• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Pendahuluan Lumut Di Lau Kawar, Kabupaten Karo Nursahara Pasaribu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Studi Pendahuluan Lumut Di Lau Kawar, Kabupaten Karo Nursahara Pasaribu"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Studi Pendahuluan Lumut Di Lau Kawar, Kabupaten Karo

Nursahara Pasaribu

Departemen Biologi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Medan

email: nursaharapasaribu@yahoo.com

Abstrak. Studi pendahuluan lumut di Lau Kawar telah dilakukan pada bulan Januari 2012 dengan menggunakan ―Metode Survei‖. Penelitian dan pengumpulan data dilakukan di dua lokasi (TWA Deleng Lancuk dan Gunung Sinabung) dengan menjelajahi semua tempat yang berpotensi sebagai tempat tumbuh lumut. Ditemukan 66 jenis lumut yang terbagi ke dalam tiga kelompok (lumut sejati, lumut hati dan lumut tanduk). Lumut sejati terdiri dari 20 suku dan 48 jenis, lumut hati terdiri dari 12 suku dan 17 jenis, dan lumut tanduk dari satu suku dan satu jenis. Pada lumut sejati jumlah jenis terbanyak ditemukan pada suku Hypnaceae (6 jenis) dan lumut hati 5 suku (Geocalycaceae, Jungermanniaceae, Leujeuneaceae,

Marchantiaceae, dan Plagiochillaceae) masing-masing 2 jenis. Untuk lumut sejati jenis yang paling umum ditemukan di kedua lokasi adalah jenis Pyrrhobryum spiniforme

(Rhizogoniaceae) dan lumut hati jenis Plagiochilla sp. (Plagiochillaceae).

Kata Kunci: Lumut, Lau kawar

PENDAHULUAN

Kawasan hutan Indonesia umumnya merupakan hutan hujan tropis, termasuk di antaranya hutan pegunungan yang terkenal dengan keanekaragaman flora termasuk di dalamnya adalah jenis-jenis lumut (Hasan & Ariyanti 2004). Jumlah lumut kurang lebih 18.000 jenis yang tersebar di seluruh dunia dan merupakan kelompok tumbuhan terbesar kedua setelah tumbuhan berbunga (Tan & Chuan 2008). Lumut dibagi menjadi tiga kelompok yaitu lumut hati, lumut tanduk dan lumut daun (Gradstein et al, 2009). Lumut merupakan kelompok tumbuhan tingkat rendah yang dapat tumbuh di berbagai substrat seperti kayu lapuk, serasah, batang pohon, batu dan daun. Lumut merupakan kelompok terbesar kedua setelah tumbuhan tinggi (Glime, 2006 dalam Windadri 2010).

Lau Kawar merupakan daerah ekowisata yang terletak di antara TWA Deleng Lancuk dan Gunung Sinabung. Kedua lokasi dikenal sebagai kawasan konservasi yang memiliki tingkat keanakeragaman

flora yang sangat tinggi dan berperan sebagai kawasan resapan air. Gunung Sinabung khususnya merupakan salah satu gunung tertinggi di Sumatera Utara, sekitar 2.451 m di atas permukaan laut. Hutan Gunung Sinabung dikenal secara lokal, nasional, maupun internasional sebagai kawasan ekowisata yang banyak dikunjungi oleh pencinta alam. Menurut laporan Eksplorasi Flora Nusantara yang dikemukakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (2003) hutan Gunung Sinabung yang berbatasan dengan tanah-tanah pertanian milik masyarakat memiliki kondisi yang masih bagus. Hal tersebut ditunjukkan dengan variasi flora yang relatif masih cukup tinggi termasuk kelompok lumut.

(2)

METODOLOGI

Waktu dan tempat penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2012, tempat penelitian di kawasan Taman Wisata Alam Deleng Lancuk dan Gunung Sinabung. Secara geografis TWA Deleng Lancuk terletak pada ordinat. Sedangkan gunung Sinabung pada koordinat 03o 11‖- 03o 12‖ LU dan 98o 22‖- 98o 24‖BT.

Koleksi dan Identifikasi

Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode eksplorasi dan koleksi flora dengan cara jelajah, yaitu melakukan penjelajahan di sepanjang jalur pengamatan atau disesuaikan dengan keadaan lapangan. Semua jenis lumut yang yang dijumpai diambil secara lengkap (terdapat generasi gametofit dan sporofit) serta mencatat data seperti, habitat, substrat dan warna. Spesimen dikering-anginkan dan dimasukkan ke dalam amplop.

Pengelompokkan dan Identifikasi dilakukan di Herbarium MEDANENSE menggunakan beberapa buku acuan sbb: Mosses of The Philippines (Bartram, 1939); A Handbook of Malesian Mosses volume 1 (Eddy,1988); A Handbook of Malesian Mosses volume 2 (Eddy, 1990); A Handbook of Malesian Mosses volume 3 (Eddy, 1996), A Guide to the Mosses of Singapore (Tan & Chuan, 2008), Mengenal

Bryophyta (Lumut) Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Volume 1 (Hasan & Nunik, 2004).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kawasan Taman Wisata Alam Deleng Lancuk dan hutan Gunung Sinabung yang terletak berdekatan hanya dipisahkan oleh Danau Lau Kawar sehingga kondisi di kedua kawasan ini tidak jauh berbeda. Hal ini dapat dilihat dari hasil koleksi lumut yang diperoleh kecuali famili Sphagnaceae. Famili ini hanya ditemukan di hutan Gunung Sinabung pada ketinggian 2100 m dpl dengan tingkat kelembaban mencapai 92%. Crum (1992) dalam Glime (2006) menyatakan bahwa spesies Sphagnum yang termasuk suku Sphagnaceae tumbuh dalam habitat sangat spesifik terutama pada kelembaban yang sangat tinggi dan hutan yang selalu berkabut.

Lumut yang dikoleksi pada lokasi penelitian sebanyak 66 jenis. Kelas Musci merupakan yang paling banyak ditemukan yaitu 48 jenis, diikuti kelompok Hepaticeae 17 jenis dan Anthocerataceae satu jenis (Tabel 1). Menurut Gradsein, et al (2009) lumut sejati (Musci) merupakan kelas terbesar dalam Bryophyte. Diperkirakan terdapat 900 genera dalam 8000 jenis (Gradstein, et al 2009) dan sekitar 2000 jenis tersebar di Asia (Tan & Chuan, 2008).

Tabel 1. Keanekaragaman jenis Lumut

Kelas Suku Jenis Substrat

Musci

Bartramiaceae Breuteria arundifolia Tanah

Bryaceae B.billardieri . Kayu lapuk

B. clavatum Kayu lapuk

B. ramosum Kayu lapuk

Rodhobryum giganteum Kayu lapuk Calymperaceae Leuchopanes candidum Pohon

Mitthyridium repens Pohon

Syrhopodon sp. Pohon

Syrrhopodon tjibodensis Pohon Dicranaceae Campylopus serratus Kayu lapuk

(3)

Dicranoloma braunii Pohon

D. reflexum Pohon

Leucoloma sp. Pohon

Diphysciaceae Diphyscium sp. Batu

Fissidentaceae Fissidens nobilis Batu

F. teysmannianus Batu

F. nymannii Kayu lapuk

Hypnaceae Ectropothecium

buitenzorgii Kayu lapuk E. dealbatum Kayu lapuk E. falciforme Kayu lapuk

Hypnum sp. Pohon

Isopterygium sp. Pohon

Vesicularia dubyana Kayu lapuk Hypnodendraceae Hypnodendron reinwardtii Kayu lapuk

Hookeriaceae Distichophyllum mittenii Pohon Leucobryaceae Leucobryum sanctum Pohon

L. sumatranum Pohon

Meteoraceae Barbella comes Pohon

Neckeropsis crinita Pohon Mniaceae Plagiomnium elimbatum Kayu lapuk Neckeraceae Homaliodendron

scalpellifolium Pohon

Homoliodendron sp. Pohon

Orthotricaceae Macromitrium sp. Pohon

Polytrichaceae Pogonatum flexicaule Tanah P. gymnophyllum Tanah P. macrophylum Tanah P. microstomum Tanah

Pogonatum sp. Tanah

Pterobryaceae Endotrichella elegans Pohon, kayu lapuk Garovaglia plicata Daun, kayu lapuk Rhizogoniaceae Phyrrhobrium spiniforme Pohon Semathophyllaceae Acroporium condensatum Kayu lapuk

A. hermaphroditium Kayu lapuk

Semathophyllaceae Taxithelium alare Kayu lapuk Taxithelium sp. Kayu lapuk Sphagnaceae Spaghnum robinsonii Tanah

Thuidiaceae Thuidium plumulosum Kayu lapuk, batu

Hepaticeae Aneuraceae Riccardia sp. Pohon

Calypogeiaceae Calypogeia sp. Pohon

Cephaloziaceae Schiffneria sp. Pohon

Geocalycaceae Heteroscyphus sp. Kayu lapuk

Lophocolea sp. Tanah

Jungermanniaceae Jungermannia sp. Pohon

Syzygiella sp. Pohon

Lejeunaceae Ptychanthus sp. Pohon

(4)

Lepidoziaceae Bazzania sp. Pohon, kayu lapuk Marchantiaceae Dumortiera sp. Batu, tanah

Marchantia sp. Tanah

Plagiochillaceae Plagiochilla sp. Pohon Plagiochilla schiophilla Pohon Pallavicineaceae Symphyogyna sp. Tanah, batu

Ricciaceae Riccia sp. Batu

Pleuroziaceae Pleurozia sp. Tanah

Anthocerotae Anthocetaceae Anthoceros sp. Tanah

Dari Tabel 1. Dapat diketahui bahwa Suku Hypnaceae memiliki jenis terbanyak yaitu enam jenis, diikuti Polytrichaceae, Dicranaceae, sebanyak lima jenis, Sematophyllaceae, Calymperaceae, Bryaceae sebanyak empat jenis, Fissidentaceae tiga jenis dan famili lainnya masing-masing dua jenis dan satu jenis.

Hypnaceae yang ditemukan terdiri dari empat genera. Hypnaceae salah satu suku terbesar dari kelompok Pleurocarpus yang terdiri dari 60 genus. Keempat genera ini terdapat di semua tipe habitat. Jenis yang sering ditemukan adalah Ectropothecium buitenzorgii Tan, et al. (2006) melaporkan di Gunung Halimun jenis ini tumbuh pada habitat batang pohon, bebatuan dan kayu lapuk pada ketinggian 1000-1600 mdpl.

Famili Dicranaceae merupakan tumbuhan dengan penyebaran yang luas (kosmopolit). Hal ini sesuai dengan Sehnem (1953) dan Frahm (1991) dalam Liuizi-Ponzo & Barth (1999), yang mengatakan famili Dicranaceae mempunyai wilayah distribusi geografi yang luas, ditemukan mulai dari Artik, Antartik, hutan temperate, hutan tropis dan hutan subtropis. Selanjutnya Eddy (1988) menyatakan di wilayah tropis Dicranaceae banyak melimpah pada setiap ketinggian. Suku Dicranaceae jarang ditemukan dengan spora, sehingga memungkinkan suku ini lebih mengutamakan perkembangan secara vegetatif. Menurut Glime (2006) reproduksi secara vegetatif cenderung lebih sukses mengkolonisasi wilayah lebih luas dari pada dengan spora.

Salah satu jenis dari suku Dicranaceae yang banyak ditemukan adalah Leucoloma sp.,tumbuh epifit di batang pohon.

Eddy (1988) menyatakan Polytrichaceae memiliki keanekaragaman yang melimpah tersebar di daerah tropis Asia dan secara khusus tumbuh di substrat tanah yang kaya akan mineral tapi lebih sering di tanah humus. Selanjutnya Hyvo¨nen (2008), menambahkan salah satu jenis dari suku Polytrichaceae, yaitu Pogonatum berhasil mengkolonisasi daerah terbuka ataupun pinggir jalan.

Untuk kelas Hepaticeae famili yang memiliki jenis terbanyak yaitu Geocalycaceae, Jungermanniaceae, Leujeunaceae, Marchantia dan Plagiochillaceae masing-masing sebanyak dua jenis. Menurut Gradstein, et al (2009), kekayaan jenis lumut hati berkaitan dengan meningkatnya elevasi. Gradstein & Culmse melaporkan di Sulawesi bahwa di hutan pegunungan bawah lumut hati sangat banyak ditemukan sekitar 60% jika dibandingkan dengan lumut daun yang hanya 40%. Selanjutnya Gradstein juga menambahkan bahwa Plagiochillaceae banyak ditemukan di hutan pegunungan bawah dan sangat jarang ditemukan hutan pegunungan atas.

(5)

lumut, karena mampu menyediakan air dan zat-zat yang diperlukan oleh lumut. Batang pohon relatif favorit dan cocok untuk habitat lumut. Selanjutnya Culmse & Gradstein (2010), basal pohon merupakan substrat yang cocok untuk lumut karena memiliki kondisi kelembaban tinggi dan merupakan zona transisi antara lantai hutan dan batang pohon. Selanjutnya Gradstein (2009) menambahkan bahwa kayu lapuk, tunggul, dan cabang yang berada di lantai hutan juga merupakan habitat penting untuk lumut.

KESIMPULAN

Dari hasil eksplorasi yang telah dilakukan didapatkan kesimpulan sebagai berikut:

Ditemukan lumut sebanyak 66 jenis, lumut sejati terdiri dari 20 suku dengan 48 jenis, lumut hati terdiri dari 12 suku dan 17 jenis, dan lumut tanduk dari 1 suku dan satu jenis.

Famili yang paling banyak ditemukan pada lokasi penelitian yaitu Hypnaceae sebanyak enam jenis, diikuti Polytrichaceae, Dicranaceae, sebanyak lima jenis, Sematophyllaceae, Calymperaceae, Bryaceae sebanyak empat jenis, Fissidentaceae tiga jenis dan famili lainnya masing-masing dua jenis dan satu jenis.

Lumut yang ditemukan menempati variasi habitat yang beragam seperti, kayu lapuk, pohon, tanah, daun dan bebatuan.

DAFTAR PUSTAKA

Bartram, E. B. (1939). Mosses Of The Philippines. The Philippines Journal of science. Vol 68 January-April 1939p. 1-423

Culmsee, H. & S. R. Gradstein. (2010). Bryophyte diversity on tree trunks in montane forests of Central Sulawesi, Indonesia. Tropical Bryology. 31: 95-105.

Eddy, A. (1988). A Handbook of Malesian Mosses Volume 1. London; Natural History Museum Publications.

Eddy, A. (1990). A Handbook of Malesian Volume 1 Physiological Ecology. Ebook. http;//www.bryoecol.mtu.edu/.

Gradstein, S. R. & T. Pocs. (2009). Bryophytes. A Handout Lecture of Regional Training Course On Biodiversity Conservation Of Bryophytes and Lichens. Bogor. Indonesia.

Gradstein, S. R., M. Keseler., M. H. Muncheberg., M. M. Bos., S. G. Sporn. (2009). Microclimate determines community composition but not richness of epiphytic understory bryophytes of rainforest and cacao agroforests in Indonesia. Functional Plant Biology. 36: 171–179.

Hasan, M. & N. S. Ariyanti. 2004. Mengenal Bryophyta (Lumut) Di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Volume 1. Cetakan pertama. Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.

Hyvo¨nen, J. & S. Koskinen. 2008. Pogonatum (Polytrichales, Bryophyte) Revisited. Acta Bot. Fenn. 178: 255– 269.

(6)

Tan, B. C & H. B. Chuan. 2008. A Guide To The Mosses Of Singapore. Singapore; National Library Board.

Tan, B. C. & S. R. Gradstein. (2009). The Economic Importance of Bryophytes. A Handout Lecture of Regional Training Course On Biodiversity Conservation Of

Bryophytes and Lichens. Bogor. Indonesia

Gambar

Tabel 1. Keanekaragaman jenis Lumut

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis hubungan pengetahuan dengan tindakan pencegahan penularan TB Paru pada keluarga penderita Tuberkulosis Paru di Ruang Rawat Inap Paru

Disini Muhammad al-Ghali mengomentari bahwa the hidden meaning ayat ini adalah adanya sikap fanatisme keagamaan yang sempit dimana hal itu sangat bertentangan

Difteri merupakan penyakit yang sangat menular, sehingga adanya wabah difteri ini sebaliknya juga dapat menyerang petugas yang melakukan kegiatan ini.... Analisis

Hal ini berarti semakin banyak jumlah sarana media massa yang dimiliki petani maka akan semakin tinggi tingkat pengetahuan petani dengan kata lain kepemilikan media

Dalam penelitian ini analisis dilakukan pada variabel-variabel yang telah ditentukan sebelumnya, yaitu analisis perubahan penggunaan lahan dari lahan non perkotaan

• Citilink revisi pendapatan menjadi USD 550 juta • BMRI akan pacu bisnis e-money pada tahun 2016 • AGRO tetapkan target konservatif.. • UUS NISP akan tambah office channeling

Untuk proses sintesa Fe 3 O 4 digunakan bejana kaca berdimensi 12×10×15 cm berisi larutan elektrolit demin water dan sintesa dilakukan dengan mengalirkan arus DC pada

Berdasarkan permasalahan tersebut maka perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui persentase mahasiswa yang mengalami miskonsepsi, tahu konsep, dan