• Tidak ada hasil yang ditemukan

TANAH DESA di DIY dengan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TANAH DESA di DIY dengan "

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

EVALUASI DAN ANALISIS

DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT

Secara administratif, keberadaan Desa (dahulu Kelurahan) di Daerah Istimewa Yogyakarta dapat diketahui pada Rijksblaad Nomor 11 tahun 1916, yang membagi wilayah Kasultanan Yogyakarta (Mataram) dalam 3 (tiga) Kabupaten (Danar Widiyanta, 2010: 3).

Dalam Rijksblaad tersebut juga disebutkan bahwa, wilayah Kasultanan Yogyakarta (Mataram) dalam 3 (tiga) Kabupaten, yakni Kalasan, Bantul, dan Sulaiman (yang kemudian disebut Sleman), dengan seorang bupati sebagai kepala wilayahnya. Selanjutnya pada tahun yang sama, berturut-turut dikeluarkan Rijksblaad Nomor 12 tahun 1916, yang pembentukan Gunung Kidul sebagai Kabupaten keempat wilayah Kasultanan Yogyakarta, kemudian disusul dengan Kabupaten Kota melalui Rijksblaad Nomor 16 tahun 1916 dan Kabupaten Kulon Progo melalui Rijksblaad Nomor 21 tahun 1916.

Kabupaten-Kabupaten yang dibentuk dalam wilayah Kasultanan Yogyakarta (Mataram) dengan tersebut, dipimpin oleh seorang bupati sebagai kepala wilayahnya. Secara hierarkhis, Kabupaten membawahi distrik yang dikepalai seorang Panji, onderdistrik dan Kelurahan (Desa).

Pembagian wilayah Kesultanan Yogyakarta tersebut pada tahun 1927, oleh Sri Sultan Hamengkubuwono VIII dilakukan penyederhaan pemerintahan dengan mengeluarkan Rijksblaad Kasultanan Nomor 1 Tahun 1927 yang yakni menurunkan status Sleman sebagai distrik dan menjadi bagian wilayah Kabupaten Yogyakarta. Sebutan kepala distrik diubah dari Panji menjadi Wedana, dan kepala onderdistrik diubah menjadi Asisten Wedana.

(2)

reorganisasi oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX, yakni Pertama, pada tahun 1940 dengan dikeluarkannya Rijksblaad Van Jogjakarta Nomor 13 Tahun 1940, tanggal 18 Maret 1940, Kedua, pada tahun 1942, dengan dikeluarkannya Jogjakarta Kooti dan selanjutnya yang Ketiga, pada tahun 1945 dengan mengeluarkan Jogjakarta Koorei Nomor 2 tentang Peroebahan Tata Pemerintahan dan Pembagian Daerah Kasoeltanan (Jogjakarta Kooti) yang membuat Sleman berubah dari Distrik menjadi Kabupaten (Ken), yang membawahi Kapanewon Pangreh Praja (Son) dan Kelurahan (Ku).

Dan selanjutnya, pada Tahun 1946, Sri Sultan Hamengkubuwono IX mengeluarkan Maklumat Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta tentang Penggabungan Daerah-Daerah Kelurahan yang bertujuan untuk menggabungkan beberapa Desa kecil menjadi satu Desa yang cukup besar agar otonomi pemerintahan Desa dapat dijalankan dengan biaya dari kas desa itu sendiri. Proses penggabungan kelurahan tersebut dikenal dengan istilah blengketan. Proses penggabungan tersebut baru selesai pada tahun 1948 dan ditetapkan berdasarkan Maklumat Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 5 Tahun 1948 tanggal 19 April 1948 tentang Perubahan Daerah-Daerah Kelurahan.

Eksistensi atau keberadaan Tanah Desa tidak lepas dari keberadaan Desa (dahulu Kelurahan) yang ada Daerah Istimewa Yogyakarta, terkait erat hubungannya dengan Kasultanan Yogyakarta. Eksistensi Desa (dahulu Kelurahan) menguat sebagai cikal bakal daerah otonom (yang pada akhirnya sebagai suatu sub sistem pemerintahan) hadir bersamaan dengan dilakukannya pembagian wilayah dan reorganisasi Kasultanan Yogyakarta pada tahun 1916 sampai dengan tahun 1948.

(3)

Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 5 Tahun 1954, yang menegaskan bahwa “Tentang hak atas tanah terletak dalam Kelurahan diatur dan diurus oleh Kelurahan setempat (beschikkingsrecht), kecuali yang

telah diatur didalam Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta”.

KETERKAITAN DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Pembentukan rancangan Peraturan Gubernur tentang Tanah Desa ini terkait dan tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang ada. Hal ini dapat diuraikan sebagai berikut:

1. UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1950 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 1955 TENTANG PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 JO. NOMOR 19 TAHUN 1950 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH ISTIMEWA JOGJAKARTA DAN PERATURAN PELAKSANAANNYA

Kewenangan Daerah Istimewa Yogyakarta di bidang Agraria (tanah) disebutkan dalam lampiran Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta, meliputi:

1. penerimaan pejerahan hak eigendom atas tanah eigendom kepada negeri (medebewind).

2. penjerahan tanah Negara (beheersoverdracht) kepada djawatan-djawatan atau Kementerian lain atau kepada daerah autonom (medebewind).

(4)

4. pengawasan pekerdjaan daerah autonom dibawahnja (sebagian ada jang medebewind).

Sebagai pelaksanaan kewenangan urusan Agraria (tanah) tersebut dan terkait dengan status hukum Tanah Desa yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta, pada tahun 1954, Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta menetapkan Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 5 Tahun 1954 tentang Hak Atas Tanah Di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 5 Tahun 1954 tersebut mengatur mengenai bahwa “Kelurahan sebagai badan Hukum mempunyai hak milik atas tanah. Tanah itu selanjutnya disebut tanah desa”. Lebih lanjut, pengaturan dalam Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta yang sama mengenai penggunaan Tanah Desa, diperuntukkan yakni sebagai berikut:

a. memberi nafkah kepada para petugas kelurahan yang selanjutnya disebut tanah lungguh;

b. memberi pengarem-arem (pensiun); c. kas desa;

d. kepentingan umum.

(5)

Daerah Istimewa Yogyakarta dengan ditetapkannya Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 5 Tahun 1985 tentang Sumber Pendapatan Dan Kekayaan Desa, Pengurusan Dan Pengawasannya.

Pertimbangan pembentukan dan penetapan Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 5 Tahun 1985 tersebut, meliputi 4 (empat) pertimbangan yakni:

1. bahwa sumber Pendapatan dan Kekayaan Desa merupakan sendi kehidupan dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa yang senantiasa perlu diperbaiki dan ditingkatkan pengaturannya agar dapat tercapai keselarasan dengan pertumbuhan pembangunan dan pelaksanaan Pemerintahan yang berguna bagi peningkatan kesejahteraan rakyat;

2. bahwa pengurusan dan pengawasan sumber Pendapatan dan kekayaan Desa merupakan bagian utama dari pada administrasi Pemerintahan Desa yang masih perlu diperbaiki dan ditingkatkan pengaturannya sehingga dapat tercapai tertib administrasi;

3. bahwa peranserta rakyat Desa perlu mendapat wadah dan saluran untuk diikutsertakan dalam mewujudkan pendapatan Desa yang sah dan memadai; dan

4. bahwa sebagai pelaksanaan lebih lanjut pasal 21 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 telah dikeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1982 tentang Sumber Pendapatan dan Kekayaan Desa, Pengurusan dan Pengawasannya.

(6)

tentang Pencabutan Sebagian Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 5 Tahun 1985 Tentang Sumber Pendapatan Dan Kekayaan Desa, Pengurusan Dan Pengawasannya.

Pembentukan Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 9 Tahun 2001, dengan pertimbangan bahwa “dengan berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan

Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan

Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom, maka ada

beberapa kewenangan yang menjadi kewenangan Kabupaten/Kota,

khususnya yang berkenaan dengan dengan Pemerintah Desa/Kelurahan,

kecuali terhadap tanah-tanah desa yang dikuasai oleh dan merupakan

kekayaan desa sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Propinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta Nomor 5 Tahun 1985 tentang Sumber Pendapatan dan

kekayaan Desa Pengurusan dan Pengawasannya”. Berdasarkan pertimbangan tersebut, kepastian status hukum terhadap tanah Desa tetap menjadi kewenangan Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta, hal ini didasari pada ketentuan yang diatur dalam Pasal 1 ayat (2) Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 9 Tahun 2001, yang menegaskan “Terhadap ketentuan-ketentuan mengenai Tanah-tanah Desa yang berupa Tanah Kas Desa, Bengkok/Lungguh, Pengarem-arem, Kuburan,

dan lain-lain yang sejenis, yang dikuasai oleh dan merupakan kekayaan desa

sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta Nomor 5 Tahun 1985 dinyatakan tetap berlaku”.

(7)

Dari uraian di atas, dapat diketahui eksistensi tanah Desa atau status hukum tanah Desa yang asal usulnya dari Kasultanan Yogyakarta telah diberikan kepastian hukumnya oleh Peraturan Daerah sebagai wujud pelaksanaan Keistimewaan yang dimiliki oleh Daerah Istimewa Yogyakarta.

2. KETERKAITAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Rancangan Peraturan Gubernur tentang Tanah Desa, merupakan salah satu jenis peraturan perundang-undangan yang dibentuk berdasarkan kewenangan yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta.

Kewenangan pengaturan mengenai tanah Desa berdasar hak asal usulnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang dirumuskan secara detil dalam rancangan Peraturan Gubernur ini.

3. KETERKAITAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai daerah provinsi yang mempunyai keistimewaan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, memiliki bentuk dan susunan pemerintahan yang bersifat istimewa, terdiri atas Pemerintah Daerah dan DPRD.

Batasan pengertian Keistimewaan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012, telah menjelaskan bahwa “Keistimewaan adalah keistimewaan kedudukan hukum yang dimiliki oleh DIY berdasarkan sejarah dan hak

asal-usul menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

(8)

4. KETERKAITAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA

Pengaturan Desa melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, salah satunya berasaskan rekognisi, yaitu pengakuan terhadap hak asal usul sejalan dengan pengaturan Keistimewaan yang dimiliki oleh Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai daerah otonom. Hal ini dapat dilihat pengaturannya dalam:

a. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Jogjakarta sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1955; dan

b. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, yang mengatur mengenai perubahan, penyesuaian dan penegasan terhadap substansi Keistimewaan yang dimiliki oleh Daerah Istimewa Yogyakarta yang berkedudukan sebagai Daerah Istimewa berdasar pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Jogjakarta sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1955.

Sehubungan dengan pengakuan terhadap hak asal usul tersebut, kewenangan Desa untuk mengelola Tanah Kas Desa yang merupakan bagian dari tanah Desa, didasari hak asal usul dari tanah Desa itu sendiri. Kenyataan historis bahwa sebelum proklamasi kemerdekaan, Desa-Desa di Daerah Istimewa Yogyakarta, memiliki kewenangan atau hak pengelolaan terhadap Tanah Kas Desa yang merupakan bagian dari tanah Desa.

(9)

4.1. masa 1918, berdasar pada:

4.1.1. Rijksblad Kasultanan 1918, Nomor 16, tanggal 8 Agustus 1918; dan

4.1.2. Rijksblad Paku Alaman 1918, Nomor 18, tanggal 17 Agustus 1918.

4.2. masa 1954, berdasar pada:

4.2.1. Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 5 Tahun 1954 tentang Hak Atas Tanah Di Daerah Istimewa Yogyakarta; dan 4.2.2. Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 10 Tahun 1954

tentang Pelaksanaan Putusan Desa Mengenai Peralihan, Hak Andarbe (Erfelijk Individueel Bezitsrecht) Dari Kelurahan Dan Hak Anganggo Turun-Temurun Atas Tanah (Eferlijk Individueel Gebruiksrecht) Dan Perubahan Jenis Tanah Di Daerah Istimewa Yogyakarta.

4.3. masa 1985 hingga sekarang, berdasar pada:

4.3.1. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 5 Tahun 1985 Tentang Sumber Pendapatan Dan Kekayaan Desa, Pengurusan Dan Pengawasannya; dan

4.3.2. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 9 Tahun 2001 tentang Pencabutan Sebagian Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 5 Tahun 1985 Tentang Sumber Pendapatan Dan Kekayaan Desa, Pengurusan Dan Pengawasannya.

(10)

salah satu bentuk kewenangan yang dimiliki Desa, yakni Kewenangan Desa berdasarkan hak asal usul, yang pelaksanaannya diatur dan diurus oleh Desa.

5. KETERKAITAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH SEBAGAIMANA TERAKHIR DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2015

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta dilaksanakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Gubernur. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Gubernur berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah untuk melaksanakan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta. Dengan demikian maka Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Gubernur berkedudukan sebagai mitra sejajar yang mempunyai fungsi yang berbeda. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) mempunyai fungsi pembentukan Peraturan Daerah dan Peraturan Daerah Istimewa, anggaran dan pengawasan, sedangkan Gubernur melaksanakan fungsi pelaksanaan atas pembentukan Peraturan Daerah dan Peraturan Daerah Istimewa serta kebijakan Daerah.

(11)

Referensi

Dokumen terkait

22.Substansi suatu karya tulis ilmiah dapat mencakup berbagai hal, dari yang paling sederhana sampai dengan yang paling kompleks.. Berikut ini adalah contoh-contoh subatansi

Menurut Umar Tirtaraharja dan La Sulo (2005: 50) kemandirian dalam belajar diartikan sebagai aktivitas belajar yang berlangsungnya lebih didorong oleh kemauan sendiri,

Bahkan kemulia- anya dapat melebihi kemuliaan seorang laki-laki.Seorang wanita yang memiliki fithrah berbeda dengan laki-laki bukan berarti terkekang dari berbagai peluang, peranan,

Metode Statistika Pertemuan X-XI Metode Statistika Pertemuan X-XI Statistika Inferensia: Pengujian

Stock warehouse website that will be used in Toko Pahala Cell will serve as a container of.. information for consumers, which will facilitate consumers to find

Hasil Perhitungan Tingkat Motivasi Mahasiswa dalam Menggunakan Gadget dengan Program

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis-jenis kesalahan tatabahasa apa saja yang terdapat dalam penulisan abstrak pada beberapa skripsi mahasiswa program

Berdasarkan data pada tabel B.1, teh hitam Kombucha lokal di Bali pada waktu fermentasi hari ke-1 menunjukkan aktivitas antioksidan yang optimal karena memiliki pH