• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prevalensi dan Etiologi - Prevalensi Trauma Gigi Sulung Anterior Pada Anak Usia 1-4 Tahun Di Paud, Tk Dan Posyandu Kecamatan Medan Polonia Dan Medan Marelan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prevalensi dan Etiologi - Prevalensi Trauma Gigi Sulung Anterior Pada Anak Usia 1-4 Tahun Di Paud, Tk Dan Posyandu Kecamatan Medan Polonia Dan Medan Marelan"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Prevalensi dan Etiologi

Trauma gigi merupakan salah satu masalah kesehatan mulut pada anak-anak yang perlu diperhatikan karena dapat berpengaruh terhadap masalah kesehatan mulut.9 Pada masa gigi sulung, trauma gigi dapat mengganggu fisik, estetik dan psikologis, tidak hanya pada anak tersebut tetapi juga pada orangtuanya.10 Trauma gigi pada anak-anak, baik yang disengaja maupun tidak disengaja merupakan masalah kesehatan seluruh masyarakat di dunia. WHO memprediksikan bahwa trauma gigi akan menjadi penyebab dari hilangnya kualitas hidup, ini dikarenakan anak yang mengalami trauma gigi akan mengalami kesulitan dalam mengunyah dan menikmati makanan, menyebabkan rasa nyeri, mengganggu perkembangan benih gigi permanen, mengganggu fungsi dan memiliki dampak psikologis pada anak dan orangtuanya.11-12

Trauma gigi juga berpengaruh terhadap jaringan keras dan jaringan pendukung gigi.13 Gigi sulung yang mengalami trauma dapat menyebabkan gangguan pada gigi permanen penggantinya, baik mahkota, akar atau keseluruhan. Jenis dan tingkat kerusakan yang terjadi tergantung pada tahap perkembangan gigi, hubungan antara gigi permanen dengan akar gigi sulung, serta arah dan besarnya gaya yang mengenai gigi. 14 Trauma gigi yang tidak di rawat juga memiliki pengaruh langsung terhadap penampilan anak dan emosional mereka.11

(2)

sebelum usia 19 tahun.16 Penelitian oleh Norton dkk pada tahun 2012 melaporkan bahwa trauma yang terjadi pada gigi sulung berkisar antara 9,4% sampai 41,6%. 17

Berbagai survei mengenai trauma gigi sulung telah dilakukan. Survei di Turki pada tahun 2008 menemukan prevalensi trauma gigi anak usia 0-3 tahun sebesar 17,4%, sedangkan pada tahun 2009 persentase pada anak usia 0-6 tahun sebesar 5,02%.2,18 Penelitian tahun 2010 menemukan trauma gigi sulung anak usia 2-6 tahun di Brazil sebesar 40%, sedangkan pada tahun 2012 persentase kejadian trauma gigi sulung meningkat mencapai 41,2%.6,19 Survei lain di Brazil tahun 2013 yang dilakukan pada anak usia 3-5 tahun menemukan kejadian trauma sebesar 34,6%.12 Berbagai perbedaan dari prevalensi trauma gigi ini disebabkan oleh berbagai faktor seperti klasifikasi trauma gigi yang digunakan, perkembangan gigi, populasi, kelompok usia, keadaan sosial ekonomi, serta lokasi penelitian dan negara. 20

Tabel 1. Prevalensi trauma gigi sulung di berbagai studi yang berbeda 2,6,12,18-20

Wilayah Tahun Usia (tahun) Sampel %

Trauma gigi lebih sering mengenai satu elemen gigi saja, akan tetapi trauma yang terjadi pada saat berolahraga, akibat kekerasan, dan kecelakaan lalu lintas dapat mengenai beberapa gigi.20 Penelitian di India melaporkan bahwa trauma yang mengenai satu elemen gigi memiliki persentase sebesar 60%, mengenai dua elemen gigi sebesar 31% dan mengenai tiga elemen gigi sebesar 9%.21

(3)

berada lebih menonjol di dalam mulut dan cenderung pertama sekali menerima benturan yang dihasilkan oleh trauma.2,18,22 Penelitian di Turki yang dilakukan pada anak usia 0-6 tahun menunjukkan bahwa gigi insisivus pertama sulung rahang atas sebelah kanan merupakan gigi yang paling sering terkena trauma yaitu sekitar 41,46%, kemudian diikuti oleh gigi insisivus pertama sulung rahang atas sebelah kiri yaitu sekitar 14,63%. Penelitian di India juga menunjukkan bahwa 75% trauma mengenai gigi insisivus satu sebelah kanan rahang atas.21

Fraktur enamel merupakan jenis trauma yang paling sering terjadi pada masa gigi sulung dan gigi permanen. Penelitian di Turki tahun 2009 pada anak usia 0-6 tahun menunjukkan bahwa fraktur enamel merupakan jenis trauma yang paling sering terjadi, yaitu sebanyak 65,9%. Penelitian lain di Brazil pada anak 3-5 tahun juga menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda, yaitu sekitar 55% trauma gigi merupakan fraktur enamel.12,17-18

Trauma gigi dapat terjadi secara sengaja dan tidak disengaja. Secara sengaja dapat terjadi karena pembunuhan, kekerasan oleh pembantu rumah tangga dan terorisme, trauma tidak disengaja dapat terjadi karena olahraga, bekerja, kecelakaan lalu lintas dan trauma lain yang diakibatkan oleh seseorang terhadap orang lain.23 Trauma gigi juga dapat terjadi secara langsung atau tidak langsung dan didukung oleh faktor predisposisi yang meliputi faktor eksternal karena permainan yang berbahaya dan faktor internal karena posisi gigi anterior yang protusif.3

(4)

sendiri, sering kali mereka jatuh ke arah depan dengan bertumpu pada kedua tangan dan lututnya. Kelompok anak usia 5-11 tahun, trauma gigi terjadi karena anak terjatuh saat bermain, berolahraga, berlari dan bersepeda.3 Penelitian di Turki pada tahun 2009 melaporkan bahwa penyebab trauma yang paling sering terjadi pada gigi sulung adalah terjatuh yaitu sebesar 66,7%.18

Tabel 2. Frekuensi penyebab trauma gigi sulung2

Etiologi Kelompok Usia ( dalam bulan)

6-12 (%) 13-18 (%) 19-24 (%) 25-30 (%) >30 (%)

Penelitian menunjukkan bahwa trauma gigi berhubungan dengan jenis kelamin, usia, insisal overjet dan penutupan bibir. Faktor-faktor lain seperti lingkungan dan karakteristik sosial seperti tipe sekolah, waktu setelah terjadinya trauma dan perawatan yang diberikan juga menambah pengaruh terhadap trauma gigi.17

(5)

ternyata tidak begitu signifikan. Bijella dkk mengamati perbedaan yang tidak begitu nyata antara anak laki-laki dan perempuan yaitu 1,3:1. Onetto dkk juga mengamati bahwa perbandingan trauma pada laki-laki dan perempuan pada anak di bawah usia tujuh tahun yaitu 0,9:1.7 Perbedaan yang tidak begitu signifikan ini disebabkan karena anak laki-laki dan perempuan pada masa gigi sulung cenderung bermain dengan jenis permainan yang sama.23

Besarnya overjet dan penutupan bibir yang tidak adekuat lebih berisiko mengalami trauma gigi, ini karena gigi anterior lebih mudah terekspose dibanding gigi-geligi lainnya.24 Penutupan bibir dikatakan adekuat ketika bibir dapat menutup bagian gigi anterior pada posisi istirahat dan dikatakan tidak adekuat ketika bibir tidak mampu menutupnya.25 Berbagai penelitian telah menemukan hubungan antara overjet yang lebih dari 3 mm dan penutupan bibir yang tidak adekuat dengan angka kejadian trauma gigi pada gigi permanen dan gigi desidui. Mereka menemukan bahwa overjet yang lebih dari 3 mm lebih cenderung mengalami trauma gigi, karena itu gigi-geligi yang protusi disebabkan oleh besarnya overjet dapat meningkatkan risiko trauma pada gigi anak.26 Penelitian di India pada anak usia 6-11 tahun menemukan bahwa overjet lebih dari 3 mm dan bibir yang tidak adekuat sangat berpengaruh terhadap kejadian trauma gigi.27

Lokasi kejadian trauma yang paling sering terjadi pada masa gigi sulung yaitu di rumah. Anak usia 2-4 tahun sering mengalami trauma ketika sedang bergerak dan bermain di rumah mereka.24 Penelitian oleh Onetto dkk menemukan bahwa lokasi trauma yang terjadi pada gigi sulung lebih sering terjadi di rumah yaitu sebesar 68%. Galea dalam penelitian berbeda juga menemukan bahwa sebanyak 60% trauma yang terjadi pada masa gigi sulung terjadi di rumah.7 Penelitian di Brazil pada anak usia 3-5 tahun juga menemukan bahwa sekitar 77,3-5% anak lebih sering mengalami trauma ketika berada di rumah, ini mungkin disebabkan karena anak pada usia tersebut lebih cenderung menghabiskan waktu mereka di rumah dibandingkan dengan tempat lain.12

(6)

Penelitian oleh Maria dkk pada anak usia 1-3 tahun bahkan menemukan sebanyak 42,5% orangtua tidak mengetahui trauma gigi terjadi pada anaknya.6 Rendahnya persentase anak yang mendapat perawatan ini mungkin berhubungan dengan keadaan sosial ekonomi orangtua dan tidak adanya waktu orangtua untuk mengunjungi dokter gigi karena sibuk bekerja.1

2.2 Klasifikasi Trauma Gigi

Trauma gigi memiliki beberapa klasifikasi, salah satu diantaranya adalah klasifikasi WHO. WHO mengklasifikasikan trauma gigi menjadi 4 garis besar yang meliputi kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa; kerusakan pada tulang pendukung; kerusakan pada jaringan periodontal; serta kerusakan pada gingiva atau jaringan lunak rongga mulut.5

2.2.1 Kerusakan pada Jaringan Keras Gigi dan Pulpa Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa terdiri dari :

a. Retak mahkota (enamel infraction) adalah fraktur tidak sempurna (retak) pada enamel tanpa kehilangan struktur gigi.

b. Fraktur enamel yang tidak kompleks (uncomplicated crown fracture) adalah fraktur pada mahkota gigi yang hanya mengenai lapisan enamel saja.

c. Fraktur enamel-dentin (uncomplicated crown fracture) adalah fraktur yang hanya mengenai lapisan enamel dan dentin saja tanpa melibatkan pulpa.

d. Fraktur mahkota kompleks (complicated crown fracture) adalah fraktur yang mengenai lapisan enamel, dentin dan melibatkan pulpa.

e. Fraktur mahkota-akar tidak kompleks (uncomplicated crown-root fracture) adalah fraktur yang melibatkan enamel, dentin, dan sementum tetapi tidak melibatkan pulpa.

(7)

g. Fraktur akar (root fracture) adalah fraktur yang melibatkan dentin, sementum, dan pulpa.5

Gambar 1. Kerusakan pada Jaringan Keras Gigi dan Pulpa16

2.2.2 Kerusakan pada Tulang Pendukung

Kerusakan pada tulang pendukung terdiri dari :

a. Kominusi soket alveolar rahang atas adalah adanya benturan dan tekanan terhadap soket alveolar rahang atas bersamaan dengan adanya intrusif dan lateral luksasi.

b. Kominusi soket alveolar rahang bawah adalah adanya benturan dan tekanan terhadap soket alveolar rahang bawah bersamaan dengan adanya intrusif dan lateral luksasi.

c. Fraktur dinding soket alveolar rahang atas adalah fraktur tulang alveolar yang melibatkan dinding soket labial atau lingual, dibatasi oleh bagian fasial atau lingual dari dinding soket rahang atas.

d. Fraktur dinding soket alveolar rahang bawah adalah fraktur tulang alveolar yang melibatkan dinding soket labial atau lingual, dibatasi oleh bagian fasial atau lingual dari dinding soket rahang bawah.

e. Fraktur prosesus alveolaris rahang atas adalah fraktur yang mengenai prosesus alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket alveolaris gigi.

Fraktur enamel,dentin, pulpa Fraktur

enamel-dentin Fraktur enamel

Infraksi

Fraktur akar Fraktur mahkota akar yang

kompleks

(8)

f. Fraktur prosesus alveolaris rahang bawah adalah fraktur yang mengenai prosesus alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket alveolaris gigi.

g. Fraktur rahang atas adalah fraktur yang melibatkan dasar rahang atas dan prosesus alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket gigi.

h. Fraktur rahang bawah adalah fraktur yang melibatkan dasar rahang bawah dan prosesus alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket gigi.5

2.2.3 Kerusakan pada Jaringan Periodontal

Kerusakan pada jaringan periodontal terdiri dari:

a. Konkusio adalah trauma mengenai jaringan pendukung gigi yang menyebabkan gigi lebih sensitif terhadap tekanan dan perkusi tanpa adanya kegoyangan atau perubahan posisi.

b. Subluksasi adalah kegoyangan gigi tanpa disertai perubahan posisi akibat trauma pada jaringan pendukung gigi.

c. Luksasi lateral merupakan perubahan letak gigi yang terjadi karena pergerakan gigi ke arah labial, palatal maupun lateral, ini menyebabkan kerusakan atau fraktur pada soket alveolar gigi tersebut.

d. Luksasi ekstrusi adalah pelepasan sebagian gigi keluar dari soketnya.

e. Luksasi intrusi adalah pergerakan gigi ke dalam tulang alveolar, dimana dapat menyebabkan kerusakan atau fraktur soket alveolar.

(9)

Gambar 2. Kerusakan pada Jaringan Periodontal16

2.2.4 Kerusakan pada Gingiva atau Jaringan Lunak Rongga Mulut

Kerusakan pada gingiva atau jaringan lunak rongga mulut terdiri dari 3 bagian yaitu:

a. Laserasi merupakan suatu luka terbuka pada jaringan lunak yang disebabkan oleh benda tajam.

b. Kontusio adalah luka memar yang biasanya disebabkan oleh pukulan benda tumpul dan menyebabkan terjadinya perdarahan pada daerah submukosa tanpa disertai sobeknya daerah mukosa.

c. Luka abrasi adalah luka pada daerah gingiva yang disebabkan karena gesekan atau goresan suatu benda terhadap permukaan mukosa.5

2.3 Riwayat, Pemeriksaan Klinis dan Diagnosis

Pemeriksaan pasien yang mengalami trauma terdiri dari pemeriksaan darurat dan pemeriksaan lanjutan. Pemeriksaan darurat meliputi pengumpulan data vital terdiri dari usia pasien, bagaimana dan dimana terjadinya serta kapan terjadinya trauma. Pasien juga ditanyakan apakah terjadi muntah, pasien menjadi tidak sadar, atau sakit kepala serta amnesia setelah mengalami trauma, apabila ini terjadi, kemungkinan ada kerusakan pada sistem syaraf pusat, pasien dianjurkan untuk

Subluksasi

Konkusi Ekstrusi Luksasi Lateral

(10)

pemeriksaan lebih lanjut pada bagian neurologi. Pemeriksaan lanjutan meliputi pemeriksaan kembali klinis lengkap yang terdiri dari pemeriksaan ekstra oral dan intra oral serta dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan radiografi.5

Dalam menegakkan diagnosis yang tepat diperlukan langkah-langkah pemeriksaan yang akan memberikan informasi penting dan dapat dijadikan pedoman bagi dokter gigi dalam menentukan rencana perawatan. Informasi mengenai trauma sangat penting ditanyakan. Pertanyaan dapat berupa kapan terjadinya, dimana terjadinya, bagaimana trauma bisa terjadi, trauma sebelumnya yang pernah mengenai gigi, perubahan gigitan (oklusi) dan peningkatan sensitivitas terhadap temperatur.28 Riwayat medis juga harus ditanyakan karena dapat mempengaruhi pilihan perawatan yang akan diberikan.24

Pemeriksaan klinis dimulai dengan mengevaluasi luka pada jaringan lunak, termasuk pemeriksaan fragmen gigi di dalam mulut, apakah jaringan lunak memiliki luka sobek, memar, maupun pembengkakan, kemudian gigi di periksa apakah mengalami fraktur atau infraksi. Pada pemeriksaan klinis, jika fraktur mahkota terjadi, dicatat apabila bagian pulpa terpapar, luas daerah yang terpapar dan status dari sirkulasi daerah pulpa, jika terjadi perpindahan gigi, catat apakah termasuk lateral atau axial, intrusif dan ekstrusif.28

Tes mobiliti, tes perkusi dan tes sensitivitas pulpa juga sangat penting dilakukan dalam mendiagnosis trauma gigi. Tes mobiliti dilakukan untuk melihat apakah kegoyangan hanya terjadi pada satu gigi atau pada beberapa gigi. Derajat kegoyangan gigi juga harus dicatat. Tipe trauma luksasi akan berhubungan dengan derajat kegoyangan gigi. Tes perkusi dilakukan untuk mengindikasikan adanya kerusakan pada ligamen periodontal dengan melakukan tekanan atau sentuhan pada gigi dan dapat memberikan informasi mengenai hubungan antara gigi dan tulang yang berdekatan. Tes sensitivitas pulpa dilakukan untuk memeriksa dan melihat ketersediaan neurovaskular pada pulpa dari gigi yang mengalami trauma yang dapat dilakukan dengan menggunakan alat tes pulpa elektrik (electric pulp test).28

(11)

perluasan dari trauma yang mengenai mahkota gigi, ukuran pulpa, jarak dengan garis fraktur, kelainan pada jaringan pendukung, perpindahan gigi dari soketnya, posisi dari benih gigi permanen, tahap perkembangan akar gigi dan sebagai dasar untuk kunjungan berikutnya. Radiografi yang dilakukan dalam beberapa angulasi berbeda akan memiliki informasi yang lebih dipercaya tentang perubahan dalam kompleks dentoalveolar. Radiografi juga digunakan untuk memperlihatkan adanya benda asing yang tertanam di dalam luka jaringan lunak.3,24,28

Evaluasi pada trauma gigi diperlukan untuk memanajemen trauma gigi termasuk melanjutkan kontrol untuk menentukan diagnosa, menilai respon terhadap perawatan, menentukan kebutuhan perawatan tambahan atau perubahan pengobatan, dan evaluasi.28

Pemeriksaan terhadap trauma gigi harus dilakukan dengan teliti, mulai dari riwayat trauma, riwayat medis, dan pemeriksaan radiografi, sehingga dokter gigi dapat memutuskan diagnosis dan rencana perawatan. Perawatan tergantung apakah akar gigi telah terbentuk sempurna atau belum terbentuk secara sempurna.29

2.4 Penanganan Darurat dan Perawatan Trauma

Trauma gigi juga dapat menyebabkan rasa sakit, kehilangan fungsi, berpengaruh terhadap perkembangan oklusi dan estetik, selain itu trauma gigi dapat berpengaruh terhadap keadaan emosional dan psikologis. Rencana perawatan merupakan hal yang sangat penting karena trauma gigi dapat menyebabkan masalah serius pada masa pertumbuhan gigi permanen.22,25

2.4.1 Penanganan Darurat Trauma

(12)

kemungkinan terjadi luka di seluruh tubuh pasien, panggil ambulans untuk membawa pasien ke bagian gawat darurat terdekat. Selalu rujuk pasien untuk pemeriksaan medis bila tidak dijumpai kelainan pada rongga mulutnya.30

Prognosis dari gigi yang terkena trauma tergantung pada kecepatan penanganan. Andreasen dkk mengelompokkan trauma gigi berdasarkan tingkat kedaruratan perawatan meliputi : 1) Akut yaitu perawatan dilakukan dalam waktu tiga jam. 2) Subakut yaitu perawatan dilakukan dalam waktu 24 jam. 3) Perawatan tertunda yaitu perawatan dilakukan melebihi 24 jam.31

2.4.2 Perawatan Trauma

Perawatan trauma gigi pada masa gigi sulung berbeda dengan perawatan pada masa gigi permanen. Perawatan trauma pada masa gigi sulung akan lebih sulit dilakukan karena anak-anak cenderung tidak kooperatif.32

Luka sobek pada jaringan lunak dapat dibersihkan dengan menggunakan larutan saline dan kapas steril, kemudian periksa debris dan fragmen gigi, ini sangat penting dilakukan sebelum melakukan anastesi pada jaringan lunak.24 Trauma yang terjadi di tempat yang kotor atau kemungkinan banyak bakteri dan mengakibatkan keadaan klinis kemerahan, pembengkakan pada gingiva, maka perlu diberikan ATS (Anti Tetanus Serum).3

(13)

permanen belum sempurna. Pada gigi yang mengalami sedikit ekstrusi atau luksasi lateral tanpa gangguan oklusal, gigi dapat ditinggalkan agar dapat bereposisi dengan sendirinya. Pada trauma luksasi intrusi, perawatan tergantung pada arah perpindahan gigi, jika terjadi ke arah palatal dan mendekati perkembangan benih gigi permanen, sebaiknya dilakukan ekstraksi pada gigi sulung akan tetapi jika perpindahan terjadi ke arah bukal menjauhi perkembangan benih gigi permanen, ini dapat dibiarkan agar gigi dapat erupsi dengan sendirinya. Konkusi dan subluksasi tidak memerlukan suatu perawatan aktif, penyelarasan oklusal dapat dilakukan untuk meminimalkan ketidaknyamanan saat gigi berkontak. Observasi terhadap gigi yang mengalami trauma disarankan untuk menghindari kemungkinan terjadinya nekrosis pulpa. Pada gigi sulung yang mengalami avulsi, replantasi gigi sebaiknya tidak dilakukan untuk mencegah kerusakan benih gigi permanen, selanjutnya jaringan lunak pada bagian gigi yang avulsi di observasi untuk melihat penyembuhan dan kemungkinan kehilangan ruang gigi. 32,33

Orangtua di Amerika Serikat memilih 3 pilihan tempat perawatan saat berhadapan dengan trauma gigi anaknya yaitu praktek dokter, praktek dokter gigi, dan rumah sakit.31 Pengenalan orangtua tentang trauma gigi dan pengetahuan mengenai gejala pasca-trauma dapat mengarahkan orangtua untuk mencari perawatan, dengan demikian dapat mencegah terjadinya komplikasi pada gigi sulung dan benih gigi pengganti.6

2.5 Pencegahan Trauma

(14)

praktek dokter gigi dengan melakukan pencetakan pada bagian rahang atas pasien dan juga dapat dibeli di toko olahraga.33

(15)

2.6 Kerangka Teori

Mengurangi Trauma Gigi Sulung

Anterior Anak

Prevalensi Etiologi Klasifikasi Trauma Menurut WHO

Kerusakan pada Jaringan Keras Gigi dan Pulpa

Kerusakan pada Tulang Pendukung

Kerusakan pada Jaringan Periodontal

Kerusakan pada Gingiva atau Jaringan Lunak Rongga Mulut

Riwayat, pemeriksaan klinis dan diagnosis

Pencegahan Penanganan Darurat dan

(16)

2.7 Kerangka Konsep

Anak Usia 1-4 Tahun Faktor risikonya : • Jenis Kelamin

• Usia Kejadian Trauma • Elemen gigi

• Prevalensi trauma gigi sulung anterior

• Distribusi frekuensi :  Etiologi terjadinya

trauma

 Lokasi kejadian trauma

 Klasifikasi WHO yang diperiksa secara klinis

Gambar

Tabel 1. Prevalensi trauma gigi sulung di berbagai studi yang berbeda 2,6,12,18-20
Tabel 2. Frekuensi penyebab trauma gigi sulung2
Gambar 1. Kerusakan pada Jaringan Keras Gigi dan Pulpa16
Gambar 2. Kerusakan pada Jaringan Periodontal16

Referensi

Dokumen terkait

Sholat dan beberapa ibadah mahdlah (Ibadah langsung kepada Allah) lainnya membutuhkan tata cara bersuci secara khusus sebelum melakukan ibadah selanjutnya. Tata

Kemacetan di jalan raya yang dipenuhi oleh trasportasi pribadi disebabkan oleh kurangnya minat masyarakat unruk menggunaka trasportasi umum. Orang lebih berminat

This paper discuss a comparison of the maximum likelihood (ML) estimator and the uniformly minimum variance unbiased (UMVU) es- timator of generalized variance for some normal

JUMLAH PERALATAN PADA UNIT PEMINDAH TENAGA. KEMUDI, REM DAN

Kegiatan Pemeliharaan Saluran Irigasi Pekerjaan Pemeliharaan. Saluran Irigasi Desa

Lampiran : Surat Panitia Pengadaan Barang/ Jasa Konstruksi Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Tengah TA3. Asli

[r]

Kegiatan Pemeliharaan Saluran Irigasi Pekerjaan Pemeliharaan Saluran Irigasi DI.. Tempel Desa