• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hukum Laut Internasional ANALISIS KASUS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Hukum Laut Internasional ANALISIS KASUS"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Hukum Laut Internasional

ANALISIS KASUS PEMBAJAKAN KAPAL ‘VEGA 5’

OLEH PEROMPAK SOMALIA DI UTARA PULAU KOMORO

Dosen Pengampu : Siti Muslimah, S.H., M.H.

Disusun Guna Memenuhi Tugas Ujian Kompetensi Dasar ke-4 Mata Kuliah Hukum Laut Internasional :

Asoka Sarastri Prabarini Cempaka Widowati Desi Napitupulu Frida Hanaritantoro Heppy Indah Hapsari

E0013070 E0013099 E00131 E0013188 E0013213

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

Pada tanggal 27 Desember 2010 kapal nelayan ‘Vega 5’ dengan bendera Mozambik dibajak di perairan antara Mozambik dan Kepulauan Madagaskar tepatnya 200 mill sebelah utara pulau Komoro oleh sekelompok pembajak asal Somalia. Kapal tersebut kemudian dibawa ke perairan dekat Somalia untuk kemudian digunakan sebagai kapal pangkalan yang digunakan untuk membantu usaha perompakan kapal-kapal lain. Pemerintah Mozambik kemudian melaporkan kasus perompakan tersebut dan meminta bantuan negara-negara lain disekitar Somalia untuk membantu usaha pembebasan kapal ‘Vega 5’. Sejak saat itu kapal ‘Vega 5’ milik Mozambik ini menjadi target operasi negara-negara sekitar Somalia.

Pada tanggal 15 Maret 2011, dua kapal tempur Angkatan Laut India terlibat baku tembak dengan perompak Somalia yang menggunakan kapal ‘Vega 5’ di kawasan Laut Arab atau sekitar 1100km lepas pantai Kochi. Dari baku tembak dalam upaya penyelamatan tersebut, Angkatan Laut India berhasil menangkap 61 bajak laut dan menyelamatkan 13 kru kapal ‘Vega 5’ asal Mozambik tersebut. Sejumlah senjata berbagai ukuran ikut disita dalam upaya penyelamatan tersebut. Penangkapan ini merupakan yang terbesar tetapi tidak jelas dari mana asal para pembajak laut tersebut.

61 Bajak laut Somalia yang ditangkap dalam usaha penyelamatan kapal ‘Vega 5’ tersebut kemudian dibawa ke Ibu kota India untuk dilakukan penahan dan beberapa hari setelah penahanan 61 bajak laut tersebut diadili di pengadilan setempat.

B. Tinjauan Pustaka

 Definisi Pembajakan di Laut (Perompakan)

Pembajakan di laut (piracy) pada awalnya memiliki pengertian yang cukup sempit, yaitu tiap tindakan kekerasan yang dilarang yang dilakukan sebuah kapal pribadi terhadap kapal lain di laut lepas dengan tujuan merampok (animo furandi)1

(3)

Dalam hukum positif internasional, definisi atau batasan pengertian pembajakan di laut telah ditentukan berdasarkan perumusan dalam pasal 101 UNCLOS 1982 adalah sebagai berikut :

“Pembajakan di laut terdiri dari salah satu di antara tindakan berikut :

(a) setiap tindakan kekerasan atau penahanan yang tidak sah, atau setiap tindakan memusnahkan, yang dilakukan untuk tujuan pribadi oleh awak kapal atau penumpang dari suatu kapal atau pesawat udara swasta, dan ditujukan :

(i) di laut lepas, terhadap kapal atau pesawat udara lain atau terhadap orang atau barang yang ada di atas kapal atau pesawat udara demikian;

(ii) terhadap suatu kapal, pesawat udara, orang atau barang di suatu tempat di luar yurisdiksi Negara manapun;

(b) setiap tindakan turut serta secara sukarela dalam pengoperasian suatu kapal atau pesawat udara dengan mengetahui fakta yang membuatnya suatu kapal atau pesawat udara pembajak. (c) setiap tindakan mengajak atau dengan sengaja

membantu tindakan yang disebutkan dalam sub-ayat (a) atau (b).”

Berdasarkan definisi tersebut, segala tindakan kekerasan, penahanan atau segala tindakan pemusnahan terhadap sebuah kapal atau pesawat; atau perhadap orang atau barang yang berada di sebuah kapal atau pesawat, maka hal tersebut merupakan tidakan pembajakan (perompakan) di laut berdasarkan UNCLOS 1982. Namun tindakan tersebut harus memenuhi 3 syarat :

(4)

Dalam syarat pertama disebutkan bahwa dibutuhkan dua kapal untuk masuk ke dalam lingkup pengertian pembajakan dilaut menurut UNCLOS 1982. Apabila terdapat situasi dimana hanya melibatkan satu kapal, maka peristiwa tersebut bukanlah termasuk sebagai pembajakan di laut berdasarkan pasal ini, sehingga yurisdiksi kapal asing untuk melakukan tindakan pencegahan berdasarkan yurisdiksi universal tidak dapat diberlakukan, melainkan harus diselesaikan berdasarkan yurisdiksi dari bendera kapal yang bersangkutan.

2) Tindakannya dilakukan untuk tujuan pribadi (private ends)

Agar dapat disebut sebagai pembajakan di laut berdasarkan pasal 101 UNCLOS 1982, maka tindakan pembajakan (perompakan) harus dilakukan untuk tujuan pribadi. Tidak ada definisi mengenai tujuan pribadi dalam Convention on the High Seas 1958 maupun UNCLOS 1982.

3) Tindakan tersebut terjadi di laut lepas (termasuk Zona Ekonomi Eksklusif).

Tindakan pembajakan di laut (perompakan) harus dilakukan pada wilayah laut lepas. Laut lepas tidak diletakkan dibawah kedaulatan dikuasai oleh suatu negara manapun.2 Laut lepas merupakan semua bagian dari laut yang tidak termasuk wilayah laut territorial atau wilayah perairan internal suatu negara.3 Dalam pasal 86 UNCLOS 1982 menyebutkan bahwa laut lepas adalah semua bagian dari laut yang tidak termasuk dalam zona ekonomi eksklusif, dalam laut territorial atau dalam perairan pedalaman suatu negara, atau dalam perairan kepulauan suatu Negara kepulauan.

Dengan berkembangnya konsep ZEE dalam ketentuan hukum laut, maka pada pasal 58 ayat (2) UNCLOS 1982, ditentukan bahwa :

“Pasal 88 sampai 115 dan ketentuan hukum internasional lain yang berlaku diterapkan bagi zona ekonomi eksklusif sepanjang tidak bertentangan dengan Bab ini.”

(5)

Maka dari pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa ketentuan pembajakan di laut (perompakan) juga berlaku dalam ZEE selama tidak bertentangan dengan pengaturan mengenai ZEE.

 Kapal atau Pesawat Udara Perompak

Definisi kapal atau pesawat udara perompak diatur dalam Pasal 103 UNCLOS 1982 yang berbunyi :

“Suatu kapal atau pesawat udara dianggap suatu kapal atau pesawat udara perompak apabila ia dimaksudkan oleh orang yang mengendalikannya digunakan untuk tujuan melakukan salah satu tindakan yang dimaksud dalam pasal 101. Hal yang sama berlaku apabila kapal atau pesawat udara itu telah digunakan untuk melakukan setiap tindakan demikian, selama kapal atau pesawat udara itu berada di bawah pengendalian orang-orang yang bersalah melakukan tindakan itu.”

Kapal yang telah digunakan untuk kegiatan pembajakan di laut atau dimaksudkan untuk melakukan kegiatan pembajakan di laut dianggap sebagai kapal perompal selama dikuasai oleh pihak-pihak yang telah melakukan kegiatan tersebut.

 Kewajiban untuk Bekerjasama dalam Menekan Pembajakan Di Laut

Sebagaimana ketentuan dalam Pasal 100 UNCLOS 1982 menyatakan bahwa “Semua Negara harus bekerjasama sepenuhnya dalam penindasan pembajakan di laut lepas di tempat lain manapun di luar yurisdiksi sesuatu Negara.”

(6)

Salah satu upaya untuk menekan pembajakan tersebut mewajibkan semua negara untuk mengatur kriminalisasi pembajakan di laut melalui legislasi nasional setiap negara yang kemudian implementasi dari pasal tersebut adalah setiap negara di dunia harus memiliki peraturan mengenai pembajakan di laut lepas dalam peraturan perundang-undangannya.

 Penahanan terhadap kapal atau pesawat udara yang melakukan perompakan

Berdasarkan ketentuan Pasal 105 UNCLOS 1982 yang menyatakan bahwa “Di laut lepas, atau disetiap tempat lain di luar yurisdiksi Negara manapun setiap Negara dapat menyita suatu kapal atau pesawat udara perompak atau suatu kapal atau pesawat udara yang telah diambil oleh perompak dan berada di bawah pengendalian perompak dan menangkap orang-orang yang menyita barang yang ada di kapal. Pengadilan Negara yang telah melakukan tindakan penyitaan itu dapat menetapkan hukuman yang akan dikenakan, dan juga dapat menetapkan tindakan yang akan diambil berkenaan dengan kapal-kapal, pesawat udara atau barang-barang, dengan tunduk pada hak-hak pihak ketiga yang telah bertindak dengan itikad baik”. Negara-negara diwajibkan untuk bekerjasama dalam hal penahanan kapal atau pesawat udara perompak dan kapal atau pesawat udara yang telah berada dibawah kendali perompak tanpa terkecuali meskipun berada di luar yurisdiksi wilayah Negara tersebut.

 Kapal dan Pesawat Udara yang dapat Menahan Apabila Terjadi Pembajakan di Laut

(7)

menahan apabila terjadi pembajakan di laut diatur dalam Pasal 107 UNCLOS 1982

“Suatu penyitaan karena perompakan hanya dapat dilakukan oleh kapal perang atau pesawat udara militer, atau kapal atau pesawat udara lain yang secara jelas diberi tanda dan dapat dikenal sebagai dalam dinas pemerintah dan yang diberi wewenang untuk melakukan hal demikian.”

Pasal 107 menyatakan bahwa hanya kapal perang, pesawat militer atau kapal/ pesawat pemerintah lainnya yang diperbolehkan untuk melakukan penahanan terhadap pelaku pembajakan di laut (perompakan). Namun dalam sebuah komentar, ILC (International Law Commission) menyatakan bahwa pasal ini tidak berlaku apabila dalam situasi suatu kapal pribadi sedang berupaya membela diri dari perompak sehingga diperlukan perlawanan dan penangkapan terhadap perompak dan menyerahkan kepada sebuah kapal perang.

 Pertanggungjawaban atas Penahanan Tanpa Dasar yang Sesuai

(8)

yang kuat dan memenuhi unsur-unsur kejahatan pembajakan. Penahanan tidak boleh dilakukan tanpa dasar yang sesuai. Apabila penahanan dilakukan tanpa dasar yang sesuai sehingga mengakibatkan kerugian dan kerusakan terhadap kapal atau pesawat udara, negara yang bersangkutan (negara yang melakukan penahanan kapal atau pesawat udara tanpa dasar yang kuat) dapat dituntut ganti rugi atas kerugian dan kerusakan yang dialami oleh kapal atau pesawat udara.

 Kewajiban Negara untuk mengadili perompak

Sebagaimana ketentuan yang diatur dalam Pasal 105 UNCLOS 1982, memberikan kewenangan kepada Negara yang melakukan penahanan terhadap kapal yang melakukan tindak pidana perompakan untuk mengadili dan memutuskan hukuman pada perkara perompakan tersebut.

C. Analisis Kasus

Pembajakan di laut lepas baik yang dilakukan oleh kapal-kapal asing, maupun oleh kapal-kapal domestik di wilayah perairan internasional akhir-akhir ini telah menimbulkan keresahan bagi pelayaran internasional. Penindakan kejahatan pembajakan laut lepas tersebut, didasarkan pada berlakunya hukum internasional yang berkaitan dengan pembajakan laut lepas4

Perairan disekitar Somalia sejak dahulu merupakan kawasan yang berbahaya. Hal ini dilatar belakangi gagalnya negara Somalia dalam mengatur pemerintahannya yang mengakibatan banyak warga negara Somalia yang melakukan banyak pelanggaran terhadap hukum negaranya sendiri. Termasuk masyarakat yang tinggal dipesisir pantai, banyak dari mereka yang bahkan menjadi perompak.

Berdasarkan kasus yang diangkat dalam analisis ini ditinjau dari tinjauan pustaka kasus tersebut telah memenuhi criteria sebagai pembajakan di laut (perompakan). Dengan dipenuhinya unsur-unsur

(9)

berdasarkan pasal 101 UNCLOS 1982, yaitu :

 Dilakukan oleh awak atau penumpang pesawat pribadi lainnya (syarat adanya dua kapal atau two-vessel requirement).

Dalam kasus yang telah diuraikan diatas, diketahui bahwa kelompok perompak Somalia melakukan penahanan sepihak dengan kekerasan terhadap kapal berserta awak kapal Vega 5. Kapal Vega 5 yang telah berhasil ditahan kemudian dibawa secara paksa oleh perompak ke perairan Somalia.

 Tindakannya dilakukan untuk tujuan pribadi (private ends)

Penahanan sepihak yang dilakukan oleh kelompok perompak asal Somalia tersebut dilakukan demi kepentingan pribadi. Hal tersebut terbukti dari digunakannya kapal Vega 5 sebagai pangkalan perompak untuk membantu kelompok tersebut dalam menjalankan aksinya melakukan perompakan terhadap kapal-kapal lain.

 Tindakan tersebut terjadi di laut lepas (termasuk Zona Ekonomi Eksklusif).

(10)

penanganan kasus perompakan tersebut dimulai dari laporan negara Mozambik bahwa kapal ‘Vega 5’ telah dibajak oleh perompak Somalia. Sejak dilaporkannya pembajakan tersebut kapal ‘Vega 5’ menjadi target operasi militer oleh negara-negara tetangga. Hingga pada Maret 2011, kapal militer India menemukan keberadaan ‘Vega 5’ di Laut Arab atau sekitar 1100km lepas pantai Kochi. Selanjutnya kapal militer India terlibat baku tembak guna menyelamatkan kapal ‘Vega 5’. Hal ini menunjukkan bahwa perompakan merupakan kejahatan yang menurut pasal 100 UNCLOS 1982 adalah termasuk kejahatan yang dalam penangannya merupakan kewajiban bagi semua negara (berlaku prinsip Yurisdiksi Universal).

Penerapan pasal 105 UNCLOS 1982 dalam kasus ini terlihat dari langkah yang diambil India untuk melakukan penangkapan, penahanan, dan mengadili pelaku perompakan meskipun kapal ‘Vega 5’ bukan merupakan kapal milik India. India dapat memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan tersebut karena India termasuk negara yang telah mereatifikasi UNCLOS 1982 pada tanggal 29 Juni 1995.

Terkait dengan maraknya kasus perompakan yang dilakukan oleh warga negara Somalia, maka PBB secara tegas memerintahkan negara-negara diseluruh dunia terutama negara-negara-negara-negara sekitar Somalia untuk ikut menjaga ketertiban perairan disekitar Somalia dan menindak tegas setiap perompakan yang dilakukan oleh warga negara Somalia.

(11)

Daftar Pustaka

Buku

Sefriani, 2010, Hukum Internasional Suatu Pengantar, Jakarta: Rajawali Pers, Rebecca M.M. Wallace, 1993, Hukum Internasional, Semarang : IKIP Semarang ______Press

Jurnal

Oppenheim (b), 1955International Law, A Treatise, Vol. 1 – Peace, London: ______Longmans.

Undang-Undang

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Pasal 15 Konvensi Hukum Laut 1982, delimitasi laut wilayah menggunakan prinsip garis tengah dalam menetapkan garis batas laut wilayah, kecuali jika ada alasan hak historis

7. Kapal atau pesawat udara asing yang melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan tidak boleh melakukan siaran gelap atau melakukan gangguan terhadap sistem telekomunikasi dan

Pelanggaran hukum atas wilayah udara dengan masuknya pesawat asing dalam perspektif hukum internasional, suatu negara dapat melakukan tindakan hukum dengan alasan

7. Kapal atau pesawat udara asing yang melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan tidak boleh melakukan siaran gelap atau melakukan gangguan terhadap sistem telekomunikasi dan

Pengimplementasian UNCLOS 1982 di Provinsi Riau dikatakan dapat berjalan dengan baik namun masih banyak hal yang perlu diatur kembali misalnya dalam hal hak berdaulat atas

Dengan demikian pengertian lintas sebagaimana yang dimaksudkan didalam Unclos 1982, menurut penulis kegiatan lintas bagi suatu kapal berbendera asing harus terus

Menurut Konvensi Jenewa 1958 istilah yang digunakan bukan pesawat udara sipil dan pesawat udara negara, melainkan pesawat udara militer atau pesawat udara dinas pemerintah

Berdasarkan Pasal 110 UNCLOS 1982, negara ketiga diperbolehkan untuk memeriksa kapal yang mencurigakan terlibat dalam tindakan pembajakan kapal (Danielle Lubberts, 2011: