HAKEKAT WAKTU
NAFSIYYAH ISLAMIYYAH
Penting Untuk dibaca..
HUKUM RIBA DAN ANCAMANNYA ZAKAT DALAM ISLAM RAHASIA SUKSES|HUKUM SEBAB-AKIBAT
SHOLAT KHUSU' TEMUKAN DISINI KHOTBAH IDUL ADHA RAHASIA PANJANG UMUR
DALIL DZAN DALAM AQIDAH Enam Perkara Rahasia Allah
Beginilah Nasib Palestina
HUKUMAN PENGHINA NABI SAW : DIBUNUH
YANG MENGHALANGI AHLI WARIS
Selamat Datang di Majlis Taqarrub Ila Allah Semarang
DALIL / HUKUM MEMBACA QUNUT SHOLAT SUBUH
JADWAL TAKLIM MAJLIS TAQARRUB DI SEMARANG
PENDAPAT ULAMA TERKAIT RUKYAT GLOBAL
3 SKENARIO AS ATAS KEBERADAAN ISIS
PEDOMAN PEMBAGIAN WARIS
SOLUSI TOTAL KONFLIK PALESTINA:KHILAFAH ISLAMIYYAH
Ummat Islam Butuh Khilafah
Kategori
Agenda dakwah
Analisis
Aqidah Islamiyah
Dakwah
Hukum Islam
Khatbah
Motivasi
Nafsiyyah
sholat
Bahan Renungan Hati
Mendengar sahabatnya itu Umar langsung menjawab :”Apakah engkau bisa menjamin umur Umar akan lebih lama dari tambalan baju ini?”
Dialog tersebut menunjukkan gambaran betapa sosok Umar adalah cerminan dari sahabat pilihan yang menyadari betul hakekat waktu, ajal, dan bagaimana seseorang harus bersikap terhadap dunia. Bagi Umar , dunia tidak lebih dari persinggahan sementara , dan masih ada episode panjang yang menanti serta kekal didalamnya. Dunia sebenarnya adalah babak prakualifikasi yang sangat singkat, guna menuju babak yang sebenarnya setelah kematian nanti.
Betapa singkatnya umur manusia di dunia sebagaimana telah digambarkan Allah SWT dalam firmnan-Nya :
“Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, Kemudian (urusan) itu naik kepadanya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu” (TQS. As-Sajdah : 5) Demikian juga firman Allah berikut ini :
Allah bertanya: “Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?” Mereka menjawab: “Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, Maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung.” Allah berfirman: “Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu Sesungguhnya mengetahui” Maksudnya: mereka hendaknya harus mengetahui bahwa hidup di dunia itu hanyalah sebentar saja, sebab itu mereka seharusnya janganlah hanya mencurahkan perhatian kepada urusan duniawi saja. QS. Al Mu’minun (23) : 112-114)
Dari ayat diatas kita bisa hitung betapa singkatnya hidup kita di dunia ini. Jika 1 hari di akhirat itu setara dengan 1000 tahun di dunia, lantas berapa jam sebenarnya kita hidup didunia ini? Umpama umur kita 60 tahun, maka sebenarnya hidup kita jika dikonversikan di alam akirat hanya 60/1000 hari, yaitu 0,06 hari. Sebentar dan hanya sekejab saja. Itulah dunia, waktu yang singkat bagi yang mau memahami hakekat waktu di dunia ini. Jika kita umpamakan pendeknya umur manusia didunia itu laksana seorang menempuh perjalanan dari sabang sampai merauke dengan mengendarai mobil. Lalu mobil itu sampai di tengah jalan singgah ke pom bensin untuk mengisi bahan bakar, lalu melaju kembali ke tujuannya. Nah, disaat mengisi bahan bakar itulah sebenarnya waktu kita didunia, betapa singkatnya waktu itu. Akan tetapi banyak dari kita yang terlena dengan waktu yang sangat sempit, singkat dan cepat berlalu. Disamping waktu yang singkat dan melalaikan , sifat dari waktu itu jika berlalu tidak bisa kembali lagi. Maka dari itu lebih banyak manusia itu merugi dan menyesal setelah dia menemui ajalnya. Mari perhatikan jeritan manusia yang telah mati :
“Ya Allah, sekiranya engkau tangguhnya kami didunia barang sebentar saja , niscaya kami akan berbuat baik”
Sekali-kali tidak, karena jika ajal telah menjemput , penyesalan sudah tidak ada lagi. Taubat hanya terjadi didunia saja. Apalagi jika hidup hanya untuk memperturuti keinginan hawa nafsi ( menumpuk harta, kedudukan dan kehormatan ) didepan manusia.
Kendati manusia diberi akal, diberi kecerdasan, terkadang justru terhadap hakekat hidup tidak banyak menyadarinya. Padahal dalam Al Qur’an telah banyak menyinggungnya, dalam
hakekat waktu saja. Allah telah bersumpah dengan waktu semisal wal ashr, wa dhuha, wallail, dan masih banyak lagi ayat tentang pentingnya menghargai waktu.
Mari perhatikan dalam surat Al Ashr, Allah mengingatkan kita :
“Demi massa, sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal sholah. Berwasiat dalam kebenaran. Berwasiat dalam kesabaran.”
atau kelemahan iman. Oleh karena itu iman kepada Allah harus senantiasa dikaitkan dengan hari akhir, karena disinilah sebenarnya kualitas iman itu teruji. Jika orientasi hidup lebih dominan untuk dunia dan melalaikan akhirat berarti dia telah tertipu dengan dunia dan waktu yag digunakan di dunia ini. Iman yang kuat akan melahirkan sosok seperti Umar bin Khottob yang tidak bisa digadaikan dunia sekalipun beliau seorang kepala Negara saat itu.
Suatu ketika Umar bin Khottob menemukan seorang wanita miskin yang tengah memasa batu untuk menghibur ke dua anaknya yang menangis kelaparan, lantaran tidak ada lagi yang dimasak, Umar buru-buru ke baitul mal dan memikul sendiri gandum dan dibawa menuju wanita misikin tersebut. Diperjalanan bertemu dengan ……, wahai amirul mu’minin, bisakah gandum itu kami bawakan? Umar menjawab, Tidak..apakah kamu mau memikul dosaku?
Demikian tanggungjawab seorang Umar yang telah tercerahkan dengan Tauhid. Dengan iman itulah Umar sangat takut pada Allah, jangan-jangan Allah akan mengazab besuk karena telah menelantarkan rakyatnya yang tidak bisa makan. Bagaimana dengan pemimpin sekarang? Allah SWT berfirman :
Mari kita renungkan firman Allah berikut ini :
“Dan tiadalah kehidupan dunia Ini melainkan senda gurau dan main-main. dan Sesungguhnya akhirat Itulah yang Sebenarnya kehidupan, kalau mereka Mengetahui”. (QS. Al Ankabut (29: 64)
Dunia tidak lebih dari permaian dan sendau gurau, maka hanya orang yang lalai saja yang hidupnya berfokus pada dunia dan melupakan akhirat dan kematian. Kendati manusia secara umum takut mati dan takut miskin, tapi kebanyakan mereka lupa akan akhirat, lupa siapa pemberi rizki dan siapa yang menghendaki kematian itu sendiri.
Kerugian berikutnya adalah ketika manusia datang di padang mahsyar tanpa amal. Atau sedikit amal ibadahnya tetapi banyak berlumur dosa.
Jika seorang telah beriman dan beramal sholeh, manusia masih tetap merugi karena
sebagaimana ayat di atas, manusia harus tawashoubil haq. Berwasiat dalam kebenaran, yaitu menyampaikan kebenaran Islam walaupun terasa pahit sekalipun.
Kulilhaq walau kana muuron” karena perbuatan itu adalah perbuatan para nabi yang senantiasa menyeru kepada haq, agar kalimat Allah senantiasa masuk pada dada ummat manusia.
Kemudian berwasiat kepada kesabaran. Sabar dalam hal ini berkaitan dengan sikap hati yang teguh dan terikat dengan perintah dan larang Allah, serta kesadaran hati untuk ridho terhadap musibah yang datang dari Allah.
Jika semua kondisi sikap tauhid diatas belum terjadi pada kita, berarti hawa nafsu telah mengalahkan kehendak fitrah manusia yang senantiasa ingin mentaqdiskan (mensucikan) Al Kholiq.
Mari kita renungkan kembali firman Allah SWT ini :
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi , dan silih bergantinya siang dan malam terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal.
Orang yang berakal pasti akan menyadari jika melihat fenomena ayat-ayat kauniyah (alam semesta) beserta keteraturannya, dan menemukan bahwa pastilah Al Kholiq yang mengatur semuanya itu.
Jika fenomena ini belumlah disadarinya, maka hawa nafsu akan senantiasa menjadi raja, dan kehidupan ini yang akirnya menjadi tujuan hidup, atau setidaknya focus hidupnya untuk dunia dan sedikit mengingat mati dan akhirat. Padahal kita mengingat mati atau tidak kematian itu pasti akan menghampiri kita , sadar atau tidak.
Mari kita renungkan juga sabda Rasulullah:
1) kesukaan yang berkepanjangan, 2). Kesibukan yang tiada henti 3). Kefakiran yang untuk selamanya, 4). Angan-angan yang tiada batasnya.” Mari perhatikan sabda rosulullah :
“Orang yang kuat adalah orang yang mengabdikan kehidupan untuk akhirat, dan orang yang lemah adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya, dan hanya berangan-angan untuk berbaut baik”.
Ada pepatah arab :
Nafsu akan membuat raja menjadi budak, Aqal akan membuat budak menjadi raja.
Hal itu terjadi lantaran syaiton selalu menjadikan nafsu itu raja sebagai pengganti akal . Sedang akal selalu dipimpin oleh wahyu dan selalu mengajak pada penghambaan dan karunia Allah semata.
Oleh karena itu terapi metal agar selalu menjadikan waktu itu bernilai ibadah kepada Allah, adalah menyadari akan ajal.
Disamping itu mari kita renungkan perintah rasulullah untuk muhasabah diri :