• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI KOMPARATIF BAITUL MAL DALAM ISLAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "STUDI KOMPARATIF BAITUL MAL DALAM ISLAM"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI KOMPARATIF BAITUL MĀL DALAM ISLAM DAN DEPARTEMEN KEUANGAN DALAM SISTEM KAPITALISME

Ahmad Suminto1 Mohammad Ghozali2

Abstrak

Perbandingan Baitul Māl dalam Islam dengan Departemen Keuangan dalam sistem kapitalis. Kehebatan kapitalis sudah mulai dipertanyakan oleh banyak ekonom. Krisis ekonomi selalu terjadi sepanjang sejarah, maka diperlukan ekonomi alternatif. Ekonomi yang dicita-citakan adalah sebuah sistem ekonomi yang mampu menciptakan keadilan dan kesejahteraan bersama, diiringi oleh konsep keberkahan dunia dan akhirat. Inilah ekonomi Islam yang akan membawa keadilan dan kesejahteraan menyeluruh. Ekonomi Islam dianggap sebagai jalan keluar untuk mengatasi persoalan ekonomi kontemporer. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan antara konsep Baitul Māl dalam Islam dengan konsep Departemen Keuangan dalam sistem kapitalis. Jenis Kajian ini kualitatif dengan menggunakan pendekatan metode literatur (kepustakaan). Hasil dalam Kajian ini adalah bahwa Islam menghadirkan sistem perbendaharaan keuangan suatu negara dengan sebutan Baitul Māl, sedangkan dalam sistem kapitalis menghadirkan sistem perbendaharaan keuangan dengan sebutan, Departemen Keuangan. Pada dasarnya kedua sistem tersebut peran, tugas dan fungsinya adalah berbeda, terutama mengenai prinsip dasar dari kedua sistem ini. Baitul Māl adalah warisan Rasulullah dan para sahabat. Peran, tugas dan fungsi dari Baitul Māl diambil dan diamalkan sesuai al-Qur’an dan al-Hadist, terdapat sisi horizontal dan vertikal yang mengaturnya. Berbeda dengan sistem Departemen Keuangan, peran, tugas dan fungsinya diatur dan dibuat oleh pikiran dan atas kemauan manusia, sehingga tidak luput dari sifat kekuasaan dan kerakusan manusia. Dalam sistem Departemen Keuangan tidak ada campur tangan agama dan berusaha memisahkan dengan agama.

Pasword: Baitul Māl, Departemen Keuangan, Sistem Kapitalis

A. Pendahuluan

1Mahasiswa Pasca Sarjana, Program Studi Ekonomi Syariah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo, email ahmadsuminto31@gmail.com

2Dosen Pasca Sarjana Ekonomi Syariah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo, email

(2)

Ilmu ekonomi terbagi atas dua aliran, yaitu kapitalisme dari Adam Smith (1776) dan aliran sosialisme dari Karl Mark (1884:1879). Namun, sejak tahun 1984 muncul gagasan dari para ekonom Islam untuk memunculkan sistem perekonomian Islam dasar dari ekonomi Islam tidak lain adalah al-Qur’an dan al-Hadith.3

Zamzam AJ. Tanuwijaya4 mengatakan bahwa: “Kebudayaan sebuah bangsa ditentukan oleh dua hal, yaitu pegelolaan terhadap kaum perempuannya dan pengelolaan terhadap harta bendanya”. Oleh karena itu, sudah selayaknya jika kedua hal ini menjadi perhatian semua pihak, khususnya menyangkut tentang pengelolaan harta benda dalam urusan negara.

Merujuk pada al-Qur’an Surat at-Taubah ayat 605 dan Qur’an Surat al-Baqarah ayat 282,6 dapat diketahui adanya perintah untuk membentuk suatu lembaga yang khusus menangani persoalan muamalah atau transaksi-transaksi keuangan di kalangan umat Islam. Lembaga ini telah dikenal sejak dahulu sampai dengan saat ini, yang populer disebut dengan Baitul Māl. Dengan kata lain bahwa, di kalangan umat Islam diperlukan sebuah lembaga keuangan yang berfungsi untuk mengatur urusan transaksi di bidang keuangan dan harta benda berdasarkan syariat Islam.7

Al-Qur’an memang tidak secara tegas menyebut tentang “Baitul Māl”, tetapi kemudian istilah itulah yang kemudian dipahami paling mendekati perintah-perintah Allah SWT sebagaimana dalam firman-Nya di atas. Namun kemudian dalam perkembangannya, istilah “Baitul Māl” telah mengalami perkembangan dan perubahan. Perkembangan dalam pengertian telah menjadi sebuah lembaga keuangan dan harta benda yang berfungsi untuk mengatur lalu lintas keuangan masyarakat Islam. Dan perubahan dalam pengertian telah berkembag menjadi semacam lembaga-lembaga keuangan rakyat yang tidak dapat dipandang lagi sebagai implementasi dari perintah al-Qur’an dan hadith.8

3 Masyhuri, Ekonomi Islam (Malang: UIN Malang Press, 2007), hlm. 3.

4Zamzam AJ. Tanuwijaya: Dosen dan ahli cuaca dari Institut Teknologi Bandung.

5 “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”

6 “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar”

(3)

Pada sisi yang lain, masyarakat muslim tidak dapat lagi melepaskan diri dari keterhubungannya dengan lembaga-lembaga keuangan pemerintah dan swasta (bank) yang notabene bertentangan dengan al-Qur’an dan hadith (bersifat riba). Keadaan ini telah membelit masyarakat dan susah untuk melepaskan diri, karena sistem ekonomi yang dibangun oleh negara seperti itu.

Suatu sistem ekonomi tidak berdiri sendiri, tetapi berkaitan dengan falsafah dan pola hidup masyarakat tempatnya berpijak. Sistem ekonomi yang diterapkan di Indonesia sering menjadi pertanyaan atau perdebatan dalam masyarakat. Dewasa ini terdapat berbagai pertentangan diberbagai negara. Dari berbagai sistem ekonomi yang berbeda-beda tersebut tumbuh unsur politik yang ada dibelakangnya sehingga mempengaruhi suatu lembaga (departemen keuangan) sehingga muncul yang namanya sistem ekonomi kapitalis dan sistem ekonomi Islam.

Sistem kapitalis telah diterima dan dipraktekkan di dalam masyarakat, maka boleh dikatakan bahwa sistem kapitalis dapat ditentukan oleh manusia di dalam masyarakat dan boleh berubah mengikuti ketentuan masyarakat.9 Akan tetapi, realitas ekonomi dunia menunjukkan sama sekali tidak menggambarkan kondisi yang Islami. Dalam pemikiran Islam point utama yang perlu dipertanyakan adalah bagaimana manusia, kelompok atau pemerintah seharusnya bertindak dalam masyarakat Islam yang kaffah seperti tertulis dalam al-Qur’an.10

Karena pada hakikatnya Islam adalah agama yang kaffah, universal dan komprehensif, mengatur semua aspek kehidupan manusia, termasuk kehidupan ekonomi dan lembaga yang mengatur perbendaharaan keuangan

(departemen keuangan).11 Maka, Islam merupakan agama universal yang mampu menuntun umatnya menuju kehidupan yang lebih baik. Islam telah menjelaskan

berbagai hal kepada umatnya mulai dari bagaimana cara mendapatkan kehidupan yang

8 Mustaring, Jurnal: Eksistensi “Baitul Māl” dan Peranannya Dalam Perbaikan Ekonomi Rumah Tangga Dalam Era Masyarakat Ekonomi Asean (Makasar: Universitas Negeri Makasar, 2016), hlm. 118.

9 One.indoskripsi.com, 6-5-2009.

10 Masyhuri, dkk, Kajian Teori Ekonomi dalam Islam, (Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 2003), hlm. 42.

(4)

bahagia di dunia dan di akhirat yakni melalui beberapa aturan-aturan yang telah ditetapkan dalam Islam tepatnya di dalam al-Quran dan Hadith.

Dengan demikian, adanya ekonomi Islam diharapkan dapat menjadi solusi dari permasalahan yang ada, sebagai sistem ekonomi jalan tengah. Sehingga, harapan terwujudnya sistem ekonomi yang berkeadilan menuju kemakmuran dan pemerataan “baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur” dapat tercipta.12

B. Pengertian Baitul Māl

Baitul Mālberasal dari bahasa Arab “bait” yang berartirumah”, dan “al-māl”

yang berarti“harta”.13 Jadi secara etimologis (ma’na lughawi) Baitul Māl berarti rumah untuk mengumpulkan dan menyimpan harta. Secara terminologis (ma’na ishtilahi), Baitul Māl adalah sebuah departement tempat penampungan keuangan negara dan dari sanalah semua kebutuhan keuangan negara akan dibelanjakan.14 Menurut Taqiyuddin an-Nabhani,15 Baitul Māl adalah pos yang dikhususkan untuk semua pemasukan atau pengeluaran harta yang menjadi hak kaum muslim.16

Setiap hak yang wajib diberikan untuk kepentingan kaum muslim berlaku untuk Baitul Māl. Apabila diberikan dalam salah satu Baitul Māl maka harta tersebut telah menjadi bagian dari pengeluaran Baitul Māl, baik dikeluarkan dari kasnya maupun tidak. Sebab, harta yang diserahkan kepada para penguasa kaum muslim beserta para pembantu mereka, atau dikeluarkan melalui tangan mereka, maka hukum Baitul Māl berlaku untuk harta tersebut; baik terkait dengan pemasukan maupun pengeluarannya.17 Baitul Māl merupakan institusi khusus yang menangani harta yang diterima negara dan mengalokasikannya bagi kaum muslim yang berhak menerimanya. Jadi Baitul Māl

12 Islam mengajarkan agar kita mampu menciptakan kesejahteraan yang diiringi dengan keberkahan, merujuk firman Allah Swt. dalam al-Qur’an Surat Saba’ ayat 15.

13 Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam, cet. ke-2 (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1999), hlm. 68.

14 Muhammad Rawwas Qa’ahji, Ensiklopedi Fiqh Umar Ibn al-Khattab (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999), hlm. 7.

15 Taqiyuddin Nabhani, Sistem Ekonomi Islam, Terj. Redaksi al-Azhar Press, dalam judul asli: an-Nizham al-Iqtishadi fi al-Islam (Bogor: al-Azhar Press, 2010), hlm. 317.

16 Setiap harta yang menjadi hak kaum muslim, sementara pemiliknya tidak jelas, merupakan hak Baitul Māl, bahkan yang pemiliknya jelas sekalipun. Apabila harta telah diambil, dengan pengambilan tersebut, telah menjadi hak Baitul Māl; baik dimasukkan ke dalam kasnya maupun ataupun tidak. Sebab, Baitul Māl mencerminkan sebuah pos, bukan tempat.

(5)

adalah tempat penampungan dan pengeluaran harta,18 yang merupakan bagian dari pendapatan negara.19

Dengan demikian, Baitul Māl dengan makna seperti ini mempunyai pengertian sebagai sebuah lembaga atau pihak yang menangani harta negara, baik pendapatan maupun pengeluaran. Baitul Māl dapat juga diartikan secara fisik sebagai tempat untuk menyimpan dan mengelola segala macam harta yang menjadi pendapatan negara.

C. Sejarah Ringkas Baitul Māl

1. Masa Rasulullah SAW (1-11 H/622-632 M)

Baitul Māl sesungguhnya sudah ada sejak masa Rasulullah SAW, pertama kali berdirinya Baitul Māl sebagai sebuah lembaga adalah setelah turunnya firman Allah SWT, yakni di Badar seusai perang dan saat itu para sahabat berselisih tentang

ghanimah :

                 

“Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah: “Harta rampasan perang kepunyaan Allah dan Rasul,20 oleh sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu; dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman.”” (QS. al-Anfal 8: 1)21

Dengan ayat ini, Allah SWT menjelaskan hukum tentang pembagian harta rampasan perang dan menetapkannya sebagai hak bagi seluruh kaum muslimin. Selain itu, Allah SWT juga memberikan wewenang kepada Rasulullah SAW untuk membagikannya sesuai pertimbangan beliau mengenai kemaslahatan kaum muslimin. Dengan demikian, ghanimah perang badar ini menjadi hak bagi Baitul Māl, di mana pengelolaannya dilakukan oleh Waliyyul Amri kaum muslimin, yang

18 Setiap harta baik, tanah, bangunan, barang tambang, uang, komoditas perdagangan maupun harta benda lainya di mana kaum muslimin berhak memilikinya sesuai hukum syara’ dan tidak ditentukan individu pemiliknya, walaupun telah tertentu pihak yang berhak menerimanya, maka secara hukum, harta-harta itu adalah hak Baitul Māl, yakni sudah dianggap sebagai pemasukan bagi Baitul Māl. Secara hukum, harta-harta itu adalah milik Baitul Māl, baik yang benar-benar masuk ke dalam tempat penyimpanan Baitul Māl maupun yang belum.

19 http://www.laskarislam.com/t10250-konsep-baitul-mal. (Forum Kajian Islam dan Diskusi Lintas Agama Laskar Islam.Com)

20 Maksudnya: pembagian harta rampasan itu menurut ketentuan Allah dan Rasul-Nya.

(6)

pada saat itu adalah Rasulullah SAW sendiri sesuai dengan pendapatnya untuk merealisasikan kemaslahatan kaum muslimin.22

2. Masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq (11-13 H/632-634 M)

Ketika Abu Bakar Ash-Shiddiq menjadi khalifah, jika datang harta kepadanya dari wilayah-wilayah kekuasaan khilafah Islamiyah, Abu Bakar Ash-Shiddiq membawa harta itu ke masjid Nabawi dan membagi-bagikannya kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Untuk urusan ini, Khalifah Abu Bakar telah mewakilkan kepada Abu Ubaidah bin al-Jarrah. Hal itu masih berlangsung di tahun pertama kekhilafahannya (11 H/632 M).23

Kemudian pada tahun kedua kekhilafahannya (12 H/633 M), Abu Bakar Ash-Shiddiq merintis embrio Baitul Māl dalam arti yang lebih luas. Baitul Māl bukan sekedar berarti pihak (al- jihat) yang menangani harta umat, namun juga berarti suatu tempat (al-makan) untuk menyimpan harta negara. Abu Bakar menyiapkan tempat khusus di rumahnya berupa karung atau kantung (ghirarah) untuk menyimpan harta yang dikirimkan ke Madinah. Hal ini berlangsung sampai kewafatan beliau pada tahun 13 H/634 M.

Seperti halnya Rasulullah SAW, Abu Bakar Ash-Shidiq24 juga melaksanakan kebijakan pembagian tanah hasil taklukan (ghanimah), sebagian diberikan kaum muslimin sebagian yang lain tetap menjadi tangunggan negara. Di samping itu, ia juga mengambil alih tanah-tanah dari orang-orang yang murtad untuk kemudian dimanfaatkan demi kepentingan umat Islam secara keseluruhan.25

22 Abdul Qadim Zallum, Al-Amwal Fi Daulah al-Khilafah, cet. ke-1 (Beirut: Darul ‘Ilmi Lil Malayin, 1983), hlm. 23.

23 Ibid.

24 Setelah Nabi Muhammad SAW wafat, Abu Bakar Ash-Shiddiq menjadi khalifah Islam yang pertama pada tahun 632 hingga tahun 634 M. Lahir dengan nama Abdullah bin Abi Quhafah, ia adalah satu di antara empat Khalifah yang diberi gelar Khulafaur Rasyidin atau khalifah yang diberi petunjuk. Mengeluarkan kebutuhan Khalifah Abu Bakar yaitu sebesar dua setengah atau tiga perempat dirham setiap harinya dengan tambahan makanan berupa daging domba dan pakaian biasa. Setelah berjalan beberapa waktu, ternyata tunjangan tersebut kurang mencukupi sehingga di tetapkan 2.000 atau 25.000 dirham menurut keterangan lain mencapai 6.000 dirham pertahun.

(7)

3. Masa Khalifah Umar ibn al-Khathab (13-23 H/634-644 M)

Khalifah pengganti Abu Bakar ash-Shiddiq melakukan sejumlah perubahan terhadap tata kelola administrasi Baitul Māl yang telah hadir sejak masa Rasulullah SAW. Pada masa Umar ibn al-Khattab,26 seiring dengan semakin meluasnya wilayah kekuasaan Islam pada masa pemerintahan Umar ibn al-Khattab, pendapatan negara mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Hal ini membutuhkan perhatian khusus untuk mengelolanya agar bisa dimanfaatkan secara benar, efektif, dan efisien. Cikal bakal Baitul Māl memang telah diterapkan pada masa Rasulullah dan dilanjutkan Abu Bakar, dan semakin dikembangkan fungsinya pada masa Umar ibn al-Khattab sehingga menjadi lembaga yang reguler dan permanen.27

Walaupun pada masa ini uang dan properti28 Baitul Māl dikontrol oleh pejabat keuangan atau disimpan dalam penyampaian (seperti zakat dan ushr) mereka tidak memiliki wewenang untuk membuat keputusan. Kekayaan negara itu ditujukan pada kelas-kelas tertentu dalam masyarakat harus dibelanjakan sesuai prinsip-prinsip al-Qur’an.

Untuk mendistribusikan harta Baitul Māl, Khalifah Umar ibn al-Khattab mendirikan beberapa departemen yang dianggap perlu seperti:

1. Departemen pelayanan militer;

2. Departemen kehakiman dan eksekutif;

3. Departemen pendidikan dan pengembangan Islam; 4. Departemen jaminan sosial.29

5. Masa Khalifah Utsman ibn Affan (23-35 H/644-656 M)

Kondisi yang sama juga berlaku pada masa Utsman ibn Affan. Namun, karena pengaruh yang besar dan kaum keluarganya, tindakan Utsman banyak mendapatkan protes dari umat dalam pengelolaan Baitul Māl. Dalam hal ini, lbnu 26 Umar dilahirkan di kota Mekkah dari suku Bani Adi, salah satu rumpun suku Quraisy, suku terbesar di kota Mekkah saat itu. Ayahnya bernama Khattab bin Nufail al-Shimh al-Quraisyi dan ibunya Hantamah binti Hasyim, dari marga Bani Makhzum.

27 Yogie Respati, http://mysharing.co/baitul-mal-di-masa-umar-bin-khattab . 22/12/2014. (Baitul Māl di Masa Umar bin Khattab).

28 Properti Baitul Māl dianggap sebagai “harta kaum muslim” sedangkan Khalifah dan amil-amilnya hanyalah pemegang kepercayaan. Jadi merupakan tanggung jawab negara untuk mengadakan tunjangan yang berkesinambungan untuk janda, anak yatim, anak terlantar membiayai penguburan orang miskin membayar utang orang-orang bangkrut, membayar diyat untuk kasus-kasus tertentu (membayarkan diyat), dan meminjamkan uang tanpa bunga untuk hal-hal yang bersifat komersial.

(8)

Sa’ad menukilkan ucapan Ibnu Syihab az-Zuhri (51-123 H/670-742 M), seorang yang sangat besar jasanya dalam mengumpulkan hadith, yang menyatakan:

“Utsman telah mengangkat sanak kerabat dan keluarganya dalam jabatan-jabatan tertentu pada enam tahun terakhir dari masa pemerintahannya. Ia memberikan khumus (seperlima ghanimah) kepada Marwan yang kelak menjadi Khalifah ke- 4 Bani Umayyah, memerintah antara 684-685 M dari penghasilan Mesir serta memberikan harta yang banyak sekali kepada kerabatnya dan Ia (Utsman) menafsirkan tindakannya itu sebagai suatu bentuk silaturrahmi yang diperintahkan oleh Allah SWT.”

6. Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib (35-40 H/656-661 M)

Pada masa pemerintahan Ali bin Abi Talib,30kondisi Baitul Māl ditempatkan kembali pada posisi yang sebelumnya. Ali berusaha untuk melaksanakan berbagai kebijakan yang mendorong peningkatan kesejahteraan umat Islam. Menurut sebuah riwayat, ia secara sukarela menarik diri dari daftar penerima bantuan dari Baitul Māl.

Dalam pendistribusian Baitul Māl Khalifah Ali bin Abi Thalib menerapkan sistem pemerataan. Ia memberikan santunan yang sama kepada setiap orang tanpa memandang status sosial atau kedudukannya di dalam Islam.31Khalifah Ali bin Abi Thalib tetap berpendapat bahwa seluruh pendapatan negara yang disimpan dalam Baitul Māl maka harus didistribusikan kepada kaum muslimin, tanpa ada dana sedikitpun yang tersisa. Distrisibusi dilakukan sekali dalam sepekan yakni pada hari kamis merupakan hari pendistribusianya atau hari pembayaran. Pada hari itu, semua perhitungan diselesaikan dan, pada hari sabtu, penghitungan baru dimulai.32

7. Masa Daulah Bani Umayyah (Sebelum Masa Umar Ibn Abdul Aziz)

Daulah Bani Umayyah33 dimulai pada tahun 41-132 H/661-749M. Daulah ini berdiri setelah Khulafaurrasyidin yang ditandai dengan terbunuhnya Ali bin Abi 30 Salah seorang pemeluk Islam pertama dan juga keluarga dari Nabi Muhammad SAW. Menurut Islam Sunni, ia adalah Khalifah terakhir dari Khulafaur Rasyidin. Sedangkan Syi'ah berpendapat bahwa ia adalah Imam sekaligus Khalifah pertama yang dipilih oleh Rasulullah Muhammad SAW. Ali adalah sepupu dari Muhammad, dan setelah menikah dengan Fatimah az-Zahra, ia menjadi menantu Nabi Muhammad. (Lihat Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Islam, hlm. 187.)

31 Afzalurrahman, Muhammad Sebagai Seorang Pedagang, hlm. 39.

32 Dalam sebuah riwayat menyebutkan, Ali bin Abi Thalib juga mendapat santunan dari Baitul Māl, mendapatkan jatah pakaian yang hanya bisa menutupi tubuh sampai separuh kakinya, dan sering bajunya itu penuh dengan tambalan.

(9)

Thalib pada tahun 40H/661 M.34 Daulah ini berakhir dengan kekalahan Khalifah Marwan bin Muhammad dalam perang zab pada bulan Jumadil Ula tahun 132H/749 M. Dengan demikian, daulah Bani Umayyah memegang cambuk pemerintahan selama 91 tahun.35

Keadaan di atas berlangsung sampai datangnya Khalifah ke-8 Bani Umayyah, yakni Umar bin Abdul Aziz (memerintah 717-720 M).36 Akan tetapi, kondisi Baitul Māl yang telah dikembalikan oleh Umar bin Abdul Aziz kepada posisi yang sebenarnya tidak dapat bertahan lama. Keserakahan para penguasa telah meruntuhkan sendi-sendi Baitul Mal, dan keadaan demikian berkepanjangan sampai masa Kekhilafahan Bani Abbasiyah.37

Para Khalifah mulai Mu’awiyah bin Abi Sofyan (41-60 H/679 M) sampai pada Umar Ibn Abdul Aziz (99-101 H/717-719M) ada tujuh Khalifah mereka semua adalah orang-orang yang pandai dalam perpolitikan, kondisi ekonomi dan Baitul Māl pada masa Bani Umayyah pada saat itu mengalami pasang surut ketujuh orang tersebut adalah:

a. Mu’awiyyah ibn Abi Sofyan (41-60 H/661-679M) b. Yazid ibn Mu’awiyyah (60-64 H/679-683M)

c. Mu’awiyyah ibn Yazid (64 H/683M, hampir 40 hari) d. Marwan ibn Hakam (64-65 H/683-684M)

e. Abdul al-Malik ibn Marwan (65-86H/684-705M) f. Walid ibn al-Malik (86-96H-705-714M)

g. Sulaiman ibn Abdul al-Malik (96-99H/714-717 M).

D. Tata Organisasi dan Kearsipan Baitul Māl dalam Sejarah

34 Ahmad, Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam Jilid II (Jakarta: Pustaka Al-Husna,1990), hlm. 30. 35 Ahmad Al-Usairy, Sejarah Islam; Sejarah Zaman Nabi Adam Hingga, Abad XX (Jakarta: Media Sarana, 2003), hlm. 184.

36 M. Shiddiq al-Jawi, Sistem Ekonomi Syariah; Baitul Mal Dalam Sistem Ekonomi Islam, Mar 7, 2004 .

37 Dalam keadaan demikian, tidak sedikit kritik yang datang dan ulama, namun semuanya diabaikan, atau ulama itu sendiri yang diintimidasi agar tutup mulut. lmam Abu Hanifah, pendiri Madzhab Hanafi, mengecam tindakan Abu Ja’far Al-Mansur (khalifah ke-2 Bani Abbasiyah, memerintah 754-775 M), yang dipandangnya berbuat zalim dalam pemerintahannya dan berlaku curang dalam pengelolaan Baitul Māl dengan memberikan hadiah kepada banyak orang yang dekat dengannya.lmam Abu Hanifah menolak bingkisan dan Khalitah Al-Mansur. Tentang sikapnya itu Imam Abu Hanifah menjelaskan:

(10)

Dalam sejarah Baitul Māl, khususnya yang berkenaan dengan tata organisasi dan administrasinya, dikenal istilah “Diwan”. Diwan adalah tempat di mana para penulis atau sekretaris Baitul Māl berada dan tempat untuk menyimpan arsip-arsip. Istilah Diwan kadang juga dipakai dalam arti arsip-arsip itu sendiri, karena memang terdapat saling keterkaitan antara kedua makna bagi kata Diwan ini. Ringkasnya, Diwan dapat berarti kantor Baitul Māl, atau arsip Baitul Māl.38

Pembentukan diwan-diwan Baitul Māl yang pertama kali, yang telah dikhususkan sebagai tempat untuk menyimpan arsip-arsipnya, terjadi pada masa kekhilafahan Umar ibn al-Khathab, yaitu pada tahun 20 Hijriyah.39 Pada masa Rasulullah SAW, Baitul Māl belum memiliki Diwan-Diwan tertentu, walaupun beliau telah mengangkat para penulis (kaatib) yang bertugas mencatat harta. Pada saat tersebut, beliau telah mengangkat Muaiqib bin Abi Fatimah Ad-Dausiy sebagai penulis harta ghanimah, Az-Zubair bin Al-Awwam sebagai penulis harta zakat, Hudzaifah bin Al-Yaman sebagai penulis taksiran panen hasil pertanian Hijaz, Abdullah bin Ruwahah sebagai penulis taksiran panen hasil pertanian Khaibar, Al-Mughirah bin Syu’bah sebagai penulis hutang piutang dan mua’malat yang dilakukan negara, serta Abdullah bin Arqam sebagai penulis urusan masyarakat yang berkenaan dengan kepentingan kabilah-kabilah mereka dan kondisi sumber-sumber air mereka.40

Itulah Diwan (dalam arti arsip) yang pertama kali ada, yaitu Diwan untuk pemberian harta dan angkatan bersenjata (Diwan al-’Atha’ wal Jund). Seluruhnya ditulis dalam bahasa Arab. Adapun Diwan untuk pemasukan dan pemungutan harta

(Diwan al-Istifa’ wa Jibayatul Amwal), tidak ditulis dalam Bahasa Arab, tetapi ditulis dalam bahasa wilayah masing-masing, misalnya Diwan Irak ditulis dalam Bahasa Persia, sebagaimana yang terjadi pada masa Persia sebelumnya. Demikian juga negeri-negeri lain yang dulunya tunduk kepada kekuasaan Persia, Diwan yang mencatat pemasukan kharaj, jizyah, dan pemungutan hartanya ditulis dalam bahasa Persia.

38 Abdul Qadim Zallum, Al-Amwal fi Daulah al-Khilafah, cet. ke-1 (Beirut: Darul ‘Ilmi Lil Malayin, 1983), hlm.

39 Penyebab utama munculnya pemikiran untuk membentuk bagian-bagian Baitul Māl adalah peristiwa saat Abu Hurairah menyerahkan harta yang banyak kepada Khalifah Umar ibn al-Khathab yang diperolehnya dari Bahrain. (Abdul Qadim Zallum, Al-Amwal fi Daulah al-Khilafah)

(11)

Adapun untuk negeri Syam dan daerah-daerah yang dulunya tunduk kepada kekuasaan Romawi, maka Diwannya ditulis dalam bahasa Romawi.41

E. Menggagas Konsep Baitul Māl 1. Sumber Pemasukan Baitul Māl

Syaikh Taqiyyuddin An-Nabhani dalam kitabnya Nizhamu Iqtishadi fi al-Islam telah menjelaskan sumber-sumber pemasukan bagi Baitul Māl dan kaidah-kaidah pengelolaan hartanya. Sumber-sumber tetap bagi Baitul Māl menurutnya adalah: fai’, ghanimah/anfal, kharaj, jizyah, pemasukan dari harta milik umum, pemasukan dari harta milik negara, usyur, khumus dari rikaz, tambang, serta harta zakat.

Hanya saja, harta zakat diletakkan pada kas khusus Baitul Māl, dan tidak diberikan selain untuk delapan kelompok (ashnaf) yang telah disebutkan di dalam al-Qur’an. Tidak sedikit pun dari harta zakat tersebut boleh diberikan kepada selain delapan ashnaf tersebut, baik untuk urusan negara, maupun urusan umat.42

Sedangkan harta-harta yang lain, yang merupakan hak Baitul Māl, diletakkan secara bercampur pada Baitul Māl dengan harta yang lain, serta dibelanjakan untuk urusan negara dan urusan umat, juga delapan ashnaf, dan apa saja yang penting menurut pandangan negara. Apabila harta-harta ini cukup untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan rakyat, maka cukuplah dengan harta tersebut. Apabila tidak, maka negara berhak mewajibkan pajak (dharibah) kepada seluruh kaum muslimin, untuk menunaikan tuntutan dari pelayanan urusan umat.43

Yang termasuk dalam kategori sumber pemasukan yang diletakkan di dalam Baitul Māl dan dibelanjakan untuk kepentingan rakyat, adalah harta yang diperoleh oleh seorang ‘asyir dari kafir harbi dan mu’ahid (usyuur), harta-harta yang diperoleh dari hak milik umum atau hak milik negara, dan harta-harta waris dari orang yang tidak mempunyai ahli waris.44

Apabila hak-hak Baitul Māl tersebut lebih untuk membayar tanggungannya, misalnya harta yang ada melebihi belanja yang dituntut dari Baitul Māl, maka harus 41 http://www.laskarislam.com/t10250-konsep-baitul-mal. (Forum Kajian Islam dan Diskusi Lintas Agama Laskar Islam.Com)

42 Taqiyuddin Nabhani, Sistem Ekonomi Islam, terj. Redaksi al-Azhar Press, dalam judul asli: an-Nizham al-Iqtishadi fi al-Islam (Bogor: al-Azhar Press, 2010), hlm. 317.

43 Ibid., hlm. 318.

(12)

diteliti terlebih dahulu : Apabila kelebihan tersebut berasal dari harta fai’, maka kelebihan tersebut diberikan kepada rakyat dalam bentuk pemberian. Apabila kelebihan tersebut berasal dari harta jizyah dan kharaj, Baitul Māl akan menahan harta tersebut untuk disalurkan pada kejadian-kejadian yang menimpa kaum muslimin, dan Baitul Māl tidak akan membebaskan jizyah dan kharaj tersebut dari orang yang wajib membayarnya. Sebab, hukum syara’ mewajibkan jizyah dari orang yang mampu, dan mewajibkan kharaj dari tanah berdasarkan kadar kandungan tanahnya. Apabila kelebihan tersebut dari zakat, maka kelebihan tersebut harus disimpan di dalam Baitul Māl hingga ditemukan delapan ashnaf yang mendapatkan Diwan harta tersebut. Maka, ketika ditemukan kelebihan tersebut akan dibagikan kepada yang bersangkutan. Apabila kelebihan tersebut berasal dari harta yang diwajibkan kepada kaum muslimin, maka kewajiban tersebut dihentikan dari mereka, dan mereka dibebaskan dari pembayaran tersebut.45

2. Pengeluaran Baitul Māl

Pengeluaran atau penggunaan harta Baitul Māl menurut uraian Taqiyyuddin an-Nabhani, ditetapkan berdasarkan enam kaidah berikut, yang didasarkan pada kategori tata cara pengelolaan harta :

a. Harta yang menjadi Baitul Māl, yaitu harta zakat. Harta tersebuat adalah hak orang yang akan dibelanjakan kepada mereka, berdasarkan ada tidaknya. Apabila harta dari kas zakat tersebut ada pada Baitul Māl, maka pembelanjannya disalurkan di dalam al-Qur’an sebagai pihak yang berhak, dan wajib dibelanjakan pada mereka. Contoh: pembelanjaan untuk para fakir miskin, ibnu sabil dan keperluan jihad.46

b. Baitul Māl sebagai para pihak berhak karena sesuatu kompensasi. hak orang-orang yang telah memberikan jasa, lalu mereka meminta harta sebagai upah atas jasanya. Contoh: gaji para tentara, pegawai negri, hakim, tenaga edukatif, dan sebagainya.47

c. Baitul Māl sebagai pihak yang berhak dan membelanjakannya untuk satu kemaslahatan dan kemanfaatan, bukan sebagai kompensasi apapun. Dengan kata lain, pembelanjaan diberikan untuk barang, gai nilai pengganti harta-harta yang

45 Taqiyuddin an-Nabhani, Sistem Ekonomi Islam, 320.

46 Ibid.

(13)

telah dihasilkan. Contoh: jalan, air, bangunan masjid, sekolah, rumah sakit, masalah-masalah lainnya, yang keberadaannya dianggap sebagai masalah yang vital, yakni umat akan mengalami penderitaan jika perkara-perkara tersebut tidak ada.48

d. Baitul Māl sebagai pihak yang berhak dan pembelanjaannya diserahkan karena adanya kemaslahatan dan kemanfaatan, bukan sebagai kompensasi apapun. Contoh: pembuatan jalan (infrastruktur), atau membuka rumah sakit baru, yang sebenarnya sudah cukup dengan adanya rumah sakit yang lain, atau membangun jalan, sementara orang-orang biasa menemukan jalan lain, hanya lebih jauh, ataupun yang lain.49

e. Hak pembelanjaannya karena adanya unsur keterpaksaan, semisal adanya peristiwa yang menimpa kaum Muslim seperti paceklik, angin topan, gempa bumi, atau serangan musuh, maka hak pembelanjaannya tidak ditentukan berdasarkan adanya harta. Pembiayaan merupakan hak yang paten, baik saat harta tersebut ada apapun tidak. 50

F. Departemen Keuangan Dalam Sistem Kapitalisme

1. Pengertian Sistem Kapitalisme; Departemen Keuangan

Sistem ekonomi kapitalis lahir pada abad ke-18 yaitu pada saat Adam Smith menuliskan buku yang terkenal hingga saat ini, buku ini adalah An Inquiry Into the natural and Cause of the Wealth of Nations dan dikenal dengan The Wealth of Nations.51

Kapitalisme berasal dari asal kata “capital” yaitu berarti modal, yang diartikan sebagai alat produksi semisal tanah dan uang. Sedangkan kata “isme”

berarti paham atau ajaran.52 Kapitalisme merupakan sitem ekonomi politik yang cenderung ke arah pengumpulan kekayaan secara individu tanpa gangguan kerajaan. Dengan kata lain kapitalisme adalah suatu paham ataupun ajaran mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan modal atau uang. Menurut Ayn

48 Taqiyuddin an-Nabhani, Sistem Ekonomi Islam, 321.

49 Ibid., hlm. 322.

50 Ibid., hlm. 323.

51 N. Gregory Mankiw, Brief Principles of Macro Economics. Fifth edition (USA: South-Western Cengage Learning, 2008), hlm.10.

52 Choirul Huda, Jurnal: Ekonomi Islam dan Kapitalisme; Merunut Benih Kapitalisme dalam

(14)

Rand, kapitalisme53 adalah “a social system based on the recognition of individual

rights, including property rights, in which all property is privately owned.”54

Dalam dunia ekonomi peran modal sangatlah besar, bahkan pemilik modal bisa menguasai pasar serta menentukan harga dalam rangka mengeruk keuntungan yang besar. Industrialisasi bisa berjalan dengan baik kalau melalui kapitalisme. Fernand Braudel pernah menyatakan bahwa “kaum kapitalis merupakan spekulator dan pemegang monopoli yang berada dalam posisi untuk memperoleh keuntungan besar tanpa menanggung banyak risiko”.55 Pemilik modal (kapital) memiliki hak penuh terhadap apa yang dimiliki.56 Maka dalam kapitalisme ada individual

ownership, market economy,57 competition, and profit.58

2. Pengertian Departemen Keuangan

Departemen Keuangan merupakan unsur pelaksana pemerintah yang dipimpin oleh Menteri Keuangan atau pejabat pembantu kepala negara yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada kepala negara. Departemen Keuangan (Kementerian Keuangan) adalah departemen di lingkungan pemerintahan yang membidangi urusan keuangan negara, departemen keuangan berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden.59

3. Peran dan Fungsi Departemen Keuangan

Fungsi yang dilaksanakan oleh Departemen Keuangan dalam melaksanakan tugasnya menurut KMK No. 84 Tahun 2006 Tentang Rencana Strategis Departemen Keuangan Tahun 2005-2009 adalah sebagai berikut:

a. perumusan kebijakan nasional, kebijakan pelaksanaan, dan kebijakan teknis di bidang keuangan dan kekayaan negara;

b. pelaksanaan urusan pemerintahan di bidang keuangan dan kekayaan negara; c. pengelolaan Barang Milik/Kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya;

53 Suatu sistem sosial yang berbasiskan pada pengakuan atas hak-hak individu, termasuk hak milik di mana semua pemilikan adalah milik privat.

54 Ayn Rand, Capitalism: The Unknown Ideal, A Signet Book (New York: t.p.,1970) 55 Yoshihara Kunio, Kapitalisme Semu Asia Tenggara (Jakarta: LP3ES, 1990), hlm. 3. 56 Kepemilikan pribadi misalnya alat-alat produksi, tanah, perusahaan, dan sumber daya alam.

57 Sistem pasar adalah sistem yang dipakai sebagai dasar pertukaran barang dan jasa, serta tenagakerja menjadi komoditi yang dapat diperjualbelikan di pasar dalam kapitalisme.

58 W. Ebenstein, Isme-Isme Dewasa Ini (Jakarta: Erlangga, 1980), hlm. 148-151.

(15)

d. pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidang keuangan dan kekayaan negara; e. penyampaian laporan hasil evaluasi, saran, dan pertimbangan di bidang

keuangan dan kekayaan negara kepada Presiden.

f. perumusan, penetapan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penganggaran, pajak, kepabeanan dan cukai, perbendaharaan, kekayaan negara, perimbangan keuangan dan pengelolaan pembiayaan dan resiko;

g. pelaksanaan pendidikan, pelatihan, dan sertifikasi kompetensi di bidang keuangan negara.60

Dalam menyelenggarakan tugas dan fungsi tersebut, terkandung beberapa peran yang sangat strategis, yaitu:

a. menyusun Rancangan anggaran belanja suatu negara yang merupakan perwujudan pengelolaan keuangan negara yang dilaksanakan secara transparan dan bertanggung jawab;

b. mengamankan dan meningkatkan pendapatan negara dari pajak, bea masuk dan cukai serta penerimaan negara bukan pajak sesuai peraturan perundangan yang berlaku sebagai upaya mengurangi ketergantungan terhadap pinjaman luar negeri;

c. mengalokasikan belanja negara dengan setepat-tepatnya sesuai dengan arah yang telah ditetapkan, sehingga dapat memberikan nilai tambah yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat;

d. ikut serta memajukan pertumbuhan dunia usaha dan industri dalam negeri melalui pemberian kemudahan dalam rangka pengelolaan bahan baku impor untuk memproduksi barang ekspor, meningkatkan kelancaran arus barang impor dan ekspor, serta melakukan pencegahan pemberantasan penyelundupan;

e. menetapkan kebijakan perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dan antar Daerah;

f. membina, mengelola dan menatausahakan Barang Milik/Kekayaan Negara (aset negara) dalam rangka lebih meningkatkan dayaguna dan hasilguna aset negara serta pengamanannya;

g. menyusun Laporan Keuangan Pemerintah sebagai pertanggungjawaban atas pelaksanaan anggaran belanja negara.

(16)

4. Anggaran Belanja Negara; Sumber Penerimaan dan Pengeluaran

Komponen anggaran belanja departemen keuangan dalam suatu negara terdiri atas komponen penerimaan dan pengeluaran. Sedangkan secara lebih rinci adalah sebagai berikut:61

1. Penerimaan

a. Pendapatan dari Pajak

Salah satu penerimaan negara adalah pajak. Pajak merupakan salah satu pendapatan negara yang sangat potensial dari dalam negeri dan merupakan sumber utama peneriman negara. Salah satu yang harus diperhatikan adalah penarikan pajak yang dilakukan perusahaan atau badan usaha. Hal ini dapat dilihat dari fungsi pajak sebagai sumber dana dan alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksaan pemerintah dalam membiayai pengeluaran-pengeluaran baik di bidang sosial maupun ekonomi. Pajak dimaksudkan sebagai uang atau daya beli yang diserahkan oleh masyarakat kepada pemerintah di mana terdapat penyerahan uang atau daya beli tersebut pemerintah tidak memberikan balas jasa langsung.62

Di bawah kapitalisme, pemerintah memberlakukan berbagai jenis pajak. Di negara-negara maju, masyarakat membayar pajak penghasilan ketika mereka mendapatkan uang, pajak konsumsi ketika mereka berbelanja, pajak property ketika mereka memiliki rumah atau tanah, dan dalam berbagai kasus pajak estate ketika mereka telah meninggal dunia.63

b. Pendapatan Non Pajak 1) Retribusi

Retribusi merupakan pungutuan yang dilakukan oleh pemerintah (pusat/daerah) berdasarkan undang-undang (pemungutannya tidak dipaksakan) di mana pemerintah memberikan imbalan langsung bagi pembayarnya.

61 Priyono dan Teddy Candra, Esensi Ekonomi Makro (Sidoarjo: Zifatama Publisher, 2016), hlm. 97-98.

62 Ibid., 97.

(17)

2) Keuntungan BUMN / BUMD

Sebagai pemilik BUMN, pemerintah pusat berhak memperoleh bagian laba yang diperoleh BUMN. Demikian pula dengan BUMD, pemerintah daerah sebagai pemilik BUMD berhak memperoleh bagian laba BUMD.

3) Denda dan Sita

Pemerintah berhak memungut denda atau menyita aset milik masyarakat, apabila masyarakat (individu/pemerintah/organisasi) diketahui telah melanggar peraturan pemerintah.

2. Pos Pengeluaran Negara

Pos pengeluaran negara dapat diartikan sebagai belanja pemerintah pusatyaitu belanja yang digunakan untuk membiayai kegiatan pembangunan pemerintah pusat, baik yang dilaksanakan di pusat maupun di daerah.

a. Belanja Pemerintah Pusat dapat dikelompokkan menjadi: 1) belanja pegawai;

2) belanja barang; 3) belanja modal;

4) pembiayaan bunga utang; 5) subsidi BBM;

6) subsidi non-BBM;

7) belanja hibah, belanja sosial (termasuk penanggulangan bencana) dan belanja lainnya.

b. Klasifikasi Pengeluaran negara 1) Belanja

a) Belanja Rutin

Belanja Rutin adalah belanja negara untuk pemeliharaan atu untuk penyelenggaraan pemerintah sehingga bersifat rutin dilakukan setiap tahun anggaran, serta bersifat khasuatif yang berarti manfaatnya hanya untuk tahun anggaran yang bersangkutan

(18)

Belanja Pembangunan tidak bersifat ruitn tetapi merupakan belanja yang bersifat Investasi sehingga manfaatnya di masa yang akan datang. Belanja ini disebut juga belanja proyek.

2) Pembayaran Kewajiban Negara atau Tagihan dari pihak ke-3 (pembayaran hutang)

5. Bank Sentral (Bentuk Lembaga Keuangan dalam Negara Kapitalisme)

Peranan bank sentral di setiap negara menjadi sangat penting sebab dunia perbankan merupakan urat nadi perekonomian dalam suatu negara. Sektor perbankan memiliki peran yang berpengaruh terhadap maju atau mundurnya perekonomian dalam suatu negara.64 Bank sentral sangat berperan penting untuk meminimalkan resiko-resiko dalam dunia perbankan serta memberi perlindungan terhadap dana masyarakat yang ada pada lembaga perbankan. Bank sentral menjaga agar tingkat inflasi terkendali dengan mengontrol keseimbangan antara jumlah uang dan barang yang beredar pada masyarakat.65

Fungsi bank sentral di Indonesia diselenggarakan oleh Bank Indonesia (BI) yang bertanggung jawab untuk menjaga stabilitas nilai suatu mata uang yang berlaku di Indonesia. Dalam hal ini dikenal dengan istilah inflasi atau naiknya harga-harga, yang dalam arti lain turunnya suatu nilai uang. Bank sentral menjaga agar tingkat inflasi terkendali dan selalu berada pada nilai yang serendah mungkin atau pada posisi yang optimal bagi perekonomian dengan mengontrol keseimbangan jumlah uang dan barang menggunakan instrumen dan otoritas yang dimilikinya.66

Tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dan melaksanakan kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten, transparan, dan harus mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah dalam bidang perekonomian. Peran dan tugas bank sentral sangat tergantung kepada bagaimana lingkungan politik dan ekonomi mempengaruhi peran dan tugas bank sentral. Namun demikian bank sentral pada umumnya mempunyai tiga tugas utama

64Neni Sri Imaniyati, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia, (Bandung: Refika Aditama, 2010), 63.

65Suarpika Bimantoro dan Endang R. Budiastuti, Kebanksentralan dan Kebijakan Moneter, (Jakarta: Universitas Terbuka, t.th.), 1.20.

(19)

yang meliputi: (1) pengendalian moneter; (2) pengaturan dan pengawasan perbankan; serta (3) pengaturan sistem pembayaran.67

Selain tugas bank sentral tersebut, Bank Indonesia juga memiliki beberapa tugas dan fungsi sebagai berikut68:

a. Mencetak dan mengedarkan uang kertas. Tugas ini dilakukan dalam rangka menjamin tersedianya uang kas yang cukup, serta lalu lintas pembayaran yang efisien.

b. Sebagai bank, pemegang kas dan penasehat keuangan pemerintah. Bank Indonesia membantu memperlancar kegiatan keuangan pemerintah dengan cara membantu dalam hal penerimaan dan pembayaran serta memberi pinjaman dan penempataan/pengedaran surat-surat utang negara.

c. Memelihara cadangan bank-bank umum. Tujuannya, untuk mengatur volume uang beredar serta mempermudah proses pembayaran dengan sistem clearing. d. Memelihara cadangan emas dan devisa. Tugas ini dimaksudkan u ntuk

menciptakan adanya kestabilan kurs valuta asing. Caranya dengan selalu menjaga keseimbangan antara devisa yang masuk dari ekspor atau aliran modal masuk dengan devisa yang keluar untuk impor dan aliran modal keluar melalui berbagai kebijakan dalam perdagangan dan pembayaran internasional.

e. Sebagai banknya bank umum serta pengaman terakhir (lender of the last resort) Sebagai bankers bank, Bank Indonesia memberi pelayanan kepada bank umum sebagaimana halnya bank umum memberi pelayanan kepada masyarakat.

f. Pengawasan serta pengendalian kredir perbankan, supaya tercapai kehidupan perbankan yang sehat.

BI memiliki peran vital dalam menciptakan kinerja lembaga keuangan yang sehat, khususnya perbankan. Penciptaan kinerja lembaga perbankan dilakukan melalui mekanisme pengawasan dan regulasi. Sektor perbankan memiliki pangsa yang dominan dalam sistem keuangan. Oleh sebab itu kegagalan di sektor ini dapat menimbulkan ketidakstabilan keuangan dan mengganggu perekonomian.69

G. Kesimpulan

67Suhartono, “Peran Bank Sentral dalam Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) dan Implementasi Jaring Pengaman Sektor Keuangan (JPSK)”, dalam Jurnal Keuangan dan Perbankan, Vol. 13, No. 3, September 2009, hlm. 519.

68Nopirin, Ekonomi Moneter I, (Jakarta: Karunika Universitas Terbuka, 1986), hlm. 39.

(20)

Islam dan kapitalis, dua hal yang saling memengaruhi. Secara sosiologis, Islam hadir pada masyarakat kapitalis. Kapitalisme, khususnya Kapitalisme Perdagangan (Commercial Capitalism) sudah ada sebelum Islam datang. Sebelum Islam lahir, Mekah sudah merupakan pusat perdagangan dan keuangan internasional yang maju. Nabi Muhammad sendiri adalah seorang pedagang sebelum diangkat menjadi nabi.

Islam menghadirkan sistem perbendaharaan keuangan suatu negara dengan sebutan Baitul Māl, sedangkan dalam sistem kapitalis menghadirkan sistem perbendaharaan keuangan dengan sebutan Departemen Keuangan. Pada dasarnya kedua sistem tersebut peran, tugas dan fungsinya adalah berbeda, terutama mengenai prinsip dasar dari kedua sistem ini. Dilihat dari sisi historis bahwa Baitul Māl adalah warisan Rasulullah dan para sahabat. Peran, tugas dan fungsi dari Baitul Māl diambil dan diamalkan sesuai al-Qur’an dan al-Hadith, terdapat sisi horizontal dan vertikal yang mengaturnya. Berbeda dengan sistem Departemen Keuangan, peran, tugas dan fungsinya diatur dan dibuat oleh pikiran dan atas kemauan manusia, sehingga tidak luput dari sifat kekuasaan dan kerakusan manusia. Dalam sistem Departemen Keuangan tidak ada campur tangan agama dan berusaha memisahkan dengan agama.

Namun pada faktanya, Sistem Departemen Keuangan dalam bingkai paham kapitalisme adalah suatu paham atau sistem yang datang dari luar dan malah merupakan satu aliran pemikiran ekonomi yang masuk dan ikut mempengaruhi ekonomi Islam saat ini. Tentu saja sebaliknya, dalam perkembangannya, ajaran Islam dan semangat para pejuang muslim ikut mempengaruhi dan mengoreksi kehidupan ekonomi atau kapitalisme yang berlaku.

Namun demikian, penerapan sistem Baitul Māl di era sekarang ini masih banyak kendala di semua tingkatan, mulai dari pemerintah sebagai pemegang kebijakan hingga

mindset masyarakat yang sudah nyaman dengan sistem Departemen Keuangan dalam kapitalis. Untuk mengubah pola pikir masyarakat yang sudah terlanjur mendarah daging tentang konsep ini, maka dibutuhkan kesabaran dan kegigihan yang kuat. Penerapan ekonomi Islam harus menyeluruh, walaupun dilakukan secara bertahap. Jihad untuk menegakkan teori ekonomi Islam harus dimulai dari sekolah-sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Karena selama ini buku-buku pelajaran yang diajarkan adalah teori ekonomi kapitalis.

(21)

Referensi Dari Buku

Afzalurrahman. Doktrin Ekonomi Islam, terj. Soeroyo. Yogyakarta: PT Dhana Bakti Wakaf, 1995.

Aliyah, Zahrotul. Skripsi “Perekonomian Umat Islam Pada Masa Umar Ibn Abdul Aziz (717-720 M)”. Surabaya: IAIN Sunan Ampel Surabaya Fakultas Adab, 2006.

Al-Jawi, M. Shiddiq. Sistem Ekonomi Syariah; Baitul Mal Dalam Sistem Ekonomi Islam, Maret 7, 2004 .

Al-Usairy, Ahmad. Sejarah Islam; Sejarah Zaman Nabi Adam Hingga, Abad XXX.

Jakarta: Media Sarana, 2003.

An-Nabhani, Taqiyuddin. Sistem Ekonomi Islam, terj. Redaksi al-Azhar Press, dalam judul asli: an-Nizham al-Iqtishadi fi al-Islam. Bogor: al-Azhar Press, 2010.

Bimantoro, Suarpika. Endang R. Budiastuti. Kebanksentralan dan Kebijakan Moneter. Jakarta: Universitas Terbuka.

Dahlan, Abdul Aziz. Ensiklopedia Hukum Islam, cet. ke-2. Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1999.

Depatemen Agama Republik Indonesia. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Semarang : Al-Kaffah. 2003.

Hitti, Philip K. History of the Arabs, terj. Cecep L. Yasin. New York: Palgrave Macmillan, 2002.

Huda, Choirul. Jurnal: Ekonomi Islam dan Kapitalisme; Merunut Benih Kapitalisme dalam Ekonomi Islam. Semarang: UIN Walisongo Semarang, 2016.

Imaniyati, Neni Sri. Pengantar Hukum Perbankan Indonesia. Bandung: Refika Aditama, 2010.

Kunio, Yoshihara. Kapitalisme Semu Asia Tenggara. Jakarta: LP3ES, 1990.

Mankiw, N. Gregory. Brief Principles of Macro Economics. Fifth edition. USA: South-Western Cengage Learning, 2008.

Nopirin. Ekonomi Moneter I. Jakarta: Karunika Universitas Terbuka, 1986.

(22)

Priyono. Teddy Candra. Esensi Ekonomi Makro. Sidoarjo: Zifatama Publisher, 2016.

Qa’ahji, Muhammad Rawwas. Ensiklopedi Fiqh Umar Ibn al-Khattab. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999.

Qardhawi, Yusuf. Fiqh Jihad, terj. Irfan M. Hakim. Bandung: Mizan Pustaka, 2010.

Rand, Ayn. Capitalism: The Unknown Ideal, A Signet Book. New York: 1970. Ro’ana, Ilfan Muhammad Ilfana. Sitem Ekonomi Pemerintahan Umar ibn

al-Khattab. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997.

Sabzwari, M.A. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Yogyakarta: PT Dhana Bakti Wakaf, 1995.

Suhartono. “Peran Bank Sentral dalam Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) dan Implementasi Jaring Pengaman Sektor Keuangan (JPSK)”, dalam Jurnal Keuangan dan Perbankan. Vol. 13, No. 3, September 2009.

Syalabi, Ahmad. Sejarah dan Kebudayaan Islam Jilid II. Jakarta: Pustaka Al-Husna,1990.

W. Ebenstein. Isme-Isme Dewasa Ini. Jakarta: Erlangga, 1980.

Widjanarto. Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia. Cet. Ke-3. Jakarta: Grafit, 2003.

Zallum, Abdul Qadim. Al-Amwal Fi Daulah al-Khilafah. Cet. ke-1. Beirut: Darul ‘Ilmi Lil Malayin, 1983.

Referensi dari Internet

Yogie Respati, http://mysharing.co/baitul-mal-di-masa-umar-bin-khattab .

22/12/2014. (Baitul Māl di Masa Umar bin Khattab), diakses pada Rabu, 4

Oktober 2017.

http://www.laskarislam.com/t10250-konsep-baitul-mal. (Forum Kajian Islam dan

Diskusi Lintas Agama Laskar Islam.Com), diakses pada Rabu, 4 Oktober 2017.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan menuangkannya dalam bentuk skripsi yang berjudul: “Pengaruh

Peserta didik membentuk kelompok, tiap kelompok terdiri dari 4 anak dan diberi motivasi atau rangsangan untuk memusatkan perhatian pada topik Menyusun kerangka dan Menyampaikan teks

ketiga mie basah dicelupkan dalam asam laktat (± 50 ml per sampel), dan direndam selama 5 menit, dikemas dengan plastik polyethylene lalu mie basah disimpan pada suhu

Dengan mengucap syukur kehadirat Allah Ta’ala yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan karunia-Nya dan senantiasa bersholawat kepada Nabi Muhammad

 Siswa dapat mengelmpokkan karakteristik dari bahan serat,  Siswa dapat menjelaskan keragaman karya kerajinan dari bahan serat ,  Siswa dapat menyebutkan

Perilaku prokrastinasi akademik, terbentuk dan berkembang dalam proses sosialisasi yang dimulai dari keluarga, akan diperkuat di lingkungan sekolah dan lingkungan

Kegiatan yang dilaksanakan di dalam Program P2WKSS untuk meningkatkan pendapatan keluarga yaitu Kelompok Wanita Tani (KWT) sebanyak dua kelompok, Koperasi Bina Usaha Wanita

memberikan sanksi yang tegas terhadap siswa/peserta didik yang kedapatan melakukan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan norma kepatutan, sopan santun dan kesusilaan