• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Hukum Acara Sengketa Informasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Analisis Hukum Acara Sengketa Informasi"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Yuridis Formil Sengketa Informasi Publik dan Perbandingannya dengan Inggris (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Sumenep Nomor 14/

Pdt.Plw/2012/PN.Smp dan Putusan Pengadilan Tingkat Pertama Inggris

Decision of The First-Tier Tribunal EA/2011/0024)

Oleh: Ardy Prasetyo

I. Pendahuluan

Informasi menjadi aspek penting tidak hanya dalam perkembangan ilmu pengetahuan, tetapi juga dalam segala aspek kehidupan manusia. Setiap orang dalam menjalani kehidupan pada dasarnya selalu berhubungan dengan informasi termasuk dalam hal berkomunikasi. Dalam era persaingan global, entitas yang bisa bertahan dan mengambil keuntungan dari persaingan global adalah entitas yang menguasai sebanyak mungkin informasi. Informasi dipakai sebagai dasar dalam pengambilan keputusan, menerima dan menggunakan informasi itu untuk memastikan pemahaman umum kita, dan menggunakannya sebagai sarana untuk menambah pengetahuan.1

Hak atas informasi juga termasuk salah satu hak asasi manusia yang tercantum dalam Pasal 19 Piagam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) pada tahun 1946.2 Dalam DUHAM jelas terlihat bahwa hak untuk mencari dan

mendapatkan informasi merupakan bagian yang termasuk dalam kerangka kebebasan berpendapat dan berekspresi (freedom of opinion and expression).3

Pentingnya hak atas informasi dan akses untuk mendapatkan informasi membuat negara-negara di dunia merasa perlu untuk menciptakan serangkaian peraturan-peraturan menyangkut akses informasi (Access to Information). Masing-masing negara memiliki terminologi berbeda mengenai kebebasan informasi, seperti

1 Roger Cartwright et. al., The Handbook for Managing Resources and Information,

(New Delhi: Infinity Books, 2001).

2 Universal Declaration of Human Right 1946, Article 19: Everyone has the right to

freedom of opinion and expression; this right includes freedom to hold opinions without interference and to seek, receive, and impart information and ideas through any media and regarless of frontiers.

(2)

Freedom of Information (FOI) di Inggris dan Amerika Serikat, Right to Information (RTI) di Belanda dan Kanada, dan Jepang yang menggunakan istilah Access to Information (ATI).4

Di negara-negara demokratis, pengakuan terhadap hak atas informasi sekaligus merupakan sarana untuk memantau dan mengawasi penyelenggaraan pemerintahan. Pemerintah yang demokratis akan berusaha semaksimal mungkin membuka ruang informasi yang dibutuhkan publik. Itu sebabnya, di negara demokratis konstitusional, keterbukaan informasi publik merupakan sarana untuk mengoptimalkan penyelenggaraan negara secara umum, mengoptimalkan peran dan kinerja badan-badan publik, serta segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik.5

Keterbukaan informasi publik merupakan salah satu syarat terwujudnya pemerintahan terbuka (Open Government) dan pemerintahan yang baik (Good Governance). Pemerintahan yang terbuka mensyaratkan adanya jaminan atas lima hal, yaitu: (i) hak untuk memantau perilaku pejabat publik; (ii) hak untuk memperoleh informasi; (iii) hak untuk terlibat dalam pembentukan kebijakan publik; (iv) kebebasan berekspresi antara lain kebebasan pers; dan (v) hak untuk mengajukan keberatan terhadap penolakan atas keempat hak tersebut.6 Indonesia

mengakui keberadaan Freedom of Information dengan membuat pengaturan tersendiri mengenai kebebasan informasi melalui Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Undang-undang tersebut merupakan pengejawantahan amanat konstitusi yang termaktub dalam Pasal 28F UUD 1945.7

Penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai juga merupakan suatu asas dalam menyelenggarakan pemerintahan yang bersih. Asas Keterbukaan merupakan asas yang memiliki pengertian asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh

4Ibid.

5 Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia, Anotasi Undang-Undang Nomor 14 Tahun

2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, ed. 1, cet. 1 (Jakarta: Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia, 2009), hlm. 4.

6 Mas Achmad Santosa, Good Governance dan Hukum Lingkungan, (Jakarta: ICEL,

2001), hlm. 22.

(3)

informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara sebagaimana disebutkan dalam Penjelasan Pasal 3 Angka 4 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.8

Mekanisme akses terhadap informasi pada kenyataannya tidak semudah yang dibayangkan dan pasti akan menimbulkan sengketa. Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik telah mengakomodasi kesulitan tersebut dan upaya penyelesaian sengketa informasi publik. Untuk itu, pemerintah melalui Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik membentuk sebuah lembaga negara yang bertugas untuk menyelesaikan sengketa informasi publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi non-litigasi yang bernama Komisi Informasi.9 Di negara lain seperti

Inggris, negara tersebut juga memiliki pengaturan tersendiri mengenai kebebasan infromasi yang tertuang dalam Freedom of Information Act 2000 (FOIA) yang di dalamnya mengatur pula mengenai penyelesaian sengketa informasi melalui suatu lembaga negara yang bernama The Information Commisioner dan penyelesaian dengan jalur litigasi melalui The Information Tribunal.10

Dalam beracara melalui jalur litigasi atau pengadilan mengenai sengketa informasi publik di Indonesia, Mahkamah Agung Republik Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2011 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Informasi Publik di Pengadilan. Terdapat dua kompetensi Absolut dari sengketa informasi publik, yaitu Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara.11 Masing-masing peradilan menerapkan hukum

acaranya dengan ketentuan-ketentuan khusus yang diatur tersendiri dalam Peraturan Mahkamah Agung tersebut. Sedangkan beracara melalui Mediasi ataupun Ajudikasi Non-Litigasi dilakukan melalui Komisi Informasi dengan tata cara yang diatur dalam Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2013 tentang

8 Indonesia, Undang-Undang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dari Korupsi, Kolusi,

Dan Nepotisme, UU No. 28 Tahun 1999, LN No. 75 Tahun 1999, TLN No. 3851, Penjelasan Pasal 3 Angka 4.

9 Indonesia, Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik, UU No. 14 Tahun 2008, LN

No. 61, TLN No. 4846, Pasal 23.

10 United Kingdom, Freedom of Information Act 2000 Chapter 36, Section 18

11 Indonesia, Peraturan Mahkamah Agung tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa

(4)

Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik. Dalam tulisan ini akan dijabarkan mengenai prosedur dan proses beracara dalam sengketa informasi publik yang dilakukan oleh Moh. Siddiq sebagai pemohon informasi publik terhadap RSUD. Moh. Anwar Kab. Sumenep melalui analisis Putusan Pengadilan Negeri Sumenep Nomor 14/Pdt.Plw/2012/PN.Smp serta perbandingan tata cara penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh Roger Conway melawan The Information Comissioner dalam putusan pengadilan tingkat pertama Inggris Information Tribunal Decision EA/2011/0024.

II. Rumusan Masalah

Dalam tulisan ini, penulis akan merumuskan pokok permasalahan berdasarkan latar belakang yang ada dalam pendahuluan di atas sebagai berikut:

1. Bagaimana mekanisme permohonan informasi terhadap badan publik dan acara penyelesaian sengketa informasi publik melalui jalur litigasi dan non-litigasi?

2. Bagaimana penerapan ketentuan mengenai hukum acara sengketa informasi publik terhadap kasus Putusan Nomor 14/Pdt.Plw/2012/PN.Smp dan perbandingannya dengan kasus di Inggris dalam Information Tribunal Decision EA/2011/0024?

III. Kasus Posisi

Mohammad Siddiq adalah seorang warga negara Indonesia yang mengajukan surat permohonan informasi publik kepada Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moh. Anwar Kabupaten Sumenep pada tanggal 9 November 2011. Informasi yang diminta oleh Moh. Siddiq adalah berupa:

1. Salinan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Tahun Anggaran 2009 beserta Perubahannya;

(5)

3. Seluruh salinan Dokumen Kontrak pada pelaksanaan kegiatan dan pekerjaan di RSUD dr. Moh. Anwar Kabupaten Sumenep;

4. Salinan SPJ Perjalanan Dinas untuk tahun anggaran 2009 s.d. tahun anggaran 2011 termasuk di dalamnya bukti pembayaran atau kwitansi.

Atas surat permohonan Moh. Siddiq tersebut, RSUD dr. Moh. Anwar Kabupaten Sumenep tidak memberikan tanggapan atas permohonan informasi dari pemohon informasi tersebut. Kemudian pada tanggal 5 Desember 2011 Pemohon informasi mengirimkan surat keberatan kepada Termohon informasi.

RSUD Moh. Anwar Kab. Sumenep sebagai Termohon informasi juga tidak memberikan tanggapan atas keberatan yang diajukan Pemohon. Dengan demikian Moh. Siddiq mengajukan surat permohonan penyelesaian sengketa informasi ke Komisi Informasi Jawa Timur pada tanggal 16 Januari 2012.

Pada tanggal 21 Februari 2012 Komisi Informasi Jawa Timur telah melakukan Mediasi untuk menyelesaikan Sengketa Informasi Publik antara Pemohon dengan Termohon. Namun, Moh. Siddiq menarik diri dari Mediasi dengan Surat No: 800/281/435.210/2012 pada tanggal 20 Februari 2012 perihal Penarikan Diri Mediasi sehingga penyelesaian sengketa informasi dilakukan melalui ajudikasi non-litigasi.

Komisi Informasi Jawa Timur pada akhirnya memutus sengketa tersebut melalui

Putusan Komisi Informasi Jawa Timur Nomor:

009/I/KI-Prov.Jatim-PS-M-A/2012 dengan amar putusan yang pada intinya sebagai berikut:

(6)

2. Menyatakan bahwa permohonan tentang Salinan SPJ Perjalanan Dinas untuk tahun anggaran 2009 s.d. tahun anggaran 2011 beserta dokumen pendukungnya adalah informasi yang terbuka dan dapat diakses oleh publik setelah diperiksa oleh instansi yang berwenang dan telah berkekuatan hukum tetap.

3. Menyatakan bahwa tidak mengabulkan permohonan Pemohon untuk mendapatkan seluruh salinan dokumen kontrak pada pelaksanaan kegiatan dan pekerjaan di RSUD Moh. Anwar Kab. Sumenep beserta dokumen pendukungnya karena informasi yang diminta oleh Pemohon tidak jelas/kabur.

Pada tanggal 22 Juni 2012, RSUD Moh. Anwar Kab. Sumenep sebagai Termohon informasi mengajukan Gugatan Keberatan/Perlawanan terhadap Putusan Komisi Informasi Jawa Timur Nomor: 009/I/KI-Prov.Jatim-PS-M-A/2012 di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Sumenep dengan Nomor Register Perkara 14/Pdt.Plw/2012/PN.Smp dan menempatkan Moh. Siddiq sebagai Terlawan dalam gugatan tersebut.

IV. Analisis Yuridis Hukum Acara Keterbukaan Informasi Publik Perkara 14/Pdt.Plw/2012/PN.Smp

Proses awal pengajuan permohonan informasi publik adalah dengan melakukan permohonan kepada badan publik yang bersangkutan secara tertulis atau tidak tertulis.12 Moh. Siddiq sebagai pemohon informasi telah mengajukan surat

permohonan kepada badan publik pada tanggal 9 November 2011 yang berarti permohoan diajukan secara tertulis. RSUD Moh. Anwar Kab. Sumenep seharusnya diwajibkan untuk melakukan pemberitahuan atas permintaan informasi tersebut dalam waktu sepuluh hari.13 Namun, pihak rumah sakit tidak

menyampaikan tanggapan apapun terhadap permintaan tersebut. Sesuai dengan Pasal 35 ayat (1) huruf c Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik, pihak pemohon dapat mengajukan keberatan terhadap badan publik yang bersangkutan dan Moh. Siddiq telah mengajukan keberatannya pada tanggal 5 Desember 2011,

12 Indonesia, Undang-undang Nomor Keterbukaan Informasi Publik, Op. Cit., Pasal 22

ayat (1)

(7)

yaitu lebih dari jangka waktu sepuluh hari yang diberikan oleh undang-undang kepada badan publik. Atas keberatan yang diajukan oleh Moh. Siddiq, RSUD Kab. Sumenep pun tidak memberikan respon terhadap keberatan tersebut. Oleh karena itu, langkah yang dapat diambil adalah upaya penyelesaian sengketa informasi publik melalui Komisi Informasi dengan Mediasi dan/atau Ajudikasi non-litigasi.

Komisi Informasi menerima pendaftaran sengketa informasi publik oleh Moh. Siddiq dengan nomor register 009/KI-Prov.Jatim-PS-M/2012 dan menjalani proses mediasi terlebih dahulu sebelum akhirnya masuk kepada proses Ajudikasi non-litigasi dengan Komisi Informasi sebagai badan yang memiliki wewenang untuk memutus. RSUD Moh. Anwar Kab. Sumenep sebagai termohon sengketa di Komisi Informasi tidak pernah hadir dalam seluruh rangkaian proses persidangan melalui Komisi Informasi. Komisi Informasi kemudian memutus sengketa tersebut dengan amar putusan sebagaimana disebutkan dalam kasus posisi di atas. Atas putusan Komisi Informasi tersebut, RSUD Moh. Anwar merasa dirugikan dan mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Sumenep pada tanggal 22 Juni 2012 dengan nomor register perkara 14/Pdt.Plw/2012/PN.Smp dengan Moh. Siddiq sebagai terlawan. Hak RSUD Kab. Sumenep untuk mengajukan gugatan perlawanan terhadap Putusan Komisi Informasi adalah hak yang diatur oleh Pasal 48 ayat (1) Undang-undang Keterbukaaan Informasi Publik, Pasal 4 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2011, Pasal 60 ayat (1) Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2013. Objek gugatan yang diajukan oleh RSUD Kab. Sumenep adalah Putusan Komisi Informasi karena memang sesuai dengan ketentuan pasal-pasal tersebut, hanya Putusan Mediasi atau Ajudikasi Non-Litigasi dari Komisi Informasi lah yang dapat dijadikan objek gugatan sengketa informasi publik di peradilan umum maupun peradilan tata usaha negara.

(8)

Pasal 48 ayat (1) UU KIP, Pasal 4 ayat (2) PERMA Nomor 2 Tahun 2011, dan Pasal 60 ayat (2) Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2013 karena jangka waktu dimulai sejak diterimanya putusan dengan suatu tanda bukti penerimaan. Hal tersebut memang tidak memberikan suatu kepastian hukum akan waktu diterimanya putusan tersebut, tetapi setidaknya telah memberikan rasa keadilan melihat perbedaan jarak dan akses para pihak dalam mendapatkan salinan putusan.

Kompetensi absolut dari penyelesaian sengketa informasi publik adalah peradilan umum melalui pengadilan negeri dan peradilan tata usaha negara melalui pengadilan tata usaha negara sebagaimana yang diatur dalam Pasal 47 UU KIP dan Pasal 3 PERMA Nomor 2 Tahun 2011. RSUD Moh. Anwar Kab. Sumenep merupakan rumah sakit publik yang dikelola oleh pemerintah daerah dan dilaksanakan berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum Daerah berdasarkan SK Bupati Sumenep Nomor: 188/459/435.013/2011 tanggal 28 Desember 2011. Badan Layanan Umum Daerah merupakan bagian dari entitas Pemerintah Daerah yang pendanaan kegiatannya didapatkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan status hukum yang tidak terpisah dari Pemerintah Daerah.14 PPK-BLUD bukanlah BUMD yang mengedepankan profit

oriented karena akuntabilitas pengelolaan keuangan BLUD masih di dalam entitas pemerintah daerah. 15Dengan demikian, RSUD Moh. Anwar Kab. Sumenep

merupakan Badan Publik Negara sebagaimana definisinya dijelaskan dalan Pasal 1 Angka 8 PERMA Nomor 2 Tahun 2011. Tindakan RSUD mengajukan gugatan ke pengadilan negeri adalah tepat karena tergugat dari gugatan tersebut adalah subjek hukum individu (natuurlijk persoon) yang bukan merupakan Badan Publik Negara.Gugatan tidak diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara karena yang digugat adalah individu dan penggugat lah justru yang merupakan Badan Publik Negara. Tidaklah mungkin tergugat dalam Pengadilan Tata Usaha Negara adalah individu dan bukan Badan Publik Negara. Dengan demikian secara kompetensi absolut, gugatan sengketa informasi publik yang dilayangkan oleh RSUD Moh.

14 Indonesia, Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pedoman Teknis Pengelolaan

Keuangan Badan Layanan Umum Daerah, Permendagri No. 61 Tahun 2007, Pasal 2 ayat (2).

15 Dewi, “Badan Layanan Umum Daerah”

(9)

Anwar adalah tepat. Hukum acara pemeriksaan perkara gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Negeri ini dilakukan sesuai dengan hukum acara peradilan tata usaha negara dan peradilan umum yang berlaku sepanjang tidak menyangkut hal-hal yang telah diatur dalam UU KIP.16

Pemeriksaan sengketa informasi publik di Pengadilan pada dasarnya mengikuti hukum acara masing-masing sepanjang tidak bertentangan dengan UU KIP. Oleh karena RSUD Kab. Sumenep mengajukan gugatan di lingkungan peradilan umum, yaitu Pengadilan Negeri, maka hukum acara yang berlaku adalah hukum acara perdata. Akan tetapi, hukum acara penyelesaian sengketa informasi di pengadilan yang diatur dalam PERMA Nomor 2 Tahun 2011 merupakan suatu lex specialis dari hukum acara perdata atau hukum acara tata usaha negara. Konsekuensinya adalah dalam kasus ini diterapkannya hukum acara perdata dengan ketentuan-ketentuan khusus yang berbeda dengan hukum acara perdata pada umumnya.

Mengenai pemeriksaan sengketa informasi publik dalam kasus Moh. Siddiq melawan RSUD Kab. Sumenep tersebut, Tergugat atau Terlawan mengajukan materi eksepsi dan gugatan rekonvensi bersamaan dengan memori jawaban Terlawan. Pelawan pun dalam gugatan perlawanannya mengajukan tuntutan provisi. Akan tetapi, Majelis Hakim melimitasi pemeriksaan sengketa diarahkan kepada dokumen-dokumen berkas perkara, gugatan keberatan, Putusan Komisi Informasi, dan Jawaban atas keberatan. Hal tersebut tepat karena memang pada dasarnya Pasal 7 ayat (1) PERMA Nomor 2 Tahun 2011 sebagai pedoman hukum acara bagi sengketa informasi publik telah mengarahkan proses pemeriksaan hanya sebatas Putusan Komisi Informasi, berkas perkara, gugatan keberatan, dan Jawaban atas keberatan.17

Pada dasarnya eksepsi, gugatan rekonvensi, ataupun tuntutan provisi dikenal dalam hukum acara perdata. Eksepsi atau tangkisan adalah jawaban yang tidak langsung mengenai pokok perkara.18 Gugatan rekonvensi merupakan gugatan

16 Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia, Op. Cit., hlm. 380.

17 Indonesia, Peraturan Mahkamah Agung tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa

Informasi Publik di Indonesia,Op. Cit., Pasal 7 ayat (1)

18 Retnowulan Sutantio, Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek, Cet. 11

(10)

yang diajukan tergugat sebagai gugatan balasan terhadap gugatan yang diajukan penggugat kepadanya.19 Mengenai gugatan rekonvensi diatur dalam Pasal 132a

HIR. Sedangkan tuntutan provisi atau gugatan provisi adalah permohonan kepada hakim agar ada tindakan sementara mengenai hal yang tidak termasuk dalam pokok perkara yang apabila dikabulkan oleh hakim akan disebut putusan provisionil.20 Eksepsi pada dasarnya merupakan jawaban tergugat atas gugatan

yang tidak mengenai pokok perkara. Waktu diajukannya eksepsi adalah setelah surat gugatan diterima oleh tergugat. Tergugat memiliki pilihan apakah akan mengajukan eksepsi atau langsung mengajukan jawaban atas gugatan yang langsung kepada pokok perkara. Gugatan rekonvensi biasanya diajukan bersamaan dengan jawaban secara lisan atau tertulis mengenai pokok perkara. Gugatan rekonvensi dalam praktek dapat diajukan selama belum dimulai pemeriksaan bukti, artinya belum pula dimulai dengan pendengaran para saksi.21

Akan tetapi, dengan dasar pengaturan lex specialis dalam Pasal 7 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2011, hak-hak tersebut dihapuskan dalam pertimbangan Majelis Hakim karena dinilai oleh Majelis Hakim akan melenceng dari maksud PERMA tersebut dan menjadi tidak sederhana lagi. Menurut Majelis Hakim, jika eksepsi, gugatan rekonvensi, ataupun gugatan provisi dipertimbangkan dalam pemeriksaan di pengadilan negeri dalam sengketa informasi publik ini. Maka akan menyebabkan perkara tersebut tidak lagi bersifat khusus (specialis). Ini merupakan cerminan perlakukan khusus dalam beracara sengketa informasi publik dibandingkan dengan beracara di pengadilan perdata pada umumnya.

Prosedur beracara di sengketa informasi publik, selain yang dijelaskan di atas, tidak mengenal adanya proses mediasi.22 Proses mediasi dalam beracara perkara

perdata diamanatkan dalam Pasal 130 ayat (1) HIR dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Pada dasarnya dalam perkara perdata, proses mediasi wajib dilakukan oleh para pihak

19 Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,

Pembuktian, dan Putusan Pengadilan (Jakarta: Sinar Grafika. 2007), hlm. 468

20Ibid., hlm. 884

21 Retnowulan Sutantio, Op. Cit., hlm. 41

22 Indonesia, Peraturan Mahkamah Agung tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa

(11)

melalui hakim atau seorang mediator pada sidang pertama sebelum tergugat memberikan jawaban atas gugatan, baik yang tidak mengenai pokok perkara maupun yang mengenai pokok perkara.23 Tidak dilakukannya prosedur mediasi

yang diamanatkan dalam Pasal 130 ayat (1) HIR akan berakibat putusan batal demi hukum.24 Ketentuan mengenai ketidakadaan proses mediasi dalam

penyelesaian sengketa informasi publik di pengadilan dapat diterima. Hal tersebut dikarenakan sebelum gugatan tersebut diterima oleh pengadilan negeri, para pihak yang bersengketa dalam sengketa informasi publik sudah melalui upaya penyelesaian sengketa di Komisi Informasi yang merupakan bagian dari upaya penyelesaian secara administratif (atau lebih tepatnya quasi-yudisial).25

Sebelum RSUD Moh. Anwar Kab. Sumenep mengajukan gugatan keberatan/perlawanan ke Pengadilan Negeri Sumenep, para pihak telah melalui suatu proses upaya penyelesaian sengketa baik melalui Mediasi maupun Ajudikasi Non-Litigasi di Komisi Informasi. Dengan demikian, hakim pengadilan negeri yang mengadili perkara sengketa informasi publik tidak perlu mengusahakan suatu mediasi sebelum masuk kepada pokok perkara seperti yang diamanatkan Pasal 130 ayat (1) HIR dengan ancaman putusan batal demi hukum sesuai dengan Pasal 2 ayat (3) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008.

Setelah proses jawaban langsung mengenai pokok perkara oleh tergugat atau terlawan, selanjutnya adalah masuk ke dalam tahap pembuktian. Alat-alat bukti yang diatur dalam perkara perdata yang diatur dalam Pasal 164 HIR, juga diterapkan dalam pemeriksaan dalam sengketa informasi publik. Akan tetapi, dalam acara penyelesaian sengketa informasi publik, pemeriksaan bukti-bukti tersebut hanya dilimitasi terhadap hal-hal yang dibantah oleh salah satu para pihak serta jika ada bukti baru selama dipandang perlu oleh hakim.26 Dalam kasus Moh.

Siddiq melawan RSUD Moh. Anwar Kab. Sumenep, pihak pelawan lah yang mengajukan bantahan atas Putusan Komisi Informasi dan mengajukan bukti-bukti berupa surat serta bukti tambahan Surat Permohonan Informasi tanggal 9

23 Indonesia, Peraturan Mahkamah Agung tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan,

Perma No. 1 Tahun 2008, Pasal 2 ayat (2).

24Ibid., Pasal 2 ayat (3).

25 Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia, Op. Cit., hlm. 380

26 Indonesia, Peraturan Mahkamah Agung tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa

(12)

November 2011 oleh pemohon informasi. Oleh karena itu, selama persidangan berlangsung, pemeriksaan sangat ditekankan kepada isi dari Surat Permohonan Informasi yang diajukan oleh pemohon informasi. Bantahan yang diajukan oleh pelawan adalah bahwa Surat Permohonan Informasi yang diajukan terlawan (dahulu pemohon) tidak menjelaskan tujuan yang bersifat khusus untuk apa informasi-informasi tersebut diminta. Dengan demikian, Majelis Hakim mempertimbangkan bunyi Pasal 4 ayat (3) UU KIP yang menyatakan bahwa setiap pemohon informasi publik berhak mengajukan permintaan informasi publik disertai alasan permintaan tersebut.

Pembuktian hanya dilakukan sebatas pemeriksaan surat dalam kasus tersebut karena isi surat permohonan lah yang menjadi substansi masalah. Kemudian, pemeriksaan sengketa informasi publik secara keseluruhan tidak boleh lebih dari enam puluh hari sejak Majelis Hakim ditetapkan.27 Sedangkan, hukum acara

perdata tidak mengenal pembatasan waktu seperti yang diatur secara khusus dalam tata cara penyelesaian sengketa informasi publik tersebut. Pemeriksaan perkara perdata dapat memakan waktu yang cukup lama bahkan sampai bertahun-tahun yang mengakibatkan menjadi kurang efisiennya berperkara di pengadilan perdata. Atas dasar itu lah, undang-undang membatasi waktu pemeriksaan perkara sengketa informasi publik dengan alasan efektivitas dan efisiensi bagi para pihak yang bersengketa informasi. Hal tersebut juga bertujuan untuk memberikan kepastian hukum bagi pemohon informasi atas informasi yang diminta tersebut.

Dalam kurun waktu enam puluh hari yang diberikan oleh undang-undang dalam menyelesaikan sengketa informasi publik, Majelis Hakim wajib memutus sengketa tersebut sesuai dengan Pasal 9 ayat (1) Perma No. 2 Tahun 2011 tersebut. Putusan memiliki dua golongan, yaitu putusan sela dan putusan akhir. Menurut sifatnya, putusan terdiri dari tiga macam, yaitu putusan declaratoir, putusan constitutif, dan putusan condemnatoir.28 Putusan sela juga memiliki

beberapa macam, yaitu putusan preparatoir, putusan insidentil, dan putusan provisionil.29 Hukum acara penyelesaian sengketa informasi publik menjelaskan

27 Indonesia, Peraturan Mahkamah Agung tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa

Informasi Publik di Pengadilan, Op. Cit., Pasal 9 ayat (1).

(13)

lebih jauh mengenai putusan Majelis Hakim atas sengketa informasi publik. Diatur bahwa putusan Pengadilan dapat berupa membatalkan atau menguatkan putusan Komisi Informasi dengan merujuk pada Pasal 49 UU KIP.30 Maksud dari

pasal tersebut adalah bahwa putusan Majelis Hakim yang mengadili sengketa informasi publik secara umum terdiri dari dua jenis putusan tersebut. Karena objek sengketa adalah putusan Komisi Informasi, maka putusan Majelis Hakim memang sudah seyogyanya adalah memutus mengenai putusan Komisi Informasi tersebut apakah dibatalkan atau dikuatkan oleh Majelis Hakim di Pengadilan.

Pengaturan putusan Majelis Hakim pada dasarnya tidak dibatasi oleh kedua jenis putusan tersebut. Majelis Hakim dapat memutus atas sengketa informasi publik berupa perintah kepada para pihak untuk melakukan sesuatu yang berhubungan dengan informasi publik. Perintah tersebut dapat berupa memerintahkan badan publik untuk memberikan seluruh atau sebagian informasi atau untuk menolak memberikan informasi tersebut. Yang kedua adalah putusan Majelis Hakim dapat berupa perintah kepada Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi untuk melaksanakan kewajiban, menolak surat permohonan informasi, dan memutuskan biaya penggandaan informasi.31 Dilihat dari klasifikasi putusan berdasarkan

pendapat Retnowulan Sutantio di atas, putusan Majelis Hakim terhadap sengketa informasi publik pada dasarnya dapat berupa putusan declaratoir sekaligus putusan condemnatoir atau putusan constitutief sekaligus putusan condemnatoir. Maksudnya adalah selain putusan tersebut bersifat declaratoir atau constitutief, yaitu berisi penegasan atau peniadaan keadaan hukum berdasarkan putusan Komisi Informasi, tetapi juga putusan Pengadilan berisi konsekuensi tindakan yang diambil atas putusan declaratoir atau constitutief tersebut, yaitu putusan condemnatoir yang isinya memerintahkan suatu badan publik untuk memberikan atau menolak informasi publik yang diminta oleh pemohon informasi. Dalam Putusan Pengadilan Negeri Sumenep No. 14/Pdt.Plw/2012/PN.Smp, Majelis Hakim menjatuhkan putusan yang berupa putusan constitutief disertai dengan putusan condemnatoir. Putusan constitutief tercermin dalam amar putusan Majelis Hakim yang membatalkan putusan Komisi Informasi Jawa Timur No.

009/I/KI-30 Indonesia, Peraturan Mahkamah Agung tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa

Informasi Publik di Pengadilan, Op. Cit., Pasal 10 ayat (2).

(14)

Prov.Jatim-PS-M-A/2012 dan mengadili sendiri dengan mengabulkan sebagian permohonan informasi. Dengan adanya amar putusan tersebut, berarti ada suatu keadaan hukum yang ditiadakan, yaitu putusan Komisi Informasi Jawa Timur dan adanya suatu keadaan hukum baru, yaitu putusan mengadili sendiri oleh Majelis Hakim. Kemudian putusan condemnatoir dapat dilihat dari putusan Majelis Hakim yang memerintahkan Pelawan untuk menyediakan beberapa informasi yang disebutkan dalam amar putusan untuk disediakan setiap saat.

Terhadap putusan pengadilan negeri tersebut juga dapat dimintakan kasasi oleh para pihak yang bersengketa langsung ke Mahkamah Agung dalam kurun waktu empat belas hari sejak diterimanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap tersebut.32 Proses kasasi yang langsung tanpa upaya banding tersebut

diperbolehkan oleh undang selama hal tersebut diatur oleh undang-undang.33

V. Perbandingan dengan Hukum Acara Keterbukaan Informasi Publik Inggris Perkara EA/2011/0024

Keterbukaan Informasi Publik di Inggris tertuang dalam Freedom of Information Act 2000 yang mengatur tentang akses publik terhadap informasi yang dikelola oleh otoritas publik atau badan publik.34 Sama halnya dengan yang ada di

Indonesia, pemohon informasi publik Inggris dapat meminta The Information Commissioner untuk memutus apakah suatu permohonan informasi publik yang diminta oleh pemohon telah memenuhi persyaratan hak pemohon informasi.35 The

Information Commissioner akan mengeluarkan sebuah putusan yang disebut dengan Decision Notice dalam hal terdapat permintaan penyelesaian sengketa informasi publik tersebut. Decision Notice yang dikeluarkan oleh The Information Commissioner dapat digugat oleh para pihak yang dirugikan dalam sengketa informasi publik melalui pengadilan tingkat pertama Inggris atau First-Tier

32 Indonesia, Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, Op. Cit., Pasal 50

33 Indonesia, Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman, UU No. 48 Tahun 2009, LN No.

157 Tahun 2009, TLN No. 5076, Pasal 26 ayat (1).

34 Information Commisioner’s Office, The Guide to Freedom of Information, version 4.3

(Chesire: Information Commissioner’s Office. 2014), hlm. 3

(15)

Tribunal.36 Putusan First-Tier Information Tribunal Decision EA/2011/0024

merupakan putusan pengadilan tingkat pertama Inggris yang memutus kasus sengketa informasi antara Roger Conway sebagai pemohon informasi melawan The Information Commissioner terhadap objek sengketa, yaitu The Information Commissioner Decision Notice FS50370481. Tergugat (respondant) dalam kasus sengketa informasi di Inggris adalah The Information Commissioner karena objek dari sengketa adalah Decision Notice dari komisi tersebut. Pihak-pihak lain hanya merupakan sebagai turut tergugat atau pihak yang terlibat. Dalam kasus ini, contohnya, tergugat adalah The Information Commissioner dan pihak badan publik yang terlibat adalah the Somerset County Council. Berbeda dengan di Indonesia bahwa yang menjadi tergugat adalah badan publik atau individu yang menjadi para pihak dalam sengketa informasi publik tersebut.

Freedom of Information Act 2000 memiliki definisi tersendiri mengenai public authority atau otoritas publik. Yang dimaksud dengan badan publik adalah badan atau individu yang sudah ditetapkan dalam daftar badan publik, badan atau individu yang didirikan berdasarkan perintah Secretary of State, atau perusahaan milik publik.37 Dalam kasus Roger Conway, badan publik yang dimintakan

informasi adalah the Somerset County Council. Penolakan terhadap informasi yang diminta oleh Roger Conway mengakibatkan pengajuan penyelesaian sengeketa informasi oleh Conway kepada The Information Commissioner yang pada akhirnya menegaskan posisi the Somerset County Council atas penolakannya terhadap informasi yang diminta oleh Conway.

Pemeriksaan terhadap kasus Conway melawan The Information Commissioner dilakukan terhadap permintaan informasi publik. Majelis Hakim memeriksa apakah tujuan permintaan informasi yang dilakukan oleh Conway dapat digolongkan sebagai permintaan yang dilarang oleh Freedom of Information Act atau tidak. Sama halnya dengan pemeriksaan kasus Moh. Siddiq melawan RSUD Kab. Sumenep. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sumenep juga memeriksa apakah surat permohonan informasi yang diajukan oleh Moh. Siddiq memiliki tujuan khusus selain tujuan yang diamanatkan oleh undang-undang atau tujuan

(16)

yang dilarang oleh UU KIP. Majelis Hakim di Pengadilan dalam sengeketa informasi publik hanya memeriksa Decision Notice yang dikeluarkan oleh The Information Commissioner apakah putusan tersebut sesuai dengan Freedom of Information Act 2000 atau tidak.

Majelis Hakim Inggris juga pada akhirnya akan menjatuhkan putusan Pengadilan apakah menguatkan atau membatalkan putusan Komisi Informasi (The Information Commissioner Decision Notice). Dalam putusan Pengadilan Tingkat Pertama Inggris yang mengadili sengketa informai, Tribunal Judge menjatuhkan putusan Decision EA/2011/0024 membatalkan The Information Commissioner Decision Notice FS50370481 dan memerintahkan badan publik the Somerset County Council untuk menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh penggugat atau pemohon informasi.

Terhadap putusan tersebut juga dapat diajukan banding langsung ke mahkamah tinggi sesuai dengan yurisdiksi masing-masing sebagaimana diatur dalam Freedom of Infromation Act 2000. Decision First-Tier Tribunal tersebut dapat diajukan banding terhadapnya ke the High Court of England apabila alamat badan publik tersebut berada di Inggris dan Wales, the Court of Session jika alamat badan publik berada di Skotlandia, dan the High Court of Justice in Northern Ireland apabila badan publik tersebut berada di Irlandia Utara.38

VI. Kesimpulan

Keterbukaan Informasi Publik menjadi sesuatu yang penting bagi negara yang berdemokrasi. Baik Indonesia maupun Inggris menjunjung tinggi kebebasan informasi dengan dikeluarkannya Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik di Indonesia dan Freedom of Information Act 2000 di Inggris. Pada pokoknya konsep beracara dalam sengketa informasi publik di Indonesia dan di Inggris tidak jauh berbeda. Pemohon informasi dapat mengajukan penyelesaian sengketa informasi publik kepada Komisi Informasi terhadap penolakan informasi publik

(17)

tersebut. Di Indonesia, upaya administratif atau quasi-yudisial dapat ditempuh melalui Komisi Informasi untuk menyelesaikan sengketa informasi publik. Di Inggris, tugas the Information Commissioner-lah memutuskan apakah permintaan informasi publik sudah sesuai dengan syarat-syarat yang ditentukan dalam Freedom of Information Act.

(18)

VII. Daftar Pustaka

Cartwright, Roger. Et. al. The Handbook for Managing Resources and Information. New Delhi: Infinity Books, 2001.

Dewi. “Badan Layanan Umum Daerah.”

www.kemendagri.go.id/article/2013/12/02/badan-layanan-umum-daerah

diakses tanggal 25 Oktober 2014.

Diskusi Serial KIP dan OGP. “Transparansi Informasi dalam 3 Cara Pandang.”

www.kebebasaninformasi.org/en/2013/12/03/diskusi-serial-iii-transparansi-informasi-dalam-3-cara-pandang/ diakses tanggal 25 Oktober 2014.

Harahap, Yahya. Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan,

Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika, 2007.

Information Commissioner’s Office. The Guide to Freedom of Information, version 4.3. Chesire: Informtion Commissioner’s Office, 2014.

Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia. Anotasi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, ed.1, cet.1, Jakarta: Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia, 2009.

Santosa, Mas Achmad. Good Governance dan Hukum Lingkungan. Jakarta: ICEL, 2001.

Sutantio, Retnowulan. Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek, Cet.11. Bandung: Mandar Maju, 2009.

VIII. Daftar Peraturan Perundang-Undangan

(19)

Indonesia. Undang-Undang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dari Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme, UU No. 28 Tahun 1999, LN No. 75 Tahun 1999, TLN No. 3851.

Indonesia. Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, UU No. 14 Tahun 2008, LN No. 61, TLN No. 4846.

Indonesia. Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman, UU No. 48 Tahun 2009, LN No, 157 Tahun 2009, TLN No. 5076.

Indonesia. Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pedoman Teknis Keuangan Badan Layanan Umum Daerah. Permendagri No. 61 Tahun 2007.

Mahkamah Agung. Peraturan Mahkamah Agung tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Informasi Publik di Pengadilan. Perma No. 2 Tahun 2011.

Mahkamah Agung. Peraturan Mahkamah Agung tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Perma No. 1 Tahun 2008.

Universal Declaration of Human Right 1946.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini hanya akan dibahas faktor-faktor yang mempengaruhi status kelulusan berdasarkan jalur masuk mahasiswa FSM Undip angkatan 2012 dengan model

Reliability Uji Reliabilitas Variabel Komitmen Organisasi X2 Scale: ALL VARIABLES Case Processing Summary.. Koleksi Perpustakaan

tailing pasir untuk budidaya pakchoy, pengaruh amelioran pupuk organik dan pupuk NPK terhadap pertumbuhan dan produksi pakchoy di lahan tailing pasir bekas

Diharapkan isi buku ini, secara metaforis, dapat mendo- rong Anda menjadi Coach yang mampu berperan seba- gaimana jamu beras kencur : menghibur, menyembuhkan dan/atau

Dokumen Penjajaran Kurikulum 2.0 - KSSM Sejarah dan Pengurusan Seni SSeM Tingkatan 5(Sisipan Tingkatan

Dari hasil sakarifikasi selama 6 hari didapat bahwa konsentrasi tepung ganyong 10% yang menghasilkan gula reduksi paling tinggi, yaitu sebesar 1,230 g/100 mL pada hari ke-4.. Oleh

Hubungan antara Pengajaran dengan Kesadaran Mahasiswa terhadap Hak dan Kewajibannya ebagai Warga negara (Kelompok Kontrol) ... Hubungan antara Pengajaran dengan

Bila DPJP yang !e!eriksa pasien !ene!ukan kasus di luar keahliannya !aka yang  bersangkutan !e!buat surat konsul alih rawat (!enuliskan kelengkapan data  pasien$ hasil