• Tidak ada hasil yang ditemukan

M01752

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan " M01752"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MEKANISME

CORPORATE GOVERNANCE

TERHADAP MANAJEMEN LABA

Sitaweni Nugraheni

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana

Yeterina Widi Nugrahanti

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana [email protected]

Hans Hananto Andreas

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana [email protected]

ABSTRACT

The purpose of this study is to examine the influence of corporate governance mechanisms on earnings management. The mechanisms of corporate governance in

this study are committee of audit, auditors’ quality, proportion of independent board of commissioners, institutional ownership, and managerial ownership. This study employs 135 manufacturing companies which are listed in Indonesia Stock Exchange and it applies the purposive sampling method in determining the samples.

The period of this study is within 2009 2013. The analysis method which is used in

this study is the multiple linear regression with the version 16.0 of SPSS. The result

shows that committee of audit, auditors’ quality, and managerial ownership are not

influential toward the earnings management. The proportion of independent board of commissioners is influential toward the earnings management, whereas the institutional ownership is positively influential toward the earnings management.

Keywords: Corporate Governance Mechanisms, Earnings Management

PENDAHULUAN

(2)

laporan keuangan yang biasanya dijadikan parameter utama adalah besarnya laba perusahaan.

Di dalam perusahaan sering kali terjadi perbedaan kepentingan antara pihak manajemen dalam pembuatan laporan keuangan dengan para investor yang akan menggunakan laporan keuangan tersebut. Perbedaan kepentingan antara pihak manajer (principal) dan investor (agent) ini sesuai dengan teori agensi. Jensen dan Meckling (1976) yang menyatakan bahwa teori keagenan merupakan teori ketidaksamaan kepentingan antara principal dan agent. Principal mengharapkan

return yang tinggi sedangkan agent mengharapkan kompensasi yang tinggi.

Melihat perbedaan kepentingan yang terjadi dalam perusahaan sering kali laba dalam laporan keuangan menjadi sasaran oleh pihak manajemen untuk melakukan manajemen laba. Manajemen laba dilakukan oleh pihak perusahaan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Manajemen laba adalah tindakan manajer yang menaikkan (menurunkan) laba yang dilaporkan dari unit yang menjadi tanggung jawabnya yang tidak mempunyai hubungan dengan kenaikan atau penurunan profitabilitas perusahaan dalam jangka panjang (Fischer dan Rozenzwig, 1995 dalam Agustin, 2012). Manajemen laba dapat dipandang sebagai hal yang positif apabila memberikan keuntungan bagi perusahaan dengan banyaknya investor yang menaruh modal di perusahaan. Manajemen laba dipandang negatif apabila digunakan oleh pihak manajer untuk mendapatkan bonus, kenaikan jabatan sehingga hal ini dapat merugikan perusahaan.

(3)

governance yang biasanya digunakan adalah dewan komisaris termasuk komite-komite di bawahnya, dewan direksi, manajemen, dan para pemegang saham (Fama, 1980; dan Fama dan Jensen, 1983 dalam Setiyanto, 2012). Menurut Guna dan Herawaty (2010) kualitas auditor dan komite audit juga menjadi indikator dalam mekamisme corporate governance. Kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional juga mampu untuk menjadi indikator dalam mekanisme corporate

governance (Muid, 2009). Kajian mengenai corporate governance meningkat

dengan pesat seiring dengan terbukanya skandal keuangan berskala besar seperti kasus Enron, Merck, World Com dan mayoritas perusahaan lain di Amerika Serikat (Cornett, Marcuss, Saunders dan Tehranian, 2006). Selain itu, di Indonesia juga terjadi hal serupa, seperti PT Lippo Tbk dan PT Kimia Farma Tbk yang disebabkan kecurangan laporan keuangan yang secara langsung maupun tidak langsung mengarah pada profesi akuntan (Boediono, 2005). Salah satu penyebab kondisi ini adalah kurangnya penerapan corporate governance. Bukti menunjukkan lemahnya praktik corporate governance di Indonesia mengarah pada defisiensi pembuatan keputusan dalam perusahaan dan tindakan perusahaan (Alijoyo et al., 2004; dalam Nasution dan Setiawan, 2007).

(4)

negatif, sedangkan ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap manajemen laba di perbankan.

Indriastuti (2012) meneliti tentang kualitas auditor dan corporate governance

terhadap manajemen laba dengan objek perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Dari penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa variabel yang memiliki pengaruh positif terhadap manajemen laba adalah kualitas auditor. Variabel kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional berpengaruh negatif. Variabel proporsi dewan komisaris independen berpengaruh positif.

Penelitian ini merupakan penggabungan dari penelitian-penelitian sebelumnya. Dalam penelitian ini menggabungkan variabel-variabel mekanisme

corporate governance seperti komite audit, kualitas auditor, proporsi dewan

komisaris independen, kepemilikan institusional, dan kepemilkan manajerial. Selain itu penelitian ini menggunakan perusahaan manufaktur sebagai objek penelitian. Alasan diambilnya perusahaan manufaktur perusahaan manufaktur mempunyai banyak sekali sektor apabila dibanding dengan perusahaan jenis lain yaitu sebanyak 19 sektor (55%) dari jumlah perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Hal ini menyebabkan banyak terjadi persaingan, dan hal ini akan mendorong perusahaan untuk melakukan manajemen laba agar terlihat lebih baik dari perusahaan pesaing.

Menurut Na’im dan Hartono (1996) model akrual tidak cocok untuk perusahaan non

manufaktur. Tahun penelitian yang akan diteliti adalah 2009-2013.

Tujuan penelitian ini peneliti ingin mengetahui pengaruh mekanisme

corporate governance terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang

listing di Bursa Efek Indonesia, dimana indikator mekanisme corporate governance

(5)

KAJIAN TEORI, KAJIAN EMPIRIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Teori Agensi

Jensen dan Meckling (1976) yang menyatakan bahwa teori keagenan merupakan teori ketidaksamaan kepentingan antara principal dan agent. Pemilik mengharapkan return yang tinggi dari investasi yang mereka tanamkan pada perusahaan. Sedangkan manajemen mengharapkan kompensasi yang tinggi dan dipenuhinya kebutuhan psikologis mereka. Hal ini menyebabkan timbul konflik antara manajemen dengan pemilik karena masing-masing akan memenuhi kepentingannya sendiri (opportunistic behavioral). Teori agensi mengasumsikan bahwa agent memiliki lebih banyak informasi daripada principal. Hal ini dikarenakan principal tidak dapat mengamati kegiatan yang dilakukan agen secara terus-menerus dan berkala. Karena principal tidak memiliki informasi yang cukup mengenai kinerja agen, maka principal tidak pernah dapat merasa pasti bagaimana usaha agent memberikan kontribusi pada hasil aktual perusahaan. Sehingga teori agensi ini bisa memicu pihak manajemen untuk melakukan manajemen laba dan menimbulkan konflik antara pihak principal dan agent. Konflik ini yang kemudian dapat memicu biaya agensi (Indriastuti, 2012). Jensen dan Meckling (1976) mengidentifikasi biaya keagenan menjadi tiga kelompok, yaitu: (1) the monitoring

expenditure by principal adalah biaya pengawasan yang harus dikeluarkan olek

pemilik, (2) the bonding cost adalah biaya yang harus dikeluarkan akibat pemonitoran yang harus dikeluarkan principal (pemilik) kepada agent, (3) the

residual cost adalah pengorbanan akibat berkurangnya kemakmuran principal

(pemilik) karena perbedaan keputusan antara principal (pemilik) dan agent.

Manajemen Laba

(6)

akuntansi untuk memperoleh tingkat pendapatan yang diinginkan. Manajemen laba diukur dengan menggunakan proksi discretionary accruals yang diukur dengan menggunakan model Jones (1991). Discretionary accruals komponen akrual yang memungkinkan manajer untuk melakukan intervensi dalam proses penyusunan laporan keuangan, sehingga laba yang dilaporkan dalam laporan keuangan tidak mencerminkan nilai atau kondisi perusahaan yang sesungguhnya. Discretionary

accruals menggunakan komponen akrual dalam mengatur laba karena komponen

akrual tidak memerlukan bukti kas secara fisik sehingga dalam mempermainkan komponen akrual tidak disertai kas yang diterima/dikeluarkan (Sulistyanto, 2008 dalam Indriastuti, 2012). Komponen discretionary accruals diantaranya terdiri dari penilaian piutang, pengakuan biaya garansi, dan aset modal (Guna dan Herawaty, 2010).

Menurut Scott (2003:411) beberapa motivasi yang mendorong manajer perusahaan untuk melakukan manajemen laba yaitu:

1. Bonus scheme; Adanya asimetri informasi antara manajer dengan investor

berkenaan dengan laba bersih yang akan dilaporkan dalam laporan keuangan, dimana pihak manajer mempunyai informasi lebih sebelum dilaporkan dalam laporan keuangan sedangkan pihak luar dan investor tidak bisa mengetahui sampai mereka membaca laporan keuangan tersebut.

2. Debt covenant; Kontrak jangka panjang (debt covenant) merupakan perjanjian

yang dibuat antara kreditor dan debitur dengan tujuan untuk melindungi kepentingan kreditor atas tindakan-tindakan yang dilakukan manajer perusahaan.

3. Political Motivation. Adanya aspek politis tidak dapat dipisahkan dari

operasional suatu perusahaan, khususnya perusahaan dalam skala besar dan industri strategis yang aktivitasnya melibatkan hajat hidup orang banyak.

4. Taxation Motivation. Masalah perpajakan merupakan salah satu alasan mengapa

pihak manajemen perusahaan berusaha mengurangi tingkat laba bersih yang dilaporkan agar nilai pajak yang harus ditanggung dapat diperkecil.

(7)

masa akhir jabatannya biasanya berusaha memaksimalkan laba yang dilaporkan agar tingkat bonus yang mereka terima bisa lebih tinggi.

6. Initial Public Offerings (IPO). Perusahaan yang melakukan penawaran saham

untuk pertama kalinya biasanya dihadapkan pada masalah penentuan harga saham yang ditawarkan, karena perusahaan tersebut belum mempunyai harga pasar.

7. Mengkomunikasikan informasi pada Investor. Informasi mengenai kinerja perusahaan harus disampaikan kepada investor sehingga pelaporan laba perlu disajikan agar investor tetap menilai bahwa perusahaan tersebut dalam kinerja yang baik.

Mekanisme Corporate Governance

Cadbury (1992, dalam Wulandari, 2006) mengungkapkan bahwa corporate

governance merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan atau mengawasi

perusahaan. Di dalam sistem corporate governance terdapat sebuah mekanisme yaitu mekanisme corporate governance. Mekanisme corporate governance

(8)

Pengembangan Hipotesis

Komite Audit dan Manajemen Laba

Komite audit sesuai dengan Kep. 29/PM/2004 adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris untuk melakukan tugas pengawasan pengelolaan perusahaan. Komite audit memiliki tanggung jawab pengawasan untuk proses pelaporan keuangan perusahaan dan tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kredibilitas laporan keuangan yang diaudit (Panggabean dan Darsono, 2011). Komite audit berpengaruh negatif terhadap manajemen laba (Putri, 2011). Hasil penelitian tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Setiyanto (2012) menemukan komite audit berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.

Komite audit merupakan bagian dari dewan komisaris yang membantu dewan komisaris dalam tugas pengawasan terhadap laporan keuangan perusahaan. Komite audit juga dapat berfungsi sebagai penghubung antara pemegang saham dan dewan komisaris dengan pihak manajemen dalam hal pengendalian internal perusahaan. Jika di dalam perusahaan jumlah anggota komite auditnya lebih banyak maka manajemen laba akan semakin berkurang karena semakin banyak yang mengawasi proses pelaporan keuangan. Keberadaan komite audit dianggap akan bisa mengurangi agency problem dalam perusahaan, tetapi akan menambah agency cost

perusahaan. Berdasar uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan sebagai berikut: H1 : Jumlah komite audit berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.

Kualitas Auditor dan Manajemen Laba

Kepastian mengenai relevansi dan keandalan dari laporan keuangan perusahaan sangat diperlukan untuk membantu pihak eksternal dalam mengambil suatu keputusan bisnis (Mayangsari, 2003 dalam Guna dan Herawaty, 2010). Indriastuti (2012) menemukan bahwa kualitas audit berpengaruh negatif terhadap manajemen laba, hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Panggabean dan Darsono (2011). Kualitas auditor dalam penelitian ini diukur dengan ukuran KAP, dengan asumsi hasil yang dikeluarkan oleh KAP akan berpengaruh pada kualitas laporan keuangan perusahaan. Auditor yang bekerja di KAP Big Four

(9)

macam pelatihan, pengalaman, dan prosedur audit jika dibandingkan dengan KAP yang non Big Four. Perusahaan yang diaudit oleh KAP Big Four akan melakukan manajemen laba pada tingkat yang rendah karena KAP Big Four mampu untuk melaksanakan tugasnya yaitu untuk meningkatkan kredibilitas laporan keuangan perusahaan sehingga manajemen laba dalam perusahaan akan semakin berkurang. Tugas lainnya adalah untuk mendeteksi laporan keuangan apakah sudah sesuai dengan standar. Keberadaan KAP Big Four dalam perusahaan akan menambah

agency cost dalam perusahaan. Berdasar uraian tersebut, maka hipotesis yang

diajukan sebagai berikut:

H2 : Kualitas Auditor berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.

Proporsi Dewan Komisaris Independen perusahaan dan Manajemen Laba

Komisaris independen adalah anggota komisaris yang tidak terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis dan hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan perusahaan (Komite Nasional Kebijakan Good Corporate Governance

2004 dalam Guna dan Herawaty, 2010). Dewan komisaris tidak memiliki otoritas dalam perusahaan, maka dewan direksi bertanggung jawab untuk menyampaikan informasi terkait dengan perusahaan kepada dewan komisaris (NCCG, 2001). Selain mensupervisi dan memberi nasihat pada dewan direksi sesuai dengan UU No. 40 Tahun 2007, fungsi dewan komisaris yang lain sesuai dengan yang dinyatakan dalam NCCG, 2001 adalah memastikan bahwa perusahaan telah melakukan tanggung jawab sosial dan mempertimbangkan kepentingan berbagai stakeholder perusahaan sebaik memonitor efektifitas pelaksanaan good corporate governance.

(10)

perusahaan juga sebagai wakil dari para pemegang saham yang juga menginginkan informasi yang benar dalam perusahaan tersebut. Semakin banyak dewan komisaris independen dalam perusahaan maka agency cost yang dikeluarkan perusahaan akan semakin tinggi. Berdasar uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan sebagai berikut:

H3 : Proporsi dewan komisaris independen berpengaruh negatif terhadap manajemen

laba.

Kemilikan Institusional dan Manajemen Laba

Kepemilikan Institusional merupakan kepemilikan saham perusahaan oleh institusi keuangan seperti perusahaan asuransi, bank, dana pensiun, dan investment

banking, (Siregar dan Utama, 2005; dalam Guna dan Herawaty, 2010). Indriastuti

(2012) memperoleh hasil bahwa kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Investor mengharapkan informasi yang akurat dari perusahaan, sedangkan manajer perusahaan menginginkan kompensasi dan bonus atas hasil kerjanya untuk memenuhi kebutuhan psikologisnya.

Cornett et al. (2006) menyimpulkan bahwa tindakan pengawasan perusahaan oleh pihak investor institusional dapat mendorong manajer untuk lebih memfokuskan perhatiannya terhadap kinerja perusahaan, sehingga akan mengurangi perilaku opportunistic atau mementingkan diri sendiri. Kepemilikan institusional dapat mengurangi tingkat insentif manajemen untuk meningkatkan kesejahteraannya sendiri melalui pengawasan yang intens sehingga dapat menekan perilaku manajemen laba yang dilakukan oleh manajemen (SY dan Hidayati, 2012). Sebagian saham terbesar perusahaan berada di pihak institusional jadi pihak institusional akan melakukan pengawasan yang kuat terhdap pelaporan keuangan perusahaan untuk menekan terjadinya manajemen laba.

(11)

Kepemilikan institusional yang tinggi dalam perusahaan akan mengurangi agency

problem dalam perusahaan. Berdasar uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan

sebagai berikut:

H4 : Kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.

Kepemilikan Manajerial dan Manajemen Laba

Kepemilikan manajerial adalah kepemilikan saham oleh manajemen perusahaan yang diukur dengan presentase jumlah saham yang dimiliki oleh manajemen (Sujono dan Soebiantoro, 2007; dalam Sabrina, 2010). Kepemilikan manajerial diharapkan dapat menyelaraskan potensi perbedaan kepentingan antara pemegang saham luar dengan manajemen (Jensen dan Meckling, 1976).

Warfield et al. (1995, dalam Ujiyantho dan Pramuka, 2007) menemukan adanya pengaruh negatif antara kepemilikan manajerial dan discretionary accruals

sebagai ukuran dari manajemen laba. Midiastuty dan Mahfoedz (2003, dalam Indriastuti, 2012) bahwa kepemilikan manajerial dengan manajemen laba berpengaruh negatif. Artinya, jika proporsi kepemilikan manajerial bertambah banyak maka manajemen laba akan semakin turun. Hal ini bisa terjadi karena ada motivasi dari manajer pemegang saham perusahaan untuk mendapatkan dividen yang tinggi dari saham yang diinvestasikannya dibandingkan mendapat gaji.

(12)

METODE PENELITIAN

Populasi dan Sampel

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2009-2013. Penentuan sampel perusahaan dengan metode purposive sampling dengan kriteria sebagai berikut: (1) Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2009-2013 dan menerbitkan annual report dari tahun 2009-2013; (2) Memiliki data mengenai komite audit, kualitas auditor, proporsi dewan komisaris independen, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial. Berikut adalah langkah dalam pemilihan sampel penelitian yang digunakan:

Tabel 1. Sampel Penelitian

Perusahaan yang listing dan mempunyai annual report dari tahun 2009-2013 680 Yang tidak mempunyai data variabel komite audit, kualitas auditor, proporsi dewan komisaris independen, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial

(545)

Yang mempunyai data variabel komite audit, kualitas auditor, proporsi dewan komisaris independen, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial

135

Data Outlier (9)

Sampel penelitian 126

Sumber: Data sekunder yang diolah (2015)

Data outlier diperoleh dengan menggunakan casewise diagnostic dalam SPSS. Setelah data outlier disingkirkan maka didapatkan daftar perusahaan yang terpilih untuk dijadikan sampel penelitian.

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder yang diambil dari laporan tahunan perusahaan dari tahun 2009-2013 yang diperoleh dari situs resmi Bursa Efek Indonesia (www.idx.com) dan Indonesian Capital Market

(13)

Definsi Operasional dan Pengukuran Variabel

Komite Audit

Komite audit dalam penelitian ini diukur dari jumlah anggota komite audit yang terdapat pada perusahaan dalam annual report (Agustin, 2012).

Kualitas Auditor

Kualitas auditor diukur dengan skala nominal melalui variabel dummy. Angka 1 digunakan untuk mewakili perusahaan yang diaudit oleh KAP big four dan angka 0 digunakan untuk mewakili perusahaan yang diaudit oleh KAP non big four

(Indriastuti, 2012).

Proporsi Dewan Komisaris Independen

Dalam penelitian ini proporsi dewan komisaris independen diukur menggunakan presentase antara jumlah anggota dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan dengan seluruh anggota dewan komisaris perusahaan (Guna dan Herawaty, 2010).

PDKI =

Kepemilikan Institusional

Kepemilikan institusional dalam penelitian ini diukur menggunakan presentase antara jumlah saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi terkait dengan total modal saham yang beredar di perusahaan (Guna dan Herawaty, 2010).

KI =

Kepemilikan Manjerial

Kepemilikan institusional dalam penelitian ini diukur menggunakan presentase antara jumlah saham perusahaan yang dimiliki oleh pihak manajemen perusahaan terkait dengan total modal saham yang beredar di perusahaan (Indriastuti, 2012).

(14)

Manajemen Laba

Manajemen laba dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan discretionary

accruals yang dihitung dengan model Jones yang dimodifikasi, karena model ini

dianggap lebih baik di antara model lain untuk mengukur manajemen laba. Kelebihannya, model ini memecah total akrual menjadi empat komponen utama akrual, yaitu discretionary current accrual, discretionary long term accrual dan

nondiscretionary long term accruals. Discretionary current accrual dan

nondiscretionary current accrual merupakan akrual yang berasal dari aktiva lancar.

Sedangkan discretionary long term accrual dan nondiscretionary long term accruals

merupakan akrual dari aktiva tidak lancar (Aryani, 2011).

Penggunaan discretionary accrual sebagai proksi manajemen laba dihitung dengan menggunakan Modified Jones Model (Dechow, Sloan dan Sweeney, 1995):

TAC = Nit– CFOit.……….…....…...(1)

Nilai Total Accrual (TA) yang diestimasi dengan persaman regresi OLS: TAit/Ait-1= β1(1 / Ait-1) + β2(ΔRevt/ Ait-1) + β3(PPEt/ Ait-1) + e…………...(2)

Dengan menggunakan koefisien regresi diatas nilai Non Discretionary Accruals

(NDA), dapat dihitung dengan rumus:

NDAit= β1(1 / Ait-1) + β2(ΔRevt/ Ait-1 - ΔRect/ Ait-1) + β3(PPEt/ Ait-1)…...(3)

Selanjutnya Discretionary Accrual (DA) dapat dihitung sebagai berikut:

DAit= TAit / Ait-1– NDAit..………..………….…..……..…………....(4)

Keterangan:

DAit = Discretionary Accruals perusahaan i pada periode ke t

NDAit = Non Discretionary Accruals perusahaan i pada periode ke t

TAit = Total akrual perusahaan i pada periode ke t

Nit = Laba bersih perusahaan i pada periode ke-t

CFOit = Aliran kas dari aktivitas operasi perusahaan i pada periode ke t

Ait-1 = Total aktiva perusahaan i pada periode ke t-1

ΔRevt = Perubahan pendapatan perusahaan i pada periode ke t

PPEt = Aktiva tetap perusahaan pada periode ke t

ΔRect = Perubahan piutang perusahaan i pada periode ke t

(15)

Uji Asumsi Klasik

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi yang dibentuk dari variabel dependen dan independen mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Untuk menguji apakah distribusi data normal atau tidak dapat dilakukan dengan uji Kolmogorov-smirnov. Menurut Ghozali (2005), bahwa distribusi data dapat dilihat dengan membandingkan Z hitung dengan Tabel Z dengan kriteria jika nilai probabilitas (Kolmogorov Smirnov) > taraf signifikansi 5 % (0,05), maka distribusi data dikatakan normal.

Uji Multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah di dalam model regresi terdapat korelasi antar variabel bebas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel bebas. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas di dalam regresi adalah melihat tolerance value dan Varian

Inflation Factor (VIF), suatu model regresi yang bebas dari masalah

multikolonieritas apabila mempunyai tolerance value > 0,10 dan nilai VIF < 10. Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas, dan jika berbeda disebut heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah homoskedastisitas. Cara untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas adalah dengan uji Glejser, jika probabilitas signifikan > 0,05, maka model regresi tidak mengandung heteroskedastisitas.

(16)

Analisis Regresi Linear Berganda

Uji regresi bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh variabel-variabel independen terhadap variabel-variabel dependen. Model yang dikembangkan dalam penelitian adalah sebagai berikut:

DAit= βo + β1KMADT + β2KLADT + β3PDKI + β4KI + β5KM + e

Keterangan:

βo = Konstanta

β1- β5 = Koefisien Regresi

KMADT = Komite Audit KLADT = Kualitas Auditor

PDKI = Proporsi Dewan Komisaris Independen KI = Kepemilikan Institusional

KM = Kepemilikan Manajerial

Uji Hipotesis

Pengujian Koefisien Regresi (Uji t), pengujian ini untuk mengetahui apakah variabel bebas secara individu berpengaruh terhadap variabel terikat. Kriteria pengujian taraf nyata sebesar 0,05; apabila nilai signifikasi < 5 % maka Ho ditolak dan Ha diterima dan apabila nilai signifikasi > 5 % maka Ho diterima dan Ha ditolak.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Data

Statistik Deskriptif

Hasil uji statistik deskriptif dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 2. Statistik Deskriptif

Variabel N Mean Min. Maks.

KMA 126 3,29 3 5

PDKI 126 0,38 0,25 0,50

KI 126 44,12 5 81,04

KM 126 2,48 0,01 17,97

(17)

Tabel 3. Frekuensi Kualitas Auditor

KLA Frekuensi %

0 58 46

1 68 54

Statistik deskriptif bertujuan untuk memberikan gambaran atau deskripsi dari suatu data yang dilihat dari jumlah sampel, nilai minimum, nilai maksimum, dan nilai rata-rata (mean) dari masing-masing variabel seperti komite audit, kualitas auditor, komposisi dewan komisaris independen, kepemilikan institusional, dan kepemilikan manajerial serta discretionary accrual (DAit). Discretionary accrual

(DAit) perusahaan yang diukur menggunakan Modified Jones Model menghasilkan

nilai minimum sebesar -0,023 artinya perusahaan tersebut melakukan manajemen laba dengan cara menurunkan laba, nilai maksimum sebesar 0,019 artinya perusahaan tersebut melakukan manajemen laba dengan menaikkan laba, nilai rata-rata rata-rata-rata-rata sebesar 0,002. Nilai rata-rata-rata-rata DAit minimum menunjukkan kondisi

secara umum dari perusahaan sampel yang melakukan manajemen laba dengan cara memaksimalkan labanya.

(18)

nilai rata-rata 44,12%. Kepemilikan manajerial mempunyai nilai minimum 0,01%, nilai maksimum 17,97%, nilai rata-rata 2,48%.

Uji Asumsi Klasik

Uji normalitas dengan uji statistik non-parametik kolmogorov smirnov

menunjukkan bahwa besarnya nilai Kolmogorov-smirnov adalah 0,896 > 0,05. Hal ini berarti data residual terdistribusi normal dan model regresi layak untuk dipakai dalam penelitian ini. Uji multikolinieritas diketahui bahwa nilai tolerance value

variabel KMADT, KLADT, PDKI, KI, KM secara berturut-turut adalah sebesar 0,841; 0,735; 0,866; 0,805; 0,730 dan nilai VIF variabel KMADT, KLADT, PDKI, KI, KM secara berturut-turut adalah sebesar 1,190; 1,361; 1,155; 1,242; 1,369. Dengan demikian dinyatakan bahwa variabel independen bersifat orthogonal atau tidak terjadi korelasi satu sama lain, karena mempunyai tolerance value > 0,10 dan nilai VIF < 10.

Uji heteroskedastisitas menggunakan uji Glejser untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas. Hasil menunjukkan bahwa tidak ada satupun variabel independen yang signifikan secara statistik mempengaruhi variabel dependen nilai Absolut Un (AbsUn). Hal ini terlihat dari probabilitas signifikansinya di atas tingkat kepercayaan 5%. Jadi dapat disimpulkan model regresi tidak mengandung adanya heterokedastisitas.

Uji autokorelasi diketahui nilai Durbin Watson 1,829. Nilai ini kemudian dibandingkan dengan nilai kepercayaan 5% dengan jumlah sampel n sebanyak 126 perusahaan dan jumlah variabel yang mempengaruhi ada 5, maka didapat nilai Du 1,802. Karena dU < DW < (4 – dU) atau 1,802 < 1,841 < 2,198, maka dapat disimpulkan tidak terdapat autokorelasi.

(19)

Uji Hipotesis

Untuk menguji hipotesis maka analisis statistik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu regresi linier berganda. Analisis ini digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel-variabel independen terhadap variabel dependen.

Tabel 4. Hasil Uji Hipotesis

Variabel Beta T Sig

KMADT -0,001 -0,915 0,362

KLADT 0,001 0,873 0,384

PDKI -0,033 -3,160 0,002

KI 8,6 x 10-5 2,746 0,007

KM 0,0001 0,612 0,541

Persamaan regresi:

DAit = 0,014 – 0,001 KMA + 0,001 KLA – 0,033 PDKI + 8,6 x 10-5 KI + 0,0001 KM + ε

Koefisien Determinasi

Besarnya nilai adjusted R2 sebesar 0,063 yang berarti variabilitas variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabilitas variabel independen sebesar 6,3%, sedangkan sisanya 93,7% dijelaskan oleh variabel lainnya yang tidak dimasukkan dalam model regresi.

Pembahasan

Komite audit terhadap manajemen laba

Hipotesis pertama (H1) adalah komite audit berpengaruh negatif terhadap

manajemen laba. Dari hasil pengujian analisis regresi diperoleh nilai signifikansi uji t variabel KMADT (Komite audit) adalah 0,362>0,05 H1 ditolak. Sehingga dapat

diartikan bahwa komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.

(20)

memenuhi regulasi (Novrianto, 2008). Keberadaan komite audit juga tidak dapat menjalankan tugasnya untuk memonitor dan mengawasi pelaporan keuangan sehingga manajemen laba gagal untuk dideteksi. Sebagai contoh PT Gudang Garam yang memiliki jumlah anggota komite audit lebih banyak (5 orang) dari PT Duta Pertiwi Nusantara pada tahun 2009 (3 orang). Pada tahun tersebut PT Gudang Garam melakukan manajemen laba sebesar 0,00630, sedangkan PT Duta Pertiwi Nusantara melakukan manajemen laba sebesar 0,00123. Data tersebut membuktikan bahwa perusahaan yang memiliki jumlah anggota komite audit yang lebih banyak juga masih melakukan manajemen laba.

Kualitas auditor terhadap manajemen laba

Hipotesis kedua (H2) adalah kualitas audit berpengaruh negatif terhadap

manajemen laba. Dari hasil pengujian analisis regresi diperoleh nilai signifikansi uji t variabel KLADT (Kualitas Auditor) adalah 0,384>0,05 H2 ditolak. Sehingga dapat

diartikan bahwa kualitas auditor tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.

Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Veronica dan Utama (2005) yang menemukan tidak adanya pengaruh yang signifikan antara kualitas auditor dengan manajemen laba. Perusahaan yang diaudit oleh KAP Big Four tidak menjadi jaminan akan melakukan manajemen laba pada tingkat yang rendah. Hal ini disebabkan keberadaan auditor Big Four bukan untuk mengurangi manajemen laba, tetapi lebih kepada peningkatan kredibilitas laporan keuangan dengan mengurangi gangguan yang ada didalamnya sehingga bisa menghasilkan laporan keuangan yang lebih handal (Cahyonowati, 2006 dalam Christiani , 2014).

Hal ini juga bisa dilihat pada hasil perhitungan manajemen laba perusahaan yang diaudit oleh Big Four dan Non Big Four, perusahaan yang diaudit oleh Big Four juga cenderung melakukan manajemen laba yang nilainya tidak jauh berbeda dengan perusahaan yang diaudit oleh Non Big Four. Salah satu contohnya adalah PT AKR Corporindo tahun 2010 diaudit oleh KAP Big Four melakukan manajemen laba sebesar 0,00579, sedangkan PT Budi Starch & Sweetener yang diaudit oleh

(21)

membuktikan bahwa kualitas auditor tidak berpengaruh terhadap perusahaan untuk tidak melakukan manajemen laba.

Proporsi dewan komisaris independen terhadap manajemen laba

Hipotesis ketiga (H3) adalah proporsi dewan komisaris independen

perusahaan berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Dari hasil pengujian analisis regresi diperoleh nilai signifikansi uji t variabel PDKI (Proporsi Dewan Komisaris Independen) adalah sebesar 0,002<0,05 H3 diterima. Sehingga dapat

diartikan bahwa proporsi dewan komisaris independen berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Jao dan Pagalung (2011) bahwa proporsi dewan komisaris independen berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Anggota dewan komisaris dari luar perusahaan dianggap mampu untuk mengurangi kecenderungan manajemen laba yang dilakukan perusahaan atau objektif dalam pengawasan manajemen laba di perusahaan. Semakin banyak dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan maka manajemen laba di dalam perusahaan tersebut akan bisa terkendali atau semakin rendah. Dengan pengawasan yang dilakukan oleh komisaris independen akan menjadikan manajer lebih berhati-hati dan transparan dalam menjalankan perusahaan yang akan mendorong terwujudnya good corporate governance (Jao dan Pagulung, 2011). Sehingga fungsi pengawasan yang menjadi tugas dewan komisaris independen sudah berjalan dengan cukup baik. Ini juga akan berdampak pada berkurangnya agency problem dalam perusahaan, tetapi agency cost perusahaan menjadi tinggi.

(22)

komisaris independen sudah cukup efektif untuk mencegah terjadinya manajemen laba dalam perusahaan.

Kepemilikan institusional terhadap manajemen laba

Hipotesis keempat (H4) adalah kepemilikan institusional berpengaruh negatif

terhadap manajemen laba. Dari hasil pengujian analisis regresi diperoleh nilai signifikansi uji t variabel KI (Kepemilikan Institusional) adalah 0,007<0,05 H4

ditolak dengan nilai t hitung sebesar 2,746. Sehingga dapat diartikan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap manajemen laba.

Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Jao dan Pagalung (2011) yang menyatakan bahwa kepemilikan institusional mempunyai pengaruh positif terhadap manajemen laba.Semakin banyak saham perusahaan yang berada pada pihak institusional maka manajemen laba yang dilakukan perusahaan cenderung tinggi. Hal ini disebabkan karena investor institusional merupakan investor yang berfokus pada currents earnings (Potter, 1992). yang memungkinkan manajer merasa terdorong untuk memenuhi tujuan laba dari para investor sehingga melakukan manipulasi laba (Cornett et al., dalam Widiatmaja, 2010). Manajer terpaksa untuk melakukan tindakan yang dapat meningkatkan laba jangka pendek, misalnya dengan melakukan manipulasi laba. Ini berdampak pada agency problem

perusahaan meningkat.

Hal ini juga dibuktikan dengan data PT Indo Kordsa ypada tahun 2012 memiliki jumlah kepemilikan saham di pihak institusional lebih rendah yaitu 5,61% melakukan manajemen laba sebesar 0,00301, sedangkan PT Sat Nusapersada yang memiliki jumlah saham 22,07% pada pihak institusional melakukan manajemen laba sebesar 0,01495. Ini membuktikan bahwa semakin banyak saham perusahaan yang dimiliki oleh pihak institusional maka semakin tinggi manajemen labanya.

Kepemilikan manajerial terhadap manajemen laba

Hipotesis kelima (H5) adalah kepemilikan manajerial berpengaruh negatif

(23)

ditolak. Sehingga dapat diartikan bahwa kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati (2013) bahwa kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Hal ini mempunyai arti bahwa proporsi saham perusahaan yang dimiliki oleh pihak manajerial tidak menjadi jaminan pihak manajer akan bekerja dengan benar agar perusahaannya semakin baik dan manajer mendapat keuntungan yang lebih dari sahamnya untuk pihak manajer tidak melakukan manajemen laba pada perusahaan. Jumlah kepemilikan lembar saham yang dimiliki oleh manajer relatif sedikit apabila dibandingkan dengan jumlah lembar saham perusahaan secara keseluruhan, sehingga pemilik masih dapat mengontrol manajer untuk memenuhi target laba yang diinginkan oleh pemilik dengan melakukan tindakan praktik manajemen laba (Novrianto, 2008).

Hal ini juga didukung dengan data perusahaan PT Ultrajaya Milk Industry dan Trading Company pada tahun 2011 yang mempunyai jumlah saham tertinggi yaitu 17,97% pada pihak manajerial, manajemen laba yang perusahaan tersebut lakukan sebesar 0,0060, dan manajemen laba sebesar 0,0074 juga dilakukan oleh PT Langgeng Makmur Plastik Industri yang memiliki jumlah saham terendah yaitu 0,01%. Dari hasil dan contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa perusahaan dengan jumlah saham terbanyak yang dimiliki oleh pihak manajerial masih terbukti melakukan manajemen laba.

SIMPULAN DAN SARAN

(24)

manajerial tidak berpengaruh terhadap manajemen laba, karena dengan jumlah kepemilikan saham pada pihak manajerial yang relatif sedikit menyebabkan pemilik melakukan manajemen laba untuk memenuhi targetnya.

Implikasi Terapan

Berdasarkan kesimpulan maka penulis menyarankan untuk investor dan perusahaan yaitu: Perusahaan bisa lebih memperhatikan kepemilikan saham pada pihak institusional karena memiliki hubungan yang positif terhadap manajemen laba yang artinya semakin tinggi kepemilikan saham pada pihak institusional maka manejemen labanya tinggi. Sebelum mengambil keputusan untuk investasi, investor sebaiknya memilih perusahaan yang mempunyai dewan komisaris independen dengan jumlah yang banyak sehingga manajemen labanya relatif sedikit. Investor juga sebaiknya memilih perusahaan yang kepemilikan saham pada pihak institusionalnya rendah.

Saran dan Keterbatasan

Saran dari peneliti adalah peneliti selanjutnya diharapkan dapat menambah variabel kontrol seperti besarnya bonus yang diterima oleh pihak manajer dan besarnya pajak yang harus dibayar oleh perusahaan agar hasilnya lebih relevan untuk membuktikkan adanya pengaruh corporate governance terhadap manajemen laba. Peneliti selanjutnya diharapakan dapat melakukan penelitian pada tahun terbaru. Manajemen laba dapat diproksi dengan menggunakan beberapa model pendekatan. Penelitian ini mencari nilai manajemen laba dengan proksi discretionary accrual. Peneliti selanjutnya diharapkan menggunakan proksi yang berbeda dalam mencari nilai manajemen laba, seperti total accruals (Dechow et al., 1995). Sehingga dapat melihat adanya manajemen laba dengan sudut pandang yang berbeda.

(25)

DAFTAR PUSTAKA

Agustia, D. 2013. Pengaruh Faktor Good Corporate Governance, Free Cash Flow,

dan Leverage Terhadap Manajemen Laba. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Vol.

15. No. 1. Mei 2013. hal.27-42.

Agustin, L. 2012. Pengaruh Tata Kelola Perusahaan Serta Peringkat CGPI Terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan yang di Indonesia. http://di Bursa EfekIndonesia. http://library.gunadarma.ac.id/repository/view/3745557/pengaruh -tata-kelola-perusahaan-serta-peringkat-cgpi-terhadap-manajemen-laba-pada-perusahaan-yang-terdaftar-di-bursa-efek-indonesia.html/. diakses pada tanggal 13 Pebruari 2014.

Aryani, D. S. 2011. Manajemen Laba Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Informasi Akuntansi. Vol. 1. No. 2. hal.200-220.

Boediono, G. S. B. 2005. Kualitas Laba: Studi Pengaruh Mekanisme Corporate

Governance (Placeholder1) dan Dampak Manajemen Laba dengan

Menggunakan Analisis Jalur. Simposium Nasional Akuntansi VIII. Solo.

Christiani, I. 2014. Pengaruh Kualitas Audit Terhadap Manajemen laba. Jurnal

Akuntansi dan Keuangan.Vol. 16. No.1.

Chtourou, C., dan Bedard. 2001. Corporate Governance and Earning, SSRN

(Social Science Research Network). http:// papers.ssrn.com / abstract= 275053

diakses pada tanggal 4 Maret 2014.

Cornett, M. M, J. Marcuss, Saunders, dan H. Tehranian. 2006. Earnings

Management, Corporate Governance, and True Financial Performance.

http://papers.ssrn.com/. diakses pada tanggal 4 Maret 2014.

Dechow, P. M., R. G. Sloan, dan A. P. Sweeney. 1995. Detecting Earnings Management. The Accounting Review. Vol. 70. No. 8. p.193 – 225.

FCGI. 2001. Corporate Governance: Tata Kelola Perusahaan. Jilid I. FCGI, Edisi ke-3.

Ghozali, I. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Semarang: Universitas Diponegoro.

Grossman, S. J., dan O. Hart. 1982. Corporate Financial Structure and Managerial Incentives: in J. McCall, ed. The Economics of Information and Uncertainty, University of Chicago Press, USA.

(26)

Indonesia Capital Market Directory. 2012. ICMD. PT BEJ.

Indonesia Capital Market Directory. 2011. ICMD. PT BEJ.

Indonesia Capital Market Directory. 2010. ICMD. PT BEJ.

Indonesia Capital Market Directory. 2009. ICMD. PT BEJ.

Indriastuti, M. 2012. Analisis Kualitas Auditor dan Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba. Eksistansi (ISSN 2085-2401). Vol. 4. No.2. Agustus 2012.

Jao, R., dan Pagalung. 2011. Corporate Governance, Ukuran Perusahaan, dan

Leverage Terhadap Manajemen Laba Perusahaan Manufaktur Indonesia. Jurnal

Akuntansi dan Auditing. Vol. 8. No. 1.

Jensen, dan Meckling. 1976. Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Costs and Capital Structure. Journal of Financial Economics. Vol. 3. p.305-306.

Lin, P., M. Hutchinson, dan M. Percy. 2009. Can an Effective Audit Committee Help to Mogate Earnings Management in Chinese Firm Listed in Hong Kong?.

Asian Finance Association International Conference. 30 June – 3 July 2009.

Hilton Brisbane, Brisbane, Queensland.

Mai, M. U. 2010. Mekanisme Corporate Governance Internal dan Kecenderungan Manajer untuk Berperilaku Oportunistik. Performance. Vol. 11. No. 2. hal.136-154. Maret 2010.

Mayangsari, S. 2004. Analisis Pengaruh Independensi, Kualitas Audit, Serta Mekanisme Corporate Governance Terhadap Integritas Laporan Keuangan.

Simposium Nasional Akuntansi VI. Surabaya, 16-17 Oktober 2003.

hal.1255-1269.

Muid, D. 2009. Pengaruh Mekanisme Corporate Governance Terhadap Kualitas Laba. Fokus Ekonomi. Vol. 4. No. 2. Desember 2009. hal.94-108.

Na’im, A., dan Hartono. 1996. The Effect of Untitrust Investigations on Management of Earning: A Test on Political Cost Hyothesis. Kelola: Gadjah

Mada University Business Review. No.13/V. p.126-141s.

Nasution, M., dan D. Setiawan. 2007. Pengaruh Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba di Industri Perbankan Indonesia. Simposium Nasional

Akuntansi X. Makassar.

National Committee on Corporate Governance (NCCG). 2001. Indonesian Code for

(27)

Novrianto, A. D. 2008. Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance dan Motivasi Manajemen Laba Terhadap Praktik Manajemen Laba. Skripsi.

Panggabean, R. R., dan Darsono. 2011. Pengaruh Corporate Governance Terhadap Praktek Manajemen Laba pada Perusahaan Go Public di Indonesia. http://eprints.undip.ac.id/30933/1/Jurnal.pdf diakses pada tanggal 14 Pebruari 2014.

Putri, D. M. 2011. Pengaruh Karakteristik Komite Audit Terhadap Manajemen Laba.

Skripsi.

Rahmawati, H. I. 2013. Pengaruh Good Corporate Governance (GCG) Terhadap Manjemen Laba Pada Perusahaan Perbankan. Accounting Analysis Journal. 2 (1).

Rupilu, W. 2011. Pengaruh Mekanisme Corporate Governance Terhadap Kualitas Laba. Jurnal Akuntansi, Manajemen Bisnis dan Sektor Publik. Vol. 8. No. 1. Oktober. p.101-127.

Scott, W. R. 2003. Financial Accounting Theory. New Jersey: Prentice Hall.

Setiyanto, M. D. 2012. Pengaruh Mekanisme Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja Perusahaan. Diponegoro

Journal of Accounting. Vol. 1. No. 1. p.1-15.

Siregar, S. V., dan S. Utama. 2006. Pengaruh Struktur Kepemilikan, Ukuran Perusahaan, dan Praktek Corporate Governance Terhadap Pengelolaan Laba (Earning Management). Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol. 9. No. 3. p.307-326. September, 2006.

Sulistyanto, H. S. 2008. Manajemen Laba, Teori dan Model Empiris. Jakarta: Grasindo. Surat Edaran Bank Indonesia No. 9/12/DPNP tentang Corporate

Governance di Perbankan. Surat Edaran Bank Indonesia No. 11/4/DPNP.

www.bi.go.id. diakses pada tanggal 10 Juli 2012.

SY, R., dan C. Hidayatai. 2012. Pengaruh Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar di Bursa Efek.

Media Mahardhika. Vol. 10. No. 3. Mei 2012.

Syakhroza, A. 2005. Corporate Governance: Sejarah dan Perkembangan, Teori, Model, dan Sistem Governance serta Aplikasinya pada Perusahaan BUMN.

Pidato Pengukuhan Guru Besar. Universitas Indonesia. Jakarta.

(28)

Veronica, S., dan S. Utama. 2005. Pengaruh Struktur Kepemilikan, Ukuran Perusahaan, dan Praktek Corporate Governance terhadap Pengelolaan Laba

(Earnings Management). Simposium Nasional Akuntansi VIII. Solo. 15-16

September.

Widiatmaja, B. F. 2010. Pengaruh Mekanisme Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba dan Konsekuensi Manajemen Laba terhadap Kinerja Keuangan (Studi Pada Perusahaan Manufaktur Tahun 2006-2008). Skripsi.

Wulandari, N. 2006. Pengaruh Indikator Mekanisme Corportae Governance

Terhadap Kinerja Perusahaan Publik di Indonesia. Fokus Ekonomi. Vol. 1. No. 2. Desember. p120 136.

Gambar

Tabel 1. Sampel Penelitian
Tabel 2. Statistik Deskriptif
Tabel 3. Frekuensi Kualitas Auditor
Tabel 4. Hasil Uji Hipotesis

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Sedangkan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mensimulasikan curah hujan harian berdasarkan periode dominan dan periode tidak dom- inan dari beberapa stasiun hujan di

Berdasarkan hasil penelitian, hasil analisis, dan hasil pembahasan yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan bahwa hasil regresi linier data panel menunjukkan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh metode edukasi yang dilakukan dengan cara ceramah, leaflet, dan ceramah yang dilanjutkan dengan pemberian leaflet

Teknik analisis data tingkat kesiapsiagaan masyarakat/individu menggunakan perhitungan nilai rata-rata indeks kesiapsiagaan, sedangakan utuk mengetahui ada tidaknya hubungan

(f) Pengujian kuat lentur balok beton bertulang dengan penambahan kawat yang dipasang menyilang dengan ukuran kawat 1.02 mm berukuran 100 x 15 cm dengan tebal 20 cm sebanyak 3

Topik epidemiologi sosial dan social determinant of health berusaha membantu mahasiswa dapat mendiskusikan dan menolong kepala daerah dan kepala megara dalam mengangkat

Padahal, orang yang ragu dengan keberadaan Allah Subhanahu wa Ta’ala, seharusnya dia ragu dengan keberadaan dirinya dengan alasan karena tidak satu pencipta pun selain

Kekhasan atau kekhususan yang ditandai oleh ciri fisik, estetik (musikal), dan sistem berkerja (garap) yang dimiliki oleh atau yang berlaku pada (atau atas dasar