III. METODE PENELITIAN
3.1 Metode Pemilihan Lokasi
Penelitian dilakukan di Provinsi Sumatera Utara. Provinsi Sumatera Utara
dipilih menjadi lokasi penelitian karena daerah ini merupakan salah satu provinsi
dengan angka permintaan kedelai yang tertinggi di Indonesia namun salah satu
provinsi yang memproduksi kedelai terendah di Indonesia. Provinsi Sumatera
Utara dari segi penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara mempunyai
sumberdaya lahan yang cukup besar, mempunyai kesesuaian agronomis terhadap
tanaman kedelai, namun salah satu provinsi yang mengalami penurunan produksi
tertinggi di Indonesia.
3.2 Metode Pengambilan Sampel
Penentuan Jumlah sampel berdasarkan pendapat Maholtra (2008), dimana
jumlah sampel minimal empat sampai lima kali jumlah variabel yang diamati.
Pada penelitian ini, terdapat 7 variabel yang diamati yaitu permintaan kedelai
Provinsi Sumatera Utara, penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara, harga riil
kedelai Provinsi Sumatera Utara, jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara,
pendapatan perkapita, harga riil jagung dan luas areal panen kedelai. Sehingga
besar sampel (size of sample) minimal adalah 28-35 sampel. Penelitian dilakukan
dengan purposive sampling dengan besarnya sampel (size of sample) (n) sebesar
48 sampel menggunakan data sekunder time series setiap semester selama dari
3.3 Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data
sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Provinsi Sumatera
Utara dan nasional, Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara, dan Badan
Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Utara serta instansi–instansi lain yang
berkaitan data yang digunakan dalam penelitian ini.
3.4 Metode Analisis Data 3.4.1 Spesifikasi Model
Permintaan dan penawaran suatu komoditas merupakan suatu sistem yang
tidak dapat dianalisis secara terpisah. Hubungan antara penawaran dan permintaan
suatu komoditas selalu dipengaruhi oleh variabel-variabel secara simultan. Oleh
karena itu, untuk mengukur keragaan penawaran dan permintaan komoditas di
dalam pendekatan ekonometrika atau statistika ekonomi digunakan pendekatan
simultan. Spesifikasi model dilakukan berdasarkan alur pemikiran model
permintaan dan penawaran komoditas kedelai di Provinsi Sumatera Utara yang
disajikan pada Gambar 8.
3.4.1.1 Spesifikasi Fungsi Permintaan Kedelai Provinsi Sumatera Utara
Permintaan kedelai di Provinsi Sumatera Utara diduga dipengaruhi oleh
harga riil kedelai Provinsi Sumatera Utara, jumlah penduduk Provinsi Sumatera
Utara dan pendapatan per kapita Provinsi Sumatera Utara.
Persamaannya adalah sebagai berikut :
QD = a0 + a1 HKDSU+ a2 PKP + a3 JPSU + U1...(13)
a1 < 0;
a2,a3 >0
dimana,
QD = Permintaan Kedelai di Provinsi Sumatera Utara (dalam ribu ton)
HKDSU = Harga riil kedelai di Provinsi Sumatera Utara (dalam ribu rupiah/kg)
PKP = Pendapatan per kapita Provinsi Sumatera Utara (dalam juta rupiah)
JPSU = Jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara (dalam juta jiwa)
U1 = Variabel pengganggu
a0 = Intersep
a1,a2,a3 = Koefisen regresi
Hubungan/Pengaruh antara harga riil kedelai Provinsi Sumatera Utara
dengan permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara bersifat negatif. Apabila
terjadi peningkatan harga riil kedelai Provinsi Sumatera Utara, maka akan
menyebabkan menurunnya permintaan kedelai di Provinsi Sumatera Utara.
Hubungan antara permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara dan
pendapatan perkapita Provinsi Sumatera Utara adalah positif. Apabila pendapatan
perkapita Provinsi Sumatera Utara meningkat maka permintaan kedelai Provinsi
Sumatera Utara akan meningkat.
Jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara diduga berpengaruh positif
terhadap permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara. Kenaikan jumlah penduduk
Provinsi Sumatera Utara akan meningkatkan kebutuhan/permintaan kedelai
Provinsi Sumatera Utara, hal ini mengakibatkan permintaan kedelai Provinsi
Sumatera Utara akan meningkat. Selain itu, sebagai salah satu komoditas penting
bagi penduduk Provinsi Sumatera Utara, jumlah penduduk Provinsi Sumatera
Utara akan secara langsung akan meningkatkan permintaan kedelai.
3.4.1.2 Spesifikasi Fungsi Penawaran kedelai di Provinsi Sumatera Utara
Penawaran kedelai di Provinsi Sumatera Utara dipengaruhi oleh harga riil
domestik kedelai, luas areal panen kedelai, dan harga riil jagung.
Dirumuskan sebagai berikut:
QS= b0 + b1 HKDSU + b2 LPKSU+ b3 HJG+ U2...(14)
b1, b2 > 0
dimana,
QS = Penawaran kedelai di Provinsi Sumatera Utara (Dalam ribu ton)
HKSU = Harga riil kedelai di Provinsi Sumatera Utara (dalam ribu
rupiah/kg)
LPKSU = Luas areal panen kedelai di Provinsi Sumatera Utara (Dalam
Ribu ha)
HJG = Harga riil jagung di Provinsi Sumatera Utara (dalam Ribu
rupiah/kg)
b1,b2,b3 = koefisien regresi
b0 = Intersep
U2 = Variabel Pengganggu
Hubungan antara penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara dan harga riil
kedelai Provinsi Sumatera Utara bersifat positif. Apabila harga riil kedelai
Provinsi Sumatera Utara naik maka penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara
akan meningkat.
Hubungan antara penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara dan luas areal
panen kedelai bersifat positif. Apabila luas areal panen meningkat maka
penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara akan meningkat.
Hubungan antara harga riil jagung dan penawaran adalah negatif dimana
apabila harga riil jagung meningkat tanpa diikuti oleh kenaikan harga riil kedelai
maka penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara menurun diakibatkan
3.4.2 Identifikasi Model
Menurut Koutsoyiannis (1977), masalah identifikasi muncul hanya untuk
persamaan-persamaan yang didalamnya terdapat koefisien-koefisien yang harus
diestimasi secara statistik. Masalah identifikasi tidak muncul dalam
persamaan-persamaan definisi, identitas atau dalam pernyataan tentang kondisi equilibrium,
karena dalam hubungan-hubungan tersebut tidak memerlukan pengukuran.
Untuk menentukan metode pendugaan yang tepat, Identifikasi dilakukan dengan
melihat hubungan antara selisih antara jumlah variabel predeterminan/ instrument
variabel pada model (K-k) dan selisih Jumlah variabel endogen yang terdapat
pada persamaan dikurangi dengan satu (g-1). Terdapat tiga kemungkinan
hubungan yaitu apabila K-k lebih kecil dari g-1 maka persamaan teridentifikasi
underidentified, Apabila K-k sama dengan g-1, maka persamaan teridentifikasi
exactly identified, apabila K-k > g-1, maka persamaan teridentifikasi over
identified
1. Persamaan Underidentified
Suatu persamaan dikatakan underidentified jika bentuk statistiknya tidak
tunggal. Suatu sistem dikatakan underidentified ketika satu atau lebih
persamaan-persamaan yang ada dalam sistem tersebut underidentified. Jika suatu persamaan-persamaan
atau model underidentified maka tidak mungkin dilakukan pendugaan dari seluruh
parameter yang ada dengan teknik ekonometrika manapun.
2. Persamaan Identified
Jika Suatu persamaaan memiliki bentuk statistik tunggal maka persamaan
tersebut dapat diidentifikasikan (identified), dan persamaan tersebut bisa exactly
yang terdapat didalamnya dapat diduga secara statistik. Jika persamaan exactly
identified maka metode yang sesuai untuk pendugaan adalah Indirect Least
Square (ILS). Sedangkan jika persamaan overidentified maka metode yang dapat
digunakan salah satunya adalah Two Least Square (2SLS).
3.4.3 Uji Asumsi Klasik
Penggunaan regresi 2SLS pada suatu model tidak boleh menyimpang dari
asumsi “BLUE” (best, linear, unbiased and estimator). Model harus lolos dari
penyimpangan asumsi. Pengujian asumsi dilakukan dengan pengujian asumsi
klasik. Pada penelitian ini, pendugaan parameter dalam model 2SLS. Model
regresi yang dibangun sebaiknya tidak menyimpang dari asumsi BLUE (Best,
Linear, Unbiased dan Estimator). Model harus lolos dari penyimpangan asumsi
yang disebabkan adanya serial korelasi, normalitas, dan multikoliearitas.
3.4.3.1 Uji Normalitas
Uji Normalitas dilakukan untuk melihat asumsi data model simultan 2SLS
terdistribusi normal. Uji normalitas adalah pengujian tentang kenormalan
distribusi data. Distribusi normal data dimana data memusat pada nilai rata-rata
dan median. Uji Normalitas digunakan untuk mengetahui apakah variabel –
variabel yang digunakan baik yang dijadikan sebagai variabel dependen ataupun
variabel yang dijadikan sebagai variabel independen mempunyai distribusi normal
atau tidak. Model regresi yang baik adalah distibusi data normal atau
mendekatinormal.
Langkah yang digunakan dalam program eviews untuk menguji normalitas
Pada lembar output model regresi klik tab View, kemudian pilih Residual Test
dan Histogram. Kemudian pilih Normality Tes. Pendektesian apakah residualnya
berdistribusi normal atau tidak dilakukan dengandengan membandingkan nilai
nilai Probabilitas Jarquae Bera (JB) dengan tingkat signifikansi. Pada penelitian
ini tingkat signifikasnsi adalah 0.05, kemudian untuk menarik kesimpulan
dilakukan pengujian hipotesis dilakukan pada persamaan permintaan kedelai
Provinsi Sumatera Utara maupun persamaan penawaran kedelai Provinsi
Sumatera Utara sebagai berikut:
1. Jika nilai Probabilitas Jarquae Bera (JB) < 0,05, maka residualnya
berdistribusi tidak normal.
2. Jika nilai Probabilitas Jarquae Bera (JB) > 0,05, maka residualnya
berdistribusi normal.
3.4.3.2 Uji Autokorelasi
Salah satu asumsi model linier adalah faktor pengganggu tidak dipengaruh
oleh faktor pengganggu pada pengamatan lain. Serial korelasi muncul karena
observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Masalah
serial korelasi timbul karena residual tidak bebas dari suatu observasi ke observasi
lainnya. Masalah ini sering ditemukan apabila kita menggunakan data time
series/runtut waktu. Hal ini disebabkan karena error pada suatu data yang
cenderung akan mempengaruhi error pada data yang sama pada periode
berikutnya. Sedangkan, pada data cross section, masalah serial korelasi jarang
terjadi karena error pada observasi yang berbeda berasal dari data yang berbeda.
Cara mendeteksi adanya serial korelasi pada eviews adalah sebagai berikut
serial korelasi dengan menekan klik pada View – Residual Test kemudian pilih
Serial Correlation LM Test, setelah itu akan muncul tabel Serial Correlation LM
Test.
Untuk mendeteksi adanya serial korelasi pada tabel Serial Correlation LM
Test yaitu dengan membandingkan Probabilitas Obs*R-square dengan tingkat
signifikansi, pada penelitian ini tingkat signifikansi adalah 5 %, lalu dilakukan
pengujian hipotesis pada persamaan permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara
maupun persamaan penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara sebagai berikut :
1. Jika nilai probabilitas Obs*R-square < 0,05, maka hipotesis menyatakan
bahwa model bebas dari masalah serial korelasi ditolak.
2. Jika nilai probabilitas Obs*R-square > 0,05, maka hipotesis menyatakan
bahwa model bebas dari masalah serial korelasi diterima.
3.4.3.3 Uji Multikolinearitas
Salah satu penyimpangan asumsi model klasik adalah adanya
multikolinieritas dalam model regresi yang dihasilkan, artinya antar variabel
eksogen yang membentuk model memiliki hubungan yang sempurna. Gejala
terjadinya multikolonearitas adalah koefisien determinasi (R2) yang didapat tinggi
tetapi tidak satupun koefisien regresi parsilanya signifikan. Konsekuensi dari
model regresi yang mengandung multikolinearitas adalah bahwa kesalahan
standar estimasnya akan cenderung meningkat dengan bertambahnya variabel
eksogen, dan tingkat signifikansi yang digunakan menolak hipotesis HO diperoleh
tidak sahih untuk menaksir variabel endogen.
Tahapan untuk pengujian eviews dilakukan dengan pendekatan korelasi
kedelai dari langkah pertama didapat nilai R Square Permintaan. Setelah R Square
didapat kemudian lakukan estimasi regresi harga riil kedelai dengan variabel
pendapatan perkapita dan jumlah penduduk untuk mendapatkan R Square harga
riil kedelai. Lakukan estimasi dengan cara yang sama terhadap pendapatan
perkapita dan jumlah penduduk sehingga didapat Rsquare permintaan, Rsquare
harga riil kedelai, Rsquare jumlah penduduk, dan Rsquare pendapatan perkapita.
Apabila Rsquare permintaan > Rsquare harga riil kedelai, Rsquare jumlah
penduduk, dan Rsquare pendapatan perkapita maka tidak ada masalah
multikorelasi.
3.4.4 Intepretasi Evaluasi Model
Dalam evaluasi model diharapkan dapat diketahui variabel eksogen mana
yang berpengaruh pada variabel endogen, baik secara bersama-sama, maupun
secara parsial. Evaluasi model memerlukan kriteria pengujuan (criteria statistic)
yang terdiri dari Uji koefisien determintasi (uji R2), Uji statistik-T dan Uji
statistik-F.
3.4.4.1 Uji Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2), digunakan untuk mengukur seberapa besar
variabel-variabel bebas (variabel eksogen/variabel tidak bebas/variabel
independent/variable penjelas) dapat menjelaskan variabel terikat
(endogen/variabel tidak bebas/ variabel dependent). Koefisien ini menunjukan
seberapa besar variasi total pada variabel terikat yang dapat dijelaskan oleh
variabel bebasnya dalam model regresi tersebut. Nilai dari koefisien determinasi
dalam model tersebut dapat mewakili permasalahan yang diteliti, karena dapat
menjelaskan variasi yang terjadi pada variabel dependennya. Nilai R: sama
dengan atau mendekati 0 (nol) menunjukan variabel dalam model yang dibentuk
tidak dapat menjelaskan variasi dalam variabel terikat.
3.4.4.2 Uji F-statistik
Uji F-Statistik digunakan untuk menguji pengaruh variabel bebas terhadap
variabel tidak bebas secara keseluruhan. Hipotesis yang dipakai pada uji F berupa
H0 adalah keseluruhan variabel bebas tidak mempengaruhi variabel tidak bebas ;
H1 adalah keseluruhan variabel bebas mempengaruhi variabel tidak bebas.
Apabila, Prob statistik < 0.05 maka H0 diterima H1 ditolak, sebaliknya Prob
F-statistik > 0.05 maka H1 diterima H0 ditolak
3.4.4.3 Uji t-statistik
Uji t (uji t hitung) pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh
suatu variabel eksogen/variabel tidak bebas/ variabel independent/variabel
penjelas menerangkan variabel endogen/variabel bebas/variabel dependen dengan
cara membandingkan t-hitung dan t-tabel. Sebagai H0 adalah Variabel bebas tidak
mempengaruhi variabel tidak bebas; Sebagai H1 adalah Variabel bebas
mempengaruhi variabel tidak bebas. Apabila prob t < 0.05 maka Ho diterima ; H1
ditolak; namun apabila prob t > 0.05 maka H0 ditolak; H1 diterima Hipotesis
diuji dengan uji- t pada daerah kritis dengan taraf nyata sebesar α= 5% secara dua
3.5 Defenisi dan Batasan Operasional 3.5.1 Defenisi
Untuk menghindari kesalahpahaman dalam mengartikan hasil penelitian ini,
maka dibuat beberapa defenisi dan batasan operasional sebagai berikut :
1. Permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara (QD) adalah total konsumsi
kedelai di Provinsi Sumatera Utara yang digunakan sebagai bahan pangan,
bahan pakan ternak dan kebutuhan lainnya.
2. Penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara (QS) adalah total produksi
kedelai yang tersedia di Provinsi Sumatera Utara.
3. Harga kedelai Sumatera merupakan harga riil rata-rata kedelai di tingkat
produsen yang dihimpun dari BPS pada beberapa kabupaten kota.
4. Pendapatan per kapita merupakan rata-rata pendapatan yang diperoleh
penduduk Provinsi Sumatera Utara yang digambarkan oleh PDRB perkapita.
5. Jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara merupakan total penduduk
terdaftar di Provinsi Sumatera Utara
6. Luas areal panen adalah rata-rata luas areal yang dipanen petani kedelai
7. Harga riil jagung adalah harga riil jagung pada tingkat konsumen
3.5.2 Batasan Operasional
Adapun batasan operasional dari penelitian ini adalah:
1 Daerah penelitian adalah daerah Provinsi Provinsi Sumatera Utara,
Indonesia
2 Waktu penelitian adalah pada tahun 2014.
3 Data yang dipakai adalah data semesteran dalam kurun waktu tahun
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Provinsi Sumatera Utara
Provinsi Sumatera Utara berada di bagian barat Indonesia, terletak pada
garis 10 - 40 Lintang Utara dan 980 - 1000 Bujur Timur. Sebelah Utara
berbatasan dengan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, sebelah Timur dengan
Negara Malaysia di Selat Malaka, sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi
Riau dan Sumatera Barat dan di sebelah Barat berbatasan dengan Samudera
Hindia. Luas daratan Provinsi Sumatera Utara adalah 71.680,68 km2,
sebagian besar berada di daratan Pulau Sumatera, dan sebagian kecil berada
di Pulau Nias, Pulau-pulau Batu serta beberapa pulau kecil, baik di bagian
barat maupun bagian timur pantai Pulau Sumatera.
Provinsi Sumatera Utara tergolong ke dalam daerah beriklim tropis.
Ketinggian permukaan daratan Provinsi Sumatera Utara sangat bervariasi,
sebagian daerahnya datar, hanya beberapa meter di atas permukaan laut, beriklim
cukup panas bisa mencapai 34.2 0C, sebagian daerah berbukit dengan kemiringan
yang landai, beriklim sedang dan sebagian lagi berada pada daerah ketinggian
yang suhu minimalnya bisa mencapai 13.4 0C. Sebagaimana Provinsi lainnya
di Indonesia, Provinsi Sumatera Utara mempunyai musim kemarau dan
musim penghujan. Musim kemarau biasanya terjadi pada bulan Juni sampai
dengan September dan musim penghujan biasanya terjadi pada bulan
November sampai dengan bulan Maret, diantara kedua musim itu diselingi
4.2 Perkembangan Parameter-Parameter Uji
4.2.1 Perkembangan Harga Nominal Kedelai Provinsi Sumatera Utara
Perkembangan harga kedelai di Provinsi Sumatera Utara yang dikumpulkan
dari Badan Pusat Statistik (Gambar 9) menunjukkan bahwa harga kedelai
berfluktuasi dengan pola meningkat dari tahun ke tahun. Pada awal pengamatan
pada tahun 1990 Semester 1 harga kacang kedelai adalah Rp. 650 per kg.
Sedangkan pada akhir tahun pengamatan yaitu pada semester 2 tahun 2013 harga
kedelai mencapai harga Rp. 9,668 per kg.
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2013
Gambar 8. Perkembangan Harga Kedelai Provinsi Sumatera Utara 1990-2013
Kenaikan tertinggi terjadi pada tahun 1998 semester 1 dimana harga kedelai
naik dari Rp.1,071 per kg pada semester 2 tahun 1997 menjadi Rp.1,790 per kg
pada semester 1 tahun 1999 (67.13% ). Penurunan harga kedelai juga pernah
terjadi beberapa kali pada rentang waktu pengamatan yaitu pada tahun 1993
semester 1, pada tahun 1993 semester 1, tahun 2000 setmester 1, tahun 2002
semester 1, pada tahun 2007 semester 1, pada tahun 2009 semester 2 dan pada
tahun 2012 semester 1. Penurunan tertinggi terjadi pada tahun 2000 semester 1
0,000
1990S1 1991S1 1992S1 1993S1 1994S1 1995S1 1996S1 1997S1 1998S1 1999S1 2000S1 2001S1 2002S1 2003S1 2004S1 2005S1 2006S1 2007S1 2008S1 2009S1 2010S1 2011S1 2012S1 2013S1
dimana terjadi penurunan harga kedelai sebesar 16.54%. Secara keseluruhan harga
kedelai meningkat sebesar 6.67% per tahun.
4.2.2 Perkembangan Jumlah Penduduk Provinsi Sumatera Utara
Perkembangan jumlah penduduk di Provinsi Sumatera Utara yang dihimpun
oleh Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara disajikan pada Gambar 10.
Jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara meningkat dari tahun ke tahun. Pada
awal pengamatan (tahun 1990) jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara adalah
10.2560 juta jiwa. Pada akhir pengamatan pada tahun 2013 jumlah penduduk
Provinsi Sumatera Utara adalah 13.3260 juta jiwa.
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara
Gambar 9. Perkembangan Jumlah Penduduk Provinsi Sumatera Utara 1990-2013
Jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara rata- rata meningkat 2% per
tahun. Namun selama rentang waktu pengamatan dilakukan, penurunan jumlah
penduduk pernah terjadi pada tahun 2000 dan tahun 2009. Pada tahun 2000,
terjadi penurunan jumlah penduduk sebesar 4% dimana jumlah penduduk Provinsi
Sumatera Utara pada tahun 1999 adalah 11.95 juta jiwa, namun pada tahun 2000
jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara menurun menjadi 11.51 juta jiwa. Pada
tahun 2010, jumlah penduduk juga mengalami penurunan sebesar 2% dimana
pada tahun 2009 jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara adalah 13.2 juta jiwa,
sedangkan pada tahun 2010 jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara menurun
menjadi 12.98 juta jiwa.
4.2.3 Perkembangan Pendapatan Regional Perkapita Penduduk Provinsi Sumatera Utara
Perkembangan Pendapatan Regional Perkapita Provinsi Sumatera Utara
yang dihimpun oleh Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara disajikan pada
Gambar 11. Perkembangan Pendapatan Regional Perkapita Provinsi Sumatera
Utara berfluktuasi dengan pola meningkat dari tahun ke tahun.
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, 2013
Gambar 10. Perkembangan Pendapatan Regional Perkapita Penduduk Provinsi Sumatera Utara 1990-2013
Pada awal pengamatan yaitu tahun 1990, Pendapatan Regional Perkapita
Provinsi Sumatera Utara sebesar Rp. 951,944. Pada akhir priode analisis yaitu
tahun 2012 pendapatan Regional Perkapita Provinsi Sumatera Utara adalah Rp.
23,739,577. Pada tahun 1990 ini merupakan Pendapatan Regional Perkapita
Provinsi Sumatera Utara terendah selama periode analisis sedangkan pada tahun
0
1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
2012 merupakan Pendapatan Regional Perkapita Provinsi Sumatera Utara
merupakan pendapatan perkapita tertinggi.
Peningkatan Pendapatan Regional Perkapita Regional Provinsi Sumatera
Utara tertinggi terjadi pada tahun 1998 sebesar 47% sedangkan peningkatan
terendah terjadi pada tahun 2000 yaitu sebesar 7%. Peningkatan rata-rata
Pendapatan Regional Perkapita Regional Provinsi Sumatera Utara mencapai 16 %
pertahun.
4.2.4 Perkembangan Luas Areal Panen Kedelai Provinsi Sumatera Utara
Perkembangan luas areal panen Kedelai Provinsi Sumatera Utara yang
dikumpulkan dari Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara disajikan pada
Gambar 12. Perkembangan luas areal panen kedelai Provinsi Sumatera Utara
berfluktuasi dengan pola menurun dari tahun ke tahun.
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, 2013
Gambar 11. Perkembangan Luas areal panen Kedelai Provinsi Sumatera Utara 1990-2013
Pada awal tahun pengamatan (semester 1 tahun 1990) luas areal panen
kedelai seluas 14,559 ha. Pada akhir tahun pengamatan yaitu pada semester 2
0
tahun 2013 luas areal panen kedelai seluas 1,856 ha. Luas areal panen kedelai
tertinggi dalam rentang waktu 1990 hingga 2012 terjadi pada tahun 1994 semester
2 seluas 28,156 ha. Sedangkan luas areal panen terendah terjadi pada tahun 2013
semester 1 seluas 1,271 ha. Rata-rata luas areal panen kedelai adalah 11,103 ha
per semester.
Peningkatan luas areal panen tertinggi terjadi pada semester 1 tahun 2008
dimana luas areal panen kedelai meningkat sebesar 108% . Dimana luas areal
panen kedelai pada dari semester 2 tahun 2007 seluas 2,166 ha menjadi 4,506 ha
pada semester 1 tahun 2008. Penurunan luas areal panen tertinggi pada priode
pengamatan adalah pada awal tahun 2006 (semester 1 tahun 2006) dimana luas
areal panen mengalami penurunan sebesar 60% dimana pada semester 2 tahun
2005 luas areal panen seluas 7,186 ha menjadi 2,863 pada semester 1 tahun 2006.
4.2.5 Perkembangan Permintaan Kedelai Provinsi Sumatera Utara
Perkembangan permintaan kedelai di Provinsi Sumatera Utara pada tahun
pengamatan tahun 1990-2013 berfluktuasi meningkat (Gambar 13). Pada awal
pengamatan dilakukan, permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara pada
semester 1 tahun 1990 sebesar 5,262 ton. Pada semester 2 tahun 2013 permintaan
kedelai Provinsi Sumatera Utara sebesar 33,417 ton.
Rata-rata permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara dari semester 1 tahun
1990 hingga semester 2 tahun 2013 adalah 19,030 ton per semester. Permintaan
tertinggi terjadi pada 2012 Semester 1 dimana permintaan kedelai Provinsi
Sumatera Utara sebesar 37,995 ton sedangkan permintaan kedelai Provinsi
Sumatera Utara terendah terjadi pada tahun 1990 Semester 2 dimana permintaan
Pada perkembangannya, terjadi peningkatan maupun penurunan jumlah
permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara. Rata-rata peningkatan permintaan
kedelai Provinsi Sumatera Utara pertahun adalah 5%. Peningkatan permintaan
kedelai Provinsi Sumatera Utara tertinggi terjadi pada tahun 1995 Semester 2
dimana permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara pada tahun 1995 Semester 1
adalah 8,843 ton meningkat menjadi 13,198 ton pada tahun 1995 Semester 2.
Sedangkan penurunan permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara tertinggi
terjadi pada tahun 2000 Semester 1 dimana permintaan kedelai Provinsi Sumatera
Utara pada tahun 1999 Semester 2 adalah 18,706 turun menjadi 14,895 ton pada
tahun 2000 Semester 1.
Sumber : Ketapang 2013, diolah
Gambar 12. Perkembangan Permintaan Kedelai Provinsi Sumatera Utara 1990-2013
4.2.6 Perkembangan Penawaran Kedelai Provinsi Sumatera Utara
Perkembangan penawaran kedelai di Provinsi Sumatera Utara pada tahun
pengamatan tahun 1990-2013 berfluktuasi menurun (Gambar 14). Pada awal
pengamatan dilakukan, penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara pada
semester 1 tahun 1990 sebesar 13,702 ton. Pada semester 2 tahun 2013
penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara sebesar 1613 ton.
0 10 20 30 40
1990S1 1991S1 1992S1 1993S1 1994S1 1995S1 1996S1 1997S1 1998S1 1999S1 2000S1 2001S1 2002S1 2003S1 2004S1 2005S1 2006S1 2007S1 2008S1 2009S1 2010S1 2011S1 2012S1 2013S1
Penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara tertinggi terjadi pada tahun
1994 Semester 1 dimana penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara sebesar
29,518 ton. Sedangkan penawaran terendah terjadi pada 2013 Semester 2 dimana
penawaran kedelai sebesar 1,613 ton. Rata-rata penawaran kedelai Provinsi
Sumatera Utara dari semester 1 tahun 1990 hingga semester 2 tahun 2013 adalah
11,568ton per semester.
Pada perkembangannya, terjadi peningkatan maupun penurunan jumlah
penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara. Peningkatan penawaran kedelai
Provinsi Sumatera Utara tertinggi terjadi pada tahun 2008 Semester 1 dimana
penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2007 Semester 2 adalah
2,413 ton meningkat menjadi 5,158 ton pada tahun 2008 Semester 1. Sedangkan
penurunan penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara tertinggi terjadi pada
2000 Semester 1 dimana penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara pada tahun
1999 Semester 2 sebesar 13,025 turun menjadi 5,764 ton pada tahun 2000
Semester 1.
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, 2013
Gambar 13. Perkembangan Penawaran Kedelai Provinsi Sumatera Utara 1990-2013
0 10000 20000 30000 40000
4.3 Hasil Analisis Model Permintaan dan Penawaran Kedelai Provinsi Sumatera Utara.
4.3.1 Pengujian Order Condition
Identifikasi model dilakukan dengan melakukan pengujian Order Condition
untuk mengetahui metode yang tepat dalam melakukan analisis. Pada penelitian
ini, model dibangun dengan 2 persamaan yaitu persamaan permintaan kedelai
Provinsi Sumatera Utara dan persamaan penawaran kedelai Provinsi Sumatera
Utara.
Pada persamaan permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara, variabel
predeterminan/ instrument variabel adalah 2 buah yaitu jumlah penduduk (JPSU)
dan pendapatan perkapita (PKP) Provinsi Sumatera Utara sehingga nilai
k-permintaan adalah 2. Pada persamaan penawaran kedelai Provinsi Sumatera
Utara, banyaknya variabel predeterminan/ instrument variabel adalah 2 buah yaitu
Luas areal panen kedelai (LPKSU) dan Harga riil jagung Provinsi Sumatera Utara
(HJG) sehingga nilai k-penawaran adalah 2. Total jumlah variabel predeterminan/
instrument variabel (K) pada sistem adalah 4 yaitu jumlah penduduk a (JPSU),
pendapatan perkapita (PKP), Luas areal panen kedelai (LPKSU), dan Harga riil
Jagung Provinsi Sumatera Utara (HJG).
Jumlah peubah endogen pada persamaan permintaan kedelai Provinsi
Sumatera Utara (g-permintaan) adalah 1 buah yaitu harga riil kedelai Provinsi
Sumatera Utara (HKDSU). Jumlah peubah endogen pada penawaran kedelai
Provinsi Sumatera Utara (g-penawaran) adalah 1 buah yaitu harga riil kedelai
Provinsi Sumatera Utara (HKDSU). Pada perhitungan yang dilakukan seperti
termasuk pada katagori Over Identified sehingga metode yang dilakukan dengan
Two Stage Least Square (2SLS).
Tabel 3. Tabel Pengujian Order Condition Model Persamaan Permintaan dan Penawaran Kedelai Provinsi Sumatera Utara
PERSAMAAN K k g K-k g-1 KESIMPULAN
QD = a0 + a1 HKDSU+
4.3.2 Uji Asumsi Klasik Model Permintaan dan Penawaran Kedelai Provinsi Sumatera Utara
Setelah ditetapkan bahwa metode yang dipakai untuk menduga model
adalah 2SLS maka tahap selanjutnya dilakukan adalah melakukan uji asumsi
klasik. Uji asumsi klasik digunakan agar asumsi-asumsi yang diasumsikan dalam
melakukan regresi tidak menyimpang dari asumsi BLUE (Best, Linear, Unbiased
dan Estimator).
Berdasarkan pengujian yang dilakukan baik pengujian Normalitas (dengan
metode histogram), pengujian autokorelasi (dengan serial correlation LM Test),
dan pengujian multikolinearitas (dengan spasial korelasi) dapat disimpulkan
bahwa baik persamaan permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara maupun
persamaan penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara tidak menyimpang dari
asumsi BLUE (Best, Linear, Unbiased dan Estimator). Sehingga layak digunakan
untuk mengestimasi faktor-faktor yang mempengaruhinya dengan penjelasan
4.3.2.1 Hasil Pengujian Normalitas Model Persamaan Permintaan dan Penawaran Kedelai Provinsi Sumatera Utara
Uji Normalitas dilakukan dengan menggunakan eviews 8 dengan metode
Histogram. Widarjono, (2013) menyatakan bahwa apabila Prob. JB pada model >
0.05 maka model yang diuji tidak mengalami masalah normalitas disebabkan
residual terdistribusi Normal. Tabel Hasil pengujian normalitas pada persamaan
permintaan dan penawaran kedelai disajikan pada tabel 3.
Hasil pengujian normalitas pada persamaan permintaan kedelai Provinsi
Sumatera Utara (QD) disajikan pada Lampiran 1. Berdasarkan hasil pengujian
normalitas nilai probability JB adalah 0.37. Hasil pengujian normalitas pada
penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara disajikan pada Lampiran 2.
Berdasarkan hasil pengujian, nilai probability JB untuk persamaan penawaran
kedelai Provinsi Sumatera Utara adalah 0.37.
Setelah dilakukan pengujian baik pada persamaan permintaan kedelai
Provinsi Sumatera Utara maupun persamaan penawaran kedelai Provinsi
Sumatera Utara dapat disimpulkan bahwa seluruh persamaan terdistribusi normal
dan memenuhi asumsi klasik (Normalitas).
Tabel 4. Tabel Hasil Pengujian Normalitas Model Persamaan Permintaan dan Penawaran Kedelai Provinsi Sumatera Utara
Persamaan Nilai Prob
JB Kesimpulan
Permintaan 0.23 Residual Terdistribusi Normal
Penawaran 0.37 Residual Terdistribusi Normal
4.3.2.2 Hasil Pengujian Autokorelasi Model Persamaan Permintaan dan Penawaran Kedelai Provinsi Sumatera Utara
Pengujian autokorelasi dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak
eviews 8. Pada perangkat lunak yang dipakai (eviews 8) pengujian autokorelasi
diuji dengan serial correlation LM Test, dimana nilai Prob. Chi-Square
Obs*R-Squared pada model dibandingkan dengan refrensi α sebesar 0.05. Menurut
Widarjono, (2013) Prob. Chi-Square Obs*R-Squared pada model > 0.05 maka
model yang diuji tidak mengalami masalah autokorelasi. Ringkasan hasil
pengujian autokorelasipada model persamaan dan permintaan kedelai Provinsi
Sumatera Utara disajikan pada tabel 4.
Tabel 5. Ringkasan Hasil Pengujian Autokorelasi Model Permintaan Dan Penawaran Kedelai Prov. Sumatera Utara
Persamaan Prob Chi-Square (2) Kesimpulan
Permintaan 0.07 Tidak Terjadi Autokorelasi
Penawaran 0.28 Tidak Terjadi Autokorelasi
Sumber : Lampiran 3, Lampiran 4
Hasil pengujian Autokorelasi pada persamaan permintaan kedelai Provinsi
Sumatera Utara disajikan pada Lampiran 3. Berdasarkan hasil dari pengujian
autokorelasi pada permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara menujukkan
bahwa nilai dari Prob. Chi-Square Obs*R-Squared bernilai 0.0732. Hasil ini
menunjukkan bahwa model permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara tidak
mengalami masalah Autokorelasi.
Hasil dari pengujian autokorelasi pada penawaran kedelai Provinsi
Sumatera Utara (Lampiran 4) menujukkan bahwa nilai dari Prob. Chi-Square (2)
bahwa model penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara tidak mengalami
masalah Autokorelasi.
Setelah dilakukan pengujian baik pada persamaan permintaan kedelai
Provinsi Sumatera Utara maupun persamaan penawaran kedelai Provinsi
Sumatera Utara dapat disimpulkan bahwa seluruh persamaan tidak terjadi
autokorelasi dan memenuhi asumsi klasik (Autokorelasi).
4.3.2.3 Hasil Pengujian Multikolinearitas Model Persamaan Permintaan dan Penawaran Kedelai Provinsi Sumatera Utara
Hasil pengujian multikolinearitas dari model persamaan permintaan kedelai
Provinsi Sumatera Utara disajikan pada Tabel 5. Persamaan pengujian
multikolinearitas persamaan Permintaan (M.1) merupakan regresi TSLS dari
variabel permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara (QD) terhadap variabel
harga riil kedelai Provinsi Sumatera Utara (HKDSU), Variabel Jumlah Penduduk
Provinsi Sumatera Utara (JPSU) dan variabel pendapatan perkapita Provinsi
Sumatera Utara (PKP). Nilai koefisien determinasi R2QD (M.1) adalah 0.94%.
Persamaan M.1.1 merupakan hasil regresi dari variabel-variabel penjelas
dari Permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara (QD) yaitu Harga riil kedelai
Provinsi Sumatera Utara (HKDSU) terhadap variabel penjelas lain seperti Jumlah
penduduk Provinsi Sumatera Utara (JPSU) dan pendapatan perkapita Provinsi
Sumatera Utara PKP. Koefisien determinasi dari M.1.1 adalah 0.32 (hasil
estimasi disajikan pada (lampiran 7).
Persamaan M.1.2 merupakan hasil regresi dari variabel-variabel penjelas
Koefisien determinasi dari M.1.2 adalah 0.79 (hasil estimasi disajikan pada
lampiran 8).
Persamaan M.1.3 merupakan hasil regresi dari variabel variabel penjelas dari
QD yaitu PKP terhadap variabel penjelas lain seperti JPSU dan HKDSU.
Koefisien determinasi dari M.1.3 adalah 0.78 (hasil estimasi disajikan pada
lampiran 9).
Bedasarkan nilai-nilai dari M.1, M.1.1, M.1.2, M.1.3 didapatkan kesimpulan
bahwa pada persamaan permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara tidak terjadi
multikolinearitas. Hal ini ditandai dengan nilai koefisien determinasi variabel
dependen lebih besar dari koefisen determinasi variabel-variabel independennya
(M1 > M.1.1, M.1.2, M.1.3).
Tabel 6. Tabel Hasil Pengujian Multikolinearitas Model Persamaan Permintaan Kedelai Provinsi Sumatera Utara
No PERSAMAAN R2
M.1 QD = f(HKDSU, JPSU,PKP) 0.94
M.1.1 HKDSU = f(JPSU,PKP) 0.32
M.1.2 JPSU = f(HKDSU,PKP) 0.79
M.1.3 PKP = f(HKDSU, JPSU) 0.78
Lampiran 7, Lampiran 8, Lampiran 9.
Hasil pengujian multikolinearitas dari model persamaan penawaran kedelai
Provinsi Sumatera Utara disajikan pada tabel 7. Persamaan pengujian
multikolinearitas persamaan penawaran (M.2) merupakan regresi dari variabel
penawaran (QS) terhadap variabel harga riil kedelai Provinsi Sumatera Utara
(HKDSU), variabel harga riil Jagung Provinsi Sumatera Utara (HJG) dan luas
lahan panen kedelai Provinsi Sumatera Utara (LPKSU). Nilai koefisien
Persamaan M.21 merupakan hasil regresi dari harga riil kedelai terhadap
variabel harga riil jagung (HJG) dan luas areal panen jagung (LPKSU). Hasil
regresi dari M.2.1 adalah 0.46 (hasil estimasi disajikan pada lampiran 10).
Persamaan M.2.2 merupakan hasil regresi dari variabel-variabel penjelas
dari QS yaitu harga riil jagung Provinsi Sumatera Utara (HJG) terhadap variabel
penjelas lain seperti Harga riil Kedelai Provinsi Sumatera Utara (HKDSU) dan
luas areal panen kedelai Provinsi Sumatera Utara (LPKSU). Koefisien
determinasi dari M.2.2 adalah 0.44 (hasil estimasi disajikan pada lampiran 11).
Persamaan M.2.3 merupakan hasil regresi dari variabel variabel penjelas
dari QS yaitu luas areal panen kedelai kedelai Provinsi Sumatera Utara (LPKSU)
terhadap variabel penjelas lain seperti harga riil jagung Provinsi Sumatera Utara
(HJG) dan harga riil kedelai Provinsi Sumatera Utara (HKDSU). Koefisien
determinasi dari M.2.3 adalah -3.73 (hasil estimasi disajikan pada lampiran 12).
Bedasarkan nilai-nilai dari M.2, M.2.2, M.2.3 didapatkan kesimpulan bahwa
pada persamaan penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara tidak terjadi
multikolinearitas. Hal ini ditandai dengan nilai koefisien determinasi variabel
dependen lebih besar dari koefisen determinasi variabel-variabel independennya
(M2 > M.2.1, M.2.2, M.2.3). Sehingga dapat disimpulakan baik pada persamaan
permintaan (M.1) maupun penawaran (M.2) tidak terjadi masalah
multikolinearitas.
Setelah dilakukan pengujian baik pada persamaan permintaan kedelai
Provinsi Sumatera Utara maupun persamaan penawaran kedelai Provinsi
Sumatera Utara dapat disimpulkan bahwa seluruh persamaan tidak terjadi
Tabel 7. Tabel Hasil Pengujian Multikolinearitas Model Persamaan Penawaran Kedelai Provinsi Sumatera Utara
No PERSAMAAN R2
M.2 QS = f{HKDSU, HJG, LPKSU} 0.97
M.2.1 HKDSU = f{HJG, LPKSU } 0.46
M.2.2 HJG = f{HKDSU, LPKSU } 0.44
M.2.3 LPKSU = f{ HKDSU, HJG} -3.73
Lampiran 10, Lampiran 11, Lampiran 12.
4.3.3 Intepretasi dan Evaluasi Model Permintaan dan Penawaran Kedelai Provinsi Sumatera Utara
Hasil estimasi sistem persamaan permintaan dan penawaran kedelai
Provinsi Sumatera Utara disajikan pada Lampiran 13. Hasil pedugaan model
permintaan dan penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara menunjukan nilai
koefisien determinasi masing-masing persamaan dalam model secara keseluruhan
cukup kuat 0.94-0.97, dimana kedua persamaan yang diuji memiliki nilai
koefisien lebih dari 0.67. Menurut Chin (1998) suatu model dikatakan kuat
apabila koefisien determainasi terdapat pada rentang 0.67 hingga 1.00.
Selanjutnya akan dibahas estimasi dari parameter-parameter yang mempengaruhi
permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara maupun penawaran kedelai Provinsi
Sumatera Utara.
4.3.3.1 Interpretasi dan Evaluasi Model Permintaan Kedelai Provinsi Sumatera Utara
Estimasi dilakukan pada persamaan permintaan kedelai Provinsi Sumatera
Utara (QD) dengan variabel independen harga riil kedelai Provinsi Sumatera
Utara (HKDSU), pendapatan perkapita Provinsi Sumatera Utara (PKP), dan
jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara (JPSU) dengan variabel
Utara (PKP), Harga riil Jagung Provinsi Sumatera Utara (HJG), jumlah penduduk
Provinsi Sumatera Utara (JPSU), luas area panen kedelai Provinsi Sumatera
Utara (LPKSU) dengan metode Two Stage Least Square (TSLS). Hasil estimasi
adalah sebagai berikut :
QD = -66508.25 - 3.779 *HKDSU + 6268.6 *JPSU + 6681.15 *PKP
Prob t : (0.000) (0.637) (0.000) (0.001)
R2= 0,94 Prob F= 0.000
4.3.3.1.1 Hasil Estimasi dan Interpretasi Uji F Model Permintaan Kedelai Provinsi Sumatera Utara
Nilai dari prob F pada persamaaan permintaan adalah 0.000 hal ini
menandakan bahwa keseluruhan variabel independen (harga riil kedelai Provinsi
Sumatera Utara (HKDSU), pendapatan perkapita Provinsi Sumatera Utara (PKP),
dan jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara (JPSU) berpengaruh terhadap
permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara (QD).
4.3.3.1.2 Hasil Estimasi dan Interpretasi Koefisien Determinasi Model Permintaan Kedelai Provinsi Sumatera Utara
Nilai dari koefisien determinasi dari persamaan permintaan bernilai 0.94.
Nilai ini mengandung arti bahwa jumlah permintaan kedelai Provinsi Sumatera
Utara (QD) mampu dijelaskan oleh variasi faktor-faktor independen yaitu harga
riil kedelai Provinsi Sumatera Utara (HKDSU), pendapatan perkapita Provinsi
Sumatera Utara (PKP), dan jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara (JPSU)
sebesar 94% dan sisanya sebesar 6% dijelaskan oleh variabel lain diluar
4.3.3.1.3 Hasil Estimasi dan Interpretasi Koefisien Regresi Pada Model Permintaan Kedelai Provinsi Sumatera Utara
Variabel harga kedelai Provinsi Sumatera Utara (HKDSU) berpengaruh
negatif terhadap permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara (QD) sesuai dengan
hipotesis. Pengaruh negatif ini dapat dilihat dari nilai koefisen regresi yang lebih
kecil dari nol yaitu -3.779. Berdasarkan koefisien regresi dapat disimpulkan
bahwa apabila harga riil kedelai Provinsi Sumatera Utara (HKDSU) naik sebesar
seribu rupiah akan menurunkan permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara (QD)
sebesar 3,779 ton. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Desai (2010)
dimana permintaan untuk produk pertanian dipengaruhi oleh harga komoditas.
Secara umum senakin tinggi harga, semakin rendah jumlah yang diminta.
Variabel jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara (JPSU) berpengaruh
positif terhadap permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara (QD) sesuai dengan
hipotesis. Pengaruh positif ini dapat dilihat dari nilai koefisen regresi yang lebih
besar dari nol. Berdasarkan koefisien regresi dapat disimpulkan bahwa apabila
jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara (JPSU) naik sebesar satu juta jiwa
akan meningkatkan permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara (QD) sebesar
6,268 ton. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Menurut Pratama &
Mandala (2002), dimana pada suatu tingkat harga, peningkatan jumlah penduduk
akan menyebabkan jumlah permintaan terhadap suatu komoditi akan meningkat.
Variabel pendapatan perkapita Provinsi Sumatera Utara (PKP) berpengaruh
positif terhadap permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara (QD) sesuai dengan
hipotesis. Pengaruh positif ini dapat dilihat dari nilai koefisen regresi yang lebih
besar dari nol. Berdasarkan koefisien regresi dapat disimpulkan bahwa apabila
akan meningkatkan permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara (QD) sebesar
17.293 ton. Hasil ini sesuai dengan beberapa pendapat Gorman (2009),
menyebutkan bahwa faktor-faktor yang memepengaruhi permintaan adalah
pendapatan, selain yaitu harga barang itu sendiri, harga barang dan jasa lainnya
preferensi dan persepsi akan harga di masa depan. Menurut Pratama & Mandala
(2002) juga berpendapat bahwa penigkatan permintaan suatu komoditas terjadi
dikarenakan perubahan tingkat pendapatan konsumen dimana dengan
meningkatnya pendapatan akan menyebabkan permintaan terhadap suatu barang
bertambah. Sebaliknya dengan menurunnya pendapatan konsumen maka
permintaan untuk barang tersebut berkurang. Pada produk-produk pertanian
seperti kedelai, Desai (2010) menjelaskan salah satu faktor penting yang
mempengaruhi permintaan untuk komoditas pertanian adalah pendapatan rumah
tangga. Ketika pendapatan per kapita mengalami peningkatan, masyarakat
cenderung akan menambah konsumsinya sehingga kebutuhan akan bahan
pangan pagan seperti kedelai atau demand kedelai akan meningkat..
4.3.3.1.4 Hasil Estimasi dan Interpretasi Uji t Model Permintaan Kedelai Provinsi Sumatera Utara
Variabel harga riil kedelai Provinsi Sumatera Utara (HKDSU) berpengaruh
secara tidak signifikan terhadap permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara (QD)
pada taraf kepercayaan (α) 5%. Kesimpulan ini dapat dilihat dari prob-t harga riil
kedelai Provinsi Sumatera Utara (HKDSU) yang bernilai lebih besar dari 0.05
yaitu 0.637. Harga riil kedelai tidak mempengaruhi naik turunnya permintaan
terjadi akibat sifat kedelai merupakan bahan makanan pokok utama di Indonesia
terhadap komoditas kedelai. Selain itu, kedelai sebagai bahan baku untuk industri
pangan seperti tahu, tempe dan banyak bentuk lain. Kedelai merupakan komoditas
bahan pokok yang tidak bisa digantikan oleh komoditas lain (minim komoditas
substitusi) sehingga meskipun harga mengalami kenaikan maka kebutuhan
demand kedelai harus tetap dipenuhi hal ini membuat kedelai tidak terlalu
dipengaruhi harga hingga pada tingkat harga tertentu. Hasil harga kedelai yang
tidak signifikan terhadap permintaan juga terjadi di Samarinda (Rohana, 2008),
Jawa Tengah (Sahara, 2004) dan di Jawa Timur (Fahma, 2007)
Variabel jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara (JPSU) berpengaruh
secara signifikan terhadap permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara (QD)
pada taraf kepercayaan (α) 5%. Kesimpulan ini dapat dilihat dari prob-t jumlah
penduduk Provinsi Sumatera Utara (JPSU) yang bernilai lebih kecil dari 0.05
yaitu 0.000. Hal ini sesuai dengan keadaan nyata dimana pada dasarnya setiap
orang membutuhkan pangan untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Kedelai
merupakan masyarakat Indonesia dan Sumatera Utara yang sangat umum yang
dikonsumsi dalam banyak varian produk dan merupakan sumber protein nabati
utama bagi masyarakat golongan bawah sehingga pertambahan dan penurunan
jumlah penduduk sangat mempengaruhi banyaknya permintaan kedelai . Hal ini
juga dikemukakan oleh Adetama (2011) dan Setiabekti (2013).
Variabel pendapatan perkapita Provinsi Sumatera Utara (PKP) berpengaruh
secara signifikan terhadap permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara (QD)
pada taraf kepercayaan (α) 5%. Kesimpulan ini dapat dilihat dari prob-t
pendapatan perkapita Provinsi Sumatera Utara (PKP) yang bernilai lebih kecil
masyarakat cenderung akan menambah konsumsinya baik secara kuantitas
maupun kualitasnya penambahan kuantitas secara langsung keragaman
produk-produk berbasis kedelai dan penambahan kualitas membuat perubahan pola
pangan dari pola pangan karbohidrat tinggi protein rendah menjadi pangan
karbohidrat rendah dengan protein tinggi hal ini juga mempengaruhi permintaan
kedelai. Hal ini membuat peningkatan pendapatan berpengaruh signifikan
terhadap permintaan kedelai. Pendapatan perkapita mempengaruhi permintaan
kedelai secara signifikan juga dikemukakan oleh Widjayanti (2005) dan Setiabekti
(2013).
Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa faktor utama yang
menyebabkan peningkatan permintaan adalah peningkatan jumlah penduduk dan
peningkatan pendapatan masyarakat Provinsi Sumatera Utara. Permintaan
permintaan kedelai harus disikapi dengan positif dimana permintaan kedelai yang
terus meningkat harus dilihat sebagai peluang pasar yang menjanjikan yang
diperlukan untuk pergerakan ekonomi, sumber pendapatan masyarakat yang pada
akhirnya diharapkan terwujudnya peningkatan kesejahtraan masyarakat.
4.3.3.2 Interpretasi dan Evaluasi Model Penawaran Kedelai Provinsi Sumatera Utara
Estimasi dilakukan pada persamaan penawaran (QS) dengan variabel
independen harga riil kedelai Provinsi Sumatera Utara (HKDSU), harga riil
jagung Provinsi Sumatera Utara (HJG) sebagai substitusi kedelai, dan luas areal
panen Provinsi Sumatera Utara (LPKSU) dengan variabel
instrumen/predeterminan antara lain, pendapatan perkapita Provinsi Sumatera
kedelai Provinsi Sumatera Utara (LPKSU). Hasil estimasi adalah sebagai
berikut:
QS = -1415.21 + 10.87*HKDSU - 16.23*HJG + 0.96*LPKSU
Prob t: (0.000) (0.1919) (0.1865) (0.000)
R2= 0,97 Prob F= 0.000
4.3.3.2.1 Hasil Estimasi dan Interpretasi Koefisien Determinasi Pada Model Penawaran Kedelai Provinsi Sumatera Utara
Nilai dari koefisien determinasi dari persamaan permintaan bernilai 0.97.
Nilai ini mengandung arti bahwa variasi faktor-faktor independen dalam
persamaan penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara mampu menjelaskan
jumlah penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara sebesar 97% dan sisanya 3%
dijelaskan oleh variabel lain diluar model.
4.3.3.2.2 Hasil Estimasi dan Interpretasi Uji F Pada Model Penawaran Kedelai Provinsi Sumatera Utara
Nilai dari prob F pada persamaaan permintaan adalah 0.000 hal ini
menandakan bahwa keseluruhan variabel independen yaitu harga riil kedelai
Provinsi Sumatera Utara (HKDSU), harga riil jagung Provinsi Sumatera Utara
(HJG), dan luas areal panen Provinsi Sumatera Utara (LPKSU) berpengaruh
terhadap penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara (QS). Kesimpulan ini
didapat dari nilai prob F sebesar 0.000 dimana nilai dari Prob F dibawah 0.05.
4.3.3.2.3 Hasil Estimasi dan Interpretasi Koefisien Regresi Pada Model Penawaran Kedelai Provinsi Sumatera Utara
Variabel Harga riil Kedelai Provinsi Sumatera Utara (HKDSU) berpengaruh
hipotesis. Pengaruh positif ini dapat dilihat dari nilai koefisen regresi yang lebih
besar dari nol. Berdasarkan koefisien regresi dapat disimpulkan bahwa apabila
Harga riil Kedelai Provinsi Sumatera Utara (HKDSU) naik sebesar seribu rupiah
akan meningkatkan penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara (QS) sebesar
10,870 ton. Hal ini sesuai dengan pendapat ahli seperti Desai (2010) yang
mengungkapkan bahwa harga merupakan instrumen terpenting yang menentukan
keputusan untuk menanam suatu komoditas. Harga sangat berhubungan dengan
pendapatan sehingga apabila harga meningkat maka pendapatan meningkat.
Peningkatan pendapatan tanpa diikuti oleh peningkatan biaya operasional /ongkos
produksi akan meningkatkan keuntungan. Keuntungan merupakan motif petani
untuk menanam suatu komoditas pertanian (produksi). Berdasarkan transmisi ini,
dapat disimpulkan bahwa apabila apabila harga meningkat penawaran akan
meningkat.
Variabel Harga riil Jagung Provinsi Sumatera Utara (HJG) berpengaruh
negatif terhadap penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara (QS) sesuai dengan
hipotesis. Pengaruh negative ini dapat dilihat dari nilai koefisen regresi yang lebih
kecil dari nol. Berdasarkan koefisien regresi dapat disimpulkan bahwa apabila
Harga riil Jagung Provinsi Sumatera Utara (HJG) naik sebesar seribu rupiah akan
menurunkan penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara (QS) sebesar 16,230 ton.
Hal ini sesuai dengan teori, dimana dijelaskan oleh Desai (2010) bahwa
peningkatan harga barang/komoditas pertanian lain akan membuat komoditas
yang harganya relatif tidak meningkat tidak menarik bagi petani. Pada jangka
panjang akan merubah pola tanam dari komoditas yang harganya kurang menarik
jagung sebagai kompetitor dari kedelai meningkat akan menurunkan penawaran
kedelai.
Variabel Luas Areal Panen Kedelai Provinsi Sumatera Utara (LPKSU)
berpengaruh positif terhadap penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara (QS)
sesuai dengan hipotesis. Pengaruh positif ini dapat dilihat dari nilai koefisen
regresi yang lebih besar dari nol. Berdasarkan koefisien regresi dapat disimpulkan
bahwa apabila Luas Areal Panen Kedelai Provinsi Sumatera Utara (LPKSU) naik
sebesar satu ha akan meningkatkan penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara
(QS) sebesar 0.96 ton. Hal ini sesuai dengan teori dimana apabila luas panen
meningkat akan meningkatkan penawaran suatu produk pertanian (Tambunan,
2003). Luas panen berpengaruh signifikan juga didapat oleh Fahma (2007) dan
Hadipurnomo (2000)
4.3.3.2.4 Hasil Estimasi dan Interpretasi Uji t Pada Model Penawaran Kedelai Provinsi Sumatera Utara
Variabel Harga riil Kedelai Provinsi Sumatera Utara (HKDSU) berpengaruh
secara tidak signifikan terhadap penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara (QS)
pada taraf kepercayaan (α) 5%. Kesimpulan ini dapat dilihat dari prob-t Harga riil
Kedelai Provinsi Sumatera Utara (HKDSU) yang bernilai lebih besar dari 0.05
yaitu 0.1919. Variabel harga kedelai berdasarkan uji statistik tidak berpengaruh
terhadap supply kedelai. Hal ini didukung oleh kenyataan di lapangan, dimana
petani menganggap kedelai merupakan tanaman selingan yang ditanam setelah
jagung atau padi (tergantung pola pergilirannya) sehingga adanya kenaikan
atau penurunan harga kedelai tidak mempengaruhi petani dalam menanam
peningkatan ongkos produksi yang selalu meningkat yang tidak diimbangi oleh
peningkatan harga kedelai tidak cukup membuat insentif bagi petani untuk
menanam kedelai. Faktor lain yang membuat harga kedelai tidak signifikan
terhadap penawaran kedelai adalah kedelai bukanlah komoditas pemimpin pasar
pada pertanian pangan secara khusus maupun pertanian lain di Sumatera Utara.
Harga nominal kedelai selalu dibawah rata-rata nasional. Hal ini mengindikasikan
petani kedelai Sumatera Utara tidak sepenuhnya menanam karena motif harga
namun pada motif kebiasaan. Harga tidak berpengaruh signifikan terhadap
penawaran juga dikemukakan oleh Hadipurnomo (2000), Fahma (2003) dan
Al-Mudatsir (2009).
Variabel Harga Riil Jagung Provinsi Sumatera Utara (HJG) berpengaruh
secara tidak signifikan terhadap penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara (QS)
pada taraf kepercayaan (α) 5%. Kesimpulan ini dapat dilihat dari prob-t Harga riil
Jagung Provinsi Sumatera Utara (HJG) yang bernilai lebih besar dari 0.05 yaitu
0.186. Jagung di banyak penelitian merupakan kompetitor utama dari kedelai di
banyak tempat seperti Jawa Timur dan Jawa Barat seperti yang diteliti oleh Gusti
(1995), namun pada kasus di Sumatera Utara bahwa pada sentra-sentra kedelai
Sumatera Utara seperti Deli Serdang dan Simalungun kompetitor utama dari
kedelai dari segi penggunaan lahan adalah tanaman perkebunan dan permukiman.
Hal ini membuat harga jagung berpengaruh negatif namun tidak signifikan
terhadap penawaran kedelai. Sehingga perlu diteliti lebih lanjut bagaimana
pengaruh harga komoditas-komoditas perkebunan terhadap penawaran kedelai di
Variabel Luas Areal Panen Kedelai Provinsi Sumatera Utara (LPKSU)
berpengaruh secara signifikan terhadap penawaran kedelai Provinsi Sumatera
Utara (QS) pada taraf kepercayaan (α) 5%. Kesimpulan ini dapat dilihat dari
prob-t Luas Areal Panen Kedelai Provinsi Sumaprob-tera Uprob-tara (LPKSU) yang bernilai
lebih kecil dari 0.05 yaitu 0.000. Hal ini sesuai dengan keadaan empiris dimana
penurunan luas panen akan mengakibatkan penurunan penawaran secara
signifikan. Variabel Luas Areal Panen Kedelai berpengaruh secara signifikan
terhadap penawaran kedelai juga pernah dikemukakan oleh Fahma (2003) dan
Pratiwi (2008)
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa
faktor yang paling menentukan penawaran kedelai lokal adalah luas areal panen.
Luas panen merupakan tantangan yang harus ditanggapi secara positif dengan
menemukan strategi dan kebijakan yang tepat.
Peningkatan luas panen kedelai melalui peningkatan mutu intensifikasi
dalam peningkatan produktivitas yang sangat berhubungan dengan teknologi dan
penambahan baku lahan (PBL) yang erat hubungannya dengan pencetakan lahan
baru. Penerapan teknologi ditempuh melalui penerapan panca usaha yang meliputi
peningkatan kualitas benih untuk meningkatkan kualitas benih, penerapan
mekanisasi pertanian untuk pengolahan tanah yang lebih baik, pengelolaan air
yang berwawasan lingkungan, pemakaian pupuk berimbang dan pengendalian
hama dan penyakit untuk mempertahankan/ mengamankan luas areal panen.
Penambahan bahan baku lahan (PBL) dilakukan dengan penambahan areal
lahan. Hal ini tidak dapat diserahkan pada pasar, hal ini berdasarkan data dimana
membuat kebijakan pemerintah mengenai HPP dan kebijakan Impor tidak dapat
berjalan dengan baik. Pemerintah hanya melakukan intervensi terhadap harga
pada saat ini. Kebijakan yang dilakukan tidak berdampak pada kenaikan
penawaran kedelai dimana penawaran kedelai tetap menurun dengan kebijakan
yang telah dilakukan. Hal ini merupakan indikator bahwa pemerintah harus
mengubah strategi kebijakan. Dalam rangka memberikan stimulus bagi
penambahan luas lahan kedelai dapat dilakukan dengan merubah kelembagaannya
dimana negara berubah dari lembaga penjaga stabilisasi dan regulasi menjadi
lembaga yang melakukan penjaminan harga di masa depan dengan kontrak serta
lembaga pemasar yang mempu memasarkan produk-produk pertanian. Hal ini
sudah dilakukan oleh perusahaan perusahaan retail besar di Indonesia dan dapat
berjalan dengan baik. Mekanisme penjaminan harga di masa depan dengan
kontrak biasa disebut dengan kontrak pertanian (farming contrac). Hal ini sudah
dilakukan pada beberapa negara seperti Senegal, dan beberapa amerka latin.
Harga yang telah ditentukan di massa depan (Future Price) akan meningkatkan
gairah petani untuk memakai lahannya untuk menanam kedelai. Berdasarkan
harga masa depan yang ditentukan pada saat ini dapat dihitung margin
keuntungan, berdasarkan margin keuntungan maka dapat diputuskan oleh petani
melakukan produksi (willing to produce) atau berpindah ke komoditas lain.
Selain merubah kelembagaan, maka pemerintah juga dapat membuka
perusahaan yang berorentasi kepada produksi-produksi bahan pangan seperti
kedelai. Hal ini berhubungan dengan perizinan dan sumberdaya manusia dimana
apabila telah menjadi badan usaha milik negara maka akan dikelola dengan lebih
menjalankan fungsi produksi dan mempunyai daya tawar yang baik dalam harga
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Faktor-faktor yang mepengaruhi permintaan kedelai Provinsi Sumatera
Utara pada rentang waktu 1990 hingga 2013 secara signifikan adalah pendapatan
perkapita (PKP), dan jumlah penduduk (JPSU) Provinsi Sumatera Utara. Harga
riil kedelai (HKDSU) Provinsi Sumatera Utara tidak berperngaruh secara
signifikan terhadap permintaan. Pendapatan perkapita (PKP), dan jumlah
penduduk (JPSU) berpengaruh positif terhadap permintaan kedelai Provinsi
Sumatera Utara.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran kedelai Provinsi Sumatera
Utara pada rentang waktu 1990 hingga 2013 adalah luas areal penen kedelai
Provinsi Sumatera Utara (LPKSU). Harga riil kedelai (HKDSU) dan harga riil
jagung (HJG) Provinsi Sumatera Utara tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap penawaran kedelai Sumatera Utara. Luas areal panen Provinsi Sumatera
Utara (LPKSU) berpengaruh positif terhadap penawaran kedelai Provinsi
5.2 Saran
1. Berdasarkan hasil penelitian disarankan bagi pemerintah untuk merubah
strategi kebijakan yang telah dilakukan pada saat ini dimana strategi yang
telah dilakukan baik penetapan harga petani dan impor kedelai tidak
mempengaruhi peningkatan penawaran kedelai di Provinsi Sumatera Utara.
Dalam rangka upaya peningkatan luas panen kedelai pemerintah sebaiknya
meningkatkan teknologi dan menstimulasi penanaman kedelai dengan kontrak
pertanian dimana pemerintah diharapkan dapat menjadi lembaga penjamin
harga dimasa depan (future price) dan mengambil alih pemasaran kedelai
sehingga harga dapat menjadi stimulus bagi petani untuk menanam kedelai.
2. Komodias Jagung bukan merupakan pesaing/kompetitor dari kedelai di
Provinsi Sumatera Utara. Hal ini terbukti dengan harga jagung tidak signifikan
terhadap penawaran kedelai di Provinsi Sumatera Utara. Sehingga dalam
penelitian selanjutnya sebaiknya tidak memasukkan komoditas jagung sebagai