Fakultas Ilmu Komputer
Universitas Brawijaya
1543
Analisis Performa Protokol 802.11n Pada Mikrokomputer Raspberry Pi
Retno Perwita Sari1, Kasyful Amron2, Rakhmadhany Primananda3
Program Studi Teknik Informatika Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya
Email: 1retnoperwita@gmail.com, 2kasyful@ub.ac.id, 3rakhmadhany@ub.ac.id
Abstrak
Kebutuhan untuk pembangunan infrastruktur yang lebih memadahi dalam rangka menunjang sumber daya manusia (SDM) perlu diakukan. Salah satu infrastruktur yang penting adalah infrastruktur teknologi informasi dibidang telekomunikasi. Sarana telekomunikasi yang memadai diharapkan dapat membantu daerah rural. Salah satu caranya adalah dengan teknologi wireless. Teknologi wireless
memiliki kelebihan pada instalasi yang mudah dan tidak membutuhkan biaya yang besar karena tidak membutuhkan kabel. Teknologi wireless dapat diterapkan dalam rupa wireless mesh dengan pemilihan protokol 802.11 sebagai protokol wireless karena telah mendukung banyak perangkat serta memiliki jangkauan yang luas. Selain itu juga diperlukan protokol routing dalam penelitian ini yaitu OLSR. Pemilihan OLSR dkarenakan konsep kerja OLSR yang selalu memperbaharui tabel routing setiap saat. PemilihanRaspberry Pi untuk mikrokomputer dikarenakan kebutuhan wifi yang harus tersedia dan tidak bisa diberikan oleh mikrokontroler seperti arduino. Setelah fasilitas terbentuk, perlu diadakan uji performansi untuk mengetahui kinerja dari protokol dan mikrokomputer yang digunakan apakah sesuai dengan kondisi lapangan. Parameter dalam pengujian performansi protokol 802.11 dan Raspberry Pi ini adalah packet loss, delay, throughput serta penggunaan CPU dan memori. Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa packet loss tertinggi mencapai 0,38% ketika data yang diukur merupakan data terbesar dalam penelitian ini yaitu 65507 B. Delay tertinggi mencapai 1.09 s saat percobaan dengan besar data 32768 B, throughput terbesar mencapai 64,13 Bps pada data terbesar dalam penelitian ini yaitu 65507 B serta penggunaan CPU sebesar 0,5 % dan memori dengan besar tidak lebih dari 0,8% dari total sumber daya CPU yang ada.
Kata kunci: Protokol 802.11, Raspberry Pi, packet loss, delay, throughput, CPU
Abstract
The need for better infrastructure development to support human resources (HR) needs to be done. One of the important infrastructure is the information technology infrastructure in the field of telecommunication. Adequate telecommunication facilities are expected to help rural areas. One of the way is with wireless technology. Wireless technology has advantages in easy installation and cheap because it does not need a cable. Wireless technology can be implemented in the form of wireless mesh with the selection of the 802.11 as a wireless protocol because it supports multiple devices and has a wide range. It is also necessary routing protocol in this research that is OLSR. OLSR to be selected due to the OLSR work concept that always updates the routing table at any times. Choosing Raspberry Pi for microcomputer due to wifi requirement that must be available that can not be given by microcontroller like arduino. Once a facility is established, a performance test is required to determine the performance of the protocol and the microcomputer used in accordance with the field conditions. Parameters in the performance testing protocol 802.11 and Raspberry Pi is packet loss, delay, throughput, CPU and memory usages. From the test results showed that the highest packet loss reached 0.38% when the measured data is the largest data in this study that is 65507 B. Highest delay reached 1.09 second while the experiment with a large data 32768 B, the largest throughput reached 64.13 Bps on the largest data is 65507 B, CPU usage is only 0,5% and memory that not exceed than 0,8% of total CPU resources available.
1. PENDAHULUAN
Pemenuhan kebutuhan infrastruktur
teknologi informasi terutama dibidang
telekomunikasi sangat dibutuhkan untuk
beberapa wilayah di Indonesia yang merupakan wilayah yang susah di jangkau seperti perkebunan, hutan dan pegunungan.Teknologi wireless mampu menyediakan informasi mengenai kondisi tanah dan kelembaban
menjadi alternatif penyediaan teknologi
telekomunikasi di daerah rural. Selain itu, penggunaan teknologi yang sama juga bisa diterapkan dalam suatu gedung atau ruangan yang membutuhkan komunikasi luas. Teknologi wireless tidak membutuhkan biaya banyak karena tidak ada penggunaan kabel dan hanya
menggunakan gelombang radio sebagai
perantara. Teknologi wireless juga diperlukan
untuk wilayah yang memiliki medan berat yangn sulit dijangkau serta keterbatasan listrik. Solusi yang tepat dalam penerapan teknologi nirkabel untuk kondisi tersebut salah satunya adalah wireless mesh network (WMN) (Febriadi, Rochim, & Widianto, 2013).
Berdasarkan masalah di atas, diperlukan komponen pendukung dalam penerapan WMN agar dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan. Sangat penting untuk menentukan kombinasi protokol dan mikrokomputer tepat. Setelah itu sangat penting dilakukan pengujian performasi protokol dan mikrokomputer yang digunakan untuk mengetahui jarak yang bisa dijangkau oleh perangkat untuk kepentingan menyediakan informasi dan mendapatkan informasi.
Pada penelitian ini akan digunakan protokol 802.11 tipe n sebagai protokol jaringan wireless. Pemilihan 802.11n adalah dikarenakan protokol 802.11n memiliki jangkauan yang lebih luas jika dibandingkan dengan pendahulunya yaitu 802.11a, 802.11b, 802.11c, 802.11g dan sedikit lebih kecil jika dibandingkan dnegan teknologi terbaru yaitu 802.11ac (Tomo (2014) dalam Putra, 2016). Protokol 802.11n dapat bekerja
pada standard lebar channel 20MHz di kedua
band yang dapat bekerja pada protokol 802.11 yaitu 2.4 dan 5GHz bands. Protokol 802.11n
memiliki range untuk ruang tertutup mencapai
70m dan untuk ruang terbuka adalah 250 meter. Selain itu, penggunaan Raspberry Pi sebagai mikrokomputer dalam penelitian ini adalah dikarenakan faktor kemudahan penggunaan. Raspbery Pi juga mampu menyediakan wifi
yang tidak bisa didapatkan dari penggunaan mikrokontroler seperti Arduino.
Analisis performansi protokol 802.11 pada
Raspberry Pi yang diharapkan mampu
mempermudah kegiatan manusia dalam
pengambilan hasil sensor, penyebaran data di medan-medan tertentu yang tidak mungkin dilakukan pengambilan sampel data secara
langsung bisa di atasi.
2. DASAR TEORI
2.1 Protokol 802.11
Protokol 802.11 merupakan protokol yang digunakan untuk mengatur gelombang radio yang nantinya digunakan sebagai media
pengiriman data (Dwiyankuntoko, 2013).
Protokol 802.11 terdiri dari beberapa jenis atau tipe seperti 802.11a, 802.11b, 802.11g, 802.11n
dan yang lainnya. Semua tipe sama
menggunakan gelombang radio sebagai media pengiriman data tetapi berbeda pada frekuensi, jarak maupun kecepatannya.
Perbedaan setiap tipe protokol 802.11 dapat diihat dari frekuensi, throughput, max raw data rate, range indoor dan range outdoor. Masing-masing memiliki kemampuan yang berbeda. Dalam penelitian ini digunakan protokol 802.11n yang memiliki frekuensi 2.4GHz dan 5Ghz, throughput 74Mbps dan yang sangat dibutuhkan adalah jarak penggunaan di outdoor yang bisa mencapai 250m.
2.2 Wireless Mesh Network (WMN)
Didalam bidang wireless network dapat digolongkan menjadi beberapa kategori yaitu ad-hoc wireless network, Wireless Mesh Network (WMN), hybrid wireless network dan Wireless Sensor Network (WSN) (Sandhu,
Sandhu, & Singh, 2012). Ad-hoc wireless
network berfokus pada bentuk jaringan yang dinamis dan bersifat infrastructure-less. WSN terbentuk dari banyak sensor nodes yang bisa menghasilkan data dari hasil sensing dan mengumpulkan datanya pada node pusat. Hybrid Wireless Network adalah perdaduan antara ad-hoc Wireless Network dan Infrastructrure Network.
WMN yang menjadi pembahasan utama adalah sebuah bentuk jaringan yang mirip
dengan ad-hoc Wireless Network. WMN terdiri
dari dua komponen yaitu mesh router dan mesh client. Setiap node yang ada tidak hanya
memiliki fungsi sebagai host tapi juga router,
berada dalam jangkauan transmisi langsung mereka. Didalam WMN, merupakan suatu jaringan yang secara dinamis dapat melakukan self organized dan self configures dengan node didalamnya bisa secara otomatis membangun dan mempertahankan konektifitas diantara mereka sendiri (Kumar, 2012). WSN bisa
digolongkan menjadi tiga berdasarkan
fungsionalitas nodenya. Ketiga golongan
tersebut adalah infrastructure WMN, client
WMN dan hybrid WMN.
2.3 Optimized Link State Routing (OLSR)
Untuk menunjung keefektifitasan WMN,
diperlukan sebuah protokol routing yang dapat
mendukung skalabilitas jaringan. Sebuah
protokol yang dapat terus men-support jaringan meskipun jaringan tersebut terus berkembang dan memiliki beban kerja yang terus meningkat.
Terdapat banyak protokol routing yang dapat
digunakan dalam ad-hoc network diantaranya adalah Destination Sequences Distance Vector (DSDV), Ad-hoc On Demand Distance Vector (AODV), Dynamic Source Routing (DSR) dan Optimized Link State Routing (OLSR).
Protokol yang digunakan dalam penelitian ini adalah OLSR. OLSR dikembangkan di INRIA dan di standarisasi oleh IETF pada RFC
3626 tahun 2003. OLSR merupakan
pengembangan dari Open Shortest Path First
(OSPF). OLSR digolongkan sebagai routing
protocol proaktif yang berarti jalur kemunikasi akan selalu tersedia saat dibutuhkan dengan cara
membentuk tabel routing dan memperbaharui
link setiap waktu jika terjadi perubahan. OLSR menggunakan dua macam pesan control yaitu hello dan topology control (TC). Hello message digunakan untuk mencari tahu informasi mengenai status link dan neighbors. TC message digunakan untuk mem-broadcast informasi yang dibutuhkan.
Gambar 1 Diagram Kerja OLSR
Pada gambar 1 mengenai diagram kerja
OLSR terdapat multipoint relays (MPR) yang
merupakan kunci kerja dari OLSR dalam
mengurangi pertukaran informasi yang
berlebihan. Daripada menggunakan teknik flooding murni, OLSR menggunakan MPR untuk mengurangi angka host yang di-broadcast di dalam jaringan untuk menjaga protokol tetap bekerja secara efisien (Kumar, 2012).
Penerapan OLSR secara langsung pada suatu wireless network akan membutuhkan waktu dan juga perencanaan yang rumit.
Pengembangan dilakukan untuk menciptakan daemon dari setiap routing protocol telah banyak dilakukan. Bentuk daemon dari OLSR adalah OLSRD yang memiliki teknik
implementasi routing yang sama dengan OLSR. OLSRD bekerja pada layer 3 dan dapat
menjalankan mesh routing pada semua perangkat jaringan. Bekerja pada semua wifi card yang mendukung ad-hoc mode dan bisa dijalankan pada semua ethernet device (OLSRD Developer, n.d.)
3. PERANCANGAN
Penelitian ini dibuat dengan menggunakan
enam node raspberry pi yang disebar pada
sebuah ruangan padat bersekat (seluruh bagian
kos) dengan jarak tertentu hingga satu node dan
node lain mengalami kesulitan dalam berkomunikasi.
Gambar 2 Denah Peletakan Node Raspberry Pi
Setiap node memiliki IP address statis yang
memudahkan dalam penerapan metode ad-hoc.
Node 6 merupakan client yang bertindak sebagai node pengirim data, dan node 7 adalah server
yang bertindak sebagai node penerima data.
Node 8, 9, 10, 11 merupakan node yang bertindak sebagai relay.
IP address yang digunakan di atur secara statis sesuai dengan tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1 Daftar IP Address Node Raspberry Pi Node IP Address Model Raspberry Pi
6 192.168.5.6 3 Model B
8 192.168.5.8 3 Model B
9 192.168.5.9 2 Model B
10 192.168.5.10 2 Model B 11 192.168.5.11 2 Model B
4. PENGUJIAN
Dalam pengujian peelitian ini terdapat
beberapa skenario pengiriman pesan
menggunakan UDP dengan menggunakan tiga ukuran pesan yang berbeda-beda yaitu berupa string dengan besar 1000 B, 32768 B dan 65507 B. Waktu percobaan pada setiap besar data adalah sama yaitu dengan jarak pengiriman data
atau interval sebanyak 1 second dan 10 second
yang dikalikan 100 kali banyak data yang dikirim. Dengan itu total waktu pengiriman data adalah 100 second untuk interval 1 second dan 1000 second untuk interval 10 second yang diuji secara paralel. Indikator dalam pengujian ini
adalah throughput, delay, packet loss serta
penggunaan CPU dan memori disisi pengirim dan penerima.
Masing-masing indikator akan diketahui dengan cara yang berbeda. Dalam mengetahui throughput digunakan iperf, delay
menggunakan rata-rata hasil ping, penggunaan CPU dan memori menggunakan htop dan packet loss menggunakan UDP socket
programming dimana pada bagian server akan mencatat berapa data yang diterima dari 100 data terkirim secara paralel dari sisi pengirim. JIka skenario di atas di gabung akan menjadi skenario di bawah ini:
1. Skenario 1, pengiriman data sebanyak
100 kali, interval 1 s, waktu 100 s dengan besar data 1000 B, 32768 B dan
65507 B untuk mengukur packet loss
dan delay.
2. Skenario 2, pengiriman data sebanyak
100 kali, interval 10 s, waktu 1000 s dengan besar data 1000 B, 32768 B dan
65507 B untuk mengukur packet loss
dan delay.
3. Skenario 3, pengiriman data sebanyak
100 kali, interval 1 s, waktu 100 s dengan besar data 1000 B, 32768 B dan 65507 B untuk mengukur throughput.
4. Skenario 4, pengiriman data sebanyak
100 kali, interval 10 s, waktu 1000 s dengan besar data 1000 B, 32768 B dan 65507 B untuk mengukur throughput.
5. Skenario 5, pengiriman data sebanyak
100 kali, interval 1 s, waktu 100 s
dengan besar data 1000 B, 32768 B dan 65507 B untuk menguji penggunaan CPU dan memori.
Skenario 6, pengiriman data sebanyak 100 kali, interval 10 s, waktu 1000 s dengan besar data 1000 B, 32768 B dan 65507 B untuk menguji penggunaan CPU dan memori.
4.1 Pengujian skenario 1
Uji coba dilakukan dengan mengirimkan data sebanyak 100 kali, interval 1 s, waktu 100 s dengan besar data 1000 B, 32768 B dan 65507 B
untuk mengukur packet loss dan delay. Dalam
setiap pengujian terdapat 100 data yang dikirimkan secara paralel dengan interval 1 s dan waktu 100 s dengan pengulangan percobaan sebanyak 5 kali.
Dari uji skenario 1 terhadap packet loss
pada pengiriman 100 data dengan besar 1000 B, memiliki data terkirim dengan jumlah terbesar yaitu 100 data dan data terkirim dengan jumlah terkecil yaitu 94 data.
Packet loss pada pengiriman 100 data dengan besar 32768 B, memiliki data terkirim dengan jumlah terbesar yaitu 100 data dan data terkirim dengan jumlah terkecil yaitu 82 data.
Packet loss pada pengiriman 100 data dengan besar 65507 B, memiliki data terkirim dengan jumlah terbesar yaitu 99 data dan data terkirim dengan jumlah terkecil yaitu 74 data.
Dari hasil data di atas didapatkan hasil
pengujian bahwa packet loss memperlihatkan
bahwa dengan waktu yang sama, packet loss
yang dialami dalam proses pengiriman data memiliki perbedaan sesuai dengan besar data yang dikirimkan meskipun dengan selisih yang kecil.
Packet loss dinyatakan dalam bentuk persen
(%). Perhitungan persentase packet loss dengan
perhitungan matematis untuk mengetahui
persentase packet loss tertinggi dan persentasi
rata-rata packet loss. Persentase packet loss
dapat dihitung menggunakan rumus dibawah ini:
𝑃𝑎𝑐𝑘𝑒𝑡 𝑙𝑜𝑠𝑠 =(𝑃𝑎𝑐𝑘𝑒𝑡 𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠𝑚𝑖𝑡𝑡𝑒𝑑 − 𝑃𝑎𝑐𝑘𝑒𝑡 𝑟𝑒𝑐𝑒𝑖𝑣𝑒𝑑)𝑃𝑎𝑐𝑘𝑒𝑡 𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠𝑚𝑖𝑡𝑡𝑒𝑑 × 100%
Menggunakan rumus diatas, persentase packet loss tertinggi pada pengiriman data 1000
B sebesar 0,06% dengan persentase packet loss
rata-rata adalah 0,03%. Persentase packet loss
tertinggi pada pengiriman data 327688 B sebesar
0,18% dengan persentase packet loss rata-rata
adalah 0,04%. Persentase packet loss tertinggi
pada pengiriman data 65507 B sebesar 0,26%
0,06%.
Hasil uji skenario 1 terhadap delay pada
pengiriman 100 data dengan besar 1000 B tanpa beban memiliki delay tertinggi 0,23 s dan delay terendah 0,01 s. Delay pada pengiriman dengan
beban, delay tertinggi adalah 0,11 s dan delay
terendah 0.01 s.
Delay
pada pengiriman 100 data denganbesar 32768 B tanpa beban memiliki delay
tertinggi 0,05 s dan delay terendah 0,01 s. Delay
pada pengiriman dengan beban, delay tertinggi
adalah 1,09 s dan delay terendah 0.01 s.
Delay
pada pengiriman 100 data denganbesar 65507 B tanpa beban memiliki delay
tertinggi 0,05 s dan delay terendah 0,02 s. Delay
pada pengiriman dengan beban, delay tertinggi
adalah 0,38 s dan delay terendah 0.01 s.
Hasil pengujian skenario 1 terhadap throughput, pada pengiriman dengan besar data 1000 B, memiliki throughput tertinggi yaitu 1,51 Bps dan throughput terendah yaitu 1,48 Bps.
Throughput pada pengiriman dengan besar
data 32768 B, memiliki throughput tertinggi
yaitu 32 Bps dan throughput terendah yaitu
31,62 Bps.
Throughput pada pengiriman dengan besar
data 65507 B, memiliki throughput tertinggi
yaitu 64,13 Bps dan throughput terendah yaitu 0 Bps.
Dari hasil data di atas didapatkan hasil
pengujian bahwa throughput memperlihatkan
bahwa dengan waktu yang sama, throughput
yang dibutuhkan selaras dengan besar data yang dikirim untuk mendapatkan performa yang maksimal.
Hasil uji skenario 1 terhadap penggunaan CPU dan memori dengan besar data 1000 B, 32768 B dan 65507 oleh OLSR dan program UDP memiliki hasil yang sama baik disisi pengirim maupun penerima.
Penggunaan CPU dan memori oleh OLSRD, CPU menggunakan 0,5% dan memori 0,2% sumber daya dari total sumber daya yang ada. Penggunaan CPU dan memori oleh program UDP, CPU menggunakan 0,5% dan memori 0,7% sumber daya dari total sumber daya yang ada.
Terjadi peningkatan penggunaan memori pada penggunaan CPU dan memori oleh UDP dengan besar data 65507 B menjadi 0,8% disisi pengirim pada percobaan 1 sampai 5. Pada sisi
penerima perubahan hanya terjadi pada
percobaan 1, 3 dan 4.
4.2 Pengujian skenario 2
Uji coba dilakukan dengan mengirimkan data sebanyak 100 kali, interval 10 s, waktu 1000 s dengan besar data 1000 B, 32768 B dan 65507 B untuk mengukur packet loss dan delay. Dalam setiap pengujian terdapat 100 data yang dikirimkan secara paralel dengan interval 1 s dan waktu 100 s dengan pengulangan percobaan sebanyak 5 kali.
Dari uji skenario 1 terhadap packet loss
pada pengiriman 100 data dengan besar 1000 B, memiliki data terkirim dengan jumlah terbesar yaitu 99 data dan data terkirim dengan jumlah terkecil yaitu 96 data.
Packet loss pada pengiriman 100 data dengan besar 32768 B, memiliki data terkirim dengan jumlah terbesar yaitu 100 data dan data terkirim dengan jumlah terkecil yaitu 93 data.
Packet loss pada pengiriman 100 data dengan besar 65507 B, memiliki data terkirim dengan jumlah terbesar yaitu 87 data dan data terkirim dengan jumlah terkecil yaitu 62 data.
Dari hasil data di atas didapatkan hasil
pengujian bahwa packet loss memperlihatkan
bahwa dengan waktu yang sama, packet loss
yang dialami dalam proses pengiriman data memiliki perbedaan sesuai dengan besar data yang dikirimkan meskipun dengan selisih yang kecil.
Dengan menggunakan rumus yang sama pada skenario 1 untuk menghitung persentase packet loss, persentase packet loss tertinggi pada pengiriman data 1000 B sebesar 0,04% dengan
persentase packet loss rata-rata adalah 0,028%.
Persentase packet loss tertinggi pada pengiriman data 327688 B sebesar 0,07% dengan persentase packet loss rata-rata adalah 0,036%. Persentase packet loss tertinggi pada pengiriman data 65507 B sebesar 0,38% dengan persentase packet loss rata-rata adalah 0,29%.
Hasil uji skenario 2 terhadap delay pada
pengiriman 100 data dengan besar 1000 B tanpa beban memiliki delay tertinggi 0,05 s dan delay
terendah 0,01 s. Delay pada pengiriman dengan
beban, delay tertinggi adalah 0,11 s dan delay
terendah 0.01 s.
Delay
pada pengiriman 100 data denganbesar 32768 B tanpa beban memiliki delay
tertinggi 0,08 s dan delay terendah 0,01 s. Delay
pada pengiriman dengan beban, delay tertinggi
adalah 1,09 s dan delay terendah 0.01 s.
Delay
pada pengiriman 100 data denganbesar 65507 B tanpa beban memiliki delay
tertinggi 0,02 s dan delay terendah 0,01 s. Delay
adalah 0,38 s dan delay terendah 0.01 s.
Hasil pengujian skenario 2 terhadap throughput, pada pengiriman dengan besar data 1000 B, memiliki throughput tertinggi yaitu 1,54 Bps dan throughput terendah yaitu 1,08 Bps.
Throughput pada pengiriman dengan besar
data 32768 B, memiliki throughput tertinggi
yaitu 32 Bps dan throughput terendah yaitu
15,49 Bps.
Throughput pada pengiriman dengan besar
data 65507 B, memiliki throughput tertinggi
yaitu 64 Bps dan throughput terendah yaitu 0
Bps.
Dari hasil data di atas didapatkan hasil
pengujian bahwa throughput memperlihatkan
bahwa dengan waktu yang sama, throughput
yang dibutuhkan selaras dengan besar data yang dikirim untuk mendapatkan performa yang maksimal.
Hasil pengujian skenario 2 terhadap penggunaan CPU dan memori dengan besar data 1000 B, 32768 B dan 65507 oleh OLSR dan program UDP memiliki hasil yang sama baik disisi pengirim maupun penerima.
Penggunaan CPU dan memori oleh OLSRD, CPU menggunakan 0,5% dan memori 0,2%
Terjadi peningkatan penggunaan memori pada penggunaan CPU dan memori oleh UDP dengan besar data 32768 B menjadi 0,8% disisi penerima pada percobaan 3. Selain itu, terjadi hal yang sama pada besar data 65507 disisi pengirim pada percobaan 1 sampai 3. Pada sisi penerima pada percobaan 1 sampai 4.
4.3 Analisis perbandingan setiap pengujian
Berdasarkan analisis hasil pengujian diatas dapat dilihat hasil keseluruhan seperti dibawah ini. Pada gambar 2 dan 4 menunjukan grafik rata-rata data terkirim pada skenario 1 dan 2,
grafik menurun secara linear yang
mengindikasikan bahwa semakin kecil besar data yang dikirim, maka semakin kecil pula
potensi terjadinya packet loss. Semakin besar
data yang dikirim maka semakin besar pula potensi terjadinya packet loss.
Gambar 3 Grafik Rata-Rata Data Yang terkirim Pada Skenario 1
Pada gambar 3 dan 5 menunjukan grafik
rata-rata delay pada skenario 1 dan 2. Grafik
dibawah mengindikasikan adanya ketidak sesuaian dimana seperti terlihat pada grafik
bahwa pada delay tidak memiliki pola angka
yang spesifik sesuai dengan besar data. Meskpun begitu, delay yang terjadi saat tanpa beban lebih rendah daripada saat ada beban.
Terjadinya lonjakan delay dapat
dimungkinkan terjadi karena adanya buffer yang
tinggi pada relay atau node penerima sehingga
membuat delay yang relatif konsisten menjadi
melonjak tinggi. Selain itu, perubahan jalur routing selama proses pengiriman data juga memungkinkan untuk menyebabkan delay.
Gambar 4 Grafik Rata-Rata Delay Pada Skenario 1 96,8
Data 1000 B Data 32768 B Data 65507 B
D
Data 1000 B Data 32768 B Data 65507 B
D
Gambar 6 Grafik Rata-Rata Delay Yang Terjadi Pada Skenario 2
Gambar 7 Grafik Rata-Rata Throughput Pada Skenario 1
Gambar 8 Grafik Rata-Rata Throughput Pada Skenario 2
Hasil analisis dari penggunaan CPU dan memori pada skenario 5 yang didapat dari htop, pengunaan sumber daya CPU untuk OLSRD maupun program UDP pada kedua sisi adalah sama yaitu 0,5% dari seluruh sumber daya yang
ada. Pemakaian memori untuk OLSRD sebesar 0,2% dan untuk program UDP adalah 0,7%. Pada semua data memiliki nilai yang rata tetapi terjadi peningkatan pada peggunaan memori untuk program UDP dengan besar data 65507 B.
Pada sisi pengirim, seluruh percobaan
menghasilkan besar 0,8%. Sedangkan pada sisi penerima, penggunaan memori sebesar 0,8% terjadi pada percobaan 1, 3 dan 4.
Hasil analisis dari penggunaan CPU dan memori pada skenario 6 tidak jauh berbeda dengan yang terjadi pada skenario 5. pengunaan sumber daya CPU untuk OLSRD maupun program UDP pada kedua sisi adalah sama yaitu 0,5% dari seluruh sumber daya yang ada. Pemakaian memori untuk OLSRD sebesar 0,2% dan untuk program UDP adalah 0,7%. Terjadi peningkatan yang sama yaitu menjadi 0,8% pada penggunaan program UDP dengan besar data 32768 B di percobaan ke tiga. Pada besar data 65507 B, perubahan menjadi 0,8% terjadi pada saat penggunaan OLSRD percobaan 1, 2 dan 3 di sisi pengirim. Selain itu juga terjadi pada sisi penerima di percobaan 1, 2, 3 dan 4.
Dari hasil yang ditunjukkan pada tabel 5.17 sampai tabel 5.28 diatas, memori dapat dipengaruhi besar program yang dijalankan. Selain itu, dalam penelitian ini, besar data yang dikirim maupun diterima juga mempengaruhi seperti yang terlihat pada tabel bahwa pemakaian data sebesar 65507 B menambah penggunaan memori meskipun hanya sebesar 0,1%.
5. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan pada penelitian ini maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Dalam penlitian ini, pengaktifan
protokol 802.11 pada mikrokomputer
Raspberry Pi dilakukan dengan
beberapa tahap. Tahap pertama adalah melakukan pemilihan perangkat keras
yaitu Raspberry Pi dan wifi dongle.
Pemilihan perangkat lunak yaitu
raspbian sebaai sistem operasi raspberry pi, python 2.5+ sebagai Bahasa
pemrograman dan iperf sebagai tool
untuk mengukur theroughput.
Pemilihan protokol yaitu protokol yang digunakan sebagai routing protokol
yaitu OLSRD yang merupakan
penerapan dari protokol OLSR. UDP
sebagai protokol komunikasi dan
0
Data 1000 B Data 32768 B Data 65507 B
T
Data 1000 B Data 32768 B Data 65507 B
T
grafik meningkat secara linear yang
mengindikasikan bahwa semakin kecil besar data yang dikirim, maka semakin kecil pula throughput yang dibutuhkan dan semakin besar data yang dikirim maka semakin besar pula throughput yang dibutuhkan untuk
mendapatkan performa jaringan yang
protokol 802.11 dengan tipe n sebagai wireless protocol yang juga merupakan rotokol utama yang digunakan dalam penelitian ini. Merancang sistem dengan 6 node Raspberry Pi membentuk jaringan wireless mesh.
2. Pada penelitian ini, protokol 802.11
dapat digunakan untuk mengirim dan menerima data melalui OLSR sebagai
protokol wireless mesh. Semua node
dapat berkomunikasi secara wireless dengan metode ad-hoc, namun itu hanya
memungkinkan 2 node yang mampu
terhubung atau berkomunikasi. Saat
OLSR di gunakan maka keenam node
dapat terhubung menjadi satu kesatuan jaringan wireless mesh.
3. Unjuk kerja dari protokol 802.11 pada mikrokomputer Raspberry Pi diketahui dari hasil data hasil penelitian yang telah dijabarkan pada bab 5. Sesuai dengan indikator yang dipakai dalam mengukur performa protokol 802.11 yaitu packet loss, delay, throughput, penggunaan CPU dan memori penelitian ini menunjukkan bahwa semakin besar data yang dikirimkan memiliki potensi untuk mengalami packet loss. Rata-rata pada
delay juga menunjukkan bahwa saat ada beban, delay menjadi lebih tinggi. Selain itu, penggunaan CPU dan memori relatif stabil yang berkisar angka o,5 untuk penggunaan CPU dan 0,2 serta 0,7 untuk memori yang masing-masing adalah pada program OLSR dan UDP.
4. Pada penelitian ini, rata-rata pada packet loss dan delay menunjukkan bahwa besar delay juga mempengaruhi tingkat
packet loss selain dari besar data yang dikirmkan. Semakn tinggi delay maka semakin tinggi juga peluang packet loss
yang dialami. Penggunaan memori lebih berpengaruh pada performa alat dibandingkan dengan pengguaan
resource CPU seperti yang ditunjukkan pada tabel 5.28 bahwa penurunan penggunaan CPU juga mempengaruhi
throughput.
6. DAFTAR PUSTAKA
Febriadi, M. L., Rochim, A. F., & Widianto, E.
D. (2013). Perencanaan dan
Implementasi Wireless Mesh Node Pada Raspberry Pi. Jurnal Teknik Universitas
Diponegoro.
Lopez Research. (2013, 2013). An Introduction to the Internet of Things (IoT). Part 1. of The IoT Series, pp. 1-6.
OLSRD Developer. (n.d.). Retrieved from OLSRD an Ad Hoc Wireless Mesh
Routing Daemon:
http://olsr.org/?q=about [Diakses: 01 Mei 2017].