• Tidak ada hasil yang ditemukan

Membenahi Demokrasi Indonesia Dengan Das

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Membenahi Demokrasi Indonesia Dengan Das"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Membenahi Demokrasi Indonesia

Dengan Dasar Pancasila

1

Oleh : Bakhrul Amal2

3

Setiap negara selalu memiliki satu tujuan yang sama, yaitu membangun negara yang baik yang bisa memenuhi kebutuhannya, kini dan nanti. Naomi Caiden, profesor ilmu politik dari Universitas California membenarkan hal itu, dia bahkan memastikan bahwa hal itu telah lama menjadi teka-teki administrasi politik kontemporer. Tidak jarang pula, utamanya kata Caiden, dalam beberapa dekade terakhir ini karena ketidakmampuan pemerintah memenuhi kebutuhan rakyatnya, kita telah terbiasa dengan keadaan penggulingan satu rezim ke rezim

lainya.4

Reformasi, sebuah kata yang mungkin tidak asing lagi di telinga masyarakat

Indonesia. tepatnya di tahun 1998, yang menjadi magnum opus, dari bagaimana

kata-kata ini mampu menyihir jutaan orang untuk bergerak mengepung gedung DPR. Meskipun bukan sebuah produk, tetapi reformasi memiliki posisi tawar yang cukup tinggi di tahun itu. Ide-ide kebebasan, kesetaraan dan persaudaraan

1

Disampaikan dalam seminar bersama SOFI Institute, 7 Juni 2014, di Hotel Sunyaragi

2 Mahasiswa Magister Kenotariatan UNDIP, Santri pada Komunitas Diskusi @komunitaspayung

dan teman dekat Satjipto Rahardjo Institute Semarang.

3

Foto : Soekarno dan Mohammad Hatta

4

(2)

muncul mengikat menjadi satu dalam selimut reformasi, sehingga hukumnya wajib diperjuangkan.

Untuk sekedar mengembalikan ingatan kita, maka saya sajikan enam tuntutan Reformasi kala itu, atau enam visi reformasi, yang terdiri dari:

1. Adili Soeharto,

2. Tegakkan Supremasi Hukum, 3. Cabut Dwifungsi ABRI, 4. Amandemen UUD 1945, 5. Otonomi seluas-luasnya,

6. Budayakan demokrasi yang sehat dan egaliter serta Hapus budaya KKN.

16 tahun telah berlalu. Semenjak jatuhnya Soeharto, terhitung telah ada empat pengganti setelahnya. Diawali oleh Bj Habibie, kemudian dilanjutkan Abdurrahman Wahid, Megawati dan yang terakhir adalah SBY. Dari ke-empatnya, kita telah merasakan bagaimana nilai-nilai Reformasi itu mulai menemukan nyawanya.

Abdurahman Wahid atau akrab disapa Gus Dur langsung mencabut dwi fungsi ABRI dan memberikan kebebasan pers. Warga Tionghoa diperbolehkannya beribadah kembali, dan tentu, para eks komunis saat ini mendapatkan kembali hak-nya sebagai warga negara. Tongkat estafet Gus Dur menjalar jauh menuju SBY. Di era SBY, otonomi daerah mulai digalakan. UU No 32 Tahun 2004 menjadi garda terdepan legalisasi dari kebebasan daerah menentukan sendiri nasibnya.

Seperti pribahasa “tidak ada gading yang tak retak”, cita-cita Reformasi pun secara nyata ada kegagalannya. Baik poin satu hingga poin enam, semua merujuk pada satu makna yaitu kesetaraan dalam bentuknya masing-masing. Dan kesetaraan, tidak akan mungkin tercapai apabila tidak disokong oleh satu sistem yang kita sebut dengan demokrasi. Dari titik inilah kemudian kita tahu, bahwa, kegagalan itu letaknya tepat berada pada poin enam yang justru sangat fundamental.

(3)

DEMOKRASI

Ketika disuguhi kata demokrasi, maka semua sepakat bahwa arti dari pada intinya adalah kekuasaan atas dasar kedaulatan rakyat. Kesimpulan itu didapatkan

atas dasar bahwa demokrasi terdiri dari dua suku kata, yaitu demos dan kratos.

Demos sendiri memiliki arti rakyat, sedangkan kratos adalah pemerintah.

Baru-baru ini, kenyataan akan arti itu mendapatkan sangkalan yang cukup keras. Bahkan jika kita sekarang masih menganggap bahwa Demokrasi berasal

dari Athena, hanya karena memiliki akar kata Yunani yaitu demos dan kratos,

maka, kita mungkin telah keliru. Adalah John Keane, sang guru besar Universitas Sidney dan pendiri The Centre for Study of Democracy yang mengutarakan hal tersebut. Melalui tulisannya dalam The Life and Death Democracy, Keane

berpendapat bahwa “The claim put forward within most Greek plays, poems and

philosophical tracts, that fifth century Athens wins the prize for creating both the idea and the practice of democracy, ... It continues until this day to be repeated by most observers. But it is false.”5

Keane kemudian menambahkan, jikalaupun ingin diselaraskan, maka kata-kata yang telah lama menjadi rujukan itu ditemukan pada periode Mycenaean dan Phoenician, era itu berada sekitar tujuh hingga sepuluh abad lebih dini dari Athena (1500-1200 SM). Dalam bahasa Mycenaean dikenal kata dámos yang merujuk pada kelompok orang-orang lemah yang menghuni tanah yang sama. Itu pun tidak jelas, kapan dan bagaimana awalnya Mycenaean menggunakan suku

kata tersebut (It is unclear exactly how and when the Mycenaeans learned to use

the two-syllable word dâmos).6

Keane berargumen bahwa bisa jadi, justru demokrasi muncul dan berawal

dari timur. Kata-kata demos yang merujuk pada istilah keluarga, menurutnya lebih

dekat kepada referensi bahasa Sumeria yaitu “dumu”. Dumu sendiri memiliki arti

penghuni atau anak-anak dalam satu tempat geografis. 7(What is also unclear is

whether these words, and the family of terms we use today when speaking about democracy, have origins further east, for instance in the ancient Sumerian references to the dumu, the 'inhabitants' or 'sons' or 'children' of a geographic place)

5

John Keane, The Life and Death Democracy Intro, http://www.thelifeanddeathofdemocracy.org, hlm 2

6

Ibid hlm 2

7

(4)

Apa yang menjadi dalih Keane dalam tulisannya bukanlah hal yang sembarangan. Sejalan dengan Keane, para arkeolog kontemporer pun (menurut Keane) menemukan fakta bahwa inovasi demokrasi tidak berawal dari Yunani. Lampu atau pijar-pijar demokrasi justru pertama kali dinyalakan dari Timur, secara geografis tepatnya adalah negara Suriah kontemporer, Iran dan Irak.

Yang menarik dari buku The Life and Death Democracy adalah bagian

dimana ketika Keane menerangkan bahwa, setiap pergantian frase, setiap adat dan setiap lembaga demokrasi adalah terikat dengan waktu. Artinya, bagaimanapun kita memahami demokrasi, demokrasi haruslah ditetapkan dan disesuaikan dengan kondisi dan situasi dimana ia akan ditegakan. Secara garis besar Keane ingin memberikan pehaman bahwa demokrasi yang hidup di Amerika dan Eropa tidak bisa serta merta diterapkan langsung di Indonesia.

DEMOKRASI DI INDONESIA

Berangkat dari penelitian Keane, kita masuk menuju gerbong demokrasi

Indonesia. Diawali oleh chaos, seperti apa yang diungkapkan oleh Brenda Dervin

dan Sandra Braman, sistem demokrasi kemudian dipertimbangkan oleh Indonesia

sebagai pengganti rezim represif orba (....chaos theory to be a fruitful starting

point for reconsidering the information/democracy relationship).8 Tujuannya adalah untuk mampu memberikan kebebasan yang bertujuan keadilan bagi semua, mengingat begitu banyak golongan yang terlibat dalam reformasi. Tidak salah pula artinya apabila Robert Dahl, seorang pakar demokrasi Amerika mengatakan

bahwa demkorasi, seringkali dikatakan, bersandar pada kompromi (Democracy, it

is frequently said, rests upon compromise)9.

Seperti sudah menjadi suatu hukum, dimana pemula selalu mencontoh apa yang telah dilakukan seniornya. Era Reformasi di Indonesia yang memunculkan demokrasi, diiringi pula dengan konsep dari bagaimana demokrasi itu sendiri.

8 Leah A. Lievrouw,

Special Topic Issue: Information Resources and Democracy, (Alabama: Journal of The American Society For Information Science, 1994) Lievrouw menemukan dua artikel menarik yang ditulis oleh Brenda Dervin dan Sandra Braman. Dervin menganggap informasi sebagai dasar dari demokrasi yang kemudian memberdayakan individu. Sementara Sandra Braman mengusulkan akses informasi dan penggunaan komunikasi antar masyarakat sebagai sarana evolusi negara autopoiesis (negara ciptaan sendiri), sebagai pengganti negara bangsa dan negara korporatis di era modern. Yang menjadi ketertarikan Lievrouw akan kedua artikel tersebut adalah, kedua artikel itu menemukan bahwasanya kondisi chaos adalah titik awal yang bermanfaat untuk mempertimbangkan kembali informasi atau demokrasi.

9 Robert Dahl,

(5)

Indonesia, yang saat itu sedang mencoba resep demokrasi, mencoba mengadopsi demokrasi yang telah lebih dulu berkembang di barat, seperti di Amerika maupun Eropa.

Sudah barang tentu, demokrasi yang coba disuguhkan dalam kenyataan politik kita, baik era-era awal Reformasi hingga kini, adalah demokrasi liberal ala Amerika. Hal itu terlihat seperti apa yang Henry B. Mayo katakan dimana sistem demokrasi tak ubahnya di mana kebijakan umum ditentukan atas dasar suara

mayoritas (A democratic political system is one in which public policies are made

on a majoritu basis,..).10Demokrasi di Indonesia dimaknai sebagai suara terbanyak bukan sebagai kebebasan berpendapat yang dilihat dari kualitas argumennya. Bukan pula sebagai suatu sistem khidmat permusyaratan dan perwakilan, sebagaimana disebutkan dalam sila ke empat Pancasila.

Sangatlah benar, bahwa demokrasi memang mengacu pada satu sistem politik dimana rakyat atau wakilnya memimpin secara sah. Keane pun mengakui bahwa tidak ada campur tangan kediktatoran militer, partai totaliter ataupun raja dalam demokrasi, semua dijalankan untuk perintah sendiri. Hal itu pula yang menjadi klaim para pakar untuk mengatakan bahwa demokrasi adalah kebaikan universal. Tetapi kenyataan ini tidak cukup dijadikan alasan demokrasi di suatu negara dijadikan contoh mutlak untuk diterapkan dinegara lainya (seperti Indonesia yang meniru Amerika).

Pada waktu itu, mungkin juga hingga kini, pemahaman masyarakat Indonesia akan demokrasi adalah pemahaman terhadap sistem tentang semua manusia dianggap sama. Oleh karenannya, siapapun memiliki hak dan kesempatan untuk menjadi wakil rakyat. Dalam negara modern demokrasi

semacam itu dikenal dengan, demokrasi berdasarkan perwakilan (reprentative

democracy).11 Tidak perduli tukang becak, buruh cuci, pengusaha, pak haji, pelacur ataupun orang kaya raya semua diberi hak untuk dipilih dan memilih.

Mengambil sedikit kalimat Félix Guattari, “setiap orang ingin menjadi

fasis” (everybody wants to be a fascist). Melalui sarana partai politik, semua orang

saling berebut untuk menjadi legislatif. Satu-persatu wajah haus kekuasan muncul dan memenuhi surat suara. Dengan logika suara terbanyak, maka tentu, hal

termudah untuk membuat orang memilih mereka adalah dengan iming-iming.

Baik itu berupa janji ataupun uang, yang terpenting setiap calon memenuhi syarat dipilih oleh banyak suara. Keadaan itu (yang kita anggap sebagai demokrasi yang benar) justru memuncukan apa yang disebut John Rawls dengan “kesetaraan yang

10

Henry B. Mayo, An Introduction to Democratic Theory ( New York : Oxford University Press, 1960), hlm 170

11 Prof. Miriam Buhardjo,

(6)

kemudian memunculkan ketidaksetaraan yang lebih besar”. (bagaimana mungkin,

seorang calon yang basic awalnya tukang becak, dalam persaingan kapital ini,

mampu menyaingi kekuatan ekonomi calon lain yang berangkat dari latar belakang pengusaha).

Disinilah awal mula demokrasi transaksional dimulai. Di tengah zaman yang semakin pragmatis, para kapital mulai memainkan perannya. Demokrasi Indonesia harus puas hanya menjadi mantel dari sistem lama yang kita kenal dengan oligarki. Perbedaannya, jika oligarki orde baru lebih condong kepada kaum militier, di masa Reformasi ini, oligarki berpindah tangan kepada kuasa kapital. Namun lebih parahnya, dalam oligarki orde baru prinsip meritokrasi masih dijunjung tinggi, sedangkan oligarki kapital mengabaikan meritokrasi.

Kita sepertinya tidak sempat menyadari hal itu karena yang kita pikirkan saat-saat ini hanya bagaimana pemilu dapat berjalan lancar, agar syarat demokrasi terpenuhi. Kita pun kemudian lebih fokus kepada pelanggaran pemilu daripada memilih untuk teliti mencermati keadaan yang lebih parah. Keadaan yang lebih

parah itu adalah mulai tumbuhnya (secara unconscious) oligarki baru dalam

cengkraman kapital. Mereka mengumpat dibalik kekeliruan penerapan demokrasi, yang justru jarang kita tengok lebih dalam. Sebagai contohnya dimana seorang kepala daerah yang telah menjabat dua periode, bisa memindahkan kekuasaan pada istri atau anaknya dengan kekuatan kapital.

TITIK KEBERANGKATAN DAN PERBEDAAN ANTARA DEMOKRASI AMERIKA DAN INDONESIA

Sebenarnya tidak bisa juga secara serampangan kita menyalahkan demokrasi ala Amerika. Karena pada dasarnya, di dalam demokrasi yang diterapkan Amerika mensyaratkan harus terpenuhi setidaknya tiga hal. Syarat yang seimbang antara kesetaraan dan kebebasan itu terdiri :

1. Pendidikan yang merata.

2. Ekonomi yang merata. (lahan tanah yang sama)

3. Kesamaan latar belakang (White Anglo-saxon Protestant)

Demokrasi Amerika sampai hari ini bisa berjalan baik karena terpenuhinya ketiga syarat tersebut. Sementara Indonesia, setelah belasan tahun demokrasi digemborkan nyatanya belum mampu mencapai target ketiganya.

Demokrasi Amerika pun sesuai dengan prinsip Rawls dimana demokrasi, untuk mencapai distribusi keadilan yang merata dan demi kemaslahatan atau

keuntungan bersama (an equal distribution,...., will work to everyone’s

(7)

penjaminan kesejahteraan, maka kebebasan dasar, kebebasan politik, kebebasan berbicara, berkumpul, berhati nurani dan menjalankan pikirin serta pengakuan

akan kekayaan pribadi baru bisa dihargai. (Second, once a certain level of

material well-being is secured, we will value our basic liberties – political liberty, the freedoms of speech, assembly, conscience, thought, personal property –more than other goods)12

Kedua ide tersebut mengarah pada dua prinsip keadilan. Dimana prinsip yang pertama melalui keadilan politik selalu menjadi prioritas dari prinsip keadilan sosial :

1. each person is to have an equal right to the most extensive total system of equal basic liberties compatible with a similar system of liberty for all;

and (Setiap orang memiliki hak yang sama untuk memanfaatkan penuh

sistem secara luas atas dasar yang sama yang kompatibel dengan kesamaan sistem untuk kebebasan semua; dan)

2. social and economic inequalities are to be arranged so that they are both (Kesenjangan sosial dan ekonomi harus diatur sedemikian rupa sehingga

keduanya)

a. to the greatest benefit of the least advantaged…and (dipergunakan untuk sebuah manfaat yang besar dari hal yang paling

menguntungkan....dan)

b. attached to offices and positions open to all under conditions of fair equality of opportunity ( menyediakan jabatan dan posisi yang terbuka untuk semua di bawah kondisi yang adil setara dengan melihat dari

sisi kesempatan) 13

Dari penjelasan singkat di atas setidaknya kita bisa menyimpulkan, bahwa titik keberangkatan demokrasi Indonesia dan Amerika memiliki perbedaan yang jauh. Hal itu pula yang menjadi indikasi mengapa sampai saat ini demokrasi (lebih tepatnya ala Amerika) sulit diterapkan di Indonesia. Kedua syarat, baik yang diputuskan menurut Amerika ataupun Rawls, sampai saat ini belum mampu dipenuhi oleh Indonesia.

Dasar sejarah itulah yang menjadi senjata untuk secepat mungkin mengambil langkah dan memodifikasi kembali demokrasi yang selama ini berjalan. Karena, apabila terus dilangsungkan, pemahaman demokrasi yang

12

Michael Lacewing, Rawls and Nozick on Justice, Routledge Taylor and Francis Group, hlm 1

13

(8)

prematur ini justru akan memunculkan kekejaman baru yang jauh dari cita-cita

reformasi14.

DEMOKRASI PEMUSYWARATAN ALA INDONESIA

15

Jika kita mau menengok ke belakang, sesungguhnya Indonesia telah memiliki konsep demokrasinya sendiri. Konsep demokrasi Indonesia berdasarkan Kapal-Persatuan, atau, kapal yang telah membawa kita merdeka. Soekarno sebagai salah satu penggagas demokrasi Indonesia menilai, bahwa “demokrasi politik sahaja, belum menyelamatkan rakyat... dimana demokrasi dijalankan tetapi justeru kapitalisme merajalela dan kaum Marhaen-nya...sengsara!”. Oleh sebab itu, “Kaum Nasionalis Indonesia tidak boleh mengeramatkan ‘demokrasi’ yang

demikian”16(seperti yang disebutkan sebelumnya). Dalam buku Negara Paripurna,

Yudi Latif mengutip ungkapan Soekarno yang berpihak pada sosio demokrasi dengan mengatakan bahwa :

“...sosio demokrasi bukanlah demokrasi ala Revolusi Prancis, bukan demokrasi ala Amerika, ala Inggris, ala Nederland, ala Jerman dll.-tetapi ia adalah demokrasi jang mencari keberasan politik DAN

14

Contohnya adalah seperti yang telah disebutkan, oligarki minus meritokrasi akan merajalela dalam kontrol kapital. Merujuk pada tata cara bagaimana kapital bekerja, Marx merumuskan satu konsep yang formulasinya adalah M-C-M (money is used to buy a commodity which is resold to obtain a larger sum of money). Calon legislatif yang mencapai tujuannya dengan uang akan berpikir bahwa uang itu adalah modal. Kemudian, setelah memperoleh jabatannya, mereka memanfaatkan jabatan itu sebagai komoditas yang disalahgunakan untuk memperoleh keuntungan melebihi modal awalnya. (Karl Marx, Capital Volume One, Part II : The Transformation of Money and Capital, Chapter Four:The General Formula for Capital)

15

Foto : Suasana sidang BPUPKI

16 Yudi Latif,

(9)

ekonomi...sosio demokrasi adalah demokrasi-politik DAN

demokrasi-ekonomi”17

Penggabungan antara demokrasi politik dan demokrasi ekonomi Indonesia nyatanya tercermin dalam penempatan pasal pancasila. Pasal empat yang menjadi ciri dari demokrasi Indonesia, dihimpit oleh dua pasal yaitu pasal tiga dan lima yang berisi persatuan dan keadilan. Disitu dapat terlihat jelas bahwa tanpa didasari persatuan dan keadilan, maka rakyat tidak akan bisa tumbuh dan dipimpin dalam permusyawaratan dengan khidmat yang penuh kebijaksaan.

Pandangan para founding father dan mothers Indonesia juga begitu cermat

dan sistematis. Kepemilihan bentuk negara republik ternyata saat ini baru disadari bukanlah tanpa alasan. Jurgen Habermas, pada tahun 1994 pernah menulis

makalah Three Normative Models of Democracy, disitu dia katakan bahwa model

republik lebih menguntungkan dalam menjaga kemurnian demokrasi dibandingkan dengan model liberal. Habermas menyambung ungkapan itu dengan argumen, sistem republik mampu mengaktifkan peran komunikasi yang memberikan legitimasi terhadap politik, dan juga menghasilkan keputusan yang pas. Sementara sistem liberal, sistem yang dibangun lewat persaingan pasar, hanya akan dipimpin oleh rasio optimal yang konsekuensinya adalah politik

kehilangan inti normatifnya dari alasan kepentingan umum.18

Meski awal kata demokrasi bukan dari Indonesia, akan tetapi nilai-nilai yang terkandung dalam demokrasi telah hidup dalam budaya masyarakat Indonesia. Bentuknya memang sedikit berbeda, budaya demokrasi Indonesia dibangun oleh apa yang Soekarno sebut dengan semangat kekeluargaan

(gotong-royong). Tradisi musyawarah atau rembug desa untuk menemukan kecocokan

pandangan adalah contohnya.

Keniscayaan sejarah dan kebiasaan ber-demokrasi yang sudah ada di Indonesia itu membuat Hatta menilai bahwa :

17

Ibid, hlm 411

18

(10)

“Jadinya, kita tiada membuang apa yang baik pada asas-asas lama, tidak mengganti demokrasi asli Indonesia dengan barang impor. Demokrasi itu kita hidupkan kembali, akan tetapi tidak pada tempat yang kuno, melainkan pada tingkat yang lebih tinggi, menurut

kehendak pergaulan hidup sekarang”19

Demokrasi Indonesia yang berbentuk musyawarah menurut Agus Salim, hasil keputusannya tidak ditentukan oleh suara mayoritas. Tidak ada dikte mayoritas dalam demokrasi Indonesia. Soekarno bahkan secara tegas memagari demokrasi Indonesia untuk jangan mengikuti model “mayorokrasi” ataupun “minorokrasi”. Bilamana diperhatikan dengan seksama, demokrasi ala Indonesia ini sedikit mirip dengan demokrasi deliberatif yang mengutamakan argumentasi

berdasarkan daya-daya konsensus, diatas keputusan voting. 20

Demokrasi di Indonesia pun “tidak cukup hanya sampai pada keterpilihan eksekutif, yudikatif dan legislatif saja” kata Bung Hatta, tetapi partisipasi masyarakat pun tidak kalah penting. Seperti partisapi dalam ekonomi, politik

keterbukaan interaksi, access to justice, dan layanan publik. Demokrasi Indonesia

juga tidak hanya dicirikan dengan berjalannya prosedur pengambilan keputusan, melainkan juga upaya kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam

penyelenggaraan kesejahteraan.21

PENUTUP

Menggali dan menerawang kembali prinsip demokrasi yang cocok diterapkan di Indonesia sangatlah menarik. Apalagi, kenyataan politik kita hari ini menunjukan grafik yang menurun tajam. Perayaan gagasan, ide dan konsepsi sudah tidak lagi terdengar. Kekuasaan modal, uang dan jual beli suara justru marak bahkan dianggap sebagai hal yang biasa. Isu ini telah cukup bagi Ernest Laclau untuk menasbihkan kita, agar bergerak merepresentasikan pembaharuan

revolusi demokrasi elektoral menuju seri baru isu-isu hubungan sosial.22

Demokrasi liberal pasca tegaknya reformasi adalah demokrasi yang justru membawa kita kembali pada lembah kelam. Mimpi-mimpi indah yang ditawarkannya pun tak ubahnya hanya ilusi belaka. Oligarki yang kita runtuhkan bersama justru tumbuh dan menjulang semakin besar. Derasnya bahkan tak

19

Yudi Latif, op cit 414 ; tulisan Hatta yang dirangkum dalam Karya Lengkap Bung Hatta; Kebangsaan dan Kerakyatan. (Jakarta, LP3ES, 1998)

20 Yudi Latif,

op cit 456 ; disitu dijelaskan pula mengenai awal kemunculan istilah Demokrasi Deliberatif yang pertama kali diperkenalkan oleh Joseph M. Bessette.

21

Yudi Latif, op cit, hlm 484

22

(11)

terbendung lagi. Kita saat ini justru dibawa pada satu titik perasaan dimana, kata Slavoj Zizek, kita seolah merasa dengan menekan tombol lift, maka pintu lift itu

akan tertutup dengan cepat, padahal hal itu tak berguna. 23

Hari ini, dimana kita kemudian secara bersama-sama menyadari betapa kejamnya demokrasi liberal, hal yang harus kita lakukan adalah membaca kembali gagasan pendahulu kita. Demokrasi Permusyawaratan yang berangkat dari nilai-nilai luhur kearifan lokal bangasa Indonesia, kita hidupkan kembali. Fokus kita menghapus politik uang kita cerahkan kembali “dari mempertanyakan akibat dengan mencari sebab”. Menyadari bahwa kematian adalah hal yang menakutkan, maka menunggu fasis yang baik adalah fasis yang mati akan memakan waktu yang lama. Cara terbaik, untuk setidaknya melemahkan hegemoni nilai tukar berupa uang itu, adalah dengan membangkitkan kembali perang gagasan dan ide dengan demokrasi ala Indonesia sebagai pijakannya.

23

Referensi

Dokumen terkait

Hasil konsentrasi oksigen yang diperoleh pada mobil dengan sumber cahaya neon dapat dilihat pada Gambar 7 dengan laju alir CO 2 2 L/menit. Gambar 7 Grafik konsentrasi O 2

Teknik analisis yang digunakan didalam penelitian ini adalah analisis regresi linear berganda, yang dapat digunakan untuk mengukur seberapa besar pengaruh suatu

Temuan dari studi ini menunjukkan bahwa need for closure dan fondasi moral memiliki pengaruh langsung yang signifikan terhadap harapan akan perdamaian.. Selain itu, tidak

Penggunaan plat baja SS 316 dan kawat SS 201 menjadi pembaruan dalam penelitian ini, dengan menganalisa pengaruh susunan pada material serat baja dan plat baja yang

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wata ‘ala yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat

peningkatan prestasi lari 400 meter.. Latihan interval dengan rasio 1:2 ternyata memberikan pengaruh lebih baik dalam peningkatan prestasi lari 400 meter. Kebaikan

Setelah dilakukan pengumpulan data melalui kegiatan wawancara, observasi dan studi pustaka diperoleh hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis, dapat diketahui