• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Skrining Fitokimia, Aktivitas Antioksidan Dan Antibakteri Ekstrak Metanol, Etil Asetat Dan N-Heksana Daun Benalu Kakao(Dendrophthoe Pentandra (L.) Miq.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Uji Skrining Fitokimia, Aktivitas Antioksidan Dan Antibakteri Ekstrak Metanol, Etil Asetat Dan N-Heksana Daun Benalu Kakao(Dendrophthoe Pentandra (L.) Miq.)"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

UJI SKRINING FITOKIMIA, AKTIVITAS ANTIOKSIDAN

DAN ANTIBAKTERI EKSTRAK METANOL, ETIL ASETAT

DAN n-HEKSANA DAUN BENALU KAKAO

(Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.)

SKRIPSI

CHRISYANTI ELISTA SIAHAAN

130822021

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

UJI SKRINING FITOKIMIA, AKTIVITAS ANTIOKSIDAN

DAN ANTIBAKTERI EKSTRAK METANOL, ETIL ASETAT

DAN n-HEKSANA DAUN BENALU KAKAO

(Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat

mencapai gelar Sarjana Sains

CHRISYANTI ELISTA SIAHAAN

130822021

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PERSETUJUAN

Judul : Uji Skrining Fitokimia, Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri Ekstrak Metanol, Etil Asetat dan n-Heksana Daun Benalu Kakao (Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.)

Kategori : Skripsi

Nama : Chrisyanti Elista Siahaan Nomor Induk Mahasiswa : 130822021

Program Studi : Sarjana (S1) Kimia Departemen : Kimia

Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Disetujui Medan, Maret 2015

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2, Pembimbing 1,

Helmina Br Sembiring, S.Si, M.Si Dra. Herlince Sihotang, M.Si NIP. 197602022000122002 NIP. 195503251986012002

Disetujui Oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

(4)

PERNYATAAN

UJI SKRINING FITOKIMIA, AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN ANTIBAKTERI EKSTRAK METANOL, ETIL ASETAT DAN n-HEKSANA DAUN BENALU KAKAO

(Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.)

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Maret 2015

(5)

PENGHARGAAN

Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat dan Karunia-Nya yang telah diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan baik.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat dalam rangka menyelesaikan program Sarjana (S1) Kimia FMIPA USU Medan yang ditulis berdasarkan pengamatan dan analisa penulis dengan judul ”Uji Skrining Fitokimia, Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri Ekstrak Metanol, Etil Asetat dan n-Heksana Daun Benalu Kakao (Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.)”.

Skripsi ini dapat ditulis dan terwujud atas bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak secara langsung maupun secara tidak langsung. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Sutarman, M.Sc selaku Dekan FMIPA USU.

2. Ibu Dr. Rumondang Bulan Nst, MS selaku Ketua Departemen Kimia FMIPA USU dan bapak Drs. Albert Pasaribu, M.Sc selaku Sekretaris Departemen Kimia FMIPA USU.

3. Ibu Dra. Herlince Sihotang, M.Si selaku Dosen Pembimbing 1 dan Ibu Helmina br Sembiring, S.Si, M.Si selaku Dosen Pembimbing 2 penulis yang telah banyak membimbing, memberikan masukan dan petunjuk sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini.

4. Bapak Dr. Lamek Marpaung, M.Sc selaku Kepala Laboratorium Kimia Organik Bahan Alam FMIPA USU yang telah banyak membimbing, memberikan masukan dan petunjuk sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dan seluruh asisten-asisten Laboratorium Kimia Organik Bahan Alam FMIPA USU (Rickson, Handes, Andre, Debynati dan Rut).

5. Ibu Dra. Erly Sitompul, M.Si selaku Kepala Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Farmasi USU yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini.

6. Kedua orang tua saya yang sangat saya sayangi, ayah saya E.H.Siahaan dan ibu saya Dra. R.Tampubolon yang telah banyak memberikan bantuan berupa doa dan dukungan moril maupun materil selama penulisan Skripsi ini.

Saya menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat berguna bagi para pembaca umumnya, dan bagi penulis khususnya.

Saya berharap apa yang saya sajikan sekarang ini tidak hanya menjadi sebuah persyaratan saja, tetapi juga bisa menjadi referensi untuk rekan – rekan mahasiswa.

(6)

UJI SKRINING FITOKIMIA, AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN ANTIBAKTERI EKSTRAK METANOL, ETIL ASETAT

DAN n-HEKSANA DAUN BENALU KAKAO (Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian mengenai skrining fitokimia, aktivitas antioksidan dan antibakteri ekstrak metanol, etil asetat dan n-heksana daun benalu kakao (Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.). Serbuk daun benalu kakao diekstraksi dengan metanol, etil asetat dan n-heksana selama 2 x 24 jam secara maserasi. Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan adanya golongan senyawa alkaloid, flavonoid, terpenoid, tanin dan saponin. Kemudian diuji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH dan aktivitas antibakteri dengan metode difusi agar. Nilai IC50 yang diperoleh untuk ekstrak metanol, etil asetat dan n-heksana daun benalu

kakao yaitu dengan nilai IC50 masing-masing 28,0435 ppm ; 23,673 ppm dan

228,072ppm. Aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat daun benalu kakao pada bakteri gram positif Staphylococcus aureus dan Bacillus cereus dengan konsentrasi 500 mg/ml menunjukkan aktivitas dengan zona hambat masing-masing 16,2 mm dan 17,2 mm (sedang/intermediate) dan pada bakteri gram negatif Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa dengan konsentrasi 500 mg/ml menunjukkan aktivitas dengan zona hambat masing-masing 16,2 mm dan 15,1 mm (sedang/intermediate).

(7)

THE TESTED PHYTOCHEMICAL SCREENING, ANTIOXIDANT AND ANTIBACTERIAL ACTIVITIES METHANOL EXTRACT,

ETHYL ACETATE AND n-HEXANA FROM COCOA PARASITIC PLANT

(Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.)

ABSTRACT

The research had been done about the tested phytochemical screening, antioxidant and antibacterial activities methanol extract, acetat ethyl and n-hexana from cocoa parasitic plant (Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.). The powder of cocoa parasitic plant with destilate methanol, ethyl acetate and n-hexana for 2 x 24 hours by maceration. The tested phytochemical screening showed the presence compounds of alcaloid, flavonoid, terpenoid, tanin and saponin. Then tested with DPPH antioxidant activity and antibacterial activity by the agar diffusion method. IC50 values obtained for the methanol extract, ethyl acetate and n-hexana of cocoa

parasitic plant were 28,0435ppm ; 23,673 ppm and 228,072 ppm IC50 values

respectively. The antibacterial activity ethyl acetate extract from cocoa parasitic plant at gram positive bacteria Staphylococcus aureus and Bacillus cereus with concentration of 500 mg/ml showed activity with 16,2 mm and 17,2 mm diameters respectively (intermediate) and gram negative bacteria Escherichia coli and Pseudomonas aerugnosa with concentration of 500 mg/ml showed activity with 16,2 mm and 15,1 mm diameters respectively (intermediate).

(8)
(9)
(10)
(11)

4.2 Pembahasan

4.2.1 Penentuan Kadar Air Serbuk Daun Benalu Kakao

4.2.2 Ekstrak Metanol, Etil Asetat dan n- Heksana Daun Benalu Kakao

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel

2.1 Prosedur Pewarnaan Gram 28

2.2 Bakteri Gram-Positif vs Gram-Negatif :

Perbandingan Gambaran Selubung Sel 29 4.1 Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol,

Etil Asetat dan n-Heksana Daun Benalu

Kakao (Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.) 54 4.2 Hasil Pengukuran Absorbansi Ekstrak Metanol,

Etil Asetat dan n-Heksana Daun Benalu

Kakao (Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.) 55 4.3 Hasil Pengukuran Absorbansi Vitamin C 56 4.4 Hasil dari Persamaan Garis Regresi Linear

dan Nilai IC50yang diperoleh dari Ekstrak

Metanol, Etil Asetat, n-Heksana Daun Benalu Kakao (Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.)

Serta Vitamin C 57

4.5 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol, Etil Asetat dan n-Heksana Daun Benalu

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar

2.1 Mekanisme Penghambatan Radikal DPPH 1

2.2 Bakteri Staphylococcus aureus 21

2.3 Bakteri Bacillus cereus 23

2.4 Bakteri Escherichia coli 24

2.5 Bakteri Pseudomonas aeruginosa 26

4.1 Grafik % Peredaman vs Konsentrasi Ekstrak Metanol, Etil Asetat dan n-Heksana Daun

Benalu Kakao (Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.)

dan Vitamin C 56

4.2 Zona hambat bakteri Staphylococcus aureus

untuk ekstrak metanol 59 4.3 Zona hambat bakteri Bacillus cereusuntuk

ekstrak metanol 59 4.4 Zona hambat bakteri Escherichia coli untuk

ekstrak metanol 60 4.5 Zona hambat bakteri Pseudomonas aeruginosa

untuk ekstrak metanol 60 4.6 Zona hambat bakteri Staphylococcus aureus

untuk ekstrak etil asetat 61 4.7 Zona hambat bakteri Bacillus cereusuntuk

ekstrak etil asetat 61 4.8 Zona hambat bakteri Escherichia coli untuk

ekstrak etil asetat 62 4.9 Zona hambat bakteri Pseudomonas aeruginosa

untuk ekstrak etil asetat 62 5.0 Zona hambat bakteri Staphylococcus aureus

untuk ekstrak n-heksana 63 5.1 Zona hambat bakteri Bacillus cereusuntuk

ekstrak n-heksana 63 5.2 Zona hambat bakteri Escherichia coli untuk

ekstrak n-heksana 63 5.3 Zona hambat bakteri Pseudomonas aeruginosa

untuk ekstrak n-heksana 63 5.4 Reaksi Alkaloid dengan pereaksi Dragendorf 66 5.5 Reaksi Alkaloid dengan pereaksi Wagner 67 5.6 Reaksi Alkaloid dengan pereaksi Mayer 68 5.7 Reaksi Alkaloid dengan pereaksi Bouchardat 68 5.8 Reaksi Hidrolisis Saponin dalam Air 69

5.9 Reaksi Uji Tanin dengan FeCl3 69

6.0 Reaksi Uji Flavonoid dengan HCl pekat dan

(14)
(15)

DAFTAR LAMPIRAN

4. Gambar Serbuk Daun Benalu Kakao (Dendrophthoe

pentandra (L.) Miq.) 84

5. Hasil Uji Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol Daun Benalu Kakao (Dendrophthoe pentandra 9. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol

Daun Benalu Kakao (Dendrophthoe pentandra

(L.) Miq.) 90

10. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etil Asetat Daun Benalu Kakao (Dendrophthoe pentandra

(L.) Miq.) 93

11. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak n-Heksana Daun Benalu Kakao (Dendrophthoe pentandra

(L.) Miq.) 96

(16)

UJI SKRINING FITOKIMIA, AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN ANTIBAKTERI EKSTRAK METANOL, ETIL ASETAT

DAN n-HEKSANA DAUN BENALU KAKAO (Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian mengenai skrining fitokimia, aktivitas antioksidan dan antibakteri ekstrak metanol, etil asetat dan n-heksana daun benalu kakao (Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.). Serbuk daun benalu kakao diekstraksi dengan metanol, etil asetat dan n-heksana selama 2 x 24 jam secara maserasi. Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan adanya golongan senyawa alkaloid, flavonoid, terpenoid, tanin dan saponin. Kemudian diuji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH dan aktivitas antibakteri dengan metode difusi agar. Nilai IC50 yang diperoleh untuk ekstrak metanol, etil asetat dan n-heksana daun benalu

kakao yaitu dengan nilai IC50 masing-masing 28,0435 ppm ; 23,673 ppm dan

228,072ppm. Aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat daun benalu kakao pada bakteri gram positif Staphylococcus aureus dan Bacillus cereus dengan konsentrasi 500 mg/ml menunjukkan aktivitas dengan zona hambat masing-masing 16,2 mm dan 17,2 mm (sedang/intermediate) dan pada bakteri gram negatif Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa dengan konsentrasi 500 mg/ml menunjukkan aktivitas dengan zona hambat masing-masing 16,2 mm dan 15,1 mm (sedang/intermediate).

(17)

THE TESTED PHYTOCHEMICAL SCREENING, ANTIOXIDANT AND ANTIBACTERIAL ACTIVITIES METHANOL EXTRACT,

ETHYL ACETATE AND n-HEXANA FROM COCOA PARASITIC PLANT

(Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.)

ABSTRACT

The research had been done about the tested phytochemical screening, antioxidant and antibacterial activities methanol extract, acetat ethyl and n-hexana from cocoa parasitic plant (Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.). The powder of cocoa parasitic plant with destilate methanol, ethyl acetate and n-hexana for 2 x 24 hours by maceration. The tested phytochemical screening showed the presence compounds of alcaloid, flavonoid, terpenoid, tanin and saponin. Then tested with DPPH antioxidant activity and antibacterial activity by the agar diffusion method. IC50 values obtained for the methanol extract, ethyl acetate and n-hexana of cocoa

parasitic plant were 28,0435ppm ; 23,673 ppm and 228,072 ppm IC50 values

respectively. The antibacterial activity ethyl acetate extract from cocoa parasitic plant at gram positive bacteria Staphylococcus aureus and Bacillus cereus with concentration of 500 mg/ml showed activity with 16,2 mm and 17,2 mm diameters respectively (intermediate) and gram negative bacteria Escherichia coli and Pseudomonas aerugnosa with concentration of 500 mg/ml showed activity with 16,2 mm and 15,1 mm diameters respectively (intermediate).

(18)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Benalu (Loranthus, suku Loranthaceae) dapat ditemukan diberbagai daerah subtropis atau tropis tetapi pada umumnya benalu tersebut hanya dapat tumbuh didaerah tropis. Menurut catatan dalam buku Journal of The Asiatic Society of Bengal vol.LVI part 2 (1887) telah ditemukan tumbuhan benalu di Indonesia, antara lain di Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Di Indonesia sebenarnya ada berbagai spesies benalu tetapi masyarakat umum lebih mengenal benalu berdasarkan inang tempat tumbuhnya seperti benalu teh, benalu mangga, benalu kopi dan lain-lain (Pitojo, 1996).

Benalu pada umumnya banyak dibuang karena disatu pihak dianggap sebagai tumbuhan pengganggu yang merugikan berbagai tanaman berkayu. Hal ini disebabkan karena sifat parasitnya pada tumbuhan komersial seperti teh dan tumbuhan penghasil buah-buahan, tetapi dilain pihak benalu dianggap sebagai tumbuhan yang bermanfaat karena potensinya sebagai tanaman obat. Secara tradisional, benalu digunakan sebagai obat batuk, sakit gigi, sakit perut, diuretik, diare, penghilang nyeri, tumor, pegal-pegal, campak dan cacar air sedangkan benalu pada jeruk nipis dimanfaatkan sebagai ramuan obat untuk penyakit

amandel serta benalu teh dan benalu mangga sebagai obat antikanker (Fajriah, 2007).

(19)

et al, 2003). Namun pada setiap jenis benalu memiliki perbedaan dugaan keberadaan dan kelimpahan kandungan senyawa metabolit sekunder yang berbeda. Hal ini disebabkan karena inang benalu yang berbeda mempengaruhi kemapuan benalu sebagai parasit oleh jalur secara langsung maupun tidak langsung. Karena benalu memperoleh nutrisi dan senyawa defensif dari inang benalu tersebut, banyak bagian-bagian dari benalu tergantung pada kualitas inang mereka (Adler, 2002). Perbedaan dugaan keberadaan dan kelimpahan kandungan senyawa metabolit sekunder benalu juga dipengaruhi oleh usia sampel, meskipun secara kualitatif kandungan metabolit sekundernya sama dan juga tergantung pada faktor lingkungan dan faktor dalam tumbuhan itu sendiri (Erlyani, 2012).

Beberapa penelitian sebelumnya telah meneliti daun benalu yaitu pengujian aktivitas antioksidan dari ekstrak daun benalu lobi-lobi (Dendrophthoe pentandra (L.) Miq) menggunakan pelarut etil asetat, metanol dan n-heksana dimana diperoleh nilai IC50 untuk ekstrak etil asetat 17,60 ppm ; ekstrak metanol

25,40 ppm dan ekstrak n-heksana >200 ppm (Anita et al, 2014) serta pengujian aktivitas antioksidan dari ekstrak daun benalu teh (Scurrula parastica (L.)) menggunakan pelarut metanol, etil asetat, n-heksana dan air dimana diperoleh nilai IC50 untuk ekstrak metanol 93,59 µg/ml ; ekstrak air 121,17 µg/ml ; ekstrak

etil asetat 617,03 µg/ml dan ekstrak n-heksana 697,68 µg/ml (Athiroh, 2012).

(20)

mm (konsentrasi 25%) ; 10,96 mm (konsentrasi 50%) ; 14,71 mm (konsentrasi 75%) dan 16,85 mm (konsentrasi 100%) (Anita et al, 2014).

Benalu kakao (Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.) adalah salah satu contoh dari beberapa tumbuhan benalu yang dapat ditemukan pada pohon kakaoyang berada dikawasan daerah kebun cokelat Pematang Siantar, Sumatera Utara. Masyarakat setempat didaerah tersebut kurang mengetahui manfaat dari benalu kakao tersebut yang dapat digunakan sebagai pengobatan tradisional sehingga banyak dibuang karena dianggap merugikan pohon kakao yang ditumpanginya. Benalu kakao dapat menghasilkan ekstrak yang dihasilkan dari berbagai jenis pelarut. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti ekstrak benalu kakao menggunakan pelarut metanol, etil asetat dan n-heksana yang dapat berpotensi sebagai antioksidan (menggunakan metode DPPH (2,2-diphenyl-1-picryl-hydrazil )dan antibakteri (menggunakan metode difusi agar).

1.2 Perumusan Masalah

1. Golongan senyawa metabolit sekunder apakah yang terdapat didalam ekstrakmetanol, etil asetat dan n-heksanakasar daun benalu kakao (Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.) berdasarkan uji skrining fitokimia. 2. Bagaimanakah aktivitas antibakteri ekstrak metanol, etil asetat dan n-heksana

daun benalu kakao (Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.) terhadap

bakteriStaphylococcus aureus, Bacillus cereus, Escherichia colidan Pseudomonas aeruginosa.

3. Bagaimanakah aktivitas antioksidan ekstrak metanol, etil asetat dan n-heksana daun benalu kakao (Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.).

1.3 Pembatasan Masalah

Batasan permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1. Analisa pendahuluan untuk daun benalu kakao (Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.) yaitu uji skrining fitokimia.

(21)

3. Pengujian aktivitas antioksidan ekstrak metanol, etil asetat dan n-heksana daun benalu kakao (Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.).

1.4 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui golongan senyawa metabolit sekunder yang terdapat didalam ekstrak metanol, etil asetat dan n-heksana kasar daun benalu kakao (Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.) dengan uji skrining fitokimia.

2. Untuk mengetahui aktivitas antibakteri daun benalu kakao (Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.) terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa.

3. Untuk mengetahui aktivitas antioksidan ekstrak metanol, etil asetat dan n-heksana daun benalu kakao (Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.).

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai senyawa metabolit sekunder yang terdapat didalam ekstrak metanol, etil asetat dan n-heksana daun benalu kakao (Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.), aktivitas antioksidandan sifat antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, Escherichia colidan Pseudomonas aeruginosa.

1.6 Lokasi Penelitian

Untuk ekstraksi dan skrining fitokimia daun benalu kakao (Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.) dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Bahan Alam

FMIPA USU Medan, untuk uji aktivitas antioksidan di Laboratorium Kimia Departemen Kimia FMIPA USU Medan dan untuk uji aktivitas antibakteri dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Farmasi USU Medan.

1.7 Metode Penelitian

(22)
(23)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumbuhan Benalu Kakao (Dendropthoe pentandra (L.) Miq.)

Benalu merupakan tanaman unik, satu sisi benalu merupakan parasit bagi inang tempat tumbuhnya, tetapi disisi lain benalu merupakan tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai obat. Keunikan lain dari benalu adalah benalu yang sama dapat tumbuh pada inang yang berbeda. Begitu pula sebaliknya, benalu dengan spesies yang berbeda juga dapat tumbuh pada spesies inang yang sama (Soejono, 1995).

Benalu ada yang dapat hidup dengan baik di daerah bercurah hujan sedikit, maupun di daerah bercurah hujan banyak. Selain itu, ada pula benalu yang dapat hidup di daerah berbulan basah sedikit maupun di daerah yang memiliki bulan basah banyak. Selain di benua Eropa, benalu juga telah ditemukan di Indonesia antara laindi Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Salah satu contoh tumbuhan benalu yang ditemukan antara lain benalu kakao (Pitojo, 1996).

Dendrophthoe pentandra (L.) Miq. merupakan benalu yang dapat tumbuh diberbagai inang yaitu pada inang lobi-lobi, mangga, nangka, jambu air dan juga cokelat (kakao). Dendrophthoe pentandra (L.) Miq. merupakan salah satu jenis benalu yang digunakan sebagai tanaman obat tradisional yang tersebar luas di Indonesia. Perbedaan inang benalu diperkirakan menghasilkan metabolit sekunder

yang berbeda, maka perlu dilakukan penelitian untuk melihat inang dari tanaman apa yang mempunyai khasiat paling baik dalam mengatasi berbagai penyakit yang ditimbulkan khususnya pada bakteri patogen seperti Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa (Nasution et al, 2008).

(24)

Kingdom : Plantae

Species : Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.

2.2 Senyawa Metabolit

Senyawa metabolit adalah senyawa yang digolongkan berdasarkan biogenesisnya, artinya berdasarkan sumber bahan baku dan jalur biosintesisnya. Terdapat 2 jenis metabolit yaitu metabolit primer dan metabolit sekunder. Metabolit primer (polisakarida, protein, lemak dan asam nukleat merupakan penyusun utama makhluk hidup, sedangkan metabolit sekunder meski tidak sangat penting bagi eksistensi suatu makhluk hidup tetapi sering berperan menghadapi spesies-spesies lain. Misalnya zat kimia untuk pertahanan, penarik seks dan feromon (Rustaman, 2006). Identifikasi kandungan metabolit sekunder merupakan langkah awal yang penting dalam penelitian pencarian senyawa bioaktif baru dari bahan alam yang dapat menjadi prekursor bagi sintesis obat baru atau prototipe obat beraktivitas tertentu (Rasyid, 2012). Identifikasi ini

merupakan uji fitokimia. Metode yang dilakukan merupakan metode uji berdasarkan (Harborne, 1987) yang telah dimodifikasi. Uji yang dilakukan antara lain uji flavonoid, senyawa fenolik, alkaloid, saponin, tanin dan terpenoid.

(25)

senyawa bahan alam yaitu alkaloid, flavonoid, terpenoid, saponin dan tanin (Lenny, 2006).

2.2.1 Alkaloida

Alkaloida adalah kelompok beragam dari berat molekul yang rendah, nitrogen yang mengandung komponen-komponen yang sebagian besar berasal dari asam-asam amino. Alkaloida merupakan turunan yang paling umum dari asam amino. Alkaloida pada umumnya mencakup senyawa yang bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloida pada umumnya juga mempunyai keaktifan fisiologi yang menonjol, sehingga oleh manusia alkaloida sering dimanfaatkan sebagai pengobatan. Secara kimia, alkaloida merupakan suatu golongan heterogen. Secara fisik, alkaloida dipisahkan dari kandungan tumbuhan lainnya sebagai garamnya dan sering diisolasi sebagai kristal hidroklorida atau pikrat (Harborne, 1987).

Struktur dari alkaloid beranekaragam, dari mulai alkaloid berstrukur sederhana sampai yang rumit. Banyak alkaloid bersifat terpenoid dan beberapa sebaiknya ditinjau dari segi biosintesis sebagai terpenoid termodifikasi, misalnya solanin, alkaloid-alkaloid kentang dan Solanum tuberosum. Banyak sekali alkaloid yang khas pada suatu tumbuhan atau beberapa tumbuhan sekerabat, sehingga nama alkaloid sering diturunkan dari sumber tumbuhan penghasilnya.

Misalnya alkaloid atropa atau alkaloid tropana, dan sebagainya (Rustaman, 2006). Akaloid tanaman diturunkan saat ini digunakan secara klinis termasuk analgesik, agen anti-neoplastik, relaksan otot, antivirus, sitotoksik, antinosiseptik, antikolinergik, antiinflamasi dan aktivitas pengikatan DNA dan beberapa dari alkaloid juga telah digunakan dalam pengobatan penyakit, miastenia gravis dan miopati (Seifu, D et al, 2002).

Alkaloid dikelompokkan atas 3 bagian sebagai berikut :

a. Elemen yang mengandung N terlibat pada pembentukan alkaloid

(26)

fenilalanina) dan triptofan. Asam amino alifatik termasuk lisin, juga termasuk pada pembentukan alkaloid.

b. Elemen tanpa N

Pada umumnya terdapat kemiripan elemen tanpa N dari alkaloid senyawa kimia tanaman tanpa N seperti inti C1 (gugus metil), inti C2 (elemen asetat), inti C5 (isoprena, kebanyakan sebagai dimer “monoterpenoida”) dan senyawa aromatik tipe fenilpropana (tipe asam sinamat benzoat C6-C1). Dua pengamatan memerlukan uraian khusus, yaitu pertama, suatu jenis hubungan antara elemen tanpa N dan elemen dengan N dari alkaloid, kemudian variasi khusus komponen monoterpenoida pada keluarga alkaloid tertentu.

c. Reaksi yang mungkin memegang peranan penting pada biosintesis alkaloid

Sangat sedikit yang sudah diketahui tentang mekanisme yang tepat untuk mengikatkan elemen-elemen menjadi alkaloida menggunakan enzim. Pengamatan pembanding suatu alkaloida dalam pembentukannya, demikian pula analogi reaksi-reaksinya yang penting dalam metabolisme primer tanaman, memberikan dugaan yang masuk akal, tentang jenis reaksi yang dapat mengaitkan elemen sederhana menjadi alkaloid yang rumit (Sirait, 2006).

2.2.2 Flavonoida

Flavonoida adalah kelompok polifenol yang secara luas didistribusikan ke

seluruh bagian kerajaan tumbuhan. Flavonoid memiliki banyak toksisitas rendah pada mamalia. Flavonoid menunjukkan beberapa efek biologis seperti anti-inflamasi, anti-hepatotoksik dan anti-ulkus. Flavonoid juga menghambat enzim seperrti reduktase aldosa dan oksidasi xantin. Banyak memiliki aktivitas antivirus dan beberapa dari flavonoid memiliki perlindungan terhadap mortalitas kardiovaskular. Flavonoid telah terbukti menghambat pertumbuhan berbagai jalur sel kanker in vitro dan mengurangi perkembangan tumor pada hewan percobaan (Seifu, D, et all, 2002).

Senyawa flavonoida adalah senyawa yang mengandung C15terdiri atas dua inti

(27)

karateristik bentuk hidroksilasi phloroglusinol atau resorsinol, dan cincin B biasanya 4-,3,4-, atau 3,4,5-terhidroksilasi (Sastrohamidjojo, 1996). Senyawa ini dapat diekstraksi dengan etanol 70% dan tetap ada dalam lapisan air setelah ekstrak ini dikocok dengan eter minyak bumi. Flavonoida berupa senyawa fenol, oleh karena itu warnanya berubah bila ditambah basa atau amoniak (Harborne, 1987).

Flavonoida pada tumbuhan berfungsi dalam pengaturan fotosintesis, kerja antimikroba dan antivirus, dan kerja terhadap serangga (Robinson, 1995). Adapun fungsi flavonoida dalam kehidupan manusia yaitu sebagai stimulat pada jantung, hesperidin mempengaruhi pembuluh darah kapiler. Flavon terhidrolisasi bekerja sebagai diuretik dan antioksidan pada lemak (Sirait, 2007).

Efek flavonoid terhadap macam-macam organisme sangat banyak macamnya dan dapat menjelaskan mengapa tumbuhan yang mengandung flavonoid dipakai dalam pengobatan tradisional. Flavonoid dapat bekerja sebagai inhibitor kuat pernapasan. Beberapa flavonoid menghambat fosfodiesterase. Flavonoid lain menghambat aldoreduktase, monoamina oksidase, protein kinase, balik transkriptase, DNA polimerase dan lipooksigenase. Penghambatan lipooksigenase dapat menimbulkan pengaruh lebih luas karena lipooksigenase merupakan langkah pertama pada jalur yang menuju ke hormon eikosanoid seperti prostaglandin dan tromboksan. Memang, karena flavonoid sering merupakan senyawa pereduksi yang baik, mereka menghambat banyak reaksi oksidasi, baik

secara enzim maupun nonenzim. Flavonoid bertindak sebagai penampung yang baik radikal hidroksi dan superoksida dan dengan demikian melindungi lipid membran terhadap reaksi yang merusak (Robinson. 1995).

2.2.3 Terpenoid

(28)

(polifrenil fosfat), dan komponen struktural membran (pitosterol) (Seifu, D, et al, 2002).

Terpenoid adalah senyawa alam yang terbentuk dengan proses biosintesis, terdistribusi luas dalam dunia tumbuhan dan hewan. Terpenoid ditemui tidak saja pada tumbuhan tingkat tinggi namun juga pada terumbu karang dan mikroba. Struktur terpenoid dibangun oleh molekul isoprena, CH2=C(CH3)-CH=CH2,

kerangka terpenoid terbentuk dari dua atau lebih banyak satuan unit isoprena (C5). Terpenoid yang disebut juga isoprenoid, diklasifikasikan atas jumlah unit isoprena yang membangunnya, dengan demikian ada yang terdiri atas dua (C10), tiga (C15), empat (C20), enam (C30), atau delapan (C40) isoprena. Terpenoid

dapat juga dikelompokkan menjadi monoterpen, seskuiterpen, diterpen, triterpen dan tetraterpen. Senyawa terpenoid berkisar dari senyawa volatil, yaitu komponen minyak atsiri, yang merupakan mono dan seskuiterpen (C10 dan C15), senyawa yang kurang volatil, yakni diterpen (C20), sampai senyawa nonvolatil seperti triterpenoid dan sterol (C30) seperti karatenoid (Sirait, 2007).

Berbagai macam aktivitas fisiologi yang menarik ditunjukkan oleh beberapa triterpenoid, dan senyawa ini merupakan komponen aktif dalam tumbuhan obat yang telah digunakan untuk penyakit termasuk diabetes, gangguan menstruasi, patukan ular, gangguan kulit, kerusakan hati dan malaria. Beberapa senyawa mungkin mempunyai nilai ekologi bagi tumbuhan yang mengandungnya karena senyawa ini bekerja sebagai antifungus, insektisida atau antipemangsa.

Akan tetapi senyawa lain menstimulasi serangga bertelur. Beberapa senyawa menunjukkan aktivitas antibakteri atau antivirus (Robinson. 1995).

2.2.4 Saponin

(29)

saponin bekerja sebagai antimikroba juga. Pada beberapa tahun terakhir ini saponin tertentu menjadi penting karena dapat diperoleh dari beberapa tumbuhan dengan hasil yang baik dan digunakan sebagai bahan baku untuk sintesis hormon steroid yang digunakan dalam bidang kesehatan. Penyebaran saponin dalam tumbuhan ditinjau dalam (Robinson, 1995).

2.2.5 Tanin

Tanin merupakan salah satu metabolit sekunder yang dapat digunakan tumbuhan untuk melindungi dari seragam bakteri dan cendawan (Salisbury, 1995). Tanin tersebar luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae terdapat khusus dalam jaringan kayu. Dalam industri, tanin adalah senyawa yang berasal dari tumbuhan, yang mampu mengubah kulit hewan yang mentah menjadi kulit siap pakai karena kemampuannya menyambung silang protein. Sebagian besar tumbuhan yang banyak bertanin dihindari oleh hewan pemakan tumbuhan karena rasanya yang sepat (Rustaman, 2006).

Secara kimiawi tanin merupakan senyawa kompleks, biasanya merupakan campuran polifenol yang sulit dipisahkan karena tidak mengkristal. Apabila tanin direaksikan dengan air akan membentuk larutan koloid yang memberikan reaksi asam dan reaksi yang tajam (Harborne, 1996). Tanin memiliki peranan biologis yang kompleks mulai dari pengendap protein hingga pengkhelat logam. Tanin juga dapat berfungsi sebagai antioksidan biologis (Hagerman, 2002).

2.3 Ekstraksi

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati dan simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yangtersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang ditetapkan. Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan kandungan senyawa kimia dari jaringan tumbuhan atau hewan dengan menggunakan penyari tertentu (Depkes RI, 2000).

(30)

berbeda. Hal ini menunjukkan adanya interaksi antara zat terlarut dengan pelarut. Senyawa polar akan larut dalam pelarut polar, begitu juga sebaliknya. Sifat penting yang harus diperhatikan dalam pemilihan pelarut adalah selekstivitas, kemampuan untuk mengekstrak, toksisitas, kemudahan untuk diuapkan dan harga (Harborne, 1987).

Metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu :

A. Cara Dingin 1. Maserasi

Maserasi berasal dari kata macerace yang artinya melunakkan. Maserat adalah hasil penarikan simplisia dengan cara maserasi, sedangkan maserasi adalah cara penarikan simplisia dengan merendam simplisia tersebut dalam cairan penyari dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur kamar, sedangkan remaserasi merupakan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya (Depkes, 2000). Keuntungan dari metode maserasi adalah prosedur dan peralatannya sederhana, sedangkan kerugiannya adalah pelarut yang digunakan lebih banyak (Agoes, 2007).

2. Perkolasi

Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut yang selalu baru

sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap pelembaman bahan, tahap perendaman antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) terus menerus sampai diperoleh perkolat yang jumlahnya 1-5 kali bahan (Harborne, 1987).

B. Cara Panas 1. Sokletasi

(31)

mencapai tinggi tertentu maka akan turun ke labu destilasi, demikian berulang-ulang (Depkes, 2000).

2. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya selama waktu tertentu dan pelarut akan terdestilasi menuju pendingin dan akan terdestilasi menuju pendingin dan akan kembali ke labu (Depkes, 2000).

3. Infudasi

Infudasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98oC) selama waktu tertentu (15-20 menit) (Depkes RI, 2000).

4. Dekoktasi

Dekoktasi adalah infus pada waktu yang lebih lama (30 menit) dan temperatur sampai titik didih air (Depkes RI, 2000).

2.4 Radikal Bebas

Menurut Soematmaji (1998), yang dimaksud radikal bebas (free radical) adalah suatu senyawa atau molekul yang mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital luarnya. Adanya elektron yang tidak berpasangan menyebabkan senyawa tersebut sangat reaktif mencari pasangan, dengan cara menyerang dan mengikat elektron molekul yang berada di sekitarnya. Radikal bebas tersebut dapat mengoksidasi asam nukleat, protein, lemak, bahkan DNA sel

dan menginisiasi timbulnya penyakit degeneratif (Leong dan Shui, 2001).

Keseimbangan antara kandungan antioksidan dan radikal bebas di dalam tubuh merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan tubuh. Apabila jumlah radikal bebas terus bertambah sedangkan antioksidan endogen jumlahnya tetap, maka kelebihan radikal bebas tidak dapat dinetralkan. Akibatnya radikal bebas akan bereaksi dengan komponen-komponen sel dan akan menimbulkan kerusakan sel (Arnelia, 2002).

(32)

mitokondria dan oksidasi ion-ion ologam transisi. Sedangkan radikal bebas eksogen berasal dari luar sistem tubuh, misalnya sinar UV. Di samping itu, radikal bebas eksogen dapat berasal dari aktifitas lingkungan (Rohhmatusolihat, 2009).

2.5 Antioksidan

Antioksidan didefinisikan sebagai zat yang dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi autooksidasi radikal bebas dalam oksidasi lipid (Kochhar and Rossell, 1990). Antioksidan merupakan zat yang dapat melawan pengaruh bahaya dari radikal bebas yang terbentuk sebagai hasil metabolisme oksidatif, yaitu hasil dari reaksi-reaksi kimia dan proses metabolik yang terjadi didalam tubuh. Berbagai bukti ilmiah menunjukkan bahwa senyawa antioksidan mengurangi resiko terhadap penyakit kronis, seperti kanker dan penyakit jantung koroner (Amrun et al, 2007).

Antioksidan dapat digolongkan menjadi antioksidan enzim dan vitamin. Antioksidan enzim meliputi superoksida dimutase (SOD), katalase dan glutation peroksidase (GSH.Prx). Antioksidan vitamin mencakup alfa tokoferol (vitamin E), beta karoten (pro vitamin A) dan asam askorbat (vitamin C). Superoksida dismutase berperan dalam melawan radikal bebas pada mitokondria, sitoplasma dan bakteri aerob dengan mengurangi bentuk radikal bebas superoksida. SOD murni berupa peptida orgoteina yang disebut agen anti peradangan. Kerja SOD akan semakin aktif dengan adanya poliferon yang diperoleh dari konsumsi teh.

Enzim yang mengubah hidrogen peroksida menjadi air dan oksigen adalah katalase. Fungsinya menetralkan hidrogen peroksida beracun dan mencegah formasi gelembung CO2 dalam darah (Rohmatussolihat, 2009).

Mekanisme antioksidan dalam menghambat oksidasi atau menghentikan reaksi berantai radikal bebas dari lemak yang teroksidasi dapat disebabkan oleh 4 (empat) tahap mekanisme reaksi, yaitu :

1. Pelepasan hidrogen dari antioksidan 2. Pelepasan elektron dari antioksidan

3. Addisi lemak kedalam cincin aromatik pada antioksidan, dan

(33)

Antioksidan dapat menghambat setiap proses oksidasi. Tahapan proses Berdasarkan fungsinya, antioksidan dapat digolongkan menjadi tiga yaitu : 1. Antioksidan Primer

Antioksidan primer berfungsi untuk mencegah pembentukan senyawa radikal baru karena dapat merubah radikal bebas yang ada menjadi molekul yang berkurang dampak negatifnya, sebelumnya radikal bebas ini sempat bereaksi. Contoh enzim superoksida dismutase (SOD) yang berfungsi sebagai pelindung hancurnya sel-sel dalam tubuh karena radikal bebas (Kumalaningsih, 2006).

2. Antioksidan Sekunder

Antioksidan sekunder adalah senyawa yang berfungsi menangkap serta mencegah terjadinya reaksi berantai. Contoh antioksidan sekunder : vitamin E, vitamin C,

betakaroten, asam urat, bilirubin dan albumin (Kumalaningsih, 2006). 3. Antioksidan Tersier

Antioksidan tersier adalah senyawa yang memperbaiki kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas. Contoh enzim yang memperbaiki DNA pada inti sel adalah metionin sulfoksidan reduktase. Enzim-enzim yang dapat membuat perbaikan DNA ini berguna untuk mencegah penyakit misalnya kanker (Kosasih et al, 2004).

2.5.1 Metode Pengukuran Aktivitas Antioksidan

(34)

1. Metode DPPH (2,2-diphenyl-1-pikril-hydrazyl)

DPPH merupakan radikal bebas yang stabil pada suhu kamar dan sering digunakan untuk menilai aktivitas antioksidan beberapa senyawa atau ekstrak bahan alam. Interaksi antioksidan dengan DPPH baik secara transfer elektron atau radikal hidrogen pada DPPH akan menetralkan karakter radikal bebas dari DPPH. Jika semua elektron pada radikal bebas DPPH menjadi berpasangan maka warna larutan berubah dari ungu tua menjadi kuning terang dan absorbansi pada panjang gelombang 517 nm akan hilang (Erawati, 2002).

Metode DPPH (2,2-difenil-1 pikrilhidrazil) merupakan senyawa radikalnitrogen. DPPH akan mengambil atom hidrogen yang terdapat dalam suatu senyawa, misalnya senyawaan fenol. Mekanisme terjadinya reaksi DPPH ini berlangsungmelalui transfer elektron. DPPH menggunakanpelarut metanol sehingga kemungkinansenyawa hidrofilik yang terekstrak dalammetanol lebih banyak dibandingkan dalampelarut etanol. Metode DPPH ini mudahdigunakan, cepat, cukup teliti dan baik digunakan dalam pelarut organik,khususnya alkohol. Metodeini juga sensitif untuk menguji aktivitasantioksidan dalam ekstrak tanaman. Akan tetapi, metodeDPPH kurang sensitif untuk mengukur aktivitas antioksidan selain dari senyawaanfenol (Widyastuti, 2010).

Pengukuran aktivitas antioksidan dilakukan dengan inkubasi DPPH dengan ekstrak selama 30 menit sehingga menghasilkan larutan ungu yang lebih memudar kemudian dilakukan pengukuran panjang gelombang pada 517 nm

(Mosquera, 2007).

Gambar 2.1 Mekanisme Penghambatan Radikal DPPH

Hasil dari metode DPPH umumnya dibuat dalam bentuk IC50 (Inhibitor

(35)

sampel yang akan menyebabkan tereduksi aktivitas DPPH sebesar 50%. Semakin besar aktivitas antioksidan maka nilai IC50 akan semakin kecil. Suatu senyawa

antioksidan dinyatakan baik jika nilai IC50-nya semakin kecil (Molyneux, 2004).

2. Metode FRAP (Ferric Reducing Antioxidant Power)

Pengujian aktivitas antioksidan dengan metode FRAP (Ferric Reducing Antioxidant Power) didasarkan atas kemampuan senyawa antioksidan dalam mereduksi senyawa besi(III)-tripridil-triazin menjadi besi(II)-tripiridil triazin pada pH 3,6. Pengukuran FRAPmemberikan urutan respon yang samadengan metode CUPRAC. Namun hasilnyamenunjukkan aktivitas yang lebih kecildibandingkan dengan data pengujianCUPRAC ataupun DPPH. Hal ini didugakarena larutan FRAP bersifat kurang stabilsehingga harus dibuat secara in time dan harussegera dipergunakan (Widyastuti, 2010). Reaksinya sebagai berikut :

Fe(TPTZ)23+ + AgOH Fe(TPTZ)22+ + H+ + Ag=O

Menurut Ou et al. (2002), pengukuranantioksidan dengan metode FRAP dapatberjalan akurat apabila dilakukan padasenyawaan antioksidan yang bisa mereduksiFe(III)TPTZ pada kodisi reaksi secaratermodinamika dan memiliki laju reaksi yangcukup cepat. Selain itu, antioksidan yangteroksidasi dan semua produk reaksisekundernya harus tidak memiliki serapanmaksimum pada absorbansi 598 nm atauserapan Fe(II)TPTZ (Widyastuti, 2010).

3. Metode CUPRAC (Cupric Ion Reducing Antioxidant Capacity)

Prinsip dari uji CUPRAC (Cupric Ion Reducing Antioxidant Capasity) adalah pembentukan kelat oleh bis (neukropin) besi(II) menggunakan pereaksi redoks kromogenik pada pH 7. Absorbansi dari pembentukan kelat Cu(I) merupakan hasil reaksi redoks dengan mereduksi polifenol yang diukur pada panjang gelombang 450 nm. Untuk spektrum Cu(I) Ne diperoleh dengan mereaksikan asam askorbat berbagai konsentrasi reagen, pH dan waktu oksidasi pada suhu kamar dan peningkatan suhu pada percobaan dapat berasal dari sumber lain. Reaksinya sebagai berikut :

(36)

Kelebihan dari metode CUPRAC adalah pereaksi yang digunakan cukup cepat bekerja, selektif, lebih stabil, mudah didapatkan dan mudah untuk diaplikasikan (Erawati, 2002).

2.6 Bakteri

Haeckel pada tahun 1866 mengusulkan agar jasad renik ditempatkan dalam dunia yang terpisah, yakni Protista (artinya kehidupan yang pertama). Organisme protista semuanya bersifat uniseluler. Menurut defenisi Haeckel, dalam Protista tergolong algae, protozoa, jamur dan kuman (bakteri). Namun pada pertengahan abad ini, teknik mikroskopi elektron yang baru mengungkapkan bahwa kuman (bakteri) secara fundanmental berbeda dari jamur, alga, dan protozoa dalam struktur sel. Ketiga kelompok yang terakhir memiliki tipe struktur sel yang lebih maju, sama dengan sel-sel tumbuhan dan hewan, yang dinamakan eukariotik, sedangkan bakteri memiliki struktur sel yang lebih primitif, yang dinamakan prokariotik. Istilah protista sekarang ini untuk menunjukkan jasad-jasad eukariotik, sedangkan semua kuman secara kolektif digolongkan prokariota. Dunia mikroba terdiri dari berbagai kelompok jasad renik. Kebanyakan bersel satu atau uniseluler. Ada yang mempunyai ciri-ciri sel hewan dan ada yang memiliki ciri-ciri sel tumbuhan, dan ada juga yang mempunyai ciri-ciri keduanya. Secara umum jasad renik juga disebut Protista. Keseluruhan klasifikasi jasad renik adalah :

2. Protista (Prokariota); Protista tingkat rendah, yang terdiri dari: - Kuman (bakteri)

- Sianobakteria - Arkahebakteria

(37)

dengan spesies. Huruf pertama dari nama genus ditulis dengan huruf besar, sedangkan nama keterangan spesiesnya ditulis dengan huruf kecil. Pada klasifikasi Bergey’s tahun 1994 edisi ke-9. Kelompok bakteri secara garis besar digolongkan menjadi 4 kategori besar, yakni :

- Kategori Besar I : Eubacteria Gram Negatif dengan Dinding Sel, terdiri 16 GRUP.

- Kategori Besar II : Eubacteria Gram Positif dengan Dinding Sel, yang terdiri dari 6 GRUP.

- Kategori Besar II : Eubacteria Tanpa Dinding Sel, terdiri hanya 1 GRUP saja, yakni Mycoplasma atau Mollicula.

- Kategori Besar IV : Archeobacteria, yang terdiri 5 GRUP.

Jadi dari empat kategori besar (Kategori I, Kategori II, Kategori III dan Kategori IV) dibagi menjadi 35 GRUP. Masing-masing grup adalah :

- Kategori Besar I : Eubacteria Gram Negatif, GRUP 1 sampai dengan GRUP 16.

- Kategori Besar II : Eubacteria Gram Positif dengan dinding sel dari GRUP 17 sampai dengan GRUP 29.

- Kategori Besar III : Eubacteria tanpa dinding sel dari hanya terdiri dari 1 GRUP, yakni MYCOPLASMA (GRUP 30).

- Kategori Besar IV : Archeobacteria terdiri dari GRUP 31 sampai dengan GRUP 35 (Waluyo, 2010).

Berdasarkan komposisi dinding sel serta sifat pewarnaannya, bakteri dibedakan atas dua kelompok yaitu :

2.6.1 Bakteri Gram Positif

(38)

Dinding sel bakteri gram positif tersusun atas beberapa lapisan peptidoglikan dan strukturnya tebal dan keras. Dinding selnya juga tersusun atas teichonic acid yang mengandung alkohol (seperti gliserol) dan posfat (Tortora, 2001). Contoh bakteri Gram-positif yaitu bakteri Staphylococcus aureus.

a. Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus adalah bakteri genus kokus Gram-positif utama penyebab penyakit. Bakteri ini bersifat positi-koagulase (memulai pembentukan bekuan

fibrin), β-hemolitik, dan toleran garam (halodurik). Staphylococcus aureus memiliki protein A pada permukaannya, yang mengikat Fc Ig (menghambat fagositosis), menghasilkan pigmen kuning dan mungkin memproduksi eksotoksin. Staphylococcus aureus berdiam di mukosa hidung manusia atau di kulit; kuman ini menyebar melalui tangan, bersin dan lesi kulit (Hawley, 2003).

Gambar 2.2 Bakteri Staphylococcus aureus

(39)

Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus sebagai berikut : a. Keracunan makanan Staphylococcus aureus dari enterotoksin stabil terhadap

panas yang terjadi akibat makanan yang kurang mendapat pendinginan dan tercemar oleh Staphylococcus aureus (misal, ham, daging yang diasinkan atau dikalengkan, kue custard, atau salad kentang). Ingesti toksin menyebabkan nyeri abdomen, muntah dan diare dengan onset cepat (1-6 jam).

b. Infeksi kulit atau subkutis yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus sering muncul sebagai nyeri dan panas, kemerahan dan pembengkakan subkutis. Pembedahan atau neutropenia merupakan faktor predisposisi. Infeksi dapat menyebabkan penyakit kulit eksfoliativa (scalded skin syndrome) bila strainnya menghasilkan eksofoliatin. Impetigo stafilokokus umumnya menimbulkan bula (vesikel besar).

c. Sindrom syok toksik (TSS). Pemakaian balut bedah atau tampon super merupakan predisposisi. TSST-1, suatu eksotoksin yang dihasilkan oleh Staphylococcus aureus, menghambat bersihan eksotoksin endogen oleh hati. TSST-1 juga merupakan suatu superantigen yang mengaktifkan berbagai sel T penolong. Gejala meliputi demam, hipotensi, ruam skarlatiniformis, deskuamasi (terutama di telapak tangan dan kaki), dan kegagalan multiorgan. d. Endokarditis. Staphylococcus aureus adalah penyebab utama endokarditis

akut, termasuk yang terjadi pada pengguna obat IV terlarang (yang sering mengalami kolonisasi berat Staphylococcus aureus pada kulit mereka). Toksin

alfa (suatu sitolisin pembentuk pori) dan toksin-toksin sitolitik lain dengan cepat merusak jantung (Hawley, 2003).

b. Bacillus cereus

(40)

bahan pangan yang tercemar oleh bakteri ini termasuk diare, sakit perut dan kadang muntah-muntah (Buckle et al, 2009).

Gambar 2.3 Bakteri Bacillus cereus

Bacillus cereus ditemukan secara alamiah pada beras dan sayuran. Sporanya tidak terbunuh dengan merebus; apabila dibuat menjadi makanan yang berprotein lebih tinggi (biasanya nasi goreng) ditangani serta didinginkan secara kurang tepat maka dapat terbentuk toksin. Saat dipanaskan ulang dan dimakan, toksinmenyebabkan mual, muntah, dan diare akut (1-6 jam) serupa dengan gejala keracunan makanan stafilokokus (Hawley, 2003).

2.6.2 Bakteri Gram Negatif

Bakteri gram negatif lebih sensitif terhadap antibiotik lainnya seperti streptomisin dan bersifat lebih konstan terhadap reaksi pewarnaan (Fardiaz, 1992). Dinding sel bakteri gram negatif tersusun atas satu lapisan peptidoglikan dan membran luar. Dinding selnya tidak mengandung teichoic acid. Membran luar terususun atas lipopolisakarida, lipoprotein dan pospolipid (Tortora, 2001). Contoh bakteri Gram-negatif yaitu bakteri Escherichia coli.

c. Escherichia coli

Karateristik dari bakteri Esherichia dimana genus ini terdiri dari Enterobacteriaceae peragi-laktosa. Escherichia coli adalah patogen manusia

(41)

Gambar 2.4 Bakteri Escherichia coli

Adapun penyakit yang disebabkan oleh bakteri Escherichia coli adalah sebagai berikut :

2.1.1 Diare

a. Escherichia coli Enterotoksik. ETEC adalah penyebab utama traveller’s diarrhea (diare pelancong) dan diare bayi di negara-negara berkembang. 1. Faktor virulensi meliputi toksin labil-panas (LT), suatu toksin komponen

A-B dengan aktivitas ADP-ribosil transferase yang merangsang Gs; toksin

ini meningkatkan aktivitas adenilat siklase dan cAMP. Juga terdapat toksin stabil-panas (ST) yang mengaktifkan guanilat siklase. Escherichia coli menyebabkan diare encer noninvasif disertai kram abdomen yang hanya memerlukan pengobatan suportif.

2. Reservoir dan penularan. Di negara-negara berkembang, ETEC ditularkan melalui pemakaian feses manusia sebagai pupuk tanaman dan umumnya pada sanitasi yang buruk.

b. Escherichia coli Enteropatogen. EPEC adalah penyebab utama diare kronik dan kegagalan tumbuh kembang bayi di negara-negara berkembang (walaupun rotavirus lebih sering). EPEC tidak dianggap invasif tetapi melekat (faktor virulensi), menyebabkan lesi melalui pengikisan permukaan.

(42)

disebabkan oleh invasi epitel usus. Penularan mungkin berkaitan dengan makanan yang tercemar.

d. Escherichia coli Enterohemoragik. Strain EHEC yang paling sering dijumpai adalah O157:H7.

1. Reservoir dan penularan. EHEC dapat dijumpai dalam makanan yang tercemar oleh feses sapi (terutama hamburger).

2. Infeksi dan toksisitas. EHEC menghasilkan suatu toksin hemoragik yang disebut verotoksin, yaitu toksin mirip shiga. Secara klinis, infeksi ini (disebut juga Escherichia coli verotoksik atau VTEC) ditandai dengan diare yang jelas berdarah (kolitis hemoragik) dan dapat berkembang menjadi sindrom uremik hemolitik (SUH) dan gagal ginjal akut. Antibiotik merupakan kontraindikasi; antibiotik meningkatkan risiko kerusakan ginjal.

3. Septikemia dan meningitis neonatus. Strain-strain Escherichia coli yang terlibat dalam meningitis adalah strain-strain berselubung K1 yang resisten terhadap aktivitas fagositik dalam aliran darah (Catatan: Namun, perhatiakan bahwa streptokokus grup umumnya lebih sering ditemukan sebagai penyebab meningitis neonatus dibandingkan Escherichia coli.

2.1.2 Infeksi

1. ISK. Escherichia coli adalah penyebab tersering ISK nosokomial maupun yang diperoleh dalam masyarakat.

a. Faktor virulensi. Strain yang menyebabkan pielonefritis biasanya memiliki pili-P (pili terkait-pielonefritis) atau x-adhesin, dan keduanya melekat ke uroepitel.

b. Penularan. Bakteri penginfeksi berasal dari feses kita sendiri.

c. Identifikasi laboratorium. ISK yang pertama kali terjadi dianggap disebabkan oleh Escherichia coli dan diterapi secara empiris dengan trimetoprin-sulfametoksazol tanpa identifikasi laboratorium. Metode-metode diagnostik meliputi :

(43)

(2) Biakan kuantitatif. Hitung >1000/ml urine sekarang dianggap postif pada individu yang simtomatik (Hawley, 2003).

d. Pseudomonas aeruginosa

Pseudomonas aeruginosa adalah genus ini terdiri dari batang Gram-negatif, katalase positif yang motil dan banyak dijumpai (biasanya di air dan tanah). Pseudomonas aeruginosa (suatu oportunis penting) merupakan spesies yang paling penting secara medis. Pseudomonas aeruginosa memiliki bau mirip-anggur yang khas dan menghasilkan pigmen: piosianin, yang merupakan penyebab pus berwarna biru-hijau pada luka bakar, dan fluoresein. Pseudomonas aeruginosa memiliki sebuah lapisan ‘lendir’ (kapsul), eksotoksin A (suatu ADP-ribosil transferase yang menginaktifkan EF-2, menghentikan sintesis protein terutama di sel-sel hati), katalase, pigmen, endotoksin, dan suatu elastase, yang merusak imnoglobulin, elastin, dan beberapa kolagen (Hawley, 2003).

Gambar 2.5 Bakteri Pseudomonas aeruginosa

(44)

2.7Struktur Bakteri 1. Selubung Sel

Selubung sel (cell envelope) terdiri dari membran sitoplasma, dinding sel, membran luar (hanya bakteri Gram-negatif) dan pada sebagian bakteri, kapsul.

2. Tonjolan Permukaan

a. Flagela (tidak terdapat di semua bakteri) adalah filamen-filamen heliks semi-kaku yang terbuat dari protein. Rotasi berlawanan arah jarum jam.

b. menghasilkan gerakan terarah; rotasi searah jarum jam menghasilkan gerakan berguling.

c. Fimbria (pili) adalah mikrofilamen berprotein yang menonjol menembus selubung sel. Mikrofilamen ini dapat dikategorikan sebagai adhesin atau lektin (mengikat reseptor sel pejamu spesifik), evasin (menghambat penyerapan fagositik pada individu yang tidak imun), atau pili jenis kelamin (membentuk kontak sel-ke-sel yang diperlukan untuk konjugasi bakteri). d. Antigen permukaan selubung adalah teichoic acid atau protein membran

luar (PML) tertentu yang mempengaruhi daya lekat atau virulensi (seperti kemampuan menginvensi sel pejamu nonpatogen).

e. Kapsul adalah polisakarida yang menghambat penyerapan fagositik oleh berbagai mekanisme pada individu yang tidak imun (Hawley, 2003).

2.8Struktur Interior

a. Granula. Bakteri melakukan polimerisasi dan menyimpan berbagai senyawa (misalnya fosfat) yang diperlukan dalam jumlah besar. Hal ini menurunkan tekanan osmotik sel bakteri dan dapat menyebabkan terbentuknya granula di sel.

b. Tidak adanya organel yang terikat membran. Bakteri adalah sel prokariotik dan tidak memiliki organel (misal, mitokondria dan lisososm) yang terikat membran. Enzim-enzim pernapasan dan sitokrom terbenan dalam membran sitoplasma.

(45)

pemusnahan dengan tindakan perebusan, pendinginan, pengeringan, dan antisepsis.

d. Kromosom. Kromosom bakteri merupakan lingkaran tunggal DNA untai-ganda yang menutup secara kovalen. Mungkin terdapat salinan dari satu kromosom (Hawley, 2003).

2.9Proses Pewarnaan Gram Sel Gram-positif dan Sel Gram-negatif

Langkah dalam proses pewarnaan Gram Sel positif dan Sel Gram-negatif dapat dilakukan dalam beberapa langkah yang ditunjukkan dalam tabel 2.1 dibawah ini :

Tabel 2.1

Prosedur Pewarnaan Gram

Langkah Sel Gram-positif Sel Gram-negatif 1. Ungu kristal Gram (suatu

alkohol aseton. Ungu Tidak berwarna

4. Counterstain (zat warna tandingan) Safranin (zat warna merah pucat).

(46)

Antara bakteri Gram-Positif vs Gram-Negatif terdapat perbandingan gambaran selubung sel yang dapat dijelaskan dalam tabel 2.2 dibawah ini :

Tabel 2.2

Bakteri Gram-Positif vs Gram-Negatif: Perbandingan Gambaran Selubung Sel Gambaran khas Teichoic acid Membran luar dan

(47)

Faktor kolonisasi/virulensi

(48)

Spektrometer UV-Vis sering disebut sebagai alat yang digunakan untuk bekerja di laboratorium analitisdan diterapkan untuk ribuan penentuan yang telah dikembangkan selama bertahun-tahun. Spektrometri UV-Vis telah terbukti sangat berguna dalam analisis biokimiadan sangat penting dalam laboratorium klinis ke sebagian besar rumah sakit modern di mana berbagai komponen darah dan / atau urine secara khusus ditentukan dan dipantau selama 24 jam. Hal ini memainkan bagian dalam studi lingkungan pada polutan, dalam pekerjaan ilmu forensik pada obat-obatan dan dalam menjaga kualitas makanan yang kita konsumsi. Dalam semua alam ini analisis kimia dan laboratorium teknisi secara teratur menggunakan spektrometri UV-Vis sebagai alat penting dalam identifikasi dan kuantifikasi rentang yang sangat luas dari bahan kimia dan biologi. Peralatan untuk tujuan ini berkisar dari komporator-komporator warna yang sangat sederhana melalui instrumen pemindaian otomatis dikendalikan komputer besar yang mencakup seluruh UV-Vis dari spektrum elektromagnetik. Jika larutan ini diwarnai maka kita segera tahu bahwa itu menyerap lebih dari kisaran terlihat dan karenanya instrumen operasi atas wilayah terlihat mungkin cukup. Namun, jika anda diharapkan untuk melakukan analisis biokimia, instrumen yang mampu mengukur baik di ultraviolet dan daerah tampak terlihat kemungkinan akan diperlukan. Jadi instrumen harus memungkinkan panjang gelombang yang tepat untuk dipilih sesuai untuk analit tertentu. Sampel dan referensi atau larutan kosong harus ditempatkan dalam berkas cahaya sedemikian

rupa bahwa rasio balok radiasi ditransmisikan dapat diukur. Akhirnya nilai transmitansi atau lebih nilai absorbansi untuk larutan harus ditampilkan dan direkam. Persyaratan ini memungkinkan kita untuk daftar komponen dasar dari sebuah spektrometer UV-Vis, dan kedua untuk melihat cara komponen ini dirakit di instrumen khas.

2.10.1 Pengertian Spektrofotometri UV-Visible

(49)

biasanya digunakan untuk molekul dan ion anorganik atau kompleks di dalam larutan. Spektrum UV-Vis mempunyai bentuk yang lebar dan hanya sedikit informasi tentang struktur yang bisa didapatkan dari spektrum ini. Tetapi spektrum ini sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif. Konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa ditentukan dengan mengukur absorban pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan hukum Lambert-Berr. Sinar ultraviolet berada pada panjang gelombang 200-400 nm sedangkan sinar tampak berada pada panjang gelombang 400-800 nm (Rohman, 2007).

Metode Spektrofotometri Ultraviolet dan Sinar Tampak telah banyak diterapkan untuk penetapan senyawa-senyawa organik yang umumnya dipergunakan untuk penentuan senyawa dalam jumlah yang sangat kecil (Skoog dan West, 1971). Prinsip kerjanya berdasarkan penyerapan cahaya atau energi radiasi oleh suatu larutan. Jumlah cahaya atau energi radiasi yang diserap memungkinkan pengukuran jumlah zat penyerap dalam larutan secara kuantitatif (Pecsok et al, 1976 ; Skoog & West, 1971).

Prinsip dari alat ini radiasi pada rentang panjang gelombang 400-800 nm dilewatkan melalui suatu larutan senyawa. Elektron-elektron pada ikatan didalam molekul menjadi tereksitasi sehingga menempati keadaan kuantum yang lebih tinggi dan dalam proses menyerap sejumlah energi yang melewati larutan tersebut. Semakin longgar elektron tersebut ditahan di dalam ikatan molekul, semakin panjang (energi lebih rendah) radiasi yang diserap. Spektrofotometer

UV-Vis pada umumnya digunakan untuk :

1. Menentukan jenis kromofor, ikatan rangkap yang terkonjugasi dan auksokrom dari suatu senyawa organik.

2. Menjelaskan informasi dari struktur berdasarkan panjang gelombang maksimum suatu senyawa.

3. Mampu menganalisis senyawa organik secara kuantitatif dengan menggunakan hukum Lambert-Beer (Dachriyanus, 2004).

2.10.2 Aspek Kualitatif dan Kuantitatif Spektrofotometri UV-Vis

(50)

1. Aspek Kualitatif

Data spektra UV-Vis secara tersendiri tidak dapat digunakan untuk identifikasi kualitatif obat atau metabolitnya. Akan tetapi jika digabung dengan cara lain seperti spektroskopi infra merah, resonansi magnet inti, dan spektroskopi massa, maka dapat digunakan untuk maksud identifikasi/analisis kualitatif suatu senyawa tersebut. Data yang diperoleh dari spektroskopi UV dan VIS adalah panjang gelombang maksimal, intensitas, efek pH, dan pelarut, yang kesemuanya itu dapat diperbandingkan dengan data yang sudah dipublikasikan (Publissed Data). Dari spektra yang diperoleh dapat dilihat, misalnya :

• Serapan (absorbansi) berubah atau tidak karena perubahan pH. Jika berubah, bagaimana perubahannya apakah dari batokromik ke hipsokromik dan sebaliknya atau dari hiperkromik ke hiperkromik, dan sebagainya.

• Obat-obat yang netral misalnya kafein, kloramfenikol; atau obat-obat yang

berisi auksukrom yang tidak berkonjugasi seperti amfetamin, siklizin dan pensiklidin (Rohman, 2007).

2. Aspek Kuantitatif

(51)

BAB 3

METODE PENELITIAN

2.3 Alat-Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : Spektrofotometri UV-Visible SP-300

Rotari Evaporator Buchi

Laminar air flo cabinet Astec HLF 1200 L

Oven Fischer Scientific

Neraca analitis Mettler AE 200

(52)

Cawan petri

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Daun Benalu Kakao (Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.)

(53)

Bakteri Escherichia coli

Bakteri Pseudomonas aeruginosa

2.5 Prosedur Penelitian 3.3.1 Penyediaan Sampel

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun benalu kakao(Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.) yang diperoleh dari pohon kakao yang berada didaerah Kelurahan Barisan Pansur Nauli, Kecamatan Siantar Marihat, Kota Madya Siantar, Sumatera Utara. Daun benalu pohon kakao dipisahkan dari batang dan buahnya. Sampel dikeringkan dalam ruangan selama 5 hari kemudian dihaluskan dengan blender kemudian dihitung kadar airnya.

3.3.2 Pembuatan Ekstrak Metanol, Etil Asetat dan N-Heksana Daun Benalu Kakao (Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.)

Ditimbang serbuk daun benalu kakao(Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.) sebanyak masing-masing 200 g, dimaserasi dengan 2 liter metanol destilat, etil asetat dan n-heksana selama 2x24 jam. Kemudian disaring. Dilakukan beberapa kali pengulangan hingga larutan berwarna jernih. Filtrat yang diperoleh dirotari evaporator dan ekstrak pekat metanol, etil asetat dan n-heksana yang diperoleh dipekatkan kembali pada penangas air sampai diperoleh ekstrak yang bebas dari pelarut metanol, etil asetat dan n-heksana dan ditimbang.

3.3.3 Uji Skrining Fitokimia 3.3.3.1Uji Alkaloida

(54)

3.3.3.2Uji Flavonoida

Ekstrak metanol, etil asetat dan n-heksanadaun benalu kakao (Dendrophthoepentandra (L.) Miq.) masing-masing dimasukkan dalam 2 tabung reaksi. Tabung I ditetesi NaOH 10%, jika terbentuk larutan warna biru violet maka positif mengandung flavonoida. Tabung II ditambah serbuk Mg dan HCl pekat, jika terbentuk larutan warna jingga maka positif mengandung flavonoida.

3.3.3.3Uji Tanin

Ekstrak metanol, etil asetat dan n-heksana daun benalu kakao(Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.) masing-masing dimasukkan dalam tabung reaksi, kemudian ditambah dengan FeCl3 5%. Jika terbentuk larutan warna biru kehitaman maka

positif mengandung tanin.

3.3.3.4Uji Terpenoida

Ekstrak metanol, etil asetat dan n-heksana daun benalu kakao(Dendrophthoepentandra (L.) Miq.) masing-masing dimasukkan dalam tabung reaksi kemudian ditambah dengan CeSO41% dalam H2SO4 10%. Jika

terbentuk endapan warna merah kecokelatan maka positif mengandung terpenoida.

3.3.3.5Uji Saponin

Ekstrak metanol, etil asetat dan n-heksana daun benalu kakao(Dendrophthoepentandra (L.) Miq.) masing-masing ditambah 10 ml aquades, kemudian dikocok kuat-kuat. Jika muncul busa yang stabil maka positif

mengandung saponin.

3.3.4 Uji Sifat Antioksidan Daun Benalu Kakao (Dendrophthoe pentandra

(L.) Miq.)

3.3.4.1Pembuatan Larutan DPPH 0,3 mM

(55)

3.3.4.2Pembuatan Variasi Konsentrasi Ekstrak Metanol, Etil Asetat dan N-Heksana Daun BenaluKakao (Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.) Ekstrak metanol, etil asetat dan n-heksana daun benalu kakao dibuat larutan induk 1000 ppm, dengan melarutkan 0,025 g ekstrak metanol, etil asetat dan n-heksana dengan pelarut etanol p.a dalam labu takar 25 ml. Kemudian dari larutan induk 1000 ppm dibuat larutan 100 ppm. Dari larutan 100 ppm dibuat variasi konsentrasi 20 ppm, 40 ppm, 60 ppmdan 80 ppm untuk diuji aktivitas antioksidannya.

3.3.4.3Uji Aktivitas Antioksidan

a. Uji Aktivitas Antioksidan Larutan Blanko

Sebanyak 2,5 ml etanol absolut ditambahkan 1 ml larutan DPPH 0,3 mM dalam tabung reaksi, dihomogenkan dan dibiarkan selama 30 menit pada ruang gelap. Kemudian diukur absorbansinya dengan panjang gelombang 515 nm.

b. Uji Aktivitas Antioksidan Sampel

Sebanyak 5 ml ekstrak metanol, etil asetat dan n-heksana daun benalu kakao (Dendropthoe pentandra (L.) Miq.) ditambahkan dengan 1 ml larutan DPPH 0,3 mM dalam tabung reaksi, dihomogenkan dan dibiarkan dalam ruang gelap selama 30 menit. Lalu diukur absorbansinya dengan panjang gelombang maksimum 515 nm. Dilakukan perlakuan yang sama untuk konsentrasi 40, 60 dan 80 ppm.

3.3.4.4Pembuatan Variasi Konsentrasi Vitamin C

Vitamin C dibuat larutan induk 1000 ppm, dengan melarutkan 0,025 g vitamin C

dengan pelarut etanol p.a dalam labu takar 25 ml. Kemudian dari larutan induk 1000 ppm dibuat larutan 100 ppm. Dari larutan 100 ppm dibuat variasi konsentrasi 5 ppm, 10 ppm, 15 ppm dan 20 ppm untuk diuji aktivitas antioksidannya.

3.3.4.5Uji Aktivitas Antioksidan Vitamin C

(56)

3.3.5 Uji Sifat Antibakteri Ekstrak Metanol, Etil Asetat dan n-Heksana Daun Benalu Kakao (Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.)

3.3.5.1Pembuatan Media NutrientAgar (NA)

Sebanyak 7 g nutrient agar dimasukkan dalam erlenmeyer lalu dilarutkan dalam 250 ml aquadest dan dipanaskan hingga semua larut dan mendidih. Lalu disterilkan di autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit.

3.3.5.2Pembuatan Media Agar Miring dan Stok Kultur Bakteri

Kedalam tabung reaksi yang steril dimasukkan 3 ml media nutrient agar steril, didiamkan pada temperatur kamar sampai memadat pada posisi miring membentuk sudut 30-45o. Biakan bakteri Staphylococcus aureus dari strain utama diambil dengan jarum ose steril lalu diinokulasikan pada permukaan media nutrient agar miring dengan cara menggores, kemudian diinkubasi pada biakan bakteri.

3.3.5.3Pembuatan Media Mueller Hinton Agar (MHA)

Sebanyak 19 g serbuk Mueller Hinton Agar dimasukkan dalam erlenmeyer lalu dilarutkan dalam 500 ml aquadest dan dipanaskan hingga semua larut dan mendidih. Disterilkan di autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit.

3.3.5.4Penyiapan Inokulum Bakteri

Sebanyak 3,25 g Nutrient Broth dilarutkan dengan 250 ml aquadestdalam erlenmeyer dan dipanaskan hingga semua larut dan mendidih, kemudian disterilkan diautoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit dan didinginkan. Lalu

(57)

3.3.5.5Pembuatan Variasi Konsentrasi Ekstrak Metanol, Etil Asetat dan n-Heksana Daun Benalu Kakao (Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.) Ekstrak metanol, etil asetat dan n-heksana daun benalu kakao(Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.) dibuat dalam berbagai konsentrasi dengan menimbang ekstrak masing-masing sebanyak 100 mg, 150 mg, 200 mg, 250 mg, 300 mg, 350 mg, 400 mg, 450 mg dan 500 mgkemudian dilarutkan masing-masing 1 ml DMSO. Konsentrasi ekstrak adalah 100 mg/ml, 150 mg/ml, 200 mg/ml, 300 mg/ml, 350 mg/ml, 400 mg/ml, 450 mg/ml dan 500 mg/ml.

3.3.5.6Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol, Etil Asetat dan n-Heksana Daun Benalu Kakao (Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.)

(58)

3.4 Bagan Penelitian

3.4.1 Pembuatan Ekstrak Metanol, Etil Asetat dan N-HeksanaDaun Benalu Kakao (Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.)

dipisahkan dari batangnya

dikeringkan dalam ruangan selama 5 hari

dihaluskan dengan blender

ditimbang sebanyak masing-masing 200 gram

dimaserasi dengan 2 liter metanol, etil asetat dan n-heksana

selama 2 x 24 jam disaring

diuapkan dengan rotarievaporator

Uji Skrining Fitokimia

dipekatkan kembali dengan penangas air hingga bebas dari pelarut

ditimbang Daun Benalu Kakao

Filtrat Residu

Filtrat Ekstrak Pelarut Metanol, Etil Asetat dan N-Heksana

(59)

3.4.2 Prosedur Pembuatan Ekstrak Metanol, Etil Asetat dan n-Heksana Daun Benalu Kakao (Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.)

ditimbang sebanyak masing-masing 200 gram

dimaserasi dimaserasi dimaserasi dengan 2 liter dengan 2 liter dengan 2 liter metanol selama etil asetat selama n-heksana selama 2x24 jam 2x24 jam 2x24 jam

disaring disaring disaring Serbuk Daun Benalu Kakao

sebanyak 200 g

Serbuk Daun Benalu Kakao sebanyak 200 g

Serbuk Daun Benalu Kakao sebanyak 200 g

Ekstrak Metanol Daun Benalu Kakao

Ekstrak Etil Asetat Daun Benalu Kakao

(60)

3.4.3 Uji Skrining Fitokimia Daun Benalu Kakao (Dendrophthoe pentandra

(L.) Miq.)

dimasukkan kedalam tabung reaksi ditambah pereaksi

Tabung I Tabung I ditambah ditambah ditambah + pereaksi + NaOH FeCl3 CeSO41% aquades

Wagner 10 % 5 % dalam dikocok Tabung II Tabung II H2SO410% kuat-kuat

+ pereaksi + logam Maeyer Mg + HCl(p) Tabung III

+ pereaksi Dragendorf

Tabung IV + pereaksi Bouchardat

Ekstrak Metanol, Etil Asetat dan N-Heksana Kasar Daun

Benalu Kakao

Alkaloida Flavonoida Tanin Terpenoida Saponin

Gambar

Gambar 2.1 Mekanisme Penghambatan Radikal DPPH
Gambar 2.2 Bakteri Staphylococcus aureus
Gambar 2.5 Bakteri Pseudomonas aeruginosa
Tabel 2.1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa fraksi etil asetat ekstrak aseton kulit buah kakao mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Streptococcus mutans dan. Bacillus subtilis

UJI EFEK ANTIBAKTERI EKSTRAK ETIL ASETAT DAN KLOROFORM MENIRAN ( Phyllanthus niruri Linn) TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI Staphylococcus aureus ATCC 6538 DAN

Apabila dibandingkan dengan hasil pengujian aktivitas antioksidan terhadap ekstrak metanol, etil asetat dan n-heksana kulit buah jeruk sambal menunjukkan bahwa

SKRINING FITOKIMIA, UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN ANTIBAKTERI EKSTRAK METANOL DAN ETIL ASETAT DAUN PIRDOT ( Saurauia vulcani Korth) DARI..

Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol Dan Etil Asetat Daun Pirdot Terhadap Uji Terpenoid. Ekstrak Metanol Eksrak

metanol, etil asetat, dan n -heksana kulit buah keben adalah metode

dari ekstrak metanol, fraksi etil asetat dan fraksi n-heksana daun senduduk,. sehingga dapat dijadikan salah satu upaya untuk

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat dalam rangka menyelesaikan program Sarjana (S1) Kimia FMIPA USU Medan yang ditulis berdasarkan pengamatan dan analisa penulis