• Tidak ada hasil yang ditemukan

skripsi arisno bab 1 2 3 4 5

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "skripsi arisno bab 1 2 3 4 5"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembedahan merupakan tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani, karena indikasi sejumlah penyakit, trauma, atau alasan lain. Pembukaan bagian tubuh ini umumnya dilakukan dengan membuat sayatan, sehingga diperlukan penghilang nyeri yang kita kenal sebagai anestesi (Sjamsuhidajat dan Jong, 2004).

Anestesi digolongkan menjadi anestesi umum, anestesi lokal, dan anestesi regional. Anestesi umum adalah membuat sebuah keadaan tidak sadar yang terkontrol selama keadaan di mana pasien tidak merasakan apapun dan bisa digambarkan sebagai terbius. Anestesi lokal merupakan hilangnya rasa pada daerah tertentu yang diinginkan (pada sebagian kecil daerah tubuh). Anestesi regional adalah hilangnya rasa pada bagian yang lebih luas dari tubuh oleh blokade selektif pada jaringan spinal atau saraf yang berhubungan dengannya (Zunilda, 2007).

Fungsi anestesi adalah menghilangkan rasa nyeri, menidurkan, dan relaksasi otot. Setiap tindakan anestesi harus memperhatikan kondisi pasien karena tindakan anestesi ini bisa menimbulkan efek terhadap semua sistem pada tubuh, seperti sistem susunan saraf pusat, sistem pernafasan, sistem gastrointestinal, dan sistem kardiovaskuler. Secara umum efek yang

(2)

sering terjadi adalah depresi pernapasan dan sirkulasi darah, bradikardi, aritmia, suhu badan menurun, mual muntah, pusing, kebingungan, dan pasien ingin segera makan dan minum (Gunawan, 2007).

Masa pulih sadar dimulai sejak pasien keluar dari ruang operasi, dibawa dalam keadaan tidak sadar atau setengah sadar ke ruang pemulihan. Pada saat seperti ini, ada sebagian organ atau sistem organ yang belum berfungsi kembali, seperti pencernaan dan perkemihan (Zunilda, 2007).

Dalam masa pemulihan, peristaltik usus pasien post operasi belum aktif kembali secara normal. Karena keadaan tersebut, pasien dianjurkan untuk tidak makan dan minum terlebih dahulu selama beberapa waktu hingga aktifasi usus kembali seperti semula. Hal tersebut sering dikeluhkan oleh pasien post operasi. Keadaan seperti itu juga dialami di Ruang Pulih Sadar RSUD Dr Moewardi Surakarta. Dimana pasien post operasi yang menggunakan anestesi umum maupun spinal dipindah ke ruangan dengan kondisi bising usus yang sudah aktif dan ada juga yang belum aktif.

(3)

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “adakah perbedaan aktifasi bising usus pada pasien post operasi dengan anestesi umum dan anestesi spinal di Ruang Pulih Sadar RSUD Dr. Moewardi Surakarta?”

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Mengetahui perbedaan aktifasi bising usus pada pasien post operasi dengan anestesi umum dan anestesi spinal di Ruang Pulih Sadar RSUD Dr Moewardi Surakarta.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk :

a) mendiskripsikan berapa lama usus aktif kembali pada pasien post operasi dengan menggunakan anestesi umum di Ruang Pulih Sadar RSUD Dr. Moewardi Surakarta,

b) mendiskripsikan berapa lama usus aktif kembali pada pasien post operasi dengan menggunakan anestesi spinal di Ruang Pulih Sadar RSUD Dr. Moewardi Surakarta,

(4)

D. Manfaat Penelitian 1. Teoretis

a. Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat menambah wacana keilmuan terutama di bidang keperawatan dalam kaitannya antara aktivasi bising usus pada pasien post operasi dengan menggunakan anestesi umum dan anestesi spinal. Sehingga dalam memberikan perawatan terhadap pasien dapat membedakan pasien mana yang akan lebih cepat diperbolehkan untuk makan dan minum.

b. Bagi Peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian dan pengembangan lebih lanjut mengenai aktifasi bising usus pada pasien post operasi dengan menggunakan anestesi umum dan anestesi spinal. Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan penelitian selanjutnya.

c. Bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wacana keilmuan terutama dalam penatalaksanaan pasien post operasi dengan menggunakan anestesi umum dan anestesi spinal.

2. Praktis a. Bagi Perawat

(5)

operasi dengan menggunakan anestesi umum dan anestesi spinal. Sehingga dalam memberikan perawatan terhadap pasien dapat membedakan pasien mana yang akan lebih cepat diperbolehkan untuk makan dan minum.

b. Bagi Rumah Sakit

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pilihan terapi dan perawatan terhadap pasien post operasi dengan menggunakan anestesi umum dan anestesi spinal. Sehingga penatalaksanaan yang dilakukan tepat sesuai dengan yang diharapkan.

E. Keaslian Penelitian

Dari hasil penelusuran melelui search engine/internet, didapatkan hasil penelitian yang ada kaitannya dengan penelitian yang akan diteliti oleh peneliti dan sebagai bahan acuan adalah :

(6)

atau persetujuan dengan pasien sebelum operasi), tidak ada kecacatan fisik seperti cacat bawaan yang memungkinkan kesalahan dalam penilaian gerakan.

Hasil penelitian ini adalah ambulasi dini memberikan pengaruh terhadap rata-rata pemulihan peristaltik usus, yaitu lebih cepat 18 menit dibandingkan dengan yang tidak diambulasi. Nilai median sebesar 30 menit pada kelompok eksperimen dan 45 menit pada kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa ambulasi dini menyebabkanrangewaktu pemulihan peristaltik usus semakin pendek, yaitu jarak pemulihan peristaltik usus pada kelompok eksperimen cenderung seragam. Nilai modus atau yang sering muncul pada kelompok eksperimen sebesar 30 menit dan pada kelompok kontrol sebesar 45 menit. Artinya ambulasi dini mempengaruhi modus waktu pemulihan peristaltik usus dengan selisih 15 menit lebih cepat dibandingkan pasien yang tidak melakukan ambulasi dini.

Kesimpulan penelitian ini adalah menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara ambulasi dini dengan kecepatan pemulihan peristaltik usus pada pasien paska operasi patah tulang paha (fraktur femur). 2. Windiarto (2008) melakukan penelitian tentang Differences of

(7)

dini terhadap kemampuan ADL pasien post operasi fraktur femur di RSUI Kustati Surakarta.

Penelitian ini dilakukan di RS Wira Bhakti Tamtama Semarang. Sampel adalah pasien pasca operasi abdomen dengan anestisi umum. Jumlah sampel sebanyak 20 pasien dimana 10 pasien dilakukan ambulasi dini ROM aktif dan 10 pasien dilakukan ambulasi dini ROM pasif.

Hasil penelitian ini adalah Dari 10 sampel penelitian yang dilakukan ambulasi dini ROM aktif pasca operasi abdomen, waktu terendah tercapainya pemulihan peristaltik usus yang ditandai dengan terdengarnya bunyi usus terjadi pada menit ke 15, dan paling lama menit ke 50. Sedangkan dari 10 pasien yang dilakukan tindakan ambulasi dini ROM pasif, waktu terendah tercapainya pemulihan peristaltic usus terjadi pada menit ke 25 dan terlama terjadi pada menit ke 60.

(8)

Kesimpulan penelitian ini adalah terbukti adanya perbedaan lama waktu terjadinya pemulihan peristaltik usus antara pasien yang melakukan ambulasi dini ROM aktif dan ROM pasif, dengan nilai p value < 0,05.

(9)

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Anestesi

1. Pengertian Anestesi

Kata anstesia diperkenalkan oleh Oliver Wendell Holmes yang menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena pemberian obat dengan tujuan menghilangkan nyeri pembedahan. Analgesia adalah pemberian obat untuk menghilangkan nyeri tanpa menghilangkan kesadaran pasien (Gunawan, 2007). Anestesiologi adalah ilmu kedokteran yang pada awalnya berprofesi menghilangkan nyeri dan rumatan pasien sebelum, selama, dan sesudah pembedahan. 2. Jenis Anestesi

a. Anestesi Umum

Anestesi umum adalah membuat sebuah keadaan tidak sadar yang terkontrol selama keadaan di mana pasien tidak merasakan apapun dan bisa digambarkan sebagai terbius (Zunilda, 2007). Anestesi umum bekerja di susunan saraf pusat (SSP), yang dapat memberikan efek menghilangkan rasa nyeri/analgesia yang disertai hilangnya kesadaran (Gunawan, 2007).

Anesthesia terjadi karena adanya perubahan neurotransmisi di berbagai bagian SSP. Kerja neurotransmitter di pascasinaps akan diikuti pembentukkan second messenger yang selanjutnya mengubah

(10)

transmisi di neuron. Hal ini terjadi akibat gangguan anestetik pada situs molekuler yang identik walaupun letak situ situ berbeda-beda. 1) Jenis anestesi umum (Gunawan, 2007)

a) Anestesi inhalasi (1) Farmakokinetik

Dalamnya anestesi bergantung pada kadar anestetik di SSP, dan kadar ini ditentukan oleh berbagai faktor yang mempengaruhi transfer anestetik dari alveoli paru ke darah dan dari darah ke jaringan otak. Kecepatan induksi bergantung pada kecepatan dicapainya kadar efektif zat anestetik di otak, begitu pula masa pemulihan setelah pemberiannya dihentikan. Membran alveoli dengan mudah dilewati zat anestetik secara difusi dari alveoli ke aliran darah dan sebaliknya.

Faktor yang menentukan kecepatan transfer anestetik di jaringan otak ditentukan oleh kelarutan zat anestetik, kadar anestetik dalam udara yang dihirup pasien atau disebut tekanan parsial anestetik, ventilasi paru, aliran darah paru, dan perbedaan antara tekanan parsial anestetik di darah arteri dan di darah vena.

(2) Efek samping

(11)

Enfluran dan halotan menyebabkan depresi miokard yang dose-related, sedangkan isofluran dan desfluran tidak. Isofluran dan N2O dapat menyebabkan takikardi, sedangkan enfluran tidak

banyak mempengaruhi frekuensi jantung. Halotan dapat menyebabkan bradikardi melalui stimulasi vagal. Aritmia supraventrikel biasanya dapat diatasi kecuali bila curah jantung dan tekanan arteri menurun. Aritmia ventrikel jarang terjadi, kecuali bila timbul hipoksia atau hiperkapnia. Halotan menimbulkan sensitisasi jantung terhadap katekolamin, sehingga penggunaan adrenalin, noradrenalin, atau isoproteronol bersama halotan akan menyebabkan aritmia ventrikel. Halotan berbahaya diberikan pada pasien yang merasa khawatir berlebihan, karena keadaan tersebut disertai kadar katekolamin yang tinggi.

Depresi napas dapat terjadi pada semua stadium selama anestesi inhalasi. Maka keadaan pasien perlu diperhatikan selama pemberian anestetik inhalasi. Anestetik inhalasi juga menekan fungsi mukosilier saluran napas, sehingga anestesi yang lama-lama dapat menimbulkan penumpukan lender. Namun, anestetik inhalasi bersifat bronkodilator.

(3) Penggunaan

(a) Nitrogen monoksida (N2O = gas gelak)

(12)

tapi jika dikombinasi dengan zat anestetik yang mudah terbakar, akan memudahkan terjadinya ledakan. Misalnya campuran eter dan N2O.

Nitrogen monoksida sukar larut dalam darah, dan merupakan anestetik yang kurang kuat sehingga kini hanya digunakan sebagai adjuvan untuk atau sebagai pembawa anestetik inhalasi lainnya. Pada anestesi yang lama, N2O dapat

menyebabkan mual, muntah, dan lambat sadar. (b) Siklopropan

Merupakan anestetik inhalasi yang kuat, berbentuk gas, berbau spesifik, tidak berwarna, dan disimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi. Siklopropan relatif tidak larut dalam darah sehingga dalam 2-3 menit induksi dilalui. Pemberian dengan kadar 1% volume dapat menimbulkan analgesia tanpa menghilangkan kesadaran.

Siklopropan tidak menghambat kontraktilitas otot jantung. Tapi, dapat menimbulkan fibrilasi atrium, bradikadi sinus, ekstrasistul atrium, aritmia atrioventrikuler, ekstrasistol ventrikel, dan ritme bigemini.

(c) Eter (dietil eter)

(13)

analgesiknya kuat sekali, dengan kadar dalam darah arteri 10-15 mg% sudah terjadi analgesia tetapi pasien masih sadar. Eter menyebabkan iritasi saluran napas dan merangsang sekresi kelenjar bronkus. Pada induksi dan waktu pemulihan, eter menimbulkan salivasi, akan dihambat dan terjadi depresi napas.

Pada anestesi ringan, eter menyebabkan dilatasi pembuluh darah kulit sehingga menimbulkan kemerahan terutama didaerah muka. Pada anestesi yang lebih dalam, kulit menjadi lembek, pucat, dingin, dan basah. Terhadap pembuluh darah ginjal, eter menyebabkan vasokonstriksi sehingga terjadi penurunan laju filtrasi glomerolus dan produksi urin menurun, secara reversibel, dan di otak menyebabkan vasodilatasi.

(d) Halotan

Merupakan anestesi golongan hidrokarbon yang berhalogen. Halotan berbentuk cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak mudah terbakar dan tidak mudah meledak meskipun dicampur dengan oksigen.

(14)

(e) Enfloran

Enfloran adalah anestetik eter berhalogen yang tidak mudah terbakar. Enfluran menyebabkan fase induksi anestesi yang relatif lambat. Sekresi kelenjar salifa dan bronkus hanya sedikit meningkat sehingga tidak perlu menggunakan atropin sebagai medikasi pra-anestesi.

Efek samping enfloran berupa menggigil karena hipotermi, gelisah, delirium, mual, muntah, dan depresi napas dengan kecepatan ventilasi tetap atau meningkat. Kadar enfluran yang tinggi menimbulkan hipokardia, sehingga muncul pola EEG frekuensi tinggi dan dapat terjadi kejang.

(f) Isofluran

Merupakan eter berhalogen yang tidak mudah terbakar dan berbau tajam. Kadar obat yang tinggi dalam udara inspirasi membuat pasien menahan napas dan terbatuk.

(g) Desfloran

(15)

lebih rendah, sehingga induksi dan pemulihan yang cepat dibandingkan dengan isofluran.

(h) Sevofluran

Merupakan anestesi inhalasi baru, yang memberikan induksi dan pemulihan lebih cepat dari pendahulunya. Metabolisme di hati menghasilkan ion flour yang dapat merusak ginjal. Oleh sebab itu, anestetik ini kedudukannya belum jelas. (i) Fluroksen

Merupakan eter berhalogen, bersifat seperti eter, mudah terbakar, tetapi tidak mudah meledak.

(j) Xenon

Merupakan gas anestetik yang ideal untuk kondisi kritis karena mempunyai efek samping yang minimal. Xenon sangat tidak larut dalam darah dan jaringan, sehingga induksi dan masa pemulihannya sangat cepat, dan biasanya diberikan bersama O2

30%.

b) Anestesi Intravena

(16)

singkat, menambah efek hipnosis pada anestesi atau analgesia lokal, dan menimbulkan sedasi pada tindak medik.

Anestesia intravena adalah anestesi yang cepat menghasilkan hipnosis, mempunyai efek analgesia, menimbulkan amnesia pada pasca-anestesi, dampak buruk mudah dihilangkan oleh antagonisnya, cepat dieliminasi oleh tubuh, tidak atau sedikit mendepresi fungsi respirasi dan kardiovaskuler, pengaruh farmakokinetiknya tidak tergantung pada disfungsi organ.

(1) Barbiturat

Barbiturat menghilangkan kesadaran dengan cara memfasilitasi peningkatan GABA pada reseptor GABAA di

membran neuron SSP. Bersifat GABA-mimetik dengan langsung merangsang kanal klorida. Barbiturat juga menekan neurotransmiter sistem stimulasi (perangsang). Kerjanya pada berbagai sistem ini membuat barbiturat lebih kuat sebagai anestetik, tetapi lebih tidak aman karena sangat kuat menekan SSP.

Barbiturat yang digunakan untuk anestetik ialah termasuk barbiturat kerja sangat singkat, yaitu tiopental, metoheksital, dan tiamilal yang diberikan secara infus.

(2) Benzodiazepin

(17)

induksi anestesia, kelompok obat ini menyeabkan tidur, mengurangi cemas, dan menimbulkan amnesia anterograd, tetapi tidak berefek analgesik. Efek pada SSP dapat diatasi dengan antagonisnya, flumazenil.

Benzodiazepin digunakan untuk menimbulkan sedasi untuk tindakan yang tidak memerlukan analgesia seperti endoskopi, kateterisasi, kardioversi atau tindakan radiodiagnostik. Benzodiazepin juga digunakan untuk medikasi praanestetik dan untuk mengatasi konvulsi yang disebabkan oleh anestetik lokal dalam anestetik regional.

(3) Opioid

Fentanil, sulfentanil, alfentanil, dan remifentanil adalah opoid yang lebih banyak digunakan dibanding morfin karena menimbulkan analgesia anestesia yang lebih kuat dengan depresi napas yang lebih ringan. Walaupun dosis besar, kesadaran tidak sepenuhnya hilang dan amnesia pasca bedahnya tidak lengkap. Biasanya digunakan dalam bedah jantung atau pada pasien yang cadangan sirkulasinya terbatas.

(18)

dari pada morfin, tetapi amnesianya tidak lengkap, instabilitas tekanan darah, dan depresi napas lebih singkat.

2) Stadium anestesi umum (Gunawan, 2007) a) Stadium I (analgesia)

Stadium analgesia dimulai sejak pemberian anestetik sampai hilangnya kesadaran. Pada stadium ini pasien tidak lagi merasakan nyeri (analgesia), tetapi masih tetap sadar dan dapat mengikuti perintah. Pada stadium ini dapat dilakukan tindakan pembedahan ringan seperti mencabut gigi dan biopsi kelenjar.

b) Stadium II (eksitasi)

Stadium ini dimulai sejak hilangnya kesadaran sampai munculnya pernapasan yang teratur yang merupakan tanda dimulainya stadium pembedahan. Pada stadium ini pasien tampak mengalami delirium den eksitasi dengan gerakan-gerakan di luar kehendak. Pernapasan tidak teratur, kadang-kadang apnea dan hiperpnea, tonus otot rangka meninggi, pasien meronta-ronta, kadang sampai mengalami inkontinensia, dan muntah. Ini terjadi karena hambatan pada pusat inhibisi. Pada stadium ini dapat terjadi kematian, maka stadium ini harus cepat dilalui.

c) Stadium III (pembedahan)

(19)

perubahan pada gerakan bola mata, reflek bulu mata dan konjungtiva, tonus otot, dan lebar pupil yang menggambarkan dalamnya tingkat pembiusan.

(1) Tingkat 1

Pernapasan teratur, napas spontan, seimbang antara pernapasan dada dan perut, gerakan mata terjadi di luar kehendak, miosis, sedangkan tonus otot rangka masih ada. (2) Tingkat 2

Pernapasan teratur tapi frekuensinya lebih kecil, bola mata tidak bergerak, pupil mata melebar, otot rangka mulai melemas, dan reflek laring hilang sehingga pada tingkat ini dapat dilakukan intubasi.

(3) Tingkat 3

Pernapasan perut lebih nyata daripada pernapasan dada karena otot interkostal mulai lumpuh, relaksasi otot rangka sempurna, pupil lebih lebar tetapi belum maksimal.

(4) Tingkat 4

(20)

dalamnya pernapasan, lebar pupil dibandingkan dengan keadaan normal, dan turunnya tekanan darah.

d) Stadium IV (depresi medula oblongata)

Stadium IV ini dimulai dengan melemahnya prnapasan perut, disbanding stadium III tingkat 4, tekanan darah tidak dapat diukur karena pembuluh darah kolaps, dan jantung berhenti berdenyut. Keadaan ini dapat disusul kematian, kelumpuhan napas disini tidak dapat diatasi dengan pernapasan buatan, bila tidak didukung oleh alat bantu napas dan sirkulasi.

b. Anestesi Lokal

Anestesi lokal bekerja langsung pada serabut saraf perifer yang hanya dapat memberikan efek analgesia atau hilangnya rasa pada daerah tertentu yang diinginkan (Gunawan, 2007). Anestetik lokal mencegah pembentukan dan konduksi impuls saraf. Tempat kerjanya terutama di membran sel, efeknya pada eksoplasma hanya sedikit saja.

(21)

menurun, konduksi impuls melambat dan faktor pengaman konduksi saraf juga berkurang.

Pemberian anestetik lokal dapat dilakukan dengan teknik berikut ini (Mansjoer, 2000).

1) Anestetik Permukaan

Anestetik permukaan, yaitu pengolesan atau penyemprotan analgetik lokal di atas selaput mukosa seperti mata, hidung, atau faring.

2) Anestetik Infiltrasi

Anestetik infiltrasi, yaitu penyuntikan larutan analgetik lokal langsung diarahkan di sekitar tempat lesi, luka, atau insisi. Cara infiltrasi yang sering digunakan adalah blockade lingkar dan obat disuntikkan intradermal atau subkutan.

3) Anentetik Blok

Anastetik blok, yaitu penyuntikan analgetik lokal langsung ke saraf utama atau pleksusaraf. Hal ini bervariasi dari blokade pada saraf tunggal, misalnya saraf oksipital dan pleksus brakialis, anestesi spinal, anestesi epidural, dan anestesi kaudal.

c. Anestesi Regional

(22)

B. Sistem Pencernaan (Syaifudin, 2006)

Sistem pencernaan manusia terdiri atas beberapa organ, berturut-turut dimulai dari rongga mulut, kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum, dan anus.

1. Rongga Mulut

Mulut merupakan saluran pertama yang dilalui makanan. Pada rongga mulut, dilengkapi alat pencernaan dan kelenjar pencernaan untuk membantu pencernaan makanan. Pada mulut terdapat :

a. Gigi

Memiliki fungsi memotong, mengoyak dan menggiling makanan menjadi partikel yang kecil-kecil.

b. Lidah

Memiliki peran mengatur letak makanan di dalam mulut serta mengecap rasa makanan.

c. Kelenjar Ludah

Ada 3 kelenjar ludah pada rongga mulut. Ketiga kelenjar ludah tersebut menghasilkan ludah setiap harinya sekitar 1 sampai 2,5 liter ludah. Kandungan ludah pada manusia adalah : air, mucus, enzim amilase, zat antibakteri, dll. Fungsi ludah adalah melumasi rongga mulut serta mencerna karbohidrat menjadi disakarida. 2. Kerongkongan

(23)

daerah yang disebut faring. Pada faring terdapat klep, yaitu epiglotis yang mengatur makanan agar tidak masuk ke trakea (tenggorokan). Fungsi esophagus adalah menyalurkan makanan ke lambung. Agar makanan dapat berjalan sepanjang esophagus, terdapat gerakan peristaltik sehingga makanan dapat berjalan menuju lambung.

3. Lambung

Lambung adalah kelanjutan dari esophagus, berbentuk seperti kantung. Lambung dapat menampung makanan 1 liter hingga mencapai 2 liter. Dinding lambung disusun oleh otot-otot polos yang berfungsi menggerus makanan secara mekanik melalui kontraksi otot-otot tersebut. Ada 3 jenis otot-otot polos yang menyusun lambung, yaitu otot memanjang, otot melingkar, dan otot menyerong. Selain pencernaan mekanik, pada lambung terjadi pencernaan kimiawi dengan bantuan senyawa kimia yang dihasilkan lambung.

4. Usus Halus

(24)

5. Usus Besar

Setelah melewati usus halus, sisa makanan masuk ke usus besar. Usus besar terbagi atas usus besar naik, usus besar melintang, dan usus besar turun.

Di dalam usus besar, sisa makanan mengalami pembusukan yang dibantu oleh bakteri Escherichia coli. Air dan garam mineral dari sisa makanan tersebut, akan diserap oleh usus kembali. Setelah itu, sisa makanan dikeluarkan melalui anus dalam bentuk tinja (feses).

6. Rektum dan Anus

Merupakan lubang tempat pembuangan feses dari tubuh. Sebelum dibuang lewat anus, feses ditampung terlebih dahulu pada bagian rektum. Apabila feses sudah siap dibuang maka otot spinkter rectum mengatur pembukaan dan penutupan anus. Otot spinkter yang menyusun rektum ada 2, yaitu otot polos dan otot lurik.

C. Peristaltik usus

(25)

dentingan keping uang logam (metallic-sound). Bila terjadi peritonitis, peristaltik usus akan melemah, frekuensinya lambat, bahkan sampai hilang (Price, 1995).

(26)

D. Kerangka Teori

Gambar 1.Kerangka Teori Anestesi umum

Peristaltik usus terhenti - menidurkan

- relaksasi otot

- depresi sistem pernafasan - relaksasi sistem gastrointestinal - relaksasi sistem kardiovaskuler - efek analgesia

Anestesi Pembedahan/

operasi

Anestesi regional (anestesi spinal)

Anestesi lokal

- relaksasi sistem gastrointestinal - efek analgesia

(27)

E. Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Terikat

Gambar 2.Kerangka Konsep

F. Hipotesa Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara tentang rumusan masalah penelitian (Nursalam, 2008). Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada perbedaan aktifasi bising usus pada pasien post operasi dengan anestesi umum dan anestesi spinal di Ruang Pulih Sadar RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

Anestesi umum

Aktifasi bising usus Anestesi

(28)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini meliputi beberapa lingkup, yaitu: 1. Masalah

Masalah dalam penelitian ini dibatasi pada perbedaan aktivasi bising usus pasien post operasi dengan anestesi umum dan anestesi spinal. 2. Keilmuan

Penelitian ini merupakan ruang lingkup ilmu keperawatan perioperatif. 3. Sasaran

Sasaran penelitian ini adalah pasien post operasi dengan anestesi umum dan anestesi spinal.

4. Lokasi

Penelitian ini akan dilakukan di Ruang Pulih Sadar RSUD Dr Moewardi Surakarta.

5. Waktu

Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Februari 2011

B. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian noneksperimental, yakni berdasar pada ada tidaknya perlakuan, penelitian ini tidak memberikan perlakuan atau intervensi kepada objek dan hanya mengamati kejadian yang

(29)

sudah ada (Hidayat, 2008). Dalam penelitian ini, peneliti hanya mengamati aktivasi bising usus pada pasien post operasi dengan anestesi umum dan anestesi spinal di Ruang Pulih Sadar RSUD Dr Moewardi Surakarta. Pendekatan yang digunakan adalahcross sectional, yang menekankan pada waktu pengukuran atau observasi data variabel independent dan dependen hanya satu kali, pada satu saat (Nursalam, 2003). Data yang diperoleh dari penelitian ini berupa data kuantitatif yang akan dikomparasikan.

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelititan. Apabila seseorang ingin meneliti semua eleven yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi. Studi atau penelitianya disebut studi populasi atau studi sensus (Arikunto, 2006).

Populasi dalam penelitian ini 140 orang pasien post operasi dengan anestesi umum dan anestesi spinal yang merupakan jumlah rata-rata satu minggu di Ruang Pulih Sadar RSUD Dr Moewardi Surakarta. 2. Sampel

(30)

Pada penelitian ini sampel diambil dari sebagian pasien post operasi di Ruang Pulih Sadar RSUD Dr Moewardi Surakarta yang sesuai dengan kriteria inklusi dan kriteria eklusi.

a. Besar Sampel

Karena jumlah sampel kecil atau kurang dari 1000, maka penentuan besar sampel menggunakan rumus (Nursalam, 2008).

 

2

d :Tingkat kepercayaan atau ketepatan yang di gunakan yaitu sebesar 95 % atau 0,05.

 

2

(31)

b. Teknik Sampling

Berdasarkan pertimbangan keterbatasan tenaga dan dana, maka pengambilan sampel digunakan dengan teknik nonprobability sampling method yaitu dengan cara purposive sampling atau judgement sampling yaitu suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti (tujuan/masalah dalam penelitian), sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya (Nursalam, 2008).

c. Kriteria Sampel 1) Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu populasi target dan terjangkau yang akan diteliti/karakteristik sample yang layak diteliti (Nursalam, 2008).

Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah: a) Responden post operasi sedang sampai besar

b) Responden menggunakan anestesi umum maupun anestesi spinal

c) Obat anestesi sama

(32)

2) Kriteria Eklusi

Kriteria eklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subyek peneliti yang tidak memenuhi kriteria inklusi karena berbagai sebab (Nursalam, 2008).

Kriteria eklusi pada penelitian ini adalah: a) Sampel pindah ke ruangan

b) Sampel menderita penyakit lain yang memperparah kesehatan responden

c) Operasi pada sistem pencernaan

D. Variabel Penelitian

Variabel merupakan suatu konsep atau properti yang mempunyai variabilitas/variasi nilai. Variabel yang dikaji pada penelitian ini adalah variabel dependen dan variabel independen yaitu:

1. Variabel Dependen

Variabel dependen adalah variabel yang kondisi atau nilainya dipengaruhi oleh variabel lain. Variabel dependen pada penelitian ini adalah aktifasi bising usus.

2. Variabel Independent

(33)

independen pada penelitian ini adalah anestesi umum dan anestesi spinal.

E. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah suatu definisi mengenai variable yang di rumuskan berdasarkan karakteristik-karakteristik variabel tersebut yang di amati (Nursalam, 2008).

Tabel 1. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala 1. Aktivasi

Observasi Stetoskop Waktu mulai bising usus

F. Cara Pengumpulan Data 1. Pengumpulan Data Primer

(34)

peneliti dibantu 2 orang asisten penelitian melakukan observasi dengan teknik auskultasi pada abdomen dengan menggunakan stetoskop setiap 5 menit secara terus menerus hingga terdengar adanya bising usus. Selanjutnya dilakukan pencatatan waktu terdengarnya bising usus pada lembar observasi.

2. Pengumpulan Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan studi dokumen, yaitu melihat pada catatan rekam medik pasien. Pengumpulan data dilakukan di Ruang Pulih Sadar, cara pengumpulan data, yaitu dengan memilih 29 pasien post operasi anestesi umum dan 29 pasien anestesi spinal. Pemilihan tersebut dilakukan secara acak baik yang menggunakan anestesi umum maupun anestesi spinal.

G. Instrumen Penelitian 1. Lembar Observasi

Instrumen ini digunakan selama proses pengambilan data untuk mencatat hasil observasi terhadap aktivasi bising usus. Penggunaan lembar observasi ini akan memudahkan pengamat dalam mendokumentasikan data.

2. Stetoskop

(35)

memperjelas suara yaitu sebuah diapragma dan bell. Bila diapragma diletakkan di pasien, suara tubuh menggetarkan diaphgram, menciptakan tekanan gelombang akustik yang berjalan sampai ke tube ke telinga pendengar. Bila bell diletakkan di tubuh pasien getarakn kulit secara langsung memproduksi gelombang tekanan akustik yang berjalan ke telinga pendengar. Bell menyalurkan suara frekuensi rendah, sedangkan diaphgram menyalurkan frekuensi suara yang lebih tinggi.

H. Validitas dan Realibilitas a) Uji Validitas

Uji Validitas merupakan tingkat kemampuan suatu instrumen untuk mengungkapkan sesuatu yang menjadi sasaran pokok pengukuran yang dilakukan dengan instrumen tersebut. Instrument harus dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Misalnya bila kita akan mengukur tinggi badan balita maka tidak mungkin kita mengukurnya dengan mengukurnya dengan timbangan dacin. Jadi validitas disini lebih menekankan pada alat pengukur atau pengamatan (Nursalam, 2008).

b) Uji Reliabilitas

(36)

bersamaan. Perlu diperhatikan bahwa reliabel belum tentu akurat. Dalam suatu penelitian nonsosial, reliabilitas suatu pengukuran atau pengamatan lebih mudah dikendalikan daripada penelitian keperawatan, terutama dalam aspek psikososial (Nursalam, 2008).

I. Prosedur Penelitian

Pengumpulan data merupakan langkah awal dalam mendapatkan data penelitian. Pengumpulan data penelitian ini akan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

1. Tahap Persiapan

Pada tahap ini peneliti melakukan kegiatan penyusunan proposal, mengurus perijinan penelitian, penjajagan dan sosialisasi di RSUD Dr Moewardi Surakarta.

2. Uji Coba Instrumen

(37)

peneliti dibantu 2 orang asisten penelitian melakukan observasi dengan teknik auskultasi pada abdomen dengan menggunakan stetoskop hingga terdengar adanya bising usus. Selanjutnya dilakukan pencatatan waktu terdengarnya bising usus pada lembar observasi.

3. Pelaksanaan Penelitian

a. Memilih kelompok responden yaitu 29 pasien post operasi dengan anestesi umum dan 29 pasien anestesi spinal dengan melihat pada catatan rekam medik.

b. Melakukan observasi dengan teknik auskultasi pada abdomen dengan menggunakan stetoskop hingga terdengar adanya bising usus.

c. Mencatat waktu terdengarnya bising usus pada lembar observasi. d. Jika dalam satu hari jumlah responden belum terpenuhi, maka akan

dilanjutkan di hari lain.

4. Tahap Penyusunan Laporan Penelitian

Pada tahap ini dilakukan penyusunan dan pelaporan hasil penelitian yang dilakukan dari pengkajian data dan pembahasan.

J. Analisis Data

(38)

1. Editing

Editing dilakukan untuk meneliti kembali apakah isian dalam lembar observasi sudah lengkap. Editing dilakukan ditempat pengumpulan data, sehingga jika ada data yang kurang dapat segera dilengkapi.

2. Coding

Teknik koding dilakukan dengan memberikan tanda pada masing-masing jawaban dengan kode berupa angka. Selanjutnya dimasukan ke dalam lembaran tabel kerja.

3. Tabulating

Adalah kegiatan memasukkan data hasil penelitian dalam klasifikasi ke dalam tabel sesuai dengan data yang ditemukan dari responden.

4. Analisis

Analisis data pada penelitian ini menggunakan Uji-t (t-Tes) pada taraf signifikan 5%. Untuk mengnalisis digunakan rumus Uji-t sebagai berikut (Sugiyono, 2010).

t =

Di mana :

1 : Mean kelompok I (Anestesi Umum) 1 : Mean kelompok II (Anestesi Spinal)

S2 : Varian populasi

(39)

Proses perhitungan data dilakukan dengan bantuan komputer program SPSS 17.

Analisis data dengan Uji-t harus memperhatikan normalitas sebaran data dan homogenitas varian. Berikut ini pengkajian mengenai persyaratan tersebut.

a. Uji Normalitas Sebaran

Uji normalitas sebaran berfungsi untuk mengkaji normal atau tidak sebaran data penelitian. Pengujian normalitas sebaran data dilakukan dengan menggunakan rumus Chi Kuadrat berikut.

Di mana:

= koefisien chi kuadrat fo = frekuensi observasi fh = frekuensi harapan

(40)

b. Uji Homogenitas Varian

Uji homogenitas varian berfungsi untuk mengetahui seragam atau tidak variasi sampel-sampel dari populasi yang sama. Untuk mengkaji homogenitas varian perlu dilakukan uji statistik dengan rumus uji F berikut.

F =

Hasil perhitungan kemudian dikonsultasikan dengan tabel nilai F, jika Fo<Ft, berarti kedua kelompok sampel tersebut variasinya tidak berbeda secara signifikan, homogen. Dalam nilai Fo adalah nilai F yang di peroleh dari hasil perhitungan dan Ft merupakan nilai F yang di peroleh dari tabel. Taraf signifikasi yang dikehendaki adalah 5% dengan db = (n1-1) + (n2-1). Perhitungan dilakukan dengan bantuan

komputer program SPSS 17, apabila di dapatkan p>0,05; disimpulkan homogen.

K. Etika Penelitian

(41)

1. Lembar Persetujuan Penelitian

Lembar persetujuan penelitian diberikan pada responden. Tujuannya adalah subyek mengetahui maksud dan tujuan penelitian serta dampak yang diteliti maka harus menandatangani lembar persetujuan. Jika subyek menolak untuk diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati haknya.

2. Anonimity(Tanpa Nama)

Untuk menjaga identitas pasien, peneliti tidak akan mencantumkan nama pada lembar pengumpulan data, hanya memberi nomor kode.

3. Confidentially(Kerahasiaan)

Kerahasiaan Informasi dari pasien dijamin oleh peneliti. 4. Bebas dari penderitaan

Penelitian harus dilaksanakan tanpa mengakibatkan penderitaan kepada responden, khususnya jika menggunakan tindakan khusus.

(42)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Lokasi

Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi (RSDM) Surakarta merupakan rumah sakit milik Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Tengah yang berdasarkan SKB 3 Menteri, Menteri Kesehatan No. 554/Menkes/SKB/X/1981, Menteri P dan K No. 0430/V/1981, dan Menteri Dalam Negeri No. 3241A/1981, tentang Penetapan Rumah Sakit Surakarta ditetapkan sebagai Rumah Sakit Pendidikan. Yang selanjutnya berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan tanggal 6 September 2007 Nomor: 1011/MENKES/SK/IX/2007 tentang Peningkatan Kelas Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta milik Provinsi Jawa Tengah ditetapkan dari kelas B pendidikan menjadi kelas A. Selain sebagai Rumah Sakit Pendidikan, RSDM juga berfungsi sebagai Rumah Sakit Pusat Rujukan daerah Jawa Tengah bagian tenggara dan Jawa Timur bagian Barat.

RSDM Surakarta yang terletak di Kota Surakarta, tepatnya di Jl. Kol. Soetarto 132, Surakarta mempunyai ketenagaan dengan jumlah tenaga sebanyak 1.612 orang yang terrdiri dari tenaga medis sebanyak 165 orang, PPDS 162 orang, paramedik perawatan 597 orang, paramedik non perawatan 196 orang, dan non medik 492 orang, dengan kapasitas 704 TT dan luas lahan 39.915 m2.

(43)

Kegiatan pelayanan di RSDM meliputi pelayanan medis dan keperawatan, yang salah satunya dilaksanakan di Ruang Pulih Sadar (recovery room). Ruang Pulih Sadar merupakan bagian dari ruang Instalasi Bedah Sentral ( IBS ). Lokasinya berada di tengah-tengah IBS sehingga mudah dijangkau dari semua kamar operasi. Jumlah tenaganya terdiri dari 17 perawat, yang terdiri dari 4 perawat umum dan 13 perawat anestesi. Ruang Pulih Sadar tidak memakai bed atau tempat tidur pasien seperti di ruangan lain, tetapi berupa troli pasien. Troli pasien yaitu tempat membawa pasien mulai dari menerima pasien sampai dipindah ke meja operasi serta dipakai saat memindahkan dari ruang operasi ke Ruang Pulih Sadar untuk diobservasi hingga dipindahkan lagi ke tempet tidur ruangan pasien dikirim.

B. Hasil Penelitian

1. Karakteristik Responden

Data aktivasi bising usus pada pasien post operasi dengan anestesi umum dan anestesi spinal masing-masing diperoleh dari 58 responden di Ruang Pulih Sadar RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Berikut ini data yang diperoleh dari hasil observasi peneliti.

a. Jenis Kelamin

Tabel 2. Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin Jenis kelamin Frekuensi Persentase

L 24 41.4

P 34 58.6

(44)

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa jenis kelamin laki-laki lebih sedikit yaitu 24 responden (41,4 %) dibandingkan dengan perempuan 34 responden (58,6 %).

b. Umur

Tabel 3. Distribusi responden berdasarkan umur Waktu Frekuensi Persentase

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah responden terbanyak yaitu berusia 16-25 tahun (25,9 %) dan jumlah responden paling sedikit yaitu berusia 66-75 tahun (1,7 %).

2. Analisis Univariat

(45)

Dari tabel di atas diketahui rata-rata aktivasi bising usus pada pasien post operasi dengan anestesi umum adalah 50,07.

(46)

9. Sdr. A 51

Dari tabel di atas diketahui rata-rata aktivasi bising usus pada pasien post operasi dengan anestesi spinal adalah 33,83.

c. Perbandingan Aktivasi Bising Usus Pasien Post Operasi dengan Anestesi Umum dan Anestesi Spinal

Tabel 6. Perbandingan Aktivasi Bising Usus Pasien Post Operasi dengan Anestesi Umum dan Anestesi Spinal

Waktu

Data N

Tercepat Terlama Rata-rata

Anestesi Umum 29 20 68 50,07

Anestesi Spinal 29 8 56 33,83

(47)

adalah pada menit ke 20 dan pada pasien post operasi dengan anestesi spinal pada menit ke 8. Waktu telama pada pasien post operasi dengan anestesi umum adalah pada menit ke 68 sedangkan pada pasien post operasi dengan anestesi spinal pada menit ke 56.

C. Pembahasan

Setelah dilakukan observasi pada pasien post operasi dengan anestesi umum dan anestesi spinal, diperoleh data mengenai waktu aktivasi bising usus. Data tersebut diperoleh dari 29 pasien post operasi anestesi umum dan 29 pasien dengan anestesi spinal.

Masa pulih sadar dimulai sejak pasien keluar dari ruang operasi, dibawa dalam keadaan tidak sadar atau setengah sadar ke ruang pemulihan. Pada saat seperti ini, ada sebagian organ atau sistem organ yang belum berfungsi kembali, seperti pencernaan dan perkemihan (Zunilda, 2007). Pada pasien post operasi dengan anestesi umum dan anestesi spinal tidak terdengar adanya peristaltik usus selang beberapa waktu kemudian diobservasi hingga terdengar adanya suara bising usus.

(48)

peristaltic usus terjadi pada menit 42.50. pada penelitian ini didapatkan data bahwa waktu tercepat aktivasi bising usus pada pasien post operasi dengan anestesi umum adalah pada menit ke 20 dan pada pasien post operasi dengan anestesi spinal pada menit ke 8. Waktu telama pada pasien post operasi dengan anestesi umum adalah pada menit ke 68 sedangkan pada pasien post operasi dengan anestesi spinal pada menit ke 56.

Data aktifasi bising usus pada pasien post operasi dengan anestesi umum dan anestesi spinal telah dianalisis menggunakan program SPSS 17 hasilnya menunjukkan bahwa rata-ratar aktivasi bising usus pada pasien post operasi dengan anestesi umum adalah 50,07, sedangkan rata-rata aktivasi bising usus pada pasien post operasi dengan anestesi spinal adalah 33,83

D. Keterbatasan

1. Hasil penelitian pada kasus Perbedaan Aktifasi Bising Usus pada Pasien Post Operasi dengan Anestesi Umum dan Anestesi Spinal di Ruang Pulih Sadar RSUD Dr. Moewardi Surakarta bersifat khusus sehingga hasil kesimpulan tidak dapat digeneralisasikan untuk kasus penelitian yang lain. 2. Karakteristik sampel penelitian menentukan sifat dan karakteristik

(49)

3. Pada penelitian ini peneliti juga sulit mengontrol pemakaian anestesi. Hal tersebut disebabkan karena pemakaian dosis anestesi antara pasien yang satu dengan pasien yang lain terkadang berbeda.

4. Sampel diobservasi secara bergantian, sehingga ketepatan waktu mulainya peristaltik usus kurang.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

(50)

Uji-t merupakan teknik analisis yang digunakan. Sebelum teknik tersebut diterapkan harus memperhatikan normalitas sebaran data dan homogenitas varian. Sebaran data harus berdistribusi normal dan variasi data harus homogen.

1. Hasil observasi menunjukkan bahwa waktu tercepat aktivasi bising usus pada pasien post operasi dengan anestesi umum adalah 20 menit dan waktu terlama 68 menit. Dari 29 responden, rata-rata waktu aktivasi adalah 50,07 menit.

2. Hasil observasi menunjukkan bahwa waktu tercepat aktivasi bising usus pada pasien post operasi dengan anestesi spinal adalah 8 menit dan waktu terlama 56 menit. Dari 29 responden, rata-rata waktu aktivasi adalah 33,83 menit.

3. Dari hasil perhitungn uji normalitas sebaran diperoleh Xo2< Xt2,

0.650<41.337 sehingga P >0.05 dan berdistribusi normal. Hasil perhitungan uji homogenitas variasi menghasilkan Fo 0.402. Harga Fo

tersebut lebih kecil dari harga Ft (Fo< Ft), 0.402<4.01. Jadi, data yang

diperoleh tidak berbeda atau homogen. Persyaratan untuk Uji-t terpenuhi dan dilakukan perhitungan yang menghasilkan nilai th sebesar 4.630

sedangkan tt sebesar 2.0105. Sehingga, th> tt yang berarti signifikan.

Syarat data bersifat signifikan apabila nilai P lebih kecil dari nilai t pada taraf signifikansi 5% terpenuhi, P< 0,05. Berdasar hasil perhitungan tersebut maka hipotesis yang berbunyi “ada perbedaan aktifasi bising usus

(51)

pada pasien post operasi dengan anestesi umum dan anestesi spinal di Ruang Pulih Sadar RSUD Dr. Moewardi Surakarta”diterima.

B. Saran

1. Bagi perawat diharapkan mampu memberikan perlakuan yang sesuai dalam menangani pasien post operasi dengan anestesi umum, Hal tersebut berdasarkan pada hasil penelitian bahwa aktifasi bising usus pada pasien post operasi dengan anestesi umum lebih lama dibandingkan dengan pasien yang menggunakan anestesi spinal.

2. Bagi perawat diharapkan mampu memberikan perlakuan yang sesuai dalam menangani pasien post operasi dengan anestesi spinal, Hal tersebut berdasarkan pada hasil penelitian bahwa aktifasi bising usus pada pasien post operasi dengan anestesi spinal lebih cepat dibandingkan dengan pasien yang menggunakan anestesi umum.

Gambar

Gambar 1. Kerangka Teori
Gambar 2. Kerangka Konsep
Tabel 1. Definisi Operasional
Tabel 2. Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin
+4

Referensi

Dokumen terkait

2 Wakil Dekan Bidang I SALINAN TERKENDALI 02 3 Wakil Dekan Bidang II SALINAN TERKENDALI 03 4 Manajer Pendidikan SALINAN TERKENDALI 04 5 Manajer Riset dan Pengabdian

Pada anime Hotaru no Haka ini, penulis melihat adanya sikap manusia yang selalu berusaha memperjuangkan hidup dalam keadaan apapun dan dimanapun khususnya pada

Pada Gambar 3-2 biasa disebut sistem kontrol automatik berumpan balik atau sistem kontrol lup tertutup.Posisi penunjuk pada kontroler menyeteltemperature yang

Pengaruh Tradisi Arab Pra-Islam Terhadap Perkembangan Hukum Islam Dalam wilayah hukum Islam, para jurist berpendapat bahwa tradisi pada masa Arab sebelum Islam juga menjadi sumber

Hasil dari penelitian terhadap Analisis Kohesi Gramatikal dan Leksikal dalam Novel Dokter Wulandari yaitu adalah: (1) wujud penanda kohesi aspek gramatikal meliputi:

Pengawasan kualitas merupakan alat bagi manajemen untuk memperbaiki kualitas produk bila dipergunakan, mempertahankan kualitas produk yang sudah tinggi dan

pembimbing mikro yaitu Bapak Sudrajat, M.Pd. Dosen pembimbing mikro memberikan masukan, baik berupa kritik maupun saran setiap kali mahasiswa selesai praktik mengajar termasuk

Penelitian menggunakan 60 ekor ayam pedaging, dua puluh ekor ayam di awal penelitian diambil darahnya untuk pengamatan titer antibodi asal induk terhadap infeksi virus