• Tidak ada hasil yang ditemukan

ENERGI LINGKUNGAN HIDUP DAN GLOBAL WARMI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ENERGI LINGKUNGAN HIDUP DAN GLOBAL WARMI"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

ENERGI, LINGKUNGAN HIDUP DAN GLOBAL WARMING

Makalah disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Seminar Isu-isu Global Kontemporer

Yang diampu oleh Prof. Drs. Budi Winarno, MA, PhD dan Dra. Ilien Halina, Msi.

Disusun oleh:

Ahmad Anwar : 13/352251/PSP/4663 Angela Merici Chrisan : 13/355890/PSP/4816 Anisa L. Umoro : 13/357118/PSP/4857 Anna C. Suwardi : 13/355733/PSP/4773 Bayu Setyawan : 13/355702/PSP/4766 Cut Fitri Indah Sari H. : 13/355826/PSP/4801 Nasikhatun Listya A.F. : 13/357057/PSP/4853 Novie Lucky A. : 13/352255/PSP/4665 Novian Uticha Sally : 13/352171/PSP/4659

Yan Abrar : 13/355977/PSP/4821

PROGRAM PASCA SARJANA ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Permasalahan energi, lingkungan dan pemanasan global menjadi semakin mencuat di era globalisasi. Kemajuan teknologi yang ditawarkan oleh globalisasi memberikan kemudahan yang sangat besar dalam kehidupan manusia. Globalisasi juga telah memberikan tuntutan standar yang sama bagi masyarakat di seluruh dunia sehingga penggunaan suatu produk teknologi akan dengan cepat direspons oleh masyarakat di negara lain.

Ibarat dua sisi mata uang, walaupun memberikan manfaat bagi kehidupan manusia, kemajuan teknologi dan sistem informasi memicu sifat konsumerisme manusia yang berakibat pada eksploitasi besar-besaran terhadap lingkungan untuk pemenuhan kebutuhan. Eksploitasi yang terus menerus dan tidak diimbangi dengan pemberian kesempatan bagi alam untuk memulihkan diri telah menyebabkan permasalahan yang sangat mengancam generasi umat manusia ke depan. Tiga permasalahan yang cukup menarik adalah permasalahan terkait kelangkaan energi, lingkungan dan pemanasan global. Ketiga permasalahan tersebut merupakan rangkaian yang tidak bisa dipisahkan, sehingga pemahaman kita terhadap satu permasalahan tidak bisa dilepaskan dari permasalahan yang lain.

Permasalahan kelangkaan energi tidak bisa dipisahkan dari ketergantungan yang masih sangat besar terhadap bahan bakar fosil. Bahan bakar fosil seperti minyak bumi memerlukan waktu jutaan tahun untuk terbentuknya, penggunaan secara massif untuk pemenuhan kebutuhan produksi, distribusi dan konsumsi menyebabkan cadangan minyak bumi dunia semakin menipis.

(3)

Penggunaan bahan bakar fosil dan penggundulan hutan semakin membebani bumi sehingga pemanasan global menjadi sesuatu yang tidak terelakkan. Pemanasan Global terjadi di mana peningkatan rata-rata suhu global bumi disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca yang kemudian dikenal dengan istilah efek rumah kaca. Keberadaan gas ini di udara memberikan efek menyerap dan menahan panas di dalamnya sehingga suhu di sekitarnya menjadi panas. Sebagian besar gas-gas rumah kaca dewasa ini dihasilkan oleh aktivitas manusia di antaranya pembakaran bahan bakar berbasis fosil oleh mesin dan kendaraan bermotor seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

Pada ranah hubungan internasional, kasus energi dan lingkungan hidup diwarnai dengan berbagai kepentingan. Berbagai perundingan dan negosiasi yang dilakukan dalam pengurangan emisi gas rumah kaca misalnya, tidak menghasilkan titik temu yang memuaskan. Negara-negara maju cenderung enggan menaati setiap kesepakatan dalam perundingan-perundingan tersebut. Amerika Serikat sebagai negara penyumbang emisi gas rumah kaca paling besar menolak untuk meratifikasi Protokol Kyoto dalam komitmen pengurangan emisi CO2. Padahal, untuk meningkatkan komitmen dunia dalam mengatasi masalah lingkungan tersebut, setidaknya negara-negara yang turut berkontribusi dalam kerusakan lingkungan, dalam hal ini negara-negara besar seharusnya memberikan contoh dan menunjukkan kontribusi yang konstruktif dalam menghadapi masalah tersebut

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang sudah dipaparkan di atas, maka kami mengajukan rumusan masalah sebagai berikut:

(4)

BAB II

PEMBAHASAN

A. Kerusakan Lingkungan

Kehidupan manusia tidak bisa dipisahkan dari lingkungan tempat manusia tumbuh dan tinggal. Lingkungan bahkan menjadi faktor utama bagi perkembangan manusia. Isu lingkungan mulai bermunculan pada abad modern sekarang ini di mana industri sudah tidak bisa dipisahkan lagi dari kehidupan dan kebutuhan manusia. Terlepas dari berbagai fenomena kerusakan lingkungan secara alami karena bencana alam seperti badai, gempa bumi, dan sebagainya, pengelolaan yang salah telah menimbulkan banyak masalah lingkungan yang dampaknya akan segera dirasakan dalam waktu yang singkat.

Salah satu fenomena kerusakan lingkungan yang menjadi ancaman global adalah kelangkaan energi. Tidak bisa dipungkiri, era globalisasi ditunjukan dengan perkembangan berbagai teknologi yang mempermudah pemenuhan kebutuhan manusia. Berbagai fasilitas hidup tidak dihadirkan secara traditional lagi. Mesin-mesin sebagai bagian dari berbagai peralatan/teknologi telah berkembang secara pesat. Dalam hal ini mesin-mesin seperti pada dunia industri/pabrik dan kendaraan bermotor membutuhkan bahan bakar minyak ataupun gas. Era globalisasi ditunjukan dengan pesatnya persebaran penggunaan teknologi tersebut.

Sebagaimana yang kita ketahui minyak dunia sebagai energi untuk kebutuhan hidup manusia sifatnya tak terbarukan. Energi yang demikian diperoleh dari sumber daya alam yang waktu pembentukannya sampai jutaan tahun. Dikatakan tak terbarukan karena, apabila sejumlah sumbernya dieksploitasikan, maka untuk mengganti sumber sejenis dengan jumlah sama, baru mungkin atau belum pasti akan terjadi jutaan tahun yang akan datang. Hal ini karena, di samping waktu terbentuknya yang sangat lama, cara terbentuknya lingkungan tempat terkumpulkan bahan dasar sumber energi ini pun tergantung dari proses dan keadaan geologi saat itu.

(5)

secara terus menerus maka tentunya akan berkurang. Pada tahap selanjutnya bisa diprediksi akan habis, sementara untuk mendapatkannya kembali membutuhkan waktu yang sangat lama.

Sementara itu industrialisasi dan teknologi kendaraan telah menyumbangkan kerusakan alam secara global. Banyaknya emisi gas yang dihasilkan memunculkan sebuah fenomena. Temperatur global meningkat dari tahun ke tahun karena terjadinya efek rumah kaca yang disebabkan oleh meningkatnya emisi gas-gas seperti karbondioksida (CO2), metana (CH4), dinitrooksida (N2O) dan CFC sehingga energi matahari terperangkap dalam atmosfer bumi. Fenomena itulah yang kita sebut sebagai pemanasan global (global warming).

Pemanasan global adalah kejadian meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer, laut dan daratan bumi. Temperatur rata-rata global pada permukaan bumi telah meningkat 0.18 °C selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, sebagian besar peningkatan temperatur rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia melalui efek rumah kaca.1

Peningkatan temperatur global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas kejadian cuaca yang ekstrim, serta perubahan jumlah dan pola hujan. Pada intinya, pemanasan global merupakan peningkatan temperatur di planet bumi secara global, meliputi peningkatan temperatur atmosfer, temperatur laut dan temperatur daratan bumi.

Semakin meningkatnya temperatur di permukaan bumi ternyata berkaitan dengan gas-gas rumah kaca yang dihasilkan oleh aktifitas manusia seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Beberapa jenis gas rumah kaca merupakan penyebab meningkatnya temperatur di planet bumi yang berasal dari aktivitas manusia sendiri. Artinya, aktivitas manusia merupakan kontributor terbesar bagi terbentuknya gas-gas rumah kaca, seperti pembakaran pada kendaraan bermotor/industri (pabrik-pabrik), dan pembangkit tenaga listrik yang menggunakan bahan bakar fosil (bahan bakar minyak, batu bara dan sebagainya).

(6)

B. Faktor Penyebab

Berbagai kerusakan lingkungan dapat kita telusuri melalui penyebab bagaimana fenomena tersebut dapat terjadi. Lebih jelas jika kita memilahnya ke dalam dua kategori dasar penyebab kerusakan lingkungan itu sendiri. Pertama, kerusakan lingkungan sebagai akibat dari bencana alam (disaster) dan kedua adalah kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh ulah kesalahan manusia (human error).2

a. Kerusakan Lingkungan oleh disaster

Bencana alam menjadi salah satu penyebab kerusakan alam dengan dampak yang ditimbulkan beragam sesuai dengan karakteristik bencana itu sendiri. Contohnya bencana gunung meletus, maka kerusakan lingkungan yang ditimbulkan terdekat jelas tentang terbakarnya hutan disepanjang daerah yang dilewati lahar panas, korban penduduk baik materil maupun non meteril yang tinggal dilereng gunung, matinya berbagai hewan penghuni hutan disekitar gunung, dan juga kerusakan biota disepanjuang aliran lahar. Selanjutnya bencana gempa bumi misalnya, kehancuran fisik bangunan dan juga korban jiwa dapat terjadi disekitar wilayah guncangan gempa. Dan berbagai bencana alam lain, seperti banjir, badai, angin topan, angin puting beliung, dan sebagainya.

b. Kerusakan Lingkungan oleh human error

Pada bagian inilah kerusakan lingkungan memberikan dampak yang sedemikian ironisnya. Alam ini yang selayaknya dijaga dan dilestarikan guna mencukupi kebutuhan hidup manusia, namun pada kenyataannya justru tangan-tangan manusia itu sendiri yang melakukan perusakan kepada alam. Dari kasus illegal-logging misalnya, penebangan liar di hutan-hutan, apalagi di hutan hujan tropis dengan tanpa adanya reboisasi, memangkas kayu tanpa tanggung jawab dan mengeruk sebanyak mungkin keuntungan sangat merugikan bagi alam. Kerusakan hutan hujan tropis akan mengurangi persediaan oksigen bukan hanya untuk wilayah tersebut namun juga oksigen untuk bumi secara keseluruhan. Berkurangnya kualitas udara tentunya juga akan berakibat pada menurunnya kualitas kesehatan manusia yang menghirupnya. Kerusakan yang terjadi di

(7)

perairan seperti pencemaran sungai dan laut, juga mengakibatkan menurunnya kualitas hidup manusia. Akibat yang dihasilkan oleh perusakan alam ini sangat merugikan khususnya bagi kualitas lingkungan itu sendiri.

Selain itu faktor human error lain yang sebenarnya patut diperhatikan adalah perang. Perang yang terjadi menimbulkan banyak kerugian, terutama bagi manusia dan juga kerusakan yang timbul terhadap lingkungan hidup. Apalagi dengan adanya penggunaan senjata yang dapat menyebabkan kerusakan yang besar seperti senjata kimia maupun nuklir oleh negara yang sudah maju dalam sistem persenjataannya. Selain menimbulkan korban jiwa, perang juga menimbulkan kerugian materil serta kerusakan lingkungan hidup yang dapat menjadi punah dan tidak dapat dinikmati oleh generasi selanjutnya. Perang dunia I (1914-1918) contohnya, menyisakan kerusakan parah yang tersebar di Eropa, Afrika, Timur Tengah, Kepulauan Pasifik dan Cina.3 Belum lagi Perang Dunia II, perang dingin, dan perang-perang yang lain yang juga terjadi di era kontemporer ini.

Pemasalahan lingkungan nampaknya bukan masalah yang ringan. Efek Rumah Kaca (green house effect) misalnya. Hutan yang merupakan paru-paru bumi mempunyai fungsi menyerap gas Co2. Maraknya penebangan hutan menjadi salah satu kontributor kenaikan suhu atau perubahan iklim bumi pada umumnya (global warming). Karena siklus gas CO2 – O2 tidak berjalan semestinya. Oksigen yang harusnya dihasilkan dari hutan semakin berkurang dan digantikan dengan banyaknya CO2. Penggundulan hutan sudah terjadi di seluruh belahan dunia. Tidak bisa dipungkiri bahwa tujuannya untuk memanfaatkan sumber daya hutan, membuka lahan, kayu, dan lain sebagainya. Namun pada dasarnya pengurangan jumlah pohon akan mempengaruhi ketersediaan oksigen dan pola hujan.

Selanjutnya penggunaan bahan kimia seperti freon untuk pendingin ruangan dan hasil pembakaran yang dilakukan oleh berbagai industri pabrik-pabrik berskala besar secara massif akan merusak lapisan Ozon (O3) yang selanjutnya akan mengakibatkan kanker dan penyakit baru serta punahnya plasma nuftah.

(8)

Jumlah gas pembuangan yang tinggi merupakan alasan terbesar bagi kerusakan lingkungan. Gas-gas yang dibuang oleh industri-industri akan membahayakan lingkungan. Gas-gas yang banyak dibuang di antaranya ialah CO2, SO2, dan NH3. Gas-gas ini adalah penyebab utama lubang ozon dan terjadinya pemanasan global.4

Perilaku lain yang menyebabkan kerusakan lingkungan sebenarnya lebih dekat dengan kebiasaan buruk sehari-hari, membuang sampah sembarangan misalnya. Kebiasaan buruk ini rentan berakibat datangnya banjir, ketika banjir telah menimpa maka akan semakin kompleks permasalahan yang ditimbulkan, seperti penyakit kulit dan diare pasca banjir.

Dalam kasus lebih lanjut, pencemaran merupakan masalah yang cukup kompleks. Berbagai macam pencemaran seperti pencemaran air, udara dan suara serta tanah telah terjadi di dunia baik di negara maju maupun negara berkembang. Pencemaran air ditandai dengan adanya limbah sebagai produk sampingan dari industri yang menimbulkan ancaman bagi lingkungan. Banyak contoh seperti industri kulit, industri minyak bumi, industri manufaktur kimia menciptakan produk limbah utama yang dilepaskan langsung ke sungai tanpa treatment apapun, sehingga menyebabkan pencemaran air sungai dan merugikan kehidupan organisme air. Hal tersebut akan mengganggu kelangsungan hidup ekosistem di sekitarnya baik manusia itu sendiri maupun makhluk hidup yang lainnya seperti tumbuhan dan hewan.

Pencemaran udara dan suara juga tidak bisa di abaikan. Daya beli masyarakat yang semakin meningkat, telah menjadikan jumlah kendaraan semakin bertambah dan mengakibatkan polusi udara. Ini adalah bentuk polusi yang mempengaruhi manusia secara langsung. Hidrokarbon yang dilepaskan dari mesin adalah penyebab level ozon menjadi lebih rendah dan berbahaya bagi manusia. Semakin banyak kendaraan bermotor beroperasi, maka semakin banyak liter minyak yang digunakan.5 Akibatnya semakin banyak gas CO2 yang dibuang ke udara. Pencemaran suara dapat timbul dari bising-bising suara mobil, kereta api,

(9)

pesawat udara, dan jet. Tidak jarang, pencemaran suara pun dapat disebabkan oleh suara deru mesin industri yang biasanya terdapat di industri pabrik besar.

Kemudian pencemaran tanah. Pada dasarnya tanah pun dapat mengalami pencemaran, penyebabnya antara lain bangunan barang-barang atau zat-zat yang tidak larut dalam air yang berasal dari pabrik-pabrik serta pembuangan ampas kimia dan kertas plastik bekas pembungkus botol bekas.

C. Dampak Kerusakan lingkungan bagi Manusia

Beberapa faktor penyebab kerusakan lingkungan yang telah disebutkan menunjukkan bahwa masalah lingkungan global tidak hanya dipengaruhi faktor alam, seperti iklim, yang mencakup temperatur, curah hujan, kelembaban, tekanan udara dan lain-lain, namun juga aktifitas manusia pun dapat mempengaruhi iklim dan lingkungan secara signifikan. Menurut Biswas (2011) bahwa hubungan langsung antara kerusakan lingkungan dengan pengaruh terhadap kemanusiaan mengarah pada penurunan kualitas dan keberlanjutan kehidupan manusia. Peningkatan jumlah penduduk memaksa meningkatnya jumlah penggunaan energi untuk memenuhi kebutuhan manusia sebagai contoh penggunaan minyak bumi. Meningkatnya penggunaan minyak bumi sebagai sumber daya yang tidak dapat diperbarui dapat menyebabkan krisis energi. Krisis energi tersebut dapat mengantarkan pada konflik perebutan sumber daya yang pada akhirnya akan mengganggu kepentingan nasional bahkan internasional. sebagaimana yang diungkapkan Komunitas Intelijen Amerika Serikat menganggap pemanasan global sebagai ancaman keamanan yang serius. Analis intelijen terkenal AS Thomas Fingar menyatakan bahwa banjir dan kekeringan akan segera menyebabkan migrasi masal dan kegelisahan di banyak bagian di dunia.6

Tidak hanya itu saja, dari sisi lingkungan, dan lebih spesifiknya sisi komposisi udara di atmosfir, menunjukkan peningkatan gas carbon dioksida (CO2) yang diketahui menjadi penyebab terjadinya efek pemanasan global (global warming). Pemanasan global ditandai dengan adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi. Menurut projek IPCC menunjukkan suhu

6 Warrick, J. and Pincus, W. (2008, September 10). Reduced Dominance Is Predicted for U.S. The Washington Post.

(10)

permukaan global akan meningkat, diperkirakan diantara tahun 1990-2100 akan terjadi kenaikan rata-rata suhu global sekitar 1,4 sampai 5,8 derajat Celsius.7

Global warming sendiri memberikan dampak yang sangat besar terhadap lingkungan dan dunia pada umumnya. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) memperkirakan beberapa dampak regional perubahan global berikut:8

Amerika Utara: Penurunan snowpack di pegunungan barat, peningkatan frekuensi, intensitas dan durasi gelombang panas di kota-kota yang saat ini sudah mengalaminya.

Amerika Latin: Perubahan bertahap hutan tropis menjadi padang rumput di Amazonia timur; resiko kehilangan keanekaragaman hayati yang signifikan akibat kepunahan spesies di daerah tropis, berkurangnya ketersediaan air untuk konsumsi manusia, pertanian dan pembangkit energi.

Eropa: Naiknya resiko banjir bandang dan banjir rob, peningkatan erosi akibat badai dan naiknya permukaan laut, salju berkurang, punahnya beberapa spesies, berkurangnya produktivitas tanaman di Eropa selatan.

Afrika: Pada tahun 2020, antara 75 dan 250 juta orang diproyeksikan akan terkena dampak kekurangan air, hasil dari pertanian tadah hujan berkurang hingga 50 persen di beberapa daerah, produksi pertanian termasuk akses ke makanan mungkin akan terancam.

Asia: Ketersediaan air tawar diproyeksikan akan berkurang di Asia Tengah, Selatan, Timur dan Tenggara pada 2050-an, wilayah pesisir akan beresiko karena meningkatnya banjir, angka kematian akibat penyakit yang terkait dengan banjir dan kekeringan diperkirakan akan meningkat di beberapa daerah

Akibat pemanasan global seperti penjelasan di atas mempengaruhi perubahan cuaca dan iklim yang cukup ekstrim, peningkatan permukaan air laut akibat mencairnya permukaan es di kutub, meningkatnya suhu global, gangguan ekologis,

7 Climate Change 2007: The Physical Science Basis. Contribution of Working Group I to the Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change. Intergovernmental Panel on Climate Change. diakses 13 November 2013.

(11)

degradasi lingkungan yang menyebabkan bencana alam seperti banjir dan tanah longsor, serta gangguan kesehatan. Perubahan iklim dapat mengancam keamanan pangan akibat terganggunya produktivitas pertanian serta merebaknya penyakit yang berkembang biak lewat air dan vektor misal malaria.

Banyaknya dampak yang ditimbulkan menunjukkan bahwa meningkatnya berbagai macam faktor kerusakan lingkungan tidak hanya mengancam terhadap kondisi alam di bumi tapi juga mengancam terhadap keberadaan manusia di muka bumi. Ancaman yang hadir dari masalah lingkungan hidup sangat bervariasi karena sesuai dengan faktor-faktor penyebab kerusakan lingkungan bahwa lingkungan hidup memiliki keterkaitan dengan sistem yang berlaku secara global. Hal tersebut ditunjukkan dengan munculnya dampak lain yang muncul dari permasalahan lingkungan hidup yaitu munculnya masalah transnasional semisal masalah pengungsi iklim dan lingkungan (environmental refugee). Pengungsi iklim, adalah pengungsi yang dikarenakan adanya bencana alam, kelaparan, kemiskinan yang dikarenakan terjadinya perubahan iklim di daerah asal atau negara asal. Menurut climate institute terdapat sekitar 25-30 juta pengungsi iklim. Jumlah ini dapat meningkat sampai 200 juta, atau sampai 1 miliar pada tahun 2050.9 Selain itu, juga mengakibatkan penurunan kualitas manusia serta mengakibatkan kematian secara langsung, seperti yang dilansir Global Humanitarian Forum tahun 2009 bahwa meningkatnya berbagai bencana akibat perubahan iklim menyebabkan kematian 315 ribu tiap tahun.10

9 Reed, S. Environment and Security. 2007. http://www.climate.org/topics/environmental-security/index.html, diakses 13 November 2013

(12)

BAB III

RESPON INTERNASIONAL

Permasalahan lingkungan memerlukan penanganan yang segera dan komprehensif agar tidak meluas. Banyak pendekatan yang bisa digunakan dalam melihat permasalahan lingkungan ini. Beberapa di antaranya adalah yang dikenalkan oleh kaum enviromentalis dan kaum ekologis. Kaum enviromentalis lebih menekankan pentingnya penggunaan teknologi dalam menangani masalah lingkungan, sementara kaum ekologis menginginkan perubahan yang mendasar dari hubungan antara manusia dan alam.11

Terlepas dari itu, di era kontemporer ini dalam penanganan permasalahan yang ditimbulkan dari isu lingkungan, tercatat beberapa upaya yang telah dilakukan oleh negara-negara di dunia internasional. Upaya-upaya tersebut kebanyakan berupa konferensi yaitu pertemuan negara-negara dari seluruh belahan dunia. Upaya dengan bentuk seperti ini dilakukan karena dampak yang ditimbulkan dari isu lingkungan tidak hanya berbahaya dan mengancam satu atau dua negara saja, tapi juga memberi ancaman bagi seluruh negara di dunia internasional. Konferensi yang menjadi media negara-negara dalam mengatasi isu lingkungan antara lain,

1. Konferensi Stockholm, Konferensi yang diselenggarakan tahun 1972 ini adalah upaya dari badan PBB yang bertajuk Conference on the Human Environment. Di dalamnya dibahas kerusakan lingkungan hidup dan upaya-upaya pembangunan kerangka kerja yang lebih terlembaga. Pertemuan terbesar tentang lingkungan yang pernah diadakan PBB ini melahirkan 26 prinsip yang berhubungan dengan lingkungan dan pembangunan, serta rencana tindakan dengan 209 rekomendasi dalam enam wilayah sebagai berikut: human settlement, pengelolaan sumber daya alam, polusi, pendidikan dan aspek lingkungan sosial, pembangunan dan lingkungan serta organisasi internasional. Konferensi ini juga merupakan pelopor terlahirnya konferensi-konferensi tentang lingkungan hidup yang lainnya, seperti konvensi Vienna dan Protocol Montreal.

2. Konferensi Rio De Janiero, Konferensi yang di gelar di Rio De Jeniero, Brazil ini menghasilkan deklarasi dasar kehutanan dan konferensi mengenai perubahan iklim dan biodiversity. Deklarasi ini melahirkan 27 prinsip dasar yang berkenaan dengan tanggung jawab nasional dan kerjasama internasional untuk melindungi lingkungan,

(13)

kebutuhan akan pembangunan dan pengurangan kemiskinan, dan peran dan hak warga negara, perempuan dan anak. Konferensi ini juga menghasilkan rumusan kerangka kerja internasional mengenai perubahan iklim atau yang biasa dikenal dengan United Nation Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). Kerangka kerja ini kemudian menjadi media negara-negara untuk melakukan negosiasi untuk membentuk aturan yang lebih detail mengenai pengurangan emisi gas rumah kaca. UNFCC kemudian pula membagi negara-negara yang tergabung di dalamnya menjadi dua kelompok besar12, Annex I Countries yang berisi negara-negara berkembang, negara-negara yang berada di kawasan Eropa Timur dan Tengah. Negara yang tergabung dalam kelompok pertama ini diminta untuk mengurasi emisi karbon yang dihasilkan industrinya. Kelompok kedua Annex II Countries yaitu negara-negara maju dengan bidang industri yang maju. Negara di kelompok ini seperti kelompok pertama dituntut untuk mengurasi emisi karbon dan ditambah dengan kewajiban untuk membantu negara-negara berkembang mengatasi isu lingkungan ini.

3. Protokol Kyoto, Protokol ini merupakan hasil dari pertemuan yang dilangsungkan di bawah naungan UNFCCC. Protokol ini juga menjadi satu-satunya peraturan yang mengikat setiap anggotanya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Menyadari bahwa negara-negara majulah yang menyumbangkan polusi terbanyak di dunia, sebagai hasil dari perkembangan teknologi dan industri yang telah terjadi selama 150 tahun. Protokol Kyoto menerapkan peraturan “tanggung jawab bersama namun berbeda”. Adapun isi Protokol Kyoto pada pokoknya mewajibkan negara-negara industri maju untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (Green House Gases/GHGs) -CO2, CH4, N2O, HFCS, PFCS dan SF6- minimal 5,5 % dari tingkat emisi tahun 1990, selama tahun 2008 sampai tahun 201213. Protokol Kyoto juga mengatur mekanisme teknis pengurangan emisi gas rumah kaca (GHGs) yang dikenal dengan Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Development Mechanism/CDM). CDM adalah suatu mekanisme di bawah Protokol Kyoto yang dimaksudkan untuk mambantu negara maju/industri memenuhi sebagian kewajibannya menurunkan emisi GHGs serta membantu negara berkembang dalam upaya menuju pembangunan berkelanjutan dan kontribusi terhadap pencapaian tujuan UNFCCC. Mekanisme ini menawarkan win-win solution antara negara maju dengan negara berkembang dalam

12 John Vogler, 2001. Environment and Natural Resources”, dalam Brian White, Richard Little, and Michael Smith (2nd eds.)

Issues In World Politics, New York : PALGRAVE. Hal 195

(14)

rangka pengurangan emisi GHGs, dimana negara maju menanamkan modalnya di negara berkembang dalam proyek-proyek yang dapat menghasilkan pengurangan emisi GHGs dengan imbalan CER (Certified Emission Reduction).

Karena Protokol Kyoto yang dimulai pada tahun 1997 ini berakhir pada tahun 2012, maka pada pertemuan yang terakhir di Doha pada tahun 2012, diterapkanlah “Amandemen Doha untuk Protokol Kyoto”. Amandemen ini berisi sebagai berikut:

 Komitmen baru bagi anggota Annex 1, Protokol Kyoto untuk berkomitmen melanjutkan protocol tersebut dari 1 Januari 2013 sampai dengan 31 Desember 2020.

 Daftar dari efek rumah kaca akan disampaikan di pertemuan kedua.

 Amandemen pada beberapa artikel Protokol Kyoto, terutama mengenai isu-isu yang bersangkutan dengan komitmen pada pertemuan pertama, dan yang dibutuhkan untuk memperbarui komitmen yang kedua.

Berakhirnya protokol ini juga menjadi momentum bagi negara-negara maju seperti Amerika, dan Kanada untuk memutuskan mundur dari protokol ini. Sejak protokol ini dihasilkan, negara-negara maju seperti Amerika, Rusia, Jepang, Kanada, memilih untuk tidak meratifikasi protokol ini karena beranggapan pengurangan emisi ini akan memberi dampak buruk bagi pertumbuhan ekonomi mereka. Memang tidak bisa dipungkiri, emisi karbon terbesar dihasilkan dari bidang-bidang industri yang notabene menjadi tumpuan utama ekonomi negara-negara maju. Pengurangan emisi berarti pengurangan laju industri yang akibatnya akan mengurangi penghasilan negara-negara maju. Seharusnya negara-negara maju tidak menutup mata terhadap dampak-dampak yang diakibatkan kerusakan lingkungan, seperti bencana alam dan kegagalan panen.

(15)

mengurangi kerusakan lingkungan berkepanjangan akibat tingginya angka emisi karbon. Komitmen dari Cina ini seharusnya bisa menjalar pada negara-negara maju lainnya agar bersama untuk bisa mengurangi laju kerusakan lingkungan.

4. REDD+ (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation), Ini adalah skema yang memberikan insentif bagi negara-negara yang berhasil menekan tingkat kegiatan deforestasi dan degradasi hutan. Insentif ini dapat mendorong pengelolaan hutan yang lebih baik. Skema ini juga berada di bawah naungan UNFCCC. Namun dalam proses implementasinya, skema ini menimbulkan dilema bagi masyarakat negara-negara berkembang yang sebagian besar hidupnya bergantung pada hutan. Meskipun REDD+ memberikan insentif sebagai pengganti karena masyarakat tidak lagi bisa memanfaatkan hutan, namun belum jelas bentuk insentif seperti apa yang akan diberikan.

5. The Global Commission on Economy and Climate, Komisi internasional ini baru saja dibentuk pada September 2013. Komisi dunia ini terdiri dari para kepala pemerintahan, keuangan dan bisnis dari 14 negara yang dipimpin oleh mantan Presiden Meksiko Felipe Calderon.14 Isu lingkungan merupakan isu yang memiliki keterkaitan dengan isu-isu sosial15 lainnya termasuk isu pembangunan dan ekonomi. Dilema yang banyak dialami negara maju terkait pengurangan emisi karbon menjadi salah satu contohnya. Komisi ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana kinerja ekonomi yang lebih kuat dapat didukung oleh kebijakan iklim yang baik. Meskipun hasil kajian dari komisi ini belum dihasilkan namun ini menjadi angin segar terhadap masa depan di mana lingkungan bisa dijaga tanpa ada kekhawatiran akan terganggunya sektor pembangunan dan ekonomi.

14 www.lensaindonesia.com/2013/09/24/respon-perubahan-iklim-komisi-dunia-untuk-ekonomi-dan-iklimdibentuk.html/ diakses pada 15 November 2013 Pukul 13.41

15 John Vogler, 2001. Environment and Natural Resources”, dalam Brian White, Richard Little, and Michael Smith (2nd eds.)

(16)

Bag an 1, www.mangobay.co.id/2012/12/10/cop-18-doha-negara-negara-maju-lepas-tangan-dari-protokol-kyoto/

Upaya-upaya diatas dilakukan secara bersama oleh negara-negara internasional. Masalah lain yang ditimbulkan adalah upaya bersama ini sering kali menemui titik buntu, ketika satu kepentingan negara bertentangan dengan negara lain, sementara itu efek lingkungan yang terjadi terus berlanjut alih-alih perundingan yang alot belum menemui jalan tengah. Maka dari itu selain melalui konferensi internasional, upaya mengatasi isu ini juga dilakukan oleh negara-negara yang tergabung dalam suatu kawasan tertentu, Uni Eropa misalnya, mereka menerapkan peraturan pajak emisi penerbangan. Peraturan ini diterapkan oleh Uni Eropa untuk mengurangi emisi karbon sebagai dampak dari perindustrian pesawat terbang. Konsekuensi yang harus diterima adalah meningkatnya harga tiket pesawat, namun hal ini pantas dilakukan, karena emisi dari penerbangan menyumbang 10 kilo ton karbon dioksida pertahunnya16, sehingga menjadi polutan udara yang utama. Peraturan ini mengikat keseluruhan 27 negara-negara Uni Eropa, yang kemudian akan mengkalkulasikan jumlah pajak emisi yang harus dibayar pertahunnya, untuk selanjutnya disalurkan sebagai dana upaya perubahan iklim.

(17)

Upaya lainnya dari dunia internasional adalah berkembangnya berbagai organisasi-organisasi non-goverment yang bergerak dibidang lingkungan hidup. Misalnya Green Peace, WWF (World Wide Fund for Nature), WALHI (Wahana Lingkungan Hidup), dan banyak lainnya. Organisasi-organisasi ini menjalin hubungan dengan masyarakat secara global dan akhirnya dapat memobilisasi agar masyarakat lebih peka terhadap isu lingkungan. Organisasi-organisasi ini juga menjadi alat penekan bagi pemerintahan suatu negara agar lebih peka dan peduli dalam mengatasi masalah lingkungan hidup.

(18)

BAB IV

PENUTUP

Kemajuan teknologi yang ditawarkan oleh globalisasi memberikan kemudahan yang sangat besar dalam kehidupan manusia. Globalisasi juga telah menuntut standar yang sama bagi masyarakat di seluruh dunia. Hal ini ditandai dengan penggunaan suatu produk teknologi dengan cepat direspons oleh masyarakat di negara lain.

Dalam perkembangannya globalisasi telah memunculkan fenomena baru yaitu kelangkaan energi, kerusakan lingkungan, dan kemudian berlanjut pada pemanasan global. Permasalahan ini mencuat di era globalisasi. Berbagai kerusakan lingkungan sebagai akar dari permasalahan lain diketahui selain karena disaster, ternyata juga karena human error. Penggunaan teknologi yang tidak ramah lingkungan merusak ekosistem yang ada. Akibatnya manusia sebagai bagian dari ekosistem ini dapat terkena efeknya juga.

(19)

DAFTAR PUSTAKA

Climate Change 2007: The Physical Science Basis. Contribution of Working Group I to the Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change.

Intergovernmental Panel on Climate Change. diakses 13 November 2013. Iva Rachmawati. MemahamiPerkembanganStudiHubunganInternasional.AswajaPresindo

Yogyakarta, 2012

John Vogler, 2001. “Environment and Natural Resources”, dalam Brian White, Richard Little, and Michael Smith (2nd eds.) Issues In World Politics, New York : PALGRAVE

Martin , Ali dan Sugiarto Pramono. 2011. Faktor-Faktor Pendorong Integrasi Regional: Studi Perbandingan Uni Eropa dan ASEAN. SPEKTRUM: Jurnal Ilmu Politik Hubungan Internasional vol.8

Reed, S. Environment and Security. 2007.

http://www.climate.org/topics/environmental-security/index.html, diakses 13 November 2013

Steans, Jill dan Lloyd Pettiford, 2009. Hubungan Internasional. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Warrick, J. and Pincus, W. (2008, September 10). Reduced Dominance Is Predicted for U.S. The Washington Post.

http://www.washingtonpost.com/wp-dyn/content/article/2008/09/09/AR2008090903302.html diakses tanggal 13

November 2013

Winarno, Budi. 2002.Isu-isu Global Kontemporer.Yogyakarta: CAP

http://climate.nasa.gov/effects diakses 18 november 2013

http://unfccc.int/kyoto_protocol/items/2830.php/

http://alimuhi.staff.ipdn.ac.id/wp-content/uploads/2011/08/ANCAMAN.GLOBALISASI.pdf

diakses pada 16 November 2013

www.reuters.com/article/2009/05/29/us-climate-human-idUSTRE54S29P20090529 diakses 13 November 2013

(20)

protokol-kyoto/ diakses pada 15 November 2013

http://afidburhanuddin.files.wordpress.com/2013/03/dampak-akibat-kerusakan-lingkungan.pdf diakses pada 14 November 2013

Referensi

Dokumen terkait

Mengajukan PERUBAHAN DATA RINCI saya sebagi PTK sesuai dengan kondisi terbaru dan berdasarkan dokumen legal yang benar. Dan saya juga bersedia menyediakan dokumen pendukung

Wawancara merupakan tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langsung. Teknik wawancara merupakan teknik yang dapat digunakan untuk menguji data-data yang

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada fase vegetatif populasi kacang bambara 150 Gy memiliki daya hidup paling tinggi dengan persentase 93,75%, sedangkan terendah

Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran gejala pernafasan pada pekerja bagian Quality Control pabrik pengolahan crude palm oil (CPO)

Menurut bapak/ibu, bagaimana hubungan leluhur dengan kehidupan masyarakat masa kini.. Menurut bapaak/ibu, kalau ada hubungan masyarakat dengan leluhur, lalu dimana

kaidah kebahasaan dari teks deskripsi tentang objek (sekolah, tempat wisata, tempat bersejarah, dan atau suasana pentas seni daerah) yang didengar dan dibaca.. 4.2

07.00 Praktik mengajar dikelas VIII F dengan materi apresiasi tari tunggal daerah Nusantara tari tiga serangkai,beserta evaluasi pembelajaran. Mengisi jam tambahan kelas VIII F