TINJAUAN PUSTAKA
Logam Berat Pada Tanah
Perkembangan dan pembangunan di Indonesia yang semakin meningkat
baik dalam bidang pertanian maupun industri akan sejalan dengan penigkatan
residu atau hasil samping berupa logam berat. Logam berat yang dihasilkan
diantaranya adalah Cd, Hg, Pb, Zn,Cu, Ni dll. Logam berat merupakan unsur
logam yang mempunyai massa jenis lebih besar dari 5 g/cm3. Logam berat dari
residu pertanian maupun industri biasa dijumpai dalam jumlah yang kecil namun
sangat sulit terurai sehingga dalam jangka waaktu tertentu akan terakumulasi
dalam tubuh makhluk hidup yang meracuni makhluk hidup
(Montazeri et al., 2010).
Logam berat Secara alami sangat banyak terkandung di dalam tanah,
terutama tanah yang berasal dari batuan induk tertentu seperti tanah ultramafik
(serpentin). Pencemaran logam berat di lahan sekitar penambangan, industri dan
pertanian akan sangat meningkatkan kandungan logam berat didalam tanah karena
residu maupun akibat tindakan dari kegiatan tersebut akan dibuang ataupun di
timbun didalam tanah. Dalam jumlah yang sedikit tanah dapat mengurai logam
berat, namun secara terus menerus tanah akan terakumulasi dan tercemar logam
berat tersebut (Priyanto dan Joko, 2010).
Pencemaran logam berat saat ini sudah mempengaruhi seluruh ekosistem.
Oleh karena itu para peneliti terus mencari cara untuk mengembalikan
keseimbangan lingkungan yang telah tercemar diantaranya dengan bioremediasi.
xvi
mikroorganisme tanah dan tumbuhan sebagai hiperakumulator. Tumbuhan
dikatakan hiperakumulator apabila tanaman tersebut dapat menyerap logam berat
yang ada dilapangan dalam jumlah tertentu dan mengakumulasikan logam berat
tersebut ke dalam tubuhnya atau di sekitar perakaran tanaman tersebut
(Shah and Nongkynrih, 2007)
Jenis limbah yang potensial merusak lingkungan hidup adalah limbah
yang termasuk dalam Bahan Beracun Berbahaya (B3) yang di dalamnya terdapat
logam-logam berat. Logam berat memasuki lingkungan tanah melalui penggunaan
bahan kimia yaitu, penimbunan debu, hujan atau pengendapan, pengikisan tanah
dan limbah buangan (Montazeri et al., 2010).
Tabel 1. Kandungan logam berat dalam tanah secara alamiah (μg/g)
Logam Kandungan (Rata-Rata) Kisaran Non Populasi
As 100 5 – 3000
Co 8 1 – 40
Cu 20 2 – 300
Pb 10 2 – 200
Zn 50 10 – 300
Cd 0,06 0,05 – 0,7
Hg 0,03 0,01 – 0,3
Montazeri et al., (2010)
Beberapa logam berat tersebut banyak digunakan dalam berbagai
keperluan sehari-hari namun secara langsung maupun tidak langsung dapat
mencemari lingkungan dan apabila sudah melebihi batas yang ditentukan
berbahaya bagi kehidupan. Logam-logam berat tersebut diketahui dapat
jangka waktu lama sebagai racun. Di antara logam berat di atas, timbal merupakan
salah satu logam berat yang paling banyak dijumpai khususnya di daerah
perkotaan (Supriyanto dkk, 2007).
Timbal
Timbal adalah sebuah unsur yang biasanya ditemukan di dalam batu -
batuan, tanah, tumbuhan dan hewan. Timbal 95% bersifat anorganik dan pada
umumnya dalam bentuk garam anorganik yang umumnya kurang larut dalam air.
Selebihnya berbentuk timbal organik. Timbal organik ditemukan dalam bentuk
senyawa Tetra Ethyl Lead (TEL) dan Tetra Methyl Lead (TML). Jenis senyawa
ini hampir tidak larut dalam air, namun dapat dengan mudah larut dalam pelarut
organik misalnya dalam lipid. Waktu keberadaan timbal dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti arus angin dan curah hujan. Timbal tidak mengalami
penguapan namun dapat ditemukan di udara sebagai partikel. Karena timbal
merupakan sebuah unsur maka tidak mengalami degradasi (penguraian) dan tidak
dapat dihancurkan (Sudarwin, 2008).
Timah hitam (Pb) merupakan salah satu unsur logam berat yang bersifat
mobil dan mudah bergerak di dalam tanah. Pb dalam tanah berasal dari batuan dan
berada pada struktur silikat yang menggantikan unsur kalsium/Ca dan baru dapat
diserap oleh tumbuhan ketika Pb dalam mineral utama dan terpisah oleh proses
pelapukan. Selain itu Pb di dalam tanah juga dapat terikat pada koloid tanah baik
koloid liat maupun organik dan sering terkonsentrasi pada bagian atas tanah
karena menyatu dengan tumbuhan (Priyanto dan Joko, 2001).
Logam Pb dalam sedimen (nonorganik dan organik) dibawa oleh air
xviii
dimana air yang bersentuhan dengan timah hitam dalam suatu periode waktu
dapat mengandung > 1 μg Pb/dm3
; sedangkan batas kandungan dalam air minum
adalah 50 μg Pb/dm3
(Priyanto dan Joko, 2001).
Kandungan logam berat tanah dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya adalah jenis tanah dan juga kondisi tanah tersebut. Logam berat
terdapat banyak pada tanah- tanah masam dan juga yang miskin bahan
organiknya. Dari sebuah penelitian menyatakan bahwa pH tanah menurun selama
beberapa hari setelah aplikasi logam berat dan mikroorganisme ke dalam tanah.
Mikroorganisme juga berpartisipasi dalam proses mobilisasi dan immobilisasi
logam berat dalam tanah dengan menurunkan pH disekitar tanah tersebut
(Mühlbacova, et al., 2005)
Keracunan Pb didalam tanah dipengaruhi oleh pH tanah, potensial redox
dan jenis senyawa Pb tersebut. Secara umum Pb didalam tanah berikatan dengan
ikatan karbonat, Fe dan Mn terikat, senyawa organik dan fase residual. Dampak
negatif Pb pada fase larut ialah dapat dipertukarkan dan mudah tercuci, diserap
tanaman air dan berada di permukaan air. Sedangkan Pb dalam fase organik
karena ikatan yang kuat dari bahan organik dan sulfida (Dan et al., 2005).
Peran mikroorganisme dalam proses mobilisasi logam berat dapat dilihat
dari penelitian Mühlbacova, et al. (2005) yang menyatakan bahwa pada inkubasi
hari pertama jumlah mikroorganisme dalam tanah meningkat dan konsentrasi
logam berat menurun pada perlakuan pemberian zeolit ke dalam tanah. Hal ini
karena mikroorganisme tanah dapat menyerap Pb dan logam berat lainnya
dan biologi tanah sehingga membuat kondisi yang stabil antara logam berat dan
tanah tersebut (Mühlbachová, 2002).
Logam Pb dapat mencemari udara, tanah, air, tumbuhan, hewan dan
bahkan manusia. Masuknya Pb ke tubuh manusia dapat melalui pencernaan
bersamaan dengan tumbuhan yang biasa dikonsumsi manusia seperti padi, teh,
dan sayur-sayuran. Dari hasil penelitian menyatakan bahwa beberapa jenis
sayuran yang ditanam di pinggir jalan di kota besar mengakumulasi Pb di
daunnya. Selain melalui pencernaan, Pb masuk ke tubuh manusia melalui sistem
pernafasan. Sekitar 25-50.% Pb akan diserap oleh paru-paru karena ukurannya
yang kecil (< 0,5μm) sehingga lebih mudah diserap oleh alveoli (Ahmad, 1994).
Banyak dimanfaatkannya Pb oleh kehidupan manusia seperti sebagai
bahan pembuat baterai, amunisi, produk logam (logam lembaran, solder, dan
pipa), perlengkapan medis (penangkal radiasi dan alat bedah), cat, keramik,
peralatan kegiatan ilmiah/praktek (papan sirkuit/CB untuk komputer) untuk
campuran minyak bahan - bahan untuk meningkatkan nilai oktan. Selai itu Pb
juga penyumbang polusi terbesar di udara adalah sektor transportasi, yang
diakibatkan oleh penggunaan Pb sebagai zat aditif untuk meningkatkan bilangan
oktan pada bahan bakar. Mengingat sebagian besar Pb dalam BBM (70-80%)
akan dikeluarkan sebagai partikulat ke udara (Francis, 1994).
Logam Pb sangat beracun dan tidak dibutuhkan oleh manusia, sehingga
bila makanan tercemar oleh logam tersebut, tubuh akan mengeluarkannya. Di
dalam tubuh manusia, logam Pb bisa menghambat aktivitas enzim yang terlibat
dalam pembentukan haemoglobin (Hb) dan sebagian kecil logam Pb dieksresikan
xx
terakumulasi dalam ginjal, hati, kuku, jaringan lemak, dan rambut. Keracunan
timbal kronik menimbulkan gejala seperti depresi, sakit kepala, sulit
berkonsentrasi, gelisah, daya ingat menurun, sulit tidur, halusinasi dan kelemahan
otot. Susunan saraf pusat merupakan organ sasaran utama timbal.
(Widowati, 2008).
Azolla
Azolla merupakan tumbuhan paku-pakuan air yang kecil dan terbukti
dapat bersimbiosis dengan alga biru yakni Anabaena azolla. Di Cina dan
Vietnam, azolla sudah digunakan berabad-abad sebagai sumber N bagi padi sawah
karena kemampuannya dalam memfiksasi N2 dari udara dan menyediakan N
disekitar tumbuhnya. Selain itu ternyata azolla juga berpotensi sebagai agen
fitoremediasi logam berat. Spesies yang banyak terdapat di Indonesia terutama di
pulau Jawa adalah Azolla pinnata, dan biasa tumbuh bersama-sama padi di sawah
(Ganji et al., 2005).
Azolla dapat tumbuh pada kondisi yang lembab dan akan mati pada
keadaan kering. Azolla dapat tumbuh optimum pada suhu 20-300C dan pada pH
5,5-7. Azolla masih dapat tumbuh pada pH 3,5-10. Pertumbuhan azolla akan
terhambat pada suhu <50C dan >450C. Dalam kondisi tersebut azolla dapat
tumbuh optimal dan dapat memberi sumbangan N pada lahan sawah mencapai
450 Kg N/Ha/Tahun. Sehingga azolla hanya sedikit membutuhkan N dari
lingkungan namun membutuhkan unsur hara lain yang cukup banyak seperti
P,K,Ca, Mg, dll. Fosfat merupakan unsur yang menjadi faktor pembatas
terhambat, tanaman akan berwarna merah dan akarnya melengkung
(Hanafiah dkk, 2009)
Aplikasi azolla di sawah dapat melalui dua cara, yaitu disebar langsung
dan dibenamkan. Sebelum digunakan untuk pernupukan, azolla diperbanyak pada
kolam khusus. Bibit yang dipakai umur masih muda yaitu 2 minggu karena akan
mempengaruhi pada produktifitas. Pemberian pupuk tambahan seperti N, P dan K
sangat penting karena hal ini akan memacu pertumbuhan bibit azolla (Ruhiyat dkk., 1999).
Tabel 2. Kandungan logam berat dalam tanah secara alamiah (μg/g)
No. Unsur Kimia Berat Kering
Pengaruh penambahan bahan organik terhadap pH tanah dapat
meningkatkan atau menurunkan tergantung oleh tingkat kematangan bahan
organik yang kita tambahkan dan jenis tanahnya. Penambahan bahan organik yang
xxii
proses dekomposisi, biasanya akan menyebabkan penurunan pH tanah, karena
selama proses dekomposisi akan melepaskan asam-asam organik yang
menyebabkan menurunnya pH tanah. Namun apabila diberikan pada tanah yang
masam dengan kandungan Al tertukar tinggi, akan menyebabkan peningkatan pH
tanah, karena asam-asam organik hasil dekomposisi akan mengikat Al
membentuk senyawa komplek (khelat), sehingga Al-tidak terhidrolisis lagi.
Dilaporkan bahwa penambahan bahan organik pada tanah masam, antara lain
inseptisol, ultisol dan andisol mampu meningkatkan pH tanah dan mampu
menurunkan Al tertukar tanah. Peningkatan pH tanah juga akan terjadi apabila
bahan organik yang kita tambahkan telah terdekomposisi lanjut (matang), karena
bahan organik yang telah termineralisasi akan melepaskan mineralnya, berupa
kation-kation basa (Atmojo, 2003)
Potensi Azolla Sebagai Biosorbsi Logam Berat
Di beberapa negara berkembang azolla menjadi dasar biosorbsi untuk
perlakuan remediasi untuk tanah tercemar karena kemampuannya dalam
membersihkan kontaminan logam berat pada lahan basah. Kemampuan azolla
dibuktikan dari penelitian yang menyatakan azolla segar mampu mengadsorbsi logam
berat Pb, Cd, Cu dan Zn masing-masing sekitar 228, 86, 62 dan 48 mg / g
(biomassa azolla) (pada kondisi biomassa azolla) kemudian logam tersebut diikat
bagian jaringan tubuhnya (Ganji et al., 2005).
Kemampuan azolla dalam menyerap logam berat bergantung pada jenis
logam beratnya. Azolla mampu toleran terhadap logam Cu pada konsentrasi ± 70
ppm dan Cd ± 90 ppm, namun setelah beberapa hari azolla menunjukkan efek
mampu diserap (terakumulasi pada azolla) mencapai 4.68%. Hal ini karena
terdapatnya sejumlah besar pektin berupa gugus heteropolisakarida pada dinding sel
berperan sebagai fitochelatin (Khosravi dkk., 2005 dan Hidayat, 2011a).
Potensi azolla sebagai hiperakumulator pada logam Pb dapat dilihat dari
besarnya nilai bioakumulasi yaitu sebesar 18.139 artinya konsentrasi logam pada
azolla lebih tinggi 18.139 kali dari media tanaman (air) tanpa mengalami efek
toksisitas. Nilai biokonsentrasi belum dapat diketahui karena kecilnya berat untuk
akar dan daun bila dilakukan pemisahan sehingga tidak dilakukan, tetapi pada Cu dan
Cd masih diperlukan penelitian level konsentrasi maksimum bagi pertumbuhan azolla
sehingga tidak mengalami efek letal (toksisitas) (Hidayat, 2011a). Azolla memilki
adaptasi yang tinggi pada konsentrasi Pb, yang cukup tinggi. Pertumbuhan azolla
pada kosentrasi Pb 50 ppm lebih baik dibandingkan pada Pb 0 ppm, dimana
azolla menyerap Pb pada Daun 5.5 ppm dan pada akar 18.2 ppm. Azolla yang
dibiakan pada air tailing justru mampu menyerap Pb pada daun hingga 94 ppm
(Juhaeti dan Syarif, 2003).
Biomassa azolla yang mati akan terdekomposisi dengan cepat oleh
bantuan mikroorganisme perombak. Mikroorganisme tersebut selain merombak
biomassa azolla juga mampu menyerap logam berat yang tersedia didalam larutan
tanah. Dengan demikian, proses dekomposisi tersebut mempengaruhi
keseimbangan antara fase padat atau terlarut logam berat berat dengan
mikroorganisme pada tanah tersebut (Naidu and Bolan, 2008).
Setiap tanah memiliki sifat fisik dan kimia yang berbeda- beda, sehingga
berbeda dalam kemampuan untuk menyangga berbagai macam pencemar. Daya
xxiv
serta ada tidaknya tanaman yang tumbuh di atasnya. Dari hasil penelitian dapat
dilihat bahwa pada tanah Latosol akibat pemberian jerami padi didapat
kemampuan menyangga pencemaran logam berat Cd 10 ppm sebesar 99 %
(Kunaefi dkk, 2010).
Bahan organik tanah adalah campuran polimer kompleks yang timbul dari
mikroba dan kimia proses degradasi. Bahan organik memiliki afinitas tinggi untuk
mengikat senyawa organik serta beberapa logam dalam tanah sehingga,
mengurangi ketersediaan mereka. Sedangkan asam organik kelompok fungsional
biasanya hadir dalam bahan organik memiliki afinitas tinggi untuk menarik logam
kation (Naidu and Bolan, 2008).
Inceptisol
Inceptisol adalah tanah yang yang belum matang ( immature) dengan
perkembangan profil yang lebih lemah disbanding dengan tanah matang, dan