PERSENTASE KARKAS, DADA, PAHA DAN LEMAK ABDOMEN
ITIK ALABIO JANTAN UMUR 10 MINGGU YANG DIBERI
TEPUNG DAUN BELUNTAS, VITAMIN C DAN E
DALAM PAKAN
SKRIPSI
FITRIANI EKA PUJI LESTARI
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
RINGKASAN
Fitriani Eka Puji Lestari. D14086009. 2011
.
Persentase Karkas, Dada, Paha dan Lemak Abdomen Itik Alabio Jantan Umur 10 Minggu yang Diberi Tepung Daun Beluntas, Vitamin C dan E Dalam Pakan. Program Alih Jenis Teknologi Produksi Ternak. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.Pembimbing Utama : Dr.Ir. Rukmiasih, MS. Pembimbing Anggota : Dr.Ir. Sumiati, M.Sc.
Itik merupakan bagian dari unggas namun daging itik cenderung kurang disukai karena bau yang lebih amis dibandingkan dengan daging ayam. Pemberian antioksidan dapat menurunkan bau amis. Daun beluntas (Pluchea indica L) dapat dimanfaatkan sebagai antioksidan alami, namun daun beluntas memiliki zat antinutrien seperti tanin yang dapat berdampak negatif terhadap performa unggas. Tanin yang terkandung dalam tepung daun beluntas 0,5% diharapkan tidak mengganggu persentase karkas dada, paha dan lemak abdomen, oleh karenanya kombinasi tepung daun beluntas 0,5% + vitamin C dan kombinasi tepung daun beluntas 0,5% + vitamin E juga dilakukan pada penelitian ini. Vitamin C dan E umum dimanfaatkan sebagai anti stres dan antioksidan.
Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah itik alabio jantan sebanyak 96 ekor, pada umur 1-7 minggu pakan yang diberi adalah pakan komersial sebagai pakan kontrol (K), pakan komersial + beluntas 0,5% (KB), kombinasi pakan komersial + tepung daun beluntas 0,5% + vitamin C 250 mg/kg (KBC), kombinasi pakan komersial + tepung daun beluntas 0,5% dan vitamin E 400 IU/kg (KBE), sedangkan pakan yang diberikan pada umur 7-10 minggu dicampur dedak dengan perbandingan pakan komersial dan dedak yaitu 40:60. Pemeliharaan ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari 4 perlakuan, 3 ulangan, masing-masing ulangan terdiri dari 8 ekor. Data yang diperoleh diolah menggunakan sidik ragam (ANOVA) kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 17. Peubah yang diamati adalah persentase karkas, dada, paha dan lemak abdomen, daging dan tulang dada serta daging dan tulang paha.
Hasil penelitian menunjukan persentase karkas, dada, paha dan lemak abdomen yang tidak berbeda nyata pada keempat perlakuan dengan kisaran persentase karkas yang diperolah sebesar 59,64%-60,33%, persentase dada berkisar antara 30,10%-32,16%, persentase paha berkisar antara 22,41%-23,53%, dan persentase lemak abdomen berkisar antara 0,74%-0,95%. Persentase daging dada daging paha pada keempat perakuan ini juga menunjukan hasil yang tidah berbeda. Kisaran persentase daging dada adalah 84,18%-87,82%, persentase daging paha berkisar antara 84,26%-88,34%. Tanin pada daun beluntas 0,5% dalam pakan, kombinasi tepung daun beluntas 0,5% dan vitamin C 250 mg/kg, serta kombinasi tepung daun beluntas 0,5% dan vitamin E 400 IU/kg tidak mengganggu persentase karkas, dada, paha, lemak abdomen, daging dada dan daging paha itik alabio jantan pada umur 10 minggu.
ABSTRACT
Percentage of Carcass, Breast, Thigh, and Abdominal Fat of 10 Weeks Age Alabio Male Ducks Fed with Beluntas Leaf Meal, Vitamin C and E in the
Ration.
Lestari, F, E, P., Rukmiasih and Sumiati
Duck meat is potential as protein source, but the off-odor of it restricted the consumption of this meat. Antioxidant could decrease the odor, but the effect of it on the influence of the percentage of carcass, breast, thigh and abdominal fat must be evaluated. Beluntas leaves, vitamin C and vitamin E can be used as antioxidant. The objective of this research was to know the effect feeding beluntas leaf meal, combination of beluntas leaf meal + vitamin C, an the combination of beluntas leaf meal + vitamin E addition on carcass percentage, breast, thigh and abdominal fat. This research used 96 alabio ducks. The ducks were reared from DOD up to 10 weeks. The diet treatments were control diet (K); comercial diet + beluntas leaf meal 0.5% (KB); comercial diet + beluntas leaf meal 0.5% + vitamins C 250 mg/kg (KBC); comercial diet + beluntas leaf meal 0.5% + vitamin E 400 IU (KBE). The data were analysed using ANOVA (Analysis of Variance), and any significant diferrence was further analysed using Duncan Multiple Range Test. The results showed that feeding beluntas leaf meal 0.5%, beluntas leaf meal 0.5 % and vitamin C 250 mg, and beluntas leaf meal 0.5% and 400 IU did not affect the carcass percentage, breast, thigh and abdominal fat of male alabio duck.
PERSENTASE KARKAS, DADA, PAHA DAN LEMAK ABDOMEN ITIK ALABIO JANTAN UMUR 10 MINGGU YANG DIBERI TEPUNG DAUN
BELUNTAS, VITAMIN C DAN E DALAM PAKAN
FITRIANI EKA PUJI LESTARI D14086009
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
Judul : Persentase Karkas, Dada, Paha Dan Lemak Abdomen Itik Alabio Jantan Umur 10 Minggu yang Diberi Tepung Daun Beluntas, Vitamin C Dan E dalam Pakan
Nama : Fitriani Eka Puji Lestari NIM : D14086009
Menyetujui,
Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,
(Dr. Ir. Rukmiasih, MS.) (Dr. Ir. Sumiati, M.Sc.)
NIP: 19570405 198303 2 001 NIP: 19611017 198603 2 001
Mengetahui: Ketua Departemen,
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.) NIP: 19591212 198603 1 004
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 20 Mei 1988. Penulis merupakan anak pertama dari Bapak Haryono dan Ibu Sri Redjeki serta memiliki satu orang adik yang bernama Teguh Dwi Karyono.
Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN Cimandala I Sukaraja Kabupaten Bogor dan berhasil menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 1999. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 8 Kota Bogor dan lulus pada tahun 2002. Kemudian penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 8 Kota Bogor dan lulus pada tahun 2005.
Pada tahun 2005, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Keahlian Teknologi dan Manajemen Ternak, Direktorat Program Diploma, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) dan menyelesaikan kuliah
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat dan Hidayah-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Persentase Karkas, Dada, Paha dan Lemak Abdomen Itik Alabio Jantan Umur 10 Minggu yang Diberi Tepung Daun Beluntas, Vitamin C dan E dalam Pakan . Shalawat serta salam penulis panjatkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW.
Itik merupakan salah satu ternak unggas yang potensial untuk dikembang biakan. Meningkatnya permintaan daging itik merupakan peluang yang baik bagi peternak. Namun daging itik memiliki beberapa kelemahan salah satunya adalah bau amis dan pertumbuhan yang relatif lebih lambat bila dibandingkan dengan ayam broiler. Bau amis dapat diturunkan dengan pemberian antioksidan. Pemberian tepung
daun beluntas, vitamin C dan vitamin E dapat dikombinasikan dalam pakan sebagai antioksidan. Namun pemberian tambahan tepung daun beluntas dalam pakan harus diperhatikan karena daun beluntas memiliki kandungan antinutrien seperti tanin yang dapat mengganggu pertumbuhan sehingga dikhawatirkan akan mempengaruhi persentase karkas, dada, paha dan lemak abdomen itik.
Kesulitan yang dihadapi dalam penelitian ini adalah kesulitan dalam mencari bibit ternak yang baik. Selain itu keterbatasan dalam memperoleh literatur yang berhubungan dengan persentase karkas, persentase paha, persentase dada, lemak abdomen dan beluntas.
Akhir kata, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca secara umumnya dan penulis sendiri, Amin.
Bogor, April 2011
DAFTAR ISI
Persentase Karkas dan Bagian-bagiannya ... 7
MATERI DAN METODE ... 8
Rancangan dan Analisis Data ... 15
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Komposisi Kimia Ransum Komersial, Tepung Daun Beluntas, dan Dedak Padi (As Fed) ... 9 2. Susunan dan Kandungan Nutrien, Antinutrien dan Antioksidan
dalam Pakan itik Perlakuan Umur 1-7 Minggu ... 10 3. Susunan dan Kandungan Nutrien, Antinutrien dan antioksidan
dalam Pakan itik Perlakuan Umur 7-10 Minggu ... 11 4. Rataan Bobot Potong, Bobot Karkas dan Persentase Karkas Itik
Alabio Jantan Umur 10 Minggu ... 16 5. Rataan Dada, Daging Dada dan Tulang Dada Itik Alabio Jantan
Umur 10 Minggu ... 18 6. Rataan Persentase Paha, Daging Paha dan Tulang Paha Itik Alabio
Jantan Umur 10 Minggu ... 19 7. Rataan Bobot dan Persentase Lemak Abdomen Itik Alabio Jantan
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Itik Alabio Jantan (SNI, 2009) ... 4 2. Tanaman Beluntas ... 5 3. Tepung Daun Beluntas ... 12 4. Karkas (a), Dada dan Paha (b) Itik Alabio Jantan Umur 10
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Hasil Uji Varian (Anova) Persentase Bobot Potong Itik Alabio Jantan Umur 10 Minggu. ... 27 2. Hasil Uji Varian (Anova) Persentase Karkas Itik Alabio Jantan
Umur 10 Minggu. ... 27 3. Hasil Uji Varian (Anova) Persentase Dada Itik Alabio Jantan Umur
10 Minggu. ... 27 4. Hasil Uji Varian (Anova) Persentase Daging Dada Itik Alabio
Jantan Umur 10 Minggu. ... 27 5. Hasil Uji Varian (Anova) Persentase Tulang Dada Itik Alabio
Jantan Umur 10 Minggu. ... 28 6. Hasil Uji Varian (Anova) Persentase Paha Itik Alabio Jantan Umur
10 Minggu. ... 28 7. Hasil Uji Varian (Anova) Persentase Daging Paha Itik Alabio
Jantan Umur 10 Minggu. ... 28 8. Hasil Uji Varian (Anova) Persentase Tulang Paha Itik Alabio
Jantan Umur 10 Minggu. ... 28 9. Hasil Uji Varian (Anova) Persentase Lemak Abdomen Itik Alabio
PENDAHULUAN Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin maju dan diiringi dengan pengetahuan manusia akan pentingnya gizi dalam kehidupan, membuat permintaan ternak sebagai salah satu sumber protein hewani semakin meningkat. Daging unggas
adalah salah satu jenis produk peternakan yang cukup disukai oleh konsumen. Harga yang relatif terjangkau membuat konsumen lebih memilih produk dari ternak unggas dibandingkan ternak ruminansia. Bagi peternak, memelihara ternak unggas memiliki beberapa kelebihan diantaranya adalah pemeliharaan yang singkat, pertumbuhan yang cepat dan dapat berkembang biak dengan cepat pula. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan berkembangnya usaha peternakan unggas di Indonesia. Berdasarkan data statistik Dirjen Peternakan (2009), ketersediaan daging secara nasional pada tahun 2008 sebesar 2.138.234 ton. Dari jumlah ketersediaan tersebut, 1.430.371 ton berasal dari ternak unggas (ayam broiler, ayam ras petelur, ayam buras dan itik). Dari ketersediaan daging unggas, 1.101.765ton (77,02%) berasal dari daging ayam broiler, sedangkan daging dari itik hanya sebesar 25.782 ton (1,8% dari total daging unggas).
Rendahnya minat masyarakat terhadap daging itik diduga karena bau daging itik yang lebih amis dibandingkan dengan daging ayam. Bau amis ini dapat diturunkan dengan penambahan antioksidan dalam pakan. Antioksidan yang digunakan dapat berasal dari antioksidan alami maupun antioksidan sintetik. Antioksidan alami dapat berasal dari tepung daun beluntas dan antioksidan sintetik yang dapat diberikan adalah vitamin E dan vitamin C. Pada tepung daun beluntas, selain terdapat antioksidan juga mengandung zat antinutrien, seperti tanin yang dapat menghambat penyerapan protein pakan dalam tubuh sehingga dapat menghambat
vitamin C 250 mg/kg dan kombinasi tepung daun beluntas 0,5% + vitamin E 400 IU/kg dicoba dalam penelitian ini.
Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA Itik (Anasplatyrhynchos)
Menurut Achmanu (1997), itik termasuk ke dalam unggas air (waterfowl) yang mempunyai klasifikasi sebagai berikut : kelas Aves, ordo Anseriformes, family
Anatidae, sub family Anatinae, rumpun (tribe) Anatini, genus Anas, spesies Anas platyrhynchos. Itik lokal merupakan potensi sumber protein hewani yang dapat
dikembangkan. Salah satu contoh itik lokal adalah itik. Itik cihateup berasal dari Desa Cihateup, Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat. Selain di Tasikmalaya, Itik cihateup juga dikembangbiakan di daerah Garut (Wulandari, 2005).
Selain itik cihateup, itik yang cukup banyak dikembangbiakan di Indonesia adalah itik alabio. Itik ini merupakan salah satu galur itik lokal yang sudah cukup lama dikenal. Meskipun tergolong sebagai jenis itik penghasil telur, itik alabio jantan juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber penghasil daging (Hardjosworo et al., 2001). Itik ini telah lama dipelihara dan berkembang di Kalimantan Selatan (Suryana, 2007). Menurut Randa (2007), itik alabio jantan memiliki persentasi karkas yang lebih besar dari itik cihateup.
Menurut Standar Nasional Indonesia (2009), persyaratan itik alabio jantan adalah kondisi fisik harus sehat, kaki normal dan dapat berdiri tegak, mata bersinar, tampak segar dan aktif, tidak ada kelainan bentuk dan tidak cacat fisik. Secara kualitatif, persyaratan itik alabio jantan adalah postur tubuh tegak membentuk sudut 700, paruh berwarna kuning sampai kuning jingga dengan bercak hitam pada bagian ujung, terdapat bulu putih membentuk garis mulai dari pangkal paruh sampai ke bagian belakang kepala dan bulu kepala bagian atas berwarna hitam, kaki berwarna kuning jingga, bulu leher bagian depan berwarna putih, sedangkan bagian belakang
Gambar 1. Itik Alabio Jantan
Sumber : SNI (2009)
Beluntas ( Pluchea indica L.)
Menurut Asiamaya (2003), klasifikasi tanaman beluntas (Gambar 2) adalah sebagai berikut: Kelas Magnoliophyta, sub-kelas Asteridae, ordo Asterales, famili
Asteraceae, genus Plucheacass, dan spesies Pluchea Indica L. Secara tradisional, daun beluntas biasa digunakan sebagai penghilang bau badan, obat turun panas, obat batuk, obat diare, dan mengobati sakit kulit.
Tanaman beluntas mengandung senyawa flavonoid yang efektif dalam menangkap radikal bebas atau sebagai antioksidan (Panovskai, 2005). Menurut
Winarno (1997), antioksidan adalah senyawa yang memiliki kemampuan sebagai zat anti radikal bebas. Radikal bebas adalah suatu senyawa yang mengandung molekul yang tidak berpasangan dan menyebabkan senyawa tersebut sangat reaktif, sehingga untuk menstabilkan dirinya, radikal bebas akan menarik molekul lain seperti asam lemak tidak jenuh, protein, polisakarida. Kandungan antioksidan dalam tepung daun beluntas yaitu senyawa flavonoid, vitamin C dan -karoten dengan masing-masing sebanyak 4,47%, 98,25 mg/100g dan 2,552 mg/100g. Beluntas juga mengandung antinutrien yaitu tanin. Daun beluntas kering mengandung tanin sebesar 1,88% (Rukmiasih et al., 2010). Tanin dengan level 0,5% atau lebih dalam pakan menyebabkan penurunan pertumbuhan, ketersediaan energi pakan dan protein, kematian lebih tinggi, juga menghambat aktivitas enzim (tripsin, amilase dan lipase)
Berdasarkan hasil penelitian Wahyudin (2006), pemberian tepung daun beluntas sebanyak 1% hingga 2% dalam pakan tidak memberikan pengaruh terhadap konsumsi pakan, bobot badan akhir, pertambahan bobot badan, persentase karkas, dada dan paha itik. Akan tetapi, konversi pakan itik yang mendapat beluntas lebih tinggi dari kontrol. Konversi pakan itik yang mendapat 1% beluntas sebesar 4,17, sedangkan yang tidak mendapat beluntas (kontrol) sebesar 3,42 (Gunawan, 2005). Rataan persentase dada yang diperoleh pada penelitian tersebut adalah 24,09%-24,95% dan persentase paha yang adalah 24,44%- 25,71% (Wahyudin, 2006).
Gambar 2. Tanaman Beluntas
Vitamin
Menurut Widodo (2002), vitamin merupakan sejumlah persenyawaan organik yang secara umum tidak ada hubungan atau kesamaan kimiawi satu sama lain. Vitamin merupakan komponen dari bahan makanan tetapi bukan karbohidrat, lemak, protein dan air dan terdapat dalam jumlah yang sedikit. Vitamin esensial dibutuhkan untuk perkembangan jaringan normal dan untuk kesehatan, pertumbuhan dan hidup pokok karena tubuh tidak dapat mensintesis sendiri kecuali beberapa vitamin seperti vitamin C pada ayam dan vitamin B kompleks pada ruminansia (Widodo, 2002).
Vitamin C adalah salah satu bahan yang bekerja sebagai antioksidan sekunder. Antioksidan sekunder bekerja dengan memproses senyawa-senyawa tertentu agar tidak berpotensi membentuk suatu radikal. Aktifitas antioksidan sekunder akan bertambah efektif bilamana disertai dengan adanya antioksidan primer seperti vitamin E. Antioksidan primer bekerja dengan mengubah radikal-radikal lipid menjadi produk yang lebih stabil (Gordon, 1990).
Menurut Widodo (2002), pengaruh pemberian vitamin C dalam air minum pada broiler sebelum dipotong menghasilkan karkas yang tidak mudah mengalami penyusutan sehingga kualitas karkas terjaga. Selain itu vitamin C juga dapat mencegah katabolisme protein, sehingga pada ayam yang diberi vitamin C sebelum dipotong, timbangan karkas menjadi lebih baik. Dosis yang dianjurkan adalah 900- 1.000 ppm dalam air minum pada waktu 24 jam sebelum dipotong. Menurut Kusnadi
(2006), pemberian vitamin C 250 ppm dapat digunakan untuk mengatasi cekaman panas pada ayam broiler. Selain itu penambahan vitamin C pada suhu ruang panas dapat meningkatkan pertumbuhan dan konsumsi pakan ayam broiler.
Vitamin E banyak digunakan dalam bentuk suplemen yang sekaligus berfungsi sebagai sumber antioksidan. Vitamin E berfungsi melindungi asam-asam lemak dan kolesterol dari oksidasi dengan cara menangkap radikal-radikal bebas (Niki et al., 1995). Vitamin E terdapat dalam tiga bentuk yaitu , dan -tokoferol, perbedaannya terletak pada gugus R1, R2, dan R3. Bentuk vitamin E yang paling aktif atau paling efektif adalah -tokoferol (Widodo, 2002).
Berbagai penelitian menggunakan vitamin E pada berbagai jenis ternak seperti ayam, kalkun, babi, sapi dan ikan, memperlihatkan bahwa terdapat pengaruh signifikan dari vitamin E terhadap penurunan oksidasi lipid di dalam daging dan jaringan adipose ternak-ternak tersebut (Skibsted et al., 1998). Tanpa pengontrolan terhadap oksidasi lipid menyebabkan kualitas daging, terutama kualitas organoleptik seperti flavor dan warna daging menurun (Berges, 1999). Menurut Widodo (2002), umumnya vitamin-vitamin yang larut dalam lemak memerlukan absorbsi lemak normal untuk ikut diserap. Vitamin E yang larut dalam lemak ditranspor ke dalam jaringan adipose dalam berbagai jangka waktu.
informasi bahwa vitamin E dan C berinteraksi sinergistik dalam fungsinya sebagai antioksidan (Niki et al., 1995).
Persentase Karkas dan Bagian-bagiannya
Karkas adalah bagian tubuh unggas setelah dilakukan penyembelihan secara halal, pencabutan bulu, dan pengeluaran jeroan, tanpa kepala, leher, kaki (Standar Nasional Indonesia, 2009). Persentase bobot karkas terhadap bobot hidup sering dijadikan acuan ukuran produksi dari seekor ternak potong. Persentase karkas dipengaruhi oleh genetik, fisiologi, umur dan berat tubuh dan kandungan nutrien pakan selama ternak itik hidup. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) (2009), daging adalah otot skeletal dari karkas ayam yang aman, layak, dan lazim dikonsumsi manusia. Menurut Soeparno (2005), daging adalah semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai
untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya.
Menurut Soeparno (2005), faktor genetik dan lingkungan mempengaruhi laju pertumbuhan dan komposisi tubuh. Faktor lingkungan dapat terbagi menjadi dua kategori yaitu faktor fisiologis dan nutrien. Proporsi tulang, otot dan lemak sebagai komponen karkas dipengaruhi oleh umur, berat hidup dan kadar laju pertumbuhan. Bila proporsi salah satu variabel lebih tinggi, maka proporsi salah satu atau kedua variabel lainnya lebih rendah (Soeparno, 2005). Bagian dada dan paha adalah salah satu bagian karkas yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi (Omojola, 2007).
MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Blok B, Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai dari bulan Mei hingga bulan September 2010.
Materi Penelitian Ternak
Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah itik alabio jantan berumur 1 minggu dan dipelihara hingga umur 10 minggu sebanyak 96 ekor. Itik dikelompokan (kecil, sedang, besar) karena bobot badan awal yang tidak seragam. Rataan bobot awal itik kelompok kecil adalah sebesar 73,25 g, sedangkan kisaran bobot awal kelompok sedang adalah sebesar 85,85 g dan kelompok besar adalah
115,4 g. Itik yang digunakan berasal dari peternak itik di daerah Bogor.
Kandang dan Peralatan
Penelitian ini menggunakan kandang dengan sistem litter dengan lebar 1,25 meter dan panjang 1,5 meter sebanyak 12 buah dengan sekam setinggi 5-10 cm. Pada awal pemeliharaan, kandang diberi pemanas dan lingkar pembatas, peralatan lain yang digunakan berupa tempat makan, tempat minum, timbangan, ember.
Pakan
Pakan yang diberikan pada penelitian ini pada itik umur 1-7 minggu adalah sebagai berikut :
K = Pakan komersial ayam broiler sebagai perlakuan kontrol
KB = Pakan komersial ayam broiler yang mengandung tepung daun
Pakan yang diberikan pada itik umur 7-10 minggu adalah sebagai berikut :
KB = kombinasi 40% pakan komersial ayam broiler : 60% dedak padi, mengandung tepung daun beluntas 0,5%
KBC = kombinasi 40% pakan komersial ayam broiler : 60% dedak padi mengandung tepung daun beluntas 0,5% dan vitamin C 250 mg KBE = kombinasi 40% pakan komersial ayam broiler : 60% dedak padi
mengandung tepung daun beluntas 0,5% dan vitamin E 400 IU Komposisi kimia ransum komersial, tepung daun beluntas dan dedak padi disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Kimia Ransum Komersial, Tepung Daun Beluntas, dan Dedak Padi (As Fed)
Komponen Ransum Kontrol1) Tepung Daun Beluntas2) Dedak3)
Bahan Kering (%) 87 85,83 91
Tabel 2. Susunan dan Kandungan Nutrien, Antinutrien dan Antioksidan dalam Pakan Itik Perlakuan Umur 1-7 Minggu.
Susunan Pakan K KB KBC KBE
Komersial (%) 100 99,5 99,47 99,46
Beluntas (%) 0 0,5 0,5 0,5
Vitamin C (%) 1) 0 0 0,025 0
Vitamin E (%) 2) 0 0 0 0,04
Jumlah 100 100 100 100
Kandungan Nutrien,
Antinutrien dan Andioksidan:
Bahan Kering (%) 87 86,99 87 87
EM (kkal/kg) 3000 2995,34 2994,44 2994,14
Protein (%) 21 20,99 20,99 20,98
Lemak (%) 5 4,99 4,99 4,99
Serat kasar (%) 5 5,05 5,05 5,05
Abu (%) 7 7,04 7,04 7,04
Kalsium (%) 0,9 0,91 0,91 0,91
Phospor (%) 0,6 0,60 0,60 0,60
Antinutrien (tanin) (%) 0 0,01 0,01 0,01
Antioksidan :
Vitamin C (mg/kg) 0 4,91 254,91 0
Vitamin E (IU/kg) 0 0 0 400
Keterangan : 1) Setara dengan 250 mg/kg, 2) Setara dengan 400 IU, K = pakan komersial; KB = pakan
Tabel 3. Susunan dan Kandungan Nutrien, Antinutrien dan Antioksidan dalam Pakan tepung daun beluntas 0,5% + vitamin C 250 mg/kg; KBE = pakan komersial + tepung daun beluntas 0,5% + vitamin E 400 IU/kg
Prosedur Persiapan Kandang
pembatas dan pemanas buatan beberapa jam sebelum DOD datang dengan tujuan untuk menghangatkan lingkungan kandang.
Pembuatan Pakan
Pembuatan tepung daun beluntas diawali dengan pemanenan daun beluntas. daun beluntas yang sudah dipanen dikeringkan dalam suhu ruang dan tidak terkena matahari langsung. Pengeringan dilakukan dengan cara diangin-anginkan sekitar satu minggu. Setelah daun beluntas kering, kemudian daun beluntas digiling hingga halus dan menjadi tepung daun beluntas. Daun beluntas yang sudah digiling dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Tepung Daun Beluntas
Vitamin C yang digunakan dalam bentuk ascorbic acid dan vitamin E yang digunakan dalam bentuk -tokoferol. Pencampuran bahan-bahan pakan dilakukan dengan cara mencampur bahan-bahan yang berbobot kecil dengan sebagian kecil pakan komersial, kemudian pencampuran bahan dilakukan sedikit demi sedikit hingga seluruh pakan tercampur dengan merata.
Pemeliharaan Itik
Setibanya di lokasi pemeliharaan, itik diberi larutan gula 3% untuk mengurangi stres akibat perjalanan. Kemudian itik diberi nomor pada sayapnya dan ditimbang. Hasil penimbangan dikelompokan menjadi besar, sedang dan kecil lalu ditempatkan pada unit-unit kandang percobaan secara acak.
Pemberian pakan diberikan tiga kali dalam sehari yakni pada pukul 07.30 WIB, pukul 12.00 WIB dan pukul 16.00 WIB. Pemberian pakan dilakukan dengan
cara membasahi pakan dengan sedikit air. Pada umur 7 minggu dilakukan pergantian pakan. Penggantian pakan dilakukan dengan bertahap yaitu dengan memberi 25% pakan baru dan 75% pakan lama untuk hari pertama dan kedua, lalu 50% pakan baru dan 50% pakan lama untuk hari ketiga dan keempat, 75% pakan baru dan 25% pakan pada hari kelima dan keenam dan pada hari selanjutnya yang diberikan berubah 100% pakan baru.
persentase daging dan tulang. Potongan karkas, dada dan paha itik alabio jantan umur 10 minggu dapat dilihat pada Gambar 4.
(a) (b)
Gambar 4. Karkas (a), Dada dan Paha (b) Itik Alabio Jantan Umur 10 Minggu
Peubah yang diamati dalam penelitian ini yaitu : 1. Persentase karkas
Nilai persentase karkas diperoleh dengan membagi bobot karkas dengan bobot sesaat sebelum itik dipotong dikali 100%.
2. Persentase dada
Nilai persentase dada diperoleh dengan cara membagi bobot dada dengan bobot karkas dikali 100%.
3. Persentase daging dada
Nilai persentase daging dada diperoleh dengan cara membagi bobot daging dada dengan dada dikali 100%.
4. Persentase tulang dada
Nilai persentase tulang dada diperoleh dengan cara membagi bobot tulang dada dengan dada dikali 100%.
5. Persentase paha
Nilai persentase paha diperoleh dengan cara membagi bobot kedua paha dengan
bobot karkas dikali 100%. 6. Persentase daging paha
7. Persentase tulang paha
Nilai persentase tulang paha diperoleh dengan cara membagi bobot tulang paha dengan bobot paha utuh dikali 100%.
8. Persentase lemak abdomen
Nilai persentase lemak abdomen diperoleh dengan cara membagi bobot lemak abdomen dengan bobot potong dikali 100%.
Rancangan dan Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK), yang terdiri atas 4 perlakuan dengan 3 kelompok. Setiap kelompok terdiri atas 8 ekor itik. Pengelompokan berdasarkan bobot badan itik pada umur 1 minggu yaitu kecil, sedang dan besar. Model rancangan percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut :
Yij = µ + Ki + Pj + ij Keterangan ;
Yij = Nilai pengamatan perlakuan dalam pakan ke-i dan kelompok ke-j µ = Nilai tengah
Ki = Pengaruh perlakuan pakan ke-i ( i = 1,2,3,4 ) Pj = Pengaruh kelompok ke-j (j = 1, 2, 3)
ij = Pengaruh galat percobaan yang dari perlakuan dalam pakan ke-i dan kelompok ke-j
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsumsi pakan selama penelitian adalah 6.515,29 g pada kontrol, 6.549,93 g pada perlakuan KB 6.604,83 g pada perlakuan KBC dan 6.520,29 g pada perlakuan KBE. Konversi pakan itik perlakuan adalah sebesar 4,91 pada kontrol, 5,05 pada perlakuan KB, KBC sebesar 4,97 dan KBE sebesar 4,98.
Karkas
Pengaruh perlakuan terhadap bobot potong, bobot karkas dan persentase karkas itik alabio jantan umur 10 minggu hasil penelitian ini disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Rataan Bobot Potong, Bobot Karkas dan Persentase Karkas Itik Alabio pakan komersial + tepung daun beluntas 0,5% + 250 gr/kg; KBE = pakan komersial + tepung daun beluntas 0,5% + 400 IU/kg
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan tepung daun beluntas 0,5% dalam pakan dan kombinasi antara tepung daun beluntas 0,5% dan vitamin C 250 mg serta tepung daun beluntas 0,5% dan vitamin E 400 IU dalam pakan tidak berpengaruh terhadap bobot potong. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan tanin dalam tepung daun beluntas 0,5% dalam pakan tidak mengganggu bobot potong.
Tabel 3 menunjukkan kandungan tanin dalam pakan sebesar 0,01%. Selain kandungan tanin, bobot potong yang tidak nyata juga diduga terjadi karena kandungan nutrien pakan pada keempat perlakuan sama yaitu isokalori dan isoprotein.
Menurut Setiyanto (2005), penambahan tepung daun beluntas dalam pakan hingga taraf 1% pada itik jantan lokal selama delapan minggu tidak mempengaruhi persentase karkas. Rataan persentase karkas yang diperoleh dengan penambahan tepung daun beluntas 0,5% dan 1 % adalah 51,75% dan 51,20%, tidak berbeda dengan perlakuan kontrol dengan rataan persentase karkas 51,25%. Menurut Wahyudin (2006), pemberian tepung daun beluntas hingga taraf 2 % dalam pakan tidak memberikan mengaruh nyata terhadap persentase karkas itik yang dihasilkan. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan karkas berlangsung merata pada semua taraf perlakuan. Berdasarkan hasil penelitian Wahyudin (2006), rataan persentase karkas dengan perlakuan penambahan tepung daun beluntas 0%, 1%, dan 2 % secara berturut-turut adalah 59,61%, 59,70% dan 60,66%.
Hasil penelitian Randa (2007), menunjukkan rataan bobot akhir itik alabio
jantan yang diberipakan komersialadalah sebesar 1315,6 g dengan rataan persentase karkas adalah sebesar 68,3±0,6% sementara rataan persentase karkas itik cihateup adalah sebesar 56,3 ± 4,2%. Rataan persentase karkas yang diperoleh pada penelitian Randa (2007), lebih tinggi dibandingkan dengan rataan yang diperoleh pada penelitian ini. Hal ini diduga terjadi karena perbedaan kandungan nutrien pakan itik yang digunakan selama pemeliharaan.
Dada
Rataan bobot dada, persentase dada, bobot daging dada, persentase daging dada, bobot tulang dada dan persentase tulang dada itik alabio jantan umur 10 minggu dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Rataan Dada, Daging Dada dan Tulang Dada Itik Alabio Jantan Umur 10 pakan komersial + tepung daun beluntas 0,5% + 250 gr/kg; KBE = pakan komersial + tepung daun beluntas 0,5% + 400 IU/kg. *) = Dihitung berdasarkan bobot karkas; **) = Dihitung berdasarkan bobot dada
Penambahan tepung daun beluntas 0,5% dalam pakan dan kombinasi antara tepung daun beluntas 0,5% dan vitamin C 250 mg serta tepung daun beluntas 0,5% dan vitamin E 400 IU dalam pakan tidak berpengaruh terhadap persentase daging dan tulang dada itik alabio jantan. Hal ini dapat terjadi karena bobot potongnya yang sama. Menurut Soeparno (2005), proporsi tulang, otot dan lemak sebagai komponen utama karkas, selain dipengaruhi oleh umur, dipengaruhi oleh bobot hidup. Dibandingkan dengan itik tegal, pada umur pemotongan yang sama, persentase daging dada itik alabio jantan lebih besar. Persentase daging dada itik alabio jantan dan daging dada itik tegal yang mendapat pakan kontrol masing-masing sebesar 87,82 % dan 78,21%, sedangkan persentase daging dada itik alabio jantan dan daging dada tegal yang mendapat pakan mengandung beluntas 0,5% masing-masing 84,18 % dan 72,24% (Setiyanto, 2005). Sementara persentase tulang dada itik alabio jantan dibandingkan dengan tulang dada itik tegal pada itik yang mendapat pakan kontrol masing-masing sebesar 12,18% dan 21,79%, sedangkan yang mendapat pakan
Paha pakan komersial + tepung daun beluntas 0,5% + 250 gr/kg; KBE = pakan komersial + tepung daun beluntas 0,5% + 400 IU/kg ; *) = Dihitung berdasarkan bobot karkas; **) = Dihitung berdasarkan bobot paha utuh
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian tepung daun beluntas 0,5% dalam pakan, kombinasi tepung daun beluntas 0,5% dan vitamin C 250 mg dan kombinasi tepung daun beluntas 0,5% dan vitamin E 400 IU tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase paha. Persentase paha itik alabio jantan umur 10 minggu dengan pakan kontrol adalah sebesar 22,89% sementara persentase
paha itik tegal dengan pakan kontrol sebesar 25,55% (Setiyanto, 2005). Persentase paha itik alabio jantan umur 10 minggu dengan penambahan tepung daun beluntas 0,5% adalah sebesar 23,53% sementara persentase paha itik tegal dengan penambahan tepung daun beluntas 0,5% sebesar 26,44% (Setiyanto, 2005). Perbedaan ini diduga karena perbedaan galur itik yang digunakan dalam penelitian.
alabio jantan umur 10 minggu dengan penambahan tepung daun beluntas 0,5% adalah sebesar 88,34% dan itik tegal sebesar 80,90% (Wahyudin, 2005). Persentase daging paha itik alabio terlihat lebih besar daripada itik tegal.
Rataan persentase tulang tidak berbeda nyata antar perlakuan. Rataan persentase tulang paha itik alabio jantan yang diberi pakan kontrol pada penelitian ini adalah sebesar 12,57% dan itik tegal dengan pakan kontrol dan umur pemotongan 10 minggu adalah sebesar 18,87% (Wahyudin, 2005). Sementara rataan persentase tulang paha itik alabio jantan umur 10 minggu dengan penambahan tepung daun beluntas 0,5% adalah sebesar 11,59% dan itik tegal sebesar 19,10% (Wahyudin, 2005). Persentase tulang paha itik alabio terlihat lebih kecil daipada itik tegal. Perbedaan persentase tulang ini terjadi diduga karena perbedaan galur itik.
Lemak Abdomen
Rataan bobot dan persentase lemak abdomen itik alabio jantan pada keempat perlakuan dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Rataan Bobot dan Persentase Lemak Abdomen Itik Alabio Jantan Umur 10 Minggu. pakan komersial + tepung daun beluntas 0,5% + 250 gr/kg; KBE = pakan komersial + tepung daun beluntas 0,5% + 400 IU/kg ; *) = Dihitung berdasarkan bobot potong
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian tepung daun beluntas 0,5%, kombinasi tepung daun beluntas 0,5% dan vitamin C, kombinasi tepung daun beluntas 0,5% dan vitamin E tidak mempengaruhi persentase lemak abdomen itik alabio jantan umur 10 minggu. Rataan konsumsi pakan yang tidak jauh berbeda diduga membuat asupan nutrisi yang hampir sama sehingga menyebabkan deposit
lemak abdomen yang tidak berbeda nyata pada keempat perlakuan. Menurut Iskandar
et al. (2000), persentase lemak perut terlihat semakin tinggi dengan meningkatnya
kasar antar perlakuandalam penelitian ini tidak jauh berbeda yakni berkisar antara 5%-5,05% pada saat umur 1-7 minggu dan 9,20%-9,23% pada umur 7-8 minggu.
KESIMPULAN
UCAPAN TERIMAKASIH
Assalamualaikum Wr, Wb
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT dan Rasullulah atas segala nikmat, rahmat, motivasi dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Persentase Karkas, Dada, Paha dan Lemak Abdomen Itik Alabio Jantan Umur 10 Minggu yang Diberi Tepung daun beluntas, Vitamin C dan E dalam Pakan.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Dr.Ir. Rukmiasih, MS dan Dr. Ir. Sumiati, M. Sc. selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi ini, serta kepada Prof. Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS., Ir. Sri Rahayu, M. Si dan Ir. Afton Attabany, M. Si.
selaku dosen penguji sidang, juga kepada Zakiah Wulandari, STP, M. Si selaku dosen pembimbing akademik.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak, Ibu dan adik tercinta, yang telah mendukung secara mental, spiritual, materi dan curahan kasih sayang yang luar biasa. Kepada Prof. Emeritus. Dr. Peni S. Hardjosworo. M. Sc, Procula R. Matatiputty, M. Si, Eka Koswara, S. Pt, Pak Hamzah, Mas Iyan dan seluruh rekan-rekan di kandang atas segala bantuan dan kerjasama selama penelitian hingga terselesaikannya skripsi ini. Tak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada teman-teman satu tim penelitian (Fetty, Ika, Suci, Danang dan Benny) dan seluruh rekan-rekan di Teknologi dan Manajemen Ternak Program Diploma IPB 2005 dan Program Alih Jenis IPTP 2008 terimakasih atas hubungan persaudaraan serta kerjasama yang baik selama ini dan mohon maaf atas segala kesalahan. Serta kepada seluruh pihak yang telah membantu selama pelaksanaan penelitian hingga terselesaikannya skripsi ini.
Penulis menyadari, dalam pembuatan skripsi ini masih sangat jauh dari sempurna, baik dalam penyajian materi, penulisan maupun isinya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya maupun untuk diri pribadi penulis khususnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, W.H & W. S. N. Rusmana. 1995. Toleransi itik periode pertumbuhan terhadap serat kasar pakan. Jurnal Peternakan dan Lingkungan 1 (03):1-5
Achmanu. 1997. Ilmu Ternak Itik. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang.
Asiamaya. 2003. Beluntas. http://www.asimaya.com/jamu/isi/ beluntas_pluceaindikaless.htm[ 22 Februari 2011]
Berges, E. 1999. Importance of vitamin E in the oxidation stability of meat : organoleptic qualities and consequences. Di dalam: Brufau J, Tacon E, editor. Feed Manufacturing in the Mediterranean Region: Rescent Advances in Research and Technology. Reus (Spain): CIHEAM-IAMZ.hlm 347-363.
Bintang, I, A & T, Antawidjaja. 1995. Pengaruh berbagai tingkat energi metabolis terhadap bobot badan, organ dalam dan kandungan lemak abdominal anak entok (Cairina Moschata). Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Peternakan, Balai Penelitian Peternakan, Bogor.
Dirjen Peternakan. 2009. Statistika Peternakan 2009. Departemen Pertanian, Jakarta
Gordon, M. H. 1990. The mechanism of antioxidant action in vitro. Dalam : Hudson BJF, editor. Food Antioxidants. Elsevier Applied Sci, London
Gunawan, A. 2005. Penampilan itik lokal jantan yang diberi tepung daun beluntas (Pluchea Indica L) dalam pakan. Skripsi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Hardjosworo, P. S, Setioko, P. P. Ketaren, L.H. Prasetyo, A. P Sinurat & Rukmiasih. 2001. Perkembangan teknologi peternakan unggas air di Indonesia. Pros. Lokakarya Unggas Air. Pengembangan Agribisnis Unggas Air sebagai Peluang Usaha Baru. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor-Balai Penelitian Ternak. hlm 22-41.
Iskandar, S., Bintang, I, A, K & Triyantini. 2000. Tingkat energi/protein pakan untuk menunjang produksi dan kualitas daging anak itik jantan lokal. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner, Balai Penelitian Ternak, Bogor
Johri TS. 2005. Poultry nutrition research in India and its perspective. http://www.fao.org/DOCREP/ARTICLE/AGRIPPA/659_en00.htm [ 22 Februari 2011]
Kusnadi, E. 2006. Suplementasi vitamin C sebagai penangkal cekaman panas pada ayam broiler. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner. 11 (4): 249-253
Niki, E., Nuguchi. N., Tsuchihasshi. H, & Gotoh, N. 1995. Interaction among vitamin C, vitamin E, -carotene. Am J Clin Supl 62 : 1322S-1326S
Omojola, A. B. 2007. Carcass and organoleptic characteristic of duck meat as influenced by breed and sex. International Journal of Poul. Sci 6 (5): 329-334
Panovskai, T. K., S. Kulevanova & M.Stefova. 2005. In vitro antioxidant activity of some Teucrium species Lamiaceae). Acta Pharm. 55: 207 214.
Randa, S.Y. 2007. Bau daging dan performa itik akibat pengaruh perbedaan galur dan jenis lemak serta kombinasi komposisi antioksidan (vitamin A, C dan E) dalam pakan. Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Rukmiasih, P. S. Hardjosworo, W.G Pilliang, J Hermanianto & A, Apriyantono. 2010. Penampilan, kualitas kimia, dan off odor daging itik (Anas plathyrynchos) yang diberi pakan mengandung beluntas (Pluchea Indica L). Med. Pet, vol 33:68-75
Setiyanto, R, D. 2005. Persentase bagian-bagian tubuh itik jantan lokal umur 10 minggu dengan penambahan tepung daun beluntas (Pluchea Indica L.) dalam pakan. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Skibsted, L, H., A. Mikkelsen & G. Bertelsen. 1998 . Lipid-derived off-flavours in meat. Dalam: Shahidi F, (editor). Flavour of Meat, Meat Products and seafoods. Ed. Ke-2. Blackie Academic & Professional, London
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah mada University Press, Yogyakarta
Standar Nasional Indonesia. 2009. Bibit Induk (Parent Stock) Itik Alabio Jantan Muda. SNI 7556:2009. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta
Standar Nasional Indonesia. 2009. Mutu Karkas dan Daging Ayam. SNI 3924:2009. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta
Steel, R.G.D & J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistik Suatu Pendekatan Biometrik. (Principles and Procedures Of Statistics, terjemahan Ir. Bambang Sumantri) Cetakan ke-3, PT. Gramedia, Jakarta.
Suryana. 2007. Prospek dan peluang pengembangan itik alabio jantan di Kalimantan Selatan. Jurnal Litbang Pertanian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan, Banjarbaru
Widodo, W. 2002. Nutrisi dan pakan unggas kontekstual. Dalam rangka penulisan buku teks yang diadakan oleh Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Fakultas Peternakan-Perikanan, Universitas Muhammadiyah, Malang.
Winarno, F, G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia, Jakarta.
Lampiran 1. Hasil Uji Varian (Anova) Bobot Potong Itik Alabio Jantan Umur 10
Lampiran 2. Hasil Uji Varian (Anova) Persentase Karkas Itik Alabio Jantan Umur 10 Minggu.
Lampiran 5. Hasil Uji Varian (Anova) Persentase Tulang Dada Itik Alabio Jantan
Lampiran 9. Hasil Uji Varian (Anova) Persentase Lemak Abdomen Itik Alabio Jantan Umur 10 Minggu.
Sumber Keragaman db JK KT Fhit Ftab
Kelompok 2 0,239 0,119 1,751 8,94
Perlakuan 3 0,080 0,027 0,392
Galat 6 0,409 0,068
Total 11 0,728
This document was created with Win2PDF available at http://www.win2pdf.com.
PERSENTASE KARKAS, DADA, PAHA DAN LEMAK ABDOMEN
ITIK ALABIO JANTAN UMUR 10 MINGGU YANG DIBERI
TEPUNG DAUN BELUNTAS, VITAMIN C DAN E
DALAM PAKAN
SKRIPSI
FITRIANI EKA PUJI LESTARI
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
RINGKASAN
Fitriani Eka Puji Lestari. D14086009. 2011
.
Persentase Karkas, Dada, Paha dan Lemak Abdomen Itik Alabio Jantan Umur 10 Minggu yang Diberi Tepung Daun Beluntas, Vitamin C dan E Dalam Pakan. Program Alih Jenis Teknologi Produksi Ternak. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.Pembimbing Utama : Dr.Ir. Rukmiasih, MS. Pembimbing Anggota : Dr.Ir. Sumiati, M.Sc.
Itik merupakan bagian dari unggas namun daging itik cenderung kurang disukai karena bau yang lebih amis dibandingkan dengan daging ayam. Pemberian antioksidan dapat menurunkan bau amis. Daun beluntas (Pluchea indica L) dapat dimanfaatkan sebagai antioksidan alami, namun daun beluntas memiliki zat antinutrien seperti tanin yang dapat berdampak negatif terhadap performa unggas. Tanin yang terkandung dalam tepung daun beluntas 0,5% diharapkan tidak mengganggu persentase karkas dada, paha dan lemak abdomen, oleh karenanya kombinasi tepung daun beluntas 0,5% + vitamin C dan kombinasi tepung daun beluntas 0,5% + vitamin E juga dilakukan pada penelitian ini. Vitamin C dan E umum dimanfaatkan sebagai anti stres dan antioksidan.
Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah itik alabio jantan sebanyak 96 ekor, pada umur 1-7 minggu pakan yang diberi adalah pakan komersial sebagai pakan kontrol (K), pakan komersial + beluntas 0,5% (KB), kombinasi pakan komersial + tepung daun beluntas 0,5% + vitamin C 250 mg/kg (KBC), kombinasi pakan komersial + tepung daun beluntas 0,5% dan vitamin E 400 IU/kg (KBE), sedangkan pakan yang diberikan pada umur 7-10 minggu dicampur dedak dengan perbandingan pakan komersial dan dedak yaitu 40:60. Pemeliharaan ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari 4 perlakuan, 3 ulangan, masing-masing ulangan terdiri dari 8 ekor. Data yang diperoleh diolah menggunakan sidik ragam (ANOVA) kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 17. Peubah yang diamati adalah persentase karkas, dada, paha dan lemak abdomen, daging dan tulang dada serta daging dan tulang paha.
Hasil penelitian menunjukan persentase karkas, dada, paha dan lemak abdomen yang tidak berbeda nyata pada keempat perlakuan dengan kisaran persentase karkas yang diperolah sebesar 59,64%-60,33%, persentase dada berkisar antara 30,10%-32,16%, persentase paha berkisar antara 22,41%-23,53%, dan persentase lemak abdomen berkisar antara 0,74%-0,95%. Persentase daging dada daging paha pada keempat perakuan ini juga menunjukan hasil yang tidah berbeda. Kisaran persentase daging dada adalah 84,18%-87,82%, persentase daging paha berkisar antara 84,26%-88,34%. Tanin pada daun beluntas 0,5% dalam pakan, kombinasi tepung daun beluntas 0,5% dan vitamin C 250 mg/kg, serta kombinasi tepung daun beluntas 0,5% dan vitamin E 400 IU/kg tidak mengganggu persentase karkas, dada, paha, lemak abdomen, daging dada dan daging paha itik alabio jantan pada umur 10 minggu.
ABSTRACT
Percentage of Carcass, Breast, Thigh, and Abdominal Fat of 10 Weeks Age Alabio Male Ducks Fed with Beluntas Leaf Meal, Vitamin C and E in the
Ration.
Lestari, F, E, P., Rukmiasih and Sumiati
Duck meat is potential as protein source, but the off-odor of it restricted the consumption of this meat. Antioxidant could decrease the odor, but the effect of it on the influence of the percentage of carcass, breast, thigh and abdominal fat must be evaluated. Beluntas leaves, vitamin C and vitamin E can be used as antioxidant. The objective of this research was to know the effect feeding beluntas leaf meal, combination of beluntas leaf meal + vitamin C, an the combination of beluntas leaf meal + vitamin E addition on carcass percentage, breast, thigh and abdominal fat. This research used 96 alabio ducks. The ducks were reared from DOD up to 10 weeks. The diet treatments were control diet (K); comercial diet + beluntas leaf meal 0.5% (KB); comercial diet + beluntas leaf meal 0.5% + vitamins C 250 mg/kg (KBC); comercial diet + beluntas leaf meal 0.5% + vitamin E 400 IU (KBE). The data were analysed using ANOVA (Analysis of Variance), and any significant diferrence was further analysed using Duncan Multiple Range Test. The results showed that feeding beluntas leaf meal 0.5%, beluntas leaf meal 0.5 % and vitamin C 250 mg, and beluntas leaf meal 0.5% and 400 IU did not affect the carcass percentage, breast, thigh and abdominal fat of male alabio duck.
PENDAHULUAN Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin maju dan diiringi dengan pengetahuan manusia akan pentingnya gizi dalam kehidupan, membuat permintaan ternak sebagai salah satu sumber protein hewani semakin meningkat. Daging unggas
adalah salah satu jenis produk peternakan yang cukup disukai oleh konsumen. Harga yang relatif terjangkau membuat konsumen lebih memilih produk dari ternak unggas dibandingkan ternak ruminansia. Bagi peternak, memelihara ternak unggas memiliki beberapa kelebihan diantaranya adalah pemeliharaan yang singkat, pertumbuhan yang cepat dan dapat berkembang biak dengan cepat pula. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan berkembangnya usaha peternakan unggas di Indonesia. Berdasarkan data statistik Dirjen Peternakan (2009), ketersediaan daging secara nasional pada tahun 2008 sebesar 2.138.234 ton. Dari jumlah ketersediaan tersebut, 1.430.371 ton berasal dari ternak unggas (ayam broiler, ayam ras petelur, ayam buras dan itik). Dari ketersediaan daging unggas, 1.101.765ton (77,02%) berasal dari daging ayam broiler, sedangkan daging dari itik hanya sebesar 25.782 ton (1,8% dari total daging unggas).
Rendahnya minat masyarakat terhadap daging itik diduga karena bau daging itik yang lebih amis dibandingkan dengan daging ayam. Bau amis ini dapat diturunkan dengan penambahan antioksidan dalam pakan. Antioksidan yang digunakan dapat berasal dari antioksidan alami maupun antioksidan sintetik. Antioksidan alami dapat berasal dari tepung daun beluntas dan antioksidan sintetik yang dapat diberikan adalah vitamin E dan vitamin C. Pada tepung daun beluntas, selain terdapat antioksidan juga mengandung zat antinutrien, seperti tanin yang dapat menghambat penyerapan protein pakan dalam tubuh sehingga dapat menghambat
vitamin C 250 mg/kg dan kombinasi tepung daun beluntas 0,5% + vitamin E 400 IU/kg dicoba dalam penelitian ini.
Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA Itik (Anasplatyrhynchos)
Menurut Achmanu (1997), itik termasuk ke dalam unggas air (waterfowl) yang mempunyai klasifikasi sebagai berikut : kelas Aves, ordo Anseriformes, family
Anatidae, sub family Anatinae, rumpun (tribe) Anatini, genus Anas, spesies Anas platyrhynchos. Itik lokal merupakan potensi sumber protein hewani yang dapat
dikembangkan. Salah satu contoh itik lokal adalah itik. Itik cihateup berasal dari Desa Cihateup, Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat. Selain di Tasikmalaya, Itik cihateup juga dikembangbiakan di daerah Garut (Wulandari, 2005).
Selain itik cihateup, itik yang cukup banyak dikembangbiakan di Indonesia adalah itik alabio. Itik ini merupakan salah satu galur itik lokal yang sudah cukup lama dikenal. Meskipun tergolong sebagai jenis itik penghasil telur, itik alabio jantan juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber penghasil daging (Hardjosworo et al., 2001). Itik ini telah lama dipelihara dan berkembang di Kalimantan Selatan (Suryana, 2007). Menurut Randa (2007), itik alabio jantan memiliki persentasi karkas yang lebih besar dari itik cihateup.
Menurut Standar Nasional Indonesia (2009), persyaratan itik alabio jantan adalah kondisi fisik harus sehat, kaki normal dan dapat berdiri tegak, mata bersinar, tampak segar dan aktif, tidak ada kelainan bentuk dan tidak cacat fisik. Secara kualitatif, persyaratan itik alabio jantan adalah postur tubuh tegak membentuk sudut 700, paruh berwarna kuning sampai kuning jingga dengan bercak hitam pada bagian ujung, terdapat bulu putih membentuk garis mulai dari pangkal paruh sampai ke bagian belakang kepala dan bulu kepala bagian atas berwarna hitam, kaki berwarna kuning jingga, bulu leher bagian depan berwarna putih, sedangkan bagian belakang
Gambar 1. Itik Alabio Jantan
Sumber : SNI (2009)
Beluntas ( Pluchea indica L.)
Menurut Asiamaya (2003), klasifikasi tanaman beluntas (Gambar 2) adalah sebagai berikut: Kelas Magnoliophyta, sub-kelas Asteridae, ordo Asterales, famili
Asteraceae, genus Plucheacass, dan spesies Pluchea Indica L. Secara tradisional, daun beluntas biasa digunakan sebagai penghilang bau badan, obat turun panas, obat batuk, obat diare, dan mengobati sakit kulit.
Tanaman beluntas mengandung senyawa flavonoid yang efektif dalam menangkap radikal bebas atau sebagai antioksidan (Panovskai, 2005). Menurut
Winarno (1997), antioksidan adalah senyawa yang memiliki kemampuan sebagai zat anti radikal bebas. Radikal bebas adalah suatu senyawa yang mengandung molekul yang tidak berpasangan dan menyebabkan senyawa tersebut sangat reaktif, sehingga untuk menstabilkan dirinya, radikal bebas akan menarik molekul lain seperti asam lemak tidak jenuh, protein, polisakarida. Kandungan antioksidan dalam tepung daun beluntas yaitu senyawa flavonoid, vitamin C dan -karoten dengan masing-masing sebanyak 4,47%, 98,25 mg/100g dan 2,552 mg/100g. Beluntas juga mengandung antinutrien yaitu tanin. Daun beluntas kering mengandung tanin sebesar 1,88% (Rukmiasih et al., 2010). Tanin dengan level 0,5% atau lebih dalam pakan menyebabkan penurunan pertumbuhan, ketersediaan energi pakan dan protein, kematian lebih tinggi, juga menghambat aktivitas enzim (tripsin, amilase dan lipase)
Berdasarkan hasil penelitian Wahyudin (2006), pemberian tepung daun beluntas sebanyak 1% hingga 2% dalam pakan tidak memberikan pengaruh terhadap konsumsi pakan, bobot badan akhir, pertambahan bobot badan, persentase karkas, dada dan paha itik. Akan tetapi, konversi pakan itik yang mendapat beluntas lebih tinggi dari kontrol. Konversi pakan itik yang mendapat 1% beluntas sebesar 4,17, sedangkan yang tidak mendapat beluntas (kontrol) sebesar 3,42 (Gunawan, 2005). Rataan persentase dada yang diperoleh pada penelitian tersebut adalah 24,09%-24,95% dan persentase paha yang adalah 24,44%- 25,71% (Wahyudin, 2006).
Gambar 2. Tanaman Beluntas
Vitamin
Menurut Widodo (2002), vitamin merupakan sejumlah persenyawaan organik yang secara umum tidak ada hubungan atau kesamaan kimiawi satu sama lain. Vitamin merupakan komponen dari bahan makanan tetapi bukan karbohidrat, lemak, protein dan air dan terdapat dalam jumlah yang sedikit. Vitamin esensial dibutuhkan untuk perkembangan jaringan normal dan untuk kesehatan, pertumbuhan dan hidup pokok karena tubuh tidak dapat mensintesis sendiri kecuali beberapa vitamin seperti vitamin C pada ayam dan vitamin B kompleks pada ruminansia (Widodo, 2002).
Vitamin C adalah salah satu bahan yang bekerja sebagai antioksidan sekunder. Antioksidan sekunder bekerja dengan memproses senyawa-senyawa tertentu agar tidak berpotensi membentuk suatu radikal. Aktifitas antioksidan sekunder akan bertambah efektif bilamana disertai dengan adanya antioksidan primer seperti vitamin E. Antioksidan primer bekerja dengan mengubah radikal-radikal lipid menjadi produk yang lebih stabil (Gordon, 1990).
Menurut Widodo (2002), pengaruh pemberian vitamin C dalam air minum pada broiler sebelum dipotong menghasilkan karkas yang tidak mudah mengalami penyusutan sehingga kualitas karkas terjaga. Selain itu vitamin C juga dapat mencegah katabolisme protein, sehingga pada ayam yang diberi vitamin C sebelum dipotong, timbangan karkas menjadi lebih baik. Dosis yang dianjurkan adalah 900- 1.000 ppm dalam air minum pada waktu 24 jam sebelum dipotong. Menurut Kusnadi
(2006), pemberian vitamin C 250 ppm dapat digunakan untuk mengatasi cekaman panas pada ayam broiler. Selain itu penambahan vitamin C pada suhu ruang panas dapat meningkatkan pertumbuhan dan konsumsi pakan ayam broiler.
Vitamin E banyak digunakan dalam bentuk suplemen yang sekaligus berfungsi sebagai sumber antioksidan. Vitamin E berfungsi melindungi asam-asam lemak dan kolesterol dari oksidasi dengan cara menangkap radikal-radikal bebas (Niki et al., 1995). Vitamin E terdapat dalam tiga bentuk yaitu , dan -tokoferol, perbedaannya terletak pada gugus R1, R2, dan R3. Bentuk vitamin E yang paling aktif atau paling efektif adalah -tokoferol (Widodo, 2002).
Berbagai penelitian menggunakan vitamin E pada berbagai jenis ternak seperti ayam, kalkun, babi, sapi dan ikan, memperlihatkan bahwa terdapat pengaruh signifikan dari vitamin E terhadap penurunan oksidasi lipid di dalam daging dan jaringan adipose ternak-ternak tersebut (Skibsted et al., 1998). Tanpa pengontrolan terhadap oksidasi lipid menyebabkan kualitas daging, terutama kualitas organoleptik seperti flavor dan warna daging menurun (Berges, 1999). Menurut Widodo (2002), umumnya vitamin-vitamin yang larut dalam lemak memerlukan absorbsi lemak normal untuk ikut diserap. Vitamin E yang larut dalam lemak ditranspor ke dalam jaringan adipose dalam berbagai jangka waktu.
informasi bahwa vitamin E dan C berinteraksi sinergistik dalam fungsinya sebagai antioksidan (Niki et al., 1995).
Persentase Karkas dan Bagian-bagiannya
Karkas adalah bagian tubuh unggas setelah dilakukan penyembelihan secara halal, pencabutan bulu, dan pengeluaran jeroan, tanpa kepala, leher, kaki (Standar Nasional Indonesia, 2009). Persentase bobot karkas terhadap bobot hidup sering dijadikan acuan ukuran produksi dari seekor ternak potong. Persentase karkas dipengaruhi oleh genetik, fisiologi, umur dan berat tubuh dan kandungan nutrien pakan selama ternak itik hidup. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) (2009), daging adalah otot skeletal dari karkas ayam yang aman, layak, dan lazim dikonsumsi manusia. Menurut Soeparno (2005), daging adalah semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai
untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya.
Menurut Soeparno (2005), faktor genetik dan lingkungan mempengaruhi laju pertumbuhan dan komposisi tubuh. Faktor lingkungan dapat terbagi menjadi dua kategori yaitu faktor fisiologis dan nutrien. Proporsi tulang, otot dan lemak sebagai komponen karkas dipengaruhi oleh umur, berat hidup dan kadar laju pertumbuhan. Bila proporsi salah satu variabel lebih tinggi, maka proporsi salah satu atau kedua variabel lainnya lebih rendah (Soeparno, 2005). Bagian dada dan paha adalah salah satu bagian karkas yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi (Omojola, 2007).
MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Blok B, Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai dari bulan Mei hingga bulan September 2010.
Materi Penelitian Ternak
Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah itik alabio jantan berumur 1 minggu dan dipelihara hingga umur 10 minggu sebanyak 96 ekor. Itik dikelompokan (kecil, sedang, besar) karena bobot badan awal yang tidak seragam. Rataan bobot awal itik kelompok kecil adalah sebesar 73,25 g, sedangkan kisaran bobot awal kelompok sedang adalah sebesar 85,85 g dan kelompok besar adalah
115,4 g. Itik yang digunakan berasal dari peternak itik di daerah Bogor.
Kandang dan Peralatan
Penelitian ini menggunakan kandang dengan sistem litter dengan lebar 1,25 meter dan panjang 1,5 meter sebanyak 12 buah dengan sekam setinggi 5-10 cm. Pada awal pemeliharaan, kandang diberi pemanas dan lingkar pembatas, peralatan lain yang digunakan berupa tempat makan, tempat minum, timbangan, ember.
Pakan
Pakan yang diberikan pada penelitian ini pada itik umur 1-7 minggu adalah sebagai berikut :
K = Pakan komersial ayam broiler sebagai perlakuan kontrol
KB = Pakan komersial ayam broiler yang mengandung tepung daun
Pakan yang diberikan pada itik umur 7-10 minggu adalah sebagai berikut :
KB = kombinasi 40% pakan komersial ayam broiler : 60% dedak padi, mengandung tepung daun beluntas 0,5%
KBC = kombinasi 40% pakan komersial ayam broiler : 60% dedak padi mengandung tepung daun beluntas 0,5% dan vitamin C 250 mg KBE = kombinasi 40% pakan komersial ayam broiler : 60% dedak padi
mengandung tepung daun beluntas 0,5% dan vitamin E 400 IU Komposisi kimia ransum komersial, tepung daun beluntas dan dedak padi disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Kimia Ransum Komersial, Tepung Daun Beluntas, dan Dedak Padi (As Fed)
Komponen Ransum Kontrol1) Tepung Daun Beluntas2) Dedak3)
Bahan Kering (%) 87 85,83 91
Tabel 2. Susunan dan Kandungan Nutrien, Antinutrien dan Antioksidan dalam Pakan Itik Perlakuan Umur 1-7 Minggu.
Susunan Pakan K KB KBC KBE
Komersial (%) 100 99,5 99,47 99,46
Beluntas (%) 0 0,5 0,5 0,5
Vitamin C (%) 1) 0 0 0,025 0
Vitamin E (%) 2) 0 0 0 0,04
Jumlah 100 100 100 100
Kandungan Nutrien,
Antinutrien dan Andioksidan:
Bahan Kering (%) 87 86,99 87 87
EM (kkal/kg) 3000 2995,34 2994,44 2994,14
Protein (%) 21 20,99 20,99 20,98
Lemak (%) 5 4,99 4,99 4,99
Serat kasar (%) 5 5,05 5,05 5,05
Abu (%) 7 7,04 7,04 7,04
Kalsium (%) 0,9 0,91 0,91 0,91
Phospor (%) 0,6 0,60 0,60 0,60
Antinutrien (tanin) (%) 0 0,01 0,01 0,01
Antioksidan :
Vitamin C (mg/kg) 0 4,91 254,91 0
Vitamin E (IU/kg) 0 0 0 400
Keterangan : 1) Setara dengan 250 mg/kg, 2) Setara dengan 400 IU, K = pakan komersial; KB = pakan
Tabel 3. Susunan dan Kandungan Nutrien, Antinutrien dan Antioksidan dalam Pakan tepung daun beluntas 0,5% + vitamin C 250 mg/kg; KBE = pakan komersial + tepung daun beluntas 0,5% + vitamin E 400 IU/kg
Prosedur Persiapan Kandang
pembatas dan pemanas buatan beberapa jam sebelum DOD datang dengan tujuan untuk menghangatkan lingkungan kandang.
Pembuatan Pakan
Pembuatan tepung daun beluntas diawali dengan pemanenan daun beluntas. daun beluntas yang sudah dipanen dikeringkan dalam suhu ruang dan tidak terkena matahari langsung. Pengeringan dilakukan dengan cara diangin-anginkan sekitar satu minggu. Setelah daun beluntas kering, kemudian daun beluntas digiling hingga halus dan menjadi tepung daun beluntas. Daun beluntas yang sudah digiling dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Tepung Daun Beluntas
Vitamin C yang digunakan dalam bentuk ascorbic acid dan vitamin E yang digunakan dalam bentuk -tokoferol. Pencampuran bahan-bahan pakan dilakukan dengan cara mencampur bahan-bahan yang berbobot kecil dengan sebagian kecil pakan komersial, kemudian pencampuran bahan dilakukan sedikit demi sedikit hingga seluruh pakan tercampur dengan merata.
Pemeliharaan Itik
Setibanya di lokasi pemeliharaan, itik diberi larutan gula 3% untuk mengurangi stres akibat perjalanan. Kemudian itik diberi nomor pada sayapnya dan ditimbang. Hasil penimbangan dikelompokan menjadi besar, sedang dan kecil lalu ditempatkan pada unit-unit kandang percobaan secara acak.
Pemberian pakan diberikan tiga kali dalam sehari yakni pada pukul 07.30 WIB, pukul 12.00 WIB dan pukul 16.00 WIB. Pemberian pakan dilakukan dengan
cara membasahi pakan dengan sedikit air. Pada umur 7 minggu dilakukan pergantian pakan. Penggantian pakan dilakukan dengan bertahap yaitu dengan memberi 25% pakan baru dan 75% pakan lama untuk hari pertama dan kedua, lalu 50% pakan baru dan 50% pakan lama untuk hari ketiga dan keempat, 75% pakan baru dan 25% pakan pada hari kelima dan keenam dan pada hari selanjutnya yang diberikan berubah 100% pakan baru.
persentase daging dan tulang. Potongan karkas, dada dan paha itik alabio jantan umur 10 minggu dapat dilihat pada Gambar 4.
(a) (b)
Gambar 4. Karkas (a), Dada dan Paha (b) Itik Alabio Jantan Umur 10 Minggu
Peubah yang diamati dalam penelitian ini yaitu : 1. Persentase karkas
Nilai persentase karkas diperoleh dengan membagi bobot karkas dengan bobot sesaat sebelum itik dipotong dikali 100%.
2. Persentase dada
Nilai persentase dada diperoleh dengan cara membagi bobot dada dengan bobot karkas dikali 100%.
3. Persentase daging dada
Nilai persentase daging dada diperoleh dengan cara membagi bobot daging dada dengan dada dikali 100%.
4. Persentase tulang dada
Nilai persentase tulang dada diperoleh dengan cara membagi bobot tulang dada dengan dada dikali 100%.
5. Persentase paha
Nilai persentase paha diperoleh dengan cara membagi bobot kedua paha dengan
bobot karkas dikali 100%. 6. Persentase daging paha
7. Persentase tulang paha
Nilai persentase tulang paha diperoleh dengan cara membagi bobot tulang paha dengan bobot paha utuh dikali 100%.
8. Persentase lemak abdomen
Nilai persentase lemak abdomen diperoleh dengan cara membagi bobot lemak abdomen dengan bobot potong dikali 100%.
Rancangan dan Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK), yang terdiri atas 4 perlakuan dengan 3 kelompok. Setiap kelompok terdiri atas 8 ekor itik. Pengelompokan berdasarkan bobot badan itik pada umur 1 minggu yaitu kecil, sedang dan besar. Model rancangan percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut :
Yij = µ + Ki + Pj + ij Keterangan ;
Yij = Nilai pengamatan perlakuan dalam pakan ke-i dan kelompok ke-j µ = Nilai tengah
Ki = Pengaruh perlakuan pakan ke-i ( i = 1,2,3,4 ) Pj = Pengaruh kelompok ke-j (j = 1, 2, 3)
ij = Pengaruh galat percobaan yang dari perlakuan dalam pakan ke-i dan kelompok ke-j
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsumsi pakan selama penelitian adalah 6.515,29 g pada kontrol, 6.549,93 g pada perlakuan KB 6.604,83 g pada perlakuan KBC dan 6.520,29 g pada perlakuan KBE. Konversi pakan itik perlakuan adalah sebesar 4,91 pada kontrol, 5,05 pada perlakuan KB, KBC sebesar 4,97 dan KBE sebesar 4,98.
Karkas
Pengaruh perlakuan terhadap bobot potong, bobot karkas dan persentase karkas itik alabio jantan umur 10 minggu hasil penelitian ini disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Rataan Bobot Potong, Bobot Karkas dan Persentase Karkas Itik Alabio pakan komersial + tepung daun beluntas 0,5% + 250 gr/kg; KBE = pakan komersial + tepung daun beluntas 0,5% + 400 IU/kg
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan tepung daun beluntas 0,5% dalam pakan dan kombinasi antara tepung daun beluntas 0,5% dan vitamin C 250 mg serta tepung daun beluntas 0,5% dan vitamin E 400 IU dalam pakan tidak berpengaruh terhadap bobot potong. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan tanin dalam tepung daun beluntas 0,5% dalam pakan tidak mengganggu bobot potong.
Tabel 3 menunjukkan kandungan tanin dalam pakan sebesar 0,01%. Selain kandungan tanin, bobot potong yang tidak nyata juga diduga terjadi karena kandungan nutrien pakan pada keempat perlakuan sama yaitu isokalori dan isoprotein.