• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proposal Skripsi Tampilan Kekerasan dala

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Proposal Skripsi Tampilan Kekerasan dala"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

1

TAMPILAN KEKERASAN DALAM SERIAL ANIMASI LARVA PROPOSAL SKRIPSI

OLEH :

MOLECHA SURYA G. 311.12.0044

PROGRAM STUDI S1 – ILMU KOMUNIKASI JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS SEMARANG

(2)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PROPOSAL SKRIPSI ... ii

HALAMAN PENGESAHAN PROPOSAL SKRIPSI ... iii

DAFTAR ISI ... iv

1. Judul ... 1

2. Latar Belakang Masalah ... 1

3. Perumusan Masalah ... 8

4. Tujuan Penelitian ... 8

5. Manfaat Penelitian ... 8

6. Tinjauan Pustaka ... 9

7. Kerangka Berpikir ... 21

8. Metode Penelitian... 22

9. Jadwal Penelitian ... 32

DAFTAR PUSTAKA... 33

(3)

1. Judul

“Tampilan Kekerasan Dalam Serial Animasi Larva”

2. LatarBelakang Masalah

Film animasi buatan negeri Gingseng Korea ini mengisi slot

sederhana yang ditujukan keanak - anak yaitu film animasi larva. Film

animasi ini pada dasarnya mempunyai keistimewaan tersendiri bagi

penontonnya dengan menyorot dua karakter yang berbeda yaitu Si Merah

dan Si Kuning, serta hewan jenis lainnya seperti siput (Rainbow Snail),

fish monster, kumbang kotoran (Si Brown), kumbang perkasa (Black), si

Pink dan cacing misterius (Violet). Larva Merah mempunyai karakter

pengiri dan suka menindas sedangkan larva kuning mempunyai karakter

polos dan baik hati namun larva kuning sangat gemar makan. Pada film

animasi larva ini lebih fokus tempat selokan, dimana selokan ini tempat

yang sangat kotor, namun pada kesederhanaan animasi larva ini berhasil

memancing tawa penonton terutama anak-anak.

(

http://www.kompasiana.com/herumawanpa/larva-kartun-bisu-nan-kocak_550b4f3d813311e805b1e95b 22 Juni 2015 17:00 WIB )

Saat ini menonton film animasi tidak hanya didominasi untuk para

anak-anak, remaja dan dewasa pun juga memiliki ketertarikan tinggi

terhadap animasi. Beberapa muncul distasiun televisi nasional maupun

lokal film kartun yang tidak ada dialog hanya gerakan tubuh, suara tawa,

(4)

dikeluarkan susah itupun dipahami. Beberapa kartun bisu buatan negeri

Korea ini yang tayang di Indonesia yaitu animasi Larva, Oscar’s Oasis

ada pula film animasi dari negara lain yaitu Doraemon, Power Rangers,

Crayon Shinchan, Dragon Ball, Hamtaro, Upin dan Ipin. Masyarakat dapat

memahami dan masuk dalam cerita, hal ini setidaknya telah terbukti pada

serial animasi yang digemari masyarakat terutama di Indonesia.

(http://entertainment.kompas.com/read/2010/08/03/12072634/Animator.H

arus.Berani.Angkat.Tema.Loka) 14 September 2015 22:00 WIB

Film akan berpengaruh terhadap penilaian masyarakat terutama di

Indonesia, mereka akan membuka pikiran masing-masing bahwa film itu

tidak berbobot bahkan untuk penyampaian pesannya jelas. Film akan

berdampak pada penampilan yang ada dan akan menghadirkan makna, ide,

tema dan konsep menarik sehingga akan mempengaruhi pemikiran

penikmatnya. Contohnya pada serial animasi larva. Film animasi ini dibuat

bukan hanya memberi hiburan semata bagi penontonnya tetapi juga

menampilkan sisi lain dari kehidupan pada animasi tersebut. Animasi larva

ini menampilkan sisi persahabatan yang dilakukan Si Merah dan Si

Kuning untuk saling membatu, sedangkan animasi larva ini juga

menampilkan sisi kekerasan yang dilakukan Si Merah dan Kuning saling

menindas, merebutkan makanan atau barang yang jatuh diselokan. Dengan

gambaran tersebut ada makna positif dan negatifnya, kekerasan seperti apa

(5)

Ada beberapa film animasi televisi yang mencapai ratting tinggi

dari tahun ke tahun, sebagai berikut.

No Fim Rillis Rattings Sumber

1. Shaun The Sheep 2007 5 Besar Harian http://www.kompas

iana.com/noni_aern

ee/si-bisu-raja-rating_550ddc8ea3

3311a62dba7d5d

2. Oscar & Co 2007 TVR 4,5 http://www.kompas

iana.com/noni_aern

ee/si-bisu-raja-rating_550ddc8ea3

3311a62dba7d5d

3. Ooglies 2009 TVR 3 http://www.kompas

iana.com/noni_aern

ee/si-bisu-raja-rating_550ddc8ea3

3311a62dba7d5d

4. Larva 2011 TVR 4,5 http://www.kompas

iana.com/noni_aern

(6)

ee/si-bisu-raja-rating_550ddc8ea3

3311a62dba7d5d

5. Shrek Stories 2013 6,7 filmindonesia.or.id

6. Minion 2015 6,6 filmindonesia.or.id

Film kartun dapat didefinisikan sebagai gambaran yang bersifat

humoristis, kadang hanya bersifat lucu dan menarik, kadang dengan tujuan

mencela atau mencemooh keadaan sosial atau seseorang. Namun, lebih

ditekankan lagi, bahwa kartun merupakan pencerminan ciri-ciri

kemanusiaan pada umumnya secara karikatural (Sasongko, 2005:9). Pada

film Animasi menggabungkan antara frame by frame yang akan menjadi

gambar (2D) maupun (3D). Banyak film animasi yang mengandung sikap

kekerasannya yaitu Brave, Minion, Oscar & Co, Owl, Spongebob,

OOglies, Doraemon, Shaun The Sheep, dll.

Film sama dengan media artistik lainnya memiliki sifat-sifat dasar

dari media lainnya yang terjalin dalam susunan yang beragam. Film

memiliki kesanggupan untuk memainkan ruang dan waktu,

mengembangkan dan mempersingkatnya, menggerak maju mundurkan

secara bebas dalam batasan-batasan wilayah yang cukup lapang. Meski

antara media film dan media lainnya terdapat kesamaan, film adalah

(7)

Tindak kekerasan yang tercantum dalam hukum publik yaitu

tindakan yang diancam oleh hukum pidana secara sosial, ekonomi, atau

psikologis, hal ini menunjukan pada tindakan yang dapat merugikan orang

lain. misalnya : pembunuhan, penganiayaan, ancaman, pemukulan dan lain

sebagainya. Walaupun tindakan tersebut menurut masyarakat umum

dinilai benar. Pada dasarnya kekerasan diartikan sebagai perilaku dengan

sengaja maupun tidak sengaja ( verbal dan non verbal), yang ditujukan

untuk merusak orang lain berupa serangan fisik, mental, sosial maupun

ekonomi yang melanggar hak asasi manusia dan bertentangan dengan

nilai-nilai, norma masyarakat sehingga berdampak trauma bagi seseorang.

Tindak kekerasan sering terjadi dalam kehidupan masyarakat dan

seolah-olah melekat dalam diri seseorang guna mencapai tujuannya. Gagasan

bahwa agresi adalah sebuah insting yang diruntuhkan oleh keyakinan

bahwa insting manusia seharusnya muncul hampir setiap perilaku yang

tampak. (Barash, 1979).

Kekerasan pada dasarnya tergolong dalam dua bentuk yaitu

kekerasan sembarangan yang mencakup kekerasan berskala kecil atau

tidak direncanakan dan kekerasan yang terkoordinir yang dilakukan oleh

kelompok seperti peperangan. Pada arah ke sosial berusaha

mengklarifikasi bentuk dan jenis kekerasan dibagi menjadi dua yaitu

kekerasan berdasarkan bentuk dan perilaku kekerasan. Pada kekerasan

(8)

1. Kekerasan fisik yaitu kekerasan nyata yang dapat dilihat dan

dirasakan oleh tubuh. Contohnya penganiayaan, pembunuhan,

pemukulan terhadap orang lain.

2. Kekerasan psikologis yaitu kekerasan yang dimiliki sasaran rohani

atau jiwa sehingga dapat menghilangkan kemampuan normal jiwa.

Contohnya kebohongan, ancaman, dan tekanan.

3. Kekerasan struktural yaitu yang dilakukan oleh individu dan

kelompok dengan menggunakan sistem, hukum, ekonomidan tata

kebiasaan yang ada di sekitar kita, kekerasan ini juga sulit dikenali.

Terjadinya kekerasan struktural ini menimbulkan sumber daya,

pendidikan, keadilan dan wewenang, kekerasan struktural ini

ditanggungjawabkan oleh negara serta mendorong perubahan

struktural dalam masyarakat. Contohnya terjangkit penyakit kulit

disuatu daerah akibat limbah pabrik.

Selain kekerasan bentuk, yang tergolong jenis kekerasan ada pada

perilaku seseorang yaitu :

1. Kekerasan Individual yaitu kekerasan yang dilakukan oleh individu

kepada orang lain. contohnya pencurian, pemukulan,

penganiayaan.

2. Kekerasan Kolektif yaitu kekerasan yang dilakukan individu atau

kelompok. Contohnya tawuran pelajar, bentrokan antar desa atau

(9)

Kekerasan simbolik merupakan tindakan kekerasan yang tidak

terlihat atau kekerasan secara struktural dan kultural (Johan Galtung,

Cultural Violence). (

http://www.psikologmalang.com/2013/03/bentuk-bentuk-kekerasan.html 5 Mei 2015 20:00 WIB) Dalam beberapa kasus

merupakan fenomena dalam menciptakan stigma. Penelitian sebelumnya

yang telah dilakukan mengenai kekerasan dalam film yaitu Analisis

semiotika film “?” penelitian Dading Prasojo, yang dikaji tentang gesekan

-gesekan antar masyarakat lokal keturunan China. Namun hal yang

membedakan dengan penelitian saya yang berjudul “Tampilan Kekerasan Dalam Film Serial Animasi Larva” ini yang menyinggung tentang

kekerasan yang dilakukan dua karakter berbeda, sehingga tampilan yang

disampaikan dengan film animasi larva tersebut dapat dikhawatirkan

mempengaruhi fikiran penonton. Film ini menarik untuk diteliti karena

film ini mempunyai pesan tersirat dan tersurat dalam film animasi larva

yang bisa dikaji dan memiliki maksud dan tujuan tertentu.

Pada film serial animasi larva yang menonjolkan sifat

kekerasannya seharusnya tidak layak ditayangkan terutama dilihat oleh

anak-anak, namun pada tayangan tersebut mempunyai pesan tersendiri

agar layak ditontonkan. Pada tayangan animasi larva yang di tayangkan

dilayar televisi itu sangat menarik perhatian anak-anak dan orang dewasa.

Karena dalam animasi tersebut menceritakan bahwa pertemanan tidak

seterusnya menjadi teman yang baik, disisi pertemanan tersebut akan

(10)

terhadap sesamanya. Pada permasalahan yang diambil oleh penulis bahwa

animasi larva ini yang menonjolkan pesan kekerasannya.

3. PERUMUSANMASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah, maka perumusan masalah

dalam penelitian ini adalah “Bagaimana tampilan kekerasan terhadap serial animasi larva”?

4. TUJUANPENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk memahami tampilan kekerasan

terhadap serial animasi larva?

5. MANFAATPENELITIAN

5.1 Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat di

bidang akademik, yaitu sebagai salah satu perkembangan ilmu

komunikasi, terutama perkembangan ilmu komunikasi tentang

penggunaan metode analisis semiotika kritis terhadap film yang

notabene adalah suatu bentuk penyampaian pesan.

5.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran

mengenai bagaimana film animasi dibentuk, dan memberikan

(11)

animasi yang bersifat kekerasan terhadap sesama, penonton juga

bersikap kritis untuk memaknai film animasi kekerasan ini.

6. KAJIANTEORI

6.1 Teori Semiotika dari Roland Barthes

Menurut Barthes, semiologi hendak mempelajari bagaimana

kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai,

dalam hal ini tidak dapat disamakan dengan mengkomunikasikan.

Memaknai berarti bahwa obyek-obyek tidak hanya membawa

informasi, dalam hal mana obyek-obyek itu hendak berkomunikasi,

tetapi juga mengkonsitusi struktur dari tanda. Barthes, dengan

demikian melihat signifikasi sebagai sebuah proses yang total

dengan suatu susunan yang sudah terstruktur. Signifikasi tidak

terbatas pada bahasa, tetapi juga pada hal-hal lain di luar bahasa.

Barthes menganggap kehidupan sosial, apapun bentuknya

merupakan suatu sistem tanda tersendiri (Kurniawan, 2001: 53)

Barthes telah banyak menulis buku, yang beberapa

diantaranya, telah menjadi bahan rujukan penting untuk studi

semiotika di Indonesia. Karya-karya pokok Barthes, antara lain: Le degre zero de l’ecriture atau “Nol Derajat di Bidang Menulis’ (1953),

diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Writing Degree Zero, 1977).

Kritik Barthes terhadap borjuis sangat menonjol dalam buku

(12)

Buku Barthes lain yang mendapat sorotan adalah Mytologies

(Mitologi-mitologi) (1957). Dalam buku ini Barthes menganalisis

dan kultural yang dikenal umum seperti balap sepeda Tour de

France, reklame dalam surat kabar dan lain-lain sebagai gejala

masyarakat borjuis.

Roland Barthes dikenal sebagai salah seorang pemikir

strukturalis yang getol mempraktikan model linguistik dan semiologi

Saussurean. Ia juga intelektual dan kritikus sastra Prancis yang

ternama; eksponen penerapan strukturalisme dan semiotika pada

studi sastra. Bertens menyebutnya sebagai tokoh yang memainkan

peranan sentral dalam strukturalisme tahun 1960-an dan 70-an

(Barthes, 2001: 208).

Roland Barthes mengungkapkan bahwa bahasa merupakan

sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari

masyarakat tertentu dalam waktu tertentu (Sobur, 2003:63).

Selanjutnya, (Barthes (1957, dalam de Saussure yang terkutip

Sartini) menggunakan teori signifiant-signifie menjadi ekspresi (E)

dan signifie menjadi isi (C). Namun, Barthes mengatakan bahwa

antara E dan C harus ada relasi (R) tertentu, sehingga membentuk

tanda (Sign, Sn). Konsep relasi ini membuat teori tentang tanda lebih

mungkin berkembang karena relasi ditetapkan oleh pemakai tanda.

Menurut Barthes, ekspresi dapat berkembang dan membentuk tanda

(13)

Pengembangan ini disebut sebgai gejala meta-bahasa dan

membentuk apa yang disebut kesinoniman (synonymy) (Ni Wayan

Sartini).

Pandangan Saussure, Barthes juga meyakini bahwa hubungan

antara penanda dan pertanda tidak terbentuk secara alamiah,

melainkan bersifat arbiter. Bila Saussure hanya menekankan pada

penandaan dalam tataran denotatif, maka Roland Barthes

menyempurnakan semiologi Saussure dengan mengembangkan

sistem penandaan pada tingkat konotatif. Barthes juga melihat aspek lain dari penandaan, yaitu “mitos” yang menandai suatu masyarakat.

Peta Tanda Roland Barthes

Connotative Signifier (Penanda Konotatif) Connotative Signified (Pertanda konotatif) Connotative Sign (Tanda Konotatif)

Sumber : Paul cobley & Litzza Jansz. 1999. Introducing Semotics. Ny: Totem Books, Hlm 51.

Dari peta Barthes diatas terlihat bahwa tanda denotatif (3)

terdiri atas penanda (1) dan (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan

(14)

pandangan Barthes merupakan tataran pertama yang maknanya

bersifat tertutup.

Dalam analisis data ini, Peneliti menggunakan sistem

signifikasi tiga tahap milik Roland Barthes yaitu, denotasi, konotasi,

dan mitos. Dalam semiologi Roland Barthes, denotasi merupakan

sistem signifikasi (pemaknaan) tahap pertama, sementara konotasi

merupakan tingkat kedua, dan mitos yang terakhir. Denotasi

menggunakan makna dari tanda sebagai definisi secar literal yang

nyata. Konotasi mengarah pada kondisi sosial budaya dan asosiasi

personal (Barthes, 2004: 162)

Tataran denotasi merupakan makna yang sebenar-benarnya

yang disepakati bersamaan secara sosial, yang rujukannya pada

realitas. Tanda konotatif merupakan tanda yang penandanya

mempunyai keterbukaan makna, tidak langsung dan tidak pasti

artinya terbuka kemungkinan terhadap penafsiran baru. Selain teori

Signifikasi dua tahap dan mitodelogi, Barthes mengemukakan lima

jenis kode yang lazim beroperasi dalam suatu teks yaitu.

1. Kode Hermeneutik ialah dibawah kode hermaneutik, orang

akan mendaftar beragam istilah (formal) yang berupa sebuah

teka-teki (enigma) dapat dibedakan, diduga, diformulasikan,

dipertahankan, dan akhirnya disikapi. Kode ini disebut pula

(15)

2. Kode Proairetik merupakan tindakan naratif dasar (basic

narrative action) yang tindakan-tindakannya dapat terjadi

dalam berbagai sikuen yang mungkin diindikasikan. Kode ini

disebut pula sebagai suara empirik.

3. Kode Budaya sebagai referensi kepada sebuah ilmu atau

lembaga ilmu pengetahuan. Kode ini disebut sebagai suara

ilmu.

4. Kode Semik merupakan sebuah kode relasi-penghubung

(medium-relatic code) yang merupakan konotasi dari orang,

tempat, obyek yang pertandanya adalah sebuah karakter

(Sifat, atribut, predikat).

5. Kode Simbolik merupakan suatu yang bersifat tidak stabil

dan tema ini dapat ditentukan dengan beragam bentuk sesuai

dengan pendekatan sudut pandang (Prespektif) pendekatan

yang digunakan (Kurniawan, 2001:69).

Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebut sebagai “mitos” dan berfungsi untuk

mengungkapkan dan memberikan nilai-nilai dominan yang berlaku

dalam suatu periode tertentu. Di dalam mitos juga terdapat pola tiga

dimensi penanda, pertanda dan tanda. Namun sebagai suatu sistem

yang unik mitos dibangun oleh suatu rantai pemaknaan yang telah

(16)

pemaknaan tataran kedua. Di dalam mitos pula, sebuah pertanda

dapat memiliki beberapa penanda (Budiman, 2001:28, dalam Sobur,

2004:71).

Dalam pandangan Barthes dengan konsep mitos dalam arti

umum. Barthes mengemukakan mitos adalah Bahasa, maka mitos

adalah sebuah sistem komunikasi dan mitos adalah sebuah pesan.

Dalam uraiannya, ia mengemukakan bahwa mitos dalam pengertian

khusu ini merupakan perkembangan dari konotasi. Konotasi yang

sudah terbentuk lama dimasyarakat itulah mitos. Barthes juga

mengatakan bahwa mitos merupakan sistem semiologis, yakni sistem

tanda-tanda yang dimakna manusia (Hoed, 2008:59). Mitos barthes

dengan sendirinya berbeda dengan mitos yang kita anggap tahayul,

tidak masuk akal, ahistoris dan lain-lainnya, tetapi mitos menurut

Barthes sebagai type of speech (gaya bicara seseorang.

Tujuan analisis Barthes menurut Lechte, bukan hanya untuk

membangun suatu sistem klasifikasi unsur-unsur narasi yang sangat

formal, namun lebih banyak untuk menunjukan bahwa tindakan yang

paling masuk akal, rincian yang paling meyakinkan, atau teka-teki

yang paling menarik, merupakan produk buatan dan bukan tiruan

(17)

6.2 FilmAnimasi

Kartun merupakan cikal bakal terbentuknya film kartun/film

animasi. Kartun yang merupakan goresan yang menggunakan tangan

secara hakiki tidak dapat dilepas dari induknya, yakni seni rupa.

Sejak dahulu, seni yang satu ini diolah oleh tangan-tangan yang

trampil, seperti Honer Dumier, Francisco da Goya, Leonardo da

Vinci, dan masih banyak lagi. Namun, yang di anugerahi gelar

sebagai pelopor kartu adalah Honore Dumier. Gambar-gambar

Dumier banyak dimuat di harian La Carricature dan Le Charivari.

Dengan karya masterpiece-nya yang berjudul “Penumpang Kereta

Kelas Tiga” yang muncul pada tahun 1865.

Film animasi dapat didefinisikan seperti film lainnya namun

pada film animasi ini diproduksi sendiri dalam per-frame (or frame –

by frame) dan dimana gerak ilusi dihasilkan untuk menghubungkan

gambar dua dimensi (2D) dari hasil gambar komputer atau

menghasilkan gambar tiga dimensi (3D) seperti tanah liat dan

plasticine. Selama beberapa tahun dijelaskan dengan penglihatan

terus menerus/bersambungan. Di tahun 1824 seorang pria Prancis

bernama Paul Roget mendeskripsikan suatu effect pada umumnya mengacu kepada “kekurangan” daripada melihat sendiri dari hasil

(18)

Banyak sekali definisi mengenai film kartun, salah satunya

seperti yang dikutip oleh Setiawan G. Sasongko dalam bukunya yang

berjudul Kartun sebagai Media Dakwah, kartun didefinisikan sebagai

gambaran yang bersifat humoristis, kadang hanya bersifat lucu dan

menarik, kadang dengan tujuan mencela atau mencemooh keadaan

sosial atau seseorang. Namun, lebih ditekankan lagi, bahwa kartun

merupakan pencerminan ciri-ciri kemanusiaan pada umumnya secara

karikatural (Sasongko, 2005:9)

Animasi secara kreatif yang tertinggi dalam kategori film.

Berasal dari kata latin animate, yang artinya untuk menghidupkan.

Pada proses memproduksi animasi didefinisikan menghidupkan

sesuatu yang sebelumnya tidak hidup, kecuali dalam ide pikiran

kreator. Idenya berurutan melalui creatif dan proses produksi untuk

memunculkan gambar yang indah selama kita lihat pada layar kecil

atau besar. Gambar ini memiliki kekuatan untuk menggembirakan

penonton, menyebabkan takut atau ngeri, dan mengalirkan air mata.

Dalam proses produksi animasi yang membawa bayangan

produksi itu untuk hidup oleh pengambilan dari orang yang

mempunyai ide kreatif. Animasi produksi biasanya dibagi dalam

beberapa bagian yaitu :

a. Perkembangan (Development)

(19)

c. Production

d. Sesudah Produksi (Post Production)

Dalam masa lalu, animasi mempunyai perkembangan masa

sifat percobaan dari sisi seni dalam segala bentuk televisi,

periklanan, film dan web entertainment. Industri animasi segera

dibuat 1900s dari studio kecil yang menjadikan film pendek untuk

perfilman. Pertama perkembangan besar dalam arah yang berada

pada penciptanya dalam pantauan Earl Hurd, 1913. Pembukaan ide

dari bahan yang paling bagus antara lain dalam menggambar,

memperhatikan beberapa background, bisa menggambar hanya satu

kali dan karakter bisa menjadikan sebuah animasi, jadi membiarkan

background tersebut lebih enak dipandang. Pada 1914 John Bray dari

JR Bray Studio merintis ide animasi tersebut dari sebuah komunitas,

yang mana sebagian besar diaplikasikannya. Pada 1928 Walt Disney

membebaskan Streamboad Willie, Pertama kali sukses dibagian film

animasi pendek berfungsi untuk mengkoordinasikan suara.

6.3 Kekerasan / Agresi

Gagasan bahwa agresi adalah sebuah insting yang

diruntuhkan oleh keyakinan bahwa insting manusia seharusnya

muncul hampir setiap perilaku yang tampak. Sebuah survei buku

ilmu sosial ditahun 1924 mencoba mendaftar 6.000 hal yang diduga

(20)

Pengaruh neurologis pada kekerasan atau agresi yakni

perilaku yang kompleks, tidak ada satu titik pun diotak yang

mengandalkannya. Akan tetapi, para peneliti telah menemukan

sistem saraf yang menjadi saluran agresi pada hewan dan manusia.

Kekerasan atau agresi dapat didefinisikan sebagai perilaku fisik atau

verbal yang bertujuan menyakiti, hal ini terwujud dalam dua bentuk

yang tergolong jenis kekerasan ada pada perilaku seseorang yaitu :

1. Kekerasan Individual yaitu kekerasan yang dilakukan oleh

individu kepada orang lain. contohnya pencurian,

pemukulan, penganiayaan.

2. Kekerasan Kolektif yaitu kekerasan yang dilakukan individu

atau kelompok. Contohnya tawuran pelajar, bentrokan antar

desa atau konflik.

Pada arah ke sosial berusaha mengklarifikasi bentuk dan

jenis kekerasan dibagi menjadi dua yaitu kekerasan berdasarkan

bentuk dan perilaku kekerasan. Pada kekerasan yang berdasarkan

bentuk dapat digolongkan menjadi tiga yaitu :

1. Kekerasan fisik yaitu kekerasan nyata yang dapat dilihat dan

dirasakan oleh tubuh. Contohnya penganiayaan,

(21)

2. Kekerasan psikologis yaitu kekerasan yang dimiliki sasaran

rohani atau jiwa sehingga dapat menghilangkan kemampuan

normal jiwa. Contohnya kebohongan, ancaman, dan tekanan.

3. Kekerasan struktural yaitu yang dilakukan oleh individu dan

kelompok dengan menggunakan sistem, hukum,

ekonomidan tata kebiasaan yang ada di sekitar kita,

kekerasan ini juga sulit dikenali. Terjadinya kekerasan

struktural ini menimbulkan sumber daya, pendidikan,

keadilan dan wewenang, kekerasan struktural ini

ditanggungjawabkan oleh negara serta mendorong

perubahan struktural dalam masyarakat. Contohnya

terjangkit penyakit kulit disuatu daerah akibat limbah pabrik.

Berdasarkan analisis terhadap satu konten acara prime-time

Amerika diisi dengan kekerasan yang meningkat sebesar 75 persen

antara tahun 1998 sehingga musin 2005 – 2006, dengan rata-rata

4,41 kekerasan yang ditayangkan setiap jam (PTC,2007).

Mengenang 22 tahun kegiatan perhitungan kekerasan yang

dilakukan, peneliti media George Gerbner (1994) menyesali : “

Manusia telah melalui berbagai era berdarah, tetapi tidak ada yang

menyamai gambaran kekerasan saat ini. Kita terapung dalam

gelombang diantara bentuk kekerasan yang tidak pernah tampak

(22)

Tindak kekerasan yang tercantum dalam hukum publik yaitu

tindakan yang diancam oleh hukum pidana secara sosial, ekonomi,

atau psikologis, hal ini menunjukan pada tindakan yang dapat

merugikan orang lain. misalnya : pembunuhan, penganiayaan,

ancaman, pemukulan dan lain sebagainya. Pada kekerasan pada

umumnya yang ada dikehidupan manusia diungkapkan melalui

media, maka dari itu pada fiture ini menonjol dalam film, program

acara televisi, dan permainan komputer atau gadget dapat

mempengaruhi kecenderungan pada penonton. Hal ini berhubungan

dengan menonton televisi dan perilaku. Satu teknik yang digunakan

pada usia anak sekolah, mengorelasikan acara televisi yang ditonton

dengan agresivitas. Hasil yang sering muncul : Semakin beriisi

kekerasan acara televisi yang ditonton anak, semakin agresif anak

tersebut (Eron, 1987; Turner dkk., 1986).

Banyak faktor yang berpengaruh pada kekerasan atau agresi,

salah satu faktor adalah pengalaman tidak menyenangkan (aversive)

yang mencakup ketidaknyamanan, rasa sakit, dan serangan personal

baik fisik maupun verbal. Isyarat kekerasan, seperti keberadaan

senjata, meningkatkan perilaku kekerasan yang menimbulkan

peningkatan perilaku agresif, terutama pada orang yang diprovokasi,

(23)

7. KERANGKABERFIKIR

Kerangka berfikir dari penelitian yang akan dilakukan dapat digambarkan

seperti ini:

(Gambar 2 “ Kerangka Berfikir” ) Film

Animasi

Serial Animasi Larva

Semiotika Roland Barthes

Legitimate Makna

Denotasi

Makna Konotasi

(24)

8. METODEPENELITIAN

Definisi dari metodologi adalah bagian yang berisi mengenai

pendekatan, metode dan tehnik yang digunakan untuk menjawab tujuan

yang sudah ditentukan sebelumnya (Jonathan Sarwono,2006 :254)

Definisi lain dari penelitian kualiatif untuk menguatkan definisi

diatas adalah penelitian kualitatif bertujuan mempertahankan bentuk dan

isi perilaku manusia dan menganalisis kualitas-kualitasnya. (Deddy

Mulyana, 2008:150)

8.1 Bentuk dan Strategi Penelitian

Penelitian ini menggunakan bentuk penelitian deskripsi

kualitatif. Dalam teori deskripsi suatu penelitian merupakan uraian

sistematis tentang teori (bukan sekedar pendapat pakar atau penulis

buku) dan hasil-hasil penelitian yang relavan dengan variabel yang

diteliti. Beberapa jumlah kelompok teori yang perlu dikemukakan.

Dideskripsikan akan tergantung pada luasnya permasalahan dan

secara teknis tergantung pada jumlah variabel yang diteliti. Bila

dalam suatu penelitian terdapat tiga variabel independen dan satu

dependen, maka kelompok teori yang perlu dideskripsikan ada

empat kelompok teori yaitu kelompok teori yang berkenan dengan

tiga variabel independen dan satu dependen. Oleh karena itu,

semakin banyak variabel yang diteliti, maka akan semakin banyak

(25)

tentang penjelasan terhadap variabel-variabel yang diteliti, melalui

pendefinisian, dan uraian yang lengkap dan mendalam dari

berbagai referensi, sehingga ruang lingkup kedudukan dan prediksi

terhadap hubungan antar variabel yang akan diteliti menjadi lebih

jelas danterarah. Dalam penelitian ini strategi yang digunakan

adalah strategi deskripsi kualitatif. Strategi deskriptif dalam

penelitian kualitatif adalah mengumpulkan data berupa kata-kata,

gambar, dan bukan angka-angka, sehingga laporan penelitian

berupa kutipan-kutipan data untuk memberikan gambaran

penyajian laporan tersebut.

Melalui permasalahan diatas yang diajukan dalam

penelitian, Penulis menekankan pada kekerasan dalam serial film

animasi larva dalam teori semiotika Roland Barthes yakni dengan

munculnya kekerasan yang disebabkan tanda konotasi muncul dengan adanya “mitos” yaitu Pada persahabatan tidak seterusnya

baik kadang kala ada pertengkaran antar sesama dengan adanya

muncul sikap kekerasan. Hal ini yang terjadi pada kehidupan

manusia diungkapkan melalui cerita film nyata ataupun film

animasi yang mempunyai karakter tersebut. Selain itu juga dapat

memberikan berbagai ide, konsep yang menarik sehingga

mempengaruhi fikiran penonton yang mendominasi para

anak-anak, remaja hingga dewasapun menikmati tontonan film animasi

(26)

ini mengambil jenis penelitian kualitatif deskriptif. Dengan

penelitian ini, di harapkan mampu memberikan informasi.

8.2 Data dan Sumber Data

8.2.1 Sumber Data Primer

Sumber data primer adalah suatu objek ataupun asli

yang berupa material mentah dari pelaku utamanya yang

disebut sebagai first-hand information. Data-data yang

dikumpulkan di sumber primer ini berasal dari situasi

langsung yang aktual ketika suatu peristiwa itu terjadi

(Silalahi, 2006:266).

8.2.1.1 Observasi

Observasi merupakan salah satu teknik

pengumpulan data dalam penelitian apa pun,

termasuk penelitian kualitatif, dan digunakan

untuk memperoleh informasi atau data

sebagaimana tujuan penelitian. Istilah observasi

dalam penelitian kuantitatif biasanya dikenal

dengan satu sebutan saja, yakni teknik observasi

(pengamatan). Namun dalam penelitian kualitatif

ada beberapa tipe observasi sebagaimana akan

dijabarkan dalam uraian mendatang. Istilah

(27)

memaknakan observasi partisipan, telah menjadi

sinonim dengan penelitian lapangan (Williamson,

Karp. Dan Dalpin, 1977:199).

8.2.1.2 Wawancara

Wawancara adalah tanya jawab antara

pewawancara dengan yang diwawancara untuk

meminta keterangan atau pendapat mengenai

suatu hal. Wawancara dapat dilakukan oleh

seorang Psikologi, Pengamat film atau pihak

lainnya mengenai tema peneliti. Teknik

Wawancara, adalah menggabungkan teknik

observasi partisipatif dengan wawancara

mendalam, untuk memperoleh keterangan,

informasi dan sejenisnya. (Sugiyono, 2009:232)

Selain menggunakan analisis teks, peneliti

menggunakan teknik wawancara dengan seorang

Psikologi yang memahami wujud kekerasan untuk

mengumpulkan data, sehingga menghasilkan data

(28)

8.2.2 Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder adalah sumber data yang

dikumpulkan berasal dari tangan kedua atau

sumber-sumber lain yang telah tersedia sebelum penelitian

dilakukan (Silalahi, 2006:266). Data yang diperoleh selain

dari data primer data yang diperoleh secara tidak langsung

dari sumbernya. Data sekunder diperoleh dari e-book, buku,

dan sumber-sumber kepustakaan. Diperoleh melalui

literatur-literatur yang mengkaji mengenai analisis

semiotika sebuah film.

8.3 Teknik Sampling

Penelitian ini menggunakan cuplikan yang bersifat selektif,

dengan menggunakan pertimbangan berdasarkan konsep teoritis

yang digunakan, keinginan pribadi dari Penulis, dan lain

sebagainya. Oleh sebab itu, penelitian ini bersifat purposive

sampling.

Dalam penelitian ini yang menampilkan unsur

kekerasannya pada tayangan film animasi larva yaitu pada episode

Straw tahun 2014 durasi 00.49-01.10 menunjukan adegan Si Merah

memukul Si Kuning. Episode Spaghetti tahun 2014 pada durasi

27.35-28.10 Si Kuning memukul Si Merah hingga terjatuh.

(29)

ini Si Merah dan Si Kuning saat menolong binatang lainnya tetapi

ada unsur balas dendam dari binatang tersebut. Episode Ice Cream

tahun 2014 pada durasi 00.21-00.27 menunjukan adegan Si Merah

dan Si Kuning dengan cara menindas. Episode Mite tahun 2015

durasi 04.17-04.20 Si Kuning kentut kemuka Larva Hijau. Episode

Pinky’s Secret tahun 2015 durasi 07.03-08.30 Saling kentut

kentutan.

8.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data untuk mendapatkan data yang

lengkap, maka peneliti menggunakan teknik pengumpulan data

yaitu :

8.4.1 Observasi

Observasi merupakan salah satu teknik

pengumpulan data dalam penelitian apa pun, termasuk

penelitian kualitatif, dan digunakan untuk memperoleh

informasi atau data sebagaimana tujuan penelitian.

Observasi diartikan sebagai kegiatan mengamati

secara langsung – tanpa mediator sesuatu objek untuk

melihat dengan dekat kegiatan yang dilakukan objek

(30)

Dari segi proses pelaksanaan pengumpulan data,

observasi dapat dibedakan menjadi participant observation

(Observasi berperan serta) dan non participant observation

dan Observasi tidak berstruktur. Dalam observasi ini,

peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang

sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data

penelitian. Dengan observasi patisipan, maka data yang

diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan sampai

mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang

nampak. Sedangkan, dalam observasi non-partisipan

peneliti tidak terlibat dan hanya sebagai pengamat

independent. Dan dalam penelitian kualitatif dapat

dilakukan dengan observasi tidak berstruktur, karena fokus

penelitian belum jelas. Fokus observasi akan berkembang

selama kegiatan observasi langsung. Observasi tidak

berstruktur adalah observasi yang tidak dipersiapkan secara

sistematis tentang yang akan diobservasikan. Dalam

penelitian ini menggunakan observasi non-partisipan.

8.4.2 Wawancara

Wawancara adalah tanya jawab antara pewawancara

dengan yang diwawancara untuk meminta keterangan atau

pendapat mengenai suatu hal. Wawancara dapat dilakukan

(31)

mengenai tema peneliti. Teknik Wawancara, adalah

menggabungkan teknik observasi partisipatif dengan

wawancara mendalam, untuk memperoleh keterangan,

informasi dan sejenisnya. (Sugiyono, 2009:232) Selain

menggunakan analisis teks, peneliti menggunakan teknik

wawancara dengan seorang Psikologi yang memahami

wujud kekerasan untuk mengumpulkan data, sehingga

menghasilkan data yang konprehensif. Wawancara ini

dapat dibagi menjadi wawancara terstruktur, wawancara

semistruktur, dan wawancara tidak struktur. Wawancara

terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data,

bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan

pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh. Oleh

karena itu dalam melakukan wawancara, pengumpulan data

telah menyiapkan instrumen penelitian berupa

pertanyaan-pertanyaan tertulis yang alternatif jawabannya pun telah

disiapkan. Jenis wawancara ini sudah termasuk dalam

kategori in-depth interview, dimana dalam pelaksanaannya

lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara

terstruktur. Tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk

menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana

pihak yang diajak wawancara diminta pendapat, dan

(32)

mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang

dikemukanan oleh informan. Dalam penelitian ini

menggunakan wawancara tidak struktur yaitu wawancara

yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman

wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan

lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara

yang digunakan hanya garis permasalahan pada penelitian

tersebut.

8.5 Validitas Data

Untuk mengecek hasil penelitian dan menguatkannya,

Peneliti menggunakan wawancara dengan pengamat film untuk

menguatkan tentang pluralisme di Indonesia. Penelitian ini

menggunakan pengembangan validitas trianggulasi seperti yang

dikatakan Patton (Gunawan, 2009 : 24-27). Selanjutnya pada

penelitian yang telah dilakukan ini menggunakan trianggulasi data

atau sumber, yaitu melihat sesuatu yang sama, dari berbagai

perspektif yang berbeda. Trianggulasi sumber yang akan

digunakan dalam penelitian ini yaitu pengamat film yang ada di

Indonesia. Melalui trianggulasi tersebut diperoleh data yang

(33)

8.6 Teknik Analisis Data

Dalam analisis data ini, Peneliti menggunakan sistem

signifikasi tiga tahap milik Roland Barthes yaitu, denotasi,

konotasi, dan mitos. Dalam semiologi Roland Barthes, denotasi

merupakan sistem signifikasi (pemaknaan) tahap pertama,

sementara konotasi merupakan tingkat kedua, dan mitos yang

terakhir. Denotasi menggunakan makna dari tanda sebagai definisi

secara literal yang nyata. Konotasi mengarah pada kondisi sosial

budaya dan asosiasi personal (Barthes, 2004: 162).

Dalam penelitian Pesan Kekerasan dalam Serial Animasi

Larva ini, analisis akan dilakukan dalam dua tahap, tahap pertama

adalah melakukan kajian dengan melihat tanda yang terdapat

dalam Tayangan televisi. Tanda-tanda ini akan dibedakan menjadi

tiga kelompok yaitu pesan linguistik (teks yang ada dalam film

tersebut), pesan ikonik yang terkodekan (gambar dan adegan yang

ada di film tersebut), pesan ikonik yang tak terkodekan (makna

tersirat dari dialog dan adegan dalam film tersebut). Tahap kedua,

1. Penanda 2. Petanda

3. Tanda

I. PENANDA II. PETANDA

III. TANDA Bahasa

(34)

menarik makna berdasarkan atas analissis semiotika yang

dilakukan pada tahap pertama, pada tahap ini peneliti akan

mengungkapkan bagaimana penggunaan simbol-simbol dan

kecenderungan pesan dalam tayangan televisi melalui lima kode.

Kode itu adalah hermeneutik, proaretik , simbolik, semik dan

gnomik. Setelah itu ditarik kesimpulan tentang pesan tersirat dari

tampilan kekerasan dalam serial animasi larva ini. Tahap ketiga

adalah mitos. Mitos adalah sistem semiologi tingkat kedua. Karena

dia terbentuk dari serangkaian rantai semiologis yang telah ada

sebelumnya.

9. JadwalPenelitian

Kegiatan Oktober

2015

November

2015

Desember

2015

Januari

2016

Persiapan

Penelitian

Penyusunan laporan

(35)

DAFTAR PUSTAKA

Cobley., Paul & Jansz. Litzza.1999. Introducing Semiotics. New York: Totem

Books

Eco, Umberto. 1979. A Theory of Semiotics. Bloomington: Indiana University

Press.

Sobur, Alex. 2003. Semiotika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya

Hermawan, Anang. 2008. Mitos dan Bahasa Media: Mengenal Semiotika. Roland

Barthes.

Kurniawan. 2001. Semiologi Roland Barthes. Magelang:Indonesiatera.

Paik, H., Comstock, G. 1994. The Effects of television violence on antisocial

behavior. Communication. Jakarta

Myers, David G. 2012. Social Psychology (edisi 10). Jakarta: Salemba

(36)

Potter, WJ.1999. On Media Violence. CA:Sage

Sasongko G, Setiawan. 2005. Kartun Sebagai Media Dakwah, Jakarta: Sigma

Digi Media

Milic, Lea., McConville, Yasmin. 2006. The Animation Producer’s Handbook.

USA: University Press

Mulyartha, Sri. 2010. Animasi Kartun 3D dengan 3ds Max. Yogyakarta: Andi

Offset

Internet

(http://www.psikologmalang.com/2013/03/bentuk-bentuk-kekerasan.html) Diambil tanggal 5 Mei 2015 20:00 WIB

http://www.kompasiana.com/noni_aernee/si-bisu-raja-rating_550ddc8ea33311a62dba7d5d Diambil tanggal 5 Mei 2015 17:05 WIB

filmindonesia.or.id Diambil tanggal 10 Mei 2015 20:00 WIB

(http://entertainment.kompas.com/read/2010/08/03/12072634/Animator.Harus.Be

rani.Angkat.Tema.Loka) Diambil tanggal 14 September 2015 22:00 WIB

(

Gambar

gambar (2D) maupun (3D).  Banyak film animasi yang mengandung sikap

Referensi

Dokumen terkait

Bagian kedua adalah mempersiapkan lingkungan 3D yang dapat disatukan dengan animasi karakter 2D yang dilanjutkan pada Tugas Akhir Dinda yang berjudul Pembuatan Film Animasi

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia-Nya sehingga skripsi dengan judul studi analisis isi tentang adegan kekerasan dalam film animasi jepang

Dengan ini saya menyatakan dengan benar, bahwa Tugas Akhir saya yang berjudul Pembuatan Film Animasi 2D Dengan Gaya Komik Berjudul "Rarang dan Leungli" yang

PERLUNYA MERANCANG SEBUAH KARAKTER SERIAL ANIMASI WAYANG SEBAGAI PELESTARIAN DAN PEMBELAJARAN KESENIAN WAYANG BAGI GENERASI MUDA 6 PROBLEM YANG DIPECAHKAN WHAT TO SAY :

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui representasi kekerasan seksual terutama bentuk kekerasan seksual terhadap perempuan yang terdapat dalam film “Perempuan

Adapun analisis dari Tugas Akhir yang berjudul “Implementasi Teknik Rigging Pada Film Animasi 2 Dimensi Gadis Sapu Lidi” adalah proses/tahapan didalam rigging karakter

Jika didalam film menampilkan adegan yang mengandung kekerasan, maka akan berdampak negative bagi penonotonnya, karena bukan tidak mungkin lagi bagi mereka meniru apa yang

yang dapat dirumuskan adalah bagaimana membuat film animasi 3d “mari shalat” menggunakan autodesk maya 20152. 1.3