• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA PANCASILA S (2)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA PANCASILA S (2)"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

PENDIDIKAN PANCASILA

“PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA”

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 4

1. KRISTI Y. KODONGAN

17210005

2. GLORIA KH. TULANGI

17210104

3. DESCHAMP TANDAJU

17210133

4. REYNALD RUNTUWENE

17210150

5. YOKSAN TUMPAO

17210097

6. RICARDO MONTOH

17210143

7. MIRECLE KAAWOAN

17210099

8. LININCE KENELAK

17210112

9. FRENY KASENDA

17210038

10. FERJENIA FEYBELIA

17210043

UNIVERSITAS NEGERI MANADO

FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA

2017

(2)

Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya Kelompok kami dapat menyelesaikan salah satu tugas Mata Kuliah Pendidikan Pancasila. Materi-materi ini kami dapatkan dari beberapa sumber sehingga menjadi sebuah makalah.

Dan kepada Dosen pembimbing kami yang telah memberikan tugas ini kepada kami, kami ucapkan terima kasih karena dengan ini kami bisa mengetahui dan mengerti arti Pancasila sebagai Sistem Etika. Tak lupa kepada sumua pihak bersangkutan yang telah membantu menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Nilai, Norma dan Moral adalah konsep-konsep yang saling berkaitan. Dalam hubungannya dengan pancasila maka ketiganya akan memberikan pemahaman yang saling melengkapi sebagai sistem etika. Nilai-nilai tersebut dijabarkan dalam kehidupan yang bersifat praktis atau kehdupan nayata dalam masyarakat, bangsa dan negara maka diwujudkan dalam norma-norma yang kemudian menjadi pedoman. Norma-norma itu meliputi :

1. Norma Moral

Yang berkaitan dengan tingkah laku mausia yang dapat diukur dari sudut baik maupun buruk, sopan atau tidak sopan, susila atau tidak susila.

2. Norma Hukum

Suatu sistem peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam suatu tempat dan waktu tertentu dalam pengertian ini peraturan hukum. Dalam pengertian itulah pancasila berkedudukan sebagai sumber dari segala sumber hukum.

Dengan demikian pancasila pada hakekatnya bukan merupakan suatu pedoman yang langsung bersifat normatif maupun praktis melainkan merupan suatu sistem nilai-nilai etika yang merupakan sumber norma.

Kelompok kami sangat berharap maklah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita. Kami juga menyadari sepenuhnya dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kelempok kami harapkan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan dimasa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya tugas yang telah disusun ini dapat berguna bagi kelompok kami maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apaila terdapat kesalahan-kesalahan kata yang kurang berkenan. Sekian dan terima kasih.

Tondano, 11 Okteber 2017

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI...

BAB I : PENDAHULUAN...

LATAR BELAKANG...

RUMUSAN MASALAH...

TUJUAN PENULISAN...

BAB II : PEMBAHASAN...

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA...

BAB III : PENUTUP...

KESIMPULAN...

SARAN...

(4)

BAB I

PEMBAHASAN

LATAR BELAKANG

Pancasila adalah sebagai dasar negara Indonesia yang menanggung peranan penting dalam setiap aspek kehidupan masyarakat Indonesia salah satunya adalah “Pancasila sebagai suatu sistem etika”. Di dunia internasional Indonesia terkenal sebagai salah satu negara yang memiliki etika yang baik, rakyatnya yang ramah, sopan santul dll.

Pancasila adalah suatu kesatuan yang majamuk tunggal, setiap sila tidak dapat berdiri sendiri terlepas dari sila lainnya, diantara sila satu dan lainnya tidak saling bertentangan. Inti dan isi pancasila adalah isi Pancasila adalah manusia monopluralis yang memiliki unsur-unsur susunan kodrat (individu-makhluk hidup), kebudayaan kodrat sebagai pribadi berdiri sendiri, yaitu makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Pancasila merupakan penjelmaan hakekat manusia monopliralis sebagai kesatuan.

Pancasila memegang peranan besar dalam membentuk polo pikir bangsa Indonesia sehingga bangsa Indonesia dapat dihargai sebagai salah satu bangsa yang beradab didunia. Kecenderungan menganggap acuh dan sepele akan kehadiran pancasila diharapkan dan dapat ditinggalkan, karena Pancasila wajib diamalkan oleh warga Negara Indonesia. Alasan lain karena bangsa yang besar adalah bangsa yang beradab. Pembentukan etika bukan hal yang susah dan gampang untuk dilakukan, karena etika berasal dari tingkah laku, perkataan, perbuatan, serta hati nurani kita masing-masing.

RUMUSAN MASALAH

a. Apa maksud dari Pancasila sebagai sitem Etika? b. Bagaimana pemahaman konsep dan teori dari Etika?

c. Apa yang dimaksud dengan Nilai, Norma dn Moral yang terdapat dalam Etika? d. Apa yang dimaksud dengan Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praktis? e. Bagaimana hubungan Nilai, Norma dan Moral?

TUJUAN PENULIS

a. Untuk memenuhi tugas mata kuliah pendidikan Pancasila yang diberikan oleh Dosen Pembimbing. b. Untuk mengetahui lebih dalam maksud dari Pancasila sebagai Sistem Etika

(5)

BAB II

PEMBAHASAN

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA

Pancasila sebagai susatu sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu nilai sehingga merupakan sumber dari segala penjabaran norma, baik norma hukum, norma moral maupun norma kenegaraan lainnya. Dalam filsafat pancasila terkandung di dalamnya suatu pemikiran-pemikiran yang bersifat kritis, mendasar, rasional, sistematis dan komprehensif (menyeluruh) dan sistem pemikiran ini merupakan suatu nilai. Oleh karena itu suatu pemikiran filsafat tidak secara langsung menyediakan norma-norma yang merupakan pedoman dalam suatu tindakan atau aspek praktis melainkan suatu nilai-nilai yang bersifat mendasar.

Sebagai suatu nilai, Pancasila meberikan dasar-dasar yang bersifat fundamental dan universal bagi manusia baik dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Adapun manakala nilai-nilai tersebut akan dijabarkan dalam kehidupan yang bersifat praksis atau kehidupan yang nyata dalam masyarakat, bangsa maupun Negara maka nilai-nilai tersebut kemudian dijabarkan dalam suatu norma-norma yang jelassehingga merupakan suatu pedoman. Norma-norma tersebut meliputi:

1. Norma Moral : yaitu yang berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur dari sudut baik maupun buruk, sopan maupun tidak sopan, susila atau tidak susila. Dalam kapasitas inilah maka nilai-nilai pancasila telah terjabarkan dalam suatu norma-norma etika sehingga pancasila merupakan system etika dalam bentuk bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

2. Norma Hukum : yaitu suatu sistem peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam suatu tempat dan waktu tertentu. Dalam pengertian inilah maka pancasila berkedudukan sebagai sumber dari segala sumber hukum nilai-nilai pancasila yang sejak dahulu telah merupakan suatu pandangan hidup, suatu filsafat hidup, suatu cita-cita moral yang terwujud dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia sebelum membentuk Negara. Atas dasar pengertin inilah maka nilai-nilai pancasila berasal dang bangsa Indonesia sendiri atau dengan lain perkataan bangsa Indonesia sebagai asal (kuasa materialis) nilai-nilai pancasila.

(6)

A. PENGERTIAN ETIKA

Filsafat dibagi menjadi beberapan cabang kelompok bahsan pokok, yaitu filsafat teoritis dan filsafat praktis. Kelompok pertama mempertanyakan segala sesuatu yang ada, sedangkan kelompok kedua membahasan bagaimana manusia bersikap terhadapa apa yang menurut lingkungan bahasannya masing-masing. Jadi filsafat teoritis mempertanyakan dan berusaha mencari jawaban tentang segala sesuatu misalnya hakikat manusia, alam, hakikat realitas sebagai suatu keseluruhan tentang pengetahuan, tentang apa yang kita ketahui, tentang transenden dan lain sebagainya. Dalam filsafat teoritispun juga mempunyai maksud-maksud dan berkaitan dengan hal-hal yang bersifat praktis karena pemahaman yang di cari menggelorakan kehidupan.

Etika termasuk kelompok filsafat praktis dan dibagi menjadi dua kelompak yaitu etika unum dan etika khusus. Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral tertentu, atau bagaimana kita harus mengambil sikap bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral. Etika umum mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia, sedangkan etika khusus membahas prinsip-prinsip di dalam hubungannya dengan berbagai aspek kehidupan manusia. Etika khusus dibagi menjadi etika individual yang membahas kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan etika sosial yang membahas kewajiban manusia lain dalam hidup masyarakat , yang merupakan suatu bagia terbesar dari etika khusus.

Etika berkaitan dengan berbagai masalah nilai. Karena etika pada pokoknya membicarakan masalaj-masalah yang berkaitan dengan pridikat nilai “susila” dan “tidak susila”, “baik” dan “buruk”. Sebagai bahasan khusus etika membicarakan sifat-sifat yang menyebabkan orang dapat disebut susila atau bijak. Kualitas-kualitas ini dinamakan kebajikan yang dilawankan dengan kajahatan yang berarti sifat-sifat yang menunjukan bahwa orang-orang yang memilikinya dikatan orang yang tidk susila. Sebenarnya etika lebih banyak bersangkutan dengan prinsip-prinsip dasar pembenaran dalam hubungan dengan tingkah laku manusia. Dapat juga dikatakan bahwa etika berkaitan dengan dasar-dasar filosofis dalam hubungan dengan tingkah laku manusia.

B. PENGERTIAN NILAI, NORMA DAN MORAL

a. Pengertian Nilai

Nilai terjemahan dari istilah “value” termasuk pengertian filsafat, persoalan-persoalan tentang nilai-nilai yang dibahas dan dipelajari suatu cabang filsafat yaitu filsafat nilai-nilai (Axiologo, Theory of Value). Filsafat juga sering diartikan sebagai ilmu tentang nilai-nilai. Istilah nilai didalam bidang filsafat dipakai untuk menunjuk kata benda abstrak yang artinya “keberhargaan” (worth) atau “kebaikan” (goodness), dan kata kerja yang artinya suatu tindakan kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian.

Didalam “Dictionary of sociology an related sciences” dikemukakan bahwa nilai adalah kemampuan yang dipercayai ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang atau kelompok (The believed capacity of any object to statisfy a human desire). Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu abjek bukan pada objek itu sendiri.

Sesuatu itu mengandung nilai artinya ada sifat atau kualitas yang melekat pada sesuatu itu, misalnya: bunga itu indah, perbuatan itu susila. Indah, susialah ialah sifat atau kualitas yang melekat pada bunga dan perbuatan. Dengan demikian maka nilai itu sebenarnya adalah suatu kenyataan yang tersembunyi dibalik kenyataan-kenyataan lainnya. Adanya nilai itu karena adanya kenyataan-kenyataan lain sebagai pembawa nilai.

(7)

nilai-nilai lainnya. Menurut tinggi rendahnya, nilai-nilai dapat dikelompokan dalam empat tinkatan, yaitu sebagai berikut :

1) Nilai-nilai kenikmatan dalam tingkat terdapat deretan nilai-nilai yang mengenakkan dan tidak mengenakkan yang menyebabkan orang senang atau menderita merasa tidak enak.

2) Nilai-nilai kehidupan dalam tingkat ini terdapatlah nilai-nilai yang penting bagi kehidupan misalnya kesehatan, kesegaran jesmani, kesejahteraan umum.

3) Nilai-nilai kejiwaan dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai kejiwaan yang sama sekali tidak tergantung dari keadaan jesmani maupun lingkungan. Nilai semacam ini ialah keindahan, kebenaran dan pengetahuan murni yang dicapai dala filsafat.

4) Nilai-nilai kerohanian dalam tingkat ini terdapat modalitas nilai dari yang suci dan tak suci. Nilai-nilai semacam ini terdiri dari nilai-nilai pribadi.

Walter G. Everet menggolong-golongkan nilai-nilai manusiawi kedalam delapan kelompok, yaitu: 1) Nilai-nilai ekonomis ditujukan oleh harga pasar dan meliputi semua benda yang dapat dibeli. 2) Nilai-nilai kejesmanian membantu pada kesehatan, efesiensi dan kaindahan dari kehidupan badan. 3) Nilai-nilai hiburan, nilai-nilai permainan dan waktu senggang yang dapat menyumbangkan pada

Notonagoro membagi nilai menjadi tiga macam, yaitu: 1) Nilai material

2) Nilai vital 3) Nilai kerohanian

NILAI DASAR, NILAI INSTRUMENTAL DAN NILAI PRAKTIS

1. Nilai Dasar

Meskipun nilai bersifat abstrak dan tidak dapat diamati oleh panca indra manusia, namun kenyataannya inilai berhubungan dengan tingkah laku manusia. Setiap orang memliki nilai dasar yang berupa hakikat, esensi, intisari atau makna yang dalam dari nilai-nilai tersebut. Nilai dasar bersifat universal karena menyangkut kenyataan objek dari segala sesuatu.

Contohnya tentang hakikat Tuhan, manusia sera makhluk hidup lainnya. Nilai dasar yang berkaitan dengan hakikat manusia maka nilai-nilai itu harus bersumber pada hakikat kemanusiaan yang dijabarkan dalam norma hukum yang diistilahkan hak dasar (hak asasi manusia). Dan apabila nilai dasar itu berdasarkan kepada hakikat suatu benda (kuantitas, aksi, ruang dan waktu) maka nilai dasar itu juga dapat disebut sebagai norma yang direalisasikan dalam kehisupan yang praksis. Nilai dasar yang menjadi sumber etika bagi bangsa Indonesia adalah nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. 2. Nilai Instrumental

(8)

3. Nilai Praksis

Nilai praksis merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai instrumental dalam kehidupan yang lebih nyata dengan demikian nilai praksis merupakan pelaksanaan secara nyata dari nilai-nilai dasar.

ALIRAN-ALIRAN BESAR ETIKA

Dalam kajian etika dikenak tiga teori / aliran besar, yaitu deontologi, teleologi dan keutamaan. Setiap aliran memiliki sudut pandang sendiri-sendiri dalam menilai apakah suatu perbuatan dikatakan baik atau buruk.

1. Etika Deontologi

Etika deontologi memandang bahwa tindakan dinilai baik atau buruk berdasarkan apakah tindakan itu sesuai atau tidak dengan kewajiban. Etika deontologi tidak mempersoalkan akibat dari tindakan tersebut, baik atau buruk. Kebaikan adlah ketika seseorang melaksanakan apa yang sudah menjadi kewajibannya. Tokoh yang mengemukakan teori ini adalah Immanuel Kant (1734-1804). Kant menolak akibat suatu tindakan sebagai dasar untuk menilai tindakan tersebut karena akibat tadi tidak menjadi universalitas dan konsistensi dalam bertindak dan meniai suatu tindakan (Keraf, 2002 : 9).

Kewajiban moral sebagai menifestasi dari hukum moral adalah sesuatu yang sudah tertanam dalam setiap diri pribadi manusia yang bersifat universal. Manusia dalam dirinya secara kategoris sudah dibekali pemahaman tentang suatu tindakan itu baik atau buruk, dan keharusan untuk melakukan kebaikan dan tidak melakukan keburukan harus dilakukan sebagai perintah tanpa syarat (impratif kategoris).

Kewajiban moral untu tidak melakukan karupsi, misalnya, merupakan tindakan tampa syarat yang harus dilakukan oleh setiap orang. Bukan karena hasil atau adanya tujuan-tujuan tertentu yang akan diraih, namun karena secara moral setiap orang sidah memahami bahwa korupsi adalah tindakan yang dinilai buruk oleh siapapun. Etika deontologi menekankan bahwa kebijakan/tindakan harus didasari oleh motifasi dan kmapuan baik dari dalam diri, tanpa mengharapkan pamri apapun dari tindakan yang dilakukan (Kusuanjono, 2008 : 7).

Ukuran kebaikan dalam etika deontologi adalah kewajiban, kemauan baik, kerja keras dan otonomi bebas. Setiap tindakan dikatan baik apabila dilaksanakan karena idasari oleh kewajiban moral dan demi kewajiban moral itu. Tindakan itu baik bila didasari oleh kemauan baik dan kerja keras dan sungguh-sungguh untuk melakukan perbuatan itu, dan tindakan yang baik adalah didasarkan atas otonimi bebasnya tanpa ada paksaan dari luar.

2. Etika Teleologi

Pandangan etika teleologi berkebalikan dengan etika deontologi, yaitu bahwa baik buruk suatu tindakan dilihat berdasarkan tujuan atau akibat dari perbuatan itu. Etika teleologi membantu kesulitan etika deontologi ketika menjawab apabila dihadapkan pada situasi konkrit ketika dihadapkan kepada dua atau lebih kewajiban yang bertentangan satu dengan yang lain. Jawaban yang deberikan ole etika teleologi bersifat situasional yaitu memilih mana yang membawa akibat baik meskipun harus melanggar kewajiban, nilai norma yang baik.

Ketika bencana sedang terjadi situasi biasa chaos. Dalam keadaan sepeti maka memenihi kewajiban sering sulit dilakukan. Contoh sederhana kewajiban mengenakan helm bagi pengendara motor tidak dapat dipenuhi karena lebih fokus pada satu tujuan yaitu mencari keselamatan. Kewajibar membayar pajak dan hutang juga sulit dipenuhi karena kehilangan seluruh harta benda. Dalam keadaan demikian etika teleologi perlu dipertimbangkan yaitu demi akibat baik, beberapa kewajiban mendapat toleransi tidak dipenihi.

Persoalan yang kemudian muncul adalah akibat yang baik itu, baik menurut siapa? Apakah baik menurut pelaku atau menurut orang lain? Atas pertanyaan ini, etika teleologi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu egoisme etis dan utulitarianisme.

(9)

2) Utulitarianisme, menilai bahwa baik buruknya suatu perbuatan tergantung bagaimana akibatnya terhadap banyak orang. Tindakan dikatakan baik apabila mendatangkan kemanfaatan yang besar dan memberikan kemanfaatan bagi sebanyak mungkin orang. Di dalam menentukan suatu tindakan yang dilematis maka yang pertama adalah dilihat mana yang memiliki tingkat kerugian paling kevil dan kedua dari kemanfaatan itu paling banyak menguntungkan bagi banyak orang, karena bisa jadi kemanfaatannya besar namun hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil orang saja. Etika utulitarianisme ini tidak terpaku pada nilai atau norma yang ada karena pandangan nilai dan norma mungkin memiliki keragaman. Namun setiap tindakan selalu dilihat apakah akibat yang ditimbukan akan memberikan manfaat bagi banyak orang atau tidak.

Kalau tidakan itu hanya menguntungkan sebagian kecil orang atau bahkan merugikan maka harus dicari alternatif-alternatif tindakan yang lain. Etika utulitarianisme lebih bersifat realistis, terbuka terhadap beragam alternatif tindakan dan berorientasi pada kemanfaatan yang besar dan menguntungkan banyak orang. Utulitarians try to produce maximum pleasure and minimum pain, counting their own pleasure and pain as no more or less important that anyone else’s (Wenz, 2001 : 86)

Etika utulitarianisme ini menjawab menjawab pertanyaan etika egoisme, bahwa kemanfaatan banyak oranglah yang lebih diutamakan. Kemanfaatan diri diperoleh sewajarnya, karena kemanfaatan itu harus dibagi kepada orang lain. Utulitarianisme, meskipun demikian, juga memiliki kekurangan. (Sonny Keraf 2002 : 19-21) mencatan ada enam kelemahan etika ini, yaitu :

1) Karena alasan kemanfaatan untung orang banyak berarti akan ada sebagian masyarakat yang dirugikan, dan itu dibenarkan. Dengan demikian utulitarianisme membenarkan adanya ketidakadilan terutama trhadap minoritas.

2) Dalam kenyataan praktis, masyarakat lebih memilih kemanfaatan itu dari sisi kuantitas materialistis, kurang memperhitungkan manfaat yang non-material seperti kasih sayang, nama bak, hak dan lain-lain.

3) Karena kemanfaatan yang banyak diharapkan dari segi material yang tentu terkait dengan masalah ekonomi, maka untuk atas nama ekonomi tersebut hal-hal yang ideal seperti nasionalisme, martabat bangsa akan terabaikan, misalnya ata nama memaukan investor asing maka aset-aset negara akan dijual kepada pihak asing, atau atas nama meningkatka devisa negara maka pengiriman TKW ditingkatkan. Hal yang nimbulkan problem besar adalah ketika lingkungan dirusk atas nama untuk menyejahterakan rakyat.

4) Kemanfaatan yang dipandang oleh etika utulitarianisme sering dilihat dalam jangka pendek, tidak melihat akibat jangka panjang. Padahal, misalnya dalam persoalan lingkungan, kebijakan yang dilakukan sekarang akan memberikan dampak negatif pada masa yang akan datang.

5) Karena etika utulitarianisme tidak menganggap penting nilai dan norma, tapi lebih pada orientasi hasil, maka tindakan yang mlanggar nilai dan norma atas nama kemanfaatan yang besar, misalnya perjudian/prostitusi, dapat dibenarkan.

6) Etika utulitarianisme mengalami kesulitan menentukan nama yang lebih diutamakan kemanfaatan yang besar namun dirasakan oleh sedikit masyarakat atau kemanfaatan yang lebih banyak dirasakan banyak orang meskiput kemanfaatannya kecil.

Menyadari kelemahan itu etuka utulitarianisme membedakan dalam dua tingkatan, yaitu utulitarianisme aturan dan tindakan. Atas dasar ini maka :

1) Setiap kebijakan dan tindakan hasur dicek apakah bertentangan dengan nilai dan norma atau tidak. Kalau bertentangan maka kebijakan dan norma tersebut harus ditolak meskipun memiliki kemanfaatan yang besar.

2) Kemanfaatan harus dilihat tidak hanya yang bersifat fisik saja tetapi juga yang non-fisik seperti kerusakan mental, moralitas, kerusakan lingkungan dan sebagainya.

(10)

3. Etika keutamaan

Etika ini tidak mempersoalkan suatu tindakan, tidak juga mendasarkan kepada suatu penilaian moral pada kewajiban terhadap hukum moral universal, tetapi pada pengembangan karakter moral pada diri setiap orang. Orang tidak hanya melakukan tindakan yang baik, melainkan menjadi orang yang baik. Karakter moral ini dibangun dengan cara meneladani perbuatan-perbuatan baik yang dilakukan oleh para tokoh besar. Internalisasi dapat dibangun melalui cerita, sejarah yang didalamnya mengandung nilai-nilai keutamaan agar dihayati dan ditiru oleh masyarakat. Kelemahan etika ini adalah yang terjadi dalam masyarakat yang majemuk, maka tokoh-tokoh yang dijadikan panutan juga beragam sehingga konsep keutamaan menjadi sangat beragam pula, dan keadaan ini dikhawatirkan akan menimbulkan benturan sosial. Kelemahan etika keutamaan dapat diatasi dengan cara mengarahkan keteladanan tidak pada figur tokoh, tetapi pada perbuatan baik yang dilakukan oleh tokoh itu sendiri, sehingga akan ditemukan prinsip-prinsip umum tentang karakter yang bermoral seperti apa.

4. Etika pancasila

Etika pancasila tidak memposisikan secara berbeda atau bertentangan dengan aliran-aliran besar etika yang mendasarkan pada kewajiban, tujuan tindakan dan pengembangan karakter moral, namun justru merangkum dari aliran-aliran besar tersebut. Etika pancasila adalah etika yang mendasarkan penilaian baik dan buruk pada nilai-nilai pancasila, yaitu nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan. Suatu perbuatan dikatan baik bukan hanya apabila tidak bertentangan dengan nilai-nilai tersebut, namun juga sesuai dan mempertinggi nilai-nilai pancasila tersebut. Nilai-nilai pancasila meskipun merupkan kristalisasi nilai yang hidup dalam realitas sosial, keagamaan, maupun adat kebudayaan bangsa Indonesia, namun sebenarnya nilai-nilai pancasila juga bersifat universal dapan diterima oleh siapapun dan kapanpun.

Etika pancasila berbicara tentang nilai-nilai yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia.

- Nilai yang pertama adalah Ketuhanan. Secara hirarkis nilai ini bisa dikatakan sebagai nilai yang tertinggi kaena menyangkut nilai yang bersifat mutlak. Seluruh nilai kebaikan diturunkan dari nilai ini. Suatu perbutan dikatakan baik apabila tidak bertentangan dengan nilai, kaedah dan hukum Tuhan. Pandangan demikian secara empiris bisa dibuktikan bahwa setiap perbuatan yang melanggar nilai, kaedah dan hukum Tuhan, baik itu kaitannya dengan hubungan antara manusia maupun alam pasti akan berdampak buruk. Misalnya pelanggaran akan kaedah Tuhan tentang menjalin hubungan kasih sayang antar sesama akan menghasilkan konflik dan permusuhan. Pelanggaran kaedah Tuhan untuk melestarikan alam akan menghasilkan bencana alam, dan lain-lain.

- Nilai yang kedua adalah Kemanusian. Suatu perbuatan dikatakan baik apabila sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan. Prinsip pokok dalam nilai-nilai kemanusian pancasila adalah keadilan dan keadaban. Keadilan mensyaratkan keseimbangan antara lahir dan batin, jesmani dan rohani, individu dan sosial, makhluk bebas mandiri dan makhluk Tuhanyang terikat hukum-hukum Tuhan. Keadaban mengindikasikan keunggulan manusia dibanding dengan makhluk lain, yaitu hewan, tumbuhan, dan benda tak hidup. Karena itu perbuatan dikatakan baik apabila sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan yang didasarkan pada konsep keadilan dan keadaban.

- Nilai yang ketiga adalah Persatuan. Suatu perbuatan dikatakan bail apaila dapat memperkuat persatuan dan kesatuan. Sikap egois dan menang sendiri merupakan perbuatan buruk, demikian pula sikap yang memecah belah persatuan. Sangat memungkinkan seseorang seakan-akan mendasarkan perbuatannya atas nam agama (sila ke-1), namun apabila perbuatan tersebut dapat memecah bela persatuan dan kesatuan maka menurut pandangan etika pancasila bukan merupakan perbuatan baik. - Nilai yang keempat adalah Kerakyatan. Dalam kaitan dengan kerakyatan ini terkandung nilai lain

(11)

minoritas “dimenangkan” atas pandangan mayoritas. Dengan demikian, perbuatan belum tentu baik apabila disetujui/bermanfaat untuk orang banyak, namun perbuatan itu baik jika atas dasar musyawarah yang didasarkan pada konsep hikmat/kebijaksanaan.

- Nilai yang keliam adalah Keadilan. Apabila dalam sila kedua disebutkan kata Adil, maka kata tersebut lebih dilihat dalam konteks manusia selalu individu. Adapun keadilan pada sila kelima lebih diarahkan pada konteks sosial. Suatu perbuatan dikatakan baik apabila sesuai dengan prinsip keadilan masyarakat banyak. Menurut Kholberg (1995 : 37), keadilan merupakan kebajikan utama bagi setiap pribadi dan masyarakat. Keadilan mengandaikan sesama sebagai partner yang bebas dan sama derajatnya dengan orang lain.

Memiliki nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila, maka pancasila dapat menjadi sistem etika yang sangat kuat, nilai-nilai yang ada tidak hanya bersifat mendasar, namun juga realistis dan aplikatif. Apanila dalam kajian aksiologi dikatakan bahwa keberadaan nilai mendahului fakta, maka nilai-nilai pancasila merupakan nilai-nilai ideal yang sudah ada dalam cita-cita bangsa Indonesia yang harus diwujudkan dalam realitas kehidupan. Nilai-nilai tersebut dalam istilah Notonagoro merupakan nilai yang bersifat abstrak umum dan universal, yaitu nilai yang melingkupi realitas kemanusiaan dimanapun, kapanpun dan merupakan dasar bagi setiap tindakan dan munculnya nilai-nilai yang lain. Sebagai contoh, nilai Ketuhanan akan menghasilkan nilai spritualitas, ketaatan dan toleransi. Nilai Kemanusiaan, menghasilkan nilai kesusilaan, tolong menolong, penghargaan, penghormatan, kerjasama, dan lain-lain. Nilai persatuan menghasilkan nilai cinta tanah air, pengorbanan dan lain-lain. Nilai Kerakyatan menghasilkan nilai menghargai perbedaan, kesetaraan, dan lain-lain. Nilai keadilan menghasilkan nilai kepedulian, kesejajaran ekonomi, kemajuan bersama dan lain-lain.

MAKNA NILAI-NILAI SETIAP PANCASILA

Pancasila sebagai dasar filsafat bangsa dan negara Republik Indonesia merupakan nilai yang tidak dapat dipisah-pisahkan dengan masing-masing silahnya. Hal ini dikarenakan apabila dilihat dari satu-persatu masing-masing sila, dapat saja ditemukan dalam bangsa lain. Makna Pancasila terletak pada nilai-nilai masing-masing sila sebagai satu keasatuan yang tidak dapat diputarbalikan letak dan susunannya. Namun demikian, untuk lebih memahami nilai-nilai yang terkandung dalam masing-masing sila pancasila, maka berikut ini kita uraikan :

1) Ketuhanan Yang Maha Esa

Sila ketuhanan Yang Maha Esa ini nilai-nilainya meliputi dan menjiwai keempat sila lainnya. Dalam sila ini terkandung nilai bahwa negara yang didirikan adalah pengejawantahan tujuan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.

Konsekuensinya yang mucul kemudian adalah realisasi kemanusiaan terutama dalam kaitannya dengan hak-hak dasar kemanusiaan (hak asasi manusia) bahwa setiap warga negara memiliki kebebasan untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai dengan keimanan dan kepercayaan masing-masing. Hal ini telah dijamin dalam Pasal 29 UUD. Disamping itu, di dalam negara Indonesia tidak boleh ada paham yang meniadakan atau meng ingkari adanya Tuhan (atheisme)

2) Kemanusian yang Adil dan Beradab

(12)

budi nurani manusia dalam hubungan dan norma-norma kesusilaan umumnya, baik terhadap diri sendiri, sesama manusia, maupun trhadap alam dan hewan.

Hakekat pengertian diatas sesuai dengan pembukaan UUD 1945 Alinea pertama: “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, penjajahan di atas dunia harus dihapuskan,karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan oerikeadilan...”. Selanjutnya dapat dilihat penjabarannya dalam batang tubuh UUD.

3) Persatuan Indonesia

Persatuan berasal dari kata satu artinya tidak terpecah-pecah. Persatuan mengandung pengertian bersatunya macam-macam corak yang beraneka ragam menjadi satu kebulatan. Persatuan Indonesia dalam sila ketiga ini mencakup persatuan dalam arti ideologi, politik, ekonomi, sosial kebudayaan dan keamanan. Persatuan Indonesia ialah persatuan bangsa yang mendiami seluruh wilaya Indonesia. Yang bersatu karena didorong untuk mencapai kehidupan kebangsaan yang bebas dalam wadah negara yang merdeka dan berdaulat. Persatuan Indonesia merupakan faktor yang dinamis dalam kehidupan bangsa Indonesia dan bertujuan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajuhkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, serta mewujudkan perdamaian dunia yang abadi.

Persatuan Indonesia adalah perwujudan dari paham kebangsaan Indonesia yang dijiwai oleh Ketuhanan Yang Maha Esa, serta kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu, paham kebangsaan Indonesia tidak sempit (chauvinistis), tetapi menghargai bangsa lain. Nasionalisme Indonesia mengatasi paham golongan, suku bangsa serta keturunan. Hal ini sesuai dengan alinea keempat pembukaan UUD 1945 yang berbunyi, “Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia...”. selanjutnya dapat dilihat penjabarannya dalam batang tubuh UUD 1945.

4) Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan

Kerakyatan berasal dari kata rakyat yaitu sekelompok manusia yang berdiam dalam satu wilayah negara tertentu. Dengan sila ini berarti bahwa bangsa Indonesia menganut sistem Demokrasi yang menempatkan rakyat dalam posisi tertinggi dalam hirartki kekuasaan.

Hikmat kebijaksanaan berarti penggunaan rasio atau pikiran yang sehat dengan selalu mempertimbangkan persatuan dan kesatuan bangsa, kepentingan rakyat dan dilaksanakan dengan sadar, jujur dan bertanggung jawab serta didorang dengan itikad baik sesuai dengan hati nurani. Permusyawaratan adalah suatu tatacara khas kepribadian Indonesia untuk merumuskan atau memutuskan suatu hal berdasarkan kehendak rakyat sehingga tercapai keputusab yang bulat dan mutlak. Perwakilan adalah suatu sistem, dalam arti, tata cara mengusahakan turut sertanya rakyat mengambil bagian dalam kehidupan bernegara melalui lembaga perwakilan.

Dengan demikian sila ini mempunyai makna bahwa rakyat dalam melaksanakan tugas kekuasaannya ikut dalam pengambilan keputusan. Sila ini merupakan sendi asas kekeluargaan masyarakat sekaligus sebagai asas atau prinsip tata pemerintahan Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi: “...maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia, yang berkedaulatan rakyat..”

5) Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia

Keadilan sosial berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat disegala bidang kehidupan, baik material maupun spiritual. Seluruh rakyat Indonesia berarti untuk setiap orang yang menjadi rakyat Indonesia. Pengertian itu tidak sama dengan pengertian sosialistis atau komunalistis karena keadilan sosial pada sila kelima mengandung makna pentingnya hubungan antara manusia sebagai pribadi dan manusia sebagai bagian dari masyarakat. Konsekuensinya meliputi:

(13)

b) Keadilan legal yaitu suatu hubungan keadilan antara warga negara terhadap negara, dalam masalah ini pihak negaralah yang wajib memenihi keadilan dalam berntuk mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam negara.

(14)

HUBUNGAN NILAI, NORMA DAN MORAL

Nilai, Norma dan Moral langsung maupun tidak langsung memiliki hubungan yang cukup erat, karena masing-masing akan menentukan etika bangsa ini. Hubungan antaranya dapat diringkas sebagai berikut : Nilai : Kualitas dari suatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia (lahir dan batin)

- Nilai bersifat abstrak hanya dapat dipahami, dipikirkan, dimengerti, dan dihayati oleh manusia. Nilai bekaitan dengan harapan, cita-cita, keinginan, dan segala sesuatu pertimbangan batiniah manusia.

- Nilai juga dapat bersifat subyektif bila diberikan oleh obyek, dan bersifat obyektif bila melekat pada sesuatu yang terlepas dari penilaian manusia.

Norma : Wujud konkrit dari nilai, yagn menentukan sikap dan tingkah laku manusia. Norma hukum merupakan norma yang paling kuat keberlakuannya, karena dapat dipaksakan oleh suatu kekuasaan eksternal, misalnya penguasa atau penegak hukum.

Nilai dan Norma senantiasa berkaitan dengan moran dan etika.

Makna moral terkandung dalam kepribadian seseorang akan tercermin pada sikap dan tingkah lakunya. Norma menjadi panutan sikap dan tingkah laku manusia.

Moral dan Etika sangat erat kaitannya.

Keterkaitan Nilai, Norma dan Moral merupakan suatu kenyataan yang seharusnya tetap terpelihara di setiap waktu pada hidup dan kehidupan manusia. Keterkaitan itu mutlak digaris bawahi bila seorang individu, masyarakat, bangsa dan negara menghendaki pondasi yang kuat, tumbuh dan berkembang. Sebagaimana tersebut diatas maka nilai akan berguna menentuka sikap dan tingkah laku manusia bila dikonkritkan dan diformulakan menjadi lebih obyektif sehingga memudahkan manusia untuk menjabarkannya dalam aktivitas sehari-hari.

(15)

BAB III

PENUTUP

Demikian penulisan makalah tentang “Pancasila Sebagai Sistem Etika”. Harapan kelompok kami semoga penulisan makalah ini bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi kelompok kami, khususnya kepada para pembaca pada umumnya.

KRITIK DAN SARAN

Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diperlukan kelompok kami dari pembaca untuk memperbaiki maklah ini yang jauh dari kata sempurna.

KESIMPULAN

Simpulan dari hasil pembelajaran kelompok 4 selama penyusunan makalah ini, kami dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:

(16)

DAFTAR PUSTAKA

http://sintadevi597.blogspot.co.id/2016/03/makalah-sebagai-sistem-etika.html

http://budisma1.blogspot.com/2011/07/pancasila-sebagai-sistem-etika.html

http://septianludy.blogspot.co.id/2014/07/pancasila-sebagai-sistem-etika_8.html

Latif, Yudi, 2011, Negara Paripurna (Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila), PT. Gramedia Pustaka Umum, Jakarta

Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan, Pertahanan dan Keamanan, :http://www.harypr.com/

PSG UGM dan Yayasan TIFA, Pancasila Dasar Negara Kursus Presiden Soekarno tentang Pancasila, Edisi ke 1, cetakan ke 1, Aditya Media bekerjasama dengan Pusat Studi Pancasila (PSP), Yogyakarta dan Yayasan TIFA Jakarta

Saksono, Ign. Gatut, 2007, Pancasila Soekarna (Ideologi Alternatif Terhadap Globalisasi dan Syariat Islam), CV Urna Cipta Media Jaya

Syarbaini, Syahrial, 2012, Pendidikan pancasila (Implementasi Nilai-nilai Karakter Bangsa) di Perguruan Tinggi, Ghalia Indonesia, Bogor.

Undang-undang No.12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi

Referensi

Dokumen terkait

Nilai – nilai yang terkandung dalam pancasila merupakan suatu cerminan dari kehidupan masyarakat Indonesia (nenek moyang kita) dan secara tetap telah menjadi.. bagian yang

Sehubungan dengan pentingnya pengamalan butir-butir pancasila, maka penulis menyarankan kepada seluruh warga negara Indonesia untuk mengamalkan

Dengan demikian pengertian pancasila dapat dibedakan menjadi dua yaitu Pancasila formal yang berupa pengertian yang abstrak berupa ideatokoh-tokoh perumus Pancasila yang

Didalam Pancasila terdapat 3 nilai yang pertama nilai dasar yaitu suatu nilai yang bersifat amat abstrak dan tetap, yang terlepas dari pengaruh perubahan waktu dan

Karena itulah sampai detik ini bunyi sila pertama adalah “ketuhanan yang maha esa” yang berarti bahwa Pancasila mengakuidan menyakralkan keberadaan Agama, tidak hanya Islam

Dalam filsafat pancasila terkandung di dalamnya suatu pemikiran-pemikiran yang bersifat kritis, mendasar, rasional, sistematis, dan komperhensif (menyeluruh) dan sistem pemikiran

Penyebaran berita bohong/ hoax dengan sengaja jelas bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, khususnya pada sila ketiga yaitu “Persatuan

Nilai-nilai kenegaraan dan kemasyarakatan yang terkandung dalam sila-sila Pancasila bukan hanya hasil konseptual seseorang saja, melainkan juga hasil karya besar bangsa Indonesia