BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Landasan Teori
Dasar teori yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah antara lain mengenai
proyek, manajemen proyek, penjadwalan proyek, kurva S, Rencana Anggaran Biaya (RAB),
serta teori mengenai mempercepat durasi proyek dan metode time cost trade off).
2.1.1. Proyek a. Defenisi Proyek
Menurut (Soeharto, Iman, 1999), kegiatan proyek dapat diartikan sebagai suatu kegiatan
sementara yang berlangsung dalam jangka waktu tebatas, dengan alokasi sumber daya tertentu
dan dimaksudkan untuk menghasilkan produk atau deliverable yang kriteria mutunya telah
digariskan dengan jelas. Lingkup (scope) tugas tersebut dapat berupa pembangunan pabrik,
pembuatan produk baru atau pelaksanaan penelitian dan pengembangan
Lebih lanjut (Soeharto, Iman, 1999), menjelaskan bahwa ciri pokok proyek adalah
sebagai berikut:
• Bertujuan menghasilkan lingkup (scope) tertentu berupa produk akhir atau hasil kerja akhir.
• Dalam proses mewujudkan lingkup di atas, ditentukan jumlah biaya, jadwal serta kriteria mutu.
• Bersifat sementara dalam arti umurnya dibatasi oleh selesainya tugas. Titik awal dan akhir ditentukan dengan jelas.
• Nonrutin, tidak berulang-ulang. Macam dan intensitas kegiatan berubah sepanjang proyek berkangsung.
Selain berbentuk bangunan, telah disebutkan bahwa tiap proyek memiliki tujuan khusus,
misalnya membangun rumah tinggal, jembatan, atau instalasi pabrik. Di dalam proses mencapai
tujuan tersebut, ada batasan yang harus dipenuhi yaitu besar biaya (anggaran) yang harus
dialokasikan, jadwal, serta mutu yang harus dipenuhi. Ketiga hal tersebut merupakan parameter
penting bagi penyelenggara proyek yang sering diasosiasikan sebagai saasaran proyek. Ketiga
Gambar 2.1 Sasaran proyek yang juga merupakan tiga kendala (triple constraint) (Soeharto,
Iman, 1999)
b. Jenis-Jenis Proyek
Menurut (Soeharto, Iman, 1999), proyek dapat dikelompokkan menjadi :
a. Proyek Engineering-Konstruksi
Terdiri dari pengkajian kelayakan, desain engineering, pengadaan, dan konstruksi.
b. Proyek Engineering-Manufaktur
Dimaksudkan untuk membuat produk baru, meliputi pengembangan produk, manufaktur,
perakitan, uji coba fungsi dan operasi produk yang dihasilkan.
c. Proyek Penelitian dan Pengembangan
Bertujuan untuk melakukan penelitian dan pengembangan dalam rangka menghasilkan
produk tertentu.
d. Proyek Pelayanan Manajemen
Proyek pelayanan manajemen tidak memberikan hasil dalam bentuk fisik, tetapi laporan
akhir, misalnya merancang sistem informasi manajemen.
e. Proyek Kapital
Proyek kapital merupakan proyek yang berkaitan dengan penggunaan dana kapital untuk
investasi.
f. Proyek Radio-Telekomunikasi
Bertujuan untuk membangun jaringan telekomunikasi yang dapatmenjangkau area yang luas
dengan biaya minimal.
g. Proyek Konservasi Bio-Diversity
Proyek konservasi bio-diversity merupakan proyek yang berkaitan dengan usaha pelestarian
lingkungan.
Biaya | Anggaran
Jadwal Mutu
2.1.2. Manajemen Proyek
Manajemen proyek adalah kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan,
dan mengendalikan sumber daya organisasi perusahaan untuk mencapai tujuan tertentu dalam
waktu tertentu dengan sumber daya tertentu. Manajemen proyek mempergunakan personel
perusahaan untuk ditempatkan pada tugas tertentu dalam proyek (Santosa, Budi, 2003).
Pada perencanaan awal suatu proyek, faktor biaya, waktu dan mutu membentuk tata
hubungan yang saling bergantungan serta berpengaruh sangat kuat. Salah satu bentuk alternatif
optimalisasi untuk mengatasi keterlambatan waktu proyek yang dapat dilakukan adalah
melakukan penambahan jam kerja, penambahan material, penambahan alat berat, dan
penambahan tenaga kerja. Banyak hal yang terkait dengan hal tersebut yaitu waktu penyelesaian
proyek dan biaya-biaya pekerja pada proyek, serta aktifitas pendukungnya mempunyai hubungan
yang erat karena hal tersebut sangat menentukan keberhasilan suatu proyek (Dipohusodo,
Istimawan, 1996).
Berikut ini perbedaan manajemen proyek dengan manajemen klasik menurut D.I. Cleland
dan W.R. King (Soeharto, Iman, 1999) :
Tabel 2.1 Perbedaan Manajemen Proyek dengan Manajemen Klasik
Fenomena Wawasan Proyek (Manajemen Proyek)
Wawasan Fungsional (Manajemen Klasik)
Lini-staf dikotomi. Hirearki lini-staf serta wewenang dan tanggung jawab tetap ada sebagai fungsi penunjang.
Fungsi lini mempunyai tanggung jawab tunggal untuk mencapai sasaran.
Hubungan atasan d.engan bawahan.
Manajer ke spesialis, kelompok dengan kelompok.
Merupakan dasar hubungan pokok dalam struktur organisasi.
Struktur piramida. Unsur-unsur rantai hubungan vertikal tetap ada, ditambah adanya arus kegiatan horizontal.
Kegiatan utama organisasi dilakukan menurut hirearki vertikal.
Kerja sama untuk mencapai tujuan.
Joint venture para peserta, ada tujuan yang sama dan ada juga yang berbeda.
Kelompok dalam organisasi dengan tujuan tunggal.
Kesatuan komando. Manajer proyek mengelola, menyilang lini fungsional untuk mencapai sasaran.
Manajer lini merupakan pimpinan tunggal dan kelompok yang bertujuan sama.
Wewenang dan tanggung jawab.
Terdapat kemungkinan tanggung jawab lebih besar dari otoritas resmi.
Tanggung jawab sepadan dengan wewenang, integritas, tanggung jawab dan wewenang terpelihara. Jangka waktu. Kegiatan manajemen proyek
berlangsung dalam jangka pendek. Tidak cukup waktu untuk mencapai optimasi operasional proyek.
2.1.3. Penjadwalan Proyek
Penjadwalan merupakan tahapan menerjemahkan suatu perencanaan ke dalam suatu
diagram-diagram yang sesuai dengan skala waktu. Penjadwalan menentukan kapan
kegiatan-kegiatan akan dimulai, ditunda, dan diselesaikan, sehingga pengendalian sumber-sumber daya
akan disesuaikan waktunya menurut kebutuhan yang ditentukan. Dalam proyek, penjadwalan
sangat penting dalam memproyeksikan keperluan tenaga kerja, material, dan peralatan.
Menjadwalkan adalah berpikir secara mendalam melalui berbagai persoalan-persoalan,
menguji jalur-jalur yang logis, serta menyusun berbagai macam tugas, yang menghasilkan suatu
kegiatan lengkap, dan menuliskan bermacam-macam kegiatan dalam kerangka yang logis dan
rangkaian waktu yang tepat (Luthan, Putri Lynna A dan Syafriandi, 2006).
Agar suatu proyek dapat berjalan dengan lancar serta efektif, maka diperlukan pengaturan
waktu atau penjadwalan dari kegiatan-kegiatan yang terlibat di dalamnya. Sehubungan dengan
itu, maka pihak pelaksana dari suatu proyek biasanya membuat suatu jadwal kegiatan (time
schedule).
Jadwal kegiatan adalah urutan-urutan kerja berisi, antara lain :
• Jenis pekerjaan yang akan dilaksanakan.
• Waktu di mana suatu pekerjaan dimulai dan diakhiri.
• Urutan dari pekerjaan.
Dengan adanya jadwal waktu ini, pimpinan proyek dapat mengetahui dengan jelas
rencana kerja yang akan dilaksanakan, sehingga kelangsungan atau kontinuitas proyek dapat
dipelihara. Hal ini memudahkan pimpinan proyek untuk mengkoordinasi unit-unit pekerjaan
sehinga diperoleh efisiensi kerja yang tinggi (Soeharto, Iman, 1999).
Adapun tujuan penjadwalan adalah sebagai berikut :
• Mempermudah perumusan masalah proyek.
• Menentukan metode atau cara yang sesuai.
• Kelancaran kegiatan lebih terorganisir.
• Mendapatkan hasil yang optimum.
Sedangkan fungsi penjadwalan dalam suatu proyek konstruksi antara lain :
• Menentukan durasi total yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proyek.
• Menentukan waktu pelaksanaan dari masing-masing kegiatan.
• Menentukan kegiatan-kegiatan yang tidak boleh terlambat atau tertunda pelaksanaannya dan
menentukan jalur kritis.
• Menentukan kemajuan pelaksanaan proyek.
• Sebagai dasar bagi penjadwalan sumber daya proyek, seperti tenaga kerja, material, dan
peralatan.
• Sebagai alat pengendalian proyek.
Data yang diperlukan adalah :
• Proyek konstruksi yang akan dilaksanakan.
• Metode pelaksanaan.
• Membuat list semua kegiatan yang sudah dilakukan untuk proyek tersebut, serta perkiraan
waktu yang diperlukan.
• Urutan pelaksanaan kegiatan.
• Ketergantungan pelaksanaan antara kegiatan satu dan lainya.
Mengingat perubahan-perubahan yang selalu terjadi pada saat pelaksanaan, maka
beberapa faktor harus diperhatikan untuk membuat jadwal proyek yang cukup efektif, yaitu :
a. Secara teknis, jadwal tersebut bisa dipertanggungjawabkan (technically feasible).
b. Disusun berdasarkan perkiraan/ramalan yang akurat (reliable estimate) dimana perkiraan
waktu, sumber daya, serta biayanya berdasarkan kegiatan pada proyek sebelumnya.
c. Sesuai sumber daya yang sesuai.
d. Sesuai penjadawalan proyek lainnya yang menggunakan sumber daya yang sama.
e. Fleksible terhadap perubahan-perubahan, misalnya perubahan pada spesifikasi proyek.
f. Mendetail yang dipakai sebagai alat pengukur hasil yang dicapai dan pengendalian kemajuan
proyek.
g. Dapat menampilkan kegiatan pokok kritis.
a. Penentuan Asumsi Durasi Kegiatan
Durasi kegiatan dalam metode jaringan kerja adalah lama waktu yang diperlukan untuk
melakukan kegiatan dari awal sampai akhir (Soeharto, Iman, 1999).
Ketepatan atau akurasi asumsi durasi kegiatan akan banyak tergantung dari siapa yang
membuat perkiraan tersebut. Durasi ini lazimnya dinyatakan dengan jam, hari atau minggu.
Durasi Kegiatan Normal
Durasi kegiatan normal adalah jangka waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
kegiatan dengan tingkat produktifits kerja yang normal, yaitu sesuai dengan sumber daya dan
kemampuan yang ada pada saat itu. Menurut (Soeharto, Iman, 1999), untuk menentukan durasi
a. Jenis kegiatan
Setiap kegiatan memiliki karakteristik tersendiri, sehingga harus ditangani secara tersendiri
pula. Semakin sulit penangannya, maka semakin sulit lama durasi yang dibutuhkan.
b. Metode yang digunakan
Penggunaan sumber daya (tenaga kerja, material dan peralatan) tergantung pada metoe
pelaksanaan yang dipakai. Dengan demikian, penggunaan metode pelaksanaan yang
berbeda-beda dapat menghasilkan durasi kegiatan yang berberbeda-beda pula.
c. Situasi dan konisi lapangan
Dimaksudkan untuk mengetahui hambatan-hambatan atau kemudahan-kemudahan yang
terdapat di lapangan. Misalnya medan proyek yang berat, terpencil atau pada ketinggian yang
lebih tinggi akan memperlambat pelaksanaan kegiatan.
d. Lokasi sumber daya
Semakin dekat lokasi sumber daya dengan lokasi proyek, akan semakin memperlancar
pelaksanaan suatu kegiatan, sehingga waktu pelaksanaan akan lebih singkat.
e. Faktor cuaca
Faktor ini akan sangat berpengaruh terhadap prestasi kerja. Iklim dan cuaca yang jelek akan
memperlambat penyelesaian kegiata.
f. Dana yang tersedia
Durasi kegiatan akan lebih lama bila dana yang masuk ke dalam kas perusahaan
tersendat-sendat. Begitu juga akan menyebabkan tersendatnya arus material yang masuk.
g. Macam dan volume pekerjaan yang akan dilaksanakan
Volume pekerjaan yang lebih besar membutuhkan durasi pekerjaan yang lebih lama. Volume
ini dapat dihitung dari dokumen rencana kerja dan syarat-syarat yang diberikan pemilik
proyek.
h. Kondisi sosial politik
Termasuk dalam hal ini adalah peraturan pemerintah di bidang tenaga kerja.
i. Sumber daya yang dimiliki oleh pelaksana
Faktor ini meliputi jumlah, kemampuan dan keterapilan tenaga kerja serta kapasitas alat-alat
kerja. Yang perlu ditinjau di sini adalah produktifitas tenaga kerja dengan faktor-faktor yang
mempengaruhinya, yaitu antara lain : kualitas dan kuantitas tenaga kerja, efisiensi, jam kerja,
kondisi lingkungan dan lain-lain.
Durasi Kegiatan Dipercepat (Crashed)
Pada kegiatan manajemen proyek sangat dibutuhkan penjadwalan kegiatan. Salah satu
jadwal kegiatan pada waktu yang telah ditentukan. Tetapi pada kenyataannya hal ini sulit dicapai
karena kecenderungan manajemen proyek terfokus pada cara untuk meminimalisasi
keterlambatan, dan bukan cara untuk mempercepat pekerjaan. Manajemen proyek yang baik
bukan berarti membuat jadwal kegiatan lebih lama melainkan memperpendek jadwal kegiatan.
Ada beberapa alasan mengapa jadwal kegiatan proyek seharusnya lebih singkat, yaitu :
• Jadwal kegiatan yang lebih pendek dapat mengurangi biaya dari keseluruhan proyek
sementara dapat meningkatkan jumlah pekerjaan tanpa penambahan sumber daya.
• Jadwal kegiatan yang lebih pendek akan mempercepat waktu penyelesaian proyek sehingga
hasil akhir dari proyek akan dapat seger digunakan, yang kemudian akan sangat berpengaruh
terhadap profit yang akan didapatkan dari pengerjaan proyek.
• Jadwal kegiatan yang lebih pendek juga kan meningkatkan kemungkinan untuk
memenangkan tender (terutama untuk kontraktor dan konsultan).
Pada awalnya, yaitu pada saat proyek direncanakan, durasi kegiatan direncanakan sesuai
durasi yang tersedia (sumber daya normal). Bila kemudian hari penyelesaian dipercepat karena
alasan tertentu, maka ada beberapa cara yang bisa dilakukan, yaitu :
1. Perubahan logika pekerjaan
a. Kegiatan seri dijadikan paralel
Sebagai contoh, diambil potongan suatu jaringan kegiatan berikut.
Gambar 2.2 Kegiatan Seri (Soeharto, Iman, 1999)
Dari Gambar 2.2 di atas dapat dilihat bahwa kegiatan pembuatan pagar proyek dilakukan
setelah kegiatan pengukuran selesai. Namun, sebenarnya kedua kegiatan ini dapat
dilakukan secara beramaan selama sumber daya yang dimiliki oleh proyek memadai.
Sehingga waktu penyelesaian untk potongan jaringan kegiatan ini dapat dipersingkat
menjadi seperti Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Kegiatan Paralel (Soeharto, Iman, 1999) Pembersihan
lokasi
Pekerjaan pengukuran
Pembuatan pagar proyek
Pembersihan lokasi
Pekerjaan pengukuran
50 % b. Kegiatan seri dijadikan overlap
Sebagai contoh pada pekerjaan pelat lantai suatu bangunan yang terdiri dari pekerjaan
bekisting dan pembesian.
Gambar 2.4 Kegiatan Seri (Soeharto, Iman, 1999)
Pada Gambar 2.4, kedua pekerjaan harus dilakukan secara seri, yaitu pekerjaan bekisting
kemudian diikuti oleh pekerjaan pembesian.
Bila ternyata pekerjaan pelat lantai tersebut terbagi atas beberapa lokasi kegiatan, maka
kegiatan ini dapat dilakukan secara overlap sehingga waktu penyelesaian bisa
dipersingkat. Artinya, di saat kegiatan bekisting sudah dilaksanakan 50 %, kegiatan
pembesian sudah bisa dilakukan seperti Gambar 2.5. Sekali lagi, hal ini memungkinkan
selama sumber daya yang dimiliki proyek memadai.
Gambar 2.5 Kegiatan Overlap (Soeharto, Iman, 1999)
2. Penambahan produktifitas sumber daya
Dapat dilakukan dengan beberapa cara, yatu sebagai berikut :
a. Penambahan jam kerja (lembur)
Dilakukan dengan cara menambah jam kerja setiap ari, tanpa menambah jumlah tenaga
kerja. Kerja lembur ini mengandung resiko yang cukup tinggi dan pekerjaan akan sangat
berat. Oleh sebab itu, kerja lembur harus mendapat tambahan yang lebih besar dari upah
kerja normal, biasanya 1,5 kali sampai 2 kali upah kerja normal.
Apabila dilakukan kerja lembur akan terjadi penurunan produktivitas, yang dapat dilihat
pada Gambar 2.6.
Pekerjaan bekisting
Pekerjaan pembesian
Pekerjaan bekisting
Gambar 2.6 Grafik indikasi menurunnya produktivitas karena kerja lembur (Soeharto, Iman, 1999)
b. Pembagian giliran kerja
Di sini terjadi penambahan jumlah pekerja, karena unit pekerja giliran pagi sampai sore
berbeda dengan unit pekerja giliran sore sampai malam. Dengan demikian produktifitas
kerja dianggap hampir sama.
c. Penambahan tenaga kerja
Dimaksudkan sebagai penambahan jumlah pekerja dalam satu unit kerja tanpa menambah
jam kerjanya. Penambahan tenaga kerja yang optimum akan menambah produktifitas
kerja, namun penambahan yang terlalu banyak justru menurunkan produktifitas kerja
karena berbagai macam hal, antara lain : terlalu sempitnya lahan untuk bekerja, kesulitan
pengawasan dan lain-lain.
d. Penambahan/penggantian peralatan
Dimaksudkan untuk manambah produktifitas kerja, menambah ketelitian kerja dan
mengurangi jumlah tenaga kerja manusia.
e. Penggantian/perbaikan metode kkerja
Dilakukan bila metode yang dilakukan sudah tidak efisien lagi. Misalnya perubahan dari
pelaksanaan produksi manual ke produksi pabrikasi. Namun penggantian metode kerja
kadang kala juga berarti merubah logika jaringan kegiatan atau bahkan jenis kegiatannya
f. Konsentrasi pada kegiatan tertentu
Dilakukan dengan mengkonsentrasikan pelaksanaan pekerjaan yang dianggap khusus,
kritis atau tingkat kegagalan tinggi. Konsentrasi ini berarti penambahan tenaga kerja atau
peraltan pada kegiatan ini.
g. Kombinasi dari alternatif yang ada
Dalam pelaksanaannya, peningkatan produktifitas sumber daya dapat dilakukan dengan
mengkombinasikan alternatif-aternatif yang ada sehingga menghasilkan suatu cara yang
paling tepat dan efisien.
b. Jaringan Kerja (Network Planning)
Network planning adalah sebuah cara atau teknik yang sangat membantu dalam sebuah
perencanaan, penjadwalan, dan pengawasan sebuah pekerjaan proyek. Prinsip dasar Network
Planning yakni mengelola sebuah proyek mencakup banyak manajemen dan koordinasi berbagai
macam bentuk kegiatan. Ketika beberapa tugas yang harus diselesaikan sudah berada di atas
meja kerja, maka hal ini menjadi suatu tantangan untuk menjaga semua aspek proyek agar
semuanya tetap berjalan dengan lancar.
Untuk memudahkan pelaksanaan sebuah proyek konstruksi, maka diperlukan adanya
sebuah perencanaan yang baik agar seluruh kegiatan dapat berjalan dengan lancar. Perencanaan
jaringan kerja pada sebuah proyek lebih dikenal dengan istilah network planning (NWP).
Sebuah network planning adalah gambaran kejadian-kejadian dan kegiatan yang
diharapkan akan terjadi dan dibuat secara kronologis serta dengan kaitan yang logis dan
berhubungan antara sebuah kejadian atau kegiatan dengan yang lainnya. Ini juga merupakan
teknik dalam perencanaan kegiatan atau proyek yang dapat menjawab pertanyaan bagaimana
mengelola suatu proyek.
Semenjak dikenalkan pada tahun 1950 di Amerika oleh Du Pont Company secara
independen, network planning mulai berkembang di negara-negara lain. Dua metode awal pada
network planning yang dikenal, yaitu CPM (Critical Path Method) dan PERT (Probability
Evaluation Review Technique). CPM bergantung pada PERT yang dapat mengatasi masalah
penjadwalan kerja. CPM lebih banyak mengarah pada bagian permasalahan biaya dan waktu.
Karakteristik umum dari dua metode ini adalah sebuah proyek bisa menjadi diubah menjadi
paket pekerjaan atau paket kegiatan yang terdefinisi dengan baik.
Saat ini telah berkembang sistem penjadwalan proyek dengan menggunakan alat bantu
komputer. Beberapa program komputer yang digunakan dalam penjadwalan proyek antara lain
mampu mengolah data dalam jumlah besar dan kemungkinan kesalahan yang kecil sehingga
penyusunan penjadwalan dapat dilakukan dengan lebih cepat dan teliti.
Pada dasarnya program-program tersebut berprinsip pada perhitungan CPM, PDM dan
dengan penampilan Gant Chart yang disempurnakan sehingga hubungan keterkaitan setiap
kegiatan bisa tergambar dengan jelas.
2.1.4.Kurva S
Kurva S pertama kali dikembangkan atas dasar pengamatan terhadap pelaksanaan
sejumlah proyek dari awal hingga selesai.
Kurva S secara grafis adalah penggambaran kemajuan kerja (bobot %) kumulatif pada
sumbu vertikal terhadap waktu pada sumbu horizontal. Bobot kegiatan adalah nilai persentase
proyek dimana penggunaannya dipakai untuk mengetahui kemajuan proyek tersebut. Kemajuan
kegiatan biasanya diukur terhadap jumlah uang yang telah dikeluarkan oleh proyek.
Pembandingan kurva S rencana dengan kurva pelaksanaan memungkinkan dapat diketahuinya
kemajuan pelaksanaan proyek apakah sesuai, lambat, ataupun lebih dari yang direncanakan
(Husein, Abrar, 2009).
Adapun fungsi kurva S adalah sebagai berikut :
a. Menentukan waktu penyelesaian proyek.
b. Menentukan waktu penyelesaian bagian proyek.
c. Menentukan besarnya biaya pelaksanaan proyek.
d. Menentukan waktu untuk mendatangkan material dan alat yang akan dipakai.
2.1.5.Rencana Anggaran Biaya
Sebelum proyek dimulai, terlebih dahulu diperkirakan secara cermat biaya yang akan
dikeluarkan dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang memuat real cost dari proyek yang
dikerjakan. Rencana Anggaran Biaya (RAB) adalah perhitungan banyaknya biaya yang
diperlukan untuk bahan dan upah, serta biaya-biaya lain yang berhubungan dengan pelaksanaan
proyek. RAB memuat keseluruhan item pekerjaan yang menjadi tanggung jawab kontraktor dan
diperinci lagi sehingga RAB juga berisi volume pekerjaan, kebutuhan bahan bangunan dan
peralatan, alokasi dan upah tenaga kerja serta pengeluaran lainnya. Dari real cost ini kemudian
ditentukan harga borongan untuk lelang. Anggaran biaya pada bangunan yang sama akan
berbeda-beda di masing-masing daerah, disebabkan karena perbedaan harga bahan dan upah
tenaga kerja.
proyek berjalan, setiap pengeluaran yang terjadi dicatat sesuai dengan butir-butir yang ada dalam
Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan dijadikan Realisasi Biaya Pekerjaan (RBP). Jumlah
penggunaan dana proyek dalam RBP ini seharusnya lebih kecil atau paling tidak sama
dengan yang tercantum dalam RAB, agar didapat keuntungan perusahaan. Namun dalam usaha
memperoleh keuntungan ini mestinya tidak mengurangi kualitas dan kuantitas hasil kerja. Oleh
karena itu dibutuhkan suatu pengendalian biaya untuk mencapai tujuan tersebut.
a. Perhitungan Volume
Perhitungan volume pekerjaan adalah bagian paling esensial dalam tahap perencanaan
proyek konstruksi. Pengukuran kuantitas/volume pekerjaan konstruksi merupakan suatu proses
pengukuran/perhitungan terhadap kuantitas item-item pekerjaan berdasarkan pada gambar atau
aktualisasi pekerjaan di lapangan. Dengan mengetahui jumlah volume pekerjaan maka akan
diketahui berapa banyak biaya yang diperlukan dalam pelaksanaan proyek konstruksi tersebut.
b. Analisa Harga Satuan
Analisa harga satuan berfungsi sebagai pedoman awal perhitungan rencana anggaran
biaya yang didalamya terdapat angka yang menunjukan jumlah material, tenaga dan biaya
persatuan pekerjaan.
Untuk mendapatkan daftar harga baik bahan maupun upah dapat diperoleh melalui
berbagai media antara lain :
• Daftar harga yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah setempat.
• Daftar harga yang dikeluarkan oleh instansi tertentu.
• Jurnal-jurnal harga bahan dan upah.
• Bapenas
• Survei harga di lokasi proyek.
Setelah daftar harga diperoleh kemudian dilakukan analisa harga satuan pekerjaan yang
dapat dilakukan dengan perhitungan ataupun dengan menggunakan buku analisa BOW ataupun
SNI untuk mendapatkan harga koefisien masing-masing pekerjaan, sehingga kemudian akan
dapat dilakukan perhitungan Rencana Anggaran Biaya (RAB).
c. Penentuan Biaya
Biaya yang digunakan di proyek adalah biaya total. Total biaya untuk setiap durasi waktu
adalah jumlah biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya tidak langsung bersifat kontinu
selama proyek, sehingga pengurangan durasi proyek berarti pengurangan dalam biaya tidak
awalnya yang direncanakan. Dengan informasi dari grafik, manajer dapat dengan cepat
menimbang alternatif-alternatif yang mungkin diambil dalam memenuhi deadline waktu yang
ditentukan.
Biaya Langsung (Direct Cost)
Biaya langsung secara umum menunjukkan biaya tenaga kerja, bahan, peralatan, dan
kadang-kadang juga biaya subkontraktor. Biaya langsung akan bersifat sebagai biaya normal
apabila dilakukan dengan metode yang efisien, dan dalam waktu normal proyek. Biaya untuk
durasi waktu yang dibebankan (imposed duration date) akan lebih besar dari biaya untuk durasi
waktu yang normal, karena biaya langsung diasumsikan dikembangkan dari metode dan waktu
yang normal sehingga pengurangan waktu akan menambah biaya dari kegiatan proyek. Total
waktu dari semua paket kegiatan dalam proyek menunjukkan total biaya langsung untuk
keseluruhan proyek. Proses ini membutuhkan pemilihan beberapa kegiatan kritis yang
mempunyai biaya percepatan terkecil.
Biaya Tidak Langsung (Indirect Cost)
Biaya tidak langsung (indirect cost) adalah biaya yang tidak secara langsung
berhubungan dengan konstruksi, tetapi harus ada dan tidak dapat dilepaskan dari proyek
tersebut (Frederika, Ariany, 2010).
Biaya tidak langsung secara umum menunjukkan biaya-biaya overhead seperti
pengawasan, administrasi, konsultan, bunga, dan biaya lain-lain/biaya tak terduga. Biaya tidak
langsung tidak dapat dihubungkan dengan paket kegiatan dalam proyek. Biaya tidak langsung
secara langsung bervariasi dengan waktu, oleh karena itu pengurangan waktu akan menghasilkan
pengurangan dalam biaya tidak langsung.
2.1.6.Mempercepat Waktu Penyelesaian Proyek (Crashing)
Mempercepat penyelesaian waktu proyek adalah suatu usaha menyelesaikan proyek lebih
awal dari waktu penyelesaian dalam keadaan normal. Proses mempercepat waktu penyelesaian
proyek dinamakan Crash Program. Dengan diadakannya percepatan proyek ini, akan terjadi
pengurangan durasi kegiatan pada kegiatan yang akan diadakannya crash program. Akan tetapi,
terdapat batas waktu percepatan (crash duration) yaitu suatu batas dimana dilakukan
pengurangan waktu melewati batas waktu ini akan tidak efektif lagi.
Durasi percepatan (crashing) maksimum suatu aktivitas adalah durasi tersingkat untuk
Percepatan durasi dari suatu jadwal pelaksanaan proyek mengacu pada percepatan dari
kegiatan-kegiatan yang ada dalam rangka untuk menyelesaikan proyek lebih cepat. Waktu yang
diperlukan untuk menyelesaikan proyek ditentukan oleh lintasan kritis, maka untuk mempercepat
durasi dari jadwal penyelesaian proyek, seseorang seharusnya memfokuskan pada
kegiatan-kegiatan kritis.
Konsekuensi dari percepatan proyek atau crashing program adalah meningkatnya biaya
langsung (direct cost)
Ada beberapa metode percepatan durasi proyek, salah satunya adalah metode pertukaran
waktu dan biaya (time cost trade off). Percepatan durasi dapat dilaksanakan dengan cara
penambahan jumlah tenaga kerja, penambahan jam kerja( lembur), penambahan atau
penggantian peralatan yang lebih produktif, dan penggantian material yang dapat membuat
pekerjaan lebih cepat tanpa mengurangi mutu serta penyempurnaan metode pelaksanaan
konstruksi.
2.1.7.Metode Time Cost Trade Off
Time Cost Trade Off adalah suatu metode untuk mempercepat durasi proyek dengan
menambahkan variabel / alternatif tertentu (jam kerja, tenaga kerja, alat, dll).
Metode pertukaran waktu dan biaya (Time Cost Trade Off Method ) memberikan
alternatif kepada perencana proyek untuk dapat menyusun perencanaan terbaik sehingga upaya
mengoptimalkan waktu dan biaya dalam menyelesaikan suatu proyek, penyelesaian penugasan
sumber daya untuk meng-efisiensikan alokasi sumber daya juga diperlukan, sehingga dapat
dihasilkan sumber daya yang diinginkan dengan pertambahan biaya yang paling optimum
(Buluatie, Nurhadinata, 2013).
Dalam penyususnan sebuah schedule proyek konstruksi diharapkan menghasilkan
schedule yang realistis berdasarkan estimasi yang wajar. Salah satu cara mempercepat durasi
proyek adalah dengan analisa time cost trade off. Dengan mereduksi suatu pekerjaan yang akan
berpengaruh terhadap waktu penyelsaian proyek. Time Cost Trade Off adalah suatu proses yang
disengaja, sistematis dan analitik dengan cara melakukan pengujian dari semua kegiatan dalam
suatu proyek yang dipusatkan pada kegiatan yang berada pada jalur kritis. Selanjutnya
melakukan kompresi dimulai pada lintasan kritis yang mempunyai nilai cost slope terendah.
Kompresi terus dilakukan sampai lintasan kritis mempunyai aktivitas-aktivitas yang telah jenuh
2.1.8.Hubungan Antara Waktu dan Biaya
Biaya total proyek adalah penjumlahan dari biaya langsung dan biaya tak langsung yang
digunakan selama pelaksanaan proyek. Besarnya biaya ini sangat tergantung oleh lamanya waktu
(durasi) penyelesaian proyek, keduanya berubah sesuai dengan waktu dan kemajuan proyek.
Meskipun tidak dapat dihitung dengan rumus tertentu, tetapi umumnya makin lama proyek
berjalan makin tinggi komulatif biaya tak langsung yang diperlukan (Iman Soeharto, 1999).
Gambar 2.7 menunjukkan hubungan antara biaya langsung, biaya tidak langsung dan biaya total
proyek. Biaya optimal didapat dengan mencari total biaya proyek terkecil. Untuk hubungan
antara waktu dan biaya ditunjukkan pada Gambar 2.8.
Gambar 2.8 Hubungan Waktu – Biaya Normal dan Dipersingkat untuk Suatu Kegiatan
(Soeharto, Iman, 1999)
Dengan dipercepatnya durasi suatu proyek maka pasti akan terjadi perubahan biaya dan
waktu. Terdapat dua nilai waktu yang akan ditunjukkan tiap aktifitas dalam suatu jaringan kerja
saat terjadi percepatan yaitu :
a. Normal Duration
Normal duration adalah waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu aktifitas atau
kegiatan dengan sumber daya normal yang ada tanpa adanya tambahan biaya lain dalam
sebuah proyek.
b. Crash Duration
Crash duration adalah waktu yang dibutuhkan sebuah proyek dalam usahanya mempersingkat
waktu yang durasinya lebih pendek dari normal duration.
Proses percepatan juga menyebabkan perubahan pada elemen biaya yaitu :
a. Normal Cost
Normal cost adalah biaya yang dikeluarkan dengan penyelesaian proyek dalam waktu normal.
Perkiraan biaya ini adalah pada saat perencanaan dan penjadwalan bersamaan dengan
penentuan waktu normal.
b. Crash Cost
Crash cost adalah biaya yang dikeluarkan dengan penyelesaian proyek dalam jangka waktu
sebesar durasi crash-nya. Biaya setelah di-crashing akan menjadi lebih besar dari biaya
2.2.Penelitian Terdahulu
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Buluatie, Nurhadinata, 2013), proyek
Revitalisasi Gedung Badan Pusat Statistik Gorontalo mengalami keterlambatan sehingga
dilakukan percepatan durasi proyek untuk mengejar keterlambatan dengan metode pertukaran
waktu dan biaya (Time Cost Trade Off Method), yaitu dengan menggunakan penambahan jam
kerja lembur ataupun dengan penambahan pekerja. Penambahan jam kerja lembur dan
penambahan pekerja memiliki efisiensi waktu optimum proyek selama 170 HK atau 6,67%.
Sedangkan untuk efisiensi biaya penambahan jam kerja lembur optimum didapatkan sebesar Rp
4.230.875 atau 0,305% dan penambahan jumlah pekerja memiliki efisiensi biaya optimum
proyek adalah sebesar Rp 8.112.500 atau 0,586%. Dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa
penambahan pekerja lebih efisien dibandingkan penambahan jam kerja lembur dengan
keuntungan biaya yang lebih besar.
Penelitian percepatan penyelesaian proyek yang dilakukan oleh (Frederika, Ariany,
2010) pada proyek Pembangunan Super Villa yang mengalami keterlambatan pada
pelaksanaannya sebesar 24 % dengan analisis dicoba dari satu jam sampai empat jam kerja
menggunakan Metode Analisis Pertukaran Waktu dan Biaya (Time Cost Trade Off Analysis)
dapat disimpulkan:
- Biaya optimum didapat pada penambahan satu jam kerja, dengan pengurangan biaya sebesar
Rp784.104,16 dari biaya total normal yang jumlahnya sebesar Rp2.886.283.000,00 menjadi
sebesar Rp2.885.498.895,84, dengan pengurangan waktu selama 8 hari dari waktu normal 284
hari menjadi 276 hari.
- Waktu optimum didapat pada penambahan dua jam kerja, dengan pengurangan waktu selama
14 hari dari waktu normal 284 hari menjadi 270 hari, dengan pengurangan biaya sebesar
Rp700.377,35 dari biaya normal Rp2.886.283.000,00 yang menjadi sebesar
Rp2.885.582.622,65.
Berdasarkan hasil analisis (Setiawan, Bagus Budi, 2012) pada proyek Pembangunan
Apartemen Tower C Seson City dengan menggunakan metode Time Cost Trade Off dengan
tiga alternatif, yaitu penambahan jam kerja lembur, penambahan grup kerja dan penambahan
kapasitas alat diperoleh beberapa kesimpulan :
- Dari segi waktu didapat penyelesaian pelaksanaan untuk : Alternatif 1 : 315 hari terjadi
pengurangan 40 hari ; Alternatif 2 : 321 hari terjadi pengurangan 34 hari ; Alternatif 3 : 302,5
hari terjadi pengurangan 53 hari ; Dari waktu pelaksanaan riil lapangan 355,5 hari.
- Perubahan biaya total proyek yang terjadi akibat percepatan pelaksanaan pekerjaan :
Rp.18.166.643.494. dari segi biaya terjadi peningkatan akibat pelaksanaan dari ketiga
alternatif tersebut.
- Semua alternatif mengalami penambahan biaya. Kontraktor mempunyai pilihan 3 alternatif
yang sesuai dengan pertimbangan antara biaya, waktu dan kondisi yang lain.
Berdasarkan hasil analisa Percepatan durasi proyek oleh (Yana, A.A. Gde Agung, 2006)
pada Proyek Rehabilitasi Ruang Pertemuan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali yang
dilakukan dengan menganalisis penambahan jam kerja dengan metode Time Cost Trade Off
Analysis atau analisa pertukaran waktu dan biaya dapat disimpulkan :
- Dari segi waktu didapat penyelesaian pelaksanaan selama 117 hari dari waktu pelaksanaan
normal 150 hari atau terjadi pengurangan durasi selama 33 hari.
- Perubahan biaya total proyek yang terjadi akibat penambahan jam kerja untuk mencapai biaya
proyek optimum yaitu dari biaya normal sebesar Rp 1.025.250.107,10 menjadi sebesar Rp