TINJAUAN PUSTAKA
Fungi Mikoriza Arbuskula
Mikoriza adalah simbiosis mutualistik, hubungan antara fungi dan akar
tanaman. Beberapa fungi membentuk mantel yang melindungi akar,
kadang-kadang berambut, berwarna keputihan. Akar-akar tanaman mengantarkan
bahan-bahan ke fungi (sebagian sebagai eksudat-oksidat), dan fungi membantu
meneruskan nutrisi-nutrisi dan air ke akar tanaman. Hifa fungi keluar dari
perakaran tanaman hingga mencapai tanah dan membantu menyerap beberapa
unsur hara tertentu untuk selanjutnya ditransmisikan ke tanaman, terutama
hara-hara yang tidak mobil seperti posfat(P), seng(Zn), tembaga(Cu), dan
molibdat(Mo) (Yulipriyanto, 2010).
FMA merupakan asosiasi simbiotik yang terbentuk antara spesies tanaman
dalam skala luas termasuk angiosperm, gymnosperm, pteridophyta, dan beberapa
bryophyte, dan skala fungi terbatas termasuk dalam ordo tunggal, Glomales.
Simbiosis terjadi dalam akar tanaman dimana fungi mengkolonisasi apoplast dan
sel korteks untuk memperoleh karbon dalam tanaman.
Kontribusi FMA pada peristiwa simbiosis sangat kompleks, tetapi aspek
utama meliputi transfer nutrient mineral, khususnya posfat dari tanah ke tanaman.
Perkembangan asosiasi yang sangat cocok ini memerlukan koordinasi molekuler
dan differensiasi selular dari kedua simbion untuk membentuk suatu sistem
dimana transfer nutrient terjadi dua arah (Delvian, 2006).
Spora FMA dalam tanah dapat saja berkecambah secara spontan jika
maka hifa akan membentuk percabangan yang banyak dan ini menjadi penanda
dimulainya fase awal simbiosis atau dikenal dengan fase presimbiotik
(Giovannetti et al. 1993).
Tanaman yang ketergantungan akan unsur fosfat tinggi akan cenderung
berasosiasi dengan mikoriza. Cahaya dan temperatur merupakan unsur iklim yang
sangat mempengaruhi proses kolonisasi mikoriza arbuskula. Temperatur optimum
bagi perkembangan spora Gigaspora spp. adalah 34oC, sedang untuk Glomus spp.
adalah 20oC. Sedangkan faktor tanah yang berpengaruh adalah keasaman tanah
(pH) dan kandungan unsur hara terutama P dan N. Menurut Hudson (1986),
kandungan unsur hara di dalam tanah sangat mempengaruhi pertumbuhan
mikoriza arbuskula.
Peranan FMA dalam Ekosistem
Manfaat mikoriza dalam ekosistem sangat penting, yaitu berperan dalam
siklus hara, memperbaiki struktur tanah dan menyalurkan karbohidrat dari akar
tanaman ke organisme tanah yang lain (Brundrett et al. 1996). Mikoriza dapat
membebaskan P yang tidak tersedia bagi tanaman, misalnya dalam batuan fosfat,
menjadi tersedia bagi tanaman. Mikoriza mengeluarkan enzim fosfatase dan asam
asam organik, khususnya oxalat, yang dapat membantu membebaskan fosfat.
Peran ini sangat penting mengingat sebagian besar tanah-tanah di
Indonesia bersifat asam, dimana fosfat diikat oleh Al dan Fe. Pada tanah-tanah
kapur, fosfat diikat oleh Ca sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Disamping
membebaskan fosfat yang tidak tersedia, hifa mikoriza juga mengkonservasi
membentuk tubuh buah yang mudah dikenali. Tubuh buah dari fungi
ektomikoriza ini dapat dijadikan sebagai bahan pangan (Scleroderma
sinnamariense yang bersimbiosis dengan melinjo), bahan obat, untuk keindahan
(tubuh buah fungi ektomikoriza beraneka bentuk, ukuran dan warna).
Keanekaragaman fungi juga dapat dijadikan indikator kualitas lingkungan
(Brundrett et al. 1996).
Faktor yang Mempengaruhi Kolonisasi dan Pembentukan Spora FMA
Keberadaan dan kolonisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan,
faktor-faktor tersebut antara lain:
1.Cahaya dan Fotoperiodesitas
Intensitas cahaya dan panjang hari yang lama akan memperbaiki
kolonisasi dan produksi spora pada Pueraria javanica, jagung dan lain-lain
(Graham et al. 1987). Meningkatnya kolonisasi FMA adalah akibat meningkatnya
proses fotosintesis yang berakibat pada meningkatnya konsentrasi karbohindrat di
dalam akar atau meningkatnya senyawa-senyawa eksudat. Untuk
memaksimumkan produksi inokulum FMA perlu memaksimumkan fotosintesis
inang dan cahaya.
Adanya naungan yang berlebihan terutama untuk tanaman yang senang
cahaya dapat mengurangi kolonisasi akar dan produksi spora, selain itu respon
tanaman terhadap fungi mikoriza akan berkurang. Hal ini disebabkan adanya
hambatan pertumbuhan dan perkembangan internal hifa dalam akar yang
2. Suhu
Suhu berpengaruh terhadap kolonisasi yakni pada perkembangan spora,
penetrasi hifa pada sel akar dan perkembangan pada korteks akar, selain itu suhu
juga berpengaruh pada ketahanan dan simbiosis. Semakin tinggi suhu semakin
besar terbentuknya kolonisasi dan meningkatnya produksi spora. Schenk dan
Schroder (1974) menyatakan bahwa suhu terbaik untuk perkembangan arbuskula
yakni pada suhu 30oC tetapi untuk koloni miselia terbaik berada pada suhu 28–
34oC, sedangkan perkembangan bagi vesikula pada suhu 35oC.
3. Kandungan air tanah
Kandungan air tanah dapat berpengaruh baik secara langsung atau tidak
langsung terhadap kolonisasi dan pertumbuhan fungi mikoriza. Pengaruh secara
langsung tanaman bermikoriza dapat memperbaiki dan meningkatkan kapasitas
serapan air. Sedangkan pengaruh tidak langsung karena adanya miselia eksternal
menyebabkan fungi mikoriza efektif dalam mengagregasi butir-butir tanah,
kemampuan tanah menyerap air meningkat. Penjenuhan air tanah yang lama
berpotensi mengurangi pertumbuhan dan kolonisasi fungi mikoriza karena kondisi
yang anaerob. Daniels dan Trappe (1980) menggunakan Glomus epigaeum
dikecambahkan pada lempung berdebu pada berbagai kandungan air. Glomus
epigaeum ternyata berkecambah paling baik pada kandungan air di antara
kapasitas lapang dan kandungan air jenuh.
4. Kemasaman Tanah
Fungi mikoriza pada umumnya lebih tahan terhadap perubahan pH tanah.
perkembangan dan peran mikoriza terhadap pertumbuhan tanaman
(Maas dan Nieman, 1978).
Perkembangan fungi mikoriza pada pH optimum berbeda-beda tergantung
pada adaptasi fungi mikoriza terhadap lingkungan. Aktivitas enzim yang
berperan dalam perkecambahan spora fungi mikoriza dapat dipengaruhi oleh pH.
Misalnya Glomus mosseae biasanya pada tanah alkali dapat berkecambah dengan
baik pada air atau pada soil extract agar pada pH 6-9. Spora Gigaspora
coralloidea dan Gigaspora heterogama dari jenis yang lebih tahan asam dapat
berkecambah dengan baik pada pH 4-6. Glomus epigaeum perkecambahannya
lebih baik pada pH 6-8.
5.Bahan organik
Bahan organik merupakan salah satu komponen dalam tanah yang penting
disamping air dan udara. Jumlah spora FMA berhubungan erat dengan kandungan
bahan organik dalam tanah. Jumlah maksimum spora ditemukan pada tanah-tanah
yang mengandung bahan organik 1-2% sedangkan pada tanah-tanah berbahan
organik kurang dari 0,5% kandungan spora sangat rendah (Pujiyanto, 2001).
6. Logam berat dan unsur lain
Adanya logam berat dalam larutan tanah dapat mempengaruhi
perkembangan mikoriza. Beberapa spesies mikoriza arbuskula diketahui mampu
beradaptasi dengan tanah yang tercemar seng (Zn), tetapi sebagian besar spesies
mikoriza peka terhadap kandungan Zn yang tinggi. Pada beberapa penelitian lain
diketahui pula strain-strain fungi mikoriza tertentu toleran terhadap kandungan
Sebaran dan Ekologi Fungi Mikoriza
Sebaran dan ekologi mikoriza arbuskula terdapat pada hampir pada semua
jenis tanaman. Mikoriza berasosiasi pada akar tanaman angiosperma,
pterydophyta, bryophyta dan beberapa Gymnospermae. Hanya terdapat beberapa
saja tumbuhan yang tidak bermikoriza terutama tumbuhan yang hanya
membentuk Ektomikoriza misalnya Pinnaceae (Imas et al, 1989).
Meyer (1973) dalam Setiadi (1989) menambahkan mikoriza arbuskula ini
mempunyai penyebaran yang luas, meliputi hutan hujan rapat, padang pasir, semi
gurun dan jarang ditemukan dalam hutan temperate areal yang amat basah
(didominasi oleh Ektomikoriza). Perbedaan lokasi, ekosistem, dan rizosfer
ternyata menunjukan keanekaragaman spesies dan populasi fungi mikoriza,
misalnya yang didominasi oleh fraksi lempung berdebu merupakan tanah yang
baik bagi perkembangan Glomus (Baon dan Widiastuti, 1997), begitu juga dengan
tanah mangrove yang bercirikan tanah berlumpur dan cenderung liat hanya
Glomus sp. yang dapat hidup, sedangkan tanah yang berpasir genus Acaulospora
dan Gigaspora ditemukan dalam jumlah yang tinggi.
Kelapa Sawit Sebagai Inang FMA
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jack) diketahui berasal dari
kawasan Afrika utara, tepatnya di Nigeria (Fauzi, et al, 2002). Menurut
Sastrowardoyo (2004) tanaman kelapa sawit dapat diklasifikasikan dalam:
Kingdom: Spermatophyta
Subdevisi: Angiospermae
Familli: Palmaceae
Genus: Elaeis
Species: Elaeis guineensis jack
Tanaman kelapa sawit tumbuh optimal pada ketinggian tempat 0-100
mdpl. Pertumbuhan dan produksi terbaik kelapa sawit diperoleh pada lahan
dengan ketinggian 0-100 mdpl. Kelapa sawit dapat tumbuh pada berbagai jenis
tanah, tetapi pertumbuhan optimal akan tercapai jika jenis tanahnya sesuai dengan
syarat tumbuh kelapa sawit. Sifat fisika dan kimia tanah yang harus dipenuhi
untuk pertumbuhan kelapa sawit secara optimal diantaranya harus memiliki
ketebalan tanah lebih dari 57 cm dan tidak berbatu agar perkembangan akar tidak
terganggu, tekstur ringan dan terbaik (memiliki pasir 20%-60%, debu 10%-40%,
dan liat 20%-50%), drainase baik dan permukaan air tanah cukup dalam, dan
kemasaman (pH) tanah 4,0-6,0 dan pH optimal 5,0-5,5.
Curah hujan optimal rata-rata tahunan untuk kelapa sawit berkisar
2000-2500 mm pertahun. Distribusi hujan idealnya merata sepanjang tahun tanpa bulan
kering yang berkepanjangan. Lama penyinaran matahari yang dibutuhkan kelapa
sawit minimum 1600 jam/tahun dan optimum sekitar 6-7 jam/hari. Kelembaban
udara yang optimum untuk pertumbuhan kelapa sawit sekitar 80%
(Sastrowardoyo, 2004).
Tanaman kelapa sawit memerlukan temperatur udara yang optimal sekitar
24-280C untuk tumbuh dengan baik. Namun, tanaman masih dapat tumbuh pada
suhu terendah 180C dan tertinggi 32 0C. Tanaman kelapa sawit cenderung tahan
angin, namun sebaiknya kecepatan angin rata-rata tidak melebihi 40 km/jam.
Tanaman kelapa sawit memiliki respon yang sangat baik terhadap kondisi
lingkungan dan perlakuan yang diberikan. Kondisi iklim dan tanah merupakan
faktor utama yang menentukan produktivitasnya, disamping pemberian faktor lain
seperti pemberian organisme seperti mikoriza (Lubis, 1992).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Widiastuti dan Goenadi (2000)
ditemukan bahwa pada perakaran kelapa sawit dijumpai beberapa organ FMA
seperti hifa internal, hifa eksternal, arbuskula, dan vesicular. Organ yang paling
jarang dijumpai adalah arbuskula. Hal ini menunjukkan bahwa FMA dapat
mengkolonisasi akar kelapa sawit dan selanjutnya membentuk organ-organ secara