• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASPEK HUKUM MANAJEMEMEN RESIKO DAN KESEL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ASPEK HUKUM MANAJEMEMEN RESIKO DAN KESEL"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

ASPEK HUKUM MANAJEMEMEN RESIKO DAN KESELAMATAN PASIEN

RUMAH SAKIT

Disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah Etika dan Hukum Kesehatan. Dosen pengampu: Dr.dr.M.C Inge Hartini.,M.Kes

Oleh: Yayan Kurniawan NIM.22020117410008

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONOGORO SEMARANG

(2)

Kata pengantar

Puji sukur saya ucapkan atas kehadirat allah swt atas karunia beliaulah saya diberikan kesehatan serta kesempatan untik dapat menyelesaikan penuliasan makalah yang berjudul “Aspek Hukum Manajememen Resiko Dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit” ini dalam upaya pemenuhan tugas

mata kuliah etika dan hukum kesehatan program studi magister keperawatan undip.

Sholawat beriring salam juga tidak lupa kita haturkan dimana berkat risalah beliaulah sehingga membawa kita dari alam kebodohan kepada alam terang menerang dan serba canggih seperti yang

kita rasakan saat ini. Ucapan terimaksih kepada teman-teman yang telah memberikan dukungan moril sehingga saya menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan tepat waktu.

Diharapkan kedepannya makalah ini dapat bertmanfaat dan menambah pengentahuan bagi kita semua, saya menyadari bahwa saya belumlah memiliki pengalaman yang berarti dalam penyusun

makalah ini oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangn sehingga akan menjadi lebih baik lagi kedepannya terutama bagi saya secara pribadi.

(3)

Daftar isi

2.2.4. Tujuh langka menuju keselamatan Pasien…

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG

Sehubungan dengan pentinnya tenaga kesehatan untuk mengetahui dan memahami regulasi-regulasi pada manajemen rumah sakit dan keselamatan pasien di rumah sakit adalah suatu sistem rumah sakit dalam membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.

Keselamatan pasien telah menjadi isu yang menyeluruh termasuk juga untuk rumah sakit. Ada enam sasaran keselamatan pasien di rumah sakit yaitu ketepatan identifikasi, peningkatan komunikasi efektif, peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai, kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi, pengurangan resiko infeksi terkait pelayanann kesehatan pengurangan resiko pasien jatuh.

Mutu pelayanan sebagai hasil dari sebuah sistem dalam organisasi pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh komponen struktur dan proses. Organisasi (struktur dan budaya), manajemen, sumber daya manusia, teknologi, peralatan, finansial adalah komponen dari struktur. Proses pelayanan, prosedur tindakan, sistem informasi, sistem administrasi, sistem pengendalian, pedoman merupakan komponen proses. Keselamatan pasien merupakan hasil interaksi antara komponen struktur dan proses.

(5)

B.TUJUAN.

Tujuan umum.

Mengetahui aspek hukum manajememen resiko dan keselamatan pasien rumah sakit.

Tujuan khiusus:

1. Menjelaskan tentang manajemen resiko klinis. 2. Menjelaskan tentang pasien safety.

(6)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Manajemen resiko klinis.

2.1.1. Definisi

Manajemen risiko klinis adalah proses yang bertahap dan berkesinambungan untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja secara komperhensif di lingkungan Rumah Sakit. Manajemen risiko merupakan aktifitas klinik dan administratif yang dilakukan oleh Rumah Sakit untuk melakukan identifikasi, evaluasi dan pengurangan risiko keselamatan dan Kesehatan Kerja. Hal ini akan tercapai melalui kerja sama antara pengelola K3RS yang membantu manajemen dalam mengembangkan dan mengimplementasikan program keselamatan dan Kesehatan Kerja, dengan kerjasama seluruh pihak yang berada di Rumah Sakit.

2.1.2. tujuan.

Manajemen risiko K3RS bertujuan meminimalkan risiko keselamatan dan kesehatan di Rumah Sakit pada tahap yang tidak bermakna sehingga tidak menimbulkan efek buruk terhadap keselamatan dan kesehatan sumber daya manusia Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan Rumah Sakit.

Dalam melakukan manajemen risiko K3RS perlu dipahami hal- hal berikut: a. Bahaya potensial/hazard yaitu suatu keadaan/kondisi yang dapat

(7)

Risiko yaitu kemungkinan/peluang suatu hazard menjadi suatu kenyataan, yang bergantung pada:

1) pajanan, frekuensi, konsekuensi 2) dose-response

b. Konsekuensi adalah akibat dari suatu kejadian yang dinyatakan secara kualitatif atau kuantitatif, berupa kerugian, sakit, cedera, keadaan merugikan atau menguntungkan. Bisa juga berupa rentangan akibat-akibat yang mungkin terjadi dan berhubungan dengan suatu kejadian.

Rumah Sakit perlu menyusun sebuah program manajemen risiko

fasilitas/lingkungan/proses kerja yang membahas pengelolaan risiko keselamatan

dan kesehatan melalui penyusunan manual K3RS, kemudian berdasarkan manual

K3RS yang ditetapkan dipergunakan untuk membuat rencana manajemen fasilitas

dan penyediaan tempat, teknologi, dan sumber daya. Organisasi K3RS

bertanggung jawab mengawasi pelaksanaan manajemen risiko keselamatan dan

Kesehatan Kerja dimana dalam sebuah Rumah Sakit yang kecil, ditunjuk seorang

personil yang ditugaskan untuk bekerja purna waktu, sedangkan di Rumah Sakit

yang lebih besar, semua personil dan unit kerja harus dilibatkan dan dikelola

secara efektif, konsisten dan berkesinambungan.

2.1.3. Langka-langka manajemen resiko klinis.

Keterangan gambar langkah-langkah manajemen risiko K3RS:

c. Persiapan/Penentuan Konteks

Persiapan dilakukan dengan penetapan konteks parameter (baik parameter internal maupun eksternal) yang akan diambil dalam kegiatan manajemen risiko. Penetapan konteks proses menajemen risiko K3RS meliputi:

1) Penentuan tanggung jawab dan pelaksana kegiatan manajemen risiko yang terdiri dari karyawan, kontraktor dan pihak ketiga.

(8)

Kerja.

3) Penentuan semua aktivitas (baik normal, abnormal maupun emergensi), proses, fungsi, proyek, produk, pelayanan dan aset di tempat kerja.

4) Penentuan metode dan waktu pelaksanaan evaluasi manajemen risiko keselamatan dan Kesehatan Kerja.

d. Identifikasi Bahaya Potensial

Identifikasi bahaya potensial merupakan langkah pertama manajemen risiko kesehatan di tempat kerja. Pada tahap ini dilakukan identifikasi potensi bahaya kesehatan yang terpajan pada pekerja, pasien, pengantar dan pengunjung yang dapat meliputi:

1) Fisik, contohnya kebisingan, suhu, getaran, lantai licin.

2) Kimia, contohnya formaldehid, alkohol, ethiline okside, bahan pembersih lantai, desinfectan, clorine.

3) Biologi, contohnya bakteri, virus, mikroorganisme, tikus, kecoa, kucing dan sebagainya.

4) Ergonomi, contohnya posisi statis, manual handling, mengangkat beban. 5) Psikososial, contohnya beban kerja, hubungan atasan dan bawahan,

hubungan antar pekerja yang tidak harmonis.

6) Mekanikal, contohnya terjepit mesin, tergulung, terpotong, tersayat, tertusuk.

(9)

8) Limbah, contohnya limbah padat medis dan non medis, limbah gas dan limbah cair.

Untuk dapat menemukan faktor risiko ini diperlukan pengamatan terhadap proses dan simpul kegiatan produksi, bahan baku yang digunakan, bahan atau barang yang dihasilkan termasuk hasil samping proses produksi, serta limbah yang terbentuk proses produksi.

Pada kasus terkait dengan bahan kimia, maka perlu dipelajari Material Safety Data Sheets (MSDS) untuk setiap bahan kimia yang digunakan, pengelompokan bahan kimia menurut jenis bahan aktif yang terkandung, mengidentifikasi bahan pelarut yang digunakan, dan bahan inert yang menyertai, termasuk efek toksiknya. Ketika ditemukan dua atau lebih faktor risiko secara simultan, sangat mungkin berinteraksi dan menjadi lebih berbahaya atau mungkin juga menjadi kurang berbahaya. Sumber bahaya yang ada di RS harus diidentifikasi dan dinilai untuk menentukan tingkat risiko yang merupakan tolok ukur kemungkinan terjadinya penyakit akibat kerja dan kecelakaan akibat kerja.

2.1.4. Analisis resiko klinis.

(10)

toksik, dengan kemungkinan gangguan kesehatan atau efek toksik dapat terjadi sebagai konsekuensi pajanan bahaya potensial. Karakterisasi risiko mengintegrasikan semua informasi tentang bahaya yang teridentifikasi (efek gangguan/toksisitas spesifik) dengan perkiraan atau pengukuran intensitas/konsentrasi pajanan bahaya dan status kesehatan pekerja, termasuk pengalaman kejadian kecelakaan atau

penyakit akibat kerja yang pernah terjadi. Analisis awal ditujukan untuk memberikan gambaran seluruh risiko yang ada. Kemudian disusun urutan risiko yang ada.

Prioritas diberikan kepada risiko-risiko yang cukup signifikan dapat menimbulkan kerugian.

2.1.5. Evaluasi resiko

Evaluasi Risiko adalah membandingkan tingkat risiko yang telah dihitung pada tahapan analisis risiko dengan kriteria standar yang digunakan. Pada tahapan ini, tingkat risiko yang telah diukur pada tahapan sebelumnya dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan. Selain itu, metode pengendalian yang telah diterapkan dalam menghilangkan/meminimalkan risiko dinilai kembali, apakah telah bekerja secara efektif seperti yang diharapkan. Dalam tahapan ini juga diperlukan untuk membuat keputusan apakah perlu untuk menerapkan metode pengendalian tambahan untuk mencapai standard atau tingkat risiko yang dapat diterima. Sebuah program evaluasi risiko sebaiknya mencakup beberapa elemen sebagai berikut:

1.Inspeksi periodik serta monitoring aspek keselamatan dan higiene industry.

2.Wawancara nonformal dengan pekerja.

3.Pemeriksaan kesehatan.

4.Pengukuran pada area lingkungan kerja

5.Pengukuran sampel personal

Hasil evaluasi risiko diantaranya adalah:

1) Gambaran tentang seberapa penting risiko yang ada.

(11)

3) Gambaran tentang kerugian yang mungkin terjadi baik dalam parameter biaya ataupun parameter lainnya.

4) Masukan informasi untuk pertimbangan tahapan pengendalian.

2.1.6. Pengendalian resiko.

Prinsip pengendalian risiko meliputi 5 hierarki, yaitu:

9) Menghilangkan bahaya (eliminasi)

10) Menggantikan sumber risiko dengan sarana/peralatan lain yang tingkat risikonya lebih rendah/tidak ada (substitusi)

11) Rekayasa engineering/pengendalian secara teknik 12) Pengendalian secara administrasi

13) Alat Pelindung Diri (APD).

Beberapa contoh pengendalian risiko keselamatan dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit:

1) Containment, yaitu mencegah pajanan dengan: a) Desain tempat kerja

b) Peralatan safety (biosafety cabinet, peralatan

centrifugal)

c) Cara kerja

d) Dekontaminasi

e) Penanganan limbah dan spill management

2) Biosafety Program Management, support dari pimpinan puncak yaitu Program support, biosafety spesialist, institutional biosafety committee, biosafety manual, OH program, Information & Education

3) Compliance Assessment, meliputi audit, annual review, incident dan accident statistics.

Safety Inspection dan Audit meliputi :

a) Kebutuhan (jenisnya) ditentukan berdasarkan karakteristik pekerjaan (potensi bahaya dan risiko)

b) Dilakukan berdasarkan dan berperan sebagai upaya pemenuhan standar tertentu

(12)

4) Investigasi kecelakaan dan penyakit akibat kerja

a) Upaya penyelidikan dan pelaporan KAK dan PAK di tempat kerja

b) Disertai analisis penyebab, kerugian KAK, PAK dan tindakan pencegahan serta pengendalian KAK, PAK

c) Menggunakan pendekatan metode analisis KAK dan PAK. 5) Fire Prevention Program

a) Risiko keselamatan yang paling besar & banyak ditemui pada hampir seluruh jenis kegiatan kerja, adalah bahaya dan risiko kebakaran

b) Dikembangkan berdasarkan karakteristik potensi bahaya & risiko kebakaran yang ada di setiap jenis kegiatan kerja

6) Emergency Response Preparedness

a) Antisipasi keadaan darurat, dengan mencegah meluasnya dampak dan kerugian

b) Keadaan darurat: kebakaran, ledakan, tumpahan, gempa, social cheos,bomb treat dll

c) Harus didukung oleh: kesiapan sumber daya manusia, sarana dan peralatan, prosedur dan sosialisasi

7) Program K3RS lainnya Pemindahan Risiko (Risk transfer)

Mendelegasikan atau memindahkan suatu beban kerugian ke suatu kelompok/bagian lain melalui jalur hukum, perjanjian/kontrak, asuransi, dan lain-lain. Pemindahan risiko mengacu pada pemindahan risiko fisik & bagiannya ke tempat lain.

e. Komunikasi dan Konsultasi

(13)

pengelolaan risiko dengan fokus terhadap perkembangan kegiatan. Komunikasi internal dan eksternal yang efektif penting untuk meyakinkan pihak pengelolaan sebagai dasar pengambilan keputusan. Persepsi risiko dapat bervariasi karena adanya perbedaan dalam asumsi dan konsep, isu-isu, dan fokus perhatian kontributor dalam hal hubungan risiko dan isu yang dibicarakan. Kontributor membuat keputusan tentang risiko yang dapat diterima berdasarkan pada persepsi mereka terhadap risiko. Karena kontributor sangat berpengaruh pada pengambilan keputusan maka sangat penting bagaimana persepsi mereka tentang risiko sama halnya dengan persepsi keuntungan-keuntungan yang bisa didapat dengan pelaksanaan pengelolaan risiko.

f. Pemantauan dan telaah ulang

Pemantauan selama pengendalian risiko berlangsung perlu dilakukan untuk mengetahui perubahan-perubahan yang bisa terjadi. Perubahan-perubahan tersebut kemudian perlu ditelaah ulang untuk selanjutnya dilakukan perbaikan-perbaikan. Pada prinsipnya pemantauan dan telaah ulang perlu untuk dilakukan untuk menjamin terlaksananya seluruh proses manajemen risiko dengan optimal.

2.2. Pasien safety

2.2.1. Pengertian.

adalah suatu sistem yang membuat asuhan pasien lebih aman, meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko pasien, pelaporan dan analisis

insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.

(14)

a. pelayanan secara menyeluruh dan terkoordinasi mulai dari saat pasien masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan pengobatan, pemindahan pasien, rujukan, dan saat pasien keluar dari fasilitas pelayanan kesehatan;

b. koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan ketersediaan sumber daya fasilitas pelayanan kesehatan;

c. koordinasi pelayanan dalam meningkatkan komunikasi untuk memfasilitasi dukungan keluarga, asuhan keperawatan, pelayanan sosial, konsultasi, rujukan, dan tindak lanjut lainnya; dan

d. komunikasi dan penyampaian informasi antar profesi kesehatan sehingga tercapai proses koordinasi yang efektif.

2.2.3. Sasaran Keselamatan Pasien.

SKP.1 Mengidentifikasi Pasien Dengan Benar

SKP.2 Meningkatkan Komunikasi Yang Efektif

SKP.3 Meningkatkan Keamanan Obat-obatan Yang Harus Diwaspadai

SKP.4 Memastikan Lokasi Pembedahan Yang Benar, Prosedur Yang Benar, Pembedahan Pada PasienYang Benar

SKP.5 Mengurangi Risiko Infeksi Akibat Perawatan Kesehatan

SKP.6 Mengurangi Risiko Cedera Pasien Akibat Terjatuh

2.2.4. Tujuh Langka Menuju Keselamatan Pasien.

1. membangun kesadaran akan nilai Keselamatan Pasien. Ciptakan budaya adil dan terbuka

2. memimpin dan mendukung staf.

(15)

Fasilitas pelayanan Kesehatan anda.

3. mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko.

Bangun sistem dan proses untuk mengelola risiko dan mengindentifikasi kemungkinan terjadinya kesalahan

4. mengembangkan sistem pelaporan

Pastikan staf anda mudah untuk melaporkan insiden secara internal (lokal ) maupun eksternal (nasional).

5. melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien

Kembangkan cara-cara berkomunikasi cara terbuka dan mendengarkan pasien.

6. belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan Pasien. Dorong staf untuk menggunakan analisa akar

masalah guna pembelajaran tentang bagaimana dan mengapa terjadi insiden.

mencegah cedera melalui implementasi sistem Keselamatan Pasien Pembelajaran lewat perubahan-perubahan didalam praktek, proses atau sistem. Untuk sistem yang sangat komplek seperti Fasilitas pelayanan Kesehatan untuk mencapai hal-hal diatas

dibutuhkan perubahan budaya dan komitmen yang tinggi bagi seluruh staf dalam waktu yang cukup lama.

2.2.5. Komite Nasional Keselamatan Pasien.

merupakan organisasi fungsional dibawah koordinasi Direktorat Jenderal, serta bertanggung jawab kepada Menteri.

1. Dalam rangka meningkatkan mutu dan keselamatan pasien di fasilitas pelayanan kesehatan, Menteri membentuk Komite Nasional Keselamatan Pasien untuk meningkatkan keselamatan pasien di fasilitas pelayanan kesehatan.

(16)

3. Keanggotaan Komite Nasional Keselamatan Pasien terdiri dari unsur Kementerian Kesehatan, kementerian/lembaga terkait, asosiasi fasilitas pelayanan kesehatan, dan organisasi profesi terkait. Komite Nasional Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 memiliki tugas memberikan masukan dan pertimbangan kepada Menteri dalam rangka penyusunan kebijakan nasional dan peraturan Keselamatan Pasien.

4. Dalam melaksanakan tugas, Komite Nasional Keselamatan Pasien menyelenggarakan fungsi:

a. penyusunan standar dan pedoman Keselamatan Pasien; b. penyusunan dan pelaksanaan program Keselamatan Pasien;

c. pengembangan dan pengelolaan sistem pelaporan Insiden, analisis, dan penyusunan rekomendasi Keselamatan Pasien;

d. kerja sama dengan berbagai institusi terkait baik dalam maupun luar negeri; dan

e. monitoring dan evaluasi pelaksanaan program Keselamatan Pasien.

2.3. Insiden.

Insiden di fasilitas pelayanan kesehatan meliputi:

a. Kondisi Potensial Cedera (KPC) merupakan kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden.

b. Kejadian Nyaris Cedera (KNC)merupakan terjadinya insiden yang belum sampai terpapar ke pasien.

c. Kejadian Tidak Cedera (KTC)merupakan insiden yang sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak timbul cedera.

Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)merupakan Insiden yang mengakibatkan cedera pada pasien.

2.3.1. Penanganan Insiden

(17)

cedera berat yang temporer dan membutuhkan intervensi untuk mempetahankan kehidupan, baik fisik maupun psikis, yang tidak terkait dengan perjalanan penyakit atau keadaan pasien sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14. Dilakukan melalui pembentukan tim Keselamatan Pasien yang ditetapkan oleh pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan sebagai pelaksana kegiatan penanganan Insiden. Kegiatan berupa pelaporan, verifikasi, investigasi, dan analisis penyebab Insiden tanpa menyalahkan, menghukum, dan mempermalukan seseorang (Pasal 16).

BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Tinjauan Kasus.

Contoh : Pada tanggal 29-10-2017 perawat berdinas di ruang orthopedic RS x ada tiga orang, pada jam 22.00 wib dokter Y menuliskan instruski untuk dilakukan pengambilan sampel darah kepada TN.Andri pada jam 05.00 kepada perawat D yang kebetulan sedang berdinas malam diruangan tersebut. Pada jam 05.00 perawat D sedang sholat subuh, karna berinisiatif untuk menggantikan pekerjaan perwat D akhirnya perawat N mau mencoba melakukan pengambilan sampel darah kepada Tn.Amri, namun saat perawat D datang menhapiri dan menjelaskan bahwa yang harus dilakukan pengembilan sampel dara tersebut bukan Tn.Amri tapi Tn.Andri.

3.2. Analisa Kasus.

Dari kasus diatas terlihat bahwa kurangnya informasi yang efektif antara sesama perawat dan dalam hal ini adalah antara perawat D dan perawat-perawat lain yang berdinas diruangan

itu,perawat N juga tidak melihat ulang gelang identifikasi pasien dan menanyakn identitas pasien secara langsung dan ini menyalahi aturan sasaran keselamatan pasein yaitu tidak melakukan kominikasi yang efektif dan tidak mengidentifikasi pasien dengan benar,oleh karena itu seharusnya perawat dan petugas kesehatan yang menangani pasien langsung lebih

memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan keselamatan pasien dan dalam kasus ini perawat harus melakukan komunikasi yang efektif antara sesame perawat dan atau kepada petugas lain serta melakukan pengidentifikasian pasien dengan benar salah satunya melihat gelang identitas dan memastikan nama dan nomor rekam medic dengan benar.

(18)
(19)

BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan.

Peningkatan mutu dan keselamatan pasien saling berhubungan, pemberian asuhan pasien sesuai kebutuhan, dokter, perawat, tenaga bedah yang berkompeten, SDM sesuai kompetensi, alat sesuai kebutuhan pasien, peralatan mendukung pasien safety dapat meningkatkan mutu pelayanan dalam hal ini pelayanan yang bermutu diartikan sejauh mana realitas pelayanan kesehatan yang diberikan sesuai dengan kriteria, standar profesional medis terkini, baik yang telah memenuh iatau melebihi kebutuhan dan keinginan pelanggan dengan tingkat efisiensi yang optimal sehingga petugas mudah untuk berbuat benar dan tidak mudah membuat kesalahan dengan petugas kesehatan memiliki pegangan hukum dan acuan dalam melaksanakan praktiknya.kerjasama tim, komunikasi, SDM yang memenuhi syarat, supervisi, standarisasi prosedur menjadi hal yang sangat penting dalam memberikan asuhan kepada pasien.

4.2. Saran.

(20)

DAFTAR PUSTAKA

Peraturan menteri kesehatan republik indonesia nomor 11 tahun 2017tentang keselamatan pasien.

Referensi

Dokumen terkait

Pertumbuhan konsumsi pada triwulan II 2015 meningkat meski masih pada level terbatas.Peningkatan terjadi pada komponen konsumsi rumah tangga dan LNPRT, sementara

Dalam kasus Dunkin’ Donuts  yang bercabang di kota Yogyakarta, time to market   cenderung tinggi karena mereka memiliki kebijakan mengeluarkan produk baru mereka dan

Setelah stimulasi agonis platelet, thromboxane A 2 (vasokonstriktor local yang kuat) dilepas dan terjadi aktivasi platelet lebih lanjut. Selain pembentukan thromboxane A 2

Karena mungkin sulit untuk membedakan tumor Bartholin dari kista Bartholin yang jinak hanya Karena mungkin sulit untuk membedakan tumor Bartholin dari kista Bartholin yang jinak

Lima puluh persen dari kegagalan yang terjadi adalah oleh Lima puluh persen dari kegagalan yang terjadi adalah oleh kesalahan teknik mengerjakan sterilisasi; semakin rumit

a) Medis : abortus adalah berakhirnya kehamilan melalui cara apapun sebelum janin mampu bertahan hidup pada usia kehamilan sebelum 20 minggu didasarkan pada tanggal hari pertama

Komunikasi Massa menurut pendapat tan dan wright merupakan bentuk komunikasi yang menggunakan saluran (media) dalam menghubungkan komunikator dan komunikan secara massal,

Tentukan apa yang diberikan atau diterima masing-masing proses daripada sistem, sambil memperhatikan konsep keseimbangan (alur data yang masuk atau keluar dari suatu level harus