Nutrisi pada pakan Kambing Peranakan Etawah (PE).
Pakan Kambing Etawah
Kebutuhan hijauan untuk kambing sekitar 70% dari total pakan. kambing
PE mengkonsumsi serat kasar sebanyak 327,0-490,5 g/ekor/hari. Menurut
Aka et al., (2008) kebutuhan BK, PK, dan TDN induk kambing Peranakan Etawa
g/kgBB/hari; dan 65,55 g/kgBB/hari. Ditambahkan oleh Marwah et al., (2010)
kebutuhan BK, PK, dan TDN kambing Peranakan Etawa yang sedang laktasi
adalah 1,867 kg/hari, 0,344 kg/hari, dan 1,105 kg/hari. Energi merupakan faktor
terbesar yang dapat membatasi produksi susu. Pemberian pakan sebanyak 25%
sampai 35% diatas pertumbuhan normal akan meningkatkan solid non fat dalam
susu.
Tabel 6 Kebutuhan Tambahan Untuk Produksi Susu Per Pound Dilihat Dari Persentase Lemak (%)
Konsumsi pakan harian dalam g/BK/hari ditentukan dengan cara
yang digunakan dianalisis kandungan zat makanannya dengan cara mengambil
sampel harian untuk analisis Proksimat ( Budi, 2005).
Metabolisme karbohidrat pada ruminansia
Rumen merupakan bagian terbesar dari perut ruminansia, termasuk
kambing. Rumen berfungsi sebagai tempat fermentasi pakan yang dikonsumsi
ternak karena di dalamnya terdapat berbagai jenis populasi mikroba, antara lain,
bakteri, fungi, yeast, dan protozoa. Sumber energi utama bagi ternak ruminansia
merupakan produk akhir dari fermentasi karbohidrat di dalam rumen yang dikenal
dengan volatile fatty acid (VFA) (Sofriani, 2012). VFA adalah hasil fermentasi
karbohidrat oleh mikroba rumen, karbohidat dalam pakan ruminansia merupakan
komponen yang terbesar yaitu 60-75 % yang berfungsi sebagai penyedia energi
dan fungsi lain adalah bersipat bulky sebagai pelancar proses pencernaan
(Rumetor, 2008).
Asam-asam asetat, propionat, butirat, CO2 dan gas metan adalah hasil
akhir dari pencernaan jasad renik dan metabolisme karbohidart makanan,
pemberian hijuan akan meningkatkan kadar asetat sedangkan pemberian
konsentrat akan meningkatkan propionat (Tillman et al., 1991). Untuk asam-asam
asetat, propionat dan butirat akan diserap melalui dinding rumen, sedangkan
monosakarida seperti glukosa akan diserap melalui dinding usus halus kemudian
masuk kedalam peredaran darah. Melalui sirkulasi tersebut senyawa-senyawa zat
makanan akan dibawa ke organ target seperti hati, otot, jaringan adiposa dan
kelenjar susu. Dalam proses tersebut asam propionat akan diubah menjadi glukosa
untuk cadangan glukosa hati dan untuk keperluan pembentukan glikogen otot,
akan dimetabolis menjadi keton untuk keperluan otot, jaringan adiposa dan
kelenjar susu, sedangkan asetat dibutuhkan untuk pembentukan lemak otot,
jaringan adiposa dan lemak susu (Rumetor, 2008).
Metabolisme protein pada ruminansia
Protein pakan di dalam rumen dipecah oleh mikroba menjadi peptida dan
asam amino, beberapa asam amino dipecah lebih lanjut menjadi amonia. Amonia
diproduksi bersama peptida dan asam amino yang akan digunakan oleh mikroba
rumen dalam pembentukan protein mikroba (Sofriani, 2012). Jumlah amonia
(N-NH3) yang dibutuhkan untuk mensintetis protein mikroba rumen mencapai
82% (Rumetor, 2008). Sumbangan protein mikroba rumen terhadap kebutuhan
asam-asam amino ternak ruminansia mencapai 40-80% (Sofriani, 2012).
Amonia akan dikombinasikan dengan asam organik alfa-keto untuk
membentuk asam amino baru yang di pakai untuk mensintesis protein jasad renik
atau amonia di absorbsi ke sirkulasi portal dan dibawa ke hati dan di hati akan di
bentuk urea yang selanjutnya masuk kedalam perdaran darah
(Tillman et al., 1991). Urea dari bermacam-macam sumber akan dirubah menjadi
CO2 dan NH3 oleh enzim urease jasad renik . NH3 yang terbentuk akan dirubah
menjadi protein mikroba dengan syarat konsentrasi NH3 awal harus dibawah
minimum dan adanya energi yang mudah tersedia bagi mikroba rumen
(Rumetor, 2008).
Metabolisme lemak pada ruminansia
Proses pencernaan dan metabolisme lemak diawali dengan perombakan
rumen senyawa tersebut akan mengalami lipolisis dan hidrogenasi, sehingga
menyebabkan pelepasan asam lemak bebas atau free fatty acid (FFA). Selanjutnya
FFA akan dimanfaatkan oleh bakteri fosfolipid untuk membentuk asam lemak
jenuh atau langsung mengalami hidrogenasi menjadi asam lemak jenuh. Proses
hidrogenasi terjadi perubahan asam oleat, linoleat, linolenat menjadi asam stearat
dan sejumlah kecil asam lemak tidak jenuh dengan ikatan rangkap trans. Asam
lemak tidak jenuh ini resisten terhadap mikroba yang berperan dalam proses
hidrogenasi tetapi dapat mensuplai betakaroten untuk ternak (Rumetor, 2008).
Proses lipolisis yang terjadi sangat cepat baik dalam in vitro maupun in vivo.
Adapun faktor-faktor yang menghambat terjadinya lipolisis antara lain antibiotik
dan pH rendah (Sofriani, 2012). Untuk selanjutnya hasli lipolisis dan hidrogenasi
asam lemak rantai pendek akan diserap di dinding rumen dan berantai panjang di
katabolis di usus halus (Rumetor, 2008).
Biosintesis dan sekresi susu
Proses sintesis dan sekresi susu sangat tergantung dari suplai prekursor ke
sel susu, untuk dikonversi menjadi air susu dan dikeluarkan dari kelenjar. Susu
dibentuk dari material yang datang secara langsung dari darah, yang kemudian
menghasilkan susu dengan perubahan konsentrasi. Perubahan ini membuktikan
bahwa ada suatu proses yang unik dalam kelenjar susu, sehingga ada prekursor
yang sebelumnya tidak terdapat dalam darah, dapat ditemukan dalam susu dan
sebaliknya (Rumetor, 2008).
Pembentukan susu dan kebutuhan nutrisi untuk metabolisme keseluruhan
dari sel sekresi, didapat dari makanan yang dikonsumsi dan diekstrak ke dalam
adalah glukosa, asam amino, asam lemak dan mineral. Pada ruminansia, asetat
dan beta-hidroxybutirat (BHBA), juga merupakan komponen substrat utama.
Darah berfungsi sebagai alat transportasi, homeostasis dan pertahanan. Dengan
demikian, untuk menjalankan fungsi optimal, darah harus dalam keadaan sehat,
yang terlihat dari sifat fisiko-kimia darah. Darah yang sehat dihasilkan oleh sel
darah ternak yang sehat dan dialirkan melalui pembuluh darah, ke seluruh sel,
kelenjar dan organ tubuh, untuk metabolisme dan produksi susu (Rumetor, 2008).
Selama proses biosintesis susu, keterlibatan faktor hormon sangat penting.
Hormon prolaktin adalah hormon yang berperan pada saat inisiasi laktasi atau
sintesis air susu. Setelah induk partus, sekresi estrogen dan progesteron oleh
plasenta hilang dengan tiba-tiba, sehingga akan terjadi pelepasan prolaktin oleh
pituitary anterior untuk mangambil peran dalam memproduksi susu. Setelah
proses biosintesis susu berlangsung, susu akan tersimpan dalam kelenjar susu.
Pada kondisi ini, terlihat tanda-tanda pada bagian luar kelenjar susu di antaranya
kelenjar susu (ambing dan puting) membesar, sehingga susu harus dikeluarkan
baik melalui proses menyusui atau pemerahan. Selama pemerahan dan menyusui
reseptor saraf pada kulit dan puting, sensitif terhadap rangsangan. Melalui kedua
proses ini, akan terjadi rangsangan yang akan mengaktivasi neurohormonal secara
refleks, bersamaan dengan pelepasan hormon oxytocin oleh pituitari posterior,
yang merangsang sel mioepitel alveola mamae untuk kontraksi, sehingga terjadi
Gambar 1. Biosintesis dan sekresi susu Sumber: Rumetor (2008)
Produksi Susu
Susu kambing merupakan salah satu sumber protein hewani yang
diperlukan tubuh untuk pertumbuhan sel dan pembentukan sel. Produksi susu
dipengaruhi oleh mutu genetic,umur induk, bobot hidup, lama laktasi, tatalaksana
ternak dan aktifitas pemerahan. Produksi akan meningkat sejak induk beranak
kemudian akan turun hingga akhir masa laktasi. Puncak produksi susu kambing
PE akan dicapai pada hari ke-40 setelah beranak. Semakin banyak laktasi semakin
banyak jumlah produksi susu selama masa laktasi tersebut ( Yatimin et al., 2013).
Potensi produksi susu kambing yaitu sebanyak 0,45-2,1 liter/hari/laktasi
( Budiarsana dan I Ketut, 2014). Selain itu, susu kambing mengandung laktosa
sekitar 4,7%, sehingga susu kambing dapat dikonsumsi oleh orang-orang yang
menderita lactose intolerance ( Iqrimah, 2013). Seekor ternak berkategori
penghasil susu yang baik, dilihat dari tingginya susu dihasilkan
( Taofik dan Depison, 2008).
Kambing PE merupakan jenis kambing perah yang unggul, karena
mempunyai kemampuan memperoduksi susu sebanyak 1,5-3 liter per hari.
Produksi susu kambing umumnya akan meningkat pada minggu ke-2, selanjutnya
mencapai puncak produksi pada minggu ke-3 dan berangsur-angsur menurun
sampai akhir laktasi. Kambing mengalami masa kering atau periode kering setelah
minggu ke-12 atau bulan ke-3 ( Fitriyanto et al., 2013). Pemberian makanan yang
tidak sempurna waktu sekresi susu menurun,mempunyai pengaruh langsung
terhadap turunnya produksi ( Anggorodi, 1979).
Pakan merupakan salah satu factor yang sangat berpengaruh pada
penampilan produksi susu ( Budiarsana dan I Ketut, 2001). Pertambahan bobot
badan dan produksi susu yang maksimal akan dapat dicapai apabila pakan yang
diberikan terdiri dari hijauan berupa campuran rumput-rumputan dan daun
leguminosa dengan tambahan konsentrat ( Rostini, 2011). Upaya yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan produksi susu antara lain melalui suplementasi
pakan ( Marwah et al., 2010).
Konsumsi Pakan
Konsumsi bahan kering (BK) kambing merupakan satu faktor yang sangat
Penting dimana konsumsi merupakan suatu kemampuan untuk dapat
menghabiskan sejumlah ransum yang diberikan. Menurut Blakely dan Bade
5-7% dari berat hidupnya, jika dibandingkan dengan sapi hanya 2-3% dari berat
hidupnya. Konsumsi pakan pada ternak ditentukan berdasarkan bahan kering.
Dimana kandungan air pada berbagai macam bahan pakan sangat bervariasi.
Konsumsi pakan yang diberikan pada saat ternak laktasi lebih banyak digunakan
untuk produksi susu.
Parakkasi (1999) menyatakan, konsumsi ternak dipengaruhi oleh hewan
itu sendiri (bobot badan, jenis kelamin, umur, faktor genetik dan bangsa sapi),
makanan yang diberikan dan faktor lingkungan (temperatur, kelembaban dan sinar
matahari).
Konversi Pakan
Konversi pakan adalah perbandingan antara jumlah yang dikonsumsi pada
waktu tertentu dengan produksi yang dihasilkan (pertambahan bobot badan atau
produksi yang dihasilkan) dalam kurun waktu yang sama. Konversi pakan adalah
indicator teknis yang dapat menggambarkan tingkat efisiensi penggunaan pakan,
semakin rendah angka konversi pakan berarti semakin baik (Anggorodi, 1979).
Menurut Tillman et al., (1998) konversi pakan merupakan perbandingan antara