• Tidak ada hasil yang ditemukan

interventie dalam hukum acara perdata di

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "interventie dalam hukum acara perdata di"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I Pendahuluan

Pada asasnya semua orang boleh berperkara di depan pengadilan, siapa saja yang merasa hak pribadinya dilanggar oleh orang lain sehingga mendatangkan kerugian, dan ia tidak mampu menyelesaikan sendiri persoalan tersebut, maka ia dapat mengajukan tuntutan hak kepada pengadilan untuk menyelesaikan itu sesuai dengan hukum yang berlaku.

Tuntutan hak adalah tindakan yang bertujuan memperoleh perlindungan hak yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah “eigenrichting”. Orang yang mengajukan tuntutan hak memerlukan atau berkepentingan akan perlindungan hukum. Suatu tuntutan hak harus mempunyai kepentingan hukum yang cukup, merupakan syarat utama untuk dapat diterimanya tuntutan hak itu oleh pengadilan guna diperiksa : point d’interst, point d’action

Jadi, tidak setiap orang mempunyai kepentingan dapat mengajukan tuntutan hak semaunya ke pengadilan. Kalua dibiarkan setiap orang mengajukan tuntutan hak, dapat dibayangkan bahwa pengadilan akan kebanjiran tuntutan hak. Untuk mencegah agar setiap orang tidak asal saja mengajukan tuntutan hak ke pengadilan yang akan menyulitkan pengadilan, hanya kepentingan yang cukup dan layak serta mempunyai dasar hukum saja yang dapat diterima sebagai dasar tuntutan hak..

Di dalam suatu sengketa perdata, sekurang-kurangnya terdapat dua pihak, yaitu pihak penggugat (eiser,plainitif) yang mengajukan gugatan dan pihak tergugat (gedaagde, defendant) dan biasanya orang yang langsung berkepentingan sendirilah yang aktif bertindak sebagai pihak dimuka pengadilan baik bagai penggugat maupun sebagai tergugat

Proses pemeriksaan sengketa perkara perdata dimungkinkan akan terjadi pihak yang berperkara lebih dari satu pihak (kumulasi subyektif), paling sedikit yang terlibat harus dua pihak yaitu pihak penggugat dan pihak tergugat. Tetapi kadang-kadang ada pihak ketiga yang ikut serta dalam proses pemeriksaan sengketa dalam perkara perdata, ikut sertanya pihak ketiga tersebut dapat atas inisiatif sendiri, dapat juga karena ditarik masuk oleh salah satu pihak.

(2)

BAB 2

Posisi Kasus Gugatan Intervensi

Putusan No. 35/Pdt.G/2012/PN. Mkl. Mengenai sengketa tanah antara pihak penggugat dan tergugat yang juga melibatkan pihak ketiga intervensi di Pengadilan Negeri Makale , yaitu Letkol (Purnawirawan TNI-AD) R Rombe Paonganan merasa dirugikan dengan adanya sengketa tanah di Pengadilan Negeri Makale antara para pihak selaku penggugat yaitu Ir Hj Mahdaniar Asis dan Hj Mahdiana dalam hal ini diwakili kuasa hukumnya yakni Anthonius T Tulak, SH.MH, melawan pihak selaku tergugat yaitu Anton Sumbung dan Debora Sumbung yang diwakili kuasa hukumnya Yunus A Priambo SH yang kemudian terggugat mencabut kuasa hukumnya kepada Ghemaria Parinding SH,MH

Dalam duduk perkara mengenai obyek sengketa yaitu tanah yang terletak di jalan Tritura, kelurahan kamali Pentaulan, Kecamatan Makale, Kabupaten Tana Toraja, Provinsi Sulawesi Selatan. Dengan batas ;

Utara : Dahulu jalan ke Sungai Sa’dan dan sekarang kebun;

Timur Berbatas dengan tanah perkebunan Puang Alik;

Selatan : Berbatasan dengan jalan raya Makale Rembon / Saluputi;

Barat : Dahulu berbatas dengan kebun S Pangngala’ alm sekarang Dina dan Ne Pakkung, dahulu Lai Bubun

Pada mulanya Tergugat 1 yaitu Anton Sumbung memasuki tanah dan mendirikan Rumah permanen di atas tanah tersebut. Bahkan telah dipanggil oleh dinas Tata Ruang agar tidak melanjutkan bangunan di atas tanah objek sengketa sebab tidak memiliki alas hak yaitu Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Atas tindakan tergugat 1 yaitu anton sumbung maka dia di dudukan pula sebagai terdakwa kasus penyerobotan tanah .

(3)

Eksekusi dikeluarkan oleh Ketua Pengadilan Negeri Makale No. 51/Pen.Pdt.G/1996/PN. Mkl tanggal 30 Mei 1996 berikut tanah objek sengketa dieksekusi pada hari Rabu tanggal 10 Juli 1996 sesuai Berita Acara Eksekusi No. 27/BA.Pdt.G/1996/PN. MKL.

Tegasnya bahwa tanah objek sengketa sudah pernah menjadi objek sengketa antara Anton Sumbung Tergugat I melawan orangtua Para penggugat yang mana perkara tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap bahkan telah dieksekusi paksa oleh Pengadilan Negeri Makale, Bahwa setelah tanah objek sengketa selesai dieksekusi kemudian diserahkan kepada orangtua Para Penggugat maka tanah objek sengketa a quo disertipikatkan oleh orangtua Para penggugat maka keluarlah Sertipikat Hak Milik No. 05 Kelurahan Kamali Pentaluan Surat Ukur No. 287 / 1997.

Dalam duduk perkara Gugatan Intervensi, penggugat intervensi merasa keberatan dan dirugikan atas tanah yang ia kuasai yang merupakan bagian dari obyek sengketa dalam perkara ini, bahwa menurut penggugat intervensi tanah tersebut telah ia kuasai dan diperoleh secara hukum adat oleh bapak mertuanya yang bernama Esa.

Bahwa sebelumnya tanah tersebut landai dan miring ketika ia (Penggugat Intervensi) mau menggali tempat pasangan pondasi batas, berikut penggugat Intervensi (R Rombe Paonganan) timbuni sama rata dengan jalan raya di sebelah selatan di sana ada 2 (dua) batang pohon kelapa yang ditanam oleh Pong Kali kakak kandung dari Drs. Said Muchtar, singkatnya terjadi pembicaraan secara musyawarah akhirnya disepakati secara damai bahwa penggugat intervensi( R Rombe Paonganan) harus membayar ganti rugi atas 2 (dua) batang pohon kelapa tersebut, dan telah disepakati cara pembayarannya agar diserahkan ke Masjid di Milan melalui Imam Masjid atas nama Baco, hal tersebut telah ia laksanakan sebelum berangkat dalam tugas militer ketika terjadi konfrontasi antara ABRI dengan pasukan Fretelin di Timor Timur saat itu.

(4)

BAB 3 Landasan Teori

3.1. Defenisi Gugatan Intervensi

pada asasnya setiap orang boleh berperkara di depan pengadilan, namun ada pengecualiannya yaitu mereka yang belum dewasa, dan orang sakit ingatan. Mereka itu tidak boleh berperkara sendiri di depan pengadilan, melainkan harus diwakili oleh orang tuanya atau walinya dan bagi mereka yang sakit ingatan, oleh pengampunya.1

Menurut ketentuan yang berlaku, siapa saja yang merasa hak pribadinya dilanggar oleh oranglain sehingga mendatangkan kerugian, dan ia tidak mampu menyelesaikan sendiri persoalan itu, sesuai dengan hukum yang berlaku. Apabila ia menghendaki campur tangan pengadilan maka ia harus mengajukan surat permohonan yang di tandatangani olehnya atau oleh kuasanya yang ditunjukan kepada ketua pengadilan yang menguasai wilayah hukum tempat tinggal lawannya atau tergugat. Jika surat permohonan tersebut telah diterima oleh pengadilan, maka pengadilan harus memanggil pihak-pihak yang bersengketa itu untuk diperiksa hal-hal yang menjadi pokok sengketa atas dasar gugatan yang mempunyai alasan hukum. 2

Menurut Darwan Prints, gugatan adalah suatu upaya atau tindakan untuk menuntut hak atau tindakan untuk menuntut haka tau memaksa pihak lain untuk melaksanakan tugas atau kewajibannya, guna memulihkan kerugian yang diderita oleh penggugat melalui putusan pengadilan.3 Sementara itu, menurut Sudikno Mertokusumo mengemukakan bahwa gugatan

itu adalah tuntutan hak yaitu tindakan yang bertujuan untuk memberikan perlindungan yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah main hakim sendiri.4

Di dalam suatu sengketa perdata, sekurang-kurangnya terdapat dua pihak, yaitu pihak penggugat (eiser,plainitif) yang mengajukan gugatan dan pihak tergugat (gedaagde,

1 Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oerioarikartawinata, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek, Cet.2 (Bandung:Mandar Maju,2009), hlm.18.

2 Pasal 118 Herzien Inlandsch Reglement.

3 Darwan Prints, Strategi menyusun dan menangani gugatan perdata, (Bandung: Citra Aditya Bandung,1992), hlm.1.

(5)

defendant) dan biasanya orang yang langsung berkepentingan sendirilah yang aktif bertindak sebagai pihak dimuka pengadilan baik bagai penggugat maupun sebagai tergugat. Mereka ini merupakan pihak materiil, karena mereka mempunyai kepentingan langsung di dalam perkara yang bersangkutan, tetapi sekaligus juga merupakan pihak formil , karena merekalah yang beracara di muka pengadilan. Mereka bertindak untuk kepentingan dan atas namanya sendiri.5

Akan tetapi, seseorang dapat pula bertindak sebagai penggugat atau tergugat dimuka pengadilan tanpa mempunyai kepentingan secara langsung dalam perkara yang bersangkutan.

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 130 Ayat (1) HIR dan Pasal 154 Ayat (1) RBg, hakim diwajibkan untuk mengusahakan perdamaian antar mereka. Para ahli hukum berpendapat bahwa usaha hakim untuk mendamaikan para pihak yang berperkara tidak sebatas pada sidang pertama saja ketika dihadiri oleh para pihak, tetapi juga selama proses pemeriksaan perkara di persidangan. Mediasi merupakan salah satu proses yang lebih cepat dan murah serta dapat memberikan akses kepada para pihak yang bersengketa untuk memperoleh keadilan atau penyelesaian yang memuaskan atas sengketa yang dihadapi. Olehnya itu, semua perkara perdata yang diajukan ke Pengadilan Negeri wajib untuk lebih dahulu diselesaikan melalui perdamaian dengan bantuan mediator.

Proses pemeriksaan sengketa perkara perdata dimungkinkan akan terjadi pihak yang berperkara lebih dari satu pihak (kumulasi subyektif), paling sedikit yang terlibat harus dua pihak yaitu pihak penggugat dan pihak tergugat. Tetapi kadang-kadang ada pihak ketiga yang ikut serta di dalam proses pemeriksaan sengketa dalam perkara perdata, ikut sertanya pihak ketiga tersebut dapat atas inisiatif sendiri, dapat juga karena ditarik masuk oleh salah satu pihak untuk ikut menanggung dalam pemeriksaan sengketa perkara perdata.

Intervensi adalah suatu cara untuk menyelesaikan permasalahan atau sengketa yang sedang dialami seseorang sehubungan dengan adanya proses pemeriksaan sengketa perdata yang sedang berlangsung di Pengadilan Negeri antara pihak penggugat dengan pihak tergugat yang melibatkan seseorang tersebut. Dengan berintervensi seseorang dapat langsung ikut serta dalam proses pemeriksaan perkara perdata yang sedang berlangsung di Pengadilan Negeri dan dapat menghindarkan putusan yang saling bertentangan, karena pihak-pihak yang bersengketa akan mengikuti jalannya proses pemeriksaan di Pengadilan Negeri secara bersama-sama.

(6)

Dalam melakukan gugatan intervensi sama seperti halnya mengajukan gugatan biasa,dan yang perlu diperhatikan bahwa dalam suatu gugatan ada seorang atau lebih yang “merasa” bahwa haknya atau hak mereka telah dilanggar, akan tetapi orang yang dirasa atau melanggar haknya atau hak mereka itu,tidak mau secara sukarela melakukan sesuatu yang diminta itu.

Dalam prakteknya masih banyak orang yang tidak mengetahui jalannya proses pemeriksaan intervensi dan keuntungan yang dapat diambil jika seseorang melakukan proses intervensi sehubungan untuk mempertahankan hakhaknya yang masih menjadi obyek sengketa antara pihak penggugat dan pihak tergugat di Pengadilan Negeri. Jikalau dibandingkan dengan beracara sendiri, seseorang harus menunggu putusan dari Majelis Hakim yang memeriksa sengketa antara pihak penggugat dan pihak tergugat dibacakan, dan itu akan memakan waktu yang cukup lama. Ikut sertanya pihak ketiga dalam proses pemeriksaan sengketa perdata di Pengadilan Negeri, maka pihak ketiga atau pihak intervensi tussenkomst ini dapat mengetahui secara langsung jalannya proses pemeriksaan dan dapat menghindarkan putusan-putusan yang saling bertentangan.6

3.2. Dasar Hukum Mengajukan Gugatan Intervensi

Pasal 393 H.I.R berbunyi sebagai berikut ;

1. dalam hal mengadili perkara di pengadilan bumiputra tidak boleh diperhatikan peraturan yang lebih atau yang lain daripada yang ditentukan dalam reglemen ini

2. akan tetapi gubernur jendral tinggal tetap memegang hak, sekedar tentang mengadili perkara perdata, setelah berbicara dengan mahkamah tinggi di Indonesia, akan menetapkan lagi peraturan lain, yang lebih sesuai dengan peraturan hukum perdata dihadapan pengadilan Eropa, untuk Pengadilan Negeri di Jakarta, semarang, dan surabaya, jika nyata benar bahwa menurut pengalaman, perlu sekali diadakan peraturan demikian dan juga untuk Pengadilan Negeri yang lain-lain, jika terdapat juga keperluan yang demikian itu.

Pada dewasa ini tidak ada lagi pengadilan bumiputra dan juga gubernur jendral, oleh karena itu pasal 393 ayat 1 H.I.R harus sudah tidak sesuai lagi dengan zaman. Karena pasal 393 ayat 2 memperkenankan untuk dalam hal-hal yang dikira sangat perlu(dengan lain

(7)

perkataan, apabila dibutuhkan oleh praktik pengadilan) mengadakan penyimpangan dari HIR dengan mengambil bentuk-bentuk yang terdapat dalam peraturan lain7

Maka pasal 393 ayat 2 HIR ini, kini ditafsirkan, bahwa hakim Pengadilan Negeri apabila menganggap perlu dan benar-benar dibutuhkan dalam praktik dapat mengambil alih bentuk-bentuk yang tidak terdapat dan tidak diatur dalam HIR. 8

Perihal pengikutsertaan pihak ketiga dalam proses peradilan perkara tidak diatur oleh Herziene Inlandsch Reglement (H.I.R). dan RBG akan tetapi diatur dalam Rv (Reglement of de Rechtsvordering) yaitu Akan tetapi, karena bentuk acara intervensi ini dibutuhkan dalam praktek, maka atas dasar peranan yang aktif dari hakim menurut sistem HIR dan RBg, lembaga intervensi digunakan dalam pemeriksaan perkara di pengadilan berdasarkan hukum acara perdata yang tidak tertulis.9

Hal ini dipertegas dalam putusan Mahkamah Agung Tanggal 14 Oktober 1975 No. 1060 K/Sip/1972 dikatakan bahwa meskipun intervensi tidak diatur dalam HIR dan RBg, namun dapat dibenarkan karena kebutuhan praktek. 10

Hal ini juga dikatakan oleh R.Soebekti yaitu sebagai berikut :

” Hakim Pengadilan Negeri apabilamenganggap perlu dan benar-benar dibuuhkan dalam praktek dapat mengambil alihbentuk-bentuk yang tidka terdapat dalam dan tidka diaur dalam HIR misalnya vrijwaring, Tussenkomst, voeging dan sebagainya dari RV akan ettapi disesuaikan dengan praktek.

Sudah terang, bahwa dalam HIR tiada larangan untuk penarikan pihak ketiga itu. Dan lagi harus diingat bahwa hukum acara perdata bermaksud memberi jalan yang dilalui hakim untuk melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang termaktub dalam Hukum Perdata, meskipun tidak tertulis dalam Undang-undang.

Intervensi di Pengadilan Negeri memang harus berjalan menurut hukum acara yang tidak tertulis, tidak menurut peraturan-peaturan Recht vordoring, menurut kebutuhan praktek di Pengadilan Negeri. Sudah terang, bahwa dalam HIR tiada larangan untuk penarikan pihak ketiga itu. Dan lagi harus diingat bahwa hukum acara perdata bermaksud memberi jalan yang

7 R subekti, Hukum Acara Perdata,cet.ke-3. (Bandung:Binacipta,1989) hlm.69 8 Ibid.

9 Riduan Syahrani, materi dasar Hukum acara perdata (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2004), hlm. 33

(8)

dilalui hakim untuk melaksanakan hakhak dan kewajiban-kewajiban yang termaktub dalam Hukum Perdata, meskipun tidak tertulis dalam Undang-undang

dalam pasal 279-282.

pengadilan, maka yang bersangkutan dapat ikut serta dalam perkara itu dengan menyertai atau menengahi dengan syarat yang bersangkutan harus mempunyai kepentingan yang cukup yang apabila ia tidak ikut serta dalam perkara tersebut ia akan merasa haknya dirugikan.

Jadi inisiatif masuknya ke dalam perkara yang disidangkan itu adalah pihak ketiga yang merasa haknya dirugikan, sebelum hakim memperkenankan pihak ketiga untuk ikut berproses terlebih dahulu harus didengar ke semuanya pihak tentang maksud tersebut. Kemudian mempertimbangkan kepentingan masing-masing, sebelum menolak atau mengabulkan pencampuran pihak ketiga tersebut. Untuk hal ini harus dibuat putusan sela yang memuat pertimbangan hakim dengan lengkap.11

3.3. Bentuk-Bentuk Gugatan Intervensi

Menurut Reglement Recht Vordering (RV) terdapat dua macam bentuk intervensi yaitu : (1) Intervensi yang merupakan inisiatif sendiri dari pihak ketiga dalam pemeriksaan perkara perdata, yaitu : a) Voeging, (Pasal 279 Reglement Recht Vordering [RV]), b) Tussenkomst (Pasal 282 Reglement Recht Vordering [RV]). (2) Intervensi yang terjadi karena adanya pihak ketiga yang ditarik masuk oleh salah satu pihak yang berperkara yaitu : Vrijwaring (diatur dalam pasal 70 sampai Pasal 76 Reglement Recht Vordering (RV).12

Tussenkomst adalah masuknya pihak ke tiga atas kemauannya sendiri dalam perkara yang sedang berlangsung dalam sidang pengadilan. Masuknya pihak ketiga hanya memperjuangkan kepentingannya sendiri, ia tidak memihak kepada penggugat atau tergugat. Adapun ciri-ciri daripada tussenkomst ini adalah13

11 Abdul Manan, penerapan hukum acara perdata dilingkup peradilan agama, Cet.4 (Jakarta : kencana,2006). hlm.60

12 Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan perdata umum dan peradata Khusus, (Jakarta : Mahkamah Agung RI, 2003). hlm.443

(9)

1. Sebagai pihak ketiga yang berkepentingan yang masuk dalam perkara yang sedang berlangsung, berdiri sendiri dan bukan perkara baru,

2. adanya kepentingan dari pihak yang berkepentingan untuk mencegah timbulnya kerugian atau hak yang terancam dan apabila dibiarkan akan bertambah rugi,

3. pihak yang mengadakan intervensi itu melawan tergugat dan penggugat sekaligus, dia tidak memihak kepada siapa, melainkan hanya untuk kepentingannya sendiri

Manfaat dari tussenkomst atau ikut sertanya pihak ketiga (intervensi) dalam pemeriksaan sengketa perkara perdata adalah : agar pemeriksaan sengketa perdata proses pemeriksaannya berjalan lebih mudah dan menghindarkan dari kemungkinan adanya putusan-putusan yang saling bertentangan14

Seperti pendapat Supomo :

” Jikalau pihak ketiga yang berkepentingan itu tidak inerventen tidak bercampur tangan dalam proses yang bersangkutan, maka ia masih dapat mempertahankan hak-haknya dalam suatu proses tersendiri akan tetapi segala sesuatu akan berjalan lebih mudah dan akan menghindarkan putusan-putusan yang saling bertentangan jikalau ia langsung ikut serta secara intervensi tersebut.”

Pengertian intervensi tussenkomst tersebut dikaitkan dengan praktek intervensi tussenkomst yang terjadi di lapangan, dapat diartikan bahwa suatu pihak melakukan proses intervensi tussenkomst karena di latar belakangi sesuatu hal yang jika pihak tersebut tidak melakukan intervensi tussenkomst maka kepentingannya atau hak-haknya juga akan ikut terganggu. Di dalam prakteknya proses intervensi tussenkomst dapat menjadi wadah atau tempat dimana pihak yang terancam kepentingannya atau hak-haknya dapat ikut serta dalam jalannya proses pemeriksaan di Pengadilan Negeri sehubungan dengan proses pemeriksaan sengketa perdata yang sedang berlangsung di Pengadilan Negeri antara pihak penggugat dan pihak tergugat

Pihak ketiga yang berkepentingan itu tidak “Intervensi“ atau tidak campur tangan dalam proses pemeriksaan yang bersangkutan, maka ia masih dapat mempertahankan hak-haknya dalam suatu proses tersendiri, akan tetapi segala sesuatu akan lebih mudah dan akan menghindarkan putusan-putusan yang saling bertentangan, jikalau ia langsung ikut serta secara intervensi tersebut, maksudnya adalah seorang dapat mempertahankan hak-haknya atau membela kepentingan sendiri lewat Pengadilan Negeri dalam suatu proses tersendiri

(10)

akan tetapi bila ia masuk dalam intervensi sebagai pihak ketiga proses penyelesaiannya akan lebih mudah karena perkara yang disidangkan sama dan dapat menghindarkan putusan (penyelesaian) yang tidak sesuai dengan keinginannya bila ia memilih membela hak-haknya atau membela kepentingannya dengan cara tersendiri dan yang jelas akan dapat menghemat biaya

Voeging adalah suatu aksi hukum yang dilakukan oleh pihak ketiga dengan jalan memasuki perkara perdata yang sedang berlangsung antara penggugat dan tergugat. Masuknya pihak ketiga ini dilakukan secara sukarela untuk membela kepentingan salah satu pihak yang sedang bersengketa dan saat itu sedang diperiksa dalam sidang pengadilan

Adapun ciri ciri daripada voeging ini adalah15

1. Pihak ketiga yang masuk ke dalam perkara yang sedang berlangsung berpihak kepada salah satu pihak, biasanya kepada tergugat melawan penggugat

2. Pihak ketiga yang mengadakan intervensi itu mempunyai kepentingan hukum guna melindungi dirinya sendiri dengan membela salah satu pihak yang bersengketa

3. Pihak yang mengadakan intervensi itu mengajukan gugatan tertulis kepada Pengadilan Negeri untuk bergabung dalam perkara yang sedang berlangsung dan menggugat salah satu pihak yang sedang berperkara mengadakan kerjasama dengan pihak lain dalam perkara tersebut.

Dalam praktik, yang paling banyak terjadi adalah masuknya pihak ketiga ke dalam perkara yang berlangsung untuk membela kepentingan tergugat bersama-sama menghadapi penggugat.

Perbedaan yang mendasar antara tussenkomst dengan voeging yaitu pada tussenkomst pihak ketiga masuk dalam perkara yang sedang berlangsung untuk melawan penggugat dan tergugat demi kepentingan sendiri, sedangkan voeging masuknya pihak ketiga itu untuk membela salah satu pihak dan bersama sama menghadapi penggugat atau tergugat16.

Bentuk acara dengan pihak ketiga lainnya terjadi apabila pihak ketiga ditarik sebagai pihak ketiga dalam suatu perkara yang sedang berlangsung. Acara dengan pihak ketiga ini tidak terdapat dalam HIR tetapi diatur dalam Rv pasal 70-76. Rv menyebut bentuk acara

(11)

dengan tiga pihak ini sebagai vrijwaring (garantie, penanggungan) yang diterjemahkan juga dengan pembebasan

Cara mengajukan permohonan vrijwaring adalah bahwa pihak tergugat dalam jawabannya secara lisan atau tertulis mohon kepada majelis hakim akan diperkenankan untuk memanggil seorang pihak yang turut berpekara yang sedang diperiksa majelis hakim tersebut, untuk melindungi tergugat, misalnya terhadap petitum di mana tergugat dimohonkan agar membayar sejumlah uang dengan maksud agar tergugat dibebaskan dari pembayaran tersebut. Apabila menurut pertimbangan majelis hakim masuknya pihak ketiga itu beralasan dan dapat dipertanggungjawaban maka ia dimasukkan sebagai pihak dalam sengketa yang sedang berlangsung tersebut, untuk diselesaikan sesuai dengan ketentuan yang sedang peraturan yang berlaku.prosedur masuknya pihak ketiga itu cukup dicatat dalam Berita Acara Sidang, tidak perlu diadakan sidang isidental dan tidak perlu ditetapkan dalam putusan Sela17

Akan tetapi ada pakar hukum yang mengatakan sebaiknya masuknya pihak ketiga itu diputus dalam sidang insidental dengan putusan sela untuk megetahui apakah masuknya pihak ketiga itu beralasan atau tidak18.

Selain itu menurut Abdul Kadir Muhammad sering terjadi pihak ketiga melaksanakan gugatan insidentil terhadap perkara yang sedang diperiksa di pengadilan yang memang dirasakan sangat dibutuhkan19

Menurut ketentuan RV terdapat dua macam vrijwaring ini, yaitu vrijwaring formal (garantie formale) dan vrijwaring sederhana (garantie simpele). Menurut pasal 72 Rv, garantie formal terjadi apabila seseorang diwajibkan untuk menjamin oranglain menikmati suatu hak atas benda terhadap tuntutan yang bersifat kebendaan. Sedangkan garantie simpele terjadi apabila sekiranya tergugat dikalahkan dalam sengketa yang sedang berlangsung, mempunyai hak untuk menagih kepada pihak lain (pihak ketiga) yakni penanggung dengan melunasi utang, mempunyai hak untuk menagih kepada debitur sebagaimana yang tersebut dalam pasal 1839 B.W., 1849 B.W., ketentuan ini sebagaimana tersebut pasal 74 Rv.20

17 Ibid

18 Darwan prinst, Strategi menyusun dan menangani perdata, (Bandung: citra aditya Bakti,1992). hlm.76

19 Abdul kadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Bandung: Alumni), hlm. 52.

(12)

3.4. Pembuktian Gugatan Intervensi.

Dalam gugatan Intervensi semua pihak yang berperkara yaitu penggugat awal, tergugat dan penggugat intervensi dilakukan pemeriksaan secara bersama-sama, maka Karena pada prinsip atau asasnya yang dianut dalam hukum acara perdata ialah siapa yang mendalilkan maka dia harus membuktikan dalilnya itu. Yang berarti penggugat, baik itu penggugat awal maupun penggugat intervensi harus membuktikan dalil-dalil gugatannya kecuali bila tergugat sudah mengakui kebenaran dalil penggugat maka dalam hal ini penggugat tidak perlu lagi membuktikan dalilnya tersebut21

Pada dasarnya prinsip yang mewajibkan setiap pihak yang mengajukan dalilnya untuk membuktikan kebenaran dalil tersebut disebut penentuan beban pembuktian, dalam persidanagan hakim harus sedapat mungkin, menjaga agar jangan ada pihak yang dibebankan pembuktian yang jauh lebih berat daripada pihak lawannya. Dengan kata lain, hakim harus bertindak seadil mungkin 22

Selain prinsip tersebut hokum acara perdata juga mempunyai prinsip atau asas, audi at alteram partem yang artinya “dengarkan sisi lain” maka disini hakim harus mendengar bukan hanya dari salah satu pihak, melainkan juga pihak lainnya agar menjamin obyektifitasnya. jika dalam suatu perkara ada pihak ketiga yang turut serta (intervensi) maka hakim juga harus mendengarkan penggugat intervensi selain daripada penggugat awal dan tergugat awal.

Dipandang dari segi praktiknya dalam berusaha untuk mencapai kebenaran melalui pembuktian maka pembuktian itu dasarnya dapat dibagi menjadi;

a. Pembuktian formal ialah pembuktian yang bertujuan untuk dapat mewujudkan kebenaran formal dari dalil-dalil yang diajukan

b. Pembuktian materiil ialah pembuktian yang bertujuan untuk dapat mewujudkan kebenaran materiil dan dalil-dalil yang diajukan.

Dalam hukum acara perdata , pembuktian yang lebih menitikberatkan pelaksanaanya ialah pembuktian formal, mengingat kebenaran yang lebih diutamakan untuk dibuktikan dalam hukum acara perdata ialah kebenaran formal.

21 Ridwan Halim, Hukum Acara perdata dalam Tanya Jawab, cet.5 (Bogor:Ghalia Indonesia,2005), Hlm.85

(13)

Kebenaran formal ialah suatu fakta yang menurut pembuktian formal dapat dianggap sebagai suatu yang benara atau memang benar demikian.23 Istilah lain bagi kebenaran

formal ialah kebenaran ternyatakan atau kebenaran yang dapat dinyatakan melalui bukti bukti yang ada

BAB 4 Analisis Kasus

Dalam kasus perkara No. 35/Pdt.G/2012/PN.Mkl ini diketahui bahwa pada awalnya sengketa yang terjadi adalah antara pihak Hj. Mahdaniar Asis beserta HJ Mahdiana selaku penggugat melawan Anton sumbung beserta Debora Sumbung selaku tergugat. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, siapa saja yang merasa hak pribadinya dilanggar oleh orang lain sehingga mendatangkan kerugian , dan tidak mampu menyelesaikan sendiri persoalan

(14)

tersebut, maka ia dapat meminta kepada pengadilan untuk menyelesaikan masalah itu sesuai dengan hukum yang berlaku.

Bahwa batas-batas tanah milik Penggugat yang menjadi objek sengketa dalam perkara ini yang dikuasai atau yang ditempati mendirikan rumah oleh Tergugat I dan Tergugat II adalah sebagai berikut:

Utara : Dahulu jalan ke Sungai Sa’dan dan sekarang kebun;

Timur Berbatas dengan tanah perkebunan Puang Alik;

Selatan : Berbatasan dengan jalan raya Makale Rembon / Saluputi;

Barat : Dahulu berbatas dengan kebun S Pangngala’ alm sekarang Dina dan Ne Pakkung, dahulu Lai Bubun

dalam pasal 118 ayat (1) H.I.R.

Gugatan perdata, yang pada tingkat pertama masuk kekuasaan Pengadilan Negeri, harus dimasukkan dengan surat permintaan yang ditandatangani oleh penggugat atau dengan wakilnya menurut pasal 123, kepada ketua Pengadilan Negeri di daerah hukum siapa tergugat bertempat diam atau jika tidak diketahui tempat diamnya, tempat tinggal sebetulnya.

Pasal 118 adalah terkait kewenangan pengadilan dan pengajuan permohonan gugatan, para penggugat yaitu Hj Mahdaniar Asis dan HJ Mahdiana yang dalam hal ini diwakili oleh kuasa hukumnya telah tepat mengajukan permohonan gugatan kepada Pengadilan Negeri Makale, karena sesuai dengan apa yang diatur dalam pasal 118 ayat (1) H.I.R, para tergugat yaitu Anton sumbung dan Debora Sumbung bertempat tinggal di kecamatan Makale, Kabupaten Tana Toraja termasuk wilayah Pengadilan Negeri makale meskipun para penggugat di Kota Makassar yang termasuk wilayah Pengadilan Negeri Makassar akan tetapi para penggugat mengajukan permohonan gugatan kepada Pengadilan Negeri Makale.

(15)

Dalam suatu perkara dapat saja atas suatu tanah banyak pihak yang menguasainya, penguasaan tanah dapat dibagi menjadi dua aspek yaitu aspek penguasaan fisik dan aspek penguasaan secara yuridis.24

Jadi Karena adanya dua aspek penguasaan tanah tersebut dimungkinkan akan terjadi sengketa atas suatu tanah, seperti dalam perkara ini. Karena adanya sengeketa maka pengadilan memiliki kewenangan untuk mengadili perkara ini, apabila para pihak terkait tidak ingin menyelesaikan sendiri,

Akan tetapi sebelum proses pemeriksaan dilanjutkan pada hari pertama sidang Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 130 Ayat (1) HIR dan Pasal 154 Ayat (1) RBg, hakim diwajibkan untuk mengusahakan perdamaian antar mereka. Para ahli hukum berpendapat bahwa usaha hakim untuk mendamaikan para pihak yang berperkara tidak sebatas pada sidang pertama saja ketika dihadiri oleh para pihak, tetapi juga selama proses pemeriksaan perkara di persidangan.

Dalam perkara ini maka sejalan dengan ketentuan Peraturan, untuk menjembatani Para pihak incassu menempuh jalan win-win solution terlebih dahulu dalam menyelesaikan perkara ini, Majelis Hakim telah menunjuk seorang mediator dari lingkungan Pengadilan Negeri Makale yang bernama Indra Meinantha Vidi, SH (Hakim pada Pengadilan Negeri Makale) berdasarkan Penetapan No. 35/Pen.Pdt.G/2012/PN. Mkl tanggal 19 Juni 2012. Akan tetapi kemudian dari laporan mediator, ternyata upaya mediasi menemui kegagalan sehingga tahapan pemeriksaan perkara kembali dilanjutkan dengan memberikan kesempatan kepada Para Penggugat untuk membacakan gugatannya, yang mana ternyata isi dan maksud gugatan tetap dipertahankan oleh Para Penggugat.

Begitu pun Gugatan biasa Sama halnya dengan gugatan intervensi bahwa. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, siapa saja yang merasa hak pribadinya dilanggar oleh orang lain sehingga mendatangkan kerugian , dan tidak mampu menyelesaikan sendiri persoalan tersebut, maka ia dapat meminta kepada pengadilan untuk menyelesaikan masalah itu sesuai dengan hukum yang berlaku.

Tidak berbeda dengan mengajukan gugatan biasa di sini pun disyaratkan adanya kepentingan hukum dalam sengketa yang sedang berlangsung. Dan kepentingan pihak ketiga haruslah ada hubungannya dengan pokok sengketa yang sedang disengketakan anata

(16)

Penggugat dan Tergugat. Begitu pun Gugatan biasa Sama halnya dengan gugatan intervensi bahwa. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, siapa saja yang merasa hak pribadinya dilanggar oleh orang lain sehingga mendatangkan kerugian , dan tidak mampu menyelesaikan sendiri persoalan tersebut, maka ia dapat meminta kepada pengadilan untuk menyelesaikan masalah itu sesuai dengan hukum yang berlaku.

Maka pihak ketiga yang ikut serta berperkara dalam hal ini Letnan Kolonel R Rombe Paonganan berhak untuk ikut serta untuk melakukan gugatan karena telah merasa haknya dilanggar/ dirugikan dengan adanya perkara ini. Karena penggugat intervensi merasa tanah yang dikuasai penggugat intervensi adalah bagian yang menjadi obyek sengketa dalam perkara ini dan kepentingan penggugat intervensi dalam perkara ini ada hubungannya dengan pokok sengketa yang sedang berlangsung

Terhadap gugatan intervensi, hakim menjatuhkan putusan sela berupa putusan insidentil25. Hal tersebut diatur dalam Pasal 282 Rv dengan alternatif pertama, hakim

menolak atau menyatakan tidak dapat diterima gugatan intervensi tersebut, berarti secara formil, tidak dibenarkan penggabungan keikutsertaan pihak ketiga itu dalam proses pemeriksaan perkara tersebut. Kedua, hakim mengabulkan gugatan intervensi sehingga pihak yang terlibat dalam perkara tersebut menjadi tiga pihak

Dalam perkara ini juga terdapat putusan sela untuk terlibatnya letkol (purn) R Rombe Paonganan yaitu berdasarkan Putusan Sela No. 35/Pdt.G/2012/PN. Mkl tanggal 13 November 2012, Letkol (Purnawirawan TNI-AD) R Rombe Paonganan masuk sebagai Penggugat Intervensi incassu.

Gugatan yang diajukan Letnan Kolonel (Purnawirawan TNI-AD) R Rombe Paonganan sebagai penggugat intervensi dapat dikategorikan sebagai, gugatan Tussenkomst karena dalam perkara ini ia ikut serta untuk berperkara atas inisiatif sendiri bukan ditarik oleh Para pihak penggugat maupun para pihak tergugat.

Turut sertanya penggugat intervensi yaitu Letkol (Purnawirawan TNI-AD) tidak dapat dikategorikan sebagai Voeging karena ia bukan untuk membela salah satu pihak melainkan

(17)

untuk membela kepentingannya sendiri, di mana menurutnya tanah yang ia kuasai itu merupakan bagian dari obyek sengketa.

Prinsip atau asas yang dianut dalam hukum acara perdata ialah bahwa siapa yang mengajukan dalil maka ia harus membuktikan kebenaran dalilnya itu. Bila dipandang dari segi praktek maka pembuktian itu. Hal ini pun berlaku bagi pihak penggugat intervensi (R Rombe Paonganan) bahwa ia harus membuktikan dalilnya bahwa ia menguasai dan berhak atas Tanah yang menjadi perkara ini dan merasa rugi atas adanya perkara ini jika ia tidak mencapuri perkara ini

Dalam hukum acara perdata, pembuktian yang lebih menitikberatkan pelaksanaanya ialah pembuktian formal, mengingat kebenaran yang lebih diutamakan untuk dibuktikan dalam hukum acara perdata ialah kebenaran formal.

Kebenaran formal ialah suatu fakta yang menurut pembuktian formal dapat dianggap sebagai suatu yang benar atau memang demikian, atau kebenaran formal dapat dikatakan sebagai kebenaran yang dapat dinyatakan melalui bukti-bukti yang ada.

Menurut sistem HIR, dalam acara perdata hakim terikat pada alat-alat bukti yang sah, artinya bahwa hakim hanya boleh mengambil keputusan berdasarkan alat-alat bukti yang ditentukan dalam undang-undang. Alat-alat bukti yang dapat diperkenankan di dalam persidangan disebutkn dalam Pasal 164 HIR yang terdiri dari; bukti surat, bukti saksi,

persangkaan, pengakuan, sumpah dan dalam praktik masih terdapat macam-macam alat bukti lagi yang sering dipergunakan, yaitu pengetahuan hakim.

Mengenai alat bukti dari fakta persidangan dalam perkara ini terdapat beberapa alat bukti yang diajukan oleh masing-masing pihak yang bersengketa. Akan tetapi jika dilihat dari putusan No.35/Pdt.G/2012/PN.MKL, penggugat intervensi hanya dapat menunjukkan 1 alat bukti surat yaitu berupa silsilah keluarga bahwa untuk membuktikan dasar gugatannya, Penggugat Intervensi telah menyerahkan bukti surat kemuka persidangan berupa 1 (satu) lembar Silsilah To’ Keturunan Alm. Jawila Rumah Kaluku Milan Makale tertanggal 21 Maret 2011 yang diberi tanda bukti P.I-1 yang mana setelah dicocokkan dipersidangan ternyata sesuai dengan aslinya dan telah dibubuhi materai secukupnya;

(18)

yang pada intinya menyatakan sebagai tukang batu yang membangun pondasi rumah diatas tanah yang menjadi obyek sengketa tersebut atas perintah penggugat intervensi sebelum adanya gugatan perkara No.35/Pdt.G/2012/PN.Makale ini. Akan tetapi saksi dannari tidak mengetahui asal usul tanah yang menjadi obyek sengketa dalam perkara ini.

Sedangkan saksi Paulus Sampe Lombo menyatakan apabila diperinci secara detail, maka inti fokus dari keterangannya adalah:

1. Paulus Sampe Lobo pernah melihat Penggugat Intervensi membangun pondasi di tanah obyek sengketa;

2. Obyek sengketa tempat Penggugat Intervensi membangun pondasi tidak pernah menjadi sengketa;

3. Paulus Sampe Lobo tidak pernah melihat Penggugat Intervensi tinggal di obyek sengketa;

4. Di obyek sengketa yang digugat dalam Intervensi, pernah ada rumah yang dibuat oleh Indo’ Sambo berupa rumah bambu, dan setelah Indo’

5. Menurut Paulus Sampe Lobo, obyek sengketa berasal dari Tongkonan Ne’ Tokko dengan alasan keterangan Paulus Sampe Lobo terhadap hal tersebut adalah karena Paulus Sampe Lobo mendengar dari orangtuanya;

Dalam perkara ini penggugat intervensi meminta kepada majelis hakim untuk mengabulkan gugatan intervensi tersebut, menyatakan bahwa tanah tersebut adalah milik penggugat intervensi, menyatakan bahwa tegugat intervensi menghisafkan bagian tanah penggugat intervensi sebagai bagian dari obyek gugatan dalam perkara ini, dan selain itu penggugat intervensi juga meminta kepada majelis hakim untuk menghukum tegugat

intervensi I,II untuk membayar kepada penggugat intervensi sebesar Rp.7.500.000 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah).

(19)

memberikan 1 alat bukti formil yaitu berupa alat bukti surat 1 lembar silsilah keluarga, To’ Keturunan Alm. Jawila Rumah Kaluku Milan Makale.

Sedangkan penggugat awal yaitu Hj Mahdiana Asis dan Hj Mahdianar mengajukan alat bukti alat bukti berupa foto copy sertifikat Hak milik atas tanah obyek sengketa tersebut, foto copy putusan pengadilan yang sebelumnya tanah tersebut juga pernah dijadikan obyek sengketa, dan beberapa keterangan saksi lainnya.

Menurut ketentuan yang berlaku, sertifikat merupakan alat bukti yang kuat sepanjang tidak dapat dibuktikan sebaliknya dan bahwa tujuan pendaftaran tanah yang diselenggarakan adalah dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan.26

Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat didalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada di dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan.27

Mengenai obyek sengeketa pada perkara ini ternyata pada faktanya, sebelumnya telah ada putusan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) dalam Putusan Pengadilan Negeri Makale No. 27/Pdt.G/1986/PN. Mkl tanggal 15 Oktober 1987 juncto Putusan No. 50/Pdt/1992/PT. Uj. Pdg tanggal 30 April 1992 juncto Putusan Mahkamah Agung RI No. 938 K/Pdt/1993 tanggal 27 Juli 1995 sampai pada tingkat peninjauan kembali dengan Putusan No. 15 PK/Pdt/1997. maka Para Tergugat tidak memiliki hak terhadap obyek sengketa.

Dalam perkara sebelumnya orangtua penggugat awal (Hj Mahdaniar Asis dan HJ Mahdiana) yaitu Drs Said Muchtar masuk sebagai penggugat intervensi antara pada perkara

Makale No. 27/Pdt.G/1986/PN. Mkl akan tetapi kalah pada pengadilan tingkat pertama yang kemudian pada tingkat banding dan kasasi gugatan dimenangkan oleh Drs. Said Muchtar

dari keterangan 4 (empat) orang Saksi yang bernama Abdul Latif, Syahril Baco, Petrus Kalembang dan Dama Kamali didapati bahwa obyek sengketa incassu merupakan obyek sengketa yang dulu sudah pernah disengketakan dan sudah pernah dieksekusi

26 Boedi Harsono, sejarah pembentukan undang-undang pokok agrarian isi dan pelaksanaannya, Cet. 12 ( Jakarta : DJambatan, 2008)hlm. 479

(20)

Terhadap penggugat intervensi dalam gugatan intervensinya sebetulnya adalah alasan yang tidak berdasar sebab ternyata indo’ detu (nenek dari isteri penggugat intervensi), dahulu telah kalah dari Putusan Pengadilan Negeri Makale No. 27/Pdt.G/1986/PN. Mkl tanggal 15 Oktober 1987 juncto Putusan No. 50/Pdt/1992/PT. Uj. Pdg tanggal 30 April 1992 juncto Putusan Mahkamah Agung RI No. 938 K/Pdt/1993 tanggal 27 Juli 1995, ternyata terdapat putusan yang sifatnya pendentelite nihil in noventur yang mana terhadap hal-hal yang telah dipertimbangkan dan telah diputus serta telah berkekuatan hukum tetap, tidak bisa lagi diubah atau dipertimbangkan kembali, dan, penentuan oleh institusi Pengadilan dari Pengadilan Negeri Makale sampai pada tingkat Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung RI yaitu Atas tanah yang menjadi obyek sengketa dalam perkara ini merupakan milik Drs Said Muchtar bersama saudara-saudaranya yang diperoleh sebagai warisan dari orangtuanya, bersifat res judicata accipitur proveritae yaitu hal yang telah diadili dan diputuskan, harus diterima sebagai kebenaran;

Tanah milik penggugat diperoleh sebagai warisan dari orangtuanya. Bukan hak Para Tergugat. Dengan telah terbukti sebagai sebuah hal yang sifatnya res judicata tentang hal tersebut sehingga tidak boleh lagi dipertimbangkan secara berbeda terhadap hal-hal yang telah diputuskan dalam putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, maka juga beralasan hukum untuk dikabulkan petitum Para Penggugat guna Menghukum Para Tergugat atau siapapun yang mendapat hak daripadanya untuk menyerahkan atau mengembalikan tanah tersebut kepada Penggugat dalam keadaan kosong tanpa syarat bila perlu dengan bantuan alat negara (Polri

Mengenai keterangan dari Paulus Sampe Lobo yang menerangkan bahwa obyek sengketa berasal dari Tongkonan Ne’ Tokko, hal ini tidak bisa diterima menurut hukum karena keterangan tersebut bersifat testimonium de auditu. Sementara mengenai keterangan Paulus Sampe Lobo bahwa pernah melihat Penggugat Intervensi membangun pondasi di tanah obyek sengketa, hal ini bersesuaian dengan keterangan Saksi yang bernama Dannari, namun pembangunan pondasi yang dilakukan oleh Penggugat Intervensi, belum cukup dapat membuktikan hak Penggugat Intervensi terhadap obyek sengketa yang digugatnya dalam gugatan Intervensi, bahkan Paulus Sampe Lobo sendiri menerangkan dalam keterangannya, tidak pernah melihat Penggugat Intervensi tinggal di obyek sengketa tersebut;

(21)

dihubungkan dengan Perkara No. 27/Pdt.G/1986/PN. Mkl juncto Perkara No. 50/Pdt/1992/PT. Uj. Pdg juncto Perkara No. 938 K/Pdt/1993 dan eksekusi yang telah dilakukan Pengadilan Negeri Makale terhadap obyek sengketa Intervensi dalam Perkara No. 27/Pdt.G/1986/PN. Mkl juncto Perkara No. 50/Pdt/1992/PT. Uj. Pdg juncto Perkara No. 938 K/Pdt/1993 yang telah berkekuatan hukum tetap bahkan sampai pada tingkat peninjauan kembali dengan Putusan No. 15 PK/Pdt/1997, ternyata obyek sengketa Intervensi incassu merupakan bagian dari tanah obyek sengketa Intervensi dalam Perkara No. 27/Pdt.G/1986/PN. Mkl juncto Perkara No. 50/Pdt/1992/PT. Uj. Pdg juncto Perkara No. 938 K/Pdt/1993, walaupun memang menurut Penggugat Intervensi, dalam Perkara No. 27/Pdt.G/1986/PN. Mkl juncto Perkara No. 50/Pdt/1992/PT. Uj. Pdg juncto Perkara No. 938 K/Pdt/1993, Penggugat Intervensi tidak pernah diikutsertakan sebagai pihak.

Namun demikian, dari keterangan Paulus Sampe Lobo ini, juga tidak didapati hal yang membuktikan bahwa ada alas hak Penggugat Intervensi terhadap obyek sengketa yang menurut obyek sengketa dalam gugatan intervensinya bahwa obyek sengketa diperoleh dari Esa’ dengan cara penyerahan secara hukum adat

Penggugat Intervensi melalui keterangan Tanan Pakiding, juga belum bisa membuktikan bahwa Penggugat Intervensi mendapatkan obyek sengketa yang dituntutnya dalam gugatan intervensinya berdasarkan penyerahan / pemberian secara adat dari Esa’ yang merupakan mertua dari Penggugat Intervensi Penggugat Intervensi melalui keterangan Tanan Pakiding, juga belum bisa membuktikan bahwa Penggugat Intervensi mendapatkan obyek sengketa yang dituntutnya dalam gugatan intervensinya berdasarkan penyerahan / pemberian secara adat dari Esa’ yang merupakan mertua dari Penggugat Intervensi.

Terhadap obyek sengketa dalam Intervensi incassu adalah karena Penggugat Intervensi incassu memperoleh tanah dengan cara mendapatnya dari penyerahan secara hukum adat dari Esa’ yang merupakan mertua Penggugat Intervensi. Sementara untuk hal itu, tidak ada sama sekali terkandung dalam keterangannya Dama Kamali;

(22)

Utara: Dahulu jalan ke sungai yang diolah oleh Tergugat III Intervensi

Selatan: Jalan raya poros Makale – Rembon;

Timur: Tanah Tergugat III Intervensi (dahulu jalan ke sungai);

Barat: Tanah tempat rumah Tergugat III

yang dieksekusi berdasarkan Putusan No. 27/Pdt.G/1986/PN. Mkl; adalah milik Penggugat Intervensi, bukan merupakan petitum yang cukup beralasan untuk dikabulkan dan harus ditolak, sehingga dengan ditolaknya inti dalil gugatan / petitum Penggugat Intervensi tersebut, maka mutatis mutandis, gugatan dari Penggugat Intervensi juga harus ditolak untuk seluruhnya;

jadi dalam perkara putusan ini pada intinya, penggugat adalah pemilik tanah yang menjadi obyek sengketa sesuai dengan SHM No. 05 Kelurahan Kamali Pentaluan Surat Ukur No. 287 / 1997. Bahkan sebelumnya ada sengketa dalam perkara ini telah ada putusan Pengadilan Negeri Makale No. 27/Pdt/G/1986/PN. Mkl jo Putusan Pengadilan Tinggi Sulawesi Selatan No. 50/Pdt/1992/PT. Uj.Pdg jo Putusan Mahkamah Agung RI tanggal 27 Juli 1995 No. 938 K/Pdt/1993 jo Putusan PK No. 15 PK/Pdt/1997; Kemudian Penetapan Eksekusi dikeluarkan oleh Ketua Pengadilan Negeri Makale No. 51/Pen.Pdt.G/1996/PN. Mkl tanggal 30 Mei 1996 berikut tanah objek sengketa dieksekusi pada hari Rabu tanggal 10 Juli 1996 sesuai Berita Acara Eksekusi No. 27/BA.Pdt.G/1996/PN. MKL. Yang menyatakan bahwa tanah yang menjadi obyek sengketa ini adalah milik orangtua penggugat yaitu Drs. Said Muchtar yang pada saat itu sebagai penggugat intervensi pada waktu itu atas gugatan Anton Sumbung (tergugat 1) melawan Mertua penggugat intervensi.

Karena putusan itu bersifat res judicata accipitur proveritae yaitu hal yang telah diadili dan diputuskan, harus diterima sebagai kebenaran, tentang hal tersebut sehingga tidak boleh lagi dipertimbangkan secara berbeda terhadap hal-hal yang telah diputuskan dalam putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, maka tanah tersebut juga bukan hak tergugat (anton Sumbung dan Debora Sumbung).

(23)

terhadap mertua Penggugat intervensi, sehingga dalam perkara ini Rombe Paonganan tidak juga mempunyai alasan hak untuk membangun pondasi diatas tanah milik Penggugat intervensi sama halnya dengan tidak ada alasan hak bagi tergugat untuk membangun rumah permanen diatas tanah obyek sengketa perkara ini. Maka sudah sewajarnya bila hakim menolak seluruh gugatan penggugat intervensi (Rombe Paonganan) dan menerima sebagian gugatan penggugat awal (HJ Mahdaniar Asis dan HJ Mahdiana.

Daftar Pustaka

Effendie, Bachtiar. Surat Gugat dan Hukum Pembuktian dalam Perkara Perdata. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1991.

Harahap, Yahya. Segi-Segi Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri. Jakarta: Pradnya Paramita, 1989.

(24)

Harsono, Boedi. Hukum Agraria Indonesia:Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah Cet.kesembilan. Jakarta: Djambatan, 2008.

Harsono, Boedi. Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanannya.jilid 1. Jakarta: Djambatan, 2008.

Manan, Abdul. PenerapanHukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama. Jakarta: Kencana, 2006.

Mertokusumo, Sudikno. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta: Cahya Atma Pustaka, 2013.

Prinst, Darwan. Strategi Menyusun dan Menangani Gugatan Perdata. Bandun: PT Citra Aditya Bakti, 1992.

Purbacaraka, Purnadi dan Ridwan Halim, Filsafat Hukum Perdata dalam Tanya Jawab.

Jakarta : Cv Rajawali, 1983.

Soesilo, R. RIB/HIR dengan Penjelasan. Bogor: Politea, 1995.

Soepomo. Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri. Jakarta : Pradnya Paramitha, 1997.

Subekti, R. (1989). Hukum Acara Perdata, cet.3. Bandung: Binacipta, 1989.

Sutantio, Retnowulan dan Oerioarikartawinata, Iskandar, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek, Cet.2. Bandung:Mandar Maju, 2009.

Syahrani, Riduan. Materi Dasar Hukum acara perdata. Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2003.

Pedoman teknis Administrasi dan Teknis Peradilan perdata umum dan peradata Khusus.

Jakarta: Balitbang Pudiklat Mahkamah Agung RI, 2003.

Lampiran

Referensi

Dokumen terkait

Berilah tanda cek (√) pada kolom yang sesuai untuk menilai kesesuaian kualitas materi yakni dari modul fisika dengan huruf Braille materi Vektor untuk siswa Tunanetra

Puji syukur ke Hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Profil Protein Ekstrak Biji

Setelah dilakukan pembuatan teras maka perlu dilakukan penanaman Legume Cover Crop (LCC) atau biasa disebut tanaman penutup tanah. Penanaman LCC bertujuan

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian

Hasil penelitian disebabkan karena pada kelompok perlakuan dilakukan tehnik penguatan otot tranversus abdominis sehingga dapat meningkatkan tekanan intra abdominal

Apakah motivasi kerja, kemampuan guru, sikap supervisor berpengaruh langsung dan tidak langsungterhadap keberhasilan pembinaan guru SD pascasertifikasi di Kabupaten

Penyediaan informasi tentang penyakit kedelai masih bersifat manual sehingga tidak berfungsi secara maksimal dalam penyebaran informasi baik ke petani, penyuluh, dan

Rendah Aksi dari sumber ancaman terhadap kerentanan sistem telah terjadi sehingga mengakibatkan sedikit kerugian pada organisasi berupa: kemungkinan dikeluarkan biaya