• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANAJEMEN LEMBAGA DAKWAH Studi atas Majl

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MANAJEMEN LEMBAGA DAKWAH Studi atas Majl"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

MANAJEMEN LEMBAGA DAKWAH;

Studi atas Majlis Tafsir Al-Quran (MTA)

MK Ridwan M. Choirurrahman Neny Muthiatul Awwaliyah

Ilmu Al-Quran dan Tafsir IAIN Salatiga

Pendahuluan

Pergumulan antara Islam dan modernitas merupakan salah satu tantangan yang harus dihadapi

oleh umat Islam dewasa ini. Agama ditantang kepekaannya dalam merespon setiap dinamika

sosial kemanusiaan. Apakah agama akan mampu menghadapi realitas umat manusia dengan

menyajikan berbagai macam formula solusi, atau justru agama akan kehilangan relevansinya

dalam menghadapi modernitas. Agenda globalisasi dengan berbagai strukturalnya berusaha

mengikis peran dan fungsi agama bagi manusia. nilai-nilai kemanusiaan dicoba untuk

dihilangkan atas alasan tuntutan dunia global. Sistem kapitalistik yang menindas semakin

massif dipancangkan. Dampak dari hal ini adalah agenda secara besar-besaran praktek

pemiskinan dan kemiskinan dalam skala global. Korban daripada agenda tersebut adalah

masyarakat kalangan bawah akan semakin mengalami ketertindasan, tidak hanya ketertindasan

secara ekonomi dan sosial, tapi juga ketertindasan pendidikan dan politik. Maka menjadi

penting mencermati gagasan Peter L. Berger, bahwa agama sampai kapanpun merupakan satu

entitas terpenting yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Bagi Berger, agama

adalah bentuk semesta simbolik yang paling komprehensif dalam memberikan penjelasan

tentang realitas; seperti kematian, penderitaan, dan kebahagiaan.1

Islam sebagai salah satu agama missionaris, memiliki tanggung jawab terhadap

kelangsungan peradaban umat manusia. Islam harus mampu menyelamatkan manusia dari

terjangan derasnya arus globalisasi. Islam tidak lagi dimaknai sebagai simbol ritualistik yang

menjadi candu bagi penganutnya, tetapi agama sudah harus dijadikan ideologi massif dalam

melawan globalisasi kapitalistik. Islam sebagai agama missionaris memiliki ajaran berupa

transmisi ajaran keagamaan kepada khalayak umum. Dalam pengertian ini adalah dakwah.

Dakwah dipandang sebagai bentuk kegiatan penyadaran umat manusia agar selalu waspada

terhadap terjangan arus globalisasi. Dakwah dimaksudkan sebagai upaya mentransmisikan

nilai-nilai keagamaan yang sarat dengan nilai-nilai kemanusiaan. Karena krisis manusia modern

adalah krisis spiritual, ditandai dengan disorientasi tujuan hidup. Dampaknya adalah budaya

hedonisme, pragmatisme, dengan tidak jarang berujung pada tindakan bunuh diri. Wajah inilah

yang menjadi cerminan krisis manusia modern. Sehingga melalui media dakwah, Islam

(2)

mencoba mengkampanyekan perlunya pembangunan etos kerja qur’ani. Sebagai solusi dalam

menjembatani kesenjangan hidup dan mati umat manusia.2

Salah satu lembaga keislaman yang banyak bergerak di bidang dakwah dan pendidikan

salah satunya adalah Majlis Tafsir Al-Quran (MTA), sebuah lembaga yang hadir atas dasar

keprihatinan terhadap realitas umat Islam yang mulai meninggalkan pedoman hidupnya yakni

Al-Quran dan Sunah. MTA sebagai salah satu lembaga yang bergerak dalam mendakwahkan

ajaran-ajaran Islam, memiliki komitmen untuk membangun keberagamaan umat Islam dengan

cara mengoptimalkan proses pengamalan dan penghayatan akan Al-Quran dan Sunah.

Sebagaimana konsep dalam Al-Quran bahwa harus ada sebuah kelompok yang saling

mengingatkan satu sama lain amar ma’ruf nahi munkar . Sehingga menjadi sebuah kajian yang

menarik kiranya ketika dalam pentas dunia global saat ini, menimbang kontribusi MTA dalam

mendakwahkan ajaran Islam. Tulisan ini akan difokuskan pada kajian terhadap pola gerakan

MTA dalam mendakwahkan ajaran Islam. Tidak terlepas dari hal itu, bahwa menganalisis secara

kritis pola manajemen dakwah yang diterapkan oleh MTA sebagai salah satu bagian dari umat

Islam juga menjadi fokus dalam tulisan ini. Sehingga akan didapatkan sebuah jawaban dari

pertanyaan, bagaimana profil lembaga Majlis Tafsir Al-Quran (MTA) sebagai salah satu lembaga

Islam? Serta bagaimana konsep manejemen yang dipraktikan oleh MTA dalam mendakwahkan

ajaran Islam?

Potret Lembaga Majlis Tafsir Al-Quran (MTA)

Majlis Tafsir Al-Quran (selanjutnya: MTA) merupakan sebuah lembaga pendidikan dan dakwah

Islamiyah yang berkedudukan di Surakarta. MTA adalah lembaga dakwah dalam bentuk

yayasan yang didirikan oleh seorang mubalig keturunan Pakistan yang berprofesi sebagai

pedagang yang bernama Abdullah Thufail Saputra pada tanggal 19 September 1972. Pendirian

Yayasan MTA ini selanjutnya dikukuhkan dengan akta notaris R. Soegondo Notodisoerjo, nomor

23, tanggal 23 Januari 1974 di Surakarta. Beliau mendirikan dan memimpin MTA 1972-1992.

Kini MTA dipimpin oleh Drs. Ahmad Sukina 1992 hingga sekarang.3

Ustadz Abdullah Thufail Saputra, sebagaimana dijelaskan oleh Drs. Ahmad Sukina, bahwa

dahulunya adalah seorang pedagang batu permata. Dengan profesinya tersebut ia hampir telah

mengelilingi seluruh Indonesia, kecuali Irian Jaya. Abdullah Thufail merupakan seseorang yang

memiliki jiwa dakwah dan pernah menjadi seorang Dewan Dakwah Nusa Tenggara Timur.

Menjalankan karier sebagai seorang pedagang, Abdullah Thufail selalu menyempatkan diri

untuk membaca buku. Melihat realitas umat Islam Indonesia yang jauh dari Al-Quran dan

As-Sunah serta banyaknya perselisihan yang terjadi antara sesama umat Islam, ia sangat prihatin

2 Dewi Wardamayanah, dalam Rodiah, dkk., Studi Al-Quran; Metode dan Konsep, (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2010), hlm. 25.

(3)

dengan kondisi umat Islam saat itu. Hingga akhirnya Abdullah Thufail memutuskan untuk

menetap di kota Surakarta dan berhenti dari profesinya sebagai pedagang. Kemudian

mendirikan sebuah lembaga MTA sebagai rintisan dalam mengajak umat Islam untuk kembali

kepada Al-Quran dan As-Sunah.4 Abdullah Thufail Saputra yakin bahwa umat Islam Indonesia

hanya akan mampu melakukan emansipasi apabila mau kembali kepada tuntunan Al-Quran.

Sehingga hal inilah yang menjadi dasar bagi berdirinya MTA di kancah pergulatan umat Islam

Indonesia pada akhir dekade 60-an hingga awal dekade 70-an. Padahal ketika itu, umat Islam

adalah pejuang kemerdekaan baik dalam bidang politik, ekonomi, maupun pendidikan dan

budaya ketika dijajah oleh Belanda. Tetapi menurut Abdullah Thufail, justru umat Islam

mengalami marginalisasi. Abdullah Thufail melihat kondisi umat Islam di Indonesia yang

semacam itu disebabkan karena kurang memahami Al-Quran secara benar.5

Dalam wacana ideologi, MTA termasuk ke dalam gerakan puritanisme dengan

mengembalikan Islam kepada Al-Quran dan As-Sunah seperti yang dibangun oleh Ibnu

Taimiyah. Meskipun bercorak sama, menurut keterangan Ahmad Sukina, MTA tidak berdiri atau

menganut ideologi Ibnu Taimiyah. Menurutnya, sebagai seorang muslim harus sadar dan

mengerti bahwa mereka mempunyai kewajiban mengembangkan agama Islam. Islam sendiri

mempunyai sumber yaitu Al-Quran dan As-Sunah. Maka dari itu mereka terpanggil untuk

mempelajari Islam dan menyebarkan agama Islam dengan berdasarkan sumber asli (Al-Quran

dan As-Sunah). Sehingga ideologi mereka berasal dari kesadaran diri mereka sebagai seorang

Muslim.6

Awalnya kajian MTA dilakukan di Masjid Marwah kelurahan Semanggi. Pesertanya hanya

warga di sekitar Semanggi, dan beberapa orang dari wilayah sekitar Solo. Perkembangan MTA

cukup pesat, terlihat dari berdirinya, cabang-cabang di beberapa daerah lain, seperti di

kecamatan Nogosari (Boyolali), kecamatan Polan Harjo dan kecamatan Juwiring (Klaten), dan di

kecamatan Gemolong (Sragen). Pekembangan berikutnya penyebaran MTA dilakukan oleh

siswa-siswa yang sudah nyantri di MTA Pusat maupun di cabang-cabang. Mereka membentuk

kelompok-kelompok pengajian di daerah asalnya masing-masing atau di perantauan. Mereka

memiliki tanggung jawab dan kesadaran untuk menyebarkan ilmu walaupun tidak

diinstruksikan. Setelah menjadi besar, kelompok-kelompok pengajian itu mengajukan

permohonan ke MTA Pusat agar dikirim guru pengajar sehingga kelompok-kelompok pengajian

itu pun menjadi cabang-cabang MTA yang baru. Dengan cara itu, tumbuh cabang-cabang baru.

Ketika di sebuah kabupaten sudah tumbuh lebih dari satu cabang dan diperlukan koordinasi,

maka dibentuklah perwakilan yang mengkoordinir cabang-cabang tersebut yang

bertanggungjawab membina kelompok-kelompok baru sehingga menjadi cabang. MTA Pusat

(4)

tidak pernah menggunakan strategi top down dalam membentuk dan meresmikan Perwakilan

dan Cabang tapi secara buttom up.7

Dalam ajarannya MTA berusaha keras mengikis tahayul, bid’ah dan khurafat yang

menurut mereka masih banyak berkembang di masyarakat seperti, kenduren, nyadran, pergi ke

dukun, dll. Hal itu terbukti dengan masih banyaknya Islam yang menyimpan jimat, rajah dan

sejenisnya. Sebagian anggota masyarakat secara sukarela menyerahkan jimat yang mereka

miliki saat mengikuti Pengajian Ahad Pagi di kantor pusat MTA.8

Untuk menyikapi budaya lokal yang berkembang di masyarakat, MTA memiliki tiga

pendekatan. Pertama, budaya lokal yang bisa sejalan dengan Al-Quran dan Sunah akan biarkan.

Kedua, kalau budaya itu perlu diluruskan maka akan diluruskan. Ketiga, budaya lokal yang

berlawanan dengan ajaran Islam maka harus ditolak sama sekali. Contohnya halal bi halal,

walaupun tidak dicontohkan dalam Islam namun berdasarkan penelaahan dan kajian MTA itu

tidak mengandung kemusyrikan, maka dibiarkan saja. Namun kalau itu sudah memuja orang

maka akan ditolak, contohnya seperti tradisi keraton yang harus minta maaf sampai mencium

kaki.

Dalam perkembangannya MTA semakin mengukuhkan diri sebagai lembaga dakwah

dengan berbagai aktivitasnya. Aktifitas pokok MTA yaitu menyelenggarakan kajian Islam secara

rutin setiap minggu. Kegiatan tersebut dilaksanakan MTA Pusat, Perwakilan, Cabang dan

Binaan. Pengajian MTA pusat telah berlangsung sejak tahun 1976. Pengajian tersebut

dilaksanakan setiap ahad pagi bertempat di Kemlayan, Surakarta jam 07.30-10.00 WIB.

Pengajian ini biasanya diikuti warga MTA dan juga elemen umat Islam yang berasal dari

karesidenan Surakarta maupun daerah lain. Selain menggunakan metode ceramah dan tanya

jawab dalam pengajian, materi kajiannya diterbitkan dalam bentuk brosur ahad pagi.9

MTA menanamkan pemahaman dalam diri kader, bahwa sebagai warga MTA dan bagian

dari umat Islam mereka harus istikamah dalam mengkaji, memahami dan mengamalkan

tuntunan Islam. Mereka harus mengamalkan Islam dalam level pribadi, keluarga, masyarakat

dan negara. Iman menurut MTA adalah kesatuan antara perkataan, hati dan amal. Selain itu

mereka berkewajiban pula mendakwahkan Islam kepada masyarakat yang dikelola dalam

Pengajian Binaan MTA. Warga MTA diwajibkan membentuk kelompok belajar. Materi

bahasannya yaitu mengulang pelajaran, mempelajari brosur, dan memecahkan

masalah-masalah yang ada pada anggota kelompok dengan semangat kebersamaan dan persaudaraan

Islam.10

7 Nur Ariyanto, Strategi Dakwah Majlis Tafsir Al-Qur'an (MTA) Melalui Radio MTA 107,9 Fm Surakarta, (Skripsi tidak diterbitkan, IAIN Walisongo Semarang, 2010), hlm. 60.

8 Wawancara dengan Drs. Ahmad Sukina, tanggal 05 November 2014 9 http://mtaonline.com diakses tanggal 12 Oktober 2014

(5)

Membahas tentang filosofi lambang MTA, memiliki makna bahwa Al-Quran merupakan

objek yang menjadi fokus dalam pembelajaran dan kajian MTA. Meskipun hanya Al-Quran yang

tedapat dalam nama dan lambang tersebut, bukan berarti mereka hanya mempelajari Al-Quran

dan tidak mempelajari Hadits. Al-Quran dan As-Sunah merupakan dua hal yang tidak bisa

dipisahkan. Ketika sudah membahas Al-Quran maka sudah pasti As-Sunah pun ikut dibahas.

Dalam lambang MTA terdapat sebuah ayat QS. Al-Isra’ [17] ayat 9:

Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada jalan yang lebih lurus... (QS. Al-Isra [17]: 9)

Juga terdapat sebuah ayat lagi dari QS. Al-Hadid [57] ayat 16 yang berbunyi:

Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka)... (QS. Al-Hadid [57]: 16)

Dua ayat ini merupakan unsur pada lambang MTA. Dengan adanya dua ayat ini dalam

lambang tersebut, memberi makna bahwa MTA sangat menekankan pada pengkajian Al-Quran

melalui pemahaman dan pengamalan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, MTA sebagai

lembaga dakwah dan pendidikan berusaha untuk kembali mengamalkan isi Al-Quran dan Hadis.

Karena hanya dengan Al-Quran dan Hadis lah, hidup manusia akan mendapat jalan yang benar

sesuai apa yang telah dijanjikan oleh Allah SWT.

Kemudian MTA menambahkan, segala apa-apa yang terdapat dalam Al-Quran dan

As-Sunah adalah untuk diamalkan. Ketika ada perintah maka harus dikerjakan, dan ketika ada

larangan maka harus dihindari. Oleh karena itu jangan sampai ilmu yang didapatkan dari

mempelajari kedua sumber tersebut hanya berhenti sebagai pengetahuan saja.

Sedangkan tujuan didirikannya MTA adalah untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan

dalam bidang sosial dan keagamaan, seperti penyelenggaraan pendidikan formal dan

non-formal serta penyelenggaraan berbagai kegiatan pengajian dan pendirian lembaga pendidikan

keagamaan yang terkait. Tujuan tersebut dimaksudkan sebagai upaya untuk mengajak umat

(6)

Islam kembali ke Al-Quran dengan tekanan pada pemahaman, penghayatan, dan pengamalan

Al-Quran dalam kehidupan sehari-hari.11

MTA percaya bahwa hanya dengan kembali kepada Al-Quran dan As-Sunah, maka Islam

akan berjaya dan kehidupan umat Islam akan jauh lebih baik serta dekat dengan Allah SWT.

MTA tidak merumuskan Visi dan Misi secara eksplisit, namun pada dasarnya MTA berupaya

mengamalkan QS. Al-Isra [17] ayat 9.

Di samping itu, kebiasaan MTA dalam setiap mengadakan kegiatan sosial bekerjasama

dengan instansi pemerintah terkait. Seperti pada saat mengadakan pengobatan gratis, MTA

bekerjasama dengan Dinas Kesehatan setempat. Pada saat mengadakan donor darah

bekerjasama dengan PMI. Satgas MTA sering terlibat dalam program TMMD yang

diselenggarakan oleh TNI. Satgas MTA juga sering membantu POLRI berbagai kesempatan yang

memerlukan pengamanan ekstra dalam berbagai kegiatan. MTA juga pernah bekerjasama

dengan Kemenhut melakukan penanaman pohon keras dalam rangka menyukseskan program

pemerintah menanam sejuta pohon. Dalam bidang dakwah MTA setiap Ramadhan melayani permintaan da’i sebagai narasumber oleh RRI Surakarta dan TVRI Stasiun Yogyakarta. Dalam bidang dakwah melalui tulisan MTA juga melayani permintaan untuk mengisi rubrik Mimbar Jum’at, Solopos. Beberapa surat kabar seperti Suara Merdeka, Joglosemar, dan Solopos tercatat secara rutin meminta tulisan dari MTA.

MTA juga melakukan kerja sama dengan umat Islam lain untuk membangun sinergi dalam

beramal dan berdakwah. Sinergi dalam beramal dan berdakwah dengan umat Islam lain di

Surakarta di bawah koordinasi MUI Kota Surakarta sudah menjadi kegiatan rutin.

Adapun sumber dana kegiatan MTA berasal dari seluruh warga MTA yang ingin

berpartisipasi dalam setiap kegiatan harus berani berjihad bukan hanya bi anfus, akan tetapi

juga bi anwal, karena memang demikianlah yang dicontohkan oleh Nabi dan para sahabatnya.

Dana untuk setiap kegiatan di MTA ini sepenuhnya didanai secara mandiri oleh warga MTA

sendiri tanpa ada sponsor dari pihak manapun.

Struktur Lembaga MTA

Struktur MTA sebagai lembaga terdiri atas pusat, perwakilan, dan cabang. MTA pusat

berkedudukan di Surakarta. Perwakilan berkedudukan di tingkat kota/kabupaten kecamatan

(kecuali DIY, perwakilan berada di tingkat propinsi dan cabang berada di tingkat kabupaten).

Cabang berkedudukan di tingkat kecamatan. Dengan diresmikannya 127 perwakilan dan

cabang baru, hingga kini perwakilan dan cabang MTA berjumlah 429 yang tersebar mulai dari

Aceh, Jawa, hingga Kalimantan, Bali, dan NTB. Masih ada binaan-binaan lain hingga di Papua

yang ada hingga kini belum dapat ikut peresmian. Untuk mengkoordinasikan dan memantau

(7)

kegiatan di perwakilan, cabang dan binaan, MTA Pusat setiap Ahad siang jam 11.00 - 13.30 WIB

menyelenggarakan pertemuan pengurus MTA cabang dan perwakilan bertempat di Kantor

Pusat MTA Jl. Ronggowarsito No. 111A Surakarta, Indonesia.

Adapun Struktur organisasi MTA pusat adalah sebagai berikut:

Kegiatan MTA

Pengajian

Sesuai dengan tujuan pendirian MTA, yaitu untuk mengajak umat Islam kembali ke Al-Quran,

maka dengan itu kegiatan utama di MTA berupa pengajian Al-Quran. Pengajian ini dilakukan

dalam berbagai bentuk yang dibedakan menjadi dua, yaitu pengajian khusus dan pengajian

umum. Pengajian khusus adalah pengajian yang siswa-siswanya atau pesertanya terdaftar.

Pengajian khusus ini diselenggarakan seminggu sekali, baik di pusat maupun di perwakilan atau

cabang dengan dikirimkan seorang guru yang telah disetujui dari pusat.

Materi yang diberikan dalam pengajian khusus ini adalah tafsir Al-Quran dengan acuan

tafsir Al-Quran yang dikeluarkan oleh Departemen Agama dan kitab-kitab tafsir lainnya baik

karya ulama-ulama Indonesia maupun ulama-ulama dari negara lain, baik ulama klasik maupun

kontemporer. Sedangkan pengajian umum adalah pengajian yang dibuka untuk umum yang

pesertanya tidak terdaftar. Materi yang diperlukan lebih ditekankan pada hal yang diperlukan

dalam pengamalan agama sehari-hari. Pengajian ini diselenggarakan seminggu sekali yaitu pada

hari Minggu pagi yang bertempat di Gedung MTA pusat, Jl. Ronggowarsito on. 111 A, Surakarta.

Pendidikan

Pengamalan Al-Quran membawa pembentukan kehidupan bersama berdasar Al-Quran dan

Sunah. Kehidupan bersama ini menuntut adanya berbagai kegiatan yang terlembaga untuk

Drs. Ahmad Sukina

Ketua Umum

Drs. Yoyok

Mugiyatno, M.Si

Sekretaris I

Mansyur Masyhuri

Bendahara I

Sri Sadono

Bendahara II

Drs. Medi

Sekretaris II

Suharto, S.Ag.

Ketua I

(8)

memenuhi kebutuhan anggota. Salah satu kegiatan yang dibutuhkan adalah pendidikan yang

diselenggarakan berdasarkan nilai-nilai keagamaan. Oleh karena itulah MTA di samping

menyelenggarakan pengajian, juga menyelenggarakan pendidikan, baik formal maupun

non-formal. Begitupun dalam ranah perguruan tinggi, MTA memiliki organisasi yang menaungi para

mahasiswa untuk mengembangkan waca keilmuannya, yakni IMAMTA (Ikatan Mahasiswa

MTA).

Pendidikan formal yang telah diselenggarakan terdiri atas TK, SD, SMP, dan SMA. Tujuan

dari penyelenggaraan pendidikan formal ini adalah untuk menyiapkan generasi penerus yang

cerdas dan berakhlak mulia. Oleh karena itu, di samping memperoleh pengetahuan umum

berdasarkan kurikulum nasional yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan Nasional juga

memperoleh pendidikan keagamaan. Sedangkan pendidikan non-formal diselenggarakan MTA

untuk memberi bekal siswa/peserta MTA berupa pengetahuan dan keterampilan yang

diperlukan. Adapun pendidikan non-formal antara lain kursus otomotif, kursus menjahit, dan

bimbingan belajar bagi siswa-siswa SMP dan SMA. Di samping itu, berbagai kursus insidental

misalnya kursus penulisan, kewartawanan, dan kursus bahasa.

Kegiatan Sosial

Kehidupan bersama yang dijalin di MTA tidak hanya bermanfaat untuk warga MTA sendiri,

melainkan juga untuk masyarakat pada umumnya. Dengan kebersamaan yang kokoh, berbagai

amal sosial dapat dilakukan. Amal sosial tersebut antara lain adalah donor darah, kerja bakti

bersama dengan Pemda dan TNI, pemberian santunan berupa Sembako, pakaian, dan

obat-obatan kepada umat Islam pada khususnya dan masyarakat pada umumnya yang sedang

tertimpa musibah, dan lain sebagainya.

Donor darah dan kerja bakti bersama Pemda dan TNI sudah menjadi tradisi di MTA, baik

di pusat maupun di perwakilan dan cabang. Secara rutin setiap tiga bulan sekali MTA

menyelenggarakan donor darah. Selain itu MTA juga aktif berpartisipasi membantu korban

konflik dan bencana. Pada berbagai bencana alam, MTA aktif berpartisipasi dengan mendirikan

posko dan mengirim bantuan.

Kepemudaan

Kegiatan MTA yang semakin banyak, baik kegiatan internal maupun eksternal, membutuhkan

satuan tugas. Maka pada tahun 2002 dibentuk Satgas MTA yang dikukuhkan oleh ketua MUI,

Prof. Dr. Dien Syamsuddin, MA. Untuk memberikan pelatihan baris-berbaris kepada Satgas

maka MTA bekerjasama dengan Polresta Surakarta dan Koramil Pasar Kliwon.

Kegiatan rutin Satgas adalah melakukan pengamanan dan pengaturan lalu lintas dalam

berbagai pengajian akbar yang diselenggarakan oleh MTA atau MUI maupun umat Islam

(9)

memberikan bantuan kepada korban bencana. Oleh karena bencana alam seolah sudah menjadi

sesuatu yang rutin terjadi di Indonesia, maka partisipasi dalam penanganan bencana ini perlu

dilembagakan. Untuk itu MTA membentuk tim SAR (SearchandRescue).

Ekonomi

Kehidupan bersama di MTA juga menuntut adanya kerja sama dalam pengembangan ekonomi.

Untuk itu, di MTA diselenggarakan usaha bersama berupa pinjam. Dengan

simpan-pinjam ini, warga MTA dapat memperoleh modal untuk mengembangkan kehidupan

ekonominya. Di samping itu, warga MTA juga bertukar pengetahuan dan keterampilan dalam

bidang ekonomi. Seorang warga yang kehilangan pekerjaan atau belum mendapat pekerjaan

dapat belajar pengetahuan atau keterampilan tertentu kepada warga MTA yang lain sampai

akhirnya dapat bekerja sendiri.

Kesehatan

Dalam bidang kesehatan, MTA melakukan rintisan untuk mendirikan sebuah rumah sakit yang

diselenggarakan secara Islami. Kini MTA telah dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan

berupa Balai Pengobatan danRumah Bersalin. Di samping itu, untuk memberikan pelayanan

kesehatan kepada warga MTA dibentuk kader-kader kesehatan dari perwakilan dan

cabang-cabang yang secara periodik mengadakan pertemuan.

Penerbitan, Komunikasi dan Informasi

Penerbitan, Komunikasi, dan Informasi merupakan sendi-sendi kehidupan modern, bahkan juga

merupakan sendi-sendi globalisasi. Untuk itu, MTA tidak mengabaikan bidang ini. Dalam bidang

penerbitan, MTA telah memiliki majalah bulanan yaitu Respon dan Al Mar’ah. MTA juga

menerbitkan berbagai buku keagamaan. Dalam bidang teknologi informasi, MTA telah memiliki

website dengan alamat http://www.mta.or.id dan alamat email humas_mta@yahoo.com. MTA

juga telah memiliki sarana komunikasi berupa media elektronik yaitu Radio dan Televisi. Kedua

media milik MTA ini dapat didengarkan dan ditonton melalui website atau streaming di

www.mtafm.com dan www.mtatv.net.

Manajemen Dakwah MTA

Manajemen diartikan sebagai sebuah cara yang digunakan sebuah institusi/ perorangan dalam

mengoperasionalkan sistem tata kerja. Manajemen memberikan gambaran tentang strategi

yang digunakan dalam mengembangkan sesuatu. Di dalam dunia manajemen sering dikenal

istilah POAC (Planing, Organizing, Actuating, Controling), yang memberikan gambaran tentang

sesuatu hal yang sedang dijalankan. Hasil daripada sistem tersebut adalah bentuk analisis

(10)

mengembangkan manajemen. Sehingga ketika berbicara manajemen dakwah berarti mengatur

pola dan gerakan dakwah dengan kerangka sistematis dan terarah. Dakwah dalam hal ini

dimaknai sebagai bentuk seruan dan ajakan menuju kepada jalan kebaikan. Meminjam istilah MTA, umat Islam harus senantiasa kembali kepada sumber hukum asli yakni Al-Quran dan Sunah Nabi SAW.

Sebagaimana diterangkan di awal bahwa MTA sebagai lembaga pendidikan dan dakwah

memiliki berbagai bentuk kegiatan dengan fokus pada tujuan penghayatan dan pengamalan

ajaran Al-Quran dan Sunah dalam kehidupan sehari-hari. Usaha dalam menyukseskan kegiatan

tersebut tidak terlepas dari proses manajemen yang dilakukan oleh MTA dalam menjalankan

fungsinya sebagai lembaga dakwah dan pendidikan. Kegiatan-kegiatan sebagaimana disebutkan

di awal, merupakan bentuk-bentuk strategi yang digunakan oleh MTA dalam aktifitas

dakwahnya. Mencermati terminologi dakwah, bahwa kegiatan tersebut selalu berkaitan dengan

media, baik media cetak (visual), maupun media online. MTA dalam hal ini telah memiliki

telivisi, radio, bulletin dan juga majalah dalam mentransmisikan gagasan keislamannya sebagai

proses berdakwah. Sehingga strategi yang digunakan oleh MTA dalam berdakwah dapat

digolongkan menjadi dua hal; pertama melalui media informasi dan komunikasi berupa

majalah, bulletin, radio, telivisi, website, dll. Kedua melalui lembaga pendidikan formal dan non

formal, serta forum-forum pengajian dan diskusi serta kegiatan sosial keagamaan lainnya.

Adapun secara generik, proses manajemen dakwah MTA menerapkan strategi sebagai berikut:

1. Strategi Adaptif

Adaptif merupakan bentuk strategi yang dipergunakan untuk beradaptasi dengan

lingkungan eksternal. Bentuk dari strategi adaptif ini adalah dengan cara menekankan pada

fleksibilitas, inovasi dan kreatifitas. Proses manajemen yang dipraktikan MTA menunjukan

pada kejelian melihat persaingan terhadap media lain. Dalam perspektif pemasaran, pesaing

merupakan pihak yang mampu memenuhi kebutuhan konsumen yang sama. Dalam

perspektif ini, perlu melihat adanya celah dalam memahami kebutuhan konsumen, sehingga

muatan yang dibawa tidak monoton dan membosankan. Untuk mengetahui kebutuhan

konsumen (pendengar), strateginya adalah melalui survey khusus. Sehingga dalam

menerapkan mode adaptif diperlukan empat pendekatan yaitu; prospector, defender,

analyzer, dan reactor. Strategi adaptif ini kemudian diintegrasikan dengan metode dakwah

sebagai bentuk transformasi sosial. Penekanannya terletak pada perlunya mengamalkan

ajaran Al-Quran dalam kehidupan sehari-hari.

2. Strategi Diferensiasi

Diferensiasi berarti menciptakan gagasan (produk) yang berbeda dengan keunikan

(11)

kebosanan. Strategi diferensiasi harus memperhatikan gagasan (produk) dari pihak lain,

untuk dapat menciptakan karakteristik penuh. Hal ini dimaksudkan sebagai cara untuk

menciptakan loyalitas konsumen, yaitu suatu keadaan di mana konsumen akan mencari, dan

menggunakan gagasan (produk) tersebut. dalam proses manajemen dakwah, strategi

diferensiasi diterapkan dalam bentuk model dan gaya penyampaian dengan tetap

memperhatikan muatan materi.

3. Strategi Diversifikasi

Diversifikasi merupakan upaya perluasan jaringan medan dakwah. Hal ini dapat

dilakukan dengan cara mengoptimalkan fungsi radio dan televisi tidak hanya terbatas pada

masyarakat Kota Surakarta, tetapi mampu mencakup ke area yang lebih luas lagi.

Salah satu program unggulan MTA dalam menjalankan aktifitas dakwahnya adalah

Pengajian Ahad Pagi (Jihad Pagi) yang dilakukan secara on air maupun off air. Acara ini di

pancarkan secara luas melalui satelit, internet live streaming, dan radio Persada 102,2 FM.

Pengajian ini diampu langsung oleh ketua umum MTA Pusat yakni ustadz Ahmad Sukina.

Pengajian ahad pagi merupakan sebuah acara yang menggunakan perpaduan format monolog

dan dialog. Beberapa keunikan dan karakteristik yang ditampilkan oleh radio dan televisi MTA

dalam acara Pengajian Ahad Pagi, diataranya;

1. Pesan disampaikan secara lugas sehingga mudah ditangkap dan dipahami. Dalam

penyampaiannya, ustadz Ahmad Sukina menggunakan perpaduan antara Bahasa

Indonesia dengan Bahasa Jawa.

2. Dalam pengajian ahad pagi juga terjadi dialog antara orang yang bertanya dengan ustad

tentang kehidupan keseharian yang sesuai Qur’an dan Sunah, dalam pengajian yang lain

tidak demikian.

3. Kelebihan lainnya ialah dalam pengajian ini selalu digunakan dasar Al-Qur’an dan hadits

dalam penyampaian jawaban.

Selain beberapa strategi dakwah yang disebutkan di atas, bahwa MTA sebagai lembaga

pendidikan dan dakwah berusaha mengembangkan ajaran Islam melalui berbagai aspek

kehidupan. Komitmen MTA dalam hal ini diwujudkan dengan berbagai bentuk kegiatan sosial

keagamaan, melalui pengembangan berbagai bidang seperti ekonomi, pendidikan, kesehatan,

tekhnologi informasi dan komunikasi, serta kepemudaan. Berbagai bentuk kegiatan MTA

tersebut adalah bukti nyata manajemen yang diterapkan sebagai media dakwah yang paling

efektif. Yaitu dengan masuk ke dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat untuk melakukan

internalisasi nilai-nilai keislaman dan melakukan transformasi sosial. Maka, pendekatan yang

(12)

Kesimpulan

MTA adalah lembaga dakwah dan pendidikan yang berbentuk yayasan. Sesuai namanya MTA

melakukan pengkajian Al-Quran dengan tekanan pada pemahaman, penghayatan dan

pengamalan dalam kehidupan sehari-hari. Pola manajemen dakwah yang dipraktikan oleh MTA

merupakan salah satu bentuk variasi dari berbagai manajemen yang ada. Sehingga, bentuk

kelemahan dan keunggulan manajemen yang dipraktikan harus selalu didialogkan. Sebagai

lembaga yang bergerak di bidang pendidikan dan dakwah, MTA cukup memberikan kontribusi

dan pengaruh terhadap perkembangan umat Islam Indonesia. MTA dengan jargon kembali

kepada Al-Quran dan Sunah berusaha mendobrak kebekuan umat Islam, dengan menerapkan

berbagai disiplin ilmu pengetahuan dan tekhnologi komunikasi. Fungsi sosial MTA dalam

transformasi sosial adalah berusaha untuk membebaskan umat Islam dari keterkungkungan sistem takhayul, bid’ah dan khurafat. MTA berkeinginan menciptakan tatanan masyarakat rasional-religius dengan mengembalikan kepada pedoman asli umat Islam.

Kemudian, perlu diketahui bahwa meskipun MTA menggunakan nama tafsir namun,

MTA bukanlah lembaga penafsir. MTA hanya melakukan pengkajian terhadap tafsir-tafsir yang

sudah ada, baik tafsir dalam negeri maupun luar negeri. Oleh sebab itu, MTA tidak memiliki

metode penafsiran yang dikembangkan dan tidak mempunyai konsep pembelajaran tafsir

terhadap jamaahnya. Mencermati dinamika wacana penafsiran Al-Quran, MTA masih tergolong pada madzab tekstualis dalam mendekati teks Al-Quran.

Daftar Pustaka

Ariyanto, Nur. 2010. Strategi Dakwah Majlis Tafsir Al-Qur'an (MTA) Melalui Radio MTA 107,9 Fm

Surakarta. Skripsi tidak diterbitkan, IAIN Walisongo Semarang.

Fauzi, Muhammad. 2007. Agama dan Realitas Sosial; Renungan dan Jalan Menuju Kebahagiaan.

Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Machasin. 2011. Islam Dinamis Islam Harmonis; Lokalitas, Pluralisme, Terorisme. Yogyakarta:

LKiS.

Mulkhan, Abdul Munir. 2011. Manusia Al-Quran; Jalan Ketiga Religiousitas di Indonesia.

Yogyakarta: Kanisisus & Impulse, cet v.

Wardamayanah, Dewi dalam Rodiah, dkk. 2010. Studi Al-Quran; Metode dan Konsep. Yogyakarta:

eLSAQ Press.

http://mtaonline.com

Gambar

Gambar 1. Logo MTA

Referensi

Dokumen terkait

Subject: Re: mirror can show the real you... Message: hey...m back already in sing..and u knw wht my sch sucks la..masa m here already went to sch for 2days and my fucked up sch

Penelitian juga diharapkan dapat mengetahui seberapa besar pengetahuan dewan tentang anggaran mempengaruhi pengawasan dewan pada keuangan daerah (APBD) dan apakah

Berdasarkan data penelitian disimpulkan ada pengaruh pemberian kompres air hangat terhadap rasa nyaman dalam proses persalinan kala I fase aktif di BPM Etty

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, 1 Upaya Guru PAI dalam meningkatkan mutu pendidikan agama Islam di SMP Darul Ulum Agung Malang dengan merencanakan program kegiatan dan juga

bahwa Direktorat Pembangunan Desa Propinsi merupakan Aparat Departemen Dalam Negeri yang diperbantukan kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I sebagai Kepala Wilayah

Kesimpulan : Dari percobaan yang telah di lakukan maka dapat disimpulkan bahwa dengan mencampurkan larutan asam nitrat dengan putih telur maka akan di peroleh

Ikan kutuk merupakan salah satu jenis ikan yang banyak digunakan oleh masyarakat untuk penyembuhan luka terutama luka pasca operasi, luka bakar dan setelah

Pertama sumber benda (artifak) dapat berupa foto-foto, alat- alat atau bangunan sedapat mungkin bangunan asli. Kedua, sumber lisan yang berperan dalam mengembangkan