• Tidak ada hasil yang ditemukan

Budaya Masyarakat Asia Tenggara Thailand

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Budaya Masyarakat Asia Tenggara Thailand"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PERKEMBANGAN BUDAYA dan MASYARAKAT THAILAND

Makalah ini diajukan untuk tugas mata kuliah Budaya dan Masyarakat Asia Tenggara

Disusun Oleh: Anastasya Anisa Widya Lestari

Indah Apriyani Belliana Noviary

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS NASIONAL

(2)

NOVEMBER 2013

I. Pendahuluan

Pendekatan sejarah sangat penting dalam memahami suatu budaya masyarakat di suatu negara. Pendekatan sejarah menjelaskan dari segi mana kajian sejarah hendak dilakukan, dimensi mana yang diperhatikan, unsur-unsur mana yang diungkapkannya, dan lain sebagainya. Hal ini berhubungan dengan budaya masyarakat yang merupakan subjek yang dinamis dimana proses pembentukannya dipengaruhi oleh kegiatan masyarakat pada suatu periode tertentu. Perubahan kebudayaan pada suatu masyarakat merupakan keniscyaan dan tidak dapat dielakkan. Masyarakat tidak pernah statis, selalu dinamis berubah dari satu keadaan ke keadaan lainnya yang disebabkan oleh berbagai faktor. Perubahan ini dimaksudkan sebagai wujud tanggapan manusia terhadap tantangan lingkungannya. Melalui pendekatan sejarah akan didapatkan pemahaman secara holistik tentang budaya masyarakat yang akan dikaji. Hal ini lah yang menjadi tema dalam penelitian ini dengan memahami Proses Pembentukan Budaya dan Masyarakat Thailand.

Dalam menganalisa proses perkembangan/pertumbuhan Budaya dan Masyarakat Thailand, ada lebih baiknya kita memahami tentang pengertian budaya itu sendiri. Budaya merupakan kebiasaan (custom) yang dilakukan secara berulang-ulang sehingga membentuk pola dan mempunyai keteraturan serta pada akhirnya budaya dapat menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang lain. Dengan adanya pola tertentu, baik pola yang tangible maupun intangible, kita dapat mencirikan suatu budaya negara yang membedakan dengan negara lainnya.

Negara Thailand (dulu Siam) pada awal pembentukannya diwarnai oleh hadirnya kerajaan-kerajaan, seperti Sukhothai, Ayuthaya, Thonburi, dan Rattanakosin. Hadirnya kerajaan-kerajaan ini banyak menyumbangkan budaya kepada masyarakat Thai pada masa kini. Periode kerajaan Monarki Absolut pada masa itu diklasifikasikan sebagai sejarah Thailand pada pra-modern. Pembentukan kerajaan-kerajaan ini secara tidak langsung dipengaruhi oleh bangsa-bangsa yang bermigrasi ke Thailand dan membawa nilai dan ajaran-ajaran sehingga turut mewarnai perkembangan budaya negara ini.

(3)

migrasi manusia. Perpindahan dari satu tempat ke tempat lain, akan menularkan budaya tertentu. Hal ini akan semakin tampak dan jelas kalau perpindahan manusia itu secara kelompok dan atau besar-besaran, di kemudian hari akan menimbulkan difusi budaya yang luar biasa. Setiap ada persebaran kebudayaan, di situlah terjadi penggabungan dua kebudayaan atau lebih. Akibat pengaruh kemajuan teknologi-komunikasi, juga akan mempengaruhi terjadinya difusi budaya. Keadaan ini memungkinkan kebudayaan semakin kompleks dan bersifat multikultural1.

Dalam periode Thailand Modern, pola budaya masyarakat Thailand lebih sedikit terbuka pada pengaruh budaya asing, terutama dari segi pemerintahannya, walaupun nilai-nilai kebudayaan tradisional masih tetap dipegang teguh oleh masyarakat, seperti ajaran Buddha, mata pencaharian, nilai-nilai adat istiadat, dll. Seperti yang Hans Hofer (1991) kemukakan bahwa :

“Thailand is still basically a country of villages and towns following traditional ways; a full 80 percent of the population is engaged in agriculture. Tradition still exerts a powerful influence, even in the clamorous streets of capital”2

Hal inilah yang akan dibahas pada penelitian ini, dengan membatasi ruang lingkup masalah pada pengaruh budaya dan masyarakat Thailand pada pra-modern hingga pada apa yang disebut sebagai Thailand Modern pada masa ini dan sedikit tentang pembahasan asal-muasal masyarakat Thailand agar mendapatkan gambaran yang lebih jelas lagi.

1 http://sosbud.kompasiana.com/2011/11/01/teori-perubahan-kebudayaan-408712.html , diakses pada tanggal 5 November 2013.

(4)

II. Proses Perkembangan Budaya dan Masyarakat Thailand dilihat pada Aspek Sejarah

2.1 Asal Muasal Masyarakat Thailand

Hans Hofer (1991) dalam bukunya Insight Guides Thailand menyebutkan tentang sekilas asal muasal masyarakat Thai. Menurutnya, ditinjau dari pendekatan Linguistik, Cina Selatan merupakan daerah asal darimana masyarakat Thailand terbentuk, khususnya dari bangsa Yunan yang bermigrasi ke Asia Tenggara pada sekitar abad ke 7 – 13. Dari sisi lain, asal muasal masyarakat Thai disebutkan telah ada sejak dua abad yang lalu, dimana pada pedesaan Ban Chieng ditemukan artefak-artefak dengan peradaban yang sudah tinggi. Hal ini dibuktikan oleh penemuan piring, perhiasan, dan perunggu. Hal ini pula lah yang mengindikasikan bahwa Bangsa Yunan bukan satu-satunya nenek moyang dari penyebaran suku di Asia Tenggara, khususnya Thailand3. Terlepas dari hal ini, pemahaman tentang asal muasal masyarakat Thailand di berbagai literatur lebih banyak disebutkan berasal dari bangsa Yunan yang bermigrasi dari Cina bagian Selatan. Walaupun penemuan artefak di pedesaan Ban Chieng merupakan sejarah yang telah lama berdiri sebelum bangsa Yunan menempati Thailand, akan tetapi sumber dan informasi dari peradaban ini masih sedikit dan terkesan abstrak sehingga belum dapat dijadikan sumber yang objektif.

Hans Hofer lalu menekankan pada bangsa Yunan sebagai nenek moyang dari masyarakat Thailand, yaitu dari suku Shan4. Penyebaran bangsa ini pertama kali menduduki wilayah Thailand Utara, terutama di daerah Chiang Mai dan Chiang Saen. Lama kelamaan bangsa ini berkembang dan kemudian membentuk sebuah kerajaan yang dinamakan Sukhothai, dimana kerajaan inilah yang pertama kali dibentuk dan awal dari peradaban bangsa Thailand. Lalu pengaruh kerajaan ini pada abad ke-13 mulai menjalar ke selatan Thailand dimana Suku Mon dan Khmers (suku asal Myanmar) mulai tersingkirkan dari wilayah selatan. Hal ini menunjukkan bahwa peradaban Thailand dimulai di wilayah utaranya. Oleh karena itulah, bagian utara Thailand merupakan wilayah yang sangat vital dalam memahami proses budaya dan masyarakat karena kaya akan sejarahnya dibandingkan dengan Thailand bagian Selatan.

3 Ibid. Hal. 19

(5)

2.2 Thailand Pra-Modern

Thailand Pra-Modern kami klasifikasikan sebagai masa dimana bangsa ini belum terpengaruh oleh ajaran asing, terutama dari segi pemerintahan. Pada periode ini nama “Thailand” belum menjadi nama resmi negara. Pada sekitar abad ke-12, nama “Siam” menjadi sebutan oleh bangsa asing pada negara ini. Hal ini berlangsung sampai Thailand menganut sistem demokrasi di pemerintahannya pada tahun 1939, lalu “Siam” berubah menjadi “Thailand” atau “Thai” sebutan untuk masyarakatnya yang artinya “Bebas”.

Akan sangat jelas bila penjelasan ini diarahkan pada pembelajaran tentang kerajaan-kerajaan yang memerintah, bagaimana struktur masyarakatnya, dll. Akan tetapi, karena keterbatasan sumber dan menjadikan ruang lingkup penelitian ini menjadi meluas dan abstrak, maka penekanan hanya pada pengaruh budaya-budaya yang mewarnai Thailand Pra-Modern.

2.2.1 Pengaruh Budaya India

Pengaruh India disebut berasal dari Suku Mon dan Suku Khmers yang mendapat Indianisasi yang kuat di Myanmar. Kedua suku ini menduduki Thailand sekitar abad ke 6 – 11 dan mempengaruhi kebudayaan Thailand. Suku Mon berkontribusi pada seni-seni Buddha dan kebudayaan suku Khmers terlihat pada peninggalan bangunan candi di bagian timur laut wilayah Thailand.

2.2.2 Pengaruh Budaya Cina

Kenyataan sejarah bangsa Thailand berasal dari bangsa Yunan membuktikan bahwa budaya Cina juga secara langsung maupun tidak langsung juga turut mewarnai pola kebudayaan di masyarakat Thai. Hal ini diantaranya adalah dikenalkannya teknik pembuatan pottery, benda keramik yang dibuat dari tanah liat, oleh bangsa Cina sekitar abad ke-12 pada periode kerajaan Sukhothai. Sampai saat ini di daerah Thailand yang bernama Sawankhalok menjadi pusat penjualan pottery yang terkenal. Pengaruh lainnya adalah agama Taoism walaupun penyebaran agama ini hanya mencakup masyarakat minoritas di Thailand. Seperti yang dikatakan Ellen London (2008) pada bukunya Thailand Condensed : 2000 years of History and Culture: “Taoism is the religion of a very small minority in Thailand”5.

2.2.3 Pengaruh Ajaran Buddha

(6)

Seperti yang kita ketahui ajaran Buddha merupakan hal yang paling fundamental bagi masyarakat Thai sebagai way of life mereka, khususnya ajaran Buddha Theravada yang dianut sekitar 90% dari jumlah penduduknya. Ajaran Buddha pertama kali dibawa oleh Suku Mon yang membentuk kerajaan Buddha di bagian utara dan tengah Thailand pada abad 6 - 9. Kerajaan tersebut dikenal dengan nama “Dvaravati”. Hal ini tercermin pada tulisan Ellen London (2008) : “The foundations for Buddhism in central Southeast Asia were laid between the 6th and 9th centuries, when a Theravada Buddhist culture linked to the Mon group was developing in central and northeastern Thailand”.

Ajaran Buddha pun masuk ke dalam kehidupan kerajaan Sukhothai yang merupakan kerajaan pertama Thailand di abad ke-13. Hal ini dikarenakan adanya pernikahan silang antara suku Mon dengan silsilah dari kerajaan Thailand. Salah satu contohnya adalah pernikahan Phra Ruang dengan anak perempuan dari raja Sukhothai dan akhirnya Phra Ruang menjadi raja atas Sukhothai. Walaupun hal ini merupakan sebagai cerita folklore dalam sejarah Thailand yang belum tentu benar keabsahannya, akan tetapi tidak dapat disangkal lagi bahwa ajaran Buddha dari berbagai sumber literatur telah tertanam pada masa kerajaan Sukhothai.

Menurut buku Insight Guide Thailand, menguatnya pengaruh ajaran Buddha mulai terasa pada masa pemerintahan raja kedua dari Sukhothai, yaitu Ramkahaeng. Beliau dikenal sebagai raja yang membawa kesejahteraan pada masyarakat. Ia berjasa dalam pembuatan aksara Thailand dan menjadikan Buddha Theravada sebagai agama negara. Ketika ia tidak lagi menjabat, digantikan oleh anaknya yang bernama Lo Thai. Dimana Lo Thai sangat religius dalam gaya pemerintahannya. Ia lebih memilih mengembangkan agama dibandingkan dengan perang dan sistem feudal. Hal ini terlihat pada tulisan Hans Hofer (1991) :

(7)

peristiwa tersebut, dapat diartikan bahwa pada waktu itu Ceylon mengakui Thailand sebagai negeri yang memiliki agama Buddha dalam wujud yang murni6.

Disisi lain, ajaran Buddha Theravada juga dipengaruhi oleh kebudayaan Myanmar. Kebudayaan ini dianut oleh kerajaan kedua Thailand, yaitu Ayuthaya. Budaya Myanmar tersebut adalah konsep Deravaja dimana salah satu ajaran dari Buddha Theravada, yang mengemukakan bahwa raja merupakan pelindung dan kekuasaan tertinggi dalam negara. Pada saat itu, konsep ini sangat berpengaruh pada sistem pemerintahan Ayuthaya dan masyarakat Thai.

Sehingga pada periode inilah proses menguatnya ajaran Buddha Theravada pertama diklasifikasikan. Raja merupakan panutan bagi masyarakat, apapun yang raja kemukakan akan menjadi way of life oleh masyarakatnya pula. Karena pada pra-modern ini kerajaan Thailand sangat lah absolut dalam kekuasaannya (Monarki Absolut). Kerajaan merupakan pusat pemerintahan yang tidak dapat diganggu gugat.

Mayoritas (94,6%) penduduk Thailand mempraktekkan ajaran Buddhisme Theravada hingga kini dan Negara ini memiliki kekayaan kuil-kuil dan stupa-stupa Buddhis. Bahkan bendera nasional pun dikatakan menyimbolkan ajaran Buddha. Para biksu mendapatkan penghormatan tertinggi di Thailand dan orang-orang mendorong keluarga mereka untuk bergabung masuk menjadi biksu7.

Buddha Theravada didukung dan diawasi oleh pemerintah, dengan biksu menerima sejumlah tunjangan pemerintah, seperti bebas menggunakan infrastruktur transportasi publik. Buddhisme di Thailand sangat dipengaruhi oleh kepercayaan tradisional mengenai roh-roh nenek moyang dan alam, yang telah dimasukkan ke dalam kosmologi Buddhis.

2.3 Thailand Modern

6http://www.buddhakkhetta.com/User/Kat1/Sub12/Art75/baca.php?com=1&id=175 , diakses pada tanggal 4 November 2013.

(8)

Dari segi sejarahnya, pemerintahan Raja Rama I, Chakri, (era Rattanakosin) menyumbangkan pemikiran tentang Thailand Modern, dimana program pemerintahannya salah satunya adalah mengembalikan kebudayaan Thailand yang dulunya hancur pasca runtuhnya kerajaan Ayuthaya pada 1767. Hal ini seperti yang Hans Hofer (1991) kemukakan bahwa “Modern Thailand is indebted to Rama I for his assiduous cultural revival program”.

Lalu, sumbangan pemikiran modern juga ditemukan pada masa pemerintahan Raja Rama IV, Mongkut. Dilatarbelakangi oleh pemahamannya akan budaya Barat dan teknologi, pemerintahannya digambarkan sebagai “The Bridge Spanning The New and The Old”. Mongkut juga menyadari bahwa modernisasi akan membawa Thailand sejajar dengan bangsa Barat dan mengurangi permusuhan dengan bangsa asing. Penguasaan kerajaan atas produksi ekspor beras juga berkembang pada masa ini. Hal ini dikarenakan dengan terbukanya ekonomi Thailand dengan melakukan perjanjian-perjanjian dengan negara Barat khususnya masalah keringanan pajak atas ekspor-impor.

Selain itu, pendidikan juga berkembang pada masa Raja Rama V (Chulalongkorn). Pelajaran Barat semakin berkembang pada masa ini. Pada tahun 1878, anak-anak golongan bangsawan diantar ke istana untuk mendapat pelajaran Barat. Semasa Chulalongkorn, pelajaran Barat bukan saja terbuka kepada anak golongan bangsawan tetapi juga anak-anak rakyat biasa, terutama selepas peresmian Sekolah Harian sejak tahun 1884. D.G.E. Hall dalam bukunya “A History of South East Asia” menegaskan perkembangan pelajaran Barat berlaku karena terdapat tiga sekolah yang dikuasai oleh Inggris pada tahun 1890-an. Sekolah-sekolah tersebut ialah Maktab Raja 1878 untuk anak-anak lelaki golongan bangsawan, Sunandalaya 1883 untuk anak perempuan golongan bangsawan dan Sekolah Harian 1884 untuk anak lelaki kelas pertengahan. Hal ini menunjukkan bahwa pada masa periode Rama V, pendidikan merupakan salah satu program utama dalam membangun Thailand untuk mencapai dan sejajar dengan modernisasi yang sedang berkembang. Faktor pendidikan ini sangat penting bagi perkembangan budaya dan masyarakat Thailand, karena pendidikan menentukan daya pikir dan reaksi manusia untuk menghadapi persoalan yang dihadapinya. Maka dari itu ajaran-ajaran Barat juga turut mempengaruhi warna budaya masyarakat Thailand Modern.

(9)

terjadi pada tahun 1999 dengan adanya hasil ekspor yang meningkat dengan investor terbesar yang berasal dari pariwisata,selain itu thailand juga membuka investor asing untuk bergabung untuk meningkatkan ekonomi negara tersebut.

Sekitar 60% dari seluruh angkatan kerja thailand dipekerjakan dibidang pertanian, komoditi pertanian menghasilkan jumlah yang cukup besar, hingga kini thailand menjadi negara pengekspor pangan yang terus meningkat seiring berjalannya waktu.

2.4 Bentuk-bentuk Budaya dan Masyarakat di Thailand

Dari penjabaran diatas maka dapat disimpulkan bahwa budaya dan masayarakat Thailand menggabungkan kepercayaan budaya dan karakteristik adat ke daerah yang dikenal sebagai Thailand modern ditambah dengan banyak pengaruh dari India kuno, Cina, Kamboja, bersama dengan tetangga pra-sejarah budaya Asia Tenggara . Hal ini dipengaruhi terutama oleh Animisme , Hindu, Buddha, serta oleh migrasi kemudian dari Cina, dan selatan India . Berikut ini adalah beberapa contoh dari kebudayaan Thailand :

1. Seni

Thailand seni visual secara tradisional terutama Buddha. Thailand Buddha gambar dari periode yang berbeda memiliki sejumlah gaya yang khas. Thailand candi seni dan arsitektur berevolusi dari sejumlah sumber, salah satunya adalah arsitektur Khmer. Seni kontemporer Thailand Thailand sering memadukan unsur-unsur tradisional dengan modern teknik. Sastra di Thailand yang banyak dipengaruhi oleh India Hindu budaya. Yang penting karya sastra yang paling Thai adalah versi dari Ramayana, sebuah epik agama Hindu, yang disebut Ramakien, ditulis langsung oleh Raja Rama I dan II Rama, dan puisi dari Sunthorn Phu . Tidak ada tradisi lisan drama di Thailand, bukan peran yang diisi oleh tarian Thailand . Ini dibagi menjadi tiga kategori-Khon, lakhon dan likay -Khon yang paling rumit dan likay yang paling populer. Nang drama, suatu bentuk wayang, ditemukan di Selatan. Para musik dari Thailand termasuk musik tradisi rakyat dan klasik serta string atau musik pop.

2. Agama

(10)

tradisional mengenai roh leluhur dan alam, yang telah dimasukkan ke dalam kosmologi Buddhis. Kebanyakan orang Thailand rumah sendiri semangat, rumah-rumah kayu miniatur di mana mereka percaya roh hidup rumah-rumah tangga. Mereka hadir persembahan makanan dan minuman untuk roh-roh untuk membuat mereka senang. Jika roh ini tidak bahagia, diyakini bahwa mereka akan menghuni rumah yang lebih besar dari Thailand, dan menyebabkan kekacauan. Rumah-rumah ini roh dapat ditemukan di tempat-tempat umum dan di jalan-jalan Thailand, di mana membuat penawaran umum. Sebelum munculnya Buddhisme Theravada, baik India Brahmana agama dan Buddhisme Mahayana hadir di Thailand. Pengaruh dari kedua tradisi masih dapat dilihat pada hari ini. kuil Brahmanist memainkan peran penting dalam Thai agama rakyat , dan Buddha Mahayana pengaruh tercermin dalam kehadiran tokoh-tokoh seperti Lokesvara, sebuah bentuk dari Bodhisattiva Avalokitesvara kadang-kadang dimasukan ke ikonografi Thailand.

3. Perkawinan

(11)
(12)

selama upacara, yang dilakukan oleh Imam. Semua wanita, termasuk pengantin, duduk di ruang yang terpisah dan tidak memiliki partisipasi langsung dalam upacara. Komponen sekuler upacara Namun, sering hampir identik dengan sekuler bagian dari upacara pernikahan Buddha Thailand. Satu-satunya perbedaan penting di sini adalah jenis daging yang disajikan kepada tamu (kambing dan / atau daging sapi daripada daging babi). Thai Muslim sering, meskipun tidak selalu, juga mengikuti konvensi Thai sistem mas kawin.

4. Kebiasaan

a. Raja Thailand dan keluarganya sangat dihormati rakyatnya, di jalan-jalam dan di gedung banyak sekali ditemui foto-foto raja dan ratu. Melakukan tindakan yang dianggap melecehkan keluarga kerajaan bisa dianggap sebagai tindakan kriminal.

b. Nilai paternalisme dan patriakal dalam budaya Thai masih melekat erat, dimana mereka menganggap raja sebagai “father” dalam mengarahkan masyarakat ke arah yang lebih baik. Selain itu, raja dianggap sebagai perwakilan Wisnu, Siwa, dan Budhisattava yang merupakan titisan dewa. Sehingga tak heran bila masyarakat Thai lebih mencintai raja daripada politik.

c. Salah satu yang paling menonjol adalah kebiasaan Thailand wai, yang mirip dengan gerakan namaste India. Menampilkan salam, selamat tinggal, atau pengakuan, ia datang dalam beberapa bentuk yang mencerminkan status relatif mereka yang terlibat, tetapi biasanya melibatkan doa-seperti isyarat dengan tangan dan menundukkan kepala.

d. Fisik demonstrasi kasih sayang di depan umum adalah umum di antara teman-teman, tapi kurang begitu antara sepasang kekasih. Dengan demikian dapat sering melihat teman-teman berjalan bersama-sama bergandengan tangan, tapi pasangan jarang melakukannya, kecuali di daerah kebarat-baratan.

(13)

menunjuk jauh dari orang lain, terselip ke samping atau di belakang mereka. Menunjuk pada atau menyentuh sesuatu dengan kaki juga dianggap kasar.

f. Dalam kehidupan sehari-hari di Thailand, ada penekanan kuat pada konsep sanuk; gagasan bahwa hidup harus menyenangkan. Karena ini, Thailand bisa menjadi sangat menyenangkan di tempat kerja dan pada hari-hari kegiatan. Menampilkan emosi positif dalam interaksi sosial juga penting dalam budaya Thai, begitu banyak sehingga thailand sering disebut orang Thai kehilangan muka. Perselisihan atau sengketa harus ditangani dengan senyuman dan tidak ada upaya harus dilakukan untuk menyalahkan yang lain.

h. Juga adat melepaskan sepatu sebelum memasuki sebuah rumah atau sebuah kuil, dan bukan untuk melangkah di ambang pintu.

(14)
(15)

Daftar Pustaka

Eesterik, Penny Van. 2000. Materializing Thailand. New York : Oxford.

Hofer, Hans. 1991. Insight Guides Thailand. Singapore : APA Publications.

London, Ellen. 2008. Thailand Condensed : 2000 years of History and Culture. Singapore : Marshall Cavendish Editions.

Peleggi, Maurizio. 2007. Thailand : The Worldly Kingdom. London : Reaktion Books Ltd.

http://www.buddhakkhetta.com/User/Kat1/Sub12/Art75/baca.php?com=1&id=175

http://shambhalaguardian.wordpress.com/2009/08/07/ajaran-buddha-di-penjuru-dunia/

http://bimantararhizki.blogspot.com/2012/05/kebudayaan-negara-thailand.html

http://www.thailandtoday.org/culture-and-society/overview

http://sabungpitik.blogspot.com/2013/03/teori-teori-tentang-budaya.html

http://www.thailandtoday.org/culture-and-society/overview

Referensi

Dokumen terkait

Pelatihan diversifikasi pengolahan produk berbasis rumput laut yang sudah dilakukan adalah pembuatan bakso, mie, dodol dan kerupuk rumput laut Perbandingan ikan payus

dalam diri anak berkebutuhan khusus agar menjadi mandiri nantinya pihak Yayasan. memberikan pelatihan kepada anak berkebutuhan khusus yang ada di

(NVWUDN \DQJ GLEHULNDQ PHODOXL SHPEHULDQ SDNDQGDQSHQ\HPSURWDQSDGDWXEXKVHUDQJJDXML PHQXQMXNNDQ WLQJNDW HIHNWLYLWDV \DQJ VDPD EDLNQ\D .HFXDOL SDGD NRQVHQWUDVL SHUODNXDQ

dibatasi oleh prosedur hukum positif. Model DPM tidak mensyaratkan penegak hukum dengan integritas tinggi, karena dalam model DPM ini meyakini penagak hukum adalah

Pada saat inilah IMM muncul sebagai pendukung HMI untuk tidak dibubarkan oleh Sukarno.43 Periode Orde Baru awal tidak hanya masa sulit bagi organisasi politik Islam, tapi juga

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015..

Banyaknya pembinaan yang dilakukan oleh pihak lembaga pemasyarakatan membuat para responden terlibat pada pembinaan dan merupakan kesempatan untuk responden

polikotomus (Hosmer dan Lemeshow, 2000). Metode yang digunakan adalah metode dikotomi menggunakan Tabel Kontingensi. Nilai akurasi suatu prakiraan dinyatakan dalam