• Tidak ada hasil yang ditemukan

HIDUP ADALAH ANGKA Pandangan Kosmologi H (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HIDUP ADALAH ANGKA Pandangan Kosmologi H (1)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

HIDUP ADALAH ANGKA

Pandangan Kosmologi Hidup Orang Jawa dalam Weton

Dosen: Rm. Pius Pandor, CP.

Oleh:

Alvarian Utomo, O.Carm

14061

Sekolah Tinggi Filsafat Teologi

Widya Sasana Malang

(2)

Dari Pitagoras ke Petungan Jawa

Tentunya kita tidak merasa asing dengan nama Pitagoras. Semua orang yang pernah belajar Matematika tentu mengenal rumus Pitagoras. Dalam pelajaran Sejarah Filsafat Barat Yunani dan Kosmologi, nama Pitagoras muncul sebagai penggagas bilangan. Ia dalam kelompoknya menyatakan bahwa prinsip utama dalam dunia ini adalan bilangan. Dalam bilangan segala realitas itu ada dan menjadi.

Pandangan bahwa bilangan adalah prinsip utama dunia ini rasanya juga ada dalam diri orang-orang Jawa. Dalam tradisi Jawa, petungan1 Jawa sangat diperhatikan. Dalam petungan itu, orang Jawa mencoba memahami hidupnya dengan jalan titen dan niteni2 peristiwa-peristiwa yang sama, yang mana terjadi berulang-ulang, dengan jalan memberi tanda pada hari apa dan jam berapa peristiwa itu terjadi. Dalam peristiwa-peristiwa yang sama itu mereka memperhatikan yang penting terutama yang berkaitan dengan lingkungan hidup manusia, seperti lahir, jodoh, dan pati3. Selain itu, jalan titen dan niteni juga dilakukan pada masalah-masalah kehidupan manusia lainnya seperti masalah yang berkaitan dengan keberuntungan usaha ekonomi dan usaha dagang, masalah membangun rumah, menempati rumah, pindah rumah, dan lain-lain4. Kebiasaan inilah yang kemudian oleh orang Jawa lebih

dikenal dengan sebutan weton5.

Dalam weton, seseorang dalam dihitung keberuntungannya dengan berdasarkan hari kelahirannya. Dari hari kelahirannyalah segala sifat, keberuntungan, dan kegagalan dapat dilihat. Perhitungan ini menggunakan bilangan-bilangan yang telah dipatenkan dan tidak dapat diubah. Hal ini mungkin sama dengan pandangan Pitagoras yang membedakan bilangan genap dan ganjil.

Weton

Weton adalah hari kelahiran berdasarkan hari dan pasarannya6. Orang-orang Jawa,

masih banyak yang berkeyakinan dalam menentukan suatu tindakan harus selalu ingat terhadap hari dan pasaran pada saat itu7. Hari dan pasaran itu begitu penting, sebab dapat

1Petungan adalah kata dalam bahasa Jawa yang berarti perhitungan.

2Titen dan niteni adalah kata dalam bahasa Jawa yang berarti teliti dan memperhatikan.

3 Dr. Suwarno Imam S., Konsep Tuhan, Manusia, Mistik dalam berbagai Kebatinan Jawa, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005, hlm. 74. Pati adalah kata dalam bahasa Jawa yang berarti meninggal dunia.

4 Bdk. Ibid hlm. 74-75.

5Weton adalah kata dalam bahasa Jawa yang secara harafiah berarti hari kelahiran, namun secara umum orang Jawa saat ini lebih mengenal weton sebagai suatu perhitungan hidup yang adalah petungan atau ada juga yang menyebutnya primbon.

6 Pasaran adalah kata dalam bahasa Jawa yang menunjuk pada suatu hari tertentu yang mempengaruhi keramaian perdagangan di pasar. Hari itu ada lima macam, yaitu Pon, Wage, Kliwon, Legi, dan Pahing.

(3)

menentukan keberuntungan di masa depan seseorang. Menurut pengalaman saya pribadi, orang-orang sering kali memperhatikan hari itu untuk melihat ke pasar mana mereka harus berdagang atau membeli kebutuhan-kebutuhan sehari-hari.

Akan tetapi, hari itu juga perlu diingat agar tidak disalahgunakan orang pintar8 yang

dapat memanfaatkan perhitungan weton mereka. Berkaitan dengan hal ini, saat hari weton

diyakini berada pada hari sial, maka harus melakukan Puasa Apit atau pantang. Puasa Apit

adalah puasa yang dilakukan pada hari sebelum, saat dan sesudah weton9. Puasa itu bertujuan untuk memperingati hari kelahiran dan ngemong sedulur batin10. Pada saat weton seseorang harus melakukan pelepasan diri dari kehidupan duniawi dengan bermeditasi11.

Dalam bermeditasi itu ada ketentuannya dalam perhitungan weton12sebagai berikut: a. Menentukan arah lokasi:

 Hasil sisa 0, arah bebas.

 Hasil sisa 1, arah timur.

 Hasil sisa 2, arah selatan.

 Hasil sisa 3, arah barat.

 Hasil sisa 4, arah utara.

Perhitungan sisa itu adalah dengan menjumlahkan hari dan pasaran, kemudian dibagi 5, sisa dari pembagian itu menentukan pemilihan arah. Jika lupa jumlah keduanya, dapat memperhatikan hari pasaran saja, seperti bagian b.

b. Menentukan arah menghadap:  Kliwon, arah bebas.

 Legi, arah timur.

 Pahing, arah selatan.

 Pon, arah barat.

 Wage, arah utara.

c. Menentukan jam keberangkatan:

8 Orang pintar yang dimaksud di sini adalah seperti para normal, yaitu orang-orang yang tahu dan mengerti tentang weton secara mendalam.

9 Anan Hajit T., Orang Jawa, Jimat dan Makhluk Halus, Yogyakarta: Narasi, 2005, hlm. 23.

10 Ibid, hlm. 23.

11 Ibid, hlm. 24.

(4)

 Kliwon, jam 10.00, 11.00, 12.00, atau 01.00

 Legi, jam 10.30, 11.30, 12.30, atau 01.30

 Pahing, jam 10.30, 11.30, 12.30, atau 01.30

 Pon, jam 10.30, 11.30, 12.30, atau 01.30

 Wage, jam 10.00, 11.00, 12.00, atau 01.00

d. Menentukan jam memulai meditasi:

 Kliwon, jam 10.00, 12.00, atau 02.00

 Legi, jam 11.00, atau 01.00

 Pahing, jam 11.00, atau 01.00

 Pon, jam 11.00, atau 01.00

 Wage, jam 10.00, 12.00, atau 02.00

Selain bermeditasi dan berpuasa, juga dapat dengan mengadakan sajen13 atau laku

panembah. Laku panembah adalah mengutamakan atau menitikberatkan pada memperbaiki

budi pekerti terhadap orang lain yang bersumber dari cipta serta rasa, dan berusaha mengekang gejolak tuntutan keinginan nafsu duniawi14. Laku panembah itu antara lain:

prihatin, tirakat, dan tapa.

Prihatin yang dimaksudkan untuk lakupanembah tidak mengandung arti kesusahan dan penderitaan. Prihatin dilakukan dengan perasaan rela untuk mendukung bakti kepada Tuhan15. Tirakat, lakupanembah ini juga mendasarkan pada berpantang mencegah/ mengurangi makan, minum, tidur, bersenang-senang, dan lain-lain. Biasanya laku tirakat itu dilaksanakan di rumah dengan tidak mengganggu kegiatan untuk kepentingan tugas kewajiban sehari-hari16.

Tapa dalam pelaksanaannya lebih berat daripada kedua laku panembah sebelumnya, sebab secara khusus tidak dicampur dengan melakukan kegiatan sehari-hari. Oleh karena itu, biasanya bertapa dilakukan dengan meninggalkan rumah, berada disuatu tempat sunyi, jauh dari lingkungan masyarakat, misalnya di pegunungan, gua, dan lain-lain17.

lakupanembah tertuang dalam tembang berikut:

13Sajen adalah kata dalam bahasa Jawa yang berarti memberikan sesaji atau kurban. Biasanya sesaji itu berupa bunga tujuh rupa dan atau tumpeng.

14 Drs. Soesilo, Kejawen Philosofi & Perilaku, cetakan keempat, Malang: Yayasan Yusula, 2005, hlm. 69.

15 Bdk. ibid, hlm. 71.

16 Ibid, hlm. 71.

(5)

Basa Jawa Bahasa Indonesia

Dipun sami ambanting sariranire, Bila saling tidak tenang dalam dirinya,

Cegah dhahar lan guling, Jangan makan dan tidur,

Darapon sudoo napsu kang ngombro-ombro, Supaya berkurang nafsu yang tak teratur,

Leremo ing tyasireki, Sabar dalam hatimu,

Dadi sabarang karsaniro18. Menjadi apapun kehendaknya.

Weton itu, juga terkait dengan sedulur batin. Sedulur batin adalah teman sejati. Sosoknya menyerupai manusia itu sendiri19. Ada banyak pendapat mengenai sedulur batin.

Ada yang mengatakan satu sosok, dua sosok, dan bahkan lima sosok. Terkait dengan dua sosok, sedulur batin rasanya seperti kakang kawah adhi ari-ari.

Kakang kawah adhi ari-ari disebut sebagai dua sosok yang memang ada disekitar manusia. Mereka mengawasi tingkah laku semasa hidup manusia. Mereka diyakini sebagai dua malaikat yang mencatat amal baik dan buruk setiap manusia20. Kakang kawah adhi ari-ari tampak juga dalam peristiwa kelahiran. Kawah adalah air yang keluar sebelum bayi keluar dan ari-ari21 adalah yang keluar setelah bayi22. Kakang23 karena keluar terlebih dahulu sedangkan adhi24 karena keluar kemudian. Keduanya adalah makhluk halus yang lahir hampir bersamaan dengan kelahiran sang bayi. Kakang kawah memiliki wujud yang sama dengan sang bayi dengan warna kulit lebih cerah dan tubuh lebih besar. Adhi ari-ari juga sama hanya lebih gelap dan tubuh lebih kecil. Keduanya memiliki wajah yang sama dengan sang bayi. Dalam perkembangan sang bayi selama selapan dina 25, keduanya menjadi teman yang akan

selalu menemani sang bayi26.

Sedulur batin terkait dengan lima sosok rasanya seperti apa yang disebut sedulur papat lima pancer. Wujud daripada sedulur papat lima pancer ini tidak jelas. Ada yang menyatakannya dalam lima warna. Kelima warna itu adalah putih (sifat baik), merah (sifat

18 Ibid, hlm. 69.

19 Ibid, hlm. 29.

20 Ibid, hlm. 31.

21Ari-ari adalah kata dalam bahasa Jawa yang berarti plasenta.

22 Anan Hajit T., Orang Jawa, Jimat dan Makhluk Halus, Yogyakarta: Narasi, 2005, hlm. 32.

23Kakang adalah kata dalam bahasa Jawa yang berarti kakak.

24Adhi adalah kata dalam bahasa Jawa yang berarti adik.

25 Selapan dina adalah kata dalam bahasa Jawa yang berarti tigapuluh lima hari. Terkait dengan hal ini, biasanya bayi yang menginjak usia selapan dina akan disyukuri kehadirannya dalam keluarga dengan syukuran yang disebut selapanan. Sebelum mencapai selapandina biasanya orangtua akan menyalakan dian (penerang dengan bahan bakar minyak) di depan rumah dimana ari-ari dikuburkan sebagai pengingat kakang kawah adhi ari-ari.

(6)

pemarah), kuning (sifat serakah), hijau, dan hitam (berupa bayangan dibawah kaki kita)27.

Selain itu, mereka juga dinyatakan dalam empat anasir alam, yaitu air, api, tanah, dan angin28.

Ajaran sadulur papat lima pancer juga tertuang dalam tembang Lir-ilir. Tembang itu adalah sebagai berikut:

Basa Jawa Bahasa Indonesia

Lir-ilir lir-ilir tandure wis sumilir, Benih-benih padi sudah tumbuh

subur,

Tak ijo royo-royo, Tak terkira hijaunya,

Tak sengguh temanten anyar, Saya kira mempelai baru,

Cah angon-cah angon penekna blimbing kuwi, Anak-anak penggembala

panjatlah Belimbing itu,

Lunyu-lunyu penekna kanggo mbasuh dodotiro, Meski licin panjatlah untuk

membersihkan pakaianmu,

Dodotiro-dodotiro kumitir bedhah ing pinggir, Pakaian-pakaianmu jangan

sampai robek tepinya,

Dondomono jlumatono, kanggo seba mengko sore, Jahitlah, untuk menghadap raja nanti sore,

Mumpung gedhe rembulane, mumpung jembar kalangane, Selagi bulan purnama,

selagi besar halonya29,

Suraka surak hore30. Soraklah sorak hore.

“Benih-benih padi sudah tumbuh subur, tak terkira hijaunya, Saya kira mempelai baru” menjadi lambang remaja yang sudah menginjak dewasa dan wajib mencari ilmu sejati31.

“Panjatlah Belimbing itu” berarti carilah ilmu sadulur papat lima pancer32. Hal ini karena buah Belimbing mempunyai lima sudut. Bentuk lima sudut menjadi lambang ilmu sejati, ilmu

sadulur papat lima pancer. “Meski licin panjatlah untuk membersihkan pakaianmu, pakaian-pakaianmu jangan sampai robek tepinya, jahitlah” maksudnya adalah agar jiwa tetap bersih harus dijaga dengan baik dengan ilmu sejati. “Untuk menghadap nanti sore” berarti untuk

27 Ibid, hlm. 30 dan bdk. Drs. Soesilo, Kejawen Philosofi & Perilaku, cetakan keempat, Malang: Yayasan Yusula, 2005, hlm. 198.

28 Anan Hajit T., Orang Jawa, Jimat dan Makhluk Halus, Yogyakarta: Narasi, 2005, hlm. 30.

29Halo adalah cahaya yang tampak ada di sekeliling bulan ketika bulan purnama yang bentuknya lingkaran.

30 Drs. Soesilo, Kejawen Philosofi & Perilaku, cetakan keempat, Malang: Yayasan Yusula, 2005, hlm. 201-202.

31 Ibid, hlm. 202.

(7)

menghadap Tuhan33. “Selagi bulan purnama, selagi besar halonya, soraklah sorak hore”

menunjukkan bahwa hal itu dilakukan ketika ada waktu dan kesempatan yang tepat sehingga dapat berhasil. Selain itu, dalam buku Keroto Basa terdapat cerita sandi sebagai lambang leluhur yang pertama mendapat ilham sadulur papat lima pancer, sebagai berikut34:

Basa Jawa Bahasa Indonesia

Marengi mangsa paguno nuju ratri lek purnama sidhi,

Prabu Widayaka kedatangan utusanipun Hyang jagad,

Batara Wasesa. Ingkang kautus nayakanama:

Batara Pahing, Batara Pon, Batara Wage, Batara Kliwon, jujuluk Batara Kasihan.

Ketika bulan purnama sempurna,

Raja Widayaka kedatangan utusan dari Tuan semesta,

Dewa Penguasa, yang diutus atas nama pemimpin;

Dewa Pahing, Dewa Pon, Dewa Wage, Dewa Kliwon, yang bergelar Dewa Pengasih.

Dari hal ini, tampaklah hubungan antara weton dengan sedulur batin. Hubungan itu tampak dari adanya perhitungan-perhitungan yang rumit, aneh, dan tetap pada sedulur batin. Dalam hal ini, dalam kakang kawah adhi ari-ari ada selapan dina, dan dalam sedulur papat lima pancer ada angka lima, angka empat, keterkaitan dengan alam dan ada hari pasaran, yaitu: Pon, Wage, Kliwon, legi dan Pahing.

Dengan demikan, kembali saya menegaskan bahwa weton perlu diingat. Kewajiban untuk mengingat weton ada dalam tembang berikut.

Sinom35 Bahasa Jawa

Den sami ngudi kawignyan, ing pangawruh saupami, wijiling wong sudra papa, teka pilalanen ugi, tan cacad amrih budi, kalamun sabda rahayu, nuntun marga utama, nadyan mijil ing wong cedhis, yogya tuten saujare kang raharja.

Mencari-cari kepandaian, yang berdaya guna seperti, keturunan orang rendah, pun sampai dikuatkan, tidak cacat karena berbudi, terarah pada sabda keselamatan, menuntun dalam keutamaan, walaupun tak berguna bagi orang sirik, patut diingat ajaran keselamatannya.

Itulah sang guru, dari hujan pertama, yang menurunkan sabda, keselamatan yang diharapkan, bulan bintang gemerlapan,

33 Bdk. Ibid, hlm. 203.

34 Ibid, hlm. 198.

(8)

ing rahina, kang dadi damaring bumi, ing sajagad padhang kenyaring raditya.

Kang minangka damaring tyas, manungsa sajagad iki, tan liyan werdining sastra, kang anuduhna ing becik, tegese saputreki, anak lanang ingkang sinung, limpad werdining sastra, tur saduguna madhangi, kaluwarga yayah renane sadaya.

Winuruk ing sastra darma, yaiku kang den arani, saputra punika nyata, weh harjaning yayah wibi, anaking pandhiteki, kalamun padha katungkul, mung manah suka-suka, wekasane nora dadi, kautaman tan mirib wong tuwanira.

Sutaning para sujana, iya lamun nora sami, nilas labeting ngatuwa, tininggala ing pawestri, ingkang padha ngluluri, lamun ing bapa tinemu, kasusilaning ulah, kabecikan sastra widhi, wanita keh luput asih ing Sujana.

Wong anak-anak candhala, lir alas tuwa upami, kakayon aking angarang, anggerit temahan agni, dadya alas kabesmi, apuwara dadi awu, liring para Sujana, den samya amardi siwi, aja kongsi Sujana weka dursila.

penerang di waktu malam, Matahari di siang hari, yang menerangi bumi, yang semuanya terang karena matahari.

Yang menjadi penerang hati, manusia sedunia ini, yang tak lain menambah ilmu, yang menunjukkan kebaikan, bermakna bagi anak-anak, putra yang baik, mampu menambah ilmu, untuk menerangi, keluarga bapak ibunya semua.

Menurut ilmu kebaikan, yaitu yang dianggap, putra itu benar, berbuah keselamatannya bapak ibu, menuruti gurunya, namun menjadi lalai, hanya bersenang-senang, akhirnya tidak menjadi, berkeutamaan seperti orangtuanya.

Anak para bijaksana, tentunya tidak sama, mengikuti jejak orang yang lebih tua, perempuan di rumah, yang menghormati, walau bertemu bapak, sopan dalam bersikap, sesuai kebaikan adat, perempuan tidak luput dari kebaikan orang bijak.

Anak-anak nakal, tanpa landasan orangtua seperti, kayu kering menghitam, terkelupas termakan api, menjadi luluh lantak, menjadi abu, berbeda dengan orang bijak, yang saling membantu, jangan sampai orang bijak jatuh menjadi jahat.

(9)

Angka-angka Weton

Dasar perhitungan weton tidak lepas dari peredaran alam, khususnya peredaran matahari. Peredaran matahari menimbulkan adanya siang dan malam, ada hari, minggu, bulan, dan tahun. Setiap ketentuan waktu ini diberi nilai dengan sistem angka, yang dikaitkan secara magis dengan sifat baik dan buruk36. Untuk dapat melakukan sistem angka, terlebih

dahulu diciptakan pembagian waktu mulai dari detik, menit, jam, hari, wuku37, bulan, tahun, dan windu38. Masing-masing hari diberi nilai angka tertentu yang disebut neptu39. Pemberian

neptu menurut mitos tertentu yang berkaitan dengan baik buruknya waktu40. Angka-angka neptu itu sudah ditetapkan, sehingga tidak dapat diubah.

Penentuan neptu untuk hari wuku, hari pasar, bulan, dan tahun adalah sebagai berikut41:

a. Neptu Hari Wuku:

 Minggu : 5

 Senin : 4

 Selasa : 3

 Rabu : 7

 Kamis : 8

 Jumat : 6

 Sabtu : 9

b. Hari Pasar:  Legi : 5

Pahing : 9

Pon : 7

Wage : 4

Kliwon : 8

36 Dr. Suwarno Imam S., Konsep Tuhan, Manusia, Mistik dalam berbagai Kebatinan Jawa, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005, hlm. 74.

37 Wuku adalah kata dalam bahasa Jawa yang berarti tujuh hari atau seminggu. Dalam hal ini, wuku

menunjukkan perhitungan dalam tujuh hari. Dalam tradisi Jawa ada tigapuluh macam wuku.

38 Windu sebenarnya juga adalah bahasa Jawa, namun juga dikenal bahasa Indonesia, artinya adalah delapan tahun. Dalam hal ini, ada delapan macam tahun menurut perhitungan Jawa yang keseluruhannya disebut windu.

39Neptu adalah kata dalam bahasa Jawa yang berarti angka yang menjadi nilai dari hari, wuku, bulan, tahun, dan aksara Jawa tertentu.

40 Dr. Suwarno Imam S., Konsep Tuhan, Manusia, Mistik dalam berbagai Kebatinan Jawa, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005, hlm. 75.

(10)

c. Bulan Jawa:

Suro : 7

Sapar : 2

Mulud : 3

Bakdo Mulud : 5

Jumadilawal : 6

Jumadilakir : 1

Rajab : 2

Ruwah : 4

Pasa : 5

Syawal : 7

Apit : 1

Besar : 3

d. Tahun Jawa:

Alip : 1

Ehe : 5

Jinawal : 3

Je : 7

Dal : 4

Be : 2

Wawu : 6

Jimakir : 3

Beberapa Perhitungan Weton dalam Persiapan Menikah42

Pasatohan Salaki Rabi

Wetone penganten lanang lan wadon

Menentukan Kebaikan Keluarga dalam Pernikahan

Angka hari kelahiran pengantin pria dan

(11)

neptune kagunggung, yen ketemu: 36. Becik guyup rukun.

35. Sedheng, ora tukar padu.

34. Ala, kerep kesusahan lan kangelan. 33. Becik, apa kang sinedya katurutan. 32. Ala, nemu susah lan kangelan.

31. Becik banget, samubarang gawe kadaden.

30. Ala banget, enggal mati salah siji. 29. Becik rijekine.

28. Ala, nemu kemlaratan. 27. Sedheng, lumintu rijekine. 26. Ala, tansah kangelan. 25. Sedheng, lumintu rijekine.

24. Ala, nemu bilahi lan kerep kemalingan. 23. Sedheng, lumintu rijekine nanging rada kekurangan margo sugih dhayoh.

22. Ala, kangelan lan kurang pangan. 21. Becik, mumpuni sabarang gawe. 20. Ala, mati salah siji.

19. Becik, sugih anak lan becik turune. 18. Ala, nemu lara banget.

17. Becik, sugih anak lan slamet. 16. Ala, nemu lara lan banjur mati. 15. Sedheng ketemu cukupan sakabehe. 14. Ala, kerep sulaya, enggal pegatan. Katrangan: upama njodhokake penganten, penganten lanang wetone Senen Kliwon, neptune Senen: 4, Kliwon: 8 = 12, penganten wadon Akad Wage, neptune Akad: 5, Wage: 4 = 9. Gunggung 12 + 9 = 21. Ketemu becik, mumpuni sabarang gawe.

Petung Salaki Rabi

Wetone penganten lanang wadon, neptune dina lan pasaran digunggung banjur kabagi 4, turah pira: yen turah,

1. Gentho, larang anak. 2. Gembili, sugih anak.

wanita dijumlahkan, hasilnya: 36. Baik, hidup rukun. 35. Sedang, tidak bertengkar. 34. Tidak baik, sering kesulitan.

33. Baik, apa yang diinginkan dapat dituruti. 32. Tidak baik, menemukan kesulitan. 31. Sangat baik, segala pekerjaan terselesaikan.

30. Sangat tidak baik, salah satu segera meninggal.

29. Baik rejekinya.

28. Tidak baik, menemukan kemiskinan. 27. Sedang, rejekinya lancar.

26. Tidak baik, selalu kesulitan. 25. Sedang, rejekinya lancar.

24. Tidak baik, mendapat kecelakaan dan sering kecurian.

23. Sedang, rejeki lancer tetapi sering kekurangan karena banyak menerima tamu.

22. Tidak baik, kesulitan dan kurang makan. 21. Baik, dapat bekerja apapun.

20. Tidak baik, meninggal salah satu. 19. Baik, banyak anak dan tenang tidurnya. 18. Tidak baik, mendapatkan penyakit yang parah.

17. Baik, banyak anak dan selamat.

16. Tidak baik, sakit-sakitan dan kemudian meninggal.

15. Sedang, dapat mencukupi semua kebutuhan.

14. Tidak baik, sering bertengkar, cepat bercerai.

(12)

3. Sri, sugih rijeki. 4. Punggel, mati siji.

Katrangan: saupama wetone penganten lanang Jumat Pon, neptune 6 lan 7 = 13. Penganten wadon Kemis Pahing, neptune 8 lan 9 = 17. Gunggung 13 lan 17 = 30 kabagi 4 turah 2, tiba gembili, sugih anak, iku becik.

Petung Pasatohan Salaki Rabi.

Wetone penganten lanang wadon, neptune dina lan pasaran digunggung, banjur kabagi 9, lanang turah pira, wadon turah pira.

1 lan 1 becik kinasihan, 1 lan 2 becik,

1 lan 3 kuat, adoh rijekine, 1 lan 4 akeh bilahine, 1 lan 5 pegat,

1 lan 6 adoh sandhang pangane, 1 lan 7 sugih satru,

1 lan 8 kasurang-surang, 1 lan 9 dadi pangauban, 2 lan 2 slamet, akeh rijekine, 2 lan 3 gelas maji siji, 2 lan 4 akeh godhane, 2 lan 5 akeh bilaine, 2 lan 6 gelis sugih, 2 lan 7 anake akeh mati, 2 lan 8 cepak rijeki, 2 lan 9 akeh rijekinya, 3 lan 3 mlarat.

3 lan 4 akeh bilaine, 3 lan 5 gelis pegat, 3 lan 6 oleh nugraha, 3 lan 7 akeh bilaine, 3 lan 8 gelis mati siji, 3 lan 9 sugih rijeki, 4 lan 4 kerep lara, 4 lan 5 akeh rencanane, 4 lan 6 sugih rijeki, 4 lan 7 mlarat,

4 lan 8 akeh pangkalane, 4 lan 9 kalah siji,

5 lan 5 tulus begjane,

lebih berapa:

1. Gentho, sedikit anak. 2. Gembili, banyak anak. 3. Sri, banyak rejeki.

4. Punggel, meninggal satu.

Keterangan: seandainya hari kelahiran pengantin pria Jumat Pon, angkanya 6 dan 7 = 13. Pengantin wanita hari kelahirannya Kamis

Pahing, angkanya 8 dan 9 = 17. Jumlah 13

1 lan 1 baik saling mengasihi, 1 lan 2 baik,

1 lan 3 kuat, jauh rejekinya, 1 lan 4 banyak celakanya, 1 lan 5 putus,

1 lan 6 sulit makan dan pakaian, 1 lan 7 banyak musuh,

1 lan 8 terlunta-lunta,

1 lan 9 menjadi tempat berteduh, 2 lan 2 selamat, banyak rejeki,

2 lan 3 yang pecah tidak akan bersatu, 2 lan 4 banyak godaan,

2 lan 5 banyak celaka, 2 lan 6 cepat kaya,

2 lan 7 anaknya banyak yang meninggal, 2 lan 8 rejeki cukup,

2 lan 9 banyak rejeki, 3 lan 3 miskin.

3 lan 4 banyak celaka, 3 lan 5 cepat bercerai, 3 lan 6 beroleh rahmat, 3 lan 7 banyak celaka,

3 lan 8 yang pecah tidak akan bersatu, 3 lan 9 amat banyak rejeki,

(13)

5 lan 6 cepak rijekine,

5 lan 7 tulus sandhang pangane, 5 lan 8 akeh sambekalane,

5 lan 9 cepak sandhang pangane, 6 lan 6 gedhe bilaine,

6 lan 7 rukun, 6 lan 8 sugih satru, 6 lan 9 kasurang-surang, 7 lan 7 ingukum maring rabine, 7 lan 8 nemu bilai saka awake dhewe, 7 lan 9 tulus dening palakramane, 8 lan 8 kinasihan dening wong, 8 lan 9 akeh bilaine,

9 lan 9 giras rijeki.

Katrangan: Saupama weton penganten lanang Jumat Kliwon neptune 6 + 8 = 14. Kabagi 9, turah 5. Wetone penganten wadon, Jumat Pahing, neptune 6 + 9 = 15, Kabagi 9, turah 6. Dadi turah 5 lan 6 tiba cepak rijekine.

4 lan 8 banyak halangannya, 4 lan 9 salah satu harus mengalah, 5 lan 5 ada keberuntungannya, 5 lan 6 rejeki cukup,

5 lan 7 ada makanan dan pakaian, 5 lan 8 banyak cobaannya,

5 lan 9 cukup makanan dan pakaian, 6 lan 6 besar celakanya,

6 lan 7 rukun,

6 lan 8 banyak musuh, 6 lan 9 terlunta-lunta,

7 lan 7 berlindung pada pasangannya (isterinya),

7 lan 8 mendapat celaka dari dirinya sendiri, 7 lan 9 tulus dengan pasangan hidupnya, 8 lan 8 murah hati,

8 lan 9 banyak celaka,

9 lan 9 gila rejeki (matre/pelit).

Keterangan: seandainya hari kelahiran pengantin pria Jumat Kliwon, angkanya 6 dan 8 = 14, dibagi 9 sisa 5. Pengantin wanita hari kelahirannya Jumat Pahing, angkanya 6 dan 9 = 15, dibagi 9 sisa 6. Jadi hasilnya adalah 5 dan 6 yaitu rejeki cukup.

Intisari

Betapa luarbiasa hal ini bagi saya secara pribadi sebagai orang Jawa. Saya tidak habis pikir, dari mana dulu leluhur orang Jawa mendapatkan rumusan perhitungan yang rumit mengenai hidup mereka. Perhitungan ini bukan asal-asalan. Mereka telah berhasil membuat suatu rumusan yang baku mengenai hari dalam satu minggunya, bulan, tahun, bahkan ada hari pasaran. Betapa hal ini sungguh tidak biasa. Mungkin sebelum ada pelajaran Matematika yang terpadu dari barat, orang-orang Jawa sudah mengerti Matematika.

Bagi diri saya sendiri hal ini sangat mengejutkan, karena ternyata hidup saya dapat dihitung. Untunglah, di sini saya hanya membahas sekilas dan seperlunya saja. Bila Anda membaca buku-buku sumber yang saya baca mungkin ada akan mendapat banyak hal yang tidak saya cantumkan. Hal ini saya sengaja untuk membatasi apa yang hendak saya bahas. Saya lebih membahas mengenai adanya angka-angka yang penting bagi orang Jawa.

(14)

atas bagaimana masing-masing waktu mempunyai angkanya. Dan angka-angka itulah yang bila dihitung sesuai rumus dapat menunjukkan kemana arah keberuntungan kita.

Referensi

Dokumen terkait

4.5 Menggunakan teks permintaan maaf tentang sikap hidup rukun dalam kemajemukan keluarga dan teman secara mandiri bahasa Indonesia lisan dan tulis yang dapat diisi dengan

Kata parang sendiri (dari bahasa Jawa) berarti pereng atau lereng (tebing), yang merupakan tempat Panembahan Senopati mendapatkan ide untuk membuat motif batik parang. Dapat

Dari berbagai macam pendapat tentang pengertian batik tersebut maka dapat disimpulkan bahwa batik berasal dari bahasa Jawa Amba dan berasal dari kata tik yang

Pemahaman akan kebutuhan spiritualitas akan mempengaruhi kualitas hidup individu secara psikologis, dengan kata lain spiritualitas adalah sesuatu yang menghidupkan

Kata” politik”secara etimologis berasal dari bahasa Yunani politeia, yang akar katanya dadalah polis, berarti satuan kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri,

Kata media berasal dari bahasa dari kata medium Latin dan merupakan bentuk jamak “Medium” yang secara harfi ah berarti perantara atau pengantar. Dengan demikian

Kata ini berarti penyebaran dan secara figuratif dapat diartikan sebagai orang Kristen yang hidup dalam penyebaran di dunia ini, jauh dari tempat mereka yang menyenangkan.”

Adapun istilah- istilah tersebut sebagai berikut: 1 Sumpah Jabatan Sumpah Jabatan Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata sumpah sendiri berarti penyataan yang diucapkan secara