• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMEROLEHAN BAHASA ANAK ASPEK KAJIAN SIN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PEMEROLEHAN BAHASA ANAK ASPEK KAJIAN SIN"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PEMEROLEHAN BAHASA ANAK

ASPEK KAJIAN SINTAKSIS PADA ANAK USIA 2,6 - 2,8 TAHUN (SEBUAH STUDI KASUS)

Oleh: Yeni Witdianti

Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA Email: yenniahmadi@gmail.com

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran tentang aspek sintaksis yang telah diperoleh anak pada usia 26-28 bulan. Ini adalah penelitian kualitatif deskriptif dengan pendekatan studi kasus sehingga setiap hasil dari penelitian ini tidak bisa digeneralisasikan. Subjek penelitian ini adalah seorang gadis kecil bernama Dara Nur Aisha yang juga merupakan keponakan penulis sendiri. Data dikumpulkan dalam waktu sekitar tiga bulan, mulai bulan April sampai dengan bulan Juni 2018. Bentuk-bentuk data ini adalah tuturan dan dialog dari subjek. Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah dokumentasi, pencatatan, dan perekaman dengan kamera ponsel. Semua data, kemudian diverifikasi dan diklasifikasi. Temuan menunjukkan bahwa dalam aspek sintaksis subjek telah memperoleh tiga tahap kata di usia 26 bulan dan mendapatkan dua sampai tiga kata dan mendapatkan tiga kata lebih di awal 28 bulan. Beberapa bentuk ujaran yang telah diperoleh adalah deklaratif, interogatif, dan imperatif. Selain itu, pada usia tersebut subjek juga telah mendapatkan kata ganti (ini, itu), deixis (disini, disana), kata sifat (cantik, besar, enak).

Kata kuci: proses pemerolehan Bahasa, aspek sintaksis, tahap satu kata, tahap dua kata, dari bentuk ucapan.

ABSTRACT

The purpose of this research is to provide an overview of syntactic aspects that have been obtained by children at the age of 26-28 months. This is a descriptive qualitative research with case study approach so that each result of this study can not be generalized. The subject of this research is a little girl named Dara Nur Aisha who is also nephew of the author himself. Data collected in about three months, from April to June 2018. These data forms are speech and dialogue of the subject. The techniques used to collect data are documentation, recording, recording with camera phones. All data, then verified and classified. The findings show that in the syntactic aspect the subject has acquired three stages of the word at the age of 26 months and gets two to three words and gets three more words at the beginning of 28 months. Some of the forms of speech that have been obtained are declarative, interrogative, and imperative. In adition, at those ages the subject also has acquired pronoun (ini, itu), deixis (disini, disana), adjective (besar, enak, cantik).

Key words: first language acquistion, syntactic aspect, one word stage, two word stages, form

(2)

PENDAHULUAN

Pemerolehan bahasa (language acquisition) adalah proses manusia mendapatkan kemampuan untuk menangkap, menghasilkan, dan menggunakan kata untuk pemahaman dan

komunikasi. Kapasitas ini melibatkan berbagai kemampuan seperti sintaksis, fonetik, dan kosakata yang luas. Gusti Yanti dalam Jurnal Ilmianya (2016), juga mengemukakan bahwa Pemerolehan bahasa (language acquisition) termasuk ke dalam ranah (domain) psikolinguistik, yaitu ilmu bahasa yang objeknya adalah pengetahuan bahasa, pemakaian bahasa, perubahan bahasa, dan hal lain yang ada hubungannnya dengan aspek-aspek tersebut. Bahasa yang diperoleh bisa berupa vokal seperti pada bahasa lisan atau dari hasil kontak verbal dengan lingkungan sosial yang merupakan lingkungan bahasa itu berada. Dengan demikian, istilah pemerolehan bahasa mengacu pada penguasaan Bahasa secara tidak disadari dan tidak terpegaruh oleh pengajaran bahasa tentang sistem kaidah dalam bahasa yang dipelajari. Melainkan sesuatu proses yang terjadi dengan sendirinya ataupun alamiah. Dengan demikian, secara disadari ataupun tidak, penguasaan sistem-sistem linguistik oleh seorang anak pada awalnya tidak melalui pengajaran formal.

Pemerolehan Bahasa dapat berupa pemerolehan bahasa pertama dan pemerolehan bahasa kedua atau ketiga. Pemerolehan bahasa pertama ialah bahasa yang pertama kali dikuasai oleh anak atau yang biasa disebut bahasa ibu (Yanti, 2016:132). Setiap anak yang normal pada usia di bawah lima tahun dapat berkomunikasi dalam bahasa yang digunakan di lingkungannya, walaupun tanpa pembelajaran formal. Dalam usia ini pada umumnya

anak-anak telah menguasai sistem fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik dari bahasa pertamanya. Penguasaan atau perkembangan bahasa anak diperoleh secara bertahap.

Pemerolehan bahasa kedua terjadi apabila kanak-kanak atau orang dewasa yang telah menguasai bahasa pertama (bahasa ibunya), kemudian belajar bahasa kedua secara formal dan terencana atau melalui proses pembelajaran.

(3)

Penelitian bahasa anak cukup banyak dilakukan peneliti lainnya, seperti penelitian pemerolehan bahasa anak yang dilakukan oleh Arni Yanti 2013 dengan judul Studi Kasus Pemerolehan Bahasa Pada Anak Usia 3 Tahun, berdasarkan hasil penelitiannya, pemerolehan bahasa pada tataran sintaksis, semantik, dan fonologi Nadya selaku objek penelitian sudah cukup baik. Tidak terdapat penyimpangan yang berarti dalam tuturan yang dihasilkan. Pemerolehan bahasa anak usia 3 tahun berada pada tahap perkembangan kalimat. Anak sudah mengenal pola dialog, sudah mengerti kapan gilirannya berbicara dan kapan giliran lawan tuturnya berbicara. Anak telah menguasai hukum-hukum tata bahasa yang pokok dari orang dewasa, perbendaharaan kata berkembang, dan perkembangan fonologi

dapat dikatakan telah berakhir. Mungkin masih ada kesukaran pengucapan beberapa konsonan namun segera akan berhasil dilalui anak.

Selain itu, penelitian Ismarini Hutabarat 2006, dengan judul Pemerolehan Bahasa Indonesia Anak Usia 2 Tahun Pada Tataran Sintaksis, berdasarkan hasil penelitiannya Tasia (2thn) sudah bisa merangkai kata-kata secara sederhana, mulai dari satu, dua sampai empat kata, dan akhirnya membentuk kalimat. Kalimat sederhana yang dikemukakannya masih berkisar pada urutan sederhana dan belum teratur. Namun makna kalimat itu sudah dapat ditangkap dengan baik, berupa kalimat berita, kalimat imperatif ataupun kalimat tanya. Kalimat-kalimat tersebut sudah dapat diproduksi pada saat Tasia baru berumur dua tahun. Di samping kata-kata dan kalimat yang diperoleh seperti dikemukakan di atas, di sini dapat pula disimpulkan bahwa seorang anak yang normal, akan mampu memperoleh bahasa pertama bila saraf dan jaringan otaknya tidak terganggu selama masa pertumbuhannya. Perkembangan kejiwaan dan juga gizi serta lingkungan memegang peranan penting dalam pertumbuhan motorik khususnya dalam pemerolehan dan produksi bahasa anak.

Artikel ini membahas pemerolehan Bahasa khususnya pada aspek kajian sintaksis, keponakan penulis sendiri, pada usia 26-28 bulan yang mencakup pemerolehan …..

Proses pemerolehan bahasa (language acquistion) adalah proses belajar bahasa anak secara natural pada waktu dia belajar bahasa dari ibunya. Proses ini berbeda dengan

(4)

secara tidak disadari. Kompetensi ini dibawa oleh setiap anak sejak lahir. Meskipun dibawa sejak lahir, kompetensi memerlukan pembinaan sehingga anak-anak memiliki performansi dalam

berbahasa. Performansi adalah kemampuan anak menggunakan bahasa untuk berkomunikasi. Performansi terdiri dari dua proses, yaitu proses pemahaman dan proses penerbitan kalimat-kalimat. Proses pemahaman melibatkan kemampuan mengamati atau mempersepsi kalimat-kalimat yang

didengar, sedangkan proses penerbitan melibatkan kemampuan menghasilkan kalimat-kalimat sendiri (Chaer 2003:167).

Adapun salah satu aspek dalam proses kompetensi adalah penguasaan aspek sintaksis. Aspek sintaksis tidak diperoleh anak sejak lahir. Pemerolehan aspek ini dimulai ketika anak mampu

mengucapkan satu kata (bagian kata) yang sebenarnya adalah kalimat penuh. Dardjowidjojo (2012:225) menyebut kemampuan anak mengucap satu kata ini dengan istilah ujaran satu kata.

Selanjutnya, kemampuan anak berkembang untuk memperoleh ujaran dua kata, ujaran tiga kata dan seterusnya sampai mereka mengucapkan kalimat dengan sempurna. Secara umum, tahap ujaran satu

kata diperoleh anak sekitar umur 12-18 bulan, sedangkan tahap ujaran dua kata diperoleh anak sekitar umur 18 - 20 bulan. Akan tetapi, pemerolehan bahasa anak khususnya dalam sendi sintaksis serta

bentuk bahasa yang mereka peroleh berbeda tergantung pada faktor yang mendukung pemerolehan bahasa mereka.

Proses pemerolehan Bahasa pada anak berbeda-beda, ada yang berlangsung dengan cepat dan ada pula yang berlangsung dengan lambat. Perbedaan dalam pemerolehan Bahasa tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Slobin, Piaget, Lenneberg dalam Rusyani (2008: 12-14)

faktor yang berpengaruh dalam pemerolehan bahasa yaitu (1) faktor alamiah, (2) faktor perkembangan kognitif dan (3) faktor latar belakang sosial, (4) faktor keturunan.

Faktor Alamiah yang dimaksudkan di sini adalah setiap anak lahir dengan seperangkat prosedur dan aturan bahasa yang dinamakan oleh Chomsky Language Acquisition Divice (LAD). Potensi dasar itu akan berkembang secara maksimal setelah mendapat stimulus dari lingkungan. Selanjutnya, Perkembangan bahasa seseorang seiring dengan perkembangan kognitifnya. Keduanya memiliki hubungan yang komplementer.

Faktor Latar Belakang Sosial mencakup struktur keluarga, afiliasi kelompok sosial, dan

lingkungan budaya memungkinkan terjadi perbedaan serius dalam pemerolehan bahasa anak. Semakin tinggi tingkat interaksi sosial sebuah keluarga, semakin besar peluang anggota keluarga (anak)

memperoleh bahasa. Faktor terakhir yang mempengaruhi dalam pemerolehan bahasa adalah faktor keturunan, faktor ini meliputi jenis kelamin, intelegensi dan kepribadian dan gaya atau cara pemerolehan bahasa.

(5)

1) Tahap Berdekut (cooing)

Pada umur sekitar 6 minggu, bayi mulai mengeluarkan bunyi-bunyi dalam bentuk teriakan, rengekan,

dekur. Bunyi yang dikeluarkan oleh bayi mirip dengan bunyi konsonan atau vokal. Akan tetapi, bunyi-bunyi ini belum dapat dipastikan bentuknya karena memang belum terdengar dengan jelas. Sebagian ahli menyebutkan bahwa bunyi yang dihasilkan oleh bayi ini adalah bunyi-bunyi

prabahasa/dekur/vokalisasi bahasa/tahap cooing. 2) Tahap Pengocehan (babling)

Dardjowidjojo (2012: 244) menyebutkan bahwa tahap celoteh terjadi sekitar umur 6 bulan. Tidak hanya itu. ada juga sebagian ahli menyebutkan bahwa celoteh terjadi pada umur 8 sampai dengan 10

bulan. Perbedaan pendapat seperti ini dapat saja. Yang perlu diingat bahwa kemampuan anak berceloteh tergantung pada perkembangan neurologi seorang anak.

3) Tahap Satu-Kata atau Holofrastis

Tahap ini berlangsung ketika anak berusia antara 12 dan 18 bulan. Pada tahap ini, seorang anak mulai

menggunakan serangkaian bunyi berulang-ulang untuk makna yang sama. Tahap ini disebut tahap satu kata satu frase atau kalimat, yang berarti bahwa satu kata yang diucapkan anak itu merupakan satu konsep yang lengkap, misalnya “mam” (Saya minta makan); “pa” (Saya mau papa ada di sini), “Ma” (Saya mau mama ada di sini).

4) Tahap Dua-Kata, Satu Frase

Tahap ini berlangsung ketika anak berusia 18-20 bulan. Ujaran-ujaran yang terdiri atas dua kata mulai muncul seperti mama mam dan papa ikut. Pada tahap dua kata ini, ujaran si anak harus ditafsirkan sesuai dengan konteksnya.

5) Ujaran Telegrafis

Pada usia 2 dan 3 tahun, anak mulai menghasilkan ujaran kata-ganda (multipleword utterances) atau disebut juga ujaran telegrafis. Pada tahap ini, anak juga sudah mampu membentuk kalimat dan

(6)

METODE

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif dengan

pendekatan studi kasus. Subjek penelitian ini adalah seorang anak perempuan bernama Dara Nur Aisha yang juga merupakan keponakan penulis sendiri. Pengumpulan data dilakukan selama tiga bulan terhitung mulai bulan April— Juni 2018, ketika Dara berumur 26 -28 bulan. Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah dokumentasi, peneliti mengumpulkan data dengan catatan dan merekam menggunakan handphone oppo A83.

Pendekatan kualitatif deskriptif bertujuan memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan sebagainya. Oleh karena demikian, pengumpulan data yang berupa kata-kata, kalimat, pernyataan atau uraian yang mendalam, bukan angka-angka (Moleong, 2011:11).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Informan penelitian adalah seorang anak perempuan berusia 2 tahun 2 bulan bernama Dara Nur Aisha disapa Ara, lahir pada hari Senin tanggal 15 Febuari 2016. Dia adalah anak kedua dari pasangan Uftil Umam dan Nur Cholifah yang beralamat di Desa Malawele Kecamatan Aimas Kabupaten Sorong. Sehari-hari Ara lebih banyak bermain di rumah

ditemani oleh Kakak, orang tua serta teman kakaknya bernama Fian. Diketahui bahwa Ara sangat aktif berbicara dan senantiasa merespon atau mengomentari setiap peristiwa yang ada

di lingkungannya serta senang menirukan atau mengikuti kakaknya bernama Haydar dan teman kakaknya bernama Fian.

Sesungguhnya Ara dilahirkan di keluarga yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertamanya (bahasa ibu). Meskipun dia merupakan hasil perkawinan sesama etnis (Jawa), namun dalam keseharian Ara menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pertamanya. Sedangkan orang tuanya menggunakan bahasa campuran yakni Bahasa Jawa dan Bahasa Indonesia dalam berkomunikasi sehari-hari mereka.

(7)

1) Tahap dua kata

Berdasarkan bentuk kalimatnya, ujaran dua kata ini sebenarnya sudah membentuk pola-pola kalimat tertentu tetapi terkadang kurang sempurna. Bentuk kalimat deklaratif, imperatif, dan interogatif sudah diperoleh pada tahap UDK ini tetapi dalam penyusunan kalimat tersebut terkadang masih kurang sempurna.

a. Deklaratif

Pemerolahan bahasa pada Tahap Unit Dua Kata (UDK) ini dikatakan sudah dapat membentuk kalimat deklaratif pendek. Ujaran tersebut dapat diamati pada peristiwa ketika

kakaknya meminta bagian kue atau buah miliknya kemudian Ara menuturkan pada kakaknya tak boeh “tidak boleh” (sembari menyembunyikan kue atau buah miliknya), cudah thabis “sudah habis” (sambil menunjukkan wadah es krim berbentuk kotak). Ujaran tersebut berisi pernyataan yang berupa informasi pendek yang ingin disampaikan Ara pada mamanya. Dan beberapa kosakatanya terkontaminasi oleh kosakata pada serial film kartun Upin Ipin, seperti, tak, takpundll.

b. Imperatif

Bentuk imperatif pada tahap ini dapat diamati pada peristiwa ketika Ara bermain dengan paman dan kakaknya dan dia mengeluarkan ujaran ayok tetarung “ayo bertarung”. Dalam kalimat dan konteks kalimat “ayo bertarung” bermakna imperatif, yaitu Fatin meminta atau mengajak pamannya untuk bermain perang-perangan atau melakukan pertarungan.

c. Interogatif

Bentuk imperatif pendek juga sudah tampak pada tahap ini. Ketika Ara mencari kakak atau pamannya yang tidak terlihat olehnya. Ia mengeluarkan ujaran Tatak ana ni“Kakak mana ni”atau Bapak Aik ana ni “Bapak Hayyik mana ni”. Melihat ujaran yang dikeluarkan Ara, dia sudah mampu menghasilkan kalimat pendek interogatif, meskipun belum sempurna sebagaimana kalimat tanya yang baik. Dimana Bapak Hayyik? Kata ni menurut penulis mungkin semacam artikel bagian dari kata gaul yang maksudnya adalah kata nich. Sebagai informasi tambahan Ara memanggil paman dan bibinya dengan panggilan Bapak dan Ibu, sedangkan ia memanggil kedua orangtuanya dengan sebutan Ayah dan Mamah.

2) Tahap tiga kata atau lebih

(8)

a. Deklaratif

Pemerolehan bahasa Ara pada bentuk kalimat deklaratif dapat diamati pada data berikut. Pada situasi ini Ara sedang diajak mamanya berbelanja, dan mamanya memberika ia sebuah pilihan jajanan, muncul ujaran dari si kecil ini adhek au yang ini “adek mau yang ini”. Ujaran tersebut merupakan kalimat deklaratif. Kalimat tersebut berisi jawaban atas pertanyaan yang disampaikan mamanya. Dan ketika pamannya menelpon melalui video call pada aplikasi whatsapp dan menanyakan “Kakak lagi apa?” kepada Ara. Ara menjawab “Tatak agi amun” maksudnya adalah “Kakak lagi melamun”, jawaban Ara sangat mencengangkan bagi penulis, karena dia sudah mengenal dan mengetahui arti atau

maksud dari kosakata melamun, karena saat penulis mengkonfirmasi pada ibunya tentang jawaban Ara, benar bahwa sang kakak Haydar terlihat sedang bengong dan memikirkan

sesuatu. Dan beberapa kalimat yang diucapkan juga terkontaminasi oleh dialek-dialek Papua seperti, Tatak banyak apa lagi … (saat mereka berdua, Kakak Haydar dan Ara sedang menikmati es krim berdua) maksudnya adalah “Kakak mengambil bagian es krim yang banyak.”

b. Imperatif

Kalimat imperatif yang diperoleh Ara pada tahap ini sudah lebih sempurna dari tahap sebelumnnya, semacam ada intonasi penegasan di akhir ujarannya. Berikut adalah contoh kalimat tersebut. Ketika Ara pergi ke rumah neneknya, Ara mengajak mamanya untuk pulang dan berkata “Mamah, ayok ulang! “Mamah, ayo pulang”. Data kalimat imperatif ini menunjukkan adanya kata ajakan yang sudah digunakan oleh Ara“ayo” dan susunan kalimat ini sudah lebih terlihat ciri imperatifnya dari pada tahap sebelumnya.

c. Interogatif

Pemerolehan kalimat interogatif pada tahap tiga kata ini sudah lebih komplek dari sebelumnya. Ujaran ini didahului oleh situasi Ara sedang bermain dengan mamanya di ruang TV dan ayahnya saat itu baru tiba dari kantor. Kemudian Ara berkata au apa ini? “bau apa ini?” dan saat itu juga Ara menjawab pertanyaannya sendiri eehhmmm Ayah jijikan, maksudnya adalah “Ayah menjijikkan”, pada situasi tersebut bisa jadi maksud si Ara adalah ingin menggoda atau mengajak ayahnya untuk bercanda. Selanjutnya,

(9)

3) Pemerolehan Deiksis, Pronoun dan Adjektiva. a. Deiksis

Selain dari segi bentuk-yang berupa kalimat deklaratif, imperatif, dan interogatif pemerolehan bahasa dari sendi sintaksis juga tampak pada penggunaan deiksis tempat (disana, di sini). Penggunaan deiksis tempat pada ujaran Ara tampak pada percakapan berikut. Percakapan berisi percakapan Ara dengan ibunya (tante) yang menanyakan keberadaan Tete (kakek).

 Ibu: Tete Im dimana?  Ara: tu ana “itu disana”

Contoh di atas menjelaskan bahwa Ara menjelaskan bahwa Tete (kakeknya) sedang berada di halaman depan rumah dan Ara berada di teras samping. Selanjutnya, penggunaan deiksis tampak pada situasi ketika Ara sedang bermain di teras samping rumahnya, kemudian Fian dan kakaknya lewat. Kemudian Fatin menuturkan Ian, ini ain mermed” Fian sini main mermaid”(sambil memegang boneka mermaid). Contoh kedua ini menunjukkan bahwa Ara meminta Fian untuk mengajaknya bermain di tempat di dekatnya. Data di atas menunjukkan bahwa dengan penggunaan deiksis “disana” dan “disini”, Ara sudah memahami konsep penggunaan dua kata tersebut. Dan konsep yang terbangun pada pemikiran Ara bahwa panggilan atau sebutan kakak hanya untuk kakaknya “Haydar”, jadi meskipun Fian seusia dengan Haydar dan mamanya mengajarkannya untuk memanggil dengan sebutan kakak, Ara tetap tidak mau mengindahkannya.

b. Pronomina

Penggunaan pronomina dalam ujaran kalimat Ara juga tampak pada situasi berikut ini. Situasi ini menggambarkan Ara dan kakanya sedang membuka bingkisan dari ibunya (tante). Kala itu ibunya membawakannya oleh-oleh stelan baju bermain/baju sehari-hari baju baby shark berwarna ungu dan baju tayo berwarna hijau. Kemudian, Ara berkata Ini unya adhek ni “Ini punya adik nich” (sambil memegang baju baby shark ungu), Itu unya tatak “Itu punya Kakak. Contoh ujaran Fatin di atas menunjukkan bahwa konsep ini (dekat dengan penutur) dan itu (jauh dari penutur) sudah diperoleh Ara dengan menggunakan pronomina tersebut dalam ujarannya.

c. Adjektiva

(10)

lipstick yang terlalu terang (menor) dia akan berkomentar, mama tayak titan, “mama kayak/seperti setan” atau kadang ia akan mengucapkan mama tayak oang ian aja, mama kayak/seperti orang Irian saja”. Dan saat ia melihat ibunya menggunakan baju rapid an menggunakan jilbab, Ara mengeluarkan ujaran, ih ibuk tantik, ih ibu cantik. Pemerolehan adjektiva pada tahap ini mencakup adjektiva konkret (cantik). Kemudian kata adjektiva yang dihasilkan Ara yang lain lagi adalah Tatak banyak apa lagi, “Kakak banyak apa lagi” dan kata ni adhek unya betsar ni, “Ini adik punya besar nich”, enak apa agi, “Enak apa lagi” ketiga kalimat ini diucapkan saat mereka berdua sama-sama sedang menikmati es krim di wadah yang sama. Dua kalimat yang mengandung adjektiva tersebut juga telah

(11)

PENUTUP Kesimpulan

Pada komponen sintaksis ada pola-pola yang diperoleh secara universal. Anak dimanapun selalu memulai dengan ujaran yang berupa satu kata, kemudian berkembang menjadi dua kata, setelah itu tiga kata atau lebih. Sesuai dengan perkembangan pemerolehan bahasa anak. Anak berumur sekitar 26 bulan sudah mampu untuk mengucapkan ujaran dua sampai tiga kata. Oleh karena itu, tuturan yang umumnya diucapkan Ara pada umur 26-28 bulan sudah berlevel dua atau tiga kata lebih. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti dalam sendi sintaksis, pemerolehan bahasa pada usia 26 bulan mencakup tahap dua kata, selanjutnya pada awal usia 27 bulan anak sudah mampu mengucapkan tiga kata lebih. Bentuk‐bentuk ujaran yang sudah

dikuasai adalah ujaran deklaratif, imperatif, interogatif. Penggunaan bentuk‐bentuk

pronomina (ini, itu), deiksis tempat (disini disana), dan adjektiva (besar, enak, cantik, gila, menjijikkan).

Saran

Berdasarkan kesimpulan tersebut, terdapat beberapa saran. Pertama, pemerolehan bahasa anak

(12)

DAFTAR PUSTAKA

Brown, Douglas H. 2000. Principle of Language Learning and Teaching. New York. AddisonWesley Longman Ltd

Budiono, Ralphy H. 2008. Pemerolehan dan Perkembangan Bahasa Anak Usia 1-2 tahun : Sebuah Studi Kasus. Thesis. Program Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada (Unpublished)

Chaer, Abdul. 2015. Psikolinguistik: Kajian Teoritik. Jakarta: Rineka Cipta.

Moleong, Lexy J. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Prima Yanti, Gusti. 2016. Pemerolehan Bahasa Anak: Kajian Aspek Fonologi Pada Anak. Jurnal Ilmiah Visi PPTK PAUDNI, 11, 131-141.

Rusyani, Endang. 2008. Pemerolehan Bahasa Indonesia Anak Usia 2,5 tahun:Studi Kasus Terhadap Pemerolehan Bahasa Anak Usia Dini. Skripsi. Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Pendidikan Indonesia.

Soenjono, Darjowidjojo. 2012. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Tarjana, Sri Samiati. 2002. ‘Sendi Logika dan Pragmatik pada Pemerolehan Bahasa Pertama: Kasus Si Kecil Rendi’. Panorama Pengkajian Bahasa dan Satra. Program Pasca Sarjana Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pelayuan yang baik ditandai dengan pucuk layu yang berwarna hijau kekuningan, tidak mengering, tangkai muda menjadi lentur, bila digenggam terasa lembut dan bila

Di kawasan kedua tembawang dusun Sualam desa Ngarak karet dari famili Euphorbiaceae umumnya selalu dijumpai di petak pengamatan pada berbagai tembawang dan hampir

Memasukkan nilai

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan Fakultas Ilmu Budaya, serta seluruh Dosen-dosen dan pegawai di lingkungan

Untuk membantu menganalisis permasalahan yang terjadi maka dilakukan pendekatan six big losses dan analisis menggunakan metode seven tools yaitu histogram untuk mencari

Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rute angkutan kota di Kota Bogor memiliki jaringan sirkuit, faktor yang paling berpengaruh pemilihan rute bagi supir yaitu biaya dan

Pengkaji mencerakinkan tiga komponen pengurusan Islam sebagaimana yang telah dibincangkan iaitu kaedah pengurusan, matlamat pengurusan serta konsep pengursan model