• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA KELUARGA SADAR GIZI (KADARZI) DAN STATUS GIZI BALITA DI DESA REPAKING KECAMATAN WONOSEGORO KABUPATEN BOYOLALI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA KELUARGA SADAR GIZI (KADARZI) DAN STATUS GIZI BALITA DI DESA REPAKING KECAMATAN WONOSEGORO KABUPATEN BOYOLALI"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informatika Kesehatan 23

HUBUNGAN ANTARA KELUARGA SADAR GIZI (KADARZI) DAN STATUS GIZI BALITA DI DESA REPAKING KECAMATAN

WONOSEGORO KABUPATEN BOYOLALI

Anik Kurniawati

Jurusan Kebidanan Poltekkes Surakarta E-mail: kurniawati_anik@yahoo.co.id

ABSTRAK

Status gizi balita dipengaruhi langsung oleh asupan nutrisi dan penyakit infeksi. Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan status gizi balita yaitu program Kadarzi terdiri atas menimbang berat badan balita secara teratur, pemberian ASI eksklusif, makan beraneka ragam makanan, konsumsi garam beryodium, dan suplementasi vitamin A. Cakupan Kadarzi di Boyolali 51,74%, di Desa Repaking terdapat 26 dari 356 balita di Bawah Garis Merah. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan indikator Kadarzi dengan status gizi balita serta mengetahui hubungan status Kadarzi dengan status gizi balita. Penelitian observasional analitik dengan pendekatan potong lintang dilakukan Februari– Maret 2013. Subjek penelitian 110 ibu dan balita, diambil dengan teknik random sederhana 11 subjek setiap posyandu. Hasil penelitian menunjukkan indikator makan beraneka ragam makanan terdapat perbedaan pada kelompok gizi baik (87%) dibandingkan dengan kelompok gizi kurang (60%) (p=0,005). 18 dari 82 balita (22%) dari ibu dengan Kadarzi belum baik memiliki status gizi kurang, sedangkan ibu dengan Kadarzi baik hanya terdapat 2 dari 28 balita dengan status gizi kurang. terdapat perbedaan antara Kadarzi dengan status gizi balita (p=0,040; RP=3,07). Simpulan terdapat hubungan indikator makan beraneka ragam makanan dengan status gizi balita, sedangkan empat indikator yang lain tidak terdapat hubungan bermakna. Terdapat hubungan bermakna status Kadarzi dengan status gizi balita.

Kata kunci: kadarzi, status gizi

PENDAHULUAN

Periode balita merupakan masa kritis karena pada saat itu merupakan masa emas untuk pertumbuhan dan perkembangan, oleh karena itu gizi pada masa balita perlu diperhatikan. Gangguan gizi yang terjadi pada periode ini bersifat permanen yang tidak dapat dipulihkan walaupun kebutuhan gizi pada masa selanjutnya terpenuhi (Depkes RI, 2007). Permasalahan gizi dipengaruhi oleh penyebab langsung dan tidak langsung. Penyebab langsung yaitu masukan zat gizi dan penyakit infeksi, sedangkan penyebab tidak langsung antara lain ketahanan pangan dalam rumah tangga, pola pengasuhan anak, pelayanan kesehatan, dan kesehatan lingkungan. Ketahanan pangan dalam rumah tangga dan pola pengasuhan anak dipengaruhi oleh kondisi sosioekonomi dan pengetahuan ibu tentang gizi (Istiono, 2009). Tahun 2010 prevalensi gizi kurang dan pendek menurun menjadi masing-masing 17,9% dan 35,6% (Bapennas, 2011).

(2)

Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informatika Kesehatan 24 (tablet tambah darah, vitamin A dosis tinggi) sesuai anjuran.1dengan program kadarzi diharapkan permasalahan gizi masyarakat dan balita dapat teratasi.

TINJAUAN PUSTAKA

Status gizi adalah keadaan kesehatan individu-individu atau kelompok-kelompok yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik akan energi dan zat-zat gizi lain yang diperoleh dari pangan dan makanan yang dampak fisiknya diukur secara antropometri ( Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Dapat dibedakan menjadi gizi kurang, baik, dan lebih (supariasa, 2010). Penilaian status gizi dibagi menjadi 2 yaitu penilaian status gizi secara langsung dan penilaian status gizi secara tidak langsung. Penialian langsung salah satunya dengan pengukuran antropometri yang digunakan menurut WHO-NCHS dengan BB/U (Kemenkes RI, 2011) yang dikalsifikasikan menjadi:

Tabel 1. Klasifikasi Penialaian Status Gizi

Indeks Kategori Status

Gizi

Ambang Batas ( Z-score)

Berat badan menurut usia (BB/U) anak usia 0–60 bulan

Gizi buruk < -3SD

Gizi kurang -3SD s.d. <-2SD Gizi baik -2SD s.d. 2SD Gizi lebih >2SD

Panjang badan menurut usia (PB/U) atau tinggi badan menurut usia (TB/U) anak usia 0–60 bulan

Sangat pendek < -3SD

Normal -3SD s.d. <-2SD Tinggi -2SD s.d. 2SD Berat badan menurut panjang

badan (BB/PB) atau berat badan tinggi badan (BB/TB) anak usia 0–60 bulan

Sangat kurus < -3SD

Kurus -3SD s.d. <-2SD Normal -2SD s.d. 2SD Gemuk >2SD

Indeks massa tubuh menurut usia (IMT/U) anak usia 0–60 bulan)

Sangat kurus < -3SD

Kurus -3SD s.d. <-2SD Normal -2SD s.d. 2SD Gemuk >2SD

(3)

Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informatika Kesehatan 25 suplemen gizi (TTD [Tablet Tambah Darah], kapsul Vitamin A dosis tinggi) sesuai anjuran.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross-sectional (potong lintang). Penelitian ini dilakukan di Desa Repaking Kecamatan Wonosegoro Kabupaten Boyolali. Subyek penelitian ini berjumlah 110 ibu dan balita yang diambil berdasarkan teknik random sedarhana masing-masing posyandu 11 sampel. Analisis statistik dengan uji chi square, uji Z dan analisis regresi logistik.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Tabel 2. Karakteristik Responden Penelitian

Karakteristik Jumlah (n) Persentase

(%)

Karakteristik Jumlah (n) Persentase

(4)

Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informatika Kesehatan 26 67,3% berada di atas UMR, sisanya dibawah UMR. Usia balita terbanyak 37–59 bulan, terendah usia 6–12 bulan.

Tabel 3. Perbedaan Antara Indikator Kadarzi dan Status Gizi Balita

Indikator Kadarzi Gizi Buruk

(5)

Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informatika Kesehatan 27 Tabel 3. hasil analisis menunjukkan indikator makan beraneka ragam makanan merupakan satu-satunya variabel yang berhubungan dengan status gizi, yakni gizi baik 87% dan gizi kurang 60% dengan nilai p=0,005. Indikator yang lain yaitu menimbang berat teratur, pemberian ASI eksklusif, konsumsi garam yodium, dan suplementasi vitamin A antara gizi baik (93%, 39%, 90%, 98%) dan gizi kurang (16, 5 ,18, 19 dari 20), dengan nilai nilai p=0,061, 0,243, 1,00, 0,490.

Tabel 4. Hubungan Status Kadarzi dengan Status Gizi Balita

Status Kadarzi

Gizi Buruk

Gizi Kurang

Gizi

Baik Nilai

p* RP (IK 95%)

n=9 n=11 n=90

Belum baik 8 10 64 0,040 3,07 (1,0–9,957)

Baik 1 1 26

Tabel 4 menunjukkan bahwa ibu dengan Kadarzi belum baik memiliki balita gizi buruk dan gizi kurang sebanyak 18 dari 82 balita (22%), sedangkan ibu dengan Kadarzi baik hanya 2 dari 28 yang memiliki balita gizi kurang. Hasil analisis nilai p=0,040 yang berarti terdapat hubungan bermakna antara Kadarzi dan status gizi balita. Nilai RP 3,07 berarti ibu yang belum Kadarzi berisiko memiliki balita dengan gizi kurang sebesar 3,07 dibandingkan dengan ibu yang Kadarzinya baik.

Tabel 5. Hubungan antara Kadarzi dengan Status Gizi Balita

Variabel Kadarzi Koefisien B

Standar Error

(B)

Nilai p*

Ratio Prevalensi (IK 95%)

I. Model awal

Menimbang berat badan secara teratur

0,92 0,81 0,25 2,521 (0,509– 12,489 )

Pemberian ASI eksklusif

0,65 0,58 0,27 1,914 (0,604– 6,065)

Makan beraneka ragam makanan

1,36 0,57 0,01 3,918 (1,278– 12,006)

Konsumsi garam yodium

0,04 0,87 0,95 1,047 (0,188– 5,821)

Pemberian

suplementasi vitamin A

(6)

Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informatika Kesehatan 28

II.Model Akhir

Makan beraneka ragam makanan

1,466 0,552 0,008

4,333 (1,469– 12,70)

Tabel 5. Menunjukkan menunjukkan bahwa indikator makan beraneka ragam makanan berhubungan bermakna dengan status gizi balita dengan nilai p pada model awal dan model akhir masing-masing p=0,01 dan p=0,008, serta nilai RP masing-masing 3,918 dan 4,333. Indikator Kadarzi yang lain yaitu menimbang berat badan secara teratur, pemberian asi eksklusif, konsumsi garam yodium, dan vitamin A tidak berhubungan dengan status gizi balita.

Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat hubungan bermakna (p=0,061). Sesuai dengan program posyandu dan tugas pokok bidan dikomunitas dalam pengelolaan posyandu, bahwa dalam penimbangan balita harus dilanjutkan dengan pemberian konseling kehatan dan gizi untuk meningkatkan status gizi balita, akan tetapi dalam setiap kegiatan posyandu yang dilakukan di Desa Repaking tidak disertai dengan pemberian konseling gizi dan kesehatan. Hal tersebut menjadi salah satu penyebab penimbangan berat badan tidak berhubungan dengan status gizi balita.

Hasil analisis menunjukkan tidak terdapat hubungan bermakna (p=0,243). Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian cross sectional terhadap balita di Guenia menunjukkan bahwa ASI eksklusif secara signifikan menurunkan kejadian diare, infeksi pernapasan, dan mengurangi kejadian berat badan rendah (Diallo fb dkk, 2009). Responden dalam penelitian ini sebagian besar usia 37–59 bulan. Status gizi balita usia tersebut lebih dipengaruhi oleh asupan makanan yang dikonsumsi sehari-hari.

Hasil analisis menujukkan hubungan bermakna (p=0,005). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan terhadap anak usia 6–59 bulan di kota dan desa di negara Kaotiala Sikasso wilayah Mali yang menunjukkan bahwa anak dengan variasi makanan yang kurang berisiko 2 kali lebih besar mengalami berat badan kurang dan pendek (Susanti M dkk, 2012).Sebagian besar responden dalam penelitian ini sudah makan beraneka ragam makanan. Kebutuhan zat gizi balita dapat terpenuhi dengan mengonsumsi aneka ragam makanan. Balita sudah mengonsumsi sayur dan buah dengan baik, kondisi pedesaan sebagai pengahasil buah pisang memungkinkan balita untuk mengonsumsinya setipa hari, serta lauk hewani yang bisa didapatkan dari hasil ternak sendiri.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna (p=1,00), berbeda dengan penelitian yang pernah dilakukan di Indonesia antara

Januari 1999 dan September 2003 terhadap 142.522 dan 445.546 keluarga dari kota dan desa bahwa terdapat hubungan antara konsumsi garam beryodium dan

kejadian underweigtht dengan proporsi kejadian underweigtht antara keluarga

yang menggunakan garam beryodium dibandingkan dengan yang tidak beryodium

yaitu 24,6% banding 26,5% (Hatley A dkk, 2000). Konsumsi garam beryodium

(7)

Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informatika Kesehatan 29

dengan konsumsi berbagai jenis bahan makanan maka bisa jadi kebutuhan yodium

sudah terpenuhi, tanpa menilai lagi jenis garam yang dikonsumsi sehari-hari.

Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat hubungan bermakna (p=0,490), Pemenuhan kebutuhan vitamin A pada balita kemungkinan sudah tercukpi dari konsumsi makanan sehari-hari, karena balita sudah makan berbagi jenis makanan termasuk sayur, buah dan lauk hewani, dimana dalam berbagi jenis makanan tersebut banyak terkandung vitamin A. Pemberian suplementasi vitamin A pada balita seperti ini kemungkinan kurang berpengaruh, karena pada dasarnya kebutuhan vitamin A mereka telah terpenuhi melalui makan beraeka ragam makanan.

Hasil penelitian menjukkan bahwa terdapat hubungan antara status kadarzi dengan status gizi balita (p=0,040). Status gizi balita dipengaruhi oleh faktor langsung dan tidak langsung. Faktor langsung ialah asupan nutrisi dan penyakit infeksi. Dalam indikator Kadarzi makan beraneka ragam makanan merupakan faktor langsung yang memengaruhi status gizi. Konsumsi berbagai jenis bahan makanan akan memenuhi berbagai kebutuhan zat gizi yang diperlukan oleh tubuh, termasuk yodium dan vitamin A. Balita yang mengonsumsi berbagai jenis makanan akan memiliki status gizi baik.

KESIMPULAN

Terdapat hubungan bermakna indikator makan beraneka ragam makanan dengan status gizi balita, sedangkan indikator pemberian ASI eksklusif, penimbangan berat badan balita secara teratur, konsumsi garam beryodium, dan suplementasi vitamin A tidak terdapat hubungan bermakna. Terdapat hubungan bermakna antara status Kadarzi dan status gizi balita.

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. Program perbaikan gizi makro. Tersedia dari: www.gizi.depkes.go.id. Diallo FB, Bell L, Muitquin JM, Garant MP. The effect of exclusive versus non

exclusive breastfeeding on specific infant morbidities in Conakry (Guinea). Pan Afr Med J. 2009;2.

Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Direktorat Gizi Masyarakat. Pedoman strategi kie keluarga sadar gizi (kadarzi). Jakarta: Depkes RI; 2007.

Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Direktorat Bina Gizi. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1995/menkes/SK/XII/2010 Tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2011.

Hatley A, Hallund J, Diarra M, Oshaug A. Food variety, socioeconomic status and nutritional status in urban and rural areas in Koutiala (Mali). Public Health Nutr: 2000;3(1):57–65.

Istiono W, Suryadi H, Haris M, Irnizarifka, Tahi AD. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi balita. Berita Kedokteran Masyarakat. 2009:25(3):150–5.

(8)

Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informatika Kesehatan 30 Suparasa, Bakri B, Fajar I. Penilaian status gizi. Jakarta: EGC; 2012.

Gambar

Tabel 1. Klasifikasi Penialaian Status Gizi
Tabel 2. Karakteristik Responden Penelitian
Tabel 3. Perbedaan Antara Indikator Kadarzi dan Status Gizi Balita
Tabel 5. Hubungan antara Kadarzi dengan Status Gizi Balita
+2

Referensi

Dokumen terkait

RKPD Tahun 2016 sebagai pedoman penyusunan RAPBD, perlu dijabarkan dalam Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (KU-APBD) Provinsi Kalimantan Timur

[r]

Sehubungan dengan yang telah diuraikan di atas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah, ingin mengetengahkan motif hias pada pelipit bagian bawah dan atas,

Studi Dokumen, pada metode ini dilakukan pengumpulan informasi berdasarkan jurnal, buku, literatur, datasheet dan internet yang berhubungan dengan komponen yang akan

Second, politeness strategies which comply with request utterances of EFL learners, respondents commonly used of politeness strategies both in oral and written are

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gejala, mekanisme, wujud, sifat, dan efek dari keracunan sianida, mengetahui seberapa besar kisaran dosis natrium tiosulfat ya ng efektif

Dalam hal ini nilai signifikansi tersebut lebih besar dari 0,05, oleh karena itu dapat ditarik kesimpulan bahwa pengelompokan RVI bangunan berdasarkan bentuk atap tidak

Jika ibu belum pernah memiliki pengalaman persalinan sebelumnya, sebaiknya ibu yang menginginkan kehamilan berada pada umur reproduksi (20-35 tahun) dan