BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Desa dan Kelurahan Siaga Aktif
2.1.1 Pengertian Desa dan Kelurahan Siaga Aktif
Desa Siaga adalah desa yang memiliki kesiapan sumberdaya dan kemampuan
untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan, terutama bencana dan
kegawatdaruratan kesehatan secara mandiri (Kemenkes RI, 2010).
Menurut Kemenkes RI, 2011, Desa Siaga Aktif merupakan pengembangan
dari Desa Siaga, yaitu Desa atau Kelurahan yang :
1. Penduduk nya dapat mengakses dengan mudah pelayanan kesehatan dasar yang
memberikan pelayanan setiap hari melalui Pos Kesahatan Desa atau sarana
kesehatan yang ada di wilayah tersebut seperti, Pusat Kesehatan Masyarakat
(Puskesmas) atau sarana kesehatan lainnya.
2. Memilki Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang
melaksanakan upaya survailans berbasis masyarakat (pemantauan penyakit,
kesehatan ibu dan anak, gizi, lingkungan, dan perilaku), penanggulangan bencana
dan kedaruratan kesehatan, serta penyehatan lingkungan.
2.1.2 Komponen Desa dan Kelurahan Siaga Aktif
Desa atau Kelurahan Siaga Aktif memiliki komponen :
1. Pelayanan kesehatan dasar.
Survailans berbasis masyarakat, kedaruratan kesehatan dan penanggulangan
bencana, serta penyehatan lingkungan.
3. Perilaku Hidup Sehat dan Bersih.
2.1.3 Tujuan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif
Tujuan Umum :
Percepatan terwujudnya masyarakat desa dan kelurahan yang peduli, tanggap,
dan mampu mengenali, mencegah serta mengatasi permasalahan kesehatan yang
dihadapi secara mandiri, sehingga derajat kesehatannya meningkat.
Tujuan Khusus :
1. Mengembangkan kebijakan pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif di
setiap tingkat Pemerintahan Desa atau Kelurahan.
2. Meningkatkan komitmen dan kerjasama semua pemangku kepentingan di Desa
dan Kelurahan untuk pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif.
3. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dasar di desa dan
kelurahan.
4. Mengembangkan UKBM dan melaksanakan penanggulangan bencana dan
kedaruratan kesehatan, survailans berbasis masyarakat (meliputi pemantauan
penyakit, kesehatan ibu, pertumbuhan anak, lingkungan, dan perilaku), serta
penyehatan lingkungan.
5. Meningkatkan ketersediaan sumber daya manusia, dana, maupun sumber daya
lain, yang berasal dari pemerintah, masyarakat dan swasta/dunia usaha, untuk
6. Meningkatkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Rumah Tangga.
2.1.4 Manfaat Desa dan Kelurahan Siaga Aktif
Bagi Masyarakat :
1. Mudah mendapat pelayanan kesehatan dasar.
2. Peduli, tanggap dan mampu mengenali, mencegah dan mengatasi masalah
kesehatan yang dihadapi.
3. Tinggal di lingkungan yang sehat.
4. Mampu mempraktikkan PHBS.
Bagi Tokoh Masyarakat/Organisasi Kemasyarakatan :
1. Membantu secara langsung terhadap upaya pemberdayaan dan penggerakan
masyarakat di bidang kesehatan.
2. Meningkatkan kepercayaan masyarakat dan citra terhadap figur tokoh
masyarakat/organisasi kemasyarakatan.
3. Membantu meningkatkan status kesehatan masyarakat.
Bagi Kepala Desa/Kelurahan :
1. Optimalisasi kinerja Kepala Desa/Lurah.
2. Meningkatnya status kesehatan masyarakat.
3. Optimalisasi fungsi fasilitas kesehatan yang ada di wilayah kerjanya sebagai
tempat pemberdayaan masyarakat dan pelayanan kesehatan dasar.
4. Efisiensi dalam menggerakkan dan menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk
5. Meningkatkan citra diri sebagai kepala pemerintahan Desa/Kelurahan yang aktif
mendukung dan mewujudkan kesehatan masyarakat.
2.1.5 Kriteria Desa dan Kelurahan Siaga Aktif
Kriteria Desa dan Kelurahan Siaga Aktif, yaitu :
1. Kepedulian Pemerintahan Desa atau Kelurahan dan pemuka masyarakat terhadap
Desa dan Kelurahan Siaga Aktif yang tercermin dari keberadaan dan keaktifan
Forum Desa dan Kelurahan.
2. Keberadaan Kader Pemberdayaan Masyarakat/Kader Kesehatan Desa dan
Keluraha Siaga Aktif.
3. Keberadaan UKBM dan melaksanakan (a) penanggulangan bencana dan
kedaruratan kesehatan, (b) survailans berbasis masyarakat, (c) penyehatan
lingkungan.
4. Tercakupnya pendanaan untuk pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif
dalam Anggaran Pembangunan Desa atau Kelurahan serta dari masyarakat dan
dunia usaha.
5. Peran serta aktif masyarakat dan organisasi kemasyarakatan dalam kegiatan
kesehatan di Desa dan Kelurahan Siaga Aktif.
6. Peraturan di tingkat desa atau kelurahan yang melandasi dan mengatur tentang
pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif.
2.1.6 Pentahapan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif
Atas dasar kriteria Desa dan Kelurahan Siaga Aktif yang telah ditetapkan,
maka pentahapan dalam pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif, yaitu :
1. Desa atau Kelurahan Siaga Aktif Pratama
2. Desa atau Kelurahan Siaga Aktif Madya
3. Desa atau Kelurahan Siaga Aktif Purnama
4. Desa atau Kelurahan Siaga Aktif Mandiri
Tabel 2.1. Pentahapan Desa atau Kelurahan Siaga Aktif
Kriteria Desa atau Kelurahan Siaga Aktif
Pratama Madya Purnama Mandiri
Tabel 2.1. (Lanjutan)
5. Dukungan dana untuk kegiatan kesehatan di Desa dan Kelurahan: di Rumah Tangga
Pembinaan
2.1.7 Penyelenggaraan Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif
Kepala Desa/Lurah dan Perangkat Desa Kelurahan bersama Badan
Permusyawaratan Desa (BPD), serta lembaga kemasyarakatan yang ada harus
mendukung penyelenggaraan pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif,
1. Pengenalan Kondisi Desa atau Kelurahan
Pengenalan kondisi desa atau kelurahan oleh Kader Pemberdayaan Masyarakat
(KPM), lembaga kemasyarakatan, dan Perangkat Desa atau Kelurahan dilakukan
dengan mengkaji data Profil Desa atau Profil Kelurahan dan hasil analisis situasi
perkembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif yang menggambarkan kriteria
Desa dan Kelurahan Siaga Aktif yang sudah dapat dan belum dapat dipenuhi
oleh desa atau kelurahan yang bersangkutan.
2. Identifikasi Masalah Kesehatan dan PHBS
Dengan mengkaji Profil/Monografi Desa atau Kelurahan dan hasil analisis situasi
kesehatan melalui Survai Mawas Diri (SMD). SMD merupakan pengumpulan
data oleh kader, tokoh masyarakat, anggota Forum Desa yang terlatih dengan
menggunakan daftar pertanyaan yang sudah disepakati kader dan Forum Desa.
Melalui SMD dapat diidentifikasi :
a. Masalah kesehatan dan urutan prioritasnya.
b. Hal-hal yang menyebabkan terjadinya masalah kesehatan.
c. Potensi yang dimilik desa/kelurahan.
d. UKBM yang ada, yang harus diaktifkan kembali dan yang dibentuk baru.
3. Musyawarah Desa dan Kelurahan
a. Musyawarah Desa/Kelurahan dapat dilakukan secara berjenjang
dengan terlebih dulu menyelenggarakan Musyawarah Dusun atau Rukun
Warga.
b. Musyawarah Desa/Kelurahan bertujuan :
1) Menyosialisasikan tentang adanya masalah kesehatan dan program
pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif.
2) Kesepakatan tentang urutan prioritas masalah.
3) Kesepakatan tentang UKBM yang hendak dibentuk baru atau diaktifkan
kembali.
4) Memantapkan data potensi desa atau potensi kelurahan.
5) Menggalang semangat dan partisipasi warga desa atau kelurahan untuk
mendukung pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif.
4. Perencanaan Partisipatif
a. KPM dan lembaga kemasyarakatan mengadakan pertemuan guna menyusun
rencana pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif untuk dimasukkan
ke dalam Rencana Pembangunan Desa/Kelurahan.
b. Rencana pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif mencakup :
1) UKBM yang akan dibentuk baru atau diaktifkan kembali.
2) Sarana yang akan dibangun baru atau direhabilitasi(misalnya
Poskesdes, Polindes, Sarana Air Bersih, Jamban Keluarga, dan lain-lain).
Hal-hal yang dapat dilaksanakan dengan swadaya masyarakat dan atau
bantuan, disatukan dalam dokumen tersendiri. Sedangkan hal-hal yang
memerlukan dukungan Pemerintah dimasukkan ke dalam dokumen
Musrenbang Desa atau Kelurahan untuk diteruskan ke Musrenbang
Kecamatan dan Kabupaten/Kota.
5. Pelaksanaan Kegiatan
a. Kader Pemberdayaan Masyarakat (KPM), Kader Kesehatan dan
lembaga kemasyarakatan memulai kegiatan dengan membentuk
UKBM-UKBM yang diperlukan, menetapkan kader-kader pelaksananya,
melaksanakan kegiatan-kegiatan swadaya atau yang sudah diperoleh
dananya dari donatur.
b. Kegiatan tersebut dilaksanakan secara teratur swakelola oleh
masyarakat dengan didampingi Perangkat Pemerintahan serta dibantu oleh
para KPM dan Fasilitator. Jika dibutuhkan dapat difasilitasi oleh Puskesmas
dan Dinas Kesehatan setempat.
c. Pencatatan dan pelaporan kegiatan.
6. Pembinaan Kelestarian
Pembinaan kelestarian Desa/Kelurahan Siaga Aktif pada dasarnya merupakan
tugas dari KPM/kader kesehatan, Kepala Desa/Lurah, Perangkat Desa/Kelurahan
dengan dukungan dari berbagai pihak, utamanya pemerintah daerah dan
Gambar 2.1. Siklus Pemecahan Masalah oleh Masyarakat Sumber : Kemenkes RI, 2011
2.1.8 Kegiatan dalam Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif
Sesuai dengan komponen Desa dan Kelurahan Siaga Aktif maka kegiatan
yang perlu dilakukan adalah: pelayanan kesehatan dasar, pemberdayaan masyarakat
melalui UKBM, dan PHBS.
1. Pelayanan Kesehatan Dasar
Pelayanan kesehatan dasar adalah pelayanan primer, sesuai dengan
kewenangan tenaga kesehatan yang bertugas. Pelayanan kesehatan dasar berupa:
a. Pelayanan Kesehatan untuk Ibu Hamil, meliputi: 1. PENGENALAN
KONDISI DESA/ KELURAHAN
2. IDENTIFIKASI MASALAH KESEHATAN
3. MUSYAWARAH DESA/ KELURAHAN 6. PEMBINAAN
KELESTARIAN
5. PELAKSANAAN KEGIATAN
4. PERENCANAAN PARTISIPATIF FASILISATOR/
Pemeriksaan kehamilan dengan menggunakan Buku Kesehatan Ibu dan Anak
(KIA), pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil yang kurang gizi,
pemberian Tablet Tambah Darah, promosi gizi dan kesehatan reproduksi,
penyediaan rumah tunggu (transit), kendaraan yang dapat digunakan untuk
membawa pasien dari desa ke Puskesmas dan atau rumah sakit, calon yang
bersedia menjadi donor darah, bantuan dana untuk persalinan, dan pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan.
b. Pelayanan Kesehatan untuk Ibu Menyusui, meliputi:
Pemberian Kapsul Vitamin A, makanan tambahan, Tablet Tambah Darah,
pelayanan dan perawatan ibu nifas, promosi makanan bergizi selama menyusui,
pemberian ASI Ekslusif, perawatan bayi baru lahir, dan pelayanan Keluarga
Berencana (KB).
c. Pelayanan Kesehatan untuk Anak, meliputi:
Penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi anak di Bawah Usia Lima
Tahun (Balita),Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI), Kapsul
Vitamin A, pemberian makanan tambahan anak dengan berat Bawah Garis
Merah (BGM) pada Kartu Menuju Sehat (KMS), pemantauan tanda-tanda
lumpuh layuh, kejadian diare dan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA),
Pneumonia, serta pelayanan rujukan bila diperlukan, pemberian imunisasi,
pelayanan kesehatan anak usia sekolah tingkat dasar, pelayanan penemuan dan
penyediaan obat, pengobatan penyakit, rujukan penderita ke sarana kesehatan
yang lebih kompeten.
d. Pelayanan Survailans (Pengamatan Penyakit), berupa:
Pengamatan dan pemantauan penyakit melalui gejala dan tanda serta keadaan
yang dapat menimbulkan masalah kesehatan masyarakat, pelaporan secara cepat
(kurang dari 24 jam) hasil pemantauan dan pengamatan penyakit kepada petugas
dan penanggulangan sederhana penyakit dan masalah kesehatan, pelaporan
kematian.
2. Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM)
Pemberdayaan masyarakat terus diupayakan melalui UKBM, yang ada di desa
dan kelurahan. UKBM adalah upaya kesehatan yang direncakan, dibentuk, dikelola
dari, oleh dan untuk masyarakat dalam upaya mengatasi permasalahan kesehatan
daerahnya. Kegiatan difokuskan kepada upaya survailans berbasis masyarakat,
kedaruratan kesehatan, dan penanggulangan bencana, serta penyehatan lingkungan.
a. Survailans Berbasis Masyarakat
1. Pengertian Survailans Berbasis Masyarakat
Survailans berbasis masyarakat adalah pengamatan dan pencatatan penyakit
yang diselenggarakan oleh masyarakat (kader) dibantu oleh tenaga kesehatan
berupa: (1) Pengamatan dan pemantauan penyakit serta keadaan kesehatan
ibu dan anak, gizi, lingkungan, dan perilaku yang dapat menimbulkan
kepada petugas kesehatan untuk respon cepat, (3) Pencegahan dan
penanggulangan sederhana penyakit dan masalah kesehatan, serta (4)
Pelaporan kematian.
2. Tujuan Survailans Berbasis Masyarakat
Terciptanya sistem kewaspadaan dan kesiagapan dini di masyarakat terhadap
kemungkinan terjadinya masalah kesehatan yang mengancam/merugikan
masyarakat.
3. Hal-hal yang diamati secara terus menerus
Masyarakat dan kader melakukan pengamatan terhadap masalah kesehatan
yang ada di masyarakat sepanjang waktu.
3. Kedaruratan Kesehatan dan Penanggulangan Bencana
Kedaruratan kesehatan dan penanggulangan bencana adalah upaya yang
dilakukan oleh masyarakat dalam mencegah dan mengatasi bencana dan kedaruratan
kesehatan. Kegiatannya berupa :
a. Bimbingan dalam pencarian tempat yang aman untuk mengungsi.
b. Promosi kesehatan dan bimbingan mengatasi masalah kesehatan akibat bencana
dan mencegah faktor-faktor penyebab masalah.
c. Bantuan/fasilitas pemenuhan kebutuhan sarana sanitasi dasar (air bersih, jamban,
pembuangan sampah/limbah, dan lain-lain) di tempat pengungsian.
d. Penyediaan relawan yang bersedia menjadi donor darah.
4. Perilaku Hidup Bersih Sehat
Penyehatan lingkungan adalah upaya yang dilakukan oleh masyarakat untuk
menciptakan dan memelihara lingkungan Desa/Kelurahan dan permukiman agar
terhindar dari penyakit dan masalah kesehatan. Kegiatan berupa: (1) Promosi tentang
pentingnya sanitasi dasar, (2) Bantuan/fasilitas pemenuhan kebutuhan saran sanitasi
dasar (air bersih, jamban, pembuangan sampah dan limbah, dan lain-lain), dan
(3) Bantuan/fasilitas upaya pencegahan pencemaran lingkungan.
Indikator Keberhasilan PHBS Rumah Tangga :
a. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan.
b. Memberi bayi ASI eksklusif.
c. Menimbang balita setiap bulan.
d. Menggunakan air bersih
e. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun
f. Menggunakan jamban sehat
g. Memberantas jentik di rumah seminggu sekali
h. Makan sayur dan buah setiap hari.
i. Melakukan aktivitas fisik setiap hari.
2.1.9 Indikator Keberhasilan Desa Siaga
a. Indikator Masukan (Input)
Indikator masukan adalah indikator untuk mengukur seberapa besar masukan
telah diberikan dalam rangka pengembangan Desa Siaga. Indikator masukan
terdiri atas :
1. Ada atau tidaknya Forum Masyarakat Desa.
2. Ada atau tidaknya POSKESDES dan sarananya.
3. Ada atau tidaknya tenaga kesehatan (minimal bidan).
4. Ada atau tidaknya UKBM
b. Indikator Proses (Process)
Indikator proses adalah indikator untuk mengukur seberapa aktif upaya yang
dilaksanakan di suatu desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga. Indikator
proses terdiri dari :
1. Frekuensi pertemuan Forum Masyarakat Desa
2. Berfungsi atau tidaknya POSKESDES
3. Berfungsi atau tidaknya UKBM
4. Berfungsi atau tidaknya sistem kesiapsiagaan dan penanggulangan
kegawatdaruratan dan bencana.
5. Berfungsi atau tidaknya sistem survailans (pengamatan dan pelaporan)
6. Ada atau tidaknya kunjungan rumah untuk KADARZI dan PHBS (yang
c. Indikator Keluaran (Output)
Indikator keluaran adalah indikator untuk mengukur seberapa besar hasil
kegiatan yang dicapai di suatu desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga
yang terdiri dari :
1. Cakupan pelayanan POSKESDES
2. Cakupan pelayanan UKBM yang ada
3. Jumlah kasus kegawatdaruratan dan KLB yang dilaporkan atau diatasi
4. Cakupan rumah tangga yang mendapat kunjungan rumah untuk KADARZI
dan PHBS.
d. Indikator Dampak (Outcome)
Indikator dampak adalah indikator untuk mengukur seberapa besar dampak dari
hasil kegiatan di desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga yang terdiri dari :
1. Jumlah yang menderita sakit
2. Jumlah yang menderita gangguan jiwa
3. Jumlah bayi dan balita yang meninggal dunia
4. Jumlah ibu yang meninggal dunia
5. jumlah balita yang gizi buruk
2.2 Perilaku Kesehatan
2.2.1 Pengertian Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan (health behavior) adalah respon seseorang terhadap
stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat sakit, penyakit, dan faktor-faktor
dan pelayanan kesehatan. Dengan perkataan lain perilaku kesehatan adalah semua
aktivitas atau kegiatan seseorang baik yang dapat diamati (observable) maupun yang
tidak dapat diamati (unobservable) yang berkaitan dengan pemeliharaan dan
peningkatan kesehatan (Notoatmodjo, 2010).
Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2010) merumuskan
bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau
rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus
terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespon, maka teori Skinner
ini di sebut teori “S-O-R” atau Stimulus-Organisme-Respon.
Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat di
bedakan menjadi dua :
a. Perilaku Tertutup (Covert Behavior)
Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk
terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih
terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang terjadi
pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara
jelas oleh orang lain.
b. Perilaku Terbuka (Overt Behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka.
Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau
Meskipun perilaku dibedakan antara perilaku tertutup dan perilaku terbuka,
tetapi sebenarnya perilaku adalah totalitas yang terjadi pada orang yang bersangkutan.
Dengan kata lain, perilaku adalah merupakan keseluruhan (totalitas) pemahaman dan
aktivitas seseorang yang merupakan hasil bersama antar faktor internal dan eksternal
tersebut. Menurut Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan
perilaku seseorang adalah sangat kompleks, dan mempunyai bentangan yang sangat
luas.
2.2.2 Pengetahuan (Knowledge) 1. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, telinga, hidung dan
sebagainya). Pengetahuan atau kognitif merupakan hal yang sangat penting untuk
terbentuknya suatu tindakan seseorang (Notoadmodjo, 2010).
Pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui
tentang suatu objek tertentu, termasuk di dalamnya adalah ilmu yang merupakan
bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia. Pengetahuan merupakan
khasanah kekayaan mental yang secara langsung ataupun tidak langsung turut
memperkaya kehidupan manusia (Suriasumantri, 2009).
2. Cara Memperoleh Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2007), dari berbagai macam cara yang telah
digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah dapat
a. Cara Tradisional atau Non Ilmiah
1. Cara Coba Salah (Trial and Error)
Cara ini telah dipakai sebelum ada kebudayaan bahkan mungkin sebelum
ada peradapan. Pada waktu itu seseorang apabila menghadapi persoalan atau
masalah, upaya pemecahannya dilakukan dengan coba-coba salah.
2. Cara Kekuasaan atau Otoritas
Para pemegang otoritas baik pemimpin pemerintah, tokoh agama maupun
ahli ilmu pengetahuan pada prinsipnya mempunyai mekanisme yang sama di
dalam penemuan pengetahuan.
3. Berdasarkan Pengalaman Pribadi
Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang
diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang
lalu.
4. Melalui Jalan Pikiran
Selajan dengan perkembangan ilmu kebudayaan umat manusia, cara pikir
manusiapun ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu menggunakan
penalarannya dalam memperoleh pengetahuan. Dengan kata lain
memperoleh kebenaran pengetahuan manusia lebih menggunakan jalan
pikiran.
b. Cara Modern atau Ilmiah
Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan dewasa ini lebih
3. Tingkatan Pengetahuan
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam
tingkatan yaitu :
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan
yang telah diterima.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagi suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang
objek yang akan di ketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara
benar.
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau memisahkan,
kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis adalah suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan
dalam suatu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang
dimiliki.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 2010).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Roger (1974) dalam
Notoatmodjo 2010, menyatakan bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan
lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan dan dari
penelitian tersebut juga terungkap, bahwa sebelum seseorang mengadopsi perilaku
baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan yaitu :
a. Awarenes (kesadaran) yaitu orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui
terlebih dahulu terhadap objek atau stimulus.
b. Interest (merasa tertarik) yaitu orang tersebut mulai tertarik terhadap stimulus
atau objek.
c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik atau tidaknya stimulus tersebut
terhadap dirinya. Dalam tahap ini sikap seseorang terhadap suatu objek sudah
lebih baik.
d. Trial,dimana subjek mulai mencoba perilaku yang baru.
e. Adaptation, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
4. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Pengetahuan
Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ada dan tersedia sementara orang
lain tinggal menerimanya. Pengetahuan adalah sebagai suatu pembentukan yang terus
menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya
pemahaman baru. Menurut Notoatmodjo (2007) dalam memperoleh pengetahuan, ada
beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang yaitu :
a. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan
kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.
Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang
makin mudah orang tersebut menerima informasi. Semakin banyak informasi
yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang di dapat tentang kesehatan.
Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan, dengan pendidikan tinggi
semakin luas informasi yang di dapat. Namun perlu ditekankan bahwa seseorang
yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula.
Peningkatan pengetahuan tidak hanya diperolaeh dari pendidikan formal saja
tetapi dapat pula diperoleh dari pendidikan non formal.
b. Paparan Informasi
Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat
memberikan pengaruh jangka pendek (Immediate Impact) sehingga
menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan
masyarakat tentang inovasi baru. Berbagai bentuk media massa seperti televisi,
radio, surat kabar dan majalah mempunyai pengaruh besar terhadap
pembentukan opini dan kepercayaan orang lain.
c. Sosial Budaya dan Ekonomi
Kebiasaan atau tradisi yang dilakukan orang tanpa penalaran apakah yang
dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian seseorang akan bertambah baik
pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga
menentukan tersedianya fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu,
sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang.
d. Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang berada di lingkungan individu, baik
lingkungan fisik maupun lingkungan biologis dan sosial. Lingkungan
berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang
berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal
balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu.
e. Pengalaman
Pengalaman sebagai suatu sumber bagi pengetahuan adalah suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali
pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa
lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan
pengetahuan dan keterampilan profesional serta pengalaman belajar selama
merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang
bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerjanya.
f. Umur
Umur mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang, semakin
bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya,
sehingga pengetahuan yang diperoleh semakin membaik. Pada usia Madya,
individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial serta
lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri
menuju usia tua. Selain itu orang usia Madya lebih banyak menggunakan waktu
untuk membaca. Kemampuan intelektual, pemecahan masalah dan kemampuan
verbal dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia ini.
2.2.3 Sikap (Attitude) a. Pengertian Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap merupakan salah satu aspek psikologis
individu yang penting, karena sikap merupakan kecenderungan untuk berperilaku
sehingga akan banyak mewarnai perilaku seseorang (Wawan, 2011).
Menurut Notoatmodjo (2010), sikap merupakan suatu respons tertutup
seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor
pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju,
baik-tidak baik, dan sebagainya). Campbell (1950) mendefinisikan sangat sederhana,
object”. Jadi jelas disini dikatakan bahwa sikap itu merupakan suatu sindrom atau
kumpulan gejala dalam merespons suatu stimulus atau objek. Sehingga sikap itu
melibatkan pikiran, perasaan, dan gejala kejiwaan yang lain.
Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap adalah
merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan
pelaksanaan motif tertentu. Dalam kata lain fungsi sikap belum merupakan tindakan
(reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku
(tindakan), atau reaksi tertutup.
b. Komponen Pokok Sikap
Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2010), sikap itu terdiri dari 3
komponen pokok, yaitu :
1. Kepercayaan dan keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek.
Artinya, bagaimana keyakinan atau pendapat atau pemikiran seseorang terhadap
objek.
2. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya bagaimana
penilaian (terkandung didalamnya faktor emosi) orang tersebut terhadap objek.
3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap adalah
merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka.
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total
attitude), dimana pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi memegang peranan
karena sikap merupakan kecenderungan untuk berperilaku sehingga sikap akan
banyak mewarnai perilaku seseorang (Ali, 2011).
Dalam konteks sikap ini, menurut Stephen R. Covey (1989) ada tiga teori
determinan yang diterima secara luas, baik secara sendiri maupun kombinasi untuk
menjelaskan sikap manusia, yaitu :
1. Determinan genetis (genetic determininism), berpandangan bahwa sikap individu
diturunkan oleh sikap kakek neneknya malalui DNA.
2. Determinan psikis (psychic determininism), berpandangan bahwa sikap individu
merupakan hasil dari perlakuan, pola asuh atau pendidikan orang tua yang
diberikan kepada anaknya.
3. Determinan lingkungan (Environmental determininism), berpandangan bahwa
perkembangan sikap seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan tempat
individu tinggal dan bagaimana lingkungan memperlakukan individu tersebut.
c. Tingkatan Sikap
Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkatan berdasarkan
intensitasnya, sebagai berikut :
1. Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima stimulus yang
diberikan (objek).
2. Menanggapi (Responding)
Menanggapi disini diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap
3. Menghargai (Valuing)
Menghargai diartikan subjek, atau seseorang yang memberikan nilai positif
terhadap objek atau stimulus, dalam arti, membahasnya dengan orang lain dan
bahkan mengajak atau memengaruhi atau menganjurkan orang lain merespon.
4. Bertanggung Jawab (Responsible)
Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggungjawab terhadap apa
yang telah diyakininya. Seseorang yang telah mengambil sikap tertentu
berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengambil resiko bila ada orang lain
yang mencemoohkan atau adanya resiko lain (Notoatmodjo, 2010).
d. Pembentukan Sikap Manusia
Menurut Notoatmojdo (2010), sikap terbentuk dari adanya interaksi sosial
yang dialami oleh individu. Interaksi sosial mengandung arti lebih daripada sekedar
adanya kontak sosial dan hubungan antar individu sebagai anggota kelompok sosial.
Dalam interaksi sosial terjadi hubungan saling mempengaruhi diantara individu yang
satu dengan yang lainnya, terjadi hubungan timbal balik yang turut mempengaruhi
pola perilaku tiap individu sebagai anggota masyarakat.
Menurut Azwar (2012), pembentukan sikap manusia dipengaruhi oleh
berbagai faktor, yaitu :
a. Pengalaman Pribadi
Pengalaman yang telah ada ataupun yang sedang kita alami ikut membentuk dan
mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus interaksi sosial. Tanggapan
penghayatan, seseorang harus mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan
objek psikologis, baik yang akan membentuk sikap positif maupun sikap negatif.
Middlebrook (1974) mengatakan bahwa tidak adanya pengalaman sama sekali
dengan suatu objek psikologis cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap
objek tersebut. Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman
pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu sikap akan lebih
mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang
melibatkan faktor emosional, karena penghayatan terhadap pengalaman akan
lebih mendalam dan lebih berbekas.
b. Pengaruh Orang Lain yang Dianggap Penting
Orang lain di sekitar kita merupakan salah satu komponen sosial yang ikut
mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang kita anggap penting, seseorang yang
kita harapkan persetujuannya bagi setiap gerak tingkah laku dan pendapat kita.
Seseorang yang tidak ingin kita kecewakan atau seseorang yang berarti khusus
bagi kita (Significant Other), akan banyak mempengaruhi sikap kita seperti orang
tua, teman dekat, sahabat, guru, teman kerja, isteri atau suami.
c. Pengaruh Kebudayaan
Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar
terhadap pembentukan sikap kita. Tanpa kita sadari kebudayaan telah
d. Media Massa
Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio,
surat kabar, majalah dan lain sebagainya mempunyai pengaruh besar dalam
pembentukan opini dan kepercayaan orang.
e. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama
Lembaga pendidikan dan lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai
pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar
pengertian dan konsep moral dalam diri individu.
f. Pengaruh Faktor Emosional
Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman
pribadi seseorang. Kadang-kadang suatu bentuk sikap merupakan pernyataan
yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi
dan pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap yang demikian dapat
merupakan sikapyang sementara dan segera berlalu begitu frustasi telah hilang
akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persistem dan lebih tahan
lama.
2.2.4 Tindakan atau Praktik (Practice)
Menurut Notoatmodjo (2010), praktik atau tindakan ini dapat dibedakan
menjadi 3 tingkatan menurut kualitasnya, yaitu :
a. Praktik Terpimpin (Guided Response)
Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung
b. Praktik secara Mekanisme (Mechanism)
Apabila subjek atau seseorang telah melakukan atau mempraktikkan sesuatu hal
secara otomatis maka disebut praktik atau tidakan mekanis.
c. Adopsi (Adoption)
Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang. Artinya, apa
yang sudah dilakukan tidak sekedar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah
dilakukan modifikasi, atau tindakan atau perilaku yang berkualitas.
2.3 Stakeholders
2.3.1 Pengertian Stakeholders (Pemangku Kepentingan)
Stakeholders adalahorang atau organisasi yang memiliki kepentingan dalam
program kesehatan masyarakat dan bagaimana mereka mengimplementasikan
program tersebut yang meliputi warga yang peduli, perwakilan pemerintah,
perwakilan layanan kesehatan dan sosial lainnya, anggota dewan pemerintah,
perwakilan keagamaan dan anggota asosiasi profesional (Rowits, 2011).
2.3.2 Peran Stakeholders dalam Pengembangan Desa Siaga Aktif
Menurut Ismawati (2010), pemangku kepentingan yaitu pejabat Pemerintah
Daerah, pejabat lintas sektoral, unsur-unsur organisasi/ikatan profesi, Pemuka
masyarakat, tokoh agama, PKK, LSM, dunia usaha/swasta.
1. Di tingkat Kecamatan dan Desa
a. Camat selaku penanggung jawab wilayah kecamatan
2) Memberikan dukungan kebijakan dan pendanaan, terutama dalam rangka
pembinaan kelestarian kader.
3) Melakukan pembinaan dalam upaya meningkatkan kinerja Desa Siaga,
antara lain melalui fasilitasi atau membantu kader berwirausaha, pemberian
penghargaan terhadap kader Desa Siaga.
b. Lurah/Kepala Desa
1) Memberikan dukungan kebijakan, sarana dan dana untuk penyelenggaraan
Desa Siaga.
2) Mengkoordinasikan penggerakan masyarakat untuk memanfaatkan
pelayanan puskesmas/pustu/poskesdes dan berbagai UKBM yang ada.
3) Mengkoordinasikan penggerakan masyarakat untuk berperan aktif dalam
penyelenggaraan UKBM yang ada.
4) Menindaklanjuti hasil kegiatan Desa Siaga bersama LKMD.
5) Melakukan pembinaan untuk terselengganya kegiatan Desa Siaga secara
teratur dan lestari.
c. Tim Penggerak PKK
1) Berperan aktif dalam pengembangan dan penyelenggaraan UKBM di Desa
Siaga.
2) Menggerakkan masyarakat untuk mengelola, menyelenggarakan dan
memanfaatkan UKBM yang ada.
3) Menyelenggarakan penyuluhan kesehatan dalam rangka menciptakan
4) Menggali sumberdaya untuk kelangsungan penyelenggaraan Desa Siaga.
5) Menaungi dan membina kegiatan Desa Siaga.
6) Menggerakkan masyarakat untuk berperan aktif dalam kegiatan Desa
Siaga.
d. Organisasi Kemasyarakatan/LSM/Dunia Usaha/Swasta
1) Bersama petugas Puskesmas berperan aktif dalam penyelenggaraan Desa
Siaga.
2) Memberi dukungan sarana dan dana untuk pengembangan dan
penyelenggaraan Desa Siaga.
2. Di Tingkat Kabupaten/Kota
a. Berperan serta dalam Tim Pengembangan Desa Siaga tingkat
Kabupaten/Kota.
b. Memberikan dukungan (manusia, dana, dll) untuk pengembangan dan
kelestarian Desa Siaga serta revitalisasi Puskesmas dan Rumah Sakit.
3. Di Tingkat Propinsi
a. Berperan serta dalam Tim Pengembangan Desa Siaga Tingkat Provinsi.
b. Memberikan dukungan (manusia, dana, dll) untuk pengembangan dan
kelestarian Desa Siaga serta revitalisasi Puskesmas dan Rumah Sakit dan
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
4. Di Tingkat Pusat
b. Memberikan dukungan sumberdaya (manusia, dana, dll) untuk pelaksanaan
peran Pusat dalam pengembangan Desa Siaga.
2.3.3 Peran Pelaku Perubahan dalam Upaya Pemberdayaan Masyarakat
Menurut Ife (2002 : 231) dalam Adi I. R., (2008) menyatakan bahwa peran
pelaku perubahan dalam upaya pemberdayaan masyarakat adalah :
1. Peran Fasilitatif
a. Pelaku perubahan harus memiliki keterampilan melakukan animasi sosial
yang menggambarkan kemampuan petugas untuk membangkitkan energi,
inspirasi, antusiasisme masyarakat, termasuk didalamnya adalah
mengaktifkan, menstimulasi dan mengembangkan motivasi warga untuk
bertindak.
b. Salah satu peran dari pemberdaya masyarakat adalah untuk menyediakan dan
mengembangkan dukungan terhadap warga yang mau terlibat dalam struktur
dan aktivitas komunitas tersebut. Dukungan itu sendiri tidak selalu bersifat
akstrinsik ataupun dukungan materiil, tetapi juga dapat bersifat intrinsik.
2. Peran Edukasional
a. Pelaku perubahan harus mampu membangkitkan kesadaran masyarakat dalam
upaya agar masyarakat mau dan mampu mengatasi ketidakberuntungan
struktural mereka, maka warga harus mau menjalin hubungan antar satu
dengan lainnya, hal ini menjadi tujuan awal dari penyadaran masyarakat.
b. Pelaku perubahan dalam upaya pemberdayaan masyarakat harus
sasarannya. Ife (2002:243) menyatakan bahwa hanya dengan memberikan
informasi yang relevan mengenai suatu masalah yang sedang dihadapi
komunitas sasaran tidak jarang dapat menjadi peran yang bermakna terhadap
komunitas tersebut (Adi, I. R., 2008).
3. Peran Kepemimpinan
Seorang stakeholders identik dengan seorang pemimpin yang harus memiliki
konsep kepemimpinan yaitu Ing Ngarso sung Tulodho artinya didepan sebagai
teladan, IngMadyo Mangun Karso artinya ditengah menggerakkan dan Tut Wuri
Handayani artinya dibelakang memberikan dorongan (Pamungkas S. G., 2012).
2.4 Landasan Teori
Sebagai acuan dalam menentukan variabel penelitian serta menyusunnya
dalam suatu kerangka konseptual, maka keseluruhan teori-teori yang telah dipaparkan
diatas dirangkum dalam suatu penjelasan teori seperti diuraikan berikut ini.
Pembangunan kesehatan tidak terlepas dari komitmen Indonesia sebagai
warga masyarakat dunia untuk ikut merealisasikan tercapainya MDGs, karena dari
delapan agenda MDGs lima diantaranya berkaitan langsung dengan kesehatan yaitu
memberantas kemiskinan dan kelaparan, menurunkan angka kematian anak,
meningkatkan kesehatan ibu, memerangi HIV dan AIDS serta menyehatkan
lingkungan. Salah satu upaya Indonesia untuk mencapai target tersebut dengan
Pengembangan Desa Siaga aktif terdiri dari 4 tahap, yakni pratama, madya,
purnama dan mandiri. Kriteria peningkatan tahap pengembangan Desa Siaga Aktif
tergantung dari berjalan atau tidak secara berkala Forum Masyarakat Desa, jumlah
UKBM yang aktif, pelayanan kesehatan dasar, serta jumlah rumah tangga yang
berperilaku hidup bersih sehat.
Stakeholders merupakan orang atau organisasi yang memiliki kepentingan
dalam program kesehatan masyarakat dan bagaimana mereka mengimplementasikan
program tersebut yang meliputi warga yang peduli, perwalikilan pemerintah,
perwakilan layanan kesehatan dan sosial lainnya, anggota dewan pemerintah,
perwakilan keagamaan dan anggota asosiasi profesional. Seorang stakeholders yang
memiliki kredibilitas ikut berpengaruh yang dapat menyakinkan sebagian besar
masyarakat bahwa ada masalah kesehatan yang harus segera di tanggulangi.
Menurut Green dalam Notoatmodjo (2010), bahwa faktor perilaku sendiri
ditentukan oleh 3 faktor utama, yaitu :
a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yaitu faktor-faktor yang
mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain
pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tingkat pendidikan,
tingkat sosial/ekonomi.
b. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors), adalah faktor-faktor yang
memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan yang mencakup sarana
dan prasarana atau fasilitas kesehatan dalam pengembangan Desa Siaga Aktif
desa, adanya posyandu balita dan lanjut usia, adanya kelompok dana sosial ibu
hamil atau tabulin.
c. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors), adalah faktor-faktor yang mendorong
atau memperkuat terjadinya perilaku yang meliputi sikap dan perilaku petugas
kesehatan atau tokoh masyarakat baik formal maupun informal yang bertujuan
agar tokoh masyarakat tersebut mampu berperilaku contoh (model perilaku
sehat) bagi masyarakat.
Gambar 2.2 Teori Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2010) Faktor Predisposisi :
1. Pengetahuan 2. Sikap
3. Kepercayaan 4. Nilai
5. Pendidikan 6. Sosial Ekonomi 7. Tindakan
Faktor Pemungkin :
1. Ketersediaan Sarana dan Prasarana
Faktor Penguat Sikap dan Perilaku dari :
1. Sikap Petugas Kesehatan dan Tokoh Masyarakat. 2. Paparan Informasi
2.5 Kerangka Konsep
Berdasarkan teori dari Lawrence Green, maka peneliti merumuskan kerangka
konsep penelitian ini sebagai berikut :
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan kerangka konsep diatas, dapat dijelaskan bahwa definisi konsep
dalam penelitian ini adalah variabel independen (variabel bebas) merupakan perilaku
stakeholders yang terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan. Variabel confounding
terdiri dari umur, pendidikan, sarana/ prasarana dan paparan informasi. Variabel
dependen yaitu Pengembangan Desa Siaga Aktif.
Perilaku Stakeholders
1. Pengetahuan
2. Sikap
3. Tindakan
Pengembangan Desa Siaga Aktif
Variabel Confounding
1. Umur
2. Pendidikan
3. Sarana/Prasaran