• Tidak ada hasil yang ditemukan

238207685 Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Komitmen Organisasi Pegawai Bappeda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "238207685 Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Komitmen Organisasi Pegawai Bappeda"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MOTIVASI KERJA TERHADAP KOMITMEN

ORGANISASI PEGAWAI DI BADAN PERENCANAAN

PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) KABUPATEN

KARANG TUMARITIS

SKRIPSI

Disusun Sebagai Salah Satu Persyaratan untuk Menyelesaikan Program Strata Satu (S-1) Program Studi Administrasi Pemerintahan

oleh

GANDARA GANDARI NPM. 11111111111111111111

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PEMERINTAHAN SEKOLAH TINGGIILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK (STISIP)

(2)

ABSTRAK

GANDARA GANDARI (11111111111111111111) Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Komitmen Organisasi Pegawai Di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Karang Tumaritis – Sekolah Tinggi Imu Sosial dan Ilmu Pemerintahan (STISIP) Bentang Baranang – Karang Tumaritis

Pembimbing:

Penelitian ini dilaksanakan pada Kantor Kecamatan Mande Kabupaten Karang Tumaritis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan (1) komitmen organisasi di Badan Pengembangan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Karang Tumaritis, (2) pengaruh motivasi kerja di Badan Pengembangan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Karang Tumaritis, dan (3) Besarnya pengaruh motivasi kerja terhadap komitmen organisasi di Badan Pengembangan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Karang Tumaritis.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey, dengan pegawai di Badan Pengembangan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Karang Tumaritis yang seluruhnya berjumlah 32 orang. Teknik pengumpulan data untuk kedua variabel Motivasi kerja dan kepuasan nasabah menggunakan instrumen angket dengan skala ordinal serta menggunakan skala Likert.

(3)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Berkembangnya demokratisasi dalam kehidupan berbangsa dan

ber-negara serta adanya komitmen nasional untuk mewujudkan tata kelola

pemerintahan yang baik (good governance), mendorong pemerintah untuk

memberikan kewenangan yang lebih luas kepada daerah. Pemerintah

memberikan kewenangan melalui pelaksanaan desentralisasi dan otonomi

daerah. Desentralisasi dan otonomi daerah dibutuhkan untuk menumbuhkan

prakarsa daerah sekaligus memfasilitasi aspirasi daerah sesuai dengan

keanekaragaman kondisi masing-masing daerah. Konsekuensi dari

pelaksana-an desentralisasi dpelaksana-an otonomi daerah tersebut adalah Pemerintah Daerah harus

dapat lebih meningkatkan kinerjanya dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Salah satu aspek penting dalam upaya peningkatan kinerja Pemerintah

Daerah adalah melalui kebijakan perencanaan pembangunan daerah yang

berkualitas dan berkesinambungan. Undang-undang Nomor 2 tahun 2004

menyebutkan bahwa perencanaan pembangunan nasional maupun daerah

terdiri dari perencanaan pembangunan jangka panjang, perencanaan

pembangunan jangka menengah dan perencanaan pembangunan tahunan.

Pemahaman penyelenggaraan pemerintahan yang efektif adalah ketika suatu

(4)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Karang

Tumaritis merupakan lembaga teknis di lingkungan Pemerintah Daerah

Tingkat II Kabupaten Karang Tumaritis. Sebagai lembaga teknis pemerintah

Bappeda dituntut untuk memberikan kinerja yang optimal dalam pelaksanaan

perencanaan pembangunan daerah. Untuk mencapai efektivitas dalam

melaksanakan tugas, pegawai perlu memiliki komitmen yang tinggi terhadap

tugas dan organisasi. Komitmen pegawai terhadap organisasi akan

meningkatkan tanggung jawab dan kesungguhan pegawai dalam

melaksanakan tugas. Pegawai dengan komitmen kerja yang tinggi akan

bekerja sepenuh hati dan akan berjuang demi kemajuan organisasi, karena

mereka sadar telah menjadi bagian dari organisasi.

Fungsi dan peran Bappeda sebagai lembaga teknis daerah yang

ber-tanggung jawab terhadap perencanaan pembangunan sebagaimana

diamanat-kan dalam pasal 14, ayat (1), Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah, bahwa salah satu urusan wajib yang menjadi

kewenangan pemerintah daerah adalah urusan perencanaan dan pengendalian

pembangunan.1 Kewenangan perencanaan pengendalian tersebut kemudian dipertegas kembali dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang

Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah

Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Bappeda sebagai salah satu

lembaga teknis daerah yang merupakan unsur pendukung tugas kepala daerah

1

(5)

mengemban tiga urusan yang wajib dilaksanakan, yaitu urusan penataan

ruang, perencanaan pembangunan dan urusan statistik.

Untuk dapat mencapai kinerja yang diharapkan Bappeda harus

memiliki keunggulan kompetitif yang hanya akan diperoleh dari sumber daya

manusia yang produktif, inovatif, kreatif selalu bersemangat dan loyal.

Sumber daya manusia organisasi atau pegawai yang memenuhi kriteria seperti

itu hanya akan dimiliki melalui peningkatan komitmen pegawai terhadap

organisasi. Komitmen organisasi seorang pegawai dengan pegawai lain

memiliki tingkat yang berbeda. Membina dan mengembangkan sumber daya

manusia serta menjaga komitmen pegawai merupakan kewajiban organisasi.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Sub Bagian Umum dan

Kepegawaian dan penelitian pendahuluan di dapatkan hasil sebagai berikut

Tabel 1.1

Hasil Prasurvey mengenai Komitmen Organisasi

STS TS R ST SS No. Dimensi

f N f N f N f N f N Total Skor

Skor Ideal %

1 Afektif - - 5 10 1 3 9 36 - - 49 75 65

2 Berkelanjutan - - 7 14 6 18 2 8 - - 40 75 53

3 Normatif - - 6 12 4 12 5 20 - - 44 75 59

Jumlah 133 225 59

f: Frekuensi N: Frekuensi x Skor Jumlah Responden: 15 org Jml pertanyaan = 3

Skor Ideal = Skor tertinggi x jumlah pertanyaan x jumlah responden

Sumber: Data yang diolah

(6)

Komitmen berkelanjutan sebesar 59% dan keterlibatan komitmen normatif

sebesar 65%. Jumlah akumulasi seluruh item pernyataan adalah 133 atau 59%

dari skor ideal 225 menunjukkan bahwa komitmen organisasi pegawai

Bappeda Kabupaten Karang Tumaritis berada pada kriteria sedang.

Kondisi sebagian pegawai di Bappeda yang tidak mentaati jam kerja,

baik jam masuk maupun jam pulang kerja dalam rutinitas kerja, diindikasikan

menjadi masalah indikator keterlibatan pegawai terhadap organisasi. Hal

tersebut menyebabkan komunikasi dan penanganan pekerjaan tidak bisa

berjalan dengan baik dan berpengaruh terhadap jalannya proses kerja

organisasi. Komitmen terhadap organisasi tidak ditunjukan oleh pegawai

bappeda dengan mengabdikan diri pada organisasi karena secara rasional

Pegawai Bappeda merasa organisasi hanya bermanfaat bagi kebutuhan

ekonomi. Fenomena ini mengindikasikan kurangnya rasa memiliki pegawai

secara emosional terhadap organisasi sebagai bagian dari hidupnya. Pegawai

cenderung akan meninggalkan pekerjaan saat ini apabila diberikan pilihan

pekerjaan yang lebih baik di luar organisasi. Hal ini mengindikasikan

kesetiaan pegawai terhadap organisasi belum optimal.

Setiap kegiatan yang dilakukan oleh seseorang didorong oleh suatu

kekuasaan dalam diri orang tersebut, kekuatan pendorong inilah yang disebut

motivasi. Bila seseorang termotivasi, ia akan berusaha berbuat sekuat tenaga

(7)

Tabel 1.2

Hasil Prasurvey mengenai Motivasi

STS TS R ST SS

Skor Ideal = Skor tertinggi x jumlah pertanyaan x jumlah responden

Sumber: Data yang diolah

Dari tabel 1.2 diatas dapat dilihat bahwa tingkat motivasi pegawai

untuk berprestasi adalah 61%. Motivasi pegawai untuk memiliki kekuaaan

dalam hal ini wewenang untuk memerintah dan mempengaruhi pegawai lain

sebesar 60% dan dorongan untuk menjalin hubungan dengan pegawai lain

dalam bentuk kerja sama maupun persahabatan senilai 57%. Jumlah

akumulasi dari total skor senilai 134 dari skor ideal 225 atau sebesar 59,6%.

Hasil tersebut menunjukkan tingkat motivasi pegawai Bappeda Kabupaten

Karang Tumaritis masuk pada kriteria sedang.

Pegawai Bappeda tidak termotivasi untuk memberikan kinerja optimal

karena kebutuhan pengakuan akan prestasi kerja tidak terpenuhi. Pegawai

(8)

monoton serta tidak adanya penghargaan terhadap kinerja apabila melebihi

standar kerja, menyebabkan pegawai tidak terdorong untuk mencurahkan

segala upaya yang dimilikinya pada pekerjaan. Pekerjaan cenderung monoton

dan tidak menimbulkan tantangan bagi Bappeda muncul akibat dari adanya

standar kerja yang ditetapkan oleh instansi, sehingga pegawai tidak memiliki

ruang untuk menunjukkan kreativitasnya dalam melaksanakan pekerjaan. Pada

dasarnya Bappeda merupakan lembaga teknis yang membantu Walikota untuk

melaksanakan program pembangunan daerah di bidang perencanaan.

Pilihan lain bagi pegawai untuk dapat menunjukkan prestasi kerjanya

di Bappeda adalah dengan menjadi pejabat fungsional. Jabatan fungsional

merupakan pilihan karir bagi karyawan untuk memenuhi kebutuhan akan

pengakuan prestasi dan kekuasaan. Seorang pegawai dengan jabatan

fungsional memiliki kesempatan naik pangkat lebih cepat dibandingkan

dengan jabatan struktural. Kenaikan pangkat dalam jabatan fungsional

didasarkan pada pemenuhan angka kredit. Angka kredit merupakan suatu

penilaian kinerja berdasarkan pada kegiatan yang dilakukan pejabat

fungsional. Dalam organisasi Bappeda tidak terlalu banyak pegawai yang

memilih jabatan fungsional sebagai pilihan karir. Berbeda dengan jabatan

fungsional guru yang dapat memenuhi angka kredit dengan mengajar, pegawai

Bappeda perlu melaksanakan kegiatan dalam bidang perencanaan dan

memerlukan waktu yang lama. Jika pegawai jabatan fungsional tidak dapat

memenuhi angka kredit dalam jangka waktu yang ditentukan, pegawai

(9)

Pegawai lebih mencari jalan aman dalam bekerja karena menurut

pandangannya jabatan struktural maupun fungsional itu sama saja. Pada

umumnya dalam diri seorang pegawai ada hal penting dan dapat memberikan

motivasi atau dorongan, yaitu kepuasan kerja. Kepuasan kerja dibentuk oleh

imbal jasa yang diberikan pada anggota organisasi atau pegawai yang telah

memberikan kontribusi pada organisasi.2 Besar kecilnya imbal jasa yang diberikan seharusnya didasarkan pada kontribusi pemikiran dan kekuatan

anggota organisasi.

Selain permasalahan motivasi yang telah dijelaskan sebelumnya,

indikator lain yang terindikasikan terdapat masalah adalah kebutuhan akan

kekuasaan. Kenaikan pangkat PNS bersifat reguler. Setiap empat tahun sekali

PNS secara otomatis akan mengalami kenaikan pangkat terlepas dari yang

bersangkutan mampu menunjukkan kinerja yang istimewa atau tidak sama

sekali. Pola kenaikan pangkat yang diterapkan sesungguhnya telah menyalahi

aturan pasal 12 ayat (2) UU No. 43 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa “…

pembinaan yang dilaksanakan berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem

karier yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja”. Kenaikan pangkat yang

tidak didasarkan pada kinerja menekan pegawai untuk tidak berusaha lebih

dari standar kerja. Tinggi atau rendahnya kinerja tidak akan mempengaruhi

kenaikan pangkat dimana dengan naiknya pangkat mendorong naiknya

(10)

Kesesuaian pegawai dengan pekerjaannya merupakan faktor yang

perlu diperhatikan. Pekerjaan yang monoton dan rutin menimbulkan

kejenuhan pada pegawai. Kejenuhan ini akan berakibat pada semakin

besarnya kemungkinan pegawai untuk mengundurkan diri. Walaupun

komitmen yang diberikan kepada organisasi baik, namun hal itu di akibatkan

oleh ikatan kerja pegawai. Kenaikan pangkat yang lama juga diindikasikan

berdampak terhadap kepuasan kerja pegawai di Bappeda. Kenaikan pangkat

yang tidak berdasarkan pada kinerja diindikasikan menimbulkan perasaan

tidak puas pada diri pegawai Bappeda karena ketidaksesuaian pengorbanan

yang diberikan pegawai dengan balas jasa yang diberikan organisasi.

Komitmen yang belum optimal diindikasikan disebabkan oleh

ketidakpuasan kerja dan motivasi kerja rendah. Hal tersebut terjadi karena tiap

individu dalam organisasi tidak menyadari akan pentingnya hal-hal tersebut.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka perlu dilakukan penelitian

mengenai ”Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Komitmen Organisasi Pegawai

di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Karang

Tumaritis”.

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang pemasalahan yang di atas, dapat

diidentifikasi sejumlah permasalahan yang di antaranya dapat dirumuskan

(11)

1. Apakah motivasi kerja berpengaruh terhadap komitmen organisasi

pegawai di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)

Kabupaten Karang Tumaritis?

2. Seberapa besar motivasi kerja dapat memberikan pengaruh terhadap

komitmen organisasi pegawai di Badan Perencanaan Pembangunan

Daerah (Bappeda) Kabupaten Karang Tumaritis?

C. Maksud dan Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan permasalahan di atas, penelitian bertujuan

ingin mendeskripsikan hal-hal sebagai berikut.

1. Pengaruh motivasi kerja terhadap komitmen organisasi pegawai di Badan

Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Karang

Tumaritis.

2. Besarnya pengaruh motivasi kerja terhadap komitmen organisasi pegawai

di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten

Karang Tumaritis.

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini diajukan guna menjelaskan mengenai manfaat

dan kontribusi yang dapat diberikan dari penelitian baik menurut

kegunaan teoritis maupun praktis. Penelitian ini dilakukan dengan

(12)

1. Kegunaan Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai

masukan dalam mengkaji penerapan manajemen sumber daya

manusia, terutama memberikan gambaran yang berkaitan dengan motivasi

kerja dan kepuasan kerja serta pengaruhnya terhadap komitmen organisasi

pegawai di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) kota

Bandung.

2. Kegunaan Teoretis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan berguna bagi

pengembangan teori mengenai motivasi kerja, kepuasan kerja dan

komitmen organisasi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan

sebagai bahan masukan dan kajian bagi perkembangan teori dan ilmu

pengetahuan di bidang Manajemen Sumber Daya Manusia, khususnya

mengenai motivasi kerja dan kepuasan kerja untuk memelihara

komitmen organisasi pegawai. Hasil penelitian ini juga diharapkan

dapat dijadikan bahan referensi bagi penelitian sejenis selanjutnya.

E. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis 1. Kerangka Pemikiran

Setiap organisasi pasti menginginkan dapat mencapai tujuan

yang telah ditetapkannya. Untuk mencapai tujuan tersebut tentunya

(13)

organisasi secara mendasar sangat ditentukan oleh adanya pegawai.

Pegawai menduduki kedudukan stratejik dibandingkan dengan

sumber-sumber daya yang lain. Pegawai yang mengalokasikan dan mengelola

sumber-sumber daya dalam organisasi.

Pengelolaan dan pengalokasian tersebut dilakukan untuk mencapai

tujuan, inovasi dan peningkatan kualitas organisasi.Untuk mendorong

pegawai mengerahkan kemampuan optimalnya dalam kinerja. Kunci

dalam motivasi kerja ialah intensitas, arah dan ketekunan hasil dari proses

motivasi kerja yang difokuskan. Intensitas menyangkut pada seberapa

kerasnya seorang pegawai berusaha. Intensitas yang tinggi tidak akan

membawa hasil yang diinginkan kecuali jika upaya tersebut diarahkan

pada pencapaian tujuan organisasi. Upaya yang diarahkan dengan

konsisten menuju pencapaian tujuan organisasi akan menghasilkan

ketekunan. Ketekunan merupakan ukuran seberapa lama pegawai dapat

mempertahankan usahanya.

Kebutuhan pegawai yang terpenuhi akan menciptakan suatu

ke-puasan kerja pegawai. Keke-puasan yang baik akan berpengaruh terhadap

komitmen organisasi pegawai. Komitmen organisasi terbangun akibat

dari kepuasan kerja yang dirasakan pegawai. Kepuasan kerja pegawai

dipengaruhi oleh harapan kerja pegawai yang terpenuhi. Dengan

komitmen terhadap organisasi, pegawai akan merasa penting untuk

(14)

me-miliki komitmen organisasi tinggi akan membantu poses pencapaian

tujuan.

Schein (dalam As’ad, 1986) mengartikan organisasi sebagai

koordinasi sejumlah kegiatan manusia yang direncanakan untuk mencapai

suatu maksud atau tujuan bersama melalui serangkaian wewenang dan

tanggung jawab. Mulai dari orang yang paling sederhana hingga yang

paling kompleks seperti misalnya organisasi-organisasi, masyarakat dan

negara sekalipun. Masing-masing individu dalam organisasi akan

mengadakan interaksi, saling bergantung dan membutuhkan satu sama

lain.3 Scott mengartikan organisasi sebagai suatu mekanisme yang mempunyai tujuan akhir yang hendak dicapai serta memiliki kemampuan

untuk memaksimalkan semangat kerja para anggotanya.4 Jadi, organisasi adalah sistem saling mempengaruhi antara orang dalam kelompok yang

bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu.

Allen dan Meyer5 mengemukakan tiga komponen model komitmen organisasi.

1) Affective commitment, merupakan keikatan emosional, identifikasi dan

keterlibatan dalam suatu organisasi. Anggota menetap dalam suatu

organisasi berdasarkan kesesuaian dengan pemikiran , tujuan, serta

nilai organisasi. Komitmen ini muncul dan berkembang oleh dorongan

3

As’ad, Moh. Produktivitas Kerja Karyawan. ED 4. (Yogyakarta : Liberti. 2003) p. 64

4

Muhyadi. 2007. Analisis pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Komitmen Organisasi dalam mempengaruhi Kinerja Karyawan (Studi pada Karyawan Administrasi UNDIP). Semarang. Tesis. Program Pascasarjana UNDIP.

5

(15)

adanya kenyamanan, keamanan, dan manfaat lain yang dirasakan

dalam suatu organisasi tempat anggota bekerja.

2) Continuance commitment, komitmen anggota yang didasarkan pada

pertimbangan tentang apa yang yang harus dikorbankan bila akan

meninggalkan organisasi. Pertimbangan ini di dasarkan pada biaya

yang akan ditanggung bila anggota keluar dari organisasi. Anggota

memutuskan untuk menetap pada suatu organisasi karena menganggap

sebagai suatu pemenuhan kebutuhan dan juga ada tidaknya peluang

pekerjaan di luar organisasi. Anggota akan cenderung memiliki daya

tahan atau komitmen yang tinggi dalam keanggotaan jika pengorbanan

akibat keluar organisasi semakin tinggi.

3) Normative commitment, keyakinan individu tentang tanggungjawab

moral terhadap organisasi. Individu tetap tinggal pada suatu organisasi

karena merasa wajib untuk loyal kepada organisasi tersebut. Sesuatu

yang mendorong anggota untuk tetap berada dan memberikan

sumbangan pada keberadaan suatau organisasi, baik itu materi maupun

non-materi, adalah adanya kewajiban moral, yang mana seseorang

akan merasa tidak nyaman dan bersalah jika tidak melakukan sesuatu.

Berdasarkan bebrapa pendapatpara ahli di atas selaku penulis

dalam penelitian ini akan menggunakan teori yang dikemukakan oleh

Allen dan Meyer bahwa komitmen organisasi memiliki tiga komponen

(16)

lengkap dan juga memang komponen ini lebih banyak bisa

menggambarkan dari variabel komitmen organisasi.

Ada beberapa pandangan mengenai motivasi. Pandangan pertama

menyatakan bahwa motivasi berkaitan dengan: (1) arah dari perilaku

individu; (2) kekuatan tanggapan yaitu usaha pada saat seseorang

menentukan arah dari suatu tindakan; dan (3) keteguhan perilaku yaitu

berapa lama seseorang akan mempertahankan perilaku tertentu. Pandangan

kedua menyarankan agar analisis motivasi fokus pada faktor-faktor yang

membangkitkan dan mengarahkan perilaku. Pandangan ketiga

menekankan pada aspek kelangsungan arah tujuan dari motivasi, dan

pandangan keempat menyatakan bahwa motivasi berkaitan dengan

bagaimana perilaku dimulai, digiatkan, dipertahankan, diarahkan, dan

dihentikan. Salah satu kesimpulan dari berbagai pandangan tersebut adalah

bahwa motivasi berhubungan dengan perilaku dan produktivitas kerja.6

Setiap orang tidak bisa melepaskan dirinya dari berbagai macam

kebutuhan.7 Teori hirarki kebutuhan dari A. Maslow atau Maslow’s need hierarchy theory menjelaskan bahwa setiap individu di tempat kerjanya

dimotivasi oleh adanya suatu keinginan untuk memuaskan sejumlah

kebutuhannya. Teori Maslow berdasarkan pada tiga asumsi pokok yaitu8:

6

Gibson, J. L, J. Ivancevich, M. & Donelly, J. H. Organisasi. Edisi Kedelapan. Alih Bahasa Djakarsih. (Jakarta: Penerbit Binarupa Aksara. 2007) p. 183

7

As’ad. Op.Cit. p. 87

8

(17)

1) Kebutuhan/needs manusia tersusun dalam suatu hierarchy dimulai

dari hiraraki kebutuhan yang paling bawah/dasar sampai ke hirarki

kebutuhan yang kompleks/paling tinggi.

2) Keinginan untuk memenuhi kebutuhan/needs dapat mempengaruhi

perilaku seseorang, kebutuhan yang belum terpuaskan akan

menggerakkan perilakunya. Kebutuhan yang sudah terpuaskan

tidak dapat berfungsi sebagai motivator.

3) Kebutuhan yang hierarchynya lebih tinggi berfungsi sebagai

motivator jika kebutuhan yang hierarchynya lebih rendah sudah

terpuaskan secara minimal.

Berdasarkan pemikiran di atas, disusun kerangka pemikiran sebagai

berikut.

Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran Penelitian

2. Hipotesis Penelitian

Uji hipotesis penelitian digunakan untuk menjawab permasalahan

penelitian secara komprehensif, yaitu besarnya ”Pengaruh Motivasi Kerja Motivasi kerja:

1. Kebutuhan akan Prestasi 2. Kebutuhan akan

Kekuasaan 3. Kebutuhan akan

hubungan.

(Maslow dalam As’ad, 2000)

(18)

Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Karang Tumaritis” ditentukan

oleh variabel motivasi kerja yaitu kebutuhan akan prestasi, kebutuhan akan

kekuasaan, dan kebutuhan akan hubungan, serta variabel komitmen

organisasi yaitu komitmen afektif, komitmen berkelanjutan, dan komitmen

normatif.

Hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut.

HO = Tidak terdapat pengaruh motivasi kerja terhadap komitmen organisasi pegawai di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

(Bappeda) Kabupaten Karang Tumaritis.

HA = Terdapat pengaruh motivasi kerja terhadap komitmen organisasi pegawai di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)

Kabupaten Karang Tumaritis.

F. Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data 1. Metode Penelitian

Penelitian tentang ”Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Komitmen

Organisasi Pegawai di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

(Bappeda) Kabupaten Karang Tumaritis” ini menggunakan pendekatan

kuantitatif. Pendekatan kuantitatif merupakan salah satu pendekatan yang

ada dalam penelitian. Pendekatan ini menekankan pada prosedur yang

ketat dalam menentukan variabel-variabel penelitiannya. Keketatan

(19)

Pendekatan kuantitatif mementingkan adanya variabel-variabel

sebagai objek penelitian dan variabel-variabel tersebut harus didefenisikan

dalam bentuk operasionalisasi variabel masing-masing. Reliabilitas dan

validitas merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi dalam

menggunakan pendekatan ini karena kedua elemen tersebut akan

menentukan kualitas hasil penelitian dan kemampuan replikasi serta

generalisasi penggunaan model penelitian sejenis. Selanjutnya, penelitian

kuantitatif memerlukan adanya hipotesis dan pengujiannya yang kemudian

akan menentukan tahapan-tahapan berikutnya, seperti penentuan teknik

analisa dan formula statistik yang akan digunakan. Juga, pendekatan ini

lebih memberikan makna dalam hubungan-nya dengan penafsiran angka

statistik bukan makna secara kebahasaan dan kulturalnya.

Metode penelitian memandu peneliti tentang urut-urutan

bagaimana penelitian akan dilakukan, dengan alat apa dan prosedur yang

bagaimana. Dalam penelitian tentang ”Pengaruh Motivasi Kerja terhadap

Komitmen Organisasi Pegawai di Badan Perencanaan Pembangunan

Daerah (Bappeda) Kabupaten Karang Tumaritis” ini digunakan metode

deskriptif verifikasi dengan menggunakan teknik survei. Singarimbun

mengemukakan bahwa penelitian survei adalah penelitian yang mengambil

sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat

(20)

penelitian asosiatif.10 Penelitian asosiatif adalah penelitian yang mencari pengaruh antara satu variabel dengan variabel lainnya. Variabel yang

dimaksud dalam penelitian ini adalah (1) Penerapan Ilmu Administrasi dan

(2) Peningkatan Kreativitas Kerja Pegawai.

2. Teknik Pengumpulan Data

Menurut Nasir, teknik pengumpulan data merupakan instrumen

ukur yang diperlukan dalam melaksanakan suatu penelitian. Data yang

akan dikumpulkan dapat berupa angka-angka, keterangan tertulis,

informasi lisan, serta beragam fakta yang berpengaruh terhadap fokus

penelitian yang sedang diteliti. Sesuai dengan pengertian teknik penelitian

di atas, teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini

terutama ada dua macam, yakni studi dokumentasi dan teknik angket.11

a. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi dalam pengumpulan data penelitian ini

dimaksudkan sebagai cara pengumpulkan data dengan mempelajari

dan mencatat bagian-bagian yang dianggap penting dari berbagai

risalah resmi yang terdapat baik di lokasi penelitian maupun di instansi

lain yang ada pengaruhnya dengan lokasi penelitian. Studi

dokumentasi ditujukan untuk memperoleh data langsung dari

instansi/lembaga meliputi buku-buku, laporan kegiatan dan keuangan,

serta dokumen lain yang relevan dengan fokus penelitian.

10

Sugiyono. Metode Penelitian Administrasi. (Bandung: Alfabeta. 2004) p. 11

11

(21)

b. Teknik Angket

Angket yang disusun dan dipersiapkan disebar kepada

responden sebagaimana ditetapkan sebagai sampel penelitian. Jumlah

angket yang disebarkan seluruhnya adalah sebanyak sampel yang

ditentukan untuk penelitian. Pemilihan dengan model angket ini

didasarkan atas alasan bahwa (a) responden memiliki waktu untuk

menjawab pertanyaan-pertanyaan atau pernyataan-pernyataan yang

diajukan, (b) setiap responden menghadapi susunan dan cara pengisian

yang sama atas pertanyaan yang diajukan, (c) responden mempunyai

kebebasan dalam memilih jawaban, dan (d) dapat digunakan untuk

mengumpulkan data atau keterangan dari banyak responden dalam

waktu yang cepat dan tepat.

Untuk mengungkap data ini digunakan angket yang berbentuk skala

Likert. Adapun alasan menggunakan skala Likert ini untuk mengukur sikap,

pendapat dan profesi seseorang atau sekelompok orang tentang suatu

fenomena sosial. Permasalahan strategi pemasaran dan keputusan pembelian

produk dapat dikategorikan sebagai fenomena sosial. Oleh karena itu,

penggunaan skala Likert pada penelitian ini dapat diterima.

Skala Likert yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

Tabel 1.3 Penskoran Skala Likert

Pernyataan Bobot

Penilaian Pernyataan

(22)

Setuju Skor : 4 Baik Skor : 4

Netral Skor : 3 Netral Skor : 3

Tidak setuju Skor : 2 Tidak baik Skor : 2 Sangat tidak setuju Skor : 1 Sangat tidak baik Skor : 1

G. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kantor Badan Perencanaan Pembangunan

Daerah (Bappeda) Kabupaten Karang Tumaritis, yang berlokasi di Jl. Raya

Bandung No. 65 Sadewata – Karang Tumaritis, Tlp.(0263) 280645. Penelitian

ini dilaksanakan selama 6 bulan, yakni dari bulan Februari 2014 sampai

dengan bulan Juli 2014. Rincian pelaksanaan penelitian dapat dijelaskan

melalui tabel berikut.

Tabel 1.2 Jadwal Pelaksanaan Penelitian

No Kegiatan Febr

H. Sistematika Penulisan

Secara sistematis, karya tulis ini dikembangkan dalam lima bagian

(23)

1. Bagian pertama merupakan pendahuluan yang membahas latar belakang

masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka

pemikiran dan hipotesis, waktu dan lokasi penelitian, serta sistematika

pengembangan skripsi.

2. Bagian kedua merupakan tinjauan teoretis yang berisi tentang pembahasan

motivasi kerja pegawai dan komitmen organisasi pegawai.

3. Bagian ketiga merupakan pembatasan mengenai metode penelitian yang

membahas tentang latar penelitian, metode dan teknik penelitian, metode

dan teknik pengumpulan data, serta teknik pengolahan data.

4. Pembahasan hasil penelitian yang berisi deskripsi, analisis, serta

pem-bahasan hasil penelitian serta pembuktian hipotesis.

5. Bagian kelima merupakan kesimpulan atas seluruh hasil analisis data yang

diperoleh dalam penelitian serta saran yang dapat dikemukakan

(24)

BAB II

KAJIAN TEORETIS

A. Motivasi Kerja

1. Pengertian Motivasi Kerja

Menurut Gibson, Ivancevich dan Donelly (alih bahasa Djakarsih,

2007:103). Motivasi adalah kekuatan dalam diri seseorang yang mampu

mendorongnya melakukan sesuatu yang menimbulkan dan mengarahkan

perilaku. Robbins dan Judge (alih bahasa Diana Angelica dkk., 2008:223)

mengemukakan: Motivasi kerja merupakan proses yang menghasilkan

suatu intensitas, arah dan ketekunan individu dalam usaha untuk mencapai

suatu tujuan. Kunci dalam motivasi kerja ialah ketiga unsur hasil dari

proses motivasi kerja yang difokuskan.

Intensitas menyangkut pada seberapa kerasnya seorang pegawai

berusaha. Intensitas yang tinggi tidak akan membawa hasil yang

diinginkan kecuali jika upaya tersebut diarahkan pada pencapaian tujuan

organisasi. Upaya yang diarahkan dengan konsisten menuju pencapaian

tujuan organisasi akan menghasilkan ketekunan. Ketekunan merupakan

ukuran seberapa lama pegawai dapat mempertahankan usahanya.

Mangkunegara (2005:14) berpendapat bahwa: ”Motivasi kerja

(25)

(situation) dilingkungan organisasinya. Faktor motivasi kerja terdiri dari

dua indikator yaitu sikap dan situasi”.

Sikap dapat diartikan sebagai status mental seseorang dan sikap

dapat diekspresikan dengan berbagai cara, dengan kata-kata dan tingkat

intensitas yang berbeda. Situasi dapat diartikan sebagai suasana yang dapat

menentukan sikap pegawai tersebut. Perilaku pegawai banyak dipengaruhi

definisi situasi, apabila pegawai mendefinisikan sesuatu sebagai hal nyata,

maka konsekuensinya menjadi nyata.

Dari beberapa pengertian diatas menunjukkan bahwa motivasi

kerja ialah dorongan dalam diri pegawai yang menghasilkan suatu sikap

untuk mengerahkan seluruh kemampuannya dalam mencapai tujuan

organisasi dalam upaya memenuhi beberapa kebutuhan individual.

Terdapat beberapa teori yang menggambarkan konsep-konsep motivasi

kerja.

2. Teori-teori Motivasi kerja

Robbins dan Judge (alih bahasa Diana Angelica dkk., 2008:223)

menyebutkan bahwa teori motivasi kerja terbagi atas dua kelompok

berdasarkan kurun waktu pengembangan konsep motivasi kerja. Dua

kelompok teori tersebut adalah teori awal dan teori kontemporer. Beberapa

(26)

a. Teori Hierarki Kebutuhan

Abraham Maslow mengemukakan bahwa dalam diri pegawai

terdapat lima jenjang kebutuhan, yaitu:

1) Psikologis: antara lain rasa lapar, haus, perlindungan (pakaian dan

tempat tinggal), kebutuhan biologis dan lainnya.

2) Keamanan: antara lain keselamatan dan perlindungan terhadap

kerugian fisik maupun emosional.

3) Sosial: mencakup kasih sayang, rasa dimiliki, diterima dengan baik

dan persahabatan

4) Penghargaan: mencakup faktor rasa hormat eksternal seperti status,

pengakuan dan perhatian.

5) Aktualisasi diri: dorongan untuk menjadi apa yang diinginkan

mencakup pertumbuhan, mencapai potensi yang dimiliki dan

pemenuhan kepuasan diri.

Setiap kebutuhan yang telah dipuaskan, kebutuhan berikutnya

akan menjadi lebih dominan. Teori ini menjelaskan bahwa ketika salah

satu bagian dari tingkat kebutuhan terpenuhi, maka kebutuhan itu tidak

lagi memotivasi kerja pegawai. Maslow memisahkan kelima

kebutuhan tersebut menjadi dua bagian.

Kebutuhan psikologis dan kebutuhan akan keamanan

digambarkan sebagai kebutuhan tingkat rendah. Sedangkan kebutuhan

(27)

dalam kebutuhan tingkat tinggi. Perbedaan antara kedua tingkat

tersebut berdasarkan pada bagaimana kebutuhan tersebut terpuaskan.

Kebutuhan tingkat tinggi terpenuhi secara internal atau oleh individu

sendiri. Berbeda dengan kebutuhan tingkat tinggi, kebutuhan tingkat

rendah dapat terpenuhi secara eksternal yaitu dengan upah, kontrak

kerja dan masa kerja.

b. Teori X dan Y

Teori X dan Y menjelaskan bahwa pada dasarnya terdapat dua

pandangan berbeda mengenai pegawai. Dalam diri pegawai terdapat

sisi negatif yang ditandai dengan Teori X dan sisi positif yang ditandai

dengan Teori Y. Teori yang dikemukakan oleh Douglas McGregor ini

menyimpulkan bahwa pengelompokan sisi negatif dan positif

pandangan pegawai didasarkan pada pengandaian-pengandaian

perilaku pegawai.

Menurut Teori X, terdapat empat pengandaian yang mewakili

perilaku negatif pegawai, yaitu:

1) Dalam diri pegawai tertanam suatu perasaan tidak menyukai kerja

dan bila memungkinkan dia akan mencoba untuk menghindari

pekerjaan tersebut.

2) Untuk memunculkan rasa suka terhadap pekerjaannya pegawai

(28)

3) Pegawai akan menghindari tanggung jawab dan mencari

pengarahan formal bila memungkinkan.

4) Kebanyakan pegawai menaruh keamanan di atas semua faktor lain

yang dikaitkan dengan kerja dan akan menunjukkan sedikit ambisi.

Berbeda dengan pandangan negatif di atas, pengandaian Teori

Y atau sisi positif diandaikan dalam empat daftar sebagai berikut:

1) Pegawai dapat memandang kerja sama secara wajar seperti

istirahat atau bermain.

2) Pegawai akan menjalankan pengarahan diri dan pengawasan diri

jika mereka komitmen pada sasaran.

3) Rata-rata pegawai dapat belajar untuk menerima, bahkan

mengusahakan dan bertanggung jawab.

4) Kemampuan untuk mengambil keputusan inovatif tersebar luas

dalam populasi dan tidak hanya milik dari mereka yang berada

dalam posisi manajemen.

McGregor mengusulkan agar dapat lebih valid dalam

pengandaian teori pandangan mengenai pegawai, ide-ide seperti

pengambilan keputusan partisipatif, pekerjaan yang bertanggung jawab

serta menantang dan hubungan kelompok yang baik sebagai

pendekatan-pendekatan yang akan memaksimalkan motivasi kerja

(29)

Beberapa teori di atas merupakan teori-teori awal dalam

munculnya konsep-konsep motivasi kerja. Selain teori awal yang telah

disebutkan, terdapat beberapa teori kontemporer. Teori kontemporer

tersebut diantaranya ialah sebagai berikut (Suwatno, 2011:176):

a. Teori ERG

Teori yang dikembangkan oleh Clayton Alderfer telah

mengerjakan ulang teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow. Teori

ini mengelompokan kelima kebutuhan dalam hierarki Maslow kedalam

tiga kelompok kebutuhan inti. Kebutuhan inti tersebut adalah

Existence (eksistensi), Relatedness (hubungan) dan Growth

(pertumbuhan), maka disebut dengan teori ERG.

Kelompok eksistensi berisi kebutuhan dasar dalam teori

Maslow seperti kebutuhan psikologis dan keamanan. Kelompok

hubungan ialah hasrat yag dimiliki pegawai untuk memelihara

hubungan antarpribadi. Hubungan sosial termasuk dalam kelompok

ini. Kebutuhan akan penghargaan dan aktualisasi diri merupakan hasrat

intrinsik untuk perkembangan diri. Kebutuhan-kebutuhan tersebut

termasuk dalam kelompok pertumbuhan.

Selain menggantikan hierarki lima kebutuhan, teori ERG

memiliki beberapa perbedaan dengan teori Maslow. Teori ERG

(30)

tinggi tertahan, hasrat untuk memenuhi kebutuhan tingkat lebih rendah

meningkat.

Teori ERG berargumen bahwa kebutuhan tingkat lebih rendah

yang terpuaskan menghantar ke hasrat untuk memenuhi kebutuhan

tingkat lebih tinggi, tetapi kebutuhan ganda dapat beroperasi sebagai

motivator sekaligus halangan dalam mencoba memuaskan kebutuhan

tingkat lebih tinggi dapat menghasilkan pengaruh terhadap kebutuhan

tingkat lebih rendah.

b. Teori Kebutuhan McClelland

Teori kebutuhan ini di kemukakan oleh David McClelland.

Fokus dalam terori ini adalah pada tiga kebutuhan, yaitu Achievement

(prestasi), Power (kekuasaan) dan Affiliation (pertalian). Kebutuhan

akan prestasi mendorong pegawai untuk mampu lebih unggul dan

berprestasi lebih dari standar dan dapat bekerja keras untuk sukses.

Kebutuhan akan kekuasan berhubungan dengan bagaimana pegawai

lain dapat mengikuti kehendak pegawai yang lainnya tanpa paksaaan.

Kebutuhan afiliasi merupakan hasrat untuk hubungan antarpibadi yang

ramah dan akrab.

Kebutuhan akan prestasi (nAch- need for Achivement) dimiliki

oleh individu dengan kebutuhan tinggi untuk berprestasi. Pegawai

lebih menyukai situasi pekerjaan dengan tanggung jawab pribadi,

(31)

(nPow-need of Power) adalah hasrat untuk mempunyai dampak,

berpengaruh dan mengendalikan orang lain. Pegawai denga nPow yang

tinggi lebih menikmati beban kerja dan ditempatkan dalam situasi

kompetitif serta berorientasi pada jabatan. Kebutuhan ketiga

(nAff-need for Affiliation) merupakan hasrat untuk disukai dengan diterima

baik oleh orang lain. Pegawai dengan motif afiliasi tinggi lebih

menyukai situasi kooperatif dan sangat menginginkan hubungan yang

melibatkan derajat pemahaman timbal balik yang tinggi.

Perkembangan teori-teori tersebut dipengaruhi oleh kemajuan

teknik penelitian. Pada hakikatnya motivasi kerja merupakan suatu

proses dalam membuat seseorang berusaha untuk mencapai atau

menjadi yang diinginkannya.

3. Penelitian Terdahulu mengenai Motivasi Kerja

Penelitian mengenai motivasi kerja telah banyak dilakukan, baik

dalam organisasi perusahaan maupun instansi pemerintah. Secara umum

telah banyak penelitian yang menggunakan berbagai indikator dalam

mengukur motivasi. Penelitian yang dilakukan Prabu (2005) mengenai

motivasi dan kepuasan kerja di BKKBN Muara Enim menggunakan empat

indikator untuk mengukur motivasi. Indikator yang digunakan dalam

mengukur motivasi adalah lingkungan kerja, tingkat pendidikan, keinginan

(32)

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Mulyanto dan

Hardaya (2009) mengenai pengaruh motivasi, kepuasan kerja dan

komitmen organisasi terhadap kinerja pegawai di Dinas Kertrans Provinsi

Daerah Yogyakarta membagi motivasi menjadi dua dimensi yaitu internal

dan eksternal. Faktor eksternal (karakteristik organisasi) diukur dengan

menggunakan indikator lingkungan kerja yang menyenangkan, tingkat

kompensasi, supervisi yang baik, adanya penghargaan atas prestasi, status

dan tanggung jawab. Faktor internal (karakteristik pribadi) dapat diukur

dengan menggunakan indikator tingkat kematangan pribadi, tingkat

pendidikan, keinginan dan harapan pribadi, kebutuhan kelelahan dan

kebosanan.

Dalam penelitian Devi (2009) indikator seperti ketertarikan pada

tugas, efisiensi, evaluasi, uang atau penghargaan dan menghindari

hukuman dari atasan digunakan untuk mengukur motivasi. Penelitian

tersebut dilakukan untuk menganalisis pengaruh kepuasan kerja dan

motivasi terhadap kinerja karyawan dengan komitmen organisasi sebagai

variabel intervening. Karyawan outsourcing PT. Semeru Karya Buana

Semarang menjadi objek penelitian tersebut.

Dalam penelitian Nur’aeni (20110) mengenai pengaruh motivasi,

kompetensi dan komimen terhadap kinerja dosen perguruan tinggi swasta

di Kopertis Wilayah II Palembang, untuk mengukur motivasi kerja

digunakan empat belas indikator yang diambil yang dibagi ke dalam tiga

(33)

adalah berorientasi pada tujuan, berorientasi pada masa depan, tanggung

jawab, berani mengambil resiko, kesempatan untuk belajar, dan

pemanfaatan waktu. Dimensi kebutuhan akan kekuasaan dapat diukur

dengan menggunakan indikator keinginan untuk menolong, kemampuan

untuk meyakinkan orang, tingkat mobilitas vertikal dan keinginan untuk

memberi perintah. Untuk dimensi kebutuhan akan hubungan dengan orang

lain pengukuran dapat menggunakan indikator tingkat kesukaan dalam

bekerja sama, demokratif, tidak suka menyendiri dan suka bersahabat

(Nur aeni,2011).

Motivasi berbeda dengan kepuasan kerja terletak pada dimana

individu memposisikan tujuan. Memahami kepuasan kerja dapat dimulai

dengan mempelajari definisi kepuasan kerja

B. Komitmen Organisasi

1. Pengertian Komitmen Organisasi

Pengalokasian sumber daya manusia tidak bisa dipandang mudah.

Pegawai yang dimiliki organisasi harus memiliki rasa kepemilikan

terhadap organisasi tempatnya bekerja. Selain rasa memiliki, sikap dan

loyalitas pegawai terhadap organisasi berpengaruh terhadap dedikasi

pegawai dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. dedikasi

tinggi serta loyalitas yang kuat dari pegawai akan menimbulkan komitmen

(34)

”Komitmen organisasi (organizational commitment) adalah kekuatan relatif pengenalan pada keterlibatan dari dalam diri seorang individu dalam organisasi tertentu. Komitmen merupakan dedikasi atau pengabdian seseorang terhadap pekerjaannya dan ia memandangnya sebagai kebutuhan dan sangat penting dalam hidupnya. Komitmen mencerminkan keinginan pegawai untuk selalu terlibat dalam kegiatan-kegiatan di organisasinya”.

Pegawai yang memiliki komitmen organisasi tinggi akan dapat

terlihat dari prestasi kerjanya. Hal ini dibuktikan dengan keinginan yang

kuat dari pegawai untuk terlibat dalam kegiatan organisasi. Keterlibatan

pegawai dalam kegiatan organisasi mencerminkan dedikasi pegawai dalam

membantu organisasi mencapai tujuannya.

Robbins dan Judge (alih bahasa Diana Angelica dkk., 2008:92)

mendefinisikan komitmen organiasasi sebagai berikut.

Komitmen organisasi sebagai suatu keadaan di mana seorang pegawai memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya, serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi itu. Keterlibatan kerja yang tinggi merupakan berarti pemihakan seseorang pada pekerjaannya yang khusus sedangkan komitmen pada organisasi yang tinggi berarti pemihakan pada organisasi yang mempekerjakannya.

Sementara Noe, Hollenbeck, Gerhart dan Wright (alih bahasa

David Wijaya, 2011:20) mengemukakan bahwa ”komitmen organisasi

adalah tingkat sampai di mana seorang pegawai mengidentifikasi dirinya

sendiri dengan organisasi dan berkemauan melakukan upaya keras demi

kepentingan organisasi itu”.

Dari beberapa pengertian di atas menunjukkan bahwa komitmen

organisasi merupakan tingkat kekerapan identifikasi dan keterikatan

(35)

komitmen organisasi antara lain adalah loyalitas seseorang terhadap

organisasi, kemauan untuk mempergunakan usaha atas nama organisasi,

kesuaian antara tujuan seseorang dengan tujuan organisasi.

2. Teori-teori Komitmen Organisasi

Sumber daya manusia dalam organisasi atau yang kita kenal

dengan pegawai, perlu memiliki komitmen terhadap organisasi yang kuat.

Sejauh mana keterlibatan kerja pegawai dalam organisasi dapat diukur dari

seberapa besar komitmen organisasi yang dimiliki pegawai. Terdapat tiga

indikator dalam mengukur komitmen organisasi pegawai (Kaswan,

2012:294), sebagai berikut:

a. Rasa memiliki (a sense of belonging)

b. Rasa bergairah terhadap pekerjaannya

c. Kepemilikan terhadap organisasi (ownership)

Pegawai dapat memiliki berbagai sikap, tetapi dalam penelitian

ini berfokus pada sikap pegawai sebagai anggota organisasi. Sikap yang

berkaitan dengan pekerjaan ini membuka jalan evaluasi positif atau

negatif yang dipegang para pegawai mengenai aspek-aspek dari

lingkungan kerjanya. Indikator-indikator komitmen organisasi yang dapat

dilihat pada pegawai (Mangkuprawira, 2011:247) adalah :

a. Komitmen pegawai untuk membantu mencapai visi, misi dan tujuan

(36)

b. Melaksanakan pekerjaan dengan prosedur kerja yang sesuai dengan

standar yang ditetapkan organisasi.

c. Memiliki komitmen dalam mengembangkan mutu sumber daya

pegawai yang bersangkutan dan mutu produk.

d. Berkomitmen dalam mengembangkan kebersamaan tim kerja secara

efektif dan efeisien.

e. Komitmen pegawai untuk berdedikasi pada organisasi secara kritis dan

rasional.

Dalam mengukur tingkat komitmen pegawai terhadap

organisasinya terdapat tiga komponen dasar dalam komitmen organisasi

(Robbins dan Judge alih bahasa Diana Angelica dkk., 2008:101), yaitu:

1) Affective Organizational Commitment (AOC)

Affective organizational commitment atau komitmen afektif adalah

bagian komitmen organisasi yang lebih menekankan pada sejauh mana

pegawai mengenal dan melibatkan diri dalam pencapaian tujuan

organisasi. Komitmen afefktif merupakan tingkat dimana individu

terkait secara psikologis terhadap organisasi melalui perasaan loyal,

kasih sayang dan memiliki perasaan cinta terhadap organisasi.

2) Continuance Organizational Commitment (COC)

Continuance Organizational Commitment atau sering juga disebut

komitmen kontinyu/rasional merupakan bagian komitmen organisasi

(37)

melihat adanya pertimbangan rasional mengenai keuntungan untuk

tetap bertahan dalam organisasi. Komitmen kontinyu merupakan

perasaan cinta pada organisasi karena pegawai menghargai besarnya

biaya yang dikorbankan seandainya ia meninggalkan organisasi.

3) Normative Organizational Commitment (NOC)

Normative Organizational Commitment atau komitmen normatif

adalah satu bagian dari komitmen organisasi dimana karyawan

bertahan dalam organisasi karena adanya ikatan emosional terhadap

organisasi. Komitmen normatif merupakan refleksi dari perasaan wajib

pegawai untuk tetap bertahan di organisasi.

Anggota organisasi yang loyalitas dan kesetiaannya tinggi terhadap

organisasi akan mempunyai keinginan yang tinggi terhadap organisasi dan

membuat organisasi menjadi sukses. Makin kuat pengenalan dan

keterlibatan individu dengan organisasi akan mempunyai komitmen yang

tinggi. Seseorang yang tidak puas akan pekerjaannya atau yang kurang

berkomitmen pada organisasi akan terlihat menarik diri dari organisasi

baik melalui ketidakhadiran atau pengunduran diri.

Keterlibatan pegawai terhadap organisasi didorong oleh rasa puas

pegawai terhadap organisasi. Penilaian seorang pegawai terhadap puas

atau tidak puas akan pekerjaannya merupakan penjumlahan yang rumit

(38)

organisasi. Kepuasan kerja yang dirasakan dapat mempengaruhi pemikiran

pegawai untuk keluar.

Persepsi pegawai terhadap alternatif pekerjaan, pada akhirnya akan

menciptakan tingkat keluar masuk pegawai karena individu memilih

keluar dari organisasi dengan harapan hasil yang lebih memuaskan di

tempat lain (Robbins dan Judge alih bahasa Diana Angelica dkk.,

2008:109). Pegawai dengan kepuasan kerja yang tinggi akan merasa

senang dan bahagia dalam melakukan pekerjaannya dan hal tersebut akan

menciptakan komitmen pegawai terhadap organisasi.

Pada prinsipnya seorang pegawai termotivasi untuk melaksanakan

tugas-tugasnya tergantung pada kuatnya motif yang mempengaruhinya.

Pegawai adalah manusia dan manusia adalah makhluk yang memiliki

kebuthan dalam yang sangat banyak. Kebutuhan-kebutuhan ini

membangkitkan motif yang mendasari aktivitas individu. Seseorang yang

memiliki kebutuhan untuk berprestasi akan mempunyai keinginan untuk

mencapai keberhasilan dalam organisasi.

Motivasi berprestasi dapat diartikan keinginan dan kesungguhan

seorang pegawai untuk mengerjakan tanggung jawab dengan baik serta

berdisiplin untuk mencapai prestasi kerja (Mangkunegara, 2005:103).

Komitmen organisasi ditunjukkan oleh pegawai melalui keinginannya

untuk dapat berprestasi di organiasi. Organisasi perlu menjaga komitmen

pegawai dengan memberikan penghargaan berupa penghargaan dan

(39)

dapat mendorong keinginan pegawai untuk tetap berkomitmen terhadap

organisasi serta menjadi motif bagi pegawai untuk mengarahkan arah

dalam menyalurkan intensitas upayanya melalui ketekunan dalam bekerja.

Dengan terpenuhinya motif pegawai dalam mencapai prestasi kerja maka

komitmen organisasi pegawai akan meningkat.

3. Penelitian Terdahulu mengenai Komitmen Organisasi

Dalam penelitian yang dilakukan Andini (2006) mengenai analisis

pengaruh kepuasan gaji, kepuasan kerja, komitmen organisasi terhadap

turnover intention menggunakan tiga indikator untuk mengukur komitmen

organisasi pegawai. Indikator dalam penelitian yang dilakukan di Rumah

Sakit Roemanni Muhammadiyah Semarang adalah loyalitas terhadap

organisasi, kesetiaan terhadap organisasi dan kesesuaian tujuan.

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Noordin, Omar,

Sehan dan Idrus (2010) mengenai Organizational Commitment and

Employee’s Innovative Behavior, Study in Retail Sector (komitmen

organisasi dan perilaku inovatif pegawai, studi pada sektor ritel) komitmen

organisasi dibagi atas tiga dimensi dengan sepuluh indikator. Sejalan

dengan penelitian yang dilakukan Jafri (2010) mengenai Organizational

Climate and Its Influence on Organizational Commitment (iklim

organisasi dan pengaruhnya terhadap komitmen organisasi) komitmen

organisasi terdiri dari dimensi komitmen afektif, dimensi komitmen

(40)

Untuk dimensi komitmen afektif diukur menggunakan indikator

keinginan pegawai menghabiskan sisa hidupnya untuk mengembangkan

karir di organisasi, rasa menikmati ketika berdiskusi dengan orang lain

tentang organisasi, dan merasakan masalah organisasi sebagai masalah

pribadi. Indikator merasa berat untuk menginggalkan organisasi, merasa

terganggu dalam hidup apabila keluar dari pekerjaan sekarang, pegawai

merasa organisasi telah mengeluarkan banyak biaya untuk membuatnya

bertahan di organisasi dan pegawai merasa saat ini bertahan di organisasi

adalah suatu tujuan digunakan dalam mengukur komitmen berkelanjutan.

Komitmen normatif diukur dengan menggunakan indikator yaitu

menurut pegawai bertahan di organisasi adalah terbaik untuk karirnya,

pegawai merasa memiliki nilai ketika setia kepada satu organisasi dan

pegawai berfikir bahwa diluar organisasi terlalu banyak yang

berpindah-pindah kerja. Tiga dimensi yang diuraikan diatas diadaptasi oleh penelitian

Nur aeni (2011) dengan menggunakan indikator berbeda. Penelitian

tersebut mengenai pengaruh motivasi, kompetensi dan komimen terhadap

kinerja dosen perguruan tinggi swasta di Kopertis Wilayah II Palembang.

Untuk mengukur komitmen afektif indikator yang digunakan adalah rasa

percaya pegawai terhadap instansi, kepercayaan secara emosional dalam

hubungan dengan instansi, pegawai menganggap organisasi sebagai bagian

dari hidupnya dan keikhlasan pegawai dalam menghabisakan masa

(41)

Komitmen berkelanjutan diukur menggunakan kecintaan pegawai

terhadap instansi karena secara rasional bermanfaat dari segi psikologis

maupun ekonomi, pegawai lebih suka bertahan dalam instansi, pegawai

mau mengorbankan milik pribadi apabila menunda pekerjaan, ketertarikan

pegawai pada pekerjaan yang ada dan pegawai akan merasa terganggu

hidupnya jika meninggalkan pekerjaan saat ini. Indikator untuk mengukur

komitmen normatif adalah tingkat kesetiaan pegawai pada organisasi,

pegawai merasa bahagia bekerja di organisasi, kebanggaan pegawai dalam

bekerja di organisasi dan perasaan memiliki organisasi.

C. Dimensi dan Indikator Penelitian

Berdasarkan uraian diatas indikator-indikator yang digunakan dalam

penelitian ini mengadaptasi dari teori dan penelitian yang telah dilakukan oleh

peneliti lain sebelumnya. Indikator yang digunakan untuk mengukur variabel

dalam penelitian mengenai pengaruh kepuasan kerja dan motivasi kerja

terhadap komitmen organisasi pegawai di Bappeda ini diuraikan sebagai

berikut:

1. Variabel Motivasi Kerja

Dalam mengukur variabel motivasi kerja, penelitian ini

mengadaptasi indikator yang digunakan dalam penelitian Nur’aeni (2011).

Motivasi kerja dibagi kedalam tiga dimensi dengan empat belas indikator

(42)

a. Dimensi Kebutuhan Akan Prestasi

Kebutuhan akan prestasi diukur dengan menggunakan enam indikator

yaitu:

- Dorongan untuk mencapai tujuan

- Dorongan untuk memenuhi keinginan di masa depan

- Dorongan untuk bertanggung jawab terhadap pekerjaan

- Dorongan untuk mengambil resiko dalam pekerjaan

- Dorongan untuk memanfaatkan kesempatan belajar dalam bekerja

- Keinginan untuk lebih banyak memanfaatkan waktu untuk bekerja

b. Dimensi Kebutuhan Akan Kekuasaan

Kebutuhan akan kekuasaan diukur dengan menggunakan empat

indikator yaitu:

- Dorongan untuk membantu rekan kerja yang lain dalam

mengerjakan tugasnya

- Keinginan untuk dapat mempengaruhi pegawai lain

- Dorongan untuk banyak beraktivitas dengan bawahan atau atasan

- Keinginan untuk memerintah

c. Dimensi Kebutuhan Akan Hubungan

Kebutuhan akan hubungan diukur dengan menggunakan empat

(43)

- Dorongan untuk bekerja sama dengan pegawai lainnya

- Dorongan untuk mengambil keputusan bersama dalam kelompok

kerja

- Keinginan untuk berkumpul dan berkelompok

- Dorongan untuk menjalin persahabatan dengan rekan kerja

2. Variabel Komitmen Organisasi

Dalam mengukur variabel komitmen organisasi, penelitian ini

mengadaptasi indikator yang digunakan dalam penelitian Nur’aeni (2011)

komitmen organisasi dibagi kedalam tiga dimensi dengan tiga belas

indikator yaitu:

a. Dimensi Komitmen Afektif

Komitmen afektif diukur dengan menggunakan empat indikator

penelitian yaitu:

- Rasa senang pegawai untuk menghabiskan sisa masa kerjanya

untuk berkarir di organisasi saat ini

- Rasa percaya pegawai secara emosional terhadap organisasi

- Perasaan pegawai bahwa organisasi merupakan bagian dari

hidupnya

- Kesediaan pegawai untuk mengabdikan hidupnya kepada

(44)

b. Dimensi Komitmen Berkelanjutan

Komitmen berkelanjutan diukur menggunakan lima indikator

penelitian yaitu:

- Kecintaan pegawai kepada organisasi karena secara rasional

bermanfaat baik dari segi psikologis dan ekonomi

- Keinginan bertahan dengan pekerjaannya (jabatan)

- Kesediaan mengorbankan kepentingan pribadi jika menunda

pekerjaan

- Ketertarikan pegawai pada pekerjaan yang ada

- Perasaan terganggu dalam hidup bila meninggalkan pekerjaan yang

sekarang

c. Dimensi Komitmen Normatif

Komitmen normatif diukur dengan menggunakan empat indikator

penelitian yaitu:

- Kesetiaan terhadap organisasi

- Kebahagiaan dalam bekerja

- Kebanggaan bekerja di organisasi

- Rasa memiliki organisasi

Indikator-indikator dari variabel penelitian yang diuraikan di

(45)

akan diuji terlebih dahulu untuk mengukur validitas dan

reliabilitasnya. Hasil dari kuisioner akan dianalisis menggunakan

metode statistik dan diuji hipotesisi penelitiaannya. Berdasarkan hasil

dari oleh data kuisioner tersebut dapat dideskripsikan hubungan antar

variabel mengenai motivasi kerja dan kepuasan kerja serta

pengaruhnya kepada komitmen organisasi pegawai di Bappeda

(46)

BAB III

OBJEK PENELITIAN

A. Deskripsi Latar Penelitian

Bappeda Kabupaten Karang Tumaritis adalah salah satu lembaga

teknis di lingkungan Pemerintah Kabupaten Karang Tumaritis. Awal mula

pembentukan Bappeda bermula ketika pada tahun 1972 Pemerintah Provinsi

Jawa Barat melakukan penyempurnaan Badan Perancang Pembangunan

Daerah (Bappemda) Provinsi Jawa Barat dengan membentuk Badan

Perancang Pembangunan Kotamadya (Bappemko) dan Badan Perancang

Pembangunan Kabupaten (Bappemka), yang merupakan badan perencanaan

pertama di Indonesia yang bersifat regional dan lokal serta ditetapkan dengan

SK Gubernur Provinsi Jawa Barat No. 43 Tahun 1972.

Setelah berjalan 2 tahun, kedudukan Badan Perencanaan Pembangunan

Daerah Tingkat I dikukuhkan dan diakui dengan SK Presiden No. 15 Tahun

1974, sedangkan untuk Daerah Tingkat II masih berlaku SK Gubernur, baru

kemudian dengan SK Presiden No. 27 Tahun 1980, Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah Tingkat II diakui secara nasional. Dengan SK Presiden

tersebut, lahirlah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Tingkat I atau

Bappeda Tingkat I dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Tingkat II

(47)

Pertimbangan yang mendasari terbitnya SK Presiden No. 27 Tahun

1980, yaitu:

1. Untuk meningkatkan keserasian pembangunan di daerah diperlukan

adanya peningkatan keselarasan antara pembangunan sektoral dan

pembangunan regional;

2. Untuk menjamin laju perkembangan, keseimbangan, dan kesinambungan

pembangunan di daerah diperlukan perencanaan yang lebih menyeluruh,

terarah, dan terpadu.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah merupakan unsur perencana

penyelenggaraan pemerintahan daerah. Badan Perencanaan Pembangunan

Daerah dipimpin oleh seorang Kepala yang berada di bawah dan bertanggung

jawab kepada Bupati melalui Sekertaris Daerah. Bappeda Kabupaten Karang

Tumaritis beralamat di Jl. Raya Bandung No. 65 Sadewata – Karang

Tumaritis.

Visi

Terwujudnya perencanaan pembangunan daerah yang berkualitas,

partisipatif, akuntabel, berorientasi kinerja, dan mendorong pertumbuhan

wilayah yang serasi, seimbang, serta sinergis

Misi

1. Meningkatkan kinerja, efisiensi, efektivitas dan produktivitas organisasi

(48)

2. Mengembangkan sistem perencanaan pembangunan daerah yang efektif

dan berorientasi maju;

3. Meningkatkan fungsi evaluasi kinerja pembangunan guna mewujudkan

pebangunan daerah yang berorientasi perbaikan dan perubahan;

4. Menguatkan kelembagaan perencanaan pembangunan daerah yang

melibatkan Bappeda, organisasi perangkat daerah (OPD) lainnya,

akademisi, serta pemangku kepentingan lainnya.

Tugas & Fungsi

Bappeda mempunyai tugas melaksanakan penyusunan dan

pelaksanaan kebijakan daerah di bidang perencanaan dan penelitian

pembangunan daerah serta penyiapan bahan perumusan kebijakan umum

pemerintahan daerah di bidang perencanaan pembangunan daerah. :

1. Perumusan kebijakan teknis perencanaan, penelitian dan pembinaan

penyusunan rencana serta penyiapan bahan perumusan kebijakan umum

pemerintah daerah di bidang pembangunan daerah sesuai dengan

ketentuan dan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Pengkoordinasian penyusunan perencanaan dan penelitian pembangunan

daerah sesuai dengan ketentuan dan/atau peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

3. Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang perencanaan, penelitian dan

pembinaan penyusunan rencana serta penyiapan bahan perumusan

kebijakan umum pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan dan/atau

(49)

4. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas dan

fungsinya.

Bagan Struktur BAPPEDA Kabupaten Karang Tumaritis adalah sebagai

berikut.

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Variabel penelitian merupakan suatu hal dalam bentuk apapun yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal

tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010:58). Variabel

penelitian ini terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas

(50)

Sedangkan variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau

yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas dengan simbol (Y). Pada

penelitian ini terdapat dua variabel yang menjadi variabel bebas yaitu

Motivasi Kerja (X) serta Komitmen Organisasi (Y) merupakan variabel

terikat. Variabel-variabel tersebut sebagai berikut.

1. Motivasi Kerja (X)

Motivasi kerja adalah kekuatan dalam diri seseorang yang mampu

mendorongnya melakukan sesuatu yang menimbulkan dan mengarahkan

perilaku. (Gibson, Ivancevich dan Donelly alih bahasa Djarkasih, 2007:103)

2. Komitmen Organisasi (Y)

Komitmen organisasi sebagai suatu keadaan di mana seorang pegawai

memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya, serta berniat

memelihara keanggotaan dalam organisasi itu. Keterlibatan kerja yang tinggi

merupakan berarti pemihakan seseorang pada pekerjaannya yang khusus

sedangkan komitmen pada organisasi yang tinggi berarti pemihakan pada

organisasi yang mempekerjakannya (Robbins dan Judge alih bahasa Diana

Angelica dkk., 2008:100).

Untuk lebih memberikan gambaran terhadap hasil penelitian, maka perlu

dibuat operasionalisasi variabel.

Tabel 3.1

Operasionalisasi Variabel Penelitian

Konsep Variabel Dimensi Indikator Ukuran Skala Item

(51)
(52)

Konsep Variabel Dimensi Indikator Ukuran Skala Item organiasi saat ini

(53)

Konsep Variabel Dimensi Indikator Ukuran Skala Item bermanfaat baik dari segi baik dari segi psikologis dan dalam bekerja

(54)

Konsep Variabel Dimensi Indikator Ukuran Skala Item organisasi memiliki

organisasi

13

C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau

subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan

oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,

2010:115). Dalam penelitian ini populasinya adalah seluruh pegawai Bappeda

Kabupaten Karang Tumaritis yang berjumlah 67 orang.

Tabel 3.2

Sebaran responden berdasarkan jabatan pegawai

No. Jabatan Pegawai Jumlah Persentase

1. Jabatan Struktural 21 org 31,34%

2. Pegawai Administrasi 40 org 59,70%

3. Pegawai Pelaksana 6 org 8,96%

Jumlah 67 org 100%

Tabel 3.2 diatas menunjukkan sebaran jumlah populasi berdasarkan

jabatan pegawai. Untuk jabatan struktural terdiri dari 21 orang atau 31,34%

dari jumlah populasi. Jabatan pegawai administrasi sebanyak 40 orang

pegawai atau 59,70% dari 67 orang dan pegawai pelaksana 8,96% dari jumlah

keseluruhan populasi sejumlah 6 orang pegawai.

2. Sampel Penelitian

Sampel merupakan sebagian dari jumlah dan karakteristik yang

(55)

diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi

harus betul-betul representatif atau mewakili (Sugiyono, 2010:116). Apabila

subjek penelitian kurang dari 100, lebih baik diambil semuanya sehingga

penelitiannya merupakan penelitian populasi, selanjutnya jika jumlah

subjeknya lebih dari 100 maka diambil antara 10% - 20% atau 20% - 30%

atau lebih (Arikunto, 2005:107).

Berdasarkan pendapat tersebut penelitian ini merupakan penelitian

populasi karena jumlah populasi dibawah 100 orang responden yaitu 85 orang.

Penentuan responden dipilih dengan menggunakan teknik nonprobability

sampling yang memberi peluang atau kesempatan sama bagi setiap unsur atau

anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel dengan metode sampling

jenuh. Sampling jenuh atau istilah lain dari sensus adalah dimana semua

anggota populasi dijadikan sampel (Sugiyono, 2010:66).

D. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data ialah teknik atau cara-cara yang dapat

digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data (Riduwan, 2009:69).

Dilihat dari segi cara atau teknik pengumpulan data, maka teknik

pengumpulan data yang akan dipergunakan dalam penelitian ini diantaranya:

1. Data primer

Pengumpulan data primer dilakukan dengan melakukan survei langsung ke

(56)

untuk memperoleh data akurat. Adapun data yang diperoleh dengan cara

penelitian meliputi:

a. Wawancara

Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data dari pengamatan

langsung ke lapangan dengan mengadakan tanya jawab kepada objek

penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah

pegawai Bappeda Kabupaten Karang Tumaritis dengan Jabatan Kabag.

Umum dan Kepegawaian dan Pengadministrasian Program.

b. Observasi

Observasi dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung di

lokasi penelitian yaitu Kantor Bappeda Kabupaten Karang Tumaritis.

c. Kuisioner

Kuisioner merupakan alat pengumpulan data dengan cara membuat

daftar pertanyaan atau pernyataan yang kemudian disebarkan kepada

responden secara langsung sehingga hasil pengisiannya akan lebih

jelas dan akurat. Daftar pertanyaan atau pernyataan dibuat untuk

mendapatkan tanggapan responden mengenai gambaran umum,

perhatian dan pendapat responden terhadap pengaruh motivasi kerja

dan kepuasan kerja terhadap komitmen organisasi pegawai di Bappeda

Kabupaten Karang Tumaritis.

(57)

Data ini merupakan data pendukung yang berhubungan dengan penelitian.

Data sekunder dapat diperoleh dari:

a. Sejarah, literatur dan profil Bappeda Kabupaten Karang Tumaritis

b. Buku-buku yang berhubungan dengan variabel penelitian

c. Jurnal dan hasil penelitian terdahulu yang berhubungan dengan topik

permasalahan yang diteliti.

E. Langkah-langkah Pengolahan Data 1. Analisis Deskriptif Hasil Penelitian

Skala Likert adalah skala yang digunakan untuk mengukur

persepsi, sikap atau pendapat seseorang atau kelompok mengenai sebuah

peristiwa atau fenomena sosial, berdasarkan definisi operasional yang

telah ditetapkan oleh peneliti. Pengolahan data secara deskriptif adalah

dengan cara memperoleh hasil perkalian dari jumlah responden dengan

skor pilihan jawaban yang diberikan. Seluruh hasil perkalian dari jumlah

responden pada masing-masing pilihan jawaban ini (pada masing-masing

item) dijadikan dasar penafsiran data hasil penelitian secara deskriptif.

Untuk menentukan tingkat tanggapan responden, dilakukan

perhitungan persentase dengan mengacu kepada teori yang dikemukakan

oleh Harun Al-Rasyid dalam Ating Somantri (2006: 122) dalam menyusun

penskalaan dengan metode Likert’s Summated Rating yang ditentukan

oleh skor maksimum dan skor minimum yang mungkin dicapai oleh setiap

Gambar

Tabel 1.1
Tabel 1.2
Gambar 1.1  Kerangka Pemikiran Penelitian
Tabel 1.3  Penskoran Skala Likert
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk soal relasional siswa dengan kemampuan tinggi sudah kemampuan pemahaman matematiknya sudah baik, sedangkan siswa dengan kategori sedang dan rendah mengalami

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Kawasan Konservasi Pesisir dan

Desain alat penangkap ikan kapal ikan menggunakan rawai tuna dasar atau long line , yaitu alat tangkap ikan yang terdiri dari rangkaian tali temali yang di bentangkan

Based on the above description, the land saving model regulation close to the nuance of pengayoman and substantive rule of law is realized by harmonizing spatial planning and by

Variabel primer [tingkat pengangguran terbuka (TPT)] serta kovariat [persentase kepala rumah tangga (KRT) yang menikah (persentase KRT nikah)] berasal dari data

Untuk variabel religiusitas, item pertanyaan religiusitas 1, sebanyak 40% responden menyatakan setuju karena responden hanya akan menggunakan jasa perbankan yang

Kelompok Petani padi di Kabupaten Kediri yang telah menerapkan tanam padi organik , pada umumnya petani yang cukup memiliki modal dan lahan cukup luasDengan lahan yang luas petani

Metode analisis ini dilakukan dengan menetapkan indikator dari variabel kondisi usaha dan karakteristik usaha kelompok pengasapan ikan cakalang yang meliputi