• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Pendidikan Pancasila Bab 5

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah Pendidikan Pancasila Bab 5"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH MAHASISWA JUDUL MAKALAH

MENGAPA PANCASILA MERUPAKAN SISTEM FILSAFAT

BIDANG KEGIATAN:

MATAKULIAH PENDIDIKAN PANCASILA

Disusun Oleh: Rahmat Abdullah

NIM : 17012092

PRODI MANAJEMEN

INSTITUT MANAJEMEN WIYATA INDONESIA

SUKABUMI

(2)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Karena atas karunia, dan hidayah-Nya, saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “MENGAPA PANCASILA MERUPAKAN SISTEM FILSAFAT” sehingga terselesaikan tepat pada waktunya.

Makalah ini disusun sebagai tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila. Saya berusaha menyusun makalah ini dengan segala kemampuan, namun saya menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, baik dari segi penulisan maupun segi penyusunan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun akan saya terima, demi perbaikan makalah selanjutnya.

Akhir dari kesempatan ini saya menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam upaya penyelesaian makalah ini. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Aamiin

Sukabumi, 18 April 2018

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... I DAFTAR ISI ... II

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penulisan ... 3

BAB II LANDASAN TEORI ... 4

2.1 Kerangka Berpikir Pancasila Sebagai Sistem Filsafat... 4

2.2 Sejarah Filsafat Pancasila ... 4

BAB III PEMBAHASAN ... 6

3.1 Pengertia Filsafat ... 6

3.2 Secara Etimologi ... 6

3.3 Arti Filsafat Menurut Para Ahli ... 7

3.4 Filsafat Pacasila ... 8

3.5 Pengertian Sistem ... 9

3.6 Pancasila Sebagai Sistem Filsafat ... 9

3.7 Rumusan Kesatuan Sila-sila Pancasila Sebagai Suatu sistem ... 10

3.8 Alasan Diperlukannya Kajian Pancasila Sebagai Sistem Filsafat ... 11

BAB IV PENUTUP ... 21

4.1 Kesimpulan ... 21

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap negara atau bangsa di dunia ini mempunyai sistem nilai (filsafat) tertentu yang menjadi pegangan bagi anggota masyarakat dalam menjalankan kehidupan dan pemerintahannya. Filsafat negara merupakan pandangan hidup bangsa yang diyakini kebenarannnya dan diaplikasikan dalam kehidupan masyarakat yang mendiami negara tersebut. Pandangan hidup bangsa merupakan nilai-nilai yang dimiliki oleh setiap bangsa. Nilai-nilai tersebut akan mempengaruhi segala aspek suatu bangsa. Nilai adalah suatu konsepsi yang secara eksplisit maupun implisit menjadi milik atau ciri khas seseorang atau masyarakat. Pada konsep tersembunyi bahwa pilihan nilai merupakan suatu ukuran atau standar yang memiliki kelestarian yang secara umum digunakan untuk mengorganisasikan sistem tingkah laku suatu masyarakat (Prayitno, 1989:1).

Sistem nilai (filsafat) yang dianut suatu bangsa merupakan filsafat masyarakat budaya bangsa. Bagi suatu bangsa, filsafat merupakan sumber dari segala sumber hukum yang berlaku dalam suatu masyarakat, bangsa, dan negara. Oleh karena itu, filsafat berfungsi dalam menentukan pandangan hidup suatu masyarakat dalam menghadapi suatu masalah, hakikat dan sifat hidup, hakikat kerja, hakikat kedudukan manusia, etika dan tata krama pergaulan dalam ruang dan waktu, serta hakikat hubungan manusia dengan manusia lainnya (Prayitno, 1989:2).

Indonesia adalah salah satu negara yang juga memiliki filsafat seperti bangsa-bangsa lain. Filsafat ini tak lain adalah yang kita kenal dengan nama Pancasila yang terdiri dari lima sila. Pancasila merupakan filsafat hidup bangsa Indonesia.

(5)

bangsa di dunia. Gelombang besar kekuatan internasional dan transnasional melalui globalisasi telah mengancam, bahkan menguasai eksistensi negara-negara kebangsaan, termasuk Indonesia. Akibat yang langsung terlihat adalah terjadinya pergeseran nilai-nilai dalam kehidupan kebangsaan karena adanya perbenturan.

Kepentingan antara nasionalisme dan internasionalisme. Permasalahan kebangsaan dan kenegaraan di Indonesia menjadi semakin kompleks dan rumit manakala ancaman internasional yang terjadi di satu sisi, pada sisi yang lain muncul masalah internal, yaitu maraknya tuntutan rakyat, yang secara objektif mengalami suatu kehidupan yang jauh dari kesejahteraan dan keadilan social Paradoks antara kekuasaan global dengan kekuasaan nasional ditambahkomplik internal seperti gambaran di atas, mengakibatkan suatu tarik menarik kepentingan yang secara langsung mengancam jati diri bangsa. Nilai-nilai baru yang masuk, baik secara sujektif maupun objektif, serta terjadinya pergeseran nilai di tengah masyarakat yang pada akhirnya mengancam-prinsip-prinsip hidup berbangsa masyarakat Indonesia. Prinsip dasar yang telah ditemukan oleh peletak dasar (The founding fathers) Negara Indonesia yang kemudian diabstraksikan menjadi suatu prinsip dasar filsafat bernegara, itulah pancasila

Dengan pemahaman demikian, maka pancasila sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia saat ini mengalami ancaman dengan munculnya nilai baru dari luar dan pergeseran nilai-nilai yang terjadi secara ilmiah harus disadari bahwa suatu masyarakat suatu bangsa, senantiasa memiliki suatu pandangan hidup atau filsafat hidup masing-masing, yang berbeda dengan bangsa lain didunia. Inilah yang disebut sebagai local genius (kecerdasan/kreatifitas lokal) dan sekaligus sebagai local wisdom (kearifan lokal) bangsa. Dengan demikian, bangsa Indonesia tidak mungkin memiliki kesamaan pandangan hidup dan filsafat hidup dengan bangsa lain.

Ketika para pendiri Negara Indonesia menyiapkan berdirinya Negara Indonesia merdeka, mereka sadar sepenuhnya untuk menjawab suatu

(6)

ini didirikan?” jawaban atas pertanyaan mendasar ini akan selalu menjadi dasar dan tolak ukur utama bangsa ini meng-Indonesia. Dengan kata lain, jati diri bangsa selalu bertolak ukur pada nilai-nilai pancasila sebagai filsafat bangsa. Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan sistem filsafat. Pemahaman demikian memerlukan pengkajian lebih lanjut menyangkut aspek ontology, epistemology, dan aksiologi dari kelima sila pancasila.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa kerangka berpikir pancasila sebagai sistem filsafat?

2. Bagaimana sejarah filsafat di Indonesia?

3. Apa pengertian sistem filsafat ?

4. Apa arti Pancasila sebagai filsafat bangsa Indonesia?

5. Hubungan kesatuan sila-sila pancasila yang saling mengisi dan saling mengkualifikasi?

6. Apa saja Fungsi Utama Filsafat Pancasila Bagi Bangsa dan Negara Indonesia?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui kerangka berpikir pancasila sebagai sistem filsafat.

2. Untuk mengetahui sejarah filsafat di Indonesia.

3. Untuk mengetahui arti Pancasila dalam kedudukannya sebagai filsafat

bangsa Indonesia.

4. Untuk mengetahui dasar sehingga Pancasila di jadikan Sebagai Sistem

Filsafat bangsa Indonesia.

5. Mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan pancasila sebagai

(7)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Kerangka Berpikir Pancasila Sebagai Sistem Filsafat

Dilihat dari sejarah bahwa Pancasila sebagai dasar negara republik Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945, penulis menggunakan kerangka berfikir melalui pendekatan filsafat Pancasila dan sejarahnya.

Di bentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia Bung Karno diangkat jadi ketua PPKI dan Bung Hatta menjadi wakil ketua. Cepat dan tindaknya kemerdekaan Indonesia sangat tergantung pada bangsa Indonesia sendiri setelah bekerja keras tanpa mengenal lelah dan dukungan seluruh rakyat Indonesia khususnya pemuda – pemuda kita, pada tanggal 17 Agustus 1945 jam 10.00 di dalam rapat terbuka gedung pegangsaan 56 Jakarta, kemerdekaan indonesia di proklamasikan oleh Bung Karno dan Bung Hatta atas nama bangsa Indonesia.

2.2 Sejarah Filsafat di Indonesia

Pancasila sebagai dasar filsafat negara Indonesia pada hakikatnya adalah sebagaimana nilai-nilainya yang bersifat fundamental menjadi suatu sumber dari segala sumber hukum dalam negara Indonesia, menjadi wadah yang fleksibel bagi faham-faham positif untuk berkembang dan menjadi dasar ketentuan yang menolak faham-faham yang bertentangan seperti Atheisme dan segala bentuk kekafiran tak beragama, Kolonialisme, Diktatorisme, Kapitalis, dan lain-lain.

(8)

mengharapkan dapat menggunakan sebagai modal untuk mempelajari pancasila dari sudut pandang filsafat.

Dan kita mengenal filsafat pancasila dari sejarah pelaksanaannya diantara bangsa–bangsa barat tersebut bangsa belandalah yang akhirnya dapat memegang peran sebagai penjajah yang benar–benar yang menghancurkan rakyat Indonesia mengingat keadaan perjuangan bangsa Indonesia kita harus mengetahui perjuangan sebelum tahun 1900.

(9)

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Pengertian Filsafat

Filsafat (dari bahasa Yunani φιλοσοφία, philosophia, secara harfiah bermakna "pecinta kebijaksanaan" adalah kajian masalah umum dan mendasar tentang persoalan seperti eksistensi, pengetahuan, nilai, akal, pikiran, dan bahasa. Istilah ini kemungkinan pertama kali diungkapkan oleh Pythagoras (c. 570–495 SM). Metode yang digunakan dalam filsafat antara lain mengajukan pertanyaan, diskusi kritikal, dialektik, dan presentasi sistematik. Secara historis, "filsafat" mencakup inti dari segala pengetahuan. Dari zaman filsuf Yunani Kuno seperti Aristoteles hingga abad ke-19, "filsafat alam" melingkupi astronomi, kedokteran, dan fisika. Sebagai contoh, Prinsip Matematika Filosofi Alam karya Newton pada tahun 1687 di kemudian hari diklasifikasikan sebagi buku fisika. Pada abad ke-19, perkembangan riset universitas modern mengantarkan filsafat akademik dan disiplin lain terprofesionalisasi dan terspesialisasi. Pada era modern, beberapa investigasi yang secara tradisional merupakan bagian dari filsafat telah menjadi disiplin akademik yang terpisah, beberapa diantaranya psikologi, sosiologi, linguistik, dan ekonomi. Sejak abad ke-20, filsuf profesional berkontribusi pada masyarakat terutama sebagai profesor, peneliti, dan penulis. Namun, banyak dari mereka yang mempelajari filsafat dalam program sarjana atau pascasarjana berkontribusi dalam bidang hukum, jurnalisme, politik, agama, sains, bisnis dan berbagai kegiatan seni dan hiburan.

3.2 Filsafat Secara Etimologi

(10)

“pencinta kebijaksanaan”.Kata filosofi yang dipungut dari bahasa Belanda juga dikenal di Indonesia. Bentuk terakhir ini lebih mirip dengan aslinya. Dalam bahasa Indonesia seseorang yang mendalami bidang falsafah disebut "filsuf".

3.3 Arti Filsafat Menurut Para Ahli

1. Plato (427SM - 347SM) seorang filsuf Yunani yang termasyhur murid Socrates dan guru Aristoteles, mengatakan: Filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada (ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli).

2. Aristoteles (384 SM - 322SM) mengatakan : Filsafat adalah ilmua pengetahuan yang meliputi kebenaran, yang di dalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika (filsafat menyelidiki sebab dan asas segala benda).

3. Menurut Rene Descartes: Filsafat adalah kumpulan semua pengetahuan bahwa Allah, manusia dan alam menjadi pokok penyelidikan.

4. Marcus Tullius Cicero (106 SM - 43SM) politikus dan ahli pidato Romawi, merumuskan: Filsafat adalah pengetahuan tentang sesuatu yang mahaagung dan usaha-usaha untuk mencapainya.

5. Al-Farabi (meninggal 950M), filsuf Muslim terbesar sebelum Ibnu Sina, mengatakan : Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya.

6. Menurut Ir. Proedjawijatna: Filsafat adalah ilmu yang berusaha untuk menemukan penyebabnya deras untuk segala sesuatu dengan pikiran belaka.

(11)

8. Menurut Notonogo: Filosofi yang meneliti hal-hal yang menjadi objek inti dari sudut mutlak (di), yang tetap dan tidak berubah, yang juga disebut alami.

9. Drs H. Hasbullah Bakry merumuskan: Ilmu filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia, sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai oleh akal manusia, dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu.

10. Menurut N. Driyarkara: Filsafat adalah refleksi yang mendalam tentang penyebab ‘di sana dan melakukan’, refleksi dari realitas (reality) jauh ke dalam ‘mengapa’ penghabisan itu.

11. Menurut Brubacher: Filsafat berasal dari bahasa Yunani yang berarti filos dan sofia yang memiliki arti cinta kebijaksanaan atau belajar. Selebihnya dapat diartikan cinta belajar seperti umumnya terhadap proses perkembangan ilmu pengetahuan (Sains) cuma ada pada apa yang kita kenal dengan filsafat.

12. Menurut Immanuel Kant: Filsafat merupakan ilmu atau pengetahuan yang merupakan dasar dari semua pengetahuan dalam meliput isu-isu epistemologi (filsafat pengetahuan) yang menjawab pertanyaan mengerai apa yang dapat kita ketahui.

13. Menurut Langeveld: Filsafat ialah berpikir tentang masalah final dan menentukan, yakni tentang masalah makna keadaan, Tuhan, kebebasan dan keabadian.

3.4 Filsafat Pancasila

(12)

Filsafat Pancasila mempunyai fungsi dan peranan sebagai pedoman dan pegangan dalam sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam kehidupan sehari-hari baik dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara bagi bangsa Indonesia. Pancasila sebagai filsafat juga berarti bahwa pancasila mengandung pandangan, nilai, dan pemikiran yang dapat menjadi substansi dan isi pembentukan ideologi Pancasila. Hal yang mendasari pernyataan ini adalah karena pada hakikatnya Pancasila memiliki sistem nilai (value system) yang didapat dari penggalian dan pengejawantahan nilai-nilai luhur mendasar dari kebudayaan bangsa Indonesia sepanjang sejarah, berakar dari unsur-unsur kebudayaan luar yang sesuai sehingga secara keseluruhannya terpadu menjadi kebudayaan bangsa Indonesia. (Notonagoro, 1982)

3.5 Pengertian Sistem

Sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerjasama untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh.

Suatu system filsafat sedikitnya mengajarkan tentang sumber dan hakikat realitas, falsafat hidup, dan tata nilai (etika),termasuk teori terjadinya pengetahuan manusia dan logika.

3.6 Pancasila Sebagai Sistem Filsafat

(13)

Kenyataan Pancasila yang demikian ini disebut kenyataan yang obyektif, yaitu bahwa kenyataan itu ada pada Pancasila sendiri terlepas dari sesuatu yang lain atau terlepas dari pengetahuan orang. Sehingga Pancasila sebagai suatu sistem filsafat bersifat khas dan berbeda dengan sistem-sistem filsafat yang lain misalnya: liberalisme, materialisme, komunisme, dan aliran filsafat yang lain.

Kesatuan sila-sila Pancasila pada hakekatnya bukanlah hanya merupakan kesatuan yang bersifat formal logis saja, namun juga meliputi kesatuan dasar ontologis, dasar epistimologis, serta dasar aksiologis dari sila Pancasila.

3.7 Rumusan Kesatuan Sila-sila Pancasila Sebagai Suatu sistem

1. Susunan Kesatuan Sila-sila Pancasila yang bersifat sistematis

Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan suatu sitem filsafat.Sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerja sama, untuk suatu tujuan tertentu, dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh.

Jadi Pancasila yang terdiri atas bagian-bagian, yaitu sila-sila Pancasila, setiap sila pada hakikatnya merupakan suatu asas sendiri, fungsi sendiri-sendiri. Namun secara keseluruahan merupakan suatu kesatuan yang sistematis.

Pancasila sebagai sistem filsafat dapat dilakukan dengan cara deduktif dan induktif. Cara deduktif yaitu dengan mencari hakikat Pancasila serta menganalisis dan menyusunnya secara sistematis menjadi keutuhan pandangan yang komprehensif. Cara induktif yaitu dengan mengamati gejala-gejala sosial budaya masyarakat, merefleksikannya, dan menarik arti dan makna yang hakiki dari gejala-gejala itu.

2. Susunan Kesatuan Sila-sila Pancasila yang bersifat organis

Pancasila merupakan suatu kesatuan yang majemuk tunggal dan

(14)

a. Susunan kodrat, jasmani rohani.

b. Sifat kodrat, individu- makhluk social.

c. Kedudukan kodrat, pribadi berdiri sendiri-makhluk Tuhan YME.

3. Susunan Kesatuan Sila-sila Pancasila yang bersifat Hirarkis dan berbentuk pyramidal

Dilihat dari intinya, urut-urutan lima sila menunjukkan suatu rangkaian tingkat dalam luasnya, dan isi sifatnya merupakan pengkhususan dari sila-sila di mukanya. Sila I menjadi basis dari Sila II, III, IV dan V. Ketuhanan YME adalah Ketuhanan yang berkemanusiaan, berpersatuan, berkerakyatan, serta berkeadilan sosial, sehingga setiap sila terkandung sila-sila lainnya.

3.8 Alasan Diperlukannya Kajian Pancasila sebagai Sistem Filsafat

1. Filsafat Pancasila sebagai Genetivus Objectivus dan Genetivus Subjectivus

Pancasila sebagai genetivus-objektivus, artinya nilai-nilai pancasila dijadikan sebagai objek yang dicari landasan filosofisnya berdasarkan sistem- sistem dan cabang-cabang filsafat yang berkembang di Barat. Misalnya, Notonagoro menganalisis nilai-nilai pancasila berdasarkan pendekatan subtansialistik filsafat Aristoteles sebagaimana yang terdapat dalam karyanya yang berjudul Pancasila Ilmiah Populer. Adapun Drijarkara menyoroti nilai-nilai pancasila dari pendekatan eksistensialisme religious sebagaimana yang diungkapkannya dalam tulisan yang berjudul Pancasila dan Religi.

(15)

Sastrapratedja (2001: 2) mengatakan bahwa pancasila adalah dasar politik, yaitu prinsip-prinsip dasar dalam kehidupan bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat. Adapun Soerjanto (1991:57-58) mengatakan bahwa fungsi pancasila untuk memberikan orientasi ke depan mengharuskan bangsa Indonesia selalu menyadari situasi kehidupan yang sedang dihadapinya.

2.Landasan Ontologis Filsafat Pancasila

Pancasila sebagai Genetivus Subjectivus memerlukan landasan pijak filosofis yang kuat yang mencakup tiga dimensi, yaitu landasan ontologis, landasan epistemologis, dan landasan aksiologis. Pernahkah Anda mendengar istilah”ontologi”? Ontologi menurut Aritoteles merupakan cabang filsafat yang membahas tentang hakikat segala yang ada secara umum sehingga dapat dibedakan dengan disiplin ilmu-ilmu yang membahas sesuatu secara khusus. Ontologi membahas tentang hakikat yang paling dalam dari sesuatu yang ada, yaitu unsur yang paling umum dan bersifat abstrak, disebut juga dengan istilah substansi. Inti persoalan ontologi adalah menganalisis tentang substansi (Taylor,1955: 42). Substansi menurut Kamus Latin – Indonesia, berasal dari bahasa Latin “substare” artinya serentak ada, bertahan, ada dalam kenyataan. Substantialitas artinya sesuatu yang berdiri sendiri, hal berada, wujud,

hal wujud (Verhoeven dan Carvallo, 1969: 1256).

(16)

pancasila merupakan suatu hirarki teratur yang berhubungan satu sama lain, tanpa dikompromikankan otonominya, khususnya pada Tuhan. Bakker menegaskan bahwa baik manusia maupun substansi infrahuman bersama dengan otonominya ditandai oleh ketergantungan pada Tuhan Sang Pencipta. Ia menyimpulkan bahwa segala jenis dan taraf substansi berbeda secara esensial, tetapi tetap ada keserupaan mendasar (Bakker, 1992: 38).

Stephen W. Littlejohn dan Karen A Foss dalam Theories of Human Communication menegaskan bahwa ontologi merupakan sebuah filosofi

yang berhadapan dengan sifat mahluk hidup. Setidaknya, ada empat masalah mendasar dalam asumsi ontologis ketika dikaitkan dengan masalah sosial, yaitu (1) pada tingkatan apa manusia membuat pilihan-pilihan yang nyata?; (2) apakah perilaku manusia sebaiknya dipahami dalam bentuk keadaan atau sifat?; (3) Apakah pengalaman manusia semata-mata individual atau sosial?; (4) pada tingkatan apakah komunikasi sosial menjadi kontekstual? (Littlejohn and Foss, 2008: 26). Penerapan keempat masalah ontologis tersebut ke dalam pancasila sebagai sistem filsafat menghasilkan hal-hal berikut. Pertama, ada tiga mainstream yang berkembang sebagai pilihan nyata bangsa Indonesia atas kedudukan pancasila sebagai sistem filsafat, yaitu (1) determinisme yang menyatakan bahwa perilaku manusia disebabkan oleh banyak kondisi sebelumnya sehingga manusia pada dasarnya bersifat reaktif dan pasif. Pancasila sebagai sistem filsafat lahir sebagai reaksi atas penjajahan yang melanggar Hak Asasi Manusia, sebagaimana amanat yang tercantum dalam alinea I Pembukaan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi, ”Bahwa

sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab

itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai

(17)

aktif dan dapat mengambil keputusan yang memengaruhi nasib mereka. Sifat aktif yang memunculkan semangat perjuangan untuk membebaskan diri dari belenggu penjajahan termuat dalam alinea II Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi:

Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia, dengan selamat sentausa mengantarkan

rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang Kemerdekaan Negara Indonesia,

yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”.

Adapun butir (3) aliran yang berdiri pada posisi tengah (kompromis) yang menyatakan bahwa manusia yang membuat pilihan dalam jangkauan yang terbatas atau bahwa perilaku telah ditentukan, sedangkan perilaku yang lain dilakukan secara bebas. Ketergantungan di satu pihak dan kebebasan di pihak lain tercermin dalam alinea III Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi, “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur supaya berkehidupan

kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini

kemerdekaannya”. Ketergantungan dalam hal ini adalah atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, sedangkan kebebasan bangsa Indonesia mengacu pada keinginan luhur untuk bebas merdeka.

(18)

gotong rotong, bahu-membahu untuk mengatasi kesulitan demi menyongsong masa depan yang lebih baik.

Persoalan ontologis ketiga yang dikemukakan Littlejohn and Fossterkait dengan apakah pengalaman manusia semata-mata individual ataukah sosial? Seiring dengan sejarah perjalanan bangsa Indonesia, harus diakui memang ada individu-individu yang menonjol, seperti para pahlawan (Diponegoro, Imam Bonjol, Pattimura, dan seterusnya), tokoh-tokoh pergerakan nasional (Soekarno, M. Hatta, A.A Maramis, Agus Salim, dan seterusnya) yang mencatatkan nama- namanya di dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Namun, harus pula diakui bahwa para pahlawan dan tokoh-tokoh pergerakan nasional itu tidak mungkin bergerak sendiri untuk mencapai kemerdekaan bangsa Indonesia. Peristiwa Sepuluh November di Surabaya ketika terjadi pertempuran antara para pemuda, arek-arek Surabaya dan pihak sekutu membuktikan bahwa Bung Tomo berhasil menggerakkan semangat rakyat melalui orasi dan pidato-pidatonya. Dengan demikian, manusia sebagai mahluk individu baru mempunyai arti ketika berelasi dengan manusia lain sehingga sekaligus menjadi mahluk sosial.

(19)

politik yang menyatakan bahwa perbedaan budaya, etnis, bahasa, dan agama tidak menghambat atau mengurangi partsipasi perwujudannya sebagai warga negara kebangsaan. Wacana tentang bangsa dan kebangsaan dengan berbagai cara pada akhirnya bertujuan menciptakan identitas diri bangsa Indonesia. (4). Prinsip Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan mengandung makna bahwa sistem demokrasi diusahakan ditempuh melalui proses musyawarah demi tercapainya mufakat untuk menghindari dikotomi mayoritas dan minoritas. (5). Prinsip Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia sebagaimana yang dikemukakan Soekarno, yaitu didasarkan pada prinsip tidak adanya kemiskinan dalam negara Indonesia merdeka, hidup dalam kesejahteraan (welfare state).

3. Landasan Epistemologis Filsafat Pancasila

Pernahkah Anda mendengar istilah “epistemologi”? Istilah tersebut terkait dengan sarana dan sumber pengetahuan (knowledge). Epistemologi adalah cabang filsafat pengetahuan yang membahas tentang sifat dasar pengetahuan, kemungkinan, lingkup, dan dasar umum pengetahuan (Bahm, 1995: 5). Epistemologi terkait dengan pengetahuan yang bersifat sui generis, berhubungan dengan sesuatu yang paling sederhana dan paling mendasar (Hardono Hadi, 1994: 23). Littlejohn and Foss menyatakan bahwa epistemologi merupakan cabang filosofi yang mempelajari pengetahuan atau bagaimana orang-orang dapat mengetahui tentang sesuatu atau apa-apa yang mereka ketahui. Mereka mengemukakan beberapa persoalan paling umum dalam epistemologi sebagai berikut. (1) pada tingkatan apa pengetahuan dapat muncul sebelum pengalaman?(2) pada tingkatan apa pengetahuan dapat menjadi sesuatu yang pasti? (Littlejohn and Foss, 2008: 24).

(20)

pengetahuan sehingga pengetahuan bersifat a priori. Empirisisme berpandangan bahwa pengalaman inderawi (empiris) merupakan sarana dan sumber pengetahuan sehingga pengetahuan bersifat a posteriori. Pancasila sebagaimana yang sering dikatakan Soekarno, merupakan pengetahuan yang sudah tertanam dalam pengalaman kehidupan rakyat Indonesia sehingga Soekarno hanya menggali dari bumi pertiwi Indonesia. Namun, pengetahuan dapat muncul sebelum pengalaman, dalam kehidupan bangsa Indonesia, yakni ketika menetapkan pancasila sebagai dasar negara untuk mengatasi pluralitas etnis, religi, dan budaya. Pancasila diyakini mampu mengatasi keberagaman tersebut sehingga hal tersebut mencerminkan tingkatan pengetahuan yang dinamakan a priori.

Problem kedua tentang pada tingkatan apa pengetahuan dapat menjadi sesuatu yang pasti berkembang menjadi dua pandangan, yaitu pengetahuan yang mutlak dan pengetahuan yang relatif. Pancasila dapat dikatakan sebagai pengetahuan yang mutlak karena sifat universal yang terkandung dalam hakikat sila-silanya, yaitu tuhan, manusia, satu (solidaritas, nasionalisme), rakyat, dan adil dapat berlaku di mana saja dan bagi siapa saja. Notonagoro menamakannya dengan istilah pancasila abstrak-umum universal. Pada posisi yang lain, sifat relatif pengetahuan tentang pancasila sebagai bentuk pengamalan dalam kehidupan individu rakyat Indonesia memungkinkan pemahaman yang beragam, meskipun roh atau semangat universalitasnya tetap ada. Notonagoro menyebutnya dengan pelaksanaan pancasila umum kolektif dan singular konkrit.(Bakry, 1994:45).

(21)

Beradab digali dari pengalaman atas kesadaran masyarakat yang ditindas oleh penjajahan selama berabad-abad. Oleh karena itu, dalam alinea pertama Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa penjajahan itu tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Sila Persatuan Indonesia digali dari pengalaman atas kesadaran bahwa keterpecahbelahan yang dilakukan penjajah kolonialisme Belanda melalui politik Devide et Impera menimbulkan konflik antarmasyarakat Indonesia. Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan digali dari budaya bangsa Indonesia yang sudah mengenal secara turun temurun pengambilan keputusan berdasarkan semangat musyawarah untuk mufakat. Misalnya, masyarakat Minangkabau mengenal peribahasa yang berbunyi”Bulek aie

dek pambuluh, bulek kato dek mufakat”, bulat air di dalam bambu, bulat kata dalam permufakatan. Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia digali dari prinsip-prinsip yang berkembang dalam masyarakat Indonesia yang tercermin dalam sikap gotong royong.

4. Landasan Aksiologis Pancasila

Pernahkah Anda mendengar istilah “aksiologi”? Kalau belum pernah, maka satu hal yang perlu Anda ketahui bahwasanya istilah “aksiologis” terkait dengan masalah nilai (value). The study of the theory of values is axiology (Gr. Axios, of like value + logos, theory). Pure axiology is the study

of values of all types. (Hunnex, 1986: 22). Frondizi (2001:7) menegaskan

bahwa nilai itu merupakan kualitas yang tidak real karena nilai itu tidak ada untuk dirinya sendiri, ia membutuhkan pengemban untuk berada.

Mari perhatikan beberapa contoh pernyataan sebagai berikut.

a. Berapa nilai pertandingan antara Persipura melawan Persib?

b. Berapa nilai sepeda motor Honda yang dipakainya itu?.

c. Berapa nilai IPK yang Anda peroleh semester ini?

(22)

letak nilai keindahannya

Istilah nilai yang digunakan dalam pernyataan tersebut bukan mengacu pada makna nilai (value) dalam arti filosofis, melainkan lebih mengacu pada arti skor (a), harga (b), dan angka atau grade (c). Nilai (value) lebih mengacu pada kualitas yang bersifat abstrak, yang melekat pada suatu objek, sebagaimana yang tercermin pada contoh pernyataan butir (d).

(23)

Dunia akademis tidak berkembang dalam ruang hampa nilai sebab semangat akademis harus berisikan nilai spiritualitas untuk menggugah kesadaran tentang pentingnya keyakinan kepada Sang Pencipta sebagai pendorong dan pembangkit motivasi kegiatan ilmiah.

(24)

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa sebelum ditetapkannya pancasila sebagai sistem filsafat, ada beberapa kerangka berpikit pancasila yakini dilihat dari sejarah bahwa pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia pada tangga 18 Agustus 1945, melalui pendekatan filsafat pancasila dan sejarahnya.

Sejarah pancasila pada hakikatnya adalah sebagaimana nilai-nilai yang bersifat fundamental menjadi suatu sumber dari segala sumber hokum dalam Negara Indonesia Pengertian filsafat itu sendiri dapat diartikan secara etimologi, secara umum(filsafat dalam arti proses dan filsafat dalam arti produk) dan menurut beberapa para ahli, dapat disimpulkan pengertian filsafat dari keseluruhan yaitu cinta akan kebijaksanaan atau hakikat kebenaran yang didalamnya ada aturan-aturan untuk mengatur suatu aktifitas sesuai aturan yang ditentukan untuk mencapai tujuan yang sama.

(25)

4.2 Kritik dan Saran

Penulis menyadari banyak sekali kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu,penulis menerima segala kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.

(26)

DAFTAR PUSTAKA

Apriliyan, Dwi.Pancasila Sebagai Sistem Filsafat

http://dwiapriliyan.blogspot.com/2014/10/pancasila-sebagai-sistem-filsafat.html

Aufatih, 13 Pengertian Filsafat Menurut Para Ahli

http://www.aufatih.com/2016/05/13-pengertian-filsafat-menurut-para.html

Silvia, Febi.Pancasila Sebagai Sistem Filsafat

http://febisilvia48.wordpress.com/2013/05/07/pancasila-sebagai-sistem-filsafat/

RISTEKDIKTI, Pendidikan Pancasila untuk Perguruan Tinggi Cetakan I 2016

Wikipedia Filsafat

https://id.wikipedia.org/wiki/Filsafat

Wikipedia Filsafat Pancasila

Referensi

Dokumen terkait

Gedung H, Kampus Sekaran-Gunungpati, Semarang 50229 Telepon: (024)

Pada penelitian ini didapatkan bah- wa perilaku fasilitator belum mampu mem- berikan efek yang bermakna secara praktis terhadap motivasi intrinsik dari mahasiswa. Hal ini

http://www.ruangtani.com/ Jamur tiram dapat tumbuh dan berkembang di media yang terbuat dari serbuk gergaji dikemas dalam kantong plastik.. Pertumbuhan jamur

Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak menyadari bahwa ganyong mempunyai manfaat lain selain untuk makanan ternak. Padahal pada kenyataannya ganyong mempunyai fungsi

6DPSDLODK NLWD SDGD SHUWDUXQJDQ DQWDUD ZDMLE VLPSDQ UDKDVLD NHGRNWHUDQ YHUVXV NHZDMLEDQ KXNXP VHEDJDL VDNVL DKOL 'DODP XUDLDQ VHEHOXPQ\D NLWD SDKDPL EDKZD GRNWHU GLZDMLENDQ

Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa media video pembelajaran mata pelajaran sejarah pada materi perang dunia dan kelembagaan dunia untuk

dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat tot ut' nutional' dan global' Ruang lingkup materi PIPS merupakan penyederfra'naar1 adaptasi, seleksi, dan modifikasi

[r]