• Tidak ada hasil yang ditemukan

Beberapa Kendala Dalam Pemungutan Dan Pembayaran Pajak Penghasilan Orang Pribadi Ditinjau Dari Hukum Administrasi Negara (Studi Kasus Di Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Beberapa Kendala Dalam Pemungutan Dan Pembayaran Pajak Penghasilan Orang Pribadi Ditinjau Dari Hukum Administrasi Negara (Studi Kasus Di Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota)"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

JOSUA DODY M LUMBANTORUAN 100200370

DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI DITINJAU DARI HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

(Studi Kasus Di Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota) SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

JOSUA DODY M LUMBANTORUAN 100200370

DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

Disetujui Oleh

Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara

SURIA NINGSIH, SH., M.Hum NIP. 196002141987032002   

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Jusmadi Sikumbang, SH., MS Surianingsih, SH., M.Hum NIP. 195204111980031002 NIP. 196002141987032002

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

**Dr. Jusmadi Sikumbang, SH., M.S ***Suria Ningsih, SH., M.Hum

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontra prestasi) yang langsung ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Pajak Penghasilan adalah “pajak yang dikenakan terhadap orang pribadi atau perseorangan dan badan berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak.

Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah Pertama, Bagaimana pengaturan pemungutan dan pembayaran pajak penghasilan di Indonesia. Kedua, Bagaimana proses pemungutan dan pembayaran pajak penghasilan orang pribadi di kantor pelayanan pajak Medan Kota. Ketiga, Apa kendala dalam pemungutan dan pembayaran pajak penghasilan orang pribadi di Medan Kota. Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum empiris atau biasa disebut penelitian yuridis empiris. Dasar hukum dari pajak penghasilan undang-undang nomor 36 tahun 2008 tentang pajak penghasilan dan Undang-undang No. 28 Tahun 2007 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Kesimpulan yang diperoleh adalah Pertama, Proses pemungutan dan pembayaran pajak penghasilan orang pribadi di Medan Kota yaitu berdasarkan jenis pekerjaan si wajib pajak yang digolongkan ke beberapa pasal dalam undang-undang nomor 36 tahun 2008. Kedua, Kendala dalam pemungutan dan pembayaran pajak penghasilan orang pribadi di Medan Kota yaitu terbagi dalam dua sudut pandang dimana menurut pegawai pajak adalah kurangnya kesadaran masyarakat atau wajib pajak akan peduli terhadap pemungutan dan pembayaran pajak penghasilan, Wajib pajak yang melakukan pemindahan tempat usaha namun tidak melaporkankannya ke Kantor Pelayanan Pajak, Jumlah petugas pajak yang tidak proposional dengan jumlah wajib pajak, lemahnya penegakan hukum untuk menindak wajib pajak apabila mereka tidak memenuhi kewajibannya, database yang kurang lengkap. Sementara kendala yang dihadapi wajib pajak yaitu, kurang mengertinya si wajib pajak dalam menghitung maupun melakukan proses pembayaran pajak penghasilannya sendiri. Penerimaan negara dari sektor pajak sangat diperlukan karena penerimaan pajak merupakan sumber utama penerimaan APBN maka Upaya yang dilakukan dalam mengatasi kendala dalam pemungutan dan pembayaran pajak penghasilan orang pribadi adalah dengan melakukannya sosialisasi terhadap wajib pajak baik sosialisasi tentang pentingnya pembayaran pajak maupun cara menghitung pajak penghasilan si wajib pajak sendiri agar proses pembayaran berjalan secara efektif, penerapan sanksi perpajakan baik administrasi (denda, bunga dan kenaikan) dan pidana (kurungan atau penjara) mendorong kepatuhan wajib pajak.

Kata Kunci : Kendala, Pemungutan, Pembayaran Pajak

*Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ** Dosen Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum USU

(4)

rahmat-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menempuh ujian tingkat Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini berjudul

BEBERAPA KENDALA DALAM PEMUNGUTAN DAN PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI DITINJAU DARI HUKUM ADMINISTRASI NEGARA (Studi Kasus Di Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota)

Di dalam menyelesaikan skripsi ini, telah mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin, SH, MH, DFM selaku pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. OK. Saidin, SH., M.Hum selaku pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(5)

6. Bapak Dr. Jusmadi Sikumbang, SH., MS selaku Dosen Pembimbing I Penulis yang telah memberikan pengarahan dalam proses pengerjaaan skripsi ini.

7. Seluruh staf dosen pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara 8. Seluruh pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah

memberikan pelayanan administrasi yang baik selama proses akademik penulis.

9. Keluarga Besar Ayahanda Adolf Lumbantoruan, Sip dan Ibunda Magren Manurung, S.pd; Saudara saya dr. Ardianto O.M Lumbantoruan; Jeremias Bastian Lumbantoruan; yang selalu memberikan dukungan baik secara moril maupun material sehingga terselesaikannya skripsi ini.

10.Agnes Trinovin Tampubolon atas bantuan, kasih sayang, semangat, dan doa untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

11.Bapak Irwan Harefa selaku Kepala Sub Bagian Umum KPP Pratama Medan Kota yang memberikan waktu untuk wawancara sehingga penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

12.Daniel Pasaribu, SH, Arko Drio,SH, dan Ricky yang telah banyak membantu, memberi dukungan dan semangat dan doa sehingga penulisan skripsi ini terselesaikan.

(6)

Aldilla, Khairina Nurdina Nasution, Intan Siregar; Adinda Rachel Hutabarat (2012 Fakultas Hukum USU) yang telah mendukung dan memberikan motivasi kepada penulis selama masa perkuliahan sampai selesainya penulisan skripsi ini.

14.Kepada Patar Octora Hutasoit, SE yang membantu dan memberi dukungan semangat dan doa kepada penulis sampai selesainya penulisan skripsi ini. 15.Kepada Robless Lumbantoruan, SH; Ayu Napitupulu, SH yang

memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 16.Semua pihak yang tulus dan ikhlas memberikan doa dan dukungan

sehingga dapat terselesaikannya skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga penulisan skripsi ini masih memiliki banyak kekeliruan. Oleh karena itu penulis seraya minta maaf sekaligus sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi penyempurnaan dan kemanfaatannya

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada semua pihak dan semoga doa kritik dan saran yang telah diberikan mendapatkan balasan kebaikan berlipat dari Tuhan dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum di negara Republik Indonesia.

Medan, Maret 2015 Hormat Saya

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Manfaat Penelitian ... 6

D. Keaslian Penulisan ... 7

E. Tinjauan Pustaka ... 8

F. Metode Penelitian ... 21

G. Sistematika Penulisan ... 24

BAB II PENGATURAN PEMUNGUTAN DAN PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN DI INDONESIA ... 27

A. Pengertian Pajak Penghasilan dan Dasar Hukumnya ... 27

B. Asas-Asas Dasar Pajak Penghasilan ... 35

C. Sistem Pemungutan dan Pembayaran Pajak Penghasilan ... 41

BAB III PROSES PEMUNGUTAN DAN PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI DI KANTOR PELAYANAN PAJAK MEDAN KOTA ... 47

(8)

B. Proses Pemungutan dan Pembayaran Pajak Penghasilan

Orang Pribadi ... 56

C. Sanksi Terhadap Wajib Pajak Yang Melakukan Pelanggaran Pembayaran Pajak Penghasilan Orang Pribadi ... 64

BAB IV KENDALA YANG DIHADAPI DAN DALAM PEMUNGUTAN DAN PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI DI KANTOR PELAYANAN PAJAK MEDAN KOTA DAN UPAYA YANG DILAKUKAN UNTUK MENGATASINYA . 72 A. Kendala yang dihadapi dalam pemungutan Pajak Penghasilan Orang Pribadi ... 72

B. Kendala yang dihadapi dalam pembayaran Pajak Penghasilan Orang Pribadi ... 82

C. Upaya yang dilakukan dalam mengatasi kendala dalam pemungutan dan pembayaran Pajak Penghasilan Orang Pribadi Medan ... 83

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 88

A. Kesimpulan ... 88

B. Saran ... 89 DAFTAR PUSTAKA

(9)

**Dr. Jusmadi Sikumbang, SH., M.S ***Suria Ningsih, SH., M.Hum

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontra prestasi) yang langsung ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Pajak Penghasilan adalah “pajak yang dikenakan terhadap orang pribadi atau perseorangan dan badan berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak.

Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah Pertama, Bagaimana pengaturan pemungutan dan pembayaran pajak penghasilan di Indonesia. Kedua, Bagaimana proses pemungutan dan pembayaran pajak penghasilan orang pribadi di kantor pelayanan pajak Medan Kota. Ketiga, Apa kendala dalam pemungutan dan pembayaran pajak penghasilan orang pribadi di Medan Kota. Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum empiris atau biasa disebut penelitian yuridis empiris. Dasar hukum dari pajak penghasilan undang-undang nomor 36 tahun 2008 tentang pajak penghasilan dan Undang-undang No. 28 Tahun 2007 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Kesimpulan yang diperoleh adalah Pertama, Proses pemungutan dan pembayaran pajak penghasilan orang pribadi di Medan Kota yaitu berdasarkan jenis pekerjaan si wajib pajak yang digolongkan ke beberapa pasal dalam undang-undang nomor 36 tahun 2008. Kedua, Kendala dalam pemungutan dan pembayaran pajak penghasilan orang pribadi di Medan Kota yaitu terbagi dalam dua sudut pandang dimana menurut pegawai pajak adalah kurangnya kesadaran masyarakat atau wajib pajak akan peduli terhadap pemungutan dan pembayaran pajak penghasilan, Wajib pajak yang melakukan pemindahan tempat usaha namun tidak melaporkankannya ke Kantor Pelayanan Pajak, Jumlah petugas pajak yang tidak proposional dengan jumlah wajib pajak, lemahnya penegakan hukum untuk menindak wajib pajak apabila mereka tidak memenuhi kewajibannya, database yang kurang lengkap. Sementara kendala yang dihadapi wajib pajak yaitu, kurang mengertinya si wajib pajak dalam menghitung maupun melakukan proses pembayaran pajak penghasilannya sendiri. Penerimaan negara dari sektor pajak sangat diperlukan karena penerimaan pajak merupakan sumber utama penerimaan APBN maka Upaya yang dilakukan dalam mengatasi kendala dalam pemungutan dan pembayaran pajak penghasilan orang pribadi adalah dengan melakukannya sosialisasi terhadap wajib pajak baik sosialisasi tentang pentingnya pembayaran pajak maupun cara menghitung pajak penghasilan si wajib pajak sendiri agar proses pembayaran berjalan secara efektif, penerapan sanksi perpajakan baik administrasi (denda, bunga dan kenaikan) dan pidana (kurungan atau penjara) mendorong kepatuhan wajib pajak.

Kata Kunci : Kendala, Pemungutan, Pembayaran Pajak

*Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ** Dosen Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum USU

(10)

H. Latar Belakang

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontra prestasi) yang langsung ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.1 Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.2 Pajak merupakan alat bagi pemerintah dalam mencapai tujuan untuk mendapatkan penerimaan baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung dari masyarakat guna membiayai pengeluaran rutin serta pembangunan nasional dan ekonomi masyarakat. Sistem perpajakan selalu mengalami perubahan dari masa kemasa sesuai perkembangan masyarakat dan Negara, baik dalam bidang kenegaraan maupun dalam bidang sosial dan ekonomi.

Undang-Undang Nomor. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan memberikan kewenangan kepada Direktorat Jenderal Pajak untuk menghimpun data perpajakan dan mewajibkan instansi pemerintah, lembaga, asosiasi dan pihak lainnya untuk memberikan data kepada Direktorat Jenderal Pajak. Objek pph adalah penghasilan. Penghasilan adalah setiap

1

Mardiasmo, Perpajakan, Edisi Revisi, Yogyakarta: Andi,2002, hal. 13

2

(11)

tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh, baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang digunakan, baik untuk investasi maupun konsumsi. Karena luasnya pengertian dan jenis-jenis penghasilan yang dapat diperoleh oleh subjek pajak, maka UU PPh mengatur lebih rinci pembagian objek pajak yang diatur dalam pasal-pasal yang penyebutannya lebih popular dengan menyebutkan menurut pasal yang mengaturnya.3 Subjek pajak sebagaimana diatur dalam Undang-undang nomor 36 tahun 2008 tentang perubahan keempat atas undang-undang nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan pada pasal 2 adalah orang pribadi, badan dan bentuk usaha tetap.

Ketentuan ini memungkinkan Direktorat Jenderal Pajak mengetahui ketidakbenaran pemenuhan kewajiban perpajakan yang telah dilaksanakan oleh masyarakat. Untuk menghindarkan masyarakat dari pengenaan sanksi perpajakan yang timbul apabila masyarakat tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya secara benar, Direktorat Jenderal Pajak di tahun 2008 memberikan kesempatan seluasluasnya kepada masyarakat untuk mulai memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela dan melaksanakannya dengan benar. Sistem perpajakan di Indonesia menganut sistem self assesment. Dengan sistem tersebut Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung sendiri besarnya pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak. Perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) terutang dilakukan oleh Wajib Pajak sendiri dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan.4

3

Wirawan B.ilyas dan Richard Burton. Hukum Pajak.Salemba Empat, Jakarta ,2011.hal 41

4

Ibid. hal 42

(12)

Pajak Penghasilan Pasal 21 atau biasa disebut dengan PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri. Saat ini PPh pasal 21 harus menjadi perhatian bagi wajib pajak yang dikenakan PPh pasal 21, oleh karena itu kita akan membahasnya secara perlahan-lahan agar mudah dimengerti.5

Salah satu aspek penunjang dalam keberhasilan pencapaian tujuan pembangunan nasional selain dari aspek sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya lainnya adalah ketersediaan dana pembangunan baik yang diperoleh dari sumber sumber pajak maupun non pajak. Berbagai macam jenis pungutan pajak dan retribusi yang menjadi sumber pendapatan negara, seperti Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan.6

Di dalam melaksanakan pemungutan pajak daerah, Pemerintah daerah secara horisontal selain berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, juga berdasarkan pada Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keungan antara Pemerintah Pusat dangan Pemerintah Daerah. Selain itu, juga berdasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah maupun peraturan di

5

Suandi. Erly, Perencanaan Pajak, Salemba Empat, Jakarta, 2008, hal 28

6

(13)

bawahnya. Namun diantara peraturan-peraturan tersebut terdapat hal-hal yang tidak konsisten sehingga perlu dikaji lebih lanjut. Hal ini cukup menarik untuk diteliti, berkaitan dengan pengaturan sistem pemungutan pajak daerah apakah sudah sejalan dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam undang-undang.

Penerimaan pajak di negara Indonesia menjadi sumber pendapatan yang semakin hari semakin penting. Hal ini terjadi karena kondisi perekonomian negara Indonesia yang sedang dilanda krisis ekonomi berkepanjangan. Hutang luar negeri yang menjadi membengkak dengan nilai kurs valuta asing yang bergerak menjadi hampir 4 kali lipat pada tahun 2003, jika dibandingkan dengan nilai kurs valuta asing pada tahun 1997 saat krisis ekonomi mulai melanda Indonesia. Hal tersebut menjadikan Indonesia negara dengan hutang luar negeri yang sangat besar, sedangkan devisa negara tidak mendukung untuk mengantisipasi lonjakan kurs tersebut. Sementara itu dalam pembangunan, pemerintah membutuhkan dana yang tidak sedikit.7

Keinginan pemerintah Indonesia adalah tepat sebab sebagaimana halnya yang terjadi pada pemerintah negara lain, terutama pada negara maju, andalan utama penerimaan negaranya berasal dari penerimaan pajak. Oleh karena itu sudah sepantasnya pemerintah Indonesia di masa depan juga mengandalkan penerimaannya pada penerimaan pajak.8 Untuk itu target penerimaan pajak dari tahun ke tahun selalu ditingkatkan.

Indonesia termasuk negara yang berkembang, yang memiliki pendapatan dari berbagai sumber salah satunya yaitu berasal dari pemungutan pajak, baik

7

Wirawan B.ilyas dan Richard Burton, Op. Cit. hal 55

8

(14)

pajak negara maupun pajak daerah yang menjadi sumber terbesar pendapatan negara kita berasal dari pemungutan pajak. Meskipun pemungutan pajak merupakan sumber terbesar untuk pendapatan kas negara dalam proses pemungutannya tidak jarang sekali mengalami kendala dan masalah seperti masalah minimnya pengetahuan masyarakat terhadap pemungutan pajak, masalah kesadaran masyarakat untuk menjadi Wajib Pajak yang bijak dengan membayar pajak kepada negara, serta masalah penunggakan pembayaran pajak di negara ini sangatlah banyak terjadi di beberapa tahun terakhir.

Cepat dan tidaknya dalam melakukan proses pemungutan tersebut secara akurat akan mempengaruhi perolehan dalam pembayaran pajak yang sesuai dengan target dan waktu. Hal ini sering kali menjadi acuan untuk mengukur kinerja pengelolaan pajak oleh KPP Medan Kota dalam arti proses pemungutan dan hasilnya. Dikarenakan KPP Medan Kota kurang melakukan sosialisasi masalah pelaksanaan pemungutan pajak, yang mengakibatkan para wajib pajak banyak yang kurang mengetahui tentang pelaksanaan pemungutan pajak. hal itu sangat berpengaruh pada kesadaran wajib pajak dalam membayar dan melunasi pajak terutangnya secara tepat waktu atau sebelum jatuh tempo. Hal ini dapat terlihat di KPP Medan Kota masih terjadi tunggakan-tunggakan disetiap tahunnya dan masih ada Wajib Pajak yang tidak membayar atau melunasi pajak terutangnya.9

Berdasarkan uraian yang merupakan gambaran dari Beberapa Kendala Dalam Pemungutan Dan Pembayaran Pajak Penghasilan di Medan Kota maka

9

(15)

dalam rangka penulisan skrpsi ini mencoba meneliti tentang Beberapa Kendala Dalam Pemungutan Dan Pembayaran Pajak Penghasilan Orang Pribadi Ditinjau Dari Hukum Administrasi Negara (Studi di Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota)

I. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang digunakan peneliti dalam penelitian ini, sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaturan pemungutan dan pembayaran pajak penghasilan di Indonesia?

2. Bagaimana proses pemungutan dan pembayaran pajak penghasilan orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota?

3. Apa kendala dalam pemungutan dan pembayaran pajak penghasilan orang pribadi di Medan Kota?

J. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang akan dicapai di dalam penelitian ini adalah

a. Untuk mengetahui pengaturan pemungutan dan pembayaran pajak penghasilan di Indonesia

b. Untuk mengetahui proses pemungutan dan pembayaran pajak penghasilan orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota

(16)

2. Manfaat Penelitian

Nilai suatu penelitian ditentukan oleh besarnya manfaat yang dapat diambil dari penelitian tersebut. Adapun manfaat yang diharapkan penulis dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Manfaat Teoritis

Memberikan perkembangan pemikiran dalam ilmu hukum pada umumnya, dan pada Hukum Administrasi Negara pada khususnya.

b. Manfaat Praktis

Memberikan pengetahuan pemikiran bagi para pihak yang memiliki kepentingan dalam penelitian ini dan ntuk melatih penulis dalam mengungkapkan adanya semacam permasalahan tertentu secara sistematis dan berusaha memecahkan permasalahan yang ada tersebut dengan metode ilmiah yang baik.

K. Keaslian Penulisan

(17)

Pemungutan Dan Pembayaran Pajak Penghasilan Orang Pribadi Ditinjau Dari Hukum Administrasi Negara (Studi di Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota) tidak ada judul yang sama pada arsip perpustakaan Universitas Cabang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara/Pusat Dokumentasi Dan Informasi Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah dan terbuka atas segala kritikan dan masukan yang sifatnya membangun guna penyempurnaan hasil penelitian.

L. Tinjauan Pustaka

1. Hukum Administrasi Negara

Ada beberapa pengertian yang diberikan oleh para sarjana, antara lain : R.J.H.M Huisman bahwa Hukum Administrasi Negara merupakan bagian dari hukum publik, yakni hukum yang mengatur tindakan pemerintah dan mengatur hubungan pemerintah dengan warga negara atau hubungan antar organ pemerintah. Hukum Administrasi Negara memuat keseluruhan peraturan yang berkenaan dengan cara bagaimana organ pemerintahan melaksanakan tugasnya. Jadi Hukum Administrasi Negara berisi aturan main yang berkenaan dengan fungsi organ-organ pemerintahan.10

Hukum Administrasi Negara diartikan juga seperangkat peraturan yang memungkinkan administrasi negara menjalankan fungsinya, yang sekaligus juga

10

(18)

melindungi warga terhadap sikap tindak administrasi negara, dan melindungi administrasi negara itu sendiri.11

Berdasarkan beberapa definisi di atas, tampak bahwa dalam Hukum Administrasi Negara terkandung dua aspek, yaitu :

a. Aturan-aturan hukum yang mengatur dengan cara bagaimana alat-alat perlengkapan negara itu melakukan tugasnya;

b. Aturan-aturan yang mengatur hubungan hukum (rechtsbetrekking) antara alat perlengkapan administrasi negara atau Pemerintah dengan warga negaranya.12

Menurut J.M Baron de Gerando bahwa obyek Hukum Administrasi adalah peraturan-peraturan yang melihat hubungan timbal balik antara Pemerintah dan rakyat. Deskripsi tentang obyek Hukum Administrasi dari De Gerando seperti tersebut di atas kiranya mewarnai Hukum Administrasi dalam perkembangan selanjutnya.13

J. Oppenheim membedakan antara Hukum Tata Negara dengan Hukum Administrasi berdasarkan tinjauan negara menurut keduanya. Hukum Tata Negara menyoroti negara dalam keadaan diam, sedangkan Hukum Administrasi menyoroti negara dalam keadaan bergerak. Pendapat tersebut selanjutnya dijabarkan oleh C. Van vollenhoven dalam definisi Hukum Tata Negara dan definisi Hukum Administrasi. Hukum Tata Negara adalah keseluruhan peraturan hukum yang membentuk alat-alat perlengkapan negara dan menentukan

11

Ridwan. HR, Hukum Administrasi Negara, Rajawali Pers, Jakarta, 2006, hal. 34

12

Soehino, Asas-asas Hukum Tata Pemerintahan, Liberty, Yogyakarta , 1984, hal. 2

13

(19)

kewenangan alat-alat perlengkapan negara tersebut, sedangkan Hukum Administrasi adalah keseluruhan ketentuan yang mengikat alat-alat perlengkapan negara, baik tinggi maupun rendah, setelah alat-alat perlengkapan negara itu akan menggunakan kewenangan-kewenangan ketatanegaraan. 14

Definisi-definisi tersebut kemudian mendapat kritikan dari J.H.A Logemann, karena tidak cukup memisahkan Hukum Administrasi dari Hukum Tata Negara. Tidak cukup pembeda tersebut karena dari definisi tersebut, masalah penetapan wewenang masuk bidang Hukum Tata Negara sedangkan penggunaan wewenang adalah bidang Hukum Administrasi.15

R. Kranenburg dan juga J.H.A Logemann tidak memisahkan Hukum Administrasi dari Hukum Tata Negara secara tegas. Keduanya memandang Hukum Administrasi sebagai segi khusus dari Hukum Tata Negara.16 Terhadap penyelenggaraan tugas-tugas Pemerintahan dan kenegaraan dalam suatu negara hukum terdapat aturan-aturan hukum yang tertulis dalam konstitusi atau peraturan-peraturan yang terhimpun dalam Hukum Tata Negara. Untuk menyelenggarakan persoalan-persoalan yang bersifat teknis, Hukum Tata Negara ini tidak sepenuhnya dapat dilaksanakan dengan efektif. Dengan kata lain Hukum Tata Negara membutuhkan hukum lain yang lebih bersifat teknis. Hukum tersebut adalah Hukum Administrasi Negara.

Utrecht Hukum Administrasi Negara menguji hubungan hukum istimewa yang diadakan akan memungkinkan para pejabat administrasi negara melakukan tugas mereka yang khusus. Selanjutnya E. Utrecht menjelaskan bahwa Hukum

14

Ibid,, hal. 22

15

Ibid., hal. 23

16

(20)

Administrasi Negara adalah hukum yang mengatur sebagian lapangan pekerjaan administrasi negara. Bagian lain lapangan administrasi negara diatur oleh Hukum Tata Negara, Hukum Privat dan sebagainya.17

Prajudi Atmosudirdjo dalam bukunya Hukum Administrasi Negara merumuskan definisi Hukum Administrasi Negara adalah hukum yang secara khas mengenai seluk-beluk daripada administrasi Negara dan terdiri atas dua tingkatan, yaitu :18 Hukum Administrasi Heteronom, yang bersumber pada UUD 1945, TAP MPR, dan undang-undang, adalah hukum yang mengatur seluk-beluk organisasi dan fungsi administrasi negara. Hukum Administrasi Negara otonom adalah hukum operasional yang dicipta oleh pemerintah dan administrasi negara sendiri.19

Hartono Hadisoeprapto dalam bukunya Pengantar Tata Hukum Indonesia, Hukum Administrasi Negara diartikan sebagai rangkaian-rangkaian aturan-aturan hukum yang mengatur cara bagaimana alat-alat perlengkapan negara menjalankan tugasnya.20

Alat-alat administrasi negara dalam melaksanakan tugasnya, dengan sendirinya menimbulkan hubungan-hubungan yang disebut hubungan hukum. Hubungan-hubungan ini dapat dibedakan dalam dua jenis, yakni :

a) Hubungan hukum antara alat administrasi negara yang satu dengan alat administrasi negara yang lain;

17

Ibid,. hal 26

18

Ibid., hal 27

19

Ibid., hal 28

20

(21)

b) Hubungan hukum antara alat administrasi negara dengan perseorangan (individual), yakni para warga negara, atau dengan badan-badan hukum swasta.21

Dalam suatu negara hukum, hubungan-hubungan hukum tersebut disalurkan dalam kaidah-kaidah tertentu, dan kaidah-kaidah hukum inilah yang merupakan materi dari Hukum Administrasi Negara. Kaidah-kaidah hukum tersebut terdiri dari:

a) Aturan-aturan hukum yang mengatur dengan cara bagaimana alat-alat administrasi negara mengadakan kontak satu sama lain.

b) Aturan-aturan hukum yang mengatur hubungan antara alat administrasi negara (Pemerintah) dengan para warga negaranya.

Dalam ilmu Hukum Administrasi Negara yang penting adalah perbuatan hukum alat administrasi negara dalam hubungannya dengan warga negara, dimana hubungan ini akan menimbulkan hak dan kewajiban bagi negara.22

Hukum Administrasi Negara yang sudah diuraikan pada bagian sebelumnya menunjukan bahwa Hukum Administrasi Negara berkenaan dengan kekuasaan Pemerintah atau eksekutif. Pengertian eksekutif di sini berbeda dengan yang dimaksud dalam ajaran Trias Polika yaitu menempatkan kekuasaan eksekutif sebagai pelaksana Undang-Undang.23

Istilah Hukum Administrasi Negara dalam kepustakaan Belanda dikenal dengan Istilah bestuursrecht dengan unsur utama bestuur. Menurut Philipus M.

21

Ibid. hal. 62

22

Hartono Hadisoeprapto, Op. Cit.

23

(22)

Hadjon istilah bestuur berkenaan dengan sturen dan sturing. Bestuur dirumuskan sebagai lingkungan kekuasaan negara di luar lingkungan kekuasaan legislatif dan yudikatif. Dengan demikian kekuasaan pemerintah tidak sekedar melaksanakan Undang-Undang saja tetapi merupakan kekuasaan yang aktif. Sifat aktif dalam konsep hukum administrasi secara instrisik merupakan unsur utama dari sturen.24

Sturen merupakan suatu kegiatan yang kontiniu. Kekuasaan pemerintahan dalam hal menerbitkan izin mendirikan bangunan misalnya, tidaklah berhenti dengan diterbitkannya izin mendirikan bangunan. Kekuasaan pemerintahanan senantiasa mengawasi agar izin tersebut digunakan dan ditaati. Dalam hal pelaksanaan mendirikan bangunan tidak sesuai dengan izin yang diterbitkan, pemerintah akan menggunakan kekuasaan penegakan hukum berupa penertiban yang mungkin berupa tindakan pembongkaran bangunan yang tidak sesuai.

Sturen berkaitan dengan penggunaan kekuasaan. Konsep kekuasaan adalah konsep hukum publik. Konsep hukum publik, penggunaan kekuasaan harus dilandasi pada asas-asas negara hukum. Sturen menunjukan lapangan di luar legislatif dan yudikatif. Lapangan ini lebih luas daripada sekedar lapangan eksekutif semata.25

Kekuasaan pemerintahan yang menjadi objek kajian Hukum Administrasi Negara amat luas. Hal ini dikarenakan bahwa selain melakukan tindakan hukum dalam bidang legislasi seperti pembuatan Undang-Undang dan peraturan pelaksanaan tetapi juga melakukan aktifitas di luar perundangan, peradilan dan

24

Ibid., hal. 36

25

Ibid., hal. 37

(23)

juga melakukan tindakan hukum di luar bidang legislasi, oleh karena itu tidak mudah untuk menentukan ruang lingkup Hukum Administrasi Negara. Kesukaran untuk menentukan ruang lingkup Hukum Administrasi Negara dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:

1. Hukum Administrasi Negara berkaitan dengan tindakan pemerintahan yang tidak semuanya dapat ditentukan secara tertulis dalam Peraturan Perudang-Undangan, seiring dengan perkembangan kemasyarakatan yang memerlukan pelayanan Pemerintah dan masing-masing masyarakat di suatu daerah atau negara berbeda tuntutan dan kebutuhan;

2. Pembuatan peraturan-peraturan, keputusan-keputusan, dan instrumen yuridis bidang administrasi lainnya tidak hanya terletak satu tangan atau lembaga;

3. Hukum Administrasi Negara berkembang sejalan dengan perkembangan tugas-tugas pemerintahan dan kemasyarakatan, yang menyebabkan pertumbuhan bidang Hukum Administrasi Negara tertentu berjalan secara sektoral.

Faktor-faktor tersebut yang menyebabkan Hukum Administrasi Negara tidak dapat dikodifikasikan.26 E. Utrecht dalam bukunya Ridwan HR, menyebutkan alasan-alasan Hukum Administrasi Negara sulit dikodifikasi yaitu: Peraturan-peraturan Hukum Administrasi Negara berubah lebih cepat dan sering secara mendadak, sedangkan peraturan-peraturan hukum privat dan hukum pidana hanya berubah secara berangsur-angsur saja, Pembuatan peraturan-peraturan

26

(24)

Hukum Administrasi Negara tidak dalam satu tangan. Di dalam pembuatan Undang-Undang pusat hampir semua Departemen dan Pemerintah Daerah otonom membuat juga peraturan-peraturan Hukum Administrasi Negara sehingga lapangan Hukum Administrasi Negara itu sangat beraneka warna dan tidak bersistem. Karena tidak dapat dikodifikasikan, maka sukar didentifikasikan ruang lingkupnya dan yang dapat dilakukan hanyalah membagi bidang-bidang atau bagian-bagian Hukum Administrasi Negara.27

Prajudi Atmosudirdjo membagi Hukum Administrasi Negara dalam dua bagian, yaitu:

a. Hukum Administrasi Negara Heteronom

Bersumber pada Undang-Undang Dasar 1945, TAP MPR, UU adalah huku yang mengaur seluk beluk organisasi dan fungsi administrasi negara.

b. Hukum Administrasi Negara otonom

Hukum operasional yang diciptakan pemerintah dan administrasi negara.28 Berdasarkan pendapat beberapa sarjana di atas dapat disebutkan bahwa Hukum Administrasi Negara adalah hukum yang berkenaan dengan pemerintahan yaitu hukum yang secara garis besar mengatur: Perbuatan pemerintah (Pusat dan Daerah) dalam bidang publik; Kewenangan Pemerintah (dalam melakukan perbuatan di bidang publik tersebut) didalamnya diatur mengenai dari mana, dengan cara apa, dan bagaimana pemerintah menggunakan kewenanggannya; penggunaan kewenangan ini dituangkan dalam bentuk instrumen hukum sehingga diatur pula tentang pembuatan dan penggunaan instrumen hukum; Akibat-akibat

27

Ibid., hal. 39

28

(25)

hukum yang lahir dari perbuatan atau penggunaan kewenangan pemerintah itu. Penegakan hukum dan penerapan saksi-saksi dalam bidang pemerintahan.29 2. Pajak

Definisi pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari sektor partikelir ke sektor pemerintah) berdasar undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjuk dan yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum.30 Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.31 Menurut Undang-Undang Perpajakan Nomor 36 Tahun 2008, pajak merupakan iuran rakyat yang dipungut oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah berdasarkan atas undang-undang serta aturan pelaksanaannya. Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.32

3. Pajak Penghasilan

Penghasilan yang telah diperoleh oleh setiap wajib pajak yang memiliki NPWP (nomor pokok wajib pajak) wajib dikenakan pajak yaitu pajak

29

Ridwan. HR, Op.Cit, hal 44

30

Nurmantu, Safri. Perpajakan (Edisi ketiga), Granit, Jakarta, 2005, hal 1

31

Mardiasmo, Perpajakan, Penerbit Andi, Jakarta, 2007, hal 20

32

(26)

penghasilan. Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan pada subjek pajak atas penghasilan yang diperolehnya pada tahun pajak, dapat pula dikenakan pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak, dapat pula dikenakan pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak bila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir tahun pajak. Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 33

Adapun pengertian dari Pajak Penghasilan menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah “pajak yang dikenakan terhadap orang pribadi atau perseorangan dan badan berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak”. Yang dimaksud penghasilan menurut pasal 4 ayat (1) Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2008 : Pajak Penghasilan, adalah “setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun”. Sedangkan yang dimaksud dengan

Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri.

33

(27)

Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, subjek pajak penghasilan adalah sebagai berikut:

1. Subjek pajak pribadi yaitu orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.

2. Subjek pajak harta warisan belum dibagi yaitu warisan dari seseorang yang sudah meninggal dan belum dibagi tetapi menghasilkan pendapatan, maka pendapatan itu dikenakan pajak.

3. Subjek pajak badan badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:

a. pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;

b. pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;

c. penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan

d. pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara; dan

(28)

lebih dari 183 hari dalam jangka waktu dua belas bulan, atau badan yang tidak didirikan dan berkedudukan di Indonesia, yang melakukan kegiatan di Indonesia.

4. Hubungan Administrasi Negara Dengan Perpajakan

Sebelum masuk kedalam lingkup administrasi perpajakan, administrasi perpajakan berkaitan dengan administrasi publik dimana dirumuskan dalam tiga artian; pertama umumnya manajemen dari urusan-urusan Negara, pelaksanaan hukum dan penuaian haluan pemerintah. Kedua, seluruh kesatuan dari pejabat-pejabat eksekutif. Ketiga, masa jabatan dari presiden atau gubernur. Administrasi pajak dalam arti luas dapat dilihat sebagai fungsi, sistem, lembaga dan manajemen publik. Administrasi pajak dalam arti sempit adalah penatausahaan dan pelayanan terhadap kewajiban-kewajiban dan hak-hak wajib pajak, baik penatausahaan dan pelayanan tersebut dilakukan di kantor fiskus maupun di kantor wajib pajak. Yang termasuk dalam kegiatan penatausahaan adalah pencatatan, penggolongan dan penyimpanan.

(29)

melaksanakan sistem perpajakan di suatu negara yang dipilih. Pelaksanaan administrasi pajak yang baik, tentunya perlu menerapkan manajemen modern yang terdiri dari pelaksanaan perencanaan yang baik, pengorganisasian yang tepat, pelaksanaan dan pengawasan yang berkesinambungan. Selain itu juga perlu adanya kebijakan perpajakan dari pemerintah yang tepat, peraturan pelaksanaan perudang-undangan perpajakan yang jelas. Pada dasarnya sasaran administrasi perpajakan adalah upaya peningkatan kepatuhan taxpayers dalam pemenuhan kewajiban perpajakan dan pelaksanaan ketentuan perpajakan secara seragam.34

Untuk mencapai sasaran tersebut, perlu diperhatikan beberapa kondisi administrasi perpajakan disuatu negara, sebagai berikut :

1. Administrasi pajak harus dapat mengamankan penerimaan negara 2. Berdasarkan peraturan perundang-undangan dan transparan

3. Dapat merealisasikan perpajakan yang sah dan adil sesuai ketentuan dan menghilangkan kesewenang-wenangan, arogansi, dan perilaku untuk kepentingan pribadi

4. Dapat mencegah dan member sanksi serta hukuman yang adil atas ketidakjujuran dan pelanggaran serat penyimpangan

5. Mampu menyelenggarakan sistem perpajakan yang efisien dan efektif. 6. Meningkatkan kepatuhan pembayar pajak

7. Memberikan dukungan terhadap pertumbuhan dan pembangunan usaha yang sehat

34

http://repository.widyatama.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/1437/Bab1- 2.pdf?sequence=1 diakses tanggal 6 februari 2015

(30)

8. Dapat memberikan kontribusi atas pertumbuhan demokrasi masyarakat35

Maka sistem perpajakan dapat juga disebut sebagai metode pengelolaan pajak yang terutang oleh wajib pajak agar dapat mengalir ke kas negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengikat wajib pajak maupun fiskus, dengan disertai berbagai kebijakan pemerintah untuk tujuan tertentu.

M. Metode Penelitian

Untuk memperoleh, mengumpulkan serta menganalisa setiap data maupun informasi yang sifatnya ilmiah, diperlukan metode agar skripsi mempunyai susunan yang sistematis dan konsisten, adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Jenis penelitian

Penelitian hukum normatif meliputi penelitian terhadap asas-asas hukum, taraf sinkronisasi hukum, sejarah hukum, dan perbandingan hukum.36 Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum empiris atau biasa disebut penelitian yuridis empiris. Dalam penelitian ini, hukum dikonsepkan sebagai suatu gejala empiris yang dapat diamati di dalam kehidupan nyata.

2. Sifat penelitian

Sifat penelitian dari skripsi ini lebih mengarah kepada sifat penelitian deskriptif yakni penelitian secara umum termasuk pula di dalamnya penelitian ilmu hukum, penelitian deskriptif bertujuan untuk menentukan ada tidaknya

35

Siti Kurnia Rahayu, Perpajakan Indonesia, Graha Pustaka, Yogyakarta, 2010, hal 95

36

(31)

hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. Dalam penelitian ini, untuk mendapatkan gambaran secara tepat mengenai Beberapa Kendala Dalam Pemungutan dan Pembayaran Pajak Penghasilan Orang Pribadi Ditinjau Dari Hukum Administrasi Negara menggunakan sifat penelitian deskriptif dikarenakan sudah terdapatnya ketentuan peraturan perundang-undangan, literature yang cukup memadai mengenai permasalahan yang diangkat. 3. Data dan sumber data

Data maupun sumber data yang digunakan sebagai bahan penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder, antara lain sebagai berikut:

a. Data Primer adalah data yang bersumber dari penelitian lapangan yaitu suatu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama di lapangan yaitu baik dari responden maupun informan.37 Data pimer yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah dengan melakukan wawancara langsung terhadap pihak terkait dalam hal ini yaitu KPP Pratama Medan Kota serta pihak-pihak lain yang terlibat.

b. Data sekunder adalah data yang bersumber dari penelitian kepustakaan yaitu data yang diperoleh tidak secara langsung dari sumber pertamanya, melainkan bersumber dari data-data yang sudah terdokumenkan dalam bentuk bahan-bahan hukum.38 Adapun data sekunder yang penulis gunakan dalam penelitian ini, antara lain:

1) Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat terdiri dari instrument hukum nasional, terdiri dari :

37

Husein Umar, Metode Penelitian Untuk Skripsi Dan Tesis Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarat, 2005, hal 41

38

(32)

a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan

Daerah,

c) Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan

d) Undang-undang nomor 36 tahun 2008 tentang perubahan keempat atas undang-undang nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan

2) Bahan hukum sekunder dari penelitian ini yakni bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer Beberapa Kendala Dalam Pemungutan dan Pembayaran Pajak Penghasilan Orang Pribadi Ditinjau Dari Hukum Administrasi Negara bahan hukum sekunder yang digunakan antara lain: pendapat para pakar hukum, karya tulis hukum yang termuat dalam media massa; buku-buku hukum (textbook), serta jurnal-jurnal hukum yang membahas mengenai Beberapa Kendala Dalam Pemungutan dan Pembayaran Pajak Penghasilan Orang Pribadi Ditinjau Dari Hukum Administrasi Negara

4. Teknik pengumpulan data

(33)

karena penelitian hukum selalu berawal dari premis atau pernyataan normatif berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Mengenai studi kepustakaan dilakukan atas bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan peneliti. Teknik wawancara dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada responden maupun informan yang dirancang atau yang telah dipersiapkan sebelumnya untuk memperoleh jawaban yang relevan dan mendukung permasalahan yang diajukan dalam penelitian mengenai Beberapa Kendala Dalam Pemungutan dan Pembayaran Pajak Penghasilan Orang Pribadi Ditinjau Dari Hukum Administrasi Negara. Dari jawaban ini diadakan pencatatan sederhana yang kemudian diolah dan dianalisis menjadi sebuah laporan yang runtun dan terperinci.

5. Analisis data

Metode analisis data yang digunakan adalah untuk mengolah dan menganalisa yang telah diperoleh selama penelitian. Dengan analisa kualitatif yang dilakukan dalam penulisan ini maka data dapat dikumpulkan secara sistematis39

N. Sistematika Penulisan

Sistem penulisan skripsi ini dibagi dalam beberapa bab, dimana dalam bab terdiri dari unit-unit bab demi bab. Adapun sistematika penulisan ini dibuat dalam bentuk uraian :

BAB I PENDAHULUAN

39

(34)

Pendahuluan merupakan pengantar. Didalamnya termuat mengenai gambaran umum tentang penulisan skripsi yang terdiri dari latar belakang penulisan skripsi, permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II PENGATURAN PEMUNGUTAN DAN PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN DI INDONESIA

Bab isi berisi mengenai Pengertian Pajak Penghasilan dan Dasar Hukumnya, asas-asas dasar pemungutan pajak penghasilan, Dasar Hukum dan Sistem Pemungutan Dan Pembayaran Pajak Penghasilan

BAB III PROSES PEMUNGUTAN DAN PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI DI KANTOR PELAYANAN PAJAK MEDAN KOTA

Bab ini berisikan mengenai Gambaran Umum Kantor Pelayanan Pajak Kota Medan, Proses Pelaksanaan pemungutan dan pembayaran Pajak penghasilan orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Kota Medan dan Sanksi terhadap wajib pajak yang melakukan pelanggaran pembayaran pajak penghasilan orang pribadi

(35)

PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI DI KANTOR PELAYANAN PAJAK MEDAN KOTA

Bab ini beriskan mengenai Kendala Yang Dihadapi Dalam pemungutan dan pembayaran Pajak penghasilan orang pribadi dan Upaya yang dilakukan dalam mengatasi Kendala dalam pemungutan dan pembayaran Pajak Penghasilan Orang Pribadi. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

(36)

A. Pengertian Pajak Penghasilan dan Dasar Hukumnya 1. Pengertian Pajak

Pada hakekatnya pengertian pajak berbeda-beda tergantung dari sudut pandang mana kita memandang masalah pajak ini, namun substansi dan tujuannya sama. Sampai saat ini tidak ada pengertian pajak yang sifatnya universal, maka masing-masing sarjana yang melakukan kajian terhadap pajak memberikan pengertian sendiri.

Pajak memiliki berbagai definisi, yang pada hakikatnya mempunyai pengertian yang sama. Beberapa pengertian pajak yang dikemukakan para ahli adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan dengan tidak mendapat imbal jasa yang langsung dapat ditunjuk dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum.40 Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi-kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaranpengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.41

40

Mardiasmo, Perpajakan edisi revisi, Andi, Yogyakarta, 2006, hal 1

41

(37)

Sommerfeld, memberikan pengertian bahwa pajak adalah suatu pengalihan sumber-sumber yang wajib dilakukan dari sektor swasta kepada sektor pemerintah berdasarkan peraturan tanpa suatu imbalan kembali yang langsung dan seimbang, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya dalam menjalankan pemerintahan.42

Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur:43

a. Iuran dari rakyat kepada Negara yang berhak memungut pajak hanyalah Negara,

b. Berdasarkan undang-undang pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya;

c. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari Negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

Dengan demikian, bagi Negara pajak merupakan penerimaan yang strategis untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran Negara dan sekaligus sebagai kebersamaan sosial (asas gotong royong) untuk ikut bersama-sama memikul pembiayaan Negara.44 Dari definisi diatas dapat dirumuskan bahwa pajak ialah iuran wajib dari rakyat kepada Negara sebagai wujud peran serta dalam

42

Muqodim, Perpajakan Buku Satu, UII Press, Yogyakarta, 1999, hal 1.

43

Ibid., hal 3

44

(38)

pembangunan yang pengenaannya berdasarkan undang-undang dan tidak mendapat imbalan secara langsung serta dapat dipaksakan kepada mereka melanggarnya.

2. Pengertian Penghasilan

Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 pasal 4 tentang Pajak Penghasilan (PPh) adalah: setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan.

Penghasilan untuk keperluan pajak harus menekankan kepada kemampuan ekonomis yang dapat dipakai sebagai konsumsi. Terdapat tiga hal penting dalam batasan penghasilan, yaitu:45

a. menentukan bahwa suatu penghasilan adalah objek pajak bertujuan agar wajib pajak mendapatkan kepastian apakah suatu jenis penghasilan merupakan objek pajak sehingga tidak terdapat keragu-raguan dalam menentukan suatu objek pajak.

b. mendefinisikan penghasilan adalah mencari benang merah dari suatu pengertian sehingga didapatkan suatu pemahaman yang sama oleh setiap orang tentang definisi dari penghasilan.

45

(39)

3. Pengertian Pajak Penghasilan

Menurut undang-undang Republik Indonesia nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan undang-undang Republik Indonesia nomor 36 Tahun 2008 pasal 1 pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Subjek pajak tersebut dikenakan pajak apabila menerima atau memperoleh penghasilan. Subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan, dalam undang-undang ini disebut wajib pajak. Wajib pajak dikenakan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak ataudapat pula dikenakan pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak, apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak. Yang dimaksud dengan tahu pajak dalam undang-undang ini adalah tahun takwim, namun wajib pajak dapat menggunakan tahu buku yang tidak sama dengan tahun takwim, sepanjang tahun buku tersebut meliputi jangka waktu dua belas bulan. 46

Subjek pajak penghasilan menurut undang-undang nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pada pasal 2 ayat 1 adalah

a. Orang Pribadi dan warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak

46 Penjelasan pasal 1 undang-undang nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan

Tahun Pajak Sama Dengan Tahun Takwim; Pembukaan dimulai 1 januari dan berakhir 31 desember disebut tahun pajak

(40)

Orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan subjek pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. Penunjukan warisan yang belum terbagi sebagai subjek pajak pengganti dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilaksanakan. b. Badan

Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

Badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah merupakan subjek pajak tanpa memperhatikan nama dan bentuknya sehingga setiap unit tertentu dari badan

(41)

perhimpunan, atau ikatan dari pihak-pihak yang mempunyai kepentingan yang sama.

c. Badan usaha tetap47

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum. Adapun fungsi dari pajak itu sendiri adalah sebagai berikut;

a. Fungsi budgetair, yang disebut pula sebagai fungsi penerimaan dan sumber utama kas negara. Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Contoh : Dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri.

b. Fungsi reguler, yang disebut pula sebagai fungsi mengatur / alat pengatur kegiatan ekonomi. Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang social dan ekonomi. Sebagai contoh yaitu dikenakannya pajak yang tinggi terhadap minuman keras, sehingga konsumsi minuman keras dapat ditekan, demikian pula terhadap barang mewah.

c. Fungsi alokasi, yang disebut pula sebagai sumber pembiayaan pembangunan. Kas negara yang telah terisi dan bersumber dari pajak yang

47

(42)

telah terhimpun, harus dialokasikan untuk pembiayaan pembangunan dalam segala bidang.

d. Fungsi distribusi, yang disebut pula sebagai alat pemerataan pendapatan. Wajib pajak harus membayar pajak, pajak tersebut digunakan sebagai biaya pembangunan dalam segala bidang. Pemakaian pajak untuk biaya pembangunan tersebut, harus merata ke seluruh pelosok tanah air agar seluruh lapisan masyarakat dapat menikmatinya bersama.48

2. Dasar Hukum Pajak

Hukum pajak harus memberikan jaminan hukum dan keadilan yang tegas, baik untuk Negara selaku pemungut pajak (fiskus) maupun kepada rakyat selaku wajib pajak. Indonesia menganut paham hukum, segala sesuatu yang menyangkut pajak harus ditetapkan dalam undang-undang, hal ini tercantum dalam Pasal 23A Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan Negara diatur dengan Undang-Undang”. Lebih lanjut dalam penjelasannya dikatakan oleh karena penetapan belanja mengenai hak rakyat untuk menentukan nasibnya sendiri, maka segala tindakan yang menempatkan beban kepada rakyat, seperti pajak dan lain-lainnya, harus ditetapkan dengan UU, yaitu dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Pajak merupakan pemindahan sumber daya dari sektor publik. Akibatnya dari pemindahan sumber daya tersebut, akan mempengaruhi arus dana, daya beli

48

(43)

dan kemampuan belanja sektor privat. Oleh karena pajak dipungut dari rakyat dan membebankan rakyat, maka harus mendapatkan persetujuan dari rakyat melalui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) seperti yang dinyatakan Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa segala pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang.49

Adapun dasar hukum dari undang-undang nomor 36 tahun 2008 tentang pajak penghasilan adalah sebagaimana tertera dalam bagian mengingat dari undang-undang ini sendiri yaitu;

1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 23A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesiza Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740);

3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun

49

(44)

2000 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3985);50

B. Asas-asas Dasar Pajak Penghasilan

Dalam pemungutan pajak didasarkan pada asas-asas tertentu bagi fiskus sehingga dengan asas ini negara memberi hak kepada dirinya sendiri untuk memungut pajak dari penduduknya, yang pada hakekatnya memungut dengan paksa (berdasarkan undang-undang) sebagian dari harta yang dimiliki penduduknya. Asas- asas tersebut adalah :

1. Asas Domisili

Pengenaan pajak tergantung pada tempat tinggal (domisili) Wajib Pajak. Wajib Pajak tinggal di suatu negara maka negara itulah yang berhak mengenakan pajak atas segala hal yang berhubungan dengan obyek yang dimiliki Wajib Pajak yang menurut undang-undang dikenakan pajak. Wajib Pajak dalam negeri maupun luar negeri yang bertempat tinggal di Indonesia, maka dikenakan pajak atas seluruh penghasilan yang diperolehnya baik penghasilan yang diterima dari dalam negeri maupun dari luar negeri, di Indonesia.51

Berdasarkan asas domisili atau kependudukan, negara akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan, apabila untuk kepentingan perpajakan, orang pribadi tersebut merupakan

50

Undang-undang nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan

51

(45)

penduduk (resident) atau berdomisili di negara itu atau apabila badan yang bersangkutan berkedudukan di negara itu. Dalam kaitan ini, tidak dipersoalkan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak itu berasal. Itulah sebabnya bagi negara yang menganut asas ini, dalam sistem pengenaan pajak terhadap penduduknya akan menggabungkan asas domisili (kependudukan) dengan konsep pengenaan pajak atas penghasilan baik yang diperoleh di negara itu maupun penghasilan yang diperoleh di luar negeri (world-wide income concept).52

2. Asas Sumber

Negara yang menganut asas sumber akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan hanya apabila penghasilan yang akan dikenakan pajak itu diperoleh atau diterima oleh orang pribadi atau badan yang bersangkutan dari sumber sumber yang berada di negara itu. Dalam asas ini, tidak menjadi persoalan mengenai siapa dan apa status dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan tersebut sebab yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah objek pajak yang timbul atau berasal dari negara itu.53 Cara pemungutan pajak yang bergantung pada sumber di mana obyek pajak diperoleh. Tergantung di negara mana obyek pajak tersebut diperoleh. Jika di suatu negara terdapat suatu surnber penghasilan, negara tersebut berhak memungut pajak tanpa melihat wajib pajak itu bertempat tinggal. Baik Wajib

52

Jaja Zakaria, Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda Serta Penerapannya di Indonesia,PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hal. 2

53

(46)

Pajak Dalam Negeri maupun Luar Negeri yang memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia, akan dikenakan pajak di Indonesia.54

3. Asas kebangsaan/nasionalitas (nationality/citizenship principle)

Negara yang menganut asas nasionalitas atau kewarganegaraan akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan apabila penghasilan tersebut diperoleh warga negaranya. Dalam asas ini, yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah status kewarganegaraan dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan. Berdasarkan asas ini, tidaklah menjadi persoalan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak berasal. Seperti halnya dalam asas domisili, sistem pengenaan pajak berdasarkan asas nasionalitas ini dilakukan dengan cara menggabungkan asas nasionalitas dengan konsep pengenaan pajak atas world wide income.55

Cara yang berdasarkan kebangsaan menghubungkan pengenaan pajak dengan kebangsaan dari suatu negara. Asas kebangsaan atau asas nasional, adalah asas yang menganut cara pemunguta npajak yang dihubungkan dengan kebangsaan dari suatu negara.

Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah dirubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 tahun 2008 (UU PPh), khususnya yang mengatur mengenai subjek pajak dan objek pajak, dapat disimpulkan bahwa Indonesia menganut asas domisili dan asas sumber sekaligus dalam sistem perpajakannya. Indonesia juga menganut asas kewarganegaraan yang parsial, yaitu khusus dalam ketentuan yang mengatur mengenai pengecualian subjek pajak untuk orang pribadi. Penarikan pajak kepada

54

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33018/4/Chapter%20II.pdf diakses tanggal 7 Maret 2015

55

(47)

wajib pajak oleh negara (fiskus) merupakan perpindahan sebagai kekayaan atau penghasilan orang kepada negara.

Persyaratan atau prinsip-prinsip pokok perpajakan yang paling terkenal adalah yang dikemukakan oleh Adam Smith yang dikenal sebagai “four canons of taxation”. Berdasarkan four canons of taxation yang dikemukakan oleh Adam Smith, dikenal empat asas pemungutan pajak yang baik, yaitu asas persamaan keadilan dan kemampuan (equality, equity, and ability); asas kepastian (certainty); asas kenyamanan pembayaran (convenience of payment); dan asas efisiensi (economy of collection).

4. Asas Persamaan, keadilan dan kemampuan ( equality, equity and ability ). Asas pemungutan pajak yang pertama (first maxim) dari Adam Smith disebut sebagai asas kesamaan (quality of sacrifice), keadilan (equity) dan kemampuan membayar (ability to pay). Equality atau kesamaan mengandung arti bahwa keadaan yang sama atau orang yang beraa dalam keadaan yang sama harus dikenakan pajak yang sama. Dengan demikian diharapkan akan tercapai keadilan (equity) di antara para pembayar pajak, karena mereka akan dikenakan pajak berdasarkan kemampuannya dalam membayar pajak (ability to pay) yang memang berbeda antara seorang wajib pajak dengan pajak lainnya.56

Dalam asas ini dimaksudkan bahwa pihak wajib pajak atau orang pribadi (natuurlijke persoon) maupun badan hukum (rechtspersoon) dalam membayar pajak secara sama dan mempunyai kemampuan atau sanggup memikul pajak sehingga dirasakan adil secara bersama-sama. Sehingga apabila wajib pajak tidak

56

(48)

mempunyai kemampuan maka orang itu akan bangkrut dan juga pengisian kas negara akan gagal. Untuk hal itu para wajib pajak secara sama-sama dengan wajib pajak lain membayar pajak tergantung besar kecil kemampuannya, dimana wajib pajak yang penghasilannya besar dan kaya membayar pajak yang tinggi, sedangkan yang berpenghasilan kecil atau rendah dan menengah cukup membayar pajak yang sedikit, sebab apabila terlalu berat bagi wajib pajak maka ia sendiri akan hancur ekonomi dan kehidupannya.57

5. Asas Kepastian (certainty).

Kepastian yang dimaksud adalah kepastian yang berhubungan dengan hukum, yang mengandung arti jaminan hukum dan buka kepastian yang didasarkan pada kesewenang-wenangan. Karena itu kepastian dalam hal ini sering dikaitkan dengan kepastian hukum. Asas kepastian (certainty) berarti penarikan pajak oleh negara (fiskus) kepada para wajib pajak harus dilakukan dengan kepastian hukum berdasran peraturan tertulis dalam suatu sumber hukum, yang dalam arti formal berbentuk undang-undang yang dibuat melalui badan legislatif.58 Kepastian hukum merupakan tujuan setiap undang-undang pajak. Dalam pembuatannya harus diupayakan supaya ketentuan yang dimuat dalam undang- undang pajak jelas, tegas dan tidak mengandung arti ganda atau memberikan peluang untuk ditafsirkan lain.

6. Asas Kenyamanan Pembayaran (convenience of payment).

57

Marhainis Abdul Haysil, Dasar-dasar Hukum Pahak, Badan Penerbit Yayasan Pembinaan Keluarga UPN Veteran, Jakarta, 1984, hal. 59

58

(49)

Asas ini berkaitan dengan kesenangan atau kenyamanan wajib pajak dalam membayar pajak (convenience of payment). Hal ini berarti pemungutan dan pembayaran pajak hendaknya dilakukan pada waktu wajib pajak dalam keadaan yang paling menyenangkan. Dengan demikian pajak harus dipungut pada saat dan keadaan yang tepat dan baik, yaitu pada saat wajib pajak mampu membayar pajak (sewaktu mempunyai uang) atau saat menerima penghasilan. Misalnya pada waktu menerima upah. Dengan pelaksanaan asas convenience of payment, fiskus perlu mengembangkan penarikan pajak dengan cara pelayanan yang baik dengan cara mempermudah bagi para wajib pajak dalam melakukan pembayaran pajak dan tepat pada waktunya serta jangan sampai para wajib pajak antri untuk membayar pajak di kas negara, dimana hal itu tidak menyenangkan para wajib pajak. Cara yang ditempuh dalam melayani dengan baik antara lain dengan :

a. Memperbanyak kantor-kantor pajak yang berdekatan dengan tempat bagi wajib pajak

b. Mempermudah cara pembayaran pajak melalui giro pos, menggunakan materai dan membolehkan bagi yang berpenghasilan berupa uang asing membayar dengan uang asing

c. Negara memberikan pelayanan yang baik dengan cara memberikan penerangan tentang pajak dan petugas pajak mendatangi para wajib pajak; dan

d. Dilakukan secara tidak lansung kepada para wajib pajak tersebut, seperti pada waktu ia makan ia makan di restoran dengan ditarik pajak restoran.59

59

(50)

7. Asas Efisiensi (Economic of Collection).

Asas ini berkaitan dengan biaya pemungutan pajak (economi of collection), yang berarti biaya pemungutan pajak, yaitu biaya sejak wajib membayar pajak sampai uang pajak masuk ke kas negara hendaknya seminim mungkin dan diusahakan supaya hasil pemungutan pajak jauh lebih besar dari biaya pemungutannya. Dengan kata lain biaya pemungutan pajak harus relatif lebih kecil dibandingkan dengan uang pajak yang masuk.60

C. Sistem Pemungutan dan Pembayaran Pajak Penghasilan Sistem pemungutan pajak, terbagi atas :

1. Official Assessment System

Pemerintah (Fiskus) yang mempunyai wewenang untuk menentukan besarnya pajak terhutang. Artinya Wajib Pajak bersifat pasif karena utang pajak baru timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.

2. Self Assessment system

Dari asal katanya self assessment terdiri dari kata self yang artinya sendiri dan to assess yang artinya menilai, menghitung, manaksir, dengan demikian self assessment berarti menghitung sendiri dalam hal ini adalah kewajiban perpajakannya. Sedangkan self assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar sesuai ketentuan

60

(51)

peraturan perundang-undangan perpajakan Wajib Pajak bersikap aktif karena diberikan wewenang oleh fiskus untuk menghitung, menyetor atau membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar atau terhutang. Fiskus hanya mengawasi.

3. Witholding tax system

Pihak ketiga (pemberi penghasilan) diberikan wewenang oleh fiskus untuk melakukan pemungutan dan atau pemotongan pajak kepada pihak lain yang menerima penghasilan, sebesar jumlah pajak yang terhutang.61

Sejak tax reform mulai tahun 1984 pemungutan pajak penghasilan di Indonesia sistem pemungutan pajak yang diterapkan adalah merupakan kombinasi antara self assessment system dan withholding tax system. Self assessment sistem tersirat dalam bunyi Pasal 12 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Republik Indonesia nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang berbunyi “Setiap wajib pajak wajib membayar pajak yang terutang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya Surat Ketetapan Pajak.”62

Menurut Penjelasan Undang-Undang nomor 7 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan undang-undang nomor 36 tahun 2008 tentang pajak

61

Marihot Pahala Siahaan. 2004. Utang Pajak, Pemenuhan Kewajiban, dan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. (Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2004), hal 22-30

62

Pasal 12 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, UU No.28 Tahun 2007, tahun 2007

(52)

penghasilan menyatakan bahwa pajak penghasilan terbagi dalam beberapa pasal antara lain :

a. Pasal 21 ayat (1)

Pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri wajib dilakukan oleh: a. Pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan

pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai;

b. Bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan;

c. Dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan pembayaran lain dengan nama apa pun dalam rangka pensiun;

d. Badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas; dan

e. penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan

(53)

Pihak yang wajib melakukan pemotongan pajak adalah pemberi kerja, bendahara pemerintah, dana pensiun, badan, perusahaan, dan penyelenggara kegiatan. 63

b. Pasal 22 ayat (1)

Menteri Keuangan dapat menetapkan:

a. bendahara pemerintah untuk memungut pajak sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang;

b. badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain; dan

c. Wajib Pajak badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah64

c. Pasal 23 ayat (1)

Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan:

a. sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas:

1. dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g; 2. bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f; 3. royalti; dan

63

Penjelasan Undang Undang nomor 36 tahun 2008 tentang pajak penghasilan pasal 21 ayat 1

64

Referensi

Dokumen terkait

Dalam rangka mengoptimalkan pendapatan pada sektor perpajakan, dukungan serta peran aktif masyarakat sebagai warga negara sangat dibutuhkan, mengingat masyarakat merupakan peran

Kendala-Kendala Dalam Melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat ... Upaya-Upaya yang Dilakukan

KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA LUBUK PAKAM” disusun dalam rangka menyelesaikan studi pada Program Studi Diploma III

PPh Pasal 21 pegawai tetap di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat.. Usaha dan kendala dalam upaya peningkatan penerimaan Pajak

1.3 Untuk mengetahui tentang kendala- kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan tata cara penagihan pajak penghasilan kepada wajib pajak (WP) orang pribadi(OP) di Kantor

Intensifikasi Pajak yaitu kegiatan Optimalisasi penggalian penerimaan pajak terhadap subjek pajak yang telah tercatat atau terdaftar dalam administrasi Direktorat

Kepatuhan Wajib Pajak merupakan faktor utama yang mempengaruhi realisasi penerimaan pajak, dimana tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam hal ini dinilai dengan

Pajak penghasilan merupakan salah satu penerimaan negara terbesar.Sebagian besar wajib pajak yang membayar pajak penghasilan adalah wajib pajak orang pribadi.Untuk