• Tidak ada hasil yang ditemukan

perlindungan hukum terhadap konsumen dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "perlindungan hukum terhadap konsumen dan"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

A. JUDUL PENELITIAN : Perlindungan hukum terhadap konsumen dan juga pelaku usaha dalam melakukan transaksi jual beli secara online (

E-Commerce) di Indonesia

B. Latar Belakang

Jual beli (e-commerce) adalah sebuah kegiatan yang mungkin hampir setiap hari kita temukan dalam kehidupan sehari-hari. Berbagai macam transaksi jual beli pun dapat kita jumpai dimana-mana bahkan sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kegiatan manusia sebagai mahluk sosial dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Adapun pada zaman dahulu praktek barter atau tukar menukar digunakan oleh masyarakat dalam bertransaksi satu sama lain. Seiring dengan berjalannya waktu dewasa ini transaksi jual beli pun sekarang menjadi sebuah transaksi yang dahulunya sangat sederhana sekarang menjadi sebuah transaksi modern serta kompleks.

Di dalam jual beli ada dua pihak yaitu pihak penjual dan pihak pembeli dimana dalam hal ini pembeli disebut sebagai konsumen sedangkan penjual adalah pelaku usaha. Konsumen dan pelaku usaha dalam jual beli biasanya mengadakan sebuah negosiasi tergantung dari apa yang menjadi objek yang diperjualbelikan.dalam jual beli biasanya penju

(2)

Transaksi jual beli pada era modern ini telah bertransformasi dari kegiatan jual beli secara bertemu langsung kemudian sekarang karena perkembaangan teknologi yang semakin maju mengakibatkan manusia semakin mudah dalam menjalankan aktivitasnya dan tentunya semakin efisien dan tepat guna, termasuk tentunya disini adalah transaksi jual beli. Di era canggih seperti saat ini siapa yang tidak mengenal internet, keberadaan internet semakin memudahkan manusia untuk berhubungan satu sama lain, mendapatkan konten-konten yang dibutuhkan dalam waktu singkat, informasi yang lebih cepat, dan juga semakin membuka mata kita tentang dunia. Tak terlepas dari keberadaan internet yang kemudian digunakan oleh banyak orang untuk bertransaksi secara online, dimana kelebihannya tentu dari segi efisiensi waktu sehingga dapat menghemat waktu serta lebih memudahkan masyarakat.

Kemunculan internet sebagai salah satu terobosan yang sangat maju telah membuka cakrawala kita tentang adanya ruang,informasi dan komunikasi yang telah menembus batas-batas antarnegara. Dengan kecanggihan yang membuat kemudahan bagi semua orang akan tetapi di satu sisi internet tak luput dari pelaku kejahatan untuk menjadikannya sarana untuk melakukan tindak kejahatan yang dinamakan cyber crime.

Jual beli sendiri terdapat pada buku III bab V burgelijk wetboek (bw) Indonesia dimana pada Pasal 1457 BW “ jual beli adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah ditentukan. Dalam BW kewajiabn penjual tercantum dalam pasal 1473-1512 BW , sedangkan kewajiban pembeli terdapat dalam Pasal 1513-1518 BW.1

Kemunculan transaksi jual beli secara online tentunya perlu mendapatkan sebuah regulasi yang berisikan rambu-rambu agar tercipta lalu lintas transaksi yang aman yang mampu mengakomodir kepentingan para

stake holder. Adapun dalam jual beli antara penjual dan konsumen pada dasarnya mempunyai hak dan kewajiban yang sama dan oleh karena itu kepentingan dari para pihak harus dilindungi oleh hukum dan mendapat

(3)

persamaan yang sama sebagaimana dalam Pasal 2 undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen bahwa perlindungan konsumen berdasarkan manfaat,keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum.2 Meskipun ada undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dan juga undang-undang nomor 11 Tahun 2008 tentang informasi transaksi elektronik, tapi menurut hemat saya banyak aturan-atuaran yang tidak tercantum yang kurang mampu untuk memayungi transaksi secara online.

Berdasarkan Pasal 3 undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik bahwa pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum, manfaat, kehati-hatian, iktikad baik, dan kebebasan memilih teknologiatau netral teknologi. Akan tetapi pada keseluruhan norma dalam undang-undang ITE tidak ada aturan yang mengatur tentang sebuah prosedur dalam transaksi jual beli online.

Adanya undang-undang perlindungan konsumen pada dasarnya telah menjadi semangat baru dalam perlindungan hak-hak konsumen.akan tetapi dalam hal ini kita harus tahu mengenai prosedur jual beli secara online berbeda dengan jual beli yang dilakukan secara bertemu langsung. Karena semakin maraknya kejahatan lewat internet berupa penipuan, maka kemudian lahirlah undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang transaksi elektronik. Akan tetapi undang-undang tentang informasi transaksi elektronik lebih kepada aturan-aturan tentang larangan penyalahgunaan media elektronik, dalam hal ini tidak ada regulasi khusus yang mengatur tentang jual beli secara online.

Menurut Joseph Luhukay (Presiden Director,Capital Market Society) sebagaimana dikutip oleh majalah Infokomputer edisi Oktober 1999, keuntungan bagi pedagang (merchant) antara lain :

a) Dapat digunakan sebagai lahan untuk menciptakan pendapatan

(revenue generation) yang sulit atau tidak dapat diperoleh melaluai cara konvensional, seperti memasarkan langsung produk atau

(4)

jasa;menjual informasi,iklan (banner), membuka cybermall, dan sebagainya;

b) Menurunkan biaya operasional. Berhubungan langsung dengan pelanggan melalui internet dapat menghemat kertas dan biaya telepon, tidak perlu menyiapkan tempat ruang pamer (outlet), staf operasional yang banyak, gudang yang besar dan sebagainya;

c) Memperpendek product cycle dan management supplier. Perusahaan dapat memesan bahan baku atau produk supplier langsung ketika ada pemesanan sehingga perputaran barang lebih cepat dan tidak perlu gudang besar untuk menyimpan produk – produk tersebut;

d) Melebarkan jangkauan (global reach). Pelanggan dapat menghubungi perusahaan /penjual dari manapun di seluruh dunia; e) Waktu operasi tidak terbatas. Bisnis melalui internet dapat dilakukan

selama 24 jam per hari, 7 hari per minggu;

f) Pelayanan ke pelanggan lebih baik. Melalui internet pelanggan bisa menyampaikan kebutuhan maupun keluahan secara langsung sehingga perusahaan dapat meningkatkan pelayanannya.

Sedangkan keuntungan bagi pembeli antara lain :

a) Home Shopping. Pembeli dapat melakukan transaksi dari rumah sehingga dapat menghemat waktu, menghindari kemacetan, dan menjangkau toko – toko yang jauh dari lokasi;

b) Mudah melakukan. Tidak perlu pelatihan khusus untuk bisa belanja atau melakukan transaksi melalui internet;

c) Pembeli memiliki pilihan yang sangat luas dan dapat membandingkan produk maupun jasa yang ingin dibelinya;

d) Tidak dibatasi waktu. Pembeli dapat melakukan transaksi kapan saja selama 24 jam per hari, 7 hari per minggu;

e) Pembeli dapat mencari produk yang tidak tersedia atau sulit diperoleh di outlet – outlet/pasar tradisional.3

(5)

Munculnya banyak situs belanja online di satu sisi membuat masyarakat senang, situs-situs seperti jual beli pakaian,elektronik, tiket dan lain-lain. banyaknya kemudahan yang didapat dari berbelnja via online menyebabkan situs-situs belanja online semakin menjamur hal ini karena berbelanja via online membuat kita dapat berbelanja kapanpun dan dimanapun tanpa harus datang ke toko yang biasanya memakan waktu yang lama menjadikan berbelanja jauh lebih muda dan lebih efisien. akan tetapi dibalik banyaknya kemudahan yang didapatkan dari berbelanja via online tak sedikit pula kelemahan dari sistem belanja online diantaranya, seringkali barang yang dipajang di situsnya berbeda dengan aslinya, barang yang dipesan tidak sama dengan barang yang dikirimkan artinya barangnya terkadang tidak sesuai dengan apa yang digambarkan. Hal tersebut masih lebih baik dibandingkan banyaknya konsumen yang menjadi korban penipuan berkedok toko online alias toko online fiktif.

Transaksi elektronik yang terkadang menggunakan perjanjian baku sebagai dasar perjanjian jual beli sangat berpotensi merugikan hak-hak konsumen, karena konsumen tidak dapat mebatalkan perjanjian jika penjual melakukan wanprestasi atau cidera janji.dalam beberapa kasus, penjual sering melanggar perjanjian yang mereka buat sendiri.contoh dari persoalan ini antara lain adalah barang dan jasa yang diberikan tidak sesuai dengan apa yang diperjanjikan, bahkan barang atau jasa yang sudah dilunasi juga tidak sampai ke tangan konsumen.4

Berbicara mengenai prosedur tentunya tak terlepas dari satu aspek yang menjadi pertimbangan adanya suatu prosedur tertentu yaitu aspek keamanan. Aspek keamanan sendiri adalah hal yang sangat penting dalam upaya perlindungan konsumen, dimana dalam jual beli secara online para pihak penjual dan pembeli hanya bernegosiasi/berkomunikasi dari jarak yang jauh, sehingga dalam hal ini kepercayaan trust menjadi hal yang sangat penting dalam berjalan jadi tidaknya suatu proses jual beli. Dalam bertransaksi tentunya pihak penjual dan pembeli ingin hak-hak mereka

(6)

dipenuhi, disamping pelaksanaan kewajiban tentunya, berangkat dari situ dirasa penting adanya sebuah regulasi khusus dalam jual beli secara online yang bisa mengakomodi hak-hak para pihak. Demi sebuah jaminan keamanan bagi konsumen dan penjual maka tentu penting sekiranya ada regulasi tentang prosedur dalam transaksi jual beli secara online.prosedur jangan kita anggap sepele karena dari sinilah terkadang dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu. setidaknya ketika ada sebuah regulasi maka konsumen dan juga pelaku usaha mempunyai payung hukum ketika terjadi sengketa di kemudian hari.

Perlindungan konsumen dalam transaksi elektronik untuk keamanan bertransaksi diatur dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 29/PERM/KOMINFO/11/26 tentang pedoman penyelenggaraan

Certification Authority (CA): bahwa untuk memberi kepastian hukum dan melindungi para pihak yang melakukan transaksi elektronik diperlukan sistem pengamanan. 5pembentukan Lembaga Certification Authority oleh Departemen Komunikasi dan Informatika RI akibat dengan mudahnya dilakukan perubahan pesan-pesan elektronik dan tidak terdeteksi yang mengakibatkan tingginya resiko manipulasi. Lembaga ini secara otoritatif akan menerbitkan Digital Certificate yang digunakan oleh para pihak untuk menyatakan identitasnya dalam melakukan transaksi elektronik.6

Akan tetapi, kehadiran lembaga itu saja tidak cukup melindungi hak konsumen yang melakukan transaksi bisnis secara online karen tidak mempunyai wewenang untuk melakukan akreditasi barang-barang yang dipasarkan di internet. Jadi meskipun pemilik website telah memperoleh Digital Certificate yang diterbitkan CA , terdapat kemungkinan barang tidak sesuai dengan seperti yang dipromosikan, sehingga konsumen berotensi dirugikan oleh pelaku usaha.7

C. Rumusan Masalah

5Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 29/PER/M.KOMINFO/11/2006 tentang pedoman penyelenggaraan Certification Authority (CA) di Indonesia

6Pedoman penyelenggaraan Certification Authority di Indonesia. Departemen Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. Hlm. 2.

(7)

Berdasarkan Latar belakang yang telah dijabarkan diatas, maka kemudian isu hukum dan permasalahan yang akan diteliti antara lain sebagai berikut :

1. Apakah prinsip tanggung jawab dalam Perlindungan Konsumen bagi pelaku usaha mampu melindungi hak-hak konsumen terhadap barang yang tidak sesuai dengan yang ada pada situs penyedia online shop ?

2. Apakah peraturan perundang-undangan yang ada dalam bidang perlindungan konsumen mampu mengakomodir kepentingan, keamanan dan kepastian hukum konsumen dan pelaku usaha dalam melakukan transaksi jual beli secara online (e-commerce) ?

3. Perlukah sebuah aturan khusus tersendiri yang mengatur lalu lintas transaksi jual beli secara online (e-commerce) di Indonesia ?

D. Tujuan penelitian

Tujuan dari penelitian hukum ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan Menganalisis peraturan perundang-undangan yang terkait dengan jual beli online terutama aspek perlindungan konsumen dan juga pelaku usaha apakah mampu untuk mengakomodir hak-hak para pihak, menciptakan transaksi yang aman, serta adanya status hukum yang jelas dari sebuah transaksi yang dilakukan secara elektronik.

2. Menyusun suatu argumentasi hukum tentang perlindungan hak-hak konsumen juga pelaku usaha sebagai upaya perlakuan yang sama antara konsumen dan pelaku usaha sebagaimana asas keseimbangan dalam kaitannya dengan persamaan di depan hukum.

E. Manfaat penelitian

(8)

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam kesadaran akan pentingnya hak hak konsumen dan pelaku usaha untuk diakomodir, adanya tanggung jawab dari pelaku usaha berdasarkan prinsip tanggung jawab, sehingga terciptanya lalu lintas transaksi elektronik yang aman, nyaman, dan adanya kepastian hukum. Dan juga diharapkan konsumen melakukan transaksi online berdasarkan prinsip kehati-hatian.

2. Manfaat penyusunan aturan hukum

Hasil penelitian ini juga saya harap dapat memberikan sedikit kontribusi dalam hal pembentukan aturan-aturan terkait perlindungan konsumen dan pelaku usaha dalam era e-commerce. Yang mengakomodir kepentingan dari konsumen dan pelaku usaha sehingga terjadi keseimbangan posisi antara keduanya sebagaimana asas keseimbangan.

F. Kajian Pustaka

1. Konsumen dan Pelaku usaha

Istilah konsumen berasal dari kata consumer, secara harfiah arti kata consumer adalah (lawan dari produsen) setiap orang yang menggunakan barang. Konsumen secara sederhana digambarkan sebagai setiap orang yang menjadi pengguna barang atau jasa. Kamus umum bahasa Indonesia sendiri mendefinisikan konsumen sebagai lawan podusen, yakni barang-barang industri, bahan makanan, dan sebagainya.8 Berdasarkan pengertian dari Pasal 1 ayat (2) undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen “ konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan jasa yang tersedia dalam masyrakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun mahluk hidup lainnya dan tidak untuk diperdagangkan”.

(9)

Dalam Black’s Law Dictionary mendefinisikan konsumen sebagai berikut : a persson who buys goods or service for personal, family, or household use, with no intention or resale; a natural person who use produects for personal rather than business purpose.9

Berdasarkan dari beberapa pengertian konsumen yang telah dikemukakan diatas, maka konsumen dapat dibedakan kepada tiga batasan, yaitu:

a) Konsumen komersial (commercial consumer), adalah setiap orang yang mendapatkan barang dan/atau jasa yang digunakan untuk memproduksi barang/ dan atau jasa lain dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan.

b) Konsumen antara(intermediate consumer), adalah setiap orang yang mendapatkan barang dan/atau jasa yang digunakan untuk diperdagangkan kembali juga dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan.

c) Konsumen akhir (ultimate cosumer/ end user) adalah setiap orang yang mendapatkan dan menggunakan barang dan/atau jasaa untuk tujuan memenuhi kebutuhan pribadi, keluarga dan orang lain, dan mahluk hidup lainnya dan tidak untuk diperdagangkan kembali dan/atau untuk mencari keuntungan.10

Pelaku usaha secara sederhana digambarkan sebagai setiap orang atau kelompok yang melakukan suatu usaha yang dilakukan untuk suatu tujuan tertentu. Berdasarkan Pasal 1 ayat (3) undang-undang nomor 8 tahun 1999 “ pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badaan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayag hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi”.

9 Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary Eight edition , west Publishing, St. Paul, minnosta. Hlm. 335

(10)

2. Hak dan kewajiban dari konsumen pelaku usaha 2.1 Hak Konsumen

Secara internasional hak konsumen dapat dibedakan menjadi 4 (empat) hak utama yang telah diakui secara global yaitu:11 a) hak untuk mendapatkan keamanan

b) hak untuk mendapatkan informasi c) hak untuk memilih

d) hak untuk didengar

Dalam perkembangannya terdapat penambahan hak konsumen dalam International Organization of Consumer Union (IOCU)12 yaitu hak mendapat pendidikan, hak mendapatkan ganti rugi dan hak mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat.

Sedangkan dalam Pasal 4 UUPK terdapat beberapa hak konsumen yaitu:13

a) Hak atas kenyamanan dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan/atau jasa

b) Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan

c) Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa

d) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan

e) Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut f) Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen g) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur

serta tidak diskriminatif

11 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta,2011, hlm. 30-31.

12 Ibid

(11)

h) Hak untuk mendapatkan kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinyaa i) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan

perundang-undangan lainnya 2.2 Kewajiban konsumen

Selain memiliki hak, konsumen juga memiliki kewajiban, hal ini bertujuan untuk mengimbangi hak konsumen, sehinggga kewajiban ini diatur dalam Pasal 5 UUPK yang mencantumkan 5 (lima) macam kewajiban konsumen, yaitu:14

a) Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;

b) Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;

c) Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

d) Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

2.3 Hak Pelaku Usaha

Menurut Pasal 6 UUPK tercantum 5 (lima) hak-hak dari (pelaku usaha) sebagai berikut:15

a) Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan

b) Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik

c) Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen

14Ibid, hlm. 47.

(12)

d) Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak berakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan

e) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan lainnya

2.4 kewajiban pelaku usaha

Menurut Pasal 7 UUPK kewajiban produsen (pelaku usaha) adalah:16

a) Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya

b) Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan

c) Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif

d) Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku

e) Memberikan kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan

f) Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan

g) Memberikan kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

3. Jual Beli Online E-Commerce

Jual beli secara sederhana adalah suatu perjanjian yang dilakukan oleh dua pihak dimana salah satu pihak sebagai penjual yang

(13)

mempunyai sesuatu untuk dijual dan pihak lainnya sebagai pembeli yang berniat untuk membeli sesuatu. Jual beli tidak anya terjadi di pasar akan tetapi jual beli dapat dilakukan dimana saja kapan saja sehingga dikatakan jual beli sebagai suatu perjanjian antara pihak yang mengikatkan dirinya dalam suatu ikatan antara konsumen dan pelaku usaha. Sedangkan berdasarkan Pasal 1457 BW bahwa “ jual-beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah diperjanjikan. dalam jual beli biasanya yang mempunyai daya tawar yang tinggi adalah penjual sehingga dalam praktinya seringkali pembeli (konsumen) hanya mempunyai 2 pilihan yaitu take it or leave it (ambil atau tinggalkan) sehingga jarang sekali pembeli mempunyai pilihan untuk mengambil hak hak sebagia konsumen. E-commerce adalah segala transaksi perjanjian jual beli sewa menyewa dan lain lain yang dilakukan melalu media internet. Jual beli secara elektronik atau E-commerce seringkali menyulitkan dalam hal perlindungan keamanan transaksi dalam melindungi hak-hak konsumen.

4. Hukum Konsumen dan Hukum perlindungan Konsumen

Sesungguhnya peranan hukum dalam konteks ekonomi adalah menciptakan ekonomi pasaar yang kompetitif. Terkait dengan hal inipula, bahwa tidak ada pelaku usaha atau podusen tunggal yang mampu mendominasi pasar, selam konsumen memiliki ha untuk memilih produk mana menawarkan nilai terbaik, baik dalam harga maupun mutu.17 Perlindungan konsumen harus mendapat perhatian lebih, karena investasi asing telah menjadi bagian pembangunan ekonomi Indonesia, dimana ekonomi Indonesia juag berkaitan dengan ekonomi dunia. Persaingan internasional dapat membawa implikasi negatif bagi konsumen.18

17 Zulham, Ibid,. Hlm. 21

(14)

Karena posisi konsumen yang sangat lemah maka ia harus dilindungi oelh hukum, salah satu sifat , sekaligus tujuan hukum itu adalah memberikan perlindungan (pengayoman) kepada masyarakat. Jadi, sebenarnya hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen adalah dua bidang hukum yang sulit dipisahkan dan ditarik batasnya.19

Ada juga yang berpendapat, hukum perlindungan konsumenn merupakan bagian dari hukum konsumen ang lebih luas. Az. Nasution, misalnya berpendapat bahwa hukum konsumen memuat asas-asas atau kaidah-kaidah bersifat mengatur, juga mengandung sifat yang melindungi konsumen. Adapun hukum konsumen diartikan sebagai keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang dan/atau jasa konsumen, di dalam pergaulan hidup.20

Cakupan perlindungan konsumen itu dapat dibedakan dalam dua aspek, yaitu:21

a) Perlindungan terhadap kemungkinan barang yang diserahkan kepada konsumen tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati.

b) Perlindungan terhadap diberlakukannya syarat-syarat yang tidak adil kepada konsumen.

Tindakan-tindakan yang dilakukan dalam melindungi hak-hak konsumen tidak hanya dilakukan upaya tindakan preventif (pencegahan) tetapi juga adanya tindakan refresif (penindakan) hal ini berkaitan sangat erat dalam tercapainya hak-hak konsumen. Maka pengaturan terhadap perlindungan konsumen dilakukan dengan :22

a) Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur keterbukaan akses informasi, serta menjamin kepastian hukum.

b) Melindungi kepentingan konsumen pada khussusnya dan kepentingan seluruh pelaku usaha.

19 Celina Tri Siwi Kristayanti,Opcit, hlm. 3

20 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen, Grasindo, Jakarta, 2000. Hlm. 9-10 21 Zulham, Op.cit., hlm. 22.

(15)

c) Meningkatkan kualitas barang dn pelayanan jasa.

d) Memberikan perlindungan kkepada konsumen dari praktik usaha yang meenipu dan menyesatkan.

e) Memadukan penyelenggaraan, pengembangan dan pengaaturan perlindungan konsumen dengan bidang-bidang perlindungan pada bidang-bidang lainnya.

Maka, hukum perlindungan konsumen adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan masalah penyediaan dan penggunann produk konsumen antara penyediaan dan penggunanya, dalam kehidupan bermasyarakat.23 Dalam penyederhanaan bahasanya bahwa hukum perlindungan konsumen meliputi segala ketentuan peraturan perundang-undangan lain yag mengatur tentang perlindungan hak-hak konsumen. hal ini terkait dengan Pasal 64 undang-undang perlindungan konsumen yang berbunyi “ segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang bertujuan melindungi konsumen yang telah ada pada saat undang-undang ini diundangkan, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak diatur secara khusus dan atau tidak bertentengan dengaan ketentuan dalam undang-undang ini.

Dalam perlindungan konsumen dikenal adanya prinsip-prinsip hukum diantaranya adalah prinsip tanggung jawab. Secara umum, prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukum dapat dibedakan sebagai berikut :24

a) Kesalahan (liability based on fault);

b) Praduga selalu bertanggung jawab (presumption of liability);

c) Praduga selalu tidak bertanggung jawab (presumption of nonliability);

d) Tanggung jawab mutlak (strict liability);

e) Pembatasan tanggung jawab (limitation of liability);

23 Az Nasution, hukum Perlindungan Konsumen (suatu Pengantar), Diadit Media, Jakarta, 2002. Hlm. 22-23

(16)

5. Perlindungan konsumen E-Commerce

Salah satu faktor terpenting mendorong lahirnya undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen adalah tingginya derajat pelanggaran hak konsumen dalam dasaawarsa sebelumnya. Berbagai pelanggaran ini menjadi sangat intesif pada awal tahun 1970 hingga 1998. Hal ini disebabkan bahwa pelaku ussaha menikmati kebijakan-kebijakan politik hukum yang digariskan dalam polaa pembangunan jangka panjang 25 (dua puluh lima tahun). Meskipun karaktteristik sasaran pokok dari strategi pembagnunan growth-equity

adalah pertumbuhan dan pemerataan, pemerintahan pada waktu itu (orde baru) tetap menyokong pelaku usaha (konlomerat) untu memenuhi kebutuhan pokok masyarakat dan pembangunan di segala sektor. 25

Perkembangan pesat teknologi teknologi informasi telah melahirkan bentuk transaksi baru antara konsumen dengan pelaku usaha. Transaksi yang terjadi antara kedua subjek hukum ini pada dasarnya adalah pasar yang sangat potensial , karena konsumen dapat melakukan transaksi dengan pelaku usaha di seluruh penjuru dunia dengan biaya yang relatif mudah dan dengan efisiensi waktu. Masalahnya yang timbul adalah bahwa dalam Pasal 1 ayat (1) undang-undang perlindungan konsumen mendefinisikan kata perlindungan konsumen dalam pengertiannya yang limitatif, karena ketentuan ini hanya menyebutkan bahwa: perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan konsumen. Tafsiran atas makna perlindungan konsumen yang tersebut dalam pasal 1 ayat (1) UUPK perlu diperluas, sehingga perlindungan konsumen, menyangkut seluruh aspek perlindungan konsumen yang termasuk di dalamnya perlindungan konsumen yang melakukan transaksi secara elektronik.

Tentu saja perluasan tafsiran makna perlindungan konsumen yang tercantum dalam UUPK memiliki tujuan yang lebih luas daripada sekedar melindungi konsumen yang melakukan transaksi seperti yang berlangsung dalam perdagangan konvensional (Offline), karena fakta

(17)

yang menunjukkan bahwa konsumen yang melakukan transaksi secara elektronik sering tidak dapat meneliti barang atau jasa yang dipromosikan oleh pelaku usaha dalam website toko online nya.

Dengan harapan memberikan perlindungan yang maksimal (more protection) kepada konsumen. Memang, UUPK menyebutkan bahwa konsumen antara lain memiliki hak untuk memperoleh informasi yang benar, jelas dan jujur tentang kondisi dan jaminan barang ataupun jasa (Pasal 4 Huruf h). Persoalan ini kemudian kembali ditegaskan daalam Pasal ( undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan transaksi elektronik yang menyebutkan bahwa pelaku usaha yang meenawarkan produk melalui sistem elektronik harus menyediakan informasi yang lengkap dan benar terkait dengan syarat kontrak, atas produk yang ditawarkan oleh pelaku usaha.26 Akibat banyaknya terdapat tindakan-tindakan oknum pengguna internet yang sangat merugikan konsumen seperti kasus—kasus situs jual beli online yang fiktif merupakan suatu hal yang harus dipecahkan oleh hukum untuk menjangkau segala aspek.

Untuk mengatasi persoalan situs yang berkedok penjualan barang atau jasaa fiktif, undang-undang ITE sebenarnya sudah mendesain ketentuan yang bersifat preventif dan kelembagaa (institusional) terutama untuk menghadapi maraknya situs-situs palsu yang menyesatkan konsumen. Salah satu upaya tersebut dapat dilihat dari ketentuan Pasal 10 ayat (1) undang-undang ITE yang mengatakan bahwa : setiap pelaku usaha yang menyelenggarakan transaksi elektronik dapt disertifikasi oleh lembaga srtifikasi keandalan (certifivation Authority). Lembaga ini akan menerbitkan sertifikasi kepada pelaku usaha sebagai buki bahwa mereka yang melakukan perdagangan secara elektronik memang layak berusaha. Agar dapat memperoleh sertifikat keandalan, pengguna (user) harus melewati tahap

(18)

penilaian dan audit dari badan yang berwenang menerbitkan sertifikasi keandalan.27

Dalam konteks Lex Electronica’ Article 11 model hukum UNICITRAL, UU ITE dan naskah akademisnya, masing-masing rujukan ini secara jelas mengatakan bahwa perjanjian ini E-commerce

adalah bentuk perjanjian jual beli yang memiliki kekuatan hukum yang sama dengan perjanjian konvensional, namun memiliki karakteristik dn aksentuasi berbeda dengan perjanjian yang lazim berlaku dalam transaksi jual bel konvensional. Hal ini menggambarkan bahwa dalam

E-commerce kesepakatan antara pembeli dan penjual dilakukan secara elektronik.28 Hal ini menyebabkan sehingga prinsip-prinsip dalam hukum perjanjian secara konvensional, terkait dengan keabsahan suatu perjanjian harus mengalami perubahan yang cukup mendasar, dalam hal perjanjian jual beli secara online dalam tataran E-commerce berlangsung dalam pranata click and point agrrement.

6. Tanda tangan digital (Digital Signature)

Dalam bidang lembaga hukum siber (cyber Law) masalah otensitas dapat diwujudkan dengan menggunakan tanda tangan digital (Digital

Signature).29 Untuk melindungi kepentingan konsumen dan pelaku usaha yang melakukan transaksi secara eektronik keberadaan tanda tangan digital jelas sangat penting karena dapat menunjukkan sumber data elketronik yang sesungguhnya.30 Dengan instrumen ini integritas pesan antara para pihak yang melakukan transaksi terjamin orisinalitasnya karena adanya sertifikat digital (digital certificate).31 Sertifikat digital akan diperoleh Pasca pengguna (user/subscriber) melakukan aplikasi kepada lembaga CA. Pada hakikatnya, sertifikat digital berisikan

27 Iman Sjahputra, Ibid,. Hlm. 153

28 Iman Sjahputra, mengutip dari Inggrid Winternitz dalam Electronic Publishing

Agreements, Precedent with Commentary and disk. Oxford University Press. 2005 hlm. 93. 29 Pasal 11 ayat (1) tentang ITE terkait dengan tanda tangan elektronik

30 Baca ketentuan Umum Pasal 1 butir ke-12 UU nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan transaksi elektronik

(19)

informasi yang berkaitan tentang: identitas, kewenangan, kedudukan hukum, dan statsu dari pengguna (user). Disini dapatlah ditari sebuah kesimpulaaan bahwa tanda tangan digital adalah sebuah item data yang terkait dengan sistem pengkodean pesan digital yang betujuan untuk memberikan jaminan atas keaslian data dan memastikan data tersebut tidak termodiifikasi.

Jika digital signature atau tanda tangan digital seperti yang telah dijabarkan diatas dihubungkan dengan perlindungaan konsumen, jelaaslah bahwa e-commerce juga sangat dipengaruhi oelh implementasi prinsip non-repudation. Dengan diterapkannya prinsip tersebut secara teoritis dapat diprediksi bahwa para pihak tidak lagi dapat menyangkal telah melakukan transaksi.32

7. Perlindungan konsumen e-commerce dalam sistem keamanan teknologi informasi

7.1 Sertifikat digital

Penggunaan teknologi kriptografi memainkan peran besar dalam upaya melindungi konsumen yang melakukan transaksi seccara elektronik. Para ahli hukum siber terutama menyadari bahwa bahwa aplikasi tanda tangan elektronik akan menjamin kerahasiaan dan integritas pesan yang dikirim melalui jaringan telekomunikasi terbuka seperti world wide web.menurut para ahli hukum teknologi informasi masalah tersebut dapat diatasi dengan memberikan sertifikat digital epada kunci publik (publik key). Sertifikat digital ini diterbitkan (issued) oleh badan pemegang otoritas sertifikasi dalam hal ini CA (certificate authority).

7.2 Tugas dan wewenang Certificate Authority (CA)

Dalam pedoman penyelenggaraan CA di indonesia secara jelas dikatakan bahwa CA memiliki fungsi sebagai berikut: 33

32 Iman Sjahputra, Ibid,.hlm. 156

(20)

a) Memfasilitasi transaksi elektronik antara pihak pertama dan kedua melalui penertiban SD yang berisi kunci publik dan konfirmasi terhadap identitas pemegang kunci publik atau pelanggan;

b) Memberikan otentifikasi terhadap kunci publik para pihak yang melakukan transsaksi ellektronik;

c) Memastiakn identitas dan status subjek hukum penandatangan selama masa berlakunya tanda tangan digital;

d) Melakukan verifikasi, pemeriksaan dan pembuktian identitass para pengguna dan pelanggan serta mensahkan pasangan kunci publik dengan identitas pemiliknya;

e) Administratif mencakup registrasi, otentifikasi fisik, pembuatan dan pengelolaan kunci, pengelolaan dan pembekuan kunci; f) Menyediakan directory tentang status SD yang diterbitkannya; g) Dapat dilengkapi dengan lembaga pelaksanaan regisstrasi yang

menjalankan fungsi administratif;

h) Dapat melakukan fungsi registrasi dan publikasi kepada seluruh otoritas registrasi dan penyedia jasa repository (tempat untuk menyimpan dan menngumumkan SD yang diakses oleh publik), tetapi tanggung jawab tetap berada pada CA;

7.3 Teknologi Kriptografi dalam Internet

Kriptografi berasal dari bahasa yunani kuno yaitu krypto (rahasia) dan graphos (tulisan). Teknologi yang berhasil membuat tulisan rahasia atau yang disebut kriptografi itu terdiri dari 2 jenis. Yang pertamaa adalah kriptografi simetrik yang memungkinkan suatu pesan dienkrip dan didekrip dengan menggunakan kunci yang sama dan kunci tersebut diidentifikasi sebagi kuncci pribadi yang berfungsi untuk mengunci data dan membuka data.34 Yang kedua adalah kriptografi asimetrik, yang merupakan dua kunci yang

(21)

berbeda, yaitu kunci publik untuk proses enkripsi dan kunci pribadi untuk proses deskripsi.

7.4 Teknologi secure Socket Layer

Teknologi Secure socket layer SSL yang merupakan suatu teknologi yang sudah umum digunakan oleh pemilik website pedagang online. Teknologi ini dapat menjaga keamanan suatu pesan elektronik dengan menggunakan jalur enkripsi diantaraa web server dan browser.35

G. Metode Penelitian

1. Pendekatan dalam Penelitian hukum

Dalam peneltian ini pendekatan yang dilakukan terhadap kegiatan penelitian hukum ini adalah pendekatan Perundang-undangan (statue approach) dan Pendekatan Konseptual (conceeptual approach). 36Pendekatan perundang-undangan yaitu pendekatan yang dillakukan dengan mengkaji teori yang berhubungan dengan judul yang diangkat yang kemudian diuji terhadap peraturan perudang-undangan yang mengaturnya. Pendekatan konseptual yaitu pendekatan yang dilakukan dengan merujuk kepada prinsip-prinsip hukum yang dapat ditemukan dalam doktri-doktrin hukum.

2. Sumber bahan Hukum

Sumber bahan hukum yang dipergunakan dalam sistematika penulisan tesis ini terdiri dari :

a) Bahan Hukum primer

Bahan Hukum Primer adalah sumber bahan hukum yang diperoleh dengan pengumpulan peraturan perundang-undangan yang terdiri dari :

1.) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945; 2.) Kitab undang-undang hukum Perdata (burgelijk wetboek);

(22)

3.) Undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen;

4.) Undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik;

5.) Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 29/PERM/KOMINFO/11/26 tentang pedoman penyelenggaraan

Certification Authority (CA)

b) Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang dikumpulkan dari buku buku hukum, jurnal-jurnal hukum, kamus-kamus hukum, website, dan bahan-bahan lain yang terkait dengan isu hukum dalam penulisan.

H. Pengumpulan Bahan Hukum

Dalam pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini saya menggunakan cara melalui studi kepustakaan dengan menggunaakan cara sistem kartu, yaitu suatu cara dengan menginventarisir peraturang perundang-undangan, dan buku-buku. untuk memperoleh bahan hukum yang sesuai dengan objek penelitian dan selanjutnya disusun secara sistematis berdasarkan pokok bahasan dalam penelitian ini.

Bahan hukum primer berupa perundang-undangan dikumpulkan dengan metode inventarisasi dan kategorisasi. Dan bahan hukum sekunder dikumpulkan dengan cara sistem kartu catatan. Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang telah dikumpulkan kemudian dikelompokkan dan dkaji dengan penddekataan perundang-undangan guna memperoleh gambaran sinkronisasi dari semua bahan hukum. Selanjutnya dilakukan sistematisasi dan klasifikasi dan dikaji serta dibandingkn dengan teori dan prinsip hukum, untuk dianalisis secara normatif.

(23)

Analisa bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis ketentuan dengan menarik kesimpulan yang umum ke khusus (deduktif) atau dari yang khusus ke umum (induktif), keduanya digunakan berbarengan cara berpikir demikian tersebut diatas, maka bahan hukum itu dapat diinterpretasikan dan apabila diperlukan dievaluasi dengan tetap berpegangan pada hukum sebagai suatu sistem.

J. Pertanggungjawaban Sistematika

Pertanggungjawaban sitematika adalah uraian sistematis tentang sistematika bab subbab. Dimana dalam penulisan penelitian ini dibagi dalam bab, yaitu:

Pertama-tama adalah bab I dimana dalam bab I terdapat latar belakang masalah yang di dalamnya merupakan merupakan awal penjelasan untuk masuk kepada rumusan masalah selanjutnya ada rumusan masalah yang berasal dari penarikan isu hukum terkait objek yang diteliti. Dalam bab ini juga terdapat tujuan penelitian, manfaat penelitian,kajian pustaka, metode penelitian dan pertanggungjawaban sistematika.

Pada bab II berisikan dengan pembahasan mengenai rumusah masalah dan rumusan masalah yang kedua, terkait dengan relevansi undang-undang perlindungan konsumen dan undang-undang informasi transaksi elektronik terkait dengan perlindungan konsumen dan pelaku usaha dalam transaksi e-commerce.

Bab III berisikan dengan rumusan masalah yang ketiga yang terkait hasil dari analisis rumusan masalah pertama dan yang kedua, dari hasil analisis tersebut maka akan dilanjutkan dengan pembahasan rumusan masalah yang ketiga.

(24)

DAFTAR PUSTAKA

(25)

Kristayanti, Celina Tri Siwi, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta, 2011.

Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum (edisi revisi), Kencana, Jakarta, 2014.

M Arief Mansur, Dikdi & Gultom Elisatris, Cyber Law (Aspek Hukum Teknologi), Refika Aditama, Bandung, 2005.

Miru, Ahmadi & Yodo, Sutarman, Hukum Perlindungan Konsumen, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004.

Poerwadarminta, WJS, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Gramedia, Jakarta, 1995.

Sidharta, Hukum Perlindungan Konsumen, Grasindo, Jakarta, 2000.

Sjahputra, Iman, Perlindungan Konsumen dalam Transaksi Elektronik,

Alumni, Bandung, 2010.

Syawali, husni & Sri, Imaniyati Neni, Hukum Perlindungan Konsumen,

Maju Mandar, Bandung, 2002.

Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, Kencana, Jakarta, 2013.

Peraturan Perundang-undangan

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Kitab Undang-undang hukum Perdata

Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen

Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik

Peraturan Menteri Nomor 29/PER/M.KOMINFO/11/2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Certification Authority (CA) di Indonesia

Website

Referensi

Dokumen terkait

Percobaan ini dilakukan untuk menentukan konsentrasi yang tepat pada zat pengatur tumbuh auksin dan pupuk cair NPK serta pengaruhnya terhadap pertumbuhan setek batang

Hubungan antara luas perpindahan panas dan volume asap cair (berat tempurung kelapa 5 kg) Dari gambar 2 dapat disimpulkan hubungan antara volume asap cair dan luas

The stages involved in chip removal are: workpiece moves relative to a cutting edge, which then penetrates the surface, the workpiece material near the

Populasi sampel adalah seluruh penderita diabetes mellitus tipe 2 baik dengan atau tanpa penyakit penyerta yang tercatat sebagai pasien yang menjalani

[r]

Dengan adanya penghematan pajak setelah dilakukannya perencanaan pajak, maka pengeluaran kas atau biaya pajak penghasilan menjadi berkurang sehingga menambah

Terdapat beberapa kegiatan yang dapat mengasah keterampilan motorik kasar anak, diantaranya yaitu dengan menerapkan pembelajaran yang menarik sesuai dengan kurikulum