• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fashion Sebagai Alat Bahasa baru di (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Fashion Sebagai Alat Bahasa baru di (1)"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

“Fashion Sebagai Alat Bahasa”

Oleh Wildan Bustanurrahmat

Pengertian Bahasa

Bahasa adalah alat komunikasi berupa bunyi yang diciptakan dari alat bunyi manusia yang memiliki makna dan lambang sehingga dapat menciptakan interaksi. Penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi, memiliki tujuan agar kita dapat dipahami oleh orang lain. Bahasa itu sendiri adalah alat untuk berkomunikasi melalui lisan (bahasa primer) dan tulisan (bahasa sekunder). Bahasa ialah sistem lambing bunyi yang arbiter, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri (KBBI).

(2)

Pengertian Fashion

Kata “fashion” merupakan istilah dari bahasa asing yang artinya “busana” atau “pakaian” (Peter, Vol.3, 1987:679). Dalam bahasa Latin “factio” yang artinya membuat atau melakukan. Arti kata fashion sendiri mengacu pada kegiatan yaitu sesuatu yang dilakukan seseorang. (Barnard, terj., Ibrahim dan Iriantara, 1996:11). Arti asli fashion pun mengacu pada pengungkapan bahwa butir-butir fashion dan pakaian adalah komoditas yang paling di fetish-kan (fetish adalah jimat: KBBI edisi 3).

Tanpa disadari, fashion adalah alat komunikasi non-verbal yang dapat dilihat dari cara seseorang berpakaian. Fashion yang di kenakan oleh seseorang mencerminkan tentang siapa dirinya. Fashion bukanlah sesuatu yang nyata, tetapi dapat di ungkapkan secara nyata melalui pakaian. Fashion sendiri merupakan suatu cara yang dilakukan untuk penampilan seseorang. Ketika melihat seseorang, hal pertama yang akan kita dilihat adalah penampilanya. Penampilan merupakan keadaan diri dari ujung rambut sampai ujung kaki yang tampak dan dapat dilihat oleh panca indra; mata. Bahkan ketika seseorang yang kita temui bukanlah orang yang fashionable, maka kita akan tetap mencoba untuk mendeskripsikan keadaan dirinya melalui pakaian yang ia kenakan dan begitu juga sebaliknya. Fashion juga mencerminkan suasana hati seseorang, ketika seseorang memilih model dan warna pakaian yang ingin dikenakannya, secara tidak sadar seseorang yang melihatnya akan berusaha menerjemahkan suasana hatinya melalui pakaian. Orang-orang yang cenderung fashionable lebih mudah ditebak suasana hatinya melalui pakaian yang ia kenakan.

Fashion Sebagai Bentuk Bahasa Non-verbal

(3)

maknanya. Perilaku non-verbal memang lebih terbatas kemampuannya. Komunikasi non-verbal cocok digunakan untuk mengungkapkan perasaan-perasaan dan agak sulit untuk menyatakan pikiran-gagasan. Selain itu, pesan-pesan non-verbal dapat sejalan dan memperkuat pesan verbalnya, atau sebaliknya bertentangan, sehingga justru memperlemah pesan verbalnya.

Makna Pakaian Sebagai Citra

Untuk memahami Fashion dan pakaian sebagai bahasa tidak cukup hanya dengan memahami komunikasi sebagai sekedar pengiriman pesan. Dalam hal ini garmen, yang merupakan bagian dari fashion atau pakaian, menjadi medium atau saluran yang dipergunakan seseorang untuk menyatakan sesuatu kepada orang lain dengan maksud mendorong terjadi perubahan pada orang itu. Seseorang mengirimkan pesan tentang dirinya sendiri melalui fashion dan pakaian yang dipakainya. Berdasarkan pengalaman sehari-hari, pakaian dipilih sesuai dengan apa yang akan dilakukan pada hari itu, bagaimana suasana hati seseorang, siapa yang akan ditemuinya dan seterusnya. Pakaian sering dianggap sebagai sebuah topeng untuk memanipulasi tubuh, sebagai cara untuk membangun dan menciptakan citra diri. Pakaian membangun habitus pribadi, sebagai sebuah perangkat penting untuk berkomunikasi dengan lingkungannya; pakaian dibentuk dan disesuaikan dengan kondisi tertentu.

Secara semiologis tanda denotatif dianggap sebuah penanda dan tanda konotatif dianggap sebagai sebuah petanda. Pada tataran makna denotasi atau makna secara harfiah, fashion dipahami melalui apa yang ditampilkan oleh citra yang secara faktual tampak, bahan apa yang digunakan, waktu dan tempat pembuatannya, pemakaiannya, dan sebagainya. Mereka dapat berbeda dari jenis kelamin, gender, usia, kelas sosial, pekerjaan, dan ras. Perbedaan itu dapat menghasilkan dan mendorong perbedaan konotasi bagi kata atau citra. Di dalam sebuah fashion, selain ada nilai-nilai yang ingin dipromosikan atau dikomunikasikan melalui apa yang ditampilkan. Fashion merupakan sebuah bentuk dari ekspresi individualistik. Fashion dan pakaian adalah cara yang digunakan individu untuk membedakan dirinya sendiri sebagai individu dan menyatakan beberapa keunikannya. Penggunaan warna merupakan salah satu cara berekspresi.

(4)

non-verbal. Pakaian bisa melindungi kita dari cuaca buruk atau dalam olahraga tertentu dari kemungkinan cedera. Pakaian juga mambantu kita menyembunyikan bagain-bagian tertentu dari tubuh kita dan karenanya pakaian memiliki suatu fungsi kesopanan. Menurut Desmond Morris, dalam Manwatching: A Field Guide to Human Behavior (1977), pakaian juga menampilkan peran sebagai pajangan budaya (cultural display) karena ia mengkomunikasikan afiliasi budaya. Mengenali asal-usul seseorang berasal dari pakaian yang mereka kenakan. Selain ada nilai-nilai yang ingin dipromosikan atau dikomunikasikan melalui apa yang ditampilkan. Fashion merupakan sebuah bentuk dari ekspresi individualistik.

Fashion Sebagai Budaya

Sebagai fungsi budaya, pakaian dapat menunjukkan budaya suatu bangsa maupun daerah, karena setiap daerah maupun bangsa pasti memiliki sesuatu yang diunggulkan sebagai simbol atau suatu yang khas dari daerah tersebut. Kekhasan pakaian dapat dilihat dari motif atau corak. Contohnya, pada batik malangan yang mempunyai ciri khas gambar dan motif tugu, karena mempunyai ciri khas sendiri, kita dapat menunjukkan identitas daerah tanpa mengatakan daerah asal kita. Misalnya, jika kita memakai batik di luar negeri dan didukung dengan wajah melayu, maka orang akan mengetahui bahwa kita adalah orang Indonesia. Selain fungsi tersebut, pakaian juga dapat mencerminkan pribadi seseorang. Seseorang yang senang berpenampilan terbuka (sesuai situasi) merupakan orang yang luwes, akan tetapi jika pakaiannya terbuka dalam artian kurang sopan dapat dikatakan orang tersebut adalah orang yang kurang perhatian dan mempunyai pribadi “nakal”. Pakaian rapi dan serasi merupakan ciri orang yang disiplin, dapat menyesuaikan situasi, sopan, dan merupakan orang yang mempunyai pendirian.

(5)

Fashion Atau Pakaian Sebagai Simbol Pribadi Pemakainya

Pakaian merupakan ‘bahasa diam’ (silent language) yang berkomunikasi melalui pemakaian simbol-simbol verbal maupun non-verbal. Goffman menyebut simbol-simbol semacam itu sebagai ‘sign-vehicles’ atau ‘cues’ yang menyeleksi status yang akan diterapkan kepada seseorang dan menyatakan tentang cara-cara orang lain memperlakukan mereka. Jalan pintas visual terhadap persepsi seseorang akan membuat kita mampu mengkategorikan seorang individu dan menyiapkan suatu perangkat untuk dipergunakan dalam melakukan interaksi berikutnya.

Memahami makna dari simbol-simbol yang disampaikan oleh pakaian sangatlah penting, agar seseorang mampu menunjukkan dirinya sedemikian rupa sehingga impresi (kesan) yang diinginkan dapat diperoleh. Dalam kehidupan masyarakat urban masa kini yang bergerak dengan cepat sebagian besar kontak antar manusia bersifat sementara, dan tidak bersifat pribadi (impersonal). Dalam situasi seperti itu seringkali kesan pertama merupakan satu-satunya hal yang terbentuk. Untuk keperluan praktis lainnya pakaian menjadi bagian yang intim dan tak terpisahkan dari ruang pandang (perceptual field) tempat orang tersebut berada. Pakaian yang dikenakan oleh seseorang bisa menyampaikan isyarat tentang diri, peran, dan status si pemakai, serta membantu memberikan pernyataan tentang keadaan seperti apa orang tersebut dipandang. Efek-efek simbolik yang ditimbulkan oleh pakaian ketika seseorang melakukan interaksi antar manusia sama tuanya dengan pakaian itu sendiri, tetapi baru pada sekitar abad XIX para ahli ilmu pengetahuan terutama para ahli ilmu sosial melakukan kajian tentang pakaian yang dipergunakan sebagai komunikator non-verbal.

(6)

Atosokhi Gea, Antonius, dkk. 2002. Relasi dengan Sesama Character Building II. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

http://komunikasi.unsoed.ac.id/sites/default/files/46.Rahmadya%20Putra-umb.pdf [tersedia] diakses pada tanggal 2 Desember 2013 pukul 17.05 wib.

http://dejayvi.wordpress.com/2009/01/16/fashion-sebagai-komunikasi/ [tersedia] diakses pada tanggal 9 Desember 2013 pukul 20.58 wib.

Jusuf, Herman, Agustus 2001, “PAKAIAN SEBAGAI PENANDA: Kajian Teoretik Tentang Fungsi dan Jenis Pakaian Dalam Konsteks Semiotika”. Jurnal Seni Rupa dan Desain Volume 1, No. 3,

http://repository.stisitelkom.ac.id, 10 Desember 2013.

(7)

meliputi identitas agama, sosial, budaya, dan sebagainya. Itulah alasan mengapa pakaian mempunyai motif dan model yang variatif. Bahkan terdapat kata-kata “I speak with my cloth “.

Referensi

Dokumen terkait

mempengaruhi bagaimana mereka mempersepsikan mengenai model pembelajaran blended learning yang mereka jalankan, yang mana persepsi didefinisikan oleh Atkinson (2000)

7 Pembangunan Jalan Tol Balikpapan - Samarinda PPP 1.200 8 Pembangunan Jalan Tol Kayu Agung – Palembang - Betung PPP 836,1 9 Pembangunan Jaringan Penyedian Air Bersih Bekasi PPP 20

4.2.1 Mengenal pasti fungsi alat dan fitur asas yang digunakan dalam perisian rakaman dan suntingan audio. 4.2.2 Membuat rakaman audio

Sedangkan pada bagian tengah, merupakan tampilan utama dari game yang akan diisi oleh gambar background dari lokasi yang dipilih atau dimainkan, berikut dengan

Berdasarkan data yang telah diperoleh pada analisa data, konsep design layout interior dan mengumpulkan berbagai macam referensi yang akan dibuat dalam perancangan

Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa persamaan regresi dengan tinggi total rata-rata tegakan sebagai peubah bebasnya (FT = 0.153 + 0.509 T) adalah persamaan regresi yang

Untuk semua bilangan Reynolds yang digunakan dalam penelitian ini didapatkan jarak pusat returning blade turbin angin dengan pusat silinder pengganggu yang paling