• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN DEPRESI PENDERITA KUSTA DI RUANG RAWAT PENYAKIT DALAM KUSTA RUMAH SAKIT KUSTA DR. SITANALA TANGERANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "View of HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN DEPRESI PENDERITA KUSTA DI RUANG RAWAT PENYAKIT DALAM KUSTA RUMAH SAKIT KUSTA DR. SITANALA TANGERANG"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol. XII No. 12 Desember 2017 ISSN 2086-9266 HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN DEPRESI PENDERITA KUSTA DI RUANG RAWAT PENYAKIT DALAM KUSTA RUMAH SAKIT KUSTA DR. SITANALA

TANGERANG

Zahrah MS* Rista Sembiring** Program Studi S1 Keperawatan, STIKes Yatsi

Email : pangeran_jojoy@yahoo.co.id

Abstrak

Penyakit kusta termasuk dalam salah satu penyakit menular dengan angka kejadian yang masih tetap tinggi di negara-negara berkembang terutama di wilayah tropis. Dukungan keluarga akan melindungi individu tehadap efek negatif dari depresi dan secara langsung akan mempengaruhi status kesehatan individu. Desain penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Metode sampling yang digunakan adalah total sampling dengan sampel 35 responden yaitu penderita yang terdiagnosa kusta yang di rawat di ruang rawat penyakit dalam kusta Rumah Sakit Kusta Dr. Sitanala Tangerang pada bulan Agustus sampai dengan September 2015. Data penelitian diambil dengan menggunakan kuesioner. Data ditabulasi, dianalisis dengan menggunakan uji Chi Square dengan tingkat kemaknaan 0,05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 21 responden yang tidak mendapat dukungan keluarga, 19 responden (90,5%) mengalami depresi, satu responden diantaranya menderita depresi berat, dan dari 14 responden yang mendapat dukungan keluarga, yang mengalami depresi hanya 4 (28,5%), dengan tingkatan ringan dan sedang. Dari hasil pengujian statistik diperoleh hasil terdapat hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat depresi penderita kusta dengan nilai pvalue 0,001(< alpha= 0.05) dengan menggunakan alpha 5% (0,05). Melihat hasil penelitian ini perlu adanya dukungan dari keluarga bagi penderita kusta untuk meminimalkan depresi yang dialaminya, sehingga proses pengobatan dapat tertata dan terlaksana dengan baik, dan penderita kusta mempunyai semangat untuk tetap hidup dan bersosialisasi di masyarakat.

Kata Kunci : Dukungan Keluarga, Depresi, Penderita Kusta

Abstract

Leprosy is included in one of the infectious diseases with incidence rates still remain high in developing countries, especially in tropical areas. Family support will protect individuals tehadap negative effects of depression and will directly affect an individual's health status. This study design using analytic descriptive method with cross sectional approach. The sampling method used was total sampling with a sample of 35 respondents are diagnosed leprosy patients were hospitalized in internal medicine wards of leprosy hospital Dr. Sitanala Tangerang in August to September 2015. Data were taken using a questionnaire. Data tabulated, analyzed using Chi Square test with a significance level of 0.05. The results showed that of the 21 respondents who have no family support, 19 respondents (90.5%) were depressed, one respondent them suffered from severe depression, and of the 14 respondents who received family support, depressed only 4 (28.5% ), with mild and moderate levels. From the test results obtained by the results of statistical correlation between family support with the level of depression lepers with pvalue value of 0.001 (<alpha = 0.05), using alpha 5% (0.05). Seeing the results of this study need the support of family for lepers to minimize his depression, so that the treatment can be arranged and done well, and the lepers have the spirit to live and socialize in the community.

(2)

Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol. XII No. 12 Desember 2017 ISSN 2086-9266 PENDAHULUAN

Penyakit kusta termasuk dalam salah satu daftar penyakit menular yang angka kejadiannya masih tetap tinggi di negara-negara berkembang terutama di wilayah tropis. Angka kejadian kusta dari tahun ketahun sudah menunjukkan penurunan, namun angka tersebut masih tetap tergolong tinggi. Tahun 2009 jumlah penderita kusta di dunia yang terdeteksi sebanyak 213.036 orang, tahun 2010 sebanyak 228.474 orang, tahun 2011 sebanyak 192.246 orang dan tahun 2012 sebanyak 181.941 orang1.

Di Indonesia, kasus baru penderita kusta masih cukup tinggi, yaitu 16.856 kasus dan jumlah kecacatan tingkat dua diantara penderita baru sebanyak 9,86 persen. Indonesia menempati di peringkat ketiga dunia dengan kasus baru kusta terbanyak setelah India 134.752 kasus dan Brasil 33.303 kasus2.

Di Provinsi Banten, jumlah penderita kusta atau leprae tahun 2014 mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Banten, tercatat sebanyak 1.029 penderita kusta dengan jumlah pasien baru mencapai 705 orang. Menurut Sigit Wardoyo jumlah tersebut meningkat dibanding tahun 2013 yang tercatat sebanyak 1.019 penderita kusta dengan jumlah pasien baru sebanyak 683 orang, berdasarkan pemetaan penderita terbanyak penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae tersebut, terdapat di kabupaten Serang dan kabupaten Tangerang3. Sedangkan berdasarkan data yang diperoleh peneliti dari medical record Rumah Sakit Kusta Dr. Sitanala Tangerang, tercatat 2.882 penderita kusta selama tahun 2013 dan 2014.

Dari keterangan di atas dapat dilihat bahwa angka kejadian penderita kusta masih tinggi. Tingginya angka kejadian kusta akan berdampak besar terhadap kehidupan

penderita kusta, keluarga dan masyarakat. Adapun dampak yang timbul pada penderita kusta akibat penyakit yang dideritanya diantaranya adalah aspek fisik, mental/psikologis, ekonomi dan sosial4. Pada aspek fisik akan menimbulkan kecacatan, pada aspek mental akan mengalami perasaan malu serta depresi, dan pada aspek ekonomi cenderung kehilangan pekerjaan dan mengalami kemiskinan, sedangkan pada aspek sosial, penderita kusta dikucilkan dan diabaikan oleh masyarakat5.

Pasien kusta yang mengalami depresi merupakan akibat adanya penolakan sosial masyarakat dan juga penderita kusta yang tidak bisa menerima keadaan cacat tubuhnya sehingga penderita kusta mengalami kecemasan, keputusasaan dan perasaan depresi6. Faktor psikososial diperkirakan juga salah satu sebagai penyebab depresi yakni hilangnya peran sosial, penurunan kesehatan, penyakit kronis, isolasi diri, kemiskinan, penurunan fungsi kognitif dan kurangnya dukungan keluarga7.

Menurut penelitian Fadilah mengenai hubungan antara dukungan keluarga dan depresi penderita kusta dan nilai korelasi memiliki arah negatif yang artinya semakin besar dukungan keluarga yang diberikan maka semakin kecil depresi yang dialami oleh penderita kusta8. Semakin baik dukungan keluarga yang diberikan kepada penderita kusta, maka akan semakin rendah depresi yang dialami oleh penderita kusta. Dukungan keluarga mempunyai peran penting dalam proses pengobatan, karena keluarga bisa memberikan dorongan baik dari segi fisik maupun segi psikologis untuk penderita9. Keluarga merupakan unit yang paling kecil dan paling dekat dengan penderita kusta, yang mampu memberikan perawatan, sehingga peran keluarga sangat dibutuhkan dalam memberikan dukungan dalam menjalani pengobatan dan perawatan10.

(3)

Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol. XII No. 12 Desember 2017 ISSN 2086-9266

akan berdampak besar terhadap kehidupan penderita kusta, keluarga dan masyarakat, salah satu dampak yang timbul pada penderita kusta adalah pada status mentalnya yaitu depresi. Berdasarkan hasil obsevasi dan wawancara peneliti dengan penderita kusta yang berjumlah 10 orang selama satu bulan di Ruang Rawat Penyakit Dalam Kusta Rumah Sakit Kusta Dr. Sitanala Tangerang, diperoleh data bahwa 9 orang penderita kusta menyatakan perasaan sedih karena menderita kusta, kurang bersemangat dalam beraktifitas, merasa malu, merasa tidak berguna, merasa disisihkan, 8 orang penderita kusta mengatakan tidak bersemangat bersosialisasi dengan orang lain, sulit tidur terutama di malam hari.

TUJUAN PENELITIAN

Mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan depresi penderita kusta di Ruang Rawat Penyakit Dalam Kusta RSK Dr. Sitanala Tangerang.

METODELOGI PENELITIAN

Desain dalam penelitian ini menggunakan metode survey deskriptif analitik dengan menggunakan pendekatan cross sectional (potong lintang). Penelitian ini dilaksanakan di Ruang Rawat Penyakit Dalam Kusta Rumah Sakit Kusta (RSK) Dr. Sitanala Tangerang. Pelaksanaan penelitian dilakukan mulai Agustus s/d September 2017. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh penderita kusta (laki-laki dan

perempuan usia ≥ 17 tahun) yang tercatat

dalam rekam medik dan dirawat di Ruang Rawat Penyakit Dalam Kusta RSK Dr. Sitanala Tangerang tahun 2017 dengan jumlah 35 orang. Sampel dengan menggunakan total sampling. Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau yang akan diteliti11 yaitu :

1. Diagnosa kusta positif berdasarkan gejala, tanda dan hasil tes Basil Tahan Asam positif (BTA positif).

2. Berusia ≥ 17 tahun.

3. Dapat membaca dan menulis.

4. Bersedia berpartisipasi dalam penelitian dan kooperatif.

HASIL PENELITIAN

1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Penyakit Penderita Kusta

Tabel 5.1 Frekuensi Data Penyakit Penderita Kusta di Ruang Rawat Penyakit Dalam Kusta

RSK Dr. Sitanala Tangerang Tahun 2017

Berdasarkan tabel 5.1 diatas diketahui bahwa tipe kusta terbanyak adalah tipe basah/multibacillair sebanyak 30 responden (85,7%), berdasarkan lama menderita kusta terbanyak adalah (01-12 bulan) sebanyak 31 responden (88,5%), berdasarkan pelaksanaan pengobatan kusta terbanyak adalah 24 responden (68,6%) pengobatan tidak rutin dilakukan

No Karakteristik Penyakit Responden

Frekuensi %

1. Tipe Kusta

 Kering/paucibacillary 5 14,3

 Basah/multibacillary 30 85,7

Jumlah 35 100

2. Lama Menderita Kusta

 01 – 12 bulan 31 88,5

 13 – 18 bulan 4 11,4

Jumlah 35 100

3. Pelaksanaan Pengobatan Kusta

 Rutin 11 31,4

 Tidak Rutin 24 68,6

(4)

Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol. XII No. 12 Desember 2017 ISSN 2086-9266 2. Distribusi Frekuensi Karakteristik

Demografi Penderita Kusta

Tabel 5.2 Frekuensi Data Demografi Penderita Kusta di Ruang Rawat Penyakit Dalam

Kusta RSK Dr. Sitanala Tangerang Tahun 2017

No Karakteristik Demografi Responden

Frekuensi %

1. Usia/umur

 17 – 45 tahun 27 77,1

 ˃ 46 tahun 8 22,8

Jumlah 35 100

2. Jenis Kelamin

 Laki-laki 12 34,3

 Perempuan 23 65,7

Jumlah 35 100

3. Pendidikan

 Rendah (Tidak sekolah, SD, SMP)

30 85,7

 Tinggi (SMA, Diploma/Pergu ruan Tinggi

5 14,3

Jumlah 35 100

4. Pekerjaan

 Tidak bekerja 12 34,3

 Bekerja 23 65,7

Jumlah 35 100

Berdasarkan tabel 5.2 diatas diketahui bahwa usia terbanyak adalah (17- 45 tahun) sebanyak 27 responden (77,1%), jenis kelamin terbanyak adalah perempuan 23 responden (65,7%), tingkat pendidikan terbanyak adalah kategori pendidikan rendah (tidak sekolah, SD, SMP) 30 responden (85,7%), segi pekerjaan terbanyak adalah yang bekerja 23 responden (65,7%)..

3. Distribusi Frekuensi Dukungan

Keluarga Penderita Kusta

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga Penderita Kusta di Ruang Rawat Penyakit Dalam Kusta RSK Dr.

Sitanala Tangerang Tahun 2017

Berdasarkan tabel 5.3 diatas diketahui bahwa dari 35 responden, sebanyak 21 responden (60%) menyatakan keluarga tidak dukungan dalam penyembuhan

penderita kusta.

4. Distribusi Frekuensi Tingkat Depresi Penderita Kusta

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Depresi Penderita Kusta di Ruang Rawat Penyakit Dalam Kusta RSK Dr. Sitanala

Tangerang Tahun 2017

No Depresi Frekuensi %

1. Tidak Depresi (Normal)

12 34,3

2. Depresi 23 65,7

Jumlah 35 100

Berdasarkan tabel 5.4 diatas diketahui bahwa mayoritas responden mengalami depresi yaitu sebanyak 23 responden (65,7 %).

No. Dukungan Keluarga

Frekuensi %

1. Mendukung 14 40

2. Tidak Mendukung

21 60

(5)

Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol. XII No. 12 Desember 2017 ISSN 2086-9266 5. Hubungan antara dukungan keluarga

dengan tingkat depresi pasien kusta

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Depresi Penderita Kusta di Ruang Rawat Penyakit

Dalam Kusta RSK Dr. Sitanala tangerang Tahun 2017

Duku ngan Kelua

rga

Depresi 2

hitung

Pvalue

Tidak ada depresi

Depresi Ringan

Depresi Sedang

Depresi Berat

Total

N % N % N % N % N %

Mendu kung

10 71,4 3 21,4 1 7,1 0 0 14 100 15, 876

0.001

Tidak Mendu

kung

2 9,5 6 28,6 12 57,1 1 4,8 21 100

Tot al

12 34,3 9 25,7 13 37,1 1 2,9 35 100

Berdasarkan tabel 5.5 diatas dapat dilihat, hasil tabel silang antara dukungan keluarga responden dan tingkat depresi responden, menunjukkan 21 responden keluarga tidak mendukung, terdapat 12 responden (57,1%) depresi sedang, 6 responden (28,6 %) depresi ringan, dan 1 responden (4,8%) depresi berat, sedangkan 14 responden keluarga mendukung, terdapat 3 responden (21,4%) depresi ringan.

Dari hasil uji Chi Square diperoleh nilai p value 0,001(< alpha = 0.05) dengan menggunakan alpha 5% (0,05), dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak yang artinya Ha diterima yang berarti terdapat hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat depresi penderita kusta di Ruang Rawat Penyakit Dalam Kusta RSK Dr. Sitanala Tangerang

PEMBAHASAN

4. Dukungan Keluarga

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dari 35 responden sebanyak 21 responden (60%) keluarga tidak mendukung, sedangkan yang mendapat dukungan keluarga hanya 14 responden (40%).

Hasil penelitian tersebut tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Mongi, (2012) yaitu penderita kusta mendapakan dukungan yang baik dari keluarga sebesar 80,1%, begitu

juga dengan hasil penelitian Ismi (2013) yang menunjukkan bahwa tingkat dukungan keluarga terhadap 55 responden didapatkan bahwa sebanyak 46 responden (84%) memiliki tingkat dukungan keluarga yang baik.

Hasil penelitian diatas sejalan dengan pendapat Mongi yang menyatakan keluarga merupakan unit yang paling kecil dan paling dekat dengan penderita kusta, yang mampu memberikan perawatan, sehingga peran keluarga sangat dibutuhkan dalam memberikan dukungan dalam menjalani pengobatan dan perawatan.12

Dukungan keluarga yang diperoleh diharapkan mampu memberikan manfaat dan sebagai pendorong bagi penderita kusta dalam melaksanakan pengobatan rutin. Kurangnya dukungan keluarga akan cenderung memiliki prognosis lebih buruk terhadap penderita kusta, sehingga peran keluarga sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas hidup penderita kusta.

5. Tingkat Depresi Penderita Kusta

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dari 35 responden, terbanyak yang mengalami depresi sedang yaitu sebanyak 13 responden (37,1%), sedangkan 12 responden (34,3%) tidak mengalami depresi.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Susanto yang mendapatkan hasil bahwa penderita kusta merasa sedih dan kecewa pada diri sendiri saat mendapatkan diagnosa kusta. Perasaan sedih dan kecewa tersebut merupakan respon terhadap depresi yang sedang dialami yang ditunjukkan dengan sikap putus asa, menarik diri dan kesedihan yang mendalam13.

(6)

Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol. XII No. 12 Desember 2017 ISSN 2086-9266

perbandingan14. Penelitian tersebut menyebutkan bahwa penyebab depresi pada penderita kusta yaitu penderita kusta mendapat hinaan secara fisik oleh masyarakat, penderita kusta merasa bahwa dirinya aneh bagi masyarakat, dan adanya stigma yang negatif dari masyarakat. Masyarakat beranggapan bahwa penyakit kusta merupakan penyakit menular yang berbahaya, penyakit keturunan, penyakit kutukan, sehingga masyarakat merasa jijik dan takut pada penderita kusta terutama yang mengalami kecacatan15. Penelitian Tsutsumi mendapatkan hasil bahwa ada hubungan antara stigma yang dirasakan oleh penderita kusta dengan depresi pada penderita kusta. Sebagian besar penderita kusta yang tidak bisa menerima keadaan cacat tubuhnya akibat penyakit kusta mengalami kecemasan, keputusasaan dan perasaan depresi16.

6. Hubungan Dukungan keluarga dengan dperesi penederita kusta

Berdasarkan hasil analisis hubungan dukungan keluarga dengan depresi penderita kusta diketahui bahwa dari 21 responden yang tidak mendapat dukungan keluarga, 20 responden (95,2%) mengalami depresi dengan tingkatan ringan sedang, satu responden diantaranya menderita depresi berat, dari 14 responden yang mendapat dukungan keluarga, yang mengalami depresi hanya 4 responden (28,5%), dengan tingkatan ringan dan sedang.

Dari hasil uji Chi Square diperoleh nilai pvalue 0,001(< alpha= 0.05) dengan menggunakan alpha 5% (0,05) dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak yang artinya Ha diterima yang berarti terdapat hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat depresi penderita kusta di Ruang Rawat Penyakit Dalam Kusta RSK Dr. SitanalaTangerang.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan fadilah di Kabupaten Jember yang menunjukkan ada hubungan yang kuat antara dukungan keluarga dan depresi

penderita kusta dan nilai korelasi memiliki arah negatif yang artinya semakin besar dukungan keluarga yang diberikan maka semakin kecil depresi yang dialami oleh penderita kusta17. Semakin baik dukungan keluarga yang diberikan kepada penderita kusta, maka akan semakin rendah depresi yang dialami oleh penderita kusta. Nilai koefisien determinasi sebesar 0,421 artinya sebesar 42,1% variabel dukungan keluarga mempunyai sumbangan terhadap variabel depresi dan sisanya sebesar 57,9% depresi penderita kusta dipengaruhi oleh faktor lain selain dukungan keluarga yaitu usia, jenis kelamin, suku, status pernikahan, tingkat pendidikan, pekerjaan, penghasilan kepala keluarga, kepemilikan asuransi kesehatan, lama menderita kusta, tipe kusta, tingkat kecacatan kusta, dan pelaksanaan pengobatan rutin kusta18.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian pada pasien kusta didapatkan data bahwa terdapat hubungan Dukungan Keluarga Dengan Depresi Penderita Kusta terdapat hubungan signifikan antara dukungan keluarga dengan depresi

penderita kusta dengan nilai pvalue 0,001<α

(0,05).

Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan bagi pengambil kebijakan (stake holder) khususnya untuk dijadikan bahan evaluasi dalam perubahan atau strategi dalam manajemen depresi penderita kusta, karena salah satu faktor penyebab depresi adalah tidak adanya dukungan keluarga. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan lebih lanjut untuk penelitian lanjutan yang berkaitan dengan hubungan dukungan keluarga dengan depresi penderita kusta di ruang rawat penyakit dalam kusta Rumah Sakit Kusta Dr. Sitanala Tangerang..

DAFTAR PUSTAKA

(7)

Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol. XII No. 12 Desember 2017 ISSN 2086-9266

epidemiological record. Diakses 24 Juli 2015.Riskesdas. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI

2. Dian, Maharani.(2015). Angka Penderita kusta Di Indonesia Masih Cukup Tinggi. http://health.kompas.com/read/2015/02/25 /154829723/Banten.Ditargetkan.Bebas.Ku sta.Tahun.Ini. 15 Agustus 2015.

3. Anjas. 2015. Dinkes Banten Tekan

Penularan Penyakit Kusta.

http://www.jurnalsumatra.com/2015/01/30 /dinkes-banten-minimalisir penularan-penyakit-kusta/. Diakses 15 Agustus 2015. 4. Rao, S. & Joseph, G. 2007.Impact Of Leprosy On The Quality Of Life. http://www.who.int/bulletin/archives/77% 286%29515.pdf. Diakses 05 Juli 2015. 5. Kaur & Van Brakel. 2002. Dehabilitation

of leprosy affected people a study on

leprosy affected beggars.

www.leprahealthaction.org Diakses 15 Agustus 2015.

6. Siagian, Marchira ,Siswati. 2009. The influence of Stigma and Depresion on Quality of Life on Leprosy Patient. http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/411 093340.pdf . Diakses 1Desember 2012. 7. Videbeck, Sheila L. 2008. Buku Ajar

KeperawatanJiwa. Jakarta: EGC.

8. Fadilah, S. Z. 2013. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Depresi Penderita Kusta Di Dua Wilayah Tertinggi Kusta Di

Kabupaten Jember, Skripsi

dipublikasikan.

9. Friedman, M. 2010. Buku Ajar Keperawatan Keluarga: Riset, teori, dan praktik Ed 5. Jakarta: EGC.

10.Mongi, Rilauni. 2012. Gambaran Persepsi Penderita tentang Penyakit Kusta dan Dukungan Keluarga Pada Penderita Kusta Di Kota Manado. http:/fkm.unsrat.ac.id/wpcontent/uploads/

2012/10/RilauniMongi.pdf. Diakses 05 Juli 2015.

11.Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman Skripsi, Thesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

12.Susanto, Tantut. 2010. Pengalaman Klien Dewasa Menjalani Perawatan Kusta di Wilayah Kerja Puskesmas Jenggawah Kabupaten Jember Jawa Timur: StudiFenomenologi. Jawa Barat: Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

13.Tsutsumi, et al. 2003. Depresive status of leprosy patients in Bangladesh: association with self-perception of stigma. http://www.leprahealthinaction.org/1r/Mar 04/Lep5766.pdf. Diakses 05 Juli 2015 14.Departemen Kesehatan RI. 2012.

Pedoman nasional program pengendalian penyakit kusta. Jakarta: Kementerian kesehatan RI.

15.Brouwers, et. al. 2011.Quality Of Life, Perceived Stigma, Activity And Participation Of People With Leprosy-Related Disabilities In South-East Nepal.http://dcidj.org/article/download/15 /30. Diakses 17 Juni 2015.

16.Baer & Blais. 2010. Clinical Rating Scale And Assessmest in Psychiatry and mental Health.http://link.springer.com/content/pd f/bfm%3A978-1-59745-387-5%2F1. Diakses 16 Agustus 2015.

17.Burns, et al. 2010. Rook’s Textbook of

Dermatology. Eight Edition. United Kingdom: Wiley-Blackwell.

18.Landeen & Danesh. 2007. Relation

Between Depression and Sosio

demographic Factors

Gambar

Tabel 5.1 Frekuensi Data Penyakit Penderita
Tabel 5.2 Frekuensi Data Demografi Penderita Kusta di Ruang Rawat Penyakit         Dalam Kusta RSK Dr
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Hubungan

Referensi

Dokumen terkait

Sistem Pembuatan Kartu Kredit ini dibuat dengan menggunakan DFD (Data Flow Diagram) yaitu diagram konteks dan diaram level zero, ERD (Entity Relationship Diagram), serta Normalisasi

Dalam hal terjadi kondisi dimana seluruh Transaksi Pembelian tidak dapat dilakukan secara langsung kepada Pemerintah, maka Pemerintah dapat membuka kesempatan bagi calon

Untuk mengatasi hambatan dalam menaggulangi kenakalan remaja di sekolah guru PKn menggunakan berbagai cara yaitu: melakukan pendekatan-pendekatan kepada siswa; tidak

Sesuai dengan hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan didapatkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan berfikir kritis matematis menggunakan model

Analisis Vegetasi Pohon pada Setiap Lokasi di Hutan Gunung Sinabnung Jalur Sigarang-garang... Analisis Vegetasi Pole pada Setiap Lokasi di Hutan Gunung Sinabung Jalur Sigarang-garang

Kesimpulan yang dapat kita ambil dari berbagai hal yang ditimbulkan oleh kecemasan salah satunya adalah terganggunya kualitas hidup lansia dan pastinya akan membuat gangguan pada

Keadaan Penduduk Kotamadya DT II Bandung (Usia : 0-19 Tahun) Dirinci Per Wilayah.. Pada Tahun 1987

Popper berpendapat bahwa teori ilmiah yang terbaik harus dapat difalsifikasi setidaknya secara prinsip bila tidak sesuai dengan kenyataan empiris.. Sedangkan Thomas Kuhn menciptakan