• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI KOMPARASI ANTARA MAHASISWA YANG BERASAL DARI PONDOK PESANTREN SALAF DENGAN MAHASISWA YANG BERASAL DARI PONDOK PESANTREN MODERN DALAM KEAKTIFAN DISKUSI DI DALAM KELAS PADA MATA KULIAH FIQIH DI FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI S

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STUDI KOMPARASI ANTARA MAHASISWA YANG BERASAL DARI PONDOK PESANTREN SALAF DENGAN MAHASISWA YANG BERASAL DARI PONDOK PESANTREN MODERN DALAM KEAKTIFAN DISKUSI DI DALAM KELAS PADA MATA KULIAH FIQIH DI FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI S"

Copied!
155
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI KOMPARASI ANTARA MAHASISWA YANG

BERASAL DARI PONDOK PESANTREN SALAF DENGAN

MAHASISWA YANG BERASAL DARI PONDOK PESANTREN

MODERN DALAM KEAKTIFAN DISKUSI DI DALAM KELAS

PADA MATA KULIAH FIQIH DI FAKULTAS TARBIYAH

DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN

AMPEL SURABAYA TAHUN AKADEMI 2015/ 2016.

SKRIPSI

Oleh :

ACHMAD FAUZI

NIM : D01212001

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

(2)

ii

STUDI KOMPARASI ANTARA MAHASISWA YANG BERASAL DARI PONDOK PESANTREN SALAF DENGAN MAHASISWA YANG

BERASAL DARI PONDOK PESANTREN MODERN DALAM KEAKTIFAN DISKUSI DI DALAM KELAS PADA MATA KULIAH FIQIH DI FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA TAHUN AKADEMI 2015/

2016.

SKRIPSI

Diajukan Kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Sarjana

Fakultas Tarbiyah

Oleh : ACHMAD FAUZI

NIM : D01212001

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM 2016

(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Achmad Fauzi. 2016. Studi Komparasi antara Mahasiswa Yang Berasal Dari Pondok Pesantren Salaf Dengan Mahasiswa Yang Berasal Dari Pondok Pesantren Modern Dalam Keaktifan Diskusi Di Dalam Kelas Pada Mata Kuliah Fiqih Di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Tahun Akademi 2015/ 2016.

Pondok Pesantren termasuk salah satu pendidikan Islam khas Indonesia, yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat serta telah teruji kemandiriannya sejak berdirinya sampai sekarang. Terdapat dua jenis pondok pesantren yang tersebar di seluruh Indonesia: Pondok pesntren salaf dan pondok pesantren modern. Santri lulusan dua pondok pesantren tersebut telah banyak menyebar dan melanjutkan pendidikannya ke jenjang perguruan tinggi, terutama perguruan tinggi Islam. Di perguruan tinggi Islam tersebut para mahasiswa alumni pondok pesantren salaf dan modern belajar dan mempelajari pelajaran yang sama yang sebagian mata kuliahnya pernah mereka pelajari ketika di pondok pesantren. Pelaksanaan pembelajaran di perguruan tinggi lebih didominasi dengan metode kelas seminar atau diskusi. Karena metode itulah, maka memungkinkan para mahasiswa untuk aktif berpendapat dan menyatakan pemikirannya,

bahkan tidak jarang mereka beradu argumen. Oleh karena pengalaman dan rasa ingin

tahu penulis, maka penulis meneliti tentang perbandingan keaktifan diskusi di dalam kelas antara mahasiswa yang berasal dari pondok pesantren salaf dan mahasiswa yang berasal dari pondok pesantren modern pada mata kuliah fiqih di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya tahun akademi 2015/ 2016.

Tujuan utama penelitian ini adalah : 1) Untuk mengetahui keaktifan diskusi mahasiswa yang berasal dari pondok pesantren salaf pada mata kuliah fiqih. 2) Untuk mengetahui keaktifan diskusi mahasiswa yang berasal dari pondok pesantren modern pada mata kuliah fiqih.3) untuk mengetahui perbandingan keaktifan diskusi antara mahasiswa yang berasal dari pondok pesantren salaf dan mahasiswa yang berasal dari pondok pesantren modern pada mata kuliah fiqih.

Metode penelitian ini adalah kuantitaif. Dengan mennggunakan pendekatan deskriptif dan eksplanatif. Mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Ampel Surabaya angkatan 2012 berjumlah 163 orang mahasiswa. Mahasiswa yang dijadikan sampel adalah 40 orang mahasiswa. 20 orang mahasiswa alumni pondok pesantren salaf dan 20 orang mahasiswa alumni pondok pesantren modern. Sumber data primer adalah dari hasil penyebaran angket tentang keaktifan diskusi di dalam kelas pada mata kuliah fiqih. Perhitungan hasil ini menggunakan rumus statistic T-Test.

Hasil penelitian ini menunjukkan : 1) Keaktifan diskusi mahasiswa yang berasal dari pondok pesantren salaf pada mata kuliah fiqih memiliki rata-rata 3.5 dari nilai sempurnah yaitu 5. 2) Keaktifan diskusi mahasiswa yang berasal dari pondok pesantren modern pada mata kuliah fiqih memiliki rata-rata 3.4 dari nilai sempurnah yaitu 5. 3) Keaktifn diskusi mahasiswa yang berasal dari di pondok pesantren salaf lebih baik dari mahasiswa yang berasal dari pondok pesantren moden di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Ampel Surabaya tahun akademi 2015/ 2016. Hal ini dapat dibukikan dengan menggunakan perhitungan T-test yang bernilai t stat (1.010) > t table (0.419), yang berarti Ha ditolak dan Ho diterima.

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

MOTTO ... iii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... iv

LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Penelitian Terdahulu ... 11

F. Hipotesis Penelitian ... 11

G. Definisi Operasional ... 13

H. Sistematika Pembahasan ... 18

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Tentang Pondok Pesantren Secara Umum ... 20

(8)

2. Tujuan Pondok Pesantren ... 25

3. Fungsi dan Peranan Pondok Pesantren ... 31

4. Katagorisasi Pondok Pesantren ... 34

B. Tinjauan Tentang Pondok Pesantren Salaf ... 38

1. Pengertian Pondok Pesantren Salaf ... 38

2. Kurikulum Pondok Pesantren Salaf ... 42

3. Metode Pembelajaran di Pondok Pesantren Salaf ... 47

4. Pembelajaran Fiqh di Pondok Pesantren Salaf ... 53

C. Tinjauan Tentang Pondok Pesantren Modern ... 56

1. Pengertian Pondok Pesantren Modern ... 56

2. Kurikulum Pondok Pesantren Modern ... 59

3. Metode Pengajaran Pondok Pesantren Modern ... 66

4. Pembelajaran Fiqh di Pondok Pesantren Modern ... 69

D. Tinjauan Tentang Keaktifan Diskusi Pembelajaran Fiqih ... 71

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rencana Penelitian ... 74

B. Teknik Penentuan Objek Penelitian ... 76

C. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data ... 79

D. Teknik Analisis Data ... 84

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 92

B. Deskripsi Data ... 114

(9)

D. Penafsiran Data ... 133

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 137

B. Saran ... 139

DAFTAR PUSTAKA

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

RIWAYAT HIDUP

(10)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Mahasiswa adalah suatu kelompok atau individu dalam

masyarakat yang memperoleh statusnya ketika ia terikat dengan

perguruan tinggi. Seseorang disebut mahasiswa hanya kalau ia belajar di

salah satu perguruan tinggi. Definisi dari perguruan tinggi tersebut adalah

sebuah lembaga pendidikan formil di atas sekolah lanjutan atas (SMA/

sederajat) yang sering mengutamakan pada pendidikan teori darisuatu

ilmu pengetahuan di samping mengajarkan suatu keterampilan (skill)

tertentu.1

Latar belakang pendidikan mahasiswa berbeda-beda, ada yang

berasal dari lulusan sekolah umum (SMA/ SMU/ SMK), madrasah (MA)

dan ada juga yang berasal dari pondok pesantren (salaf/ modern). Dewasa

ini, bukan hanya alumni dari sekolah umum atau madrasah saja yang

mendominasi perguruan tinggi, tapi juga alumni pondok pesantren pun

sekarang sudah tidak bisa dikatakan sebagai kelompok yang sedikit dalam

perguruan tinggi, khususnya perguruan tinggi Islam.

Pondok Pesantren termasuk pendidikan khas Indonesia, yang

tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat serta telah teruji

kemandiriannya sejak berdirinya sampai sekarang. Pada awal berdirinya,

bentuk pondok pesantren masih sangat sederhana. Kegiatan masih

1

(11)

2

diselenggarakan di dalam masjid dengan beberapa orang santri yang

kemudian dibangun pondok-pondok sebagai tempat tinggalnya. Pondok

pesantren setidaknya mempunyai tiga peranan utama, yaitu sebagai

lembaga pendidikan Islam, lembaga dakwah dan sebagai lembaga

pengembangan masyarakat.2

Sebagai Lembaga Pendidikan Islam sekaligus merupakan

lembaga sosial kemasyarakatan, pondok pesantren mempunyai fungsi

menanamkan iman, mempertebal ketaqwaan, mengembangkan ilmu yang

bermanfaat dan pengabdian terhadap agama.

Dengan mengutip pendapat Azyumardi Azra, sutrisno

mengatakan bahwa:

Pesantren yang biasa disebut dengan pondok pesantren atau pendidikan tradisional, sekalipun sudah banyak pesantren yang modern, merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia. Pesantren dipandang sebagai lembaga pendidikan tradisional Islam indigenos (asli pribumi) karena tradisinya yang panjang di Indonesia. Pesantren pada masa modern dan kontemporer umumnya didirikan oleh kiyai yang berafiliasi pada

Nahdlatul Ulama (NU).3

Terdapat beberapa fakta penting tentang pondok pesantren

menurut Zainal Arifin yang mengutip pendapat Sutrisno. Pertama,

pesantren tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Islam. Kedua,

pesantren di Indonesia telah melewati perjalanan yang panjang. Tidak

lama setelah Islam masuk ke kepulauan Nusantara, embrio cikal-bakal

2

H. E. Badri & Munawiroh (ed.), Pergeseran Literatur Pesantren Salafiyah, (Jakarta: Puslitbang Lektur Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat, Departemen Agama, 2007), h. 3

3

(12)

3

munculnya pesantren mulai tumbuh. Ketiga, Indonesia bukan hanya

negara yang berpenduduk muslim terbesar di dunia, melainkan juga

paling banyak memiliki pesantren di dunia. Keempat, banyak ilmuan dan

tokoh Nasional pernah belajar di pesantren, seperti Idham Khalid, A.

Mukti Ali, Nurcholish Madjid, Abdurrahman Wahid (mantan Presiden RI

ke-4), Hasyim Muzadi (mantan ketua PBNU), Din Syamsuddin (ketua

umum PP Muhammadiyah), dan Hidayat Nur Wahid (mantan ketua

MPR).4

Pesantren merupakan salah satu bentuk pendidikan Islam

tradisional, sebab pesantren adalah lembaga pendidikan yang menjunjung

tinggi dan melestarikan tradisi, budaya, serta tatanan kehidupan Islami

dalam proses pendidikan kepada santrinya. Sehingga pesantren memiliki

pola pendidikan yang berbeda dengan sekolah maupun madrasah.5

Lembaga pesantren yang mempertahankan pengajaran kitab

-kitab Islam klasik sebagai inti pendidikan dan sistem madrasah digunakan

untuk memudahkan sistem sorogan yang dipakai dalam pengajian

-pengajian bentuk lama, tanpa mengenalkan pengajaran pengetahuan

umum disebut pondok pesantren salaf. Sistem sorogan adalah sebuah

sistem yang mana para santri maju satu persatu untuk membaca dan

menguraikan isi kitab di hadapan seorang guru atau kiyai.

Disamping sistem sorogan, pada kalangan pesantren salaf

dikenal juga sistem weton. Istilah weton berasal dari bahasa Jawa yang

4

Zainal Arifin, Pengembangan Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan Islam, (Jogjakarta: Diva Press, 2012), h. 20-21

5

(13)

4

berarti waktu. Disebut demikian karena pengajian model ini dilakukan

pada waktu-waktu tertentu, biasanya sesudah mengerjakan sholat fardhu.

Sistem weton atau juga biasa dikenal dengan istilah bendongan

adalah model pengkajian yang dilakukan seperti kuliah terbuka yang

diikuti oleh sekelompok santri yang berjumlah antara 100-500 orang.

Sang kiyai membaca, menerjemahkan, menerangkan, dan sekaligus

mengulas kitab-kitab salaf berbahasa Arab yang menjadi acuannya.

Sedangkan para santri hanya mendengarkan, dan memperhatikan kitabnya

sambil menulis arti dan keterangan tentang kata-kata atau pemikiran yang

sukar yang sedang diterangkan oleh kiyainya tersebut.

Termasuk dalam sistem bendongan atau weton ini adalah

halaqah, yaitu model pengajian yang umumnya dilakukan dengan

mengitari gurunya. Para santri duduk melingkar untuk mempelajari dan

mendiskusikan suatu masalah tertentu di bawah bimbingan seorang guru.6

Akan tetapi, dewasa ini kalangan pesantren (termasuk pesantren

salaf) mulai menerapkan sistem madrasati atau model klasikal. Kelas

-kelas dibentuk secara berjenjang dengan tetap memakai kurikulum dan

materi pelajaran dari kitab-kitab kuning.

Kurikulum sistem madrasti pesantren salaf masih sangnat umum,

tidak dirumuskan secara jelas dan terperinci. Akan tetapi yang jelas,

semua pelajaran tersebut akan mencangkup segala aspek perbuatan santri

dalam sehari semalam.kurikulum yang berhubungan dengan materi

6

(14)

5

pengajian berkisar pada ilmu-ilmu agama dengan segala bidangnya,

terutama pengetahuan yang berhubungan dengan bahasa Arab (nahwu,

Shorf, dll), ilmu yang berhubungan dengan syari’at (ilmu Fiqih Ibadah

dan Mu’amalah), ilmu-ilmu yang berhubungan dengan al-Qur’an beserta

tafsir-tafsirannya, hadits dengan mustholahnya, dan ilmu Tauhid.

Terkadang dilengkapi pula dengan ilmu Mantiq (logika), Tarikh (sejarah),

dan tasawwuf untuk santri senior.

Dalam perkembangannya, pondok pesantern tidak hanya dikenal

sebagai lembaga pendidikan klasik yang mendikotomikan antara ilmu

pengetahuan umum dan ilmu pengetahuan Islam, melainkan juga sebagai

lembaga pendidikan yang memadukan antara keduanya. Pondok pesantrn

tersebut dikenal dengan sebutan pondok pesantren modern atau pondok

modern.

Dibandingkan dengan pesantren salaf, pesantren modern

mengantungi satu nilai plus karena lebih lengkap materi pendidikannya

yang meliputi pendidikan agama dan umum. Para santri pesantren modern

diharapkan lebih mampu memahami aspek-aspek keagamaan dan

keduniaan agar dapat menyesuaikan diri secara lebih baik dengan

kehidupan modern dari pada alumni pesantren salaf.7

Menelisik tentang Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG)

sebagai barometer pondok pesantren modern, telah banyak perbedaan

dengan pondok salaf. Jika di pondok pesantren salaf, para santri hanya

7

(15)

6

mendengarkan penjelasan para guru atau kiyai ketika membahas kitab

kuning dan santri mencatat (memberikan arti dan penjelasan di kitab tsb),

maka di PMDG tidak demikian. Para santri tidak hanya diberikan

penjelasan dari guru dan kiyai saja, melainkan mereka juga diberi bekal

kunci ilmu yaitu bahasa (bahasa Arab dan Inggris), agar kelak para santri

bisa menbuka sendiri pintu-pintu ilmu pengetahuan, baik ilmu

pengetahuan agama Islam yang berbahasa Arab ataupun ilmu pengetahuan

umum yang berbahasa Inggris.

Ditinjau dari segi kurikulum, sistem kurikulum PMDG lebih

tersusun dan sistematis serta independet tidak terikat oleh pemerintah.

Kurikulum PMDG disebut dengan Kulliyatu-l-Mu’allimina-l-Islamiyyah

(KMI).

Materi pelajaran KMI memadukan antara ilmu dunyawi (umum)

dan ilmu ukhrowi (agama Islam). Di antara ilmu dunyawi tersebut adalah

bahasa Inggris, Grammer, matematika, berhitung, geografi, biologi,

sosiologi, ketatanegaraan, dll. Serta ilmu ukhrowi mencakup Bahasa

Arab, nahwu, shorof, balaghoh, tafsir, hadits, mutholahul hadits, faroidh,

tarikh, fiqih, dll.

Dari kedua model pondok pesantren tersebut, terdapat persamaan

dalam segi materi pelajaran agama Islam, yaitu sama-sama mempelajari

pelajaran Fiqih, meskipun cara dan sistem pengajarannya berbeda. Hal

ini, sangat mungkin bisa menjadikan perbedaan daya tangkap pemahaman

(16)

7

materi kuliah Fiqih, yang juga berdampak pada perbedaan keaktifan

diskusi antar mahasiswa.

Pengertian dari diskusi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

adalah pertemuan ilmiah untuk bertukar pikiran mengenai suatu masalah.

Sedangkan menurut Drs. H. Zuhairini, Drs. Abdul Ghofir, dan Drs.

Slamet As. Yusuf :

Metode diskusi adalah suatu metode di dalam mempelajari bahan dengan jalan mendiskusikannya, sehingga berakibat menimbulkan pengertian serta perubahan tingkah laku murid. Metode ini dimaksudkan untuk merangsang murid berfikir dan mengeluarkan pendapatnya sendiri, serta ikut menyumbangkan pikiran dalam satu permasalahan bersama yang terkandung banyak

kemungkinan-kemungkinan jawaban.8

Sedangkan arti dari Fiqih itu sendiri adalah ilmu tentang hukum

yang bertalian dengan perbuatan manusia disebut juga syari’at dalam arti

khusus. Adapun pembahasan Ilmu Fiqih itu meliputi; pertama, hukum

yang bertalian dengan pendekatan diri manusia kepada Tuhannya, seperti

shalat, zakat, puasa dan haji yang disebut dengan ibadat. Kedua, hukum

-hukum yang bertalian dengan aturan tentang keluarga, seperti

perkawinan, pemeliharaan anak, waris, dan washiyah, yang disebut al

-akhwal al-syakhsyiyyah. Ketiga, hukum yang bertalian dengan harta, hak

milik, perjanjian, jual beli, utang piutang dan sebagainya, juga hukum

yang mengatur masalah keuangan perorangan atau kelompok,

kesemuanya disebut mu’amalah. Keempat, hukum yang bertalian dengan

peradilan dan tata pengajuan perkara di muka pengadilan yang disebut

8

(17)

8

ahkam al-qadla dan ahkam al-murafat. Kelima, hukum yang bertalian

dengan pemerintahan dan hubungan antar negara yang disebut ahkam al

-dusturiyah dan ahkam al-dauliyah.9

Perbedaan latar belakang pendidikan mahasiswa alumni pondok

pesantren salaf dan pondok pesantren modern inilah yang menggelitik

penulis untuk mengadakan sebuah penelitian tentang seberapa besar

keaktifan diskusi pada mata kuliah Fiqih antara mahasiswa yang berasal

dari pondok pesantren salaf dengan mahasiswa yang berasal dari pondok

pesantren modern di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

Berdasarkan permasalahan di atas maka penulis mencoba membuat

penelitian sederhana dalam bentuk skripsi yang berjudul :

“Studi Komparasi Antara Mahasiswa Yang Berasal Dari

Pondok Pesantren Salaf Dengan Mahasiswa Yang Berasal Dari

Pondok Pesantren Modern Dalam Keaktifan Diskusi Di Dalam Kelas

Pada Mata Kuliah Fiqih Di Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Tahun Akademi

2015/ 2016.”

B. Rumusan Masalah

Agar pembahasan yang ada dalam penelitian ini sesuai dengan target

yang diinginkan dan untuk mempermudah Penulis dalam memilih data yang

didapat, maka penelitian menetapkan rumusan masalah sebagai berikut:

9

(18)

9

1. Bagaimana keaktifan diskusi dalam kelas mahasiswa yang berasal dari

pondok pesantren salaf pada mata kuliah fiqih di Universitas Islam Negeri

Sunan Ampel Surabaya Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Prodi Pendidikan

Agama Islam angkatan 2012 tahun akademi 2015/ 2016?

2. Bagaimana keaktifan diskusi dalam kelas mahasiswa yang berasal dari

pondok pesantren modern pada mata kuliah fiqih di Universitas Islam

Negeri Sunan Ampel Surabaya Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Prodi

Pendidikan Agama Islam angkatan 2012 tahun akademi 2015/ 2016?

3. Seberapa besar perbandingan antara mahasiswa yang berasal dari pondok

pesantren salaf dengan mahasiswa yang berasal dari pondok pesantren

modern dalam keaktifan diskusi di dalam kelas pada mata kuliah fiqih di

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Fakultas Tarbiyah dan

Keguruan Prodi Pendidikan Agama Islam angkatan 2012 tahun akademi

2015/ 2016?

C. Tujuan Penelitian

Mengacu pada rumusan masalah yang telah penulis kemukakan

diatas, tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana keaktifan diskusi dalam kelas mahasiswa

yang berasal dari pondok pesantren salaf pada mata kuliah fiqih di

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Fakultas Tarbiyah dan

Keguruan Prodi Pendidikan Agama Islam angkatan 2012 tahun akademi

(19)

10

2. Untuk mengetahui bagaimana keaktifan diskusi dalam kelas mahasiswa

yang berasal dari pondok pesantren modern pada mata kuliah fiqih di

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Fakultas Tarbiyah dan

Keguruan Prodi Pendidikan Agama Islam angkatan 2012 tahun akademi

2015/ 2016?

3. Untuk mengetahui seberapa besar perbandingan antara mahasiswa yang

berasal dari pondok pesantren salaf dengan mahasiswa yang berasal dari

pondok pesantren modern dalam keaktifan diskusi di dalam kelas pada

mata kuliah fiqih di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Prodi Pendidikan Agama Islam angkatan

2012 tahun akademi 2015/ 2016?

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat secara teoritis maupun

praktis. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan

masukan bagi para mahasiswa yang berasal dari pondok pesantren salaf

dengan mahasiswa yang berasal dari pondok pesantren modern dalam

meningkatkan keaktifan diskusi di dalam kelas pada mata kuliah fiqih di

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Surabaya tahun akademi 2015/ 2016. Serta sebagai informasi tambahan bagi

peneliti-peneliti berikutnya mengenai peningkatan keaktifan diskusi di dalam

kelas pada mata kuliah fiqih bagi mahasiswa yang berasal dari pondok

(20)

11

modern di Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan

Ampel Surabaya tahun akademi 2015/ 2016, sekaligus sebagai tawaran

pemikiran untuk melahirkan teori baru dalam pengembangan keaktifan diskusi

di dalam kelas

Adapun secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi

bahan masukan berharga bagi pengembang lembaga pendidikan, para ulama,

para pendidik, dan para tokoh masyarakat untuk melakukan penelitian lebih

mendalam.

E. Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang “Studi Komparasi Antara Mahasiswa Yang

Berasal Dari Pondok Pesantren Salaf Dengan Mahasiswa Yang Berasal Dari

Pondok Pesantren Modern Dalam Keaktifan Diskusi Di Dalam Kelas Pada

Mata Kuliah Fiqih Di Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam

Negeri Sunan Ampel Surabaya Tahun akademi 2015/ 2016”, tidak pernah

diteliti sebelumnya.

F. Hipotesis Penelitian

Secara etimologis hipotesis dibentuk dari dua kata, yaitu kata hypo

yang berarti kurang dan kata thesis yang berarti pendapat. Hypothesis yang

(21)

12

yang maksudnya adalah suatu kesimpulan yang masih kurang atau kesimpulan

yang belum sempurna.10

Suharsimi Arikunto memberikan pengertian bahwa hipotesis adalah

kebenaran sementara yang ditentukan oleh peneliti11, tetapi harus dibuktikan

atau dites atau diuji kebenarannya. Hipotesis ini ada dua macam yaitu :

Hipotesis nol (Ho) yang menyatakan adanya persamaan atau tidak adanya

perbedaan antara dua kelompok atau lebih dan hipotesis kerja/alternatif (Ha)

yang menyatakan adanya hubungan antara variabel x dan variabel y atau

adanya perbedaan antara x dan y.

Berkaitan dengan ini penulis menggunakan hipotesis alternatif dan

hipotesis nol sebagai kesimpulan sementara, yaitu dengan rumusan sebagai

berikut :

1. Hipotesis Kerja (Ha) : Atau disebut juga hipotesa alternative yaitu

adanya hubungan variable dan dependen

variable. Keaktifan diskusi di dalam kelas pada

mata kuliah fiqih mahasiswa yang berasal dari

pondok pesantren salaf (x) lebih buruk atau

sama dengan mahasiswa yang berasal dari

pondok pesantren modern (y) di Fakultas

Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam

Negeri Sunan Ampel Surabaya tahun akademi

10

Burhan Bungin, Metode Penelitian Kuantitatif, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 75.

11

(22)

13

2015/ 2016

2. Hipotesis Nihil (Ho) : Menyatakan tidak adanya hubungan variable

dan dependen variable. Keaktifan diskusi di

dalam kelas pada mata kuliah fiqih mahasiswa

yang berasal dari pondok pesantren salaf (x)

lebih baik dari mahasiswa yang berasal dari

pondok pesantren modern (y) di Fakultas

Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam

Negeri Sunan Ampel Surabaya tahun akademi

2015/ 2016

G. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah hasil dari operasionalisasi, menurut

Black dan Champion untuk membuat definisi operasional adalah dengan

memberi makna pada suatu konstruk atau variabel dengan menetapkan

“operasi” atau kegiatan yang diperlukan untuk mengukur konstruk atau

variabel tersebut.12

Untuk lebih jelas serta mempermudah pemahaman dan menghindari

kesalahpahaman, maka peneliti akan menegaskan definisi operasional

variabel-variabel penelitian ini sebagai berikut:

1. Studi Komparasi

12

(23)

14

Studi adalah kata serapan dari bahasa Inggris yaitu “study” yang

memiliki banyak arti diantaranya yaitu pelajaran, mata pelajaran,

penyelidikan, dll.13 Dari banyak arti tersebut, yang paling dekat dengan

maksud kata tersebut adalah penyelidikan.

Komparasi juga berasal dari kata serapan bahasa Inggris yaitu

“compare” yang berarti memperbandingkan.14 Jadi devinisi dari studi

komparasi adalah suatu kegiatan penyelidikan dengan cara

memperbandingkan sesuatu dengan sesuatu lain.

2. Definisi variabel X

Definisi operasional pada variabel X adalah keaktifan diskusi di

dalam kelas mahasiswa yang berasal dari pondok pesantren salaf pada

mata kuliah fiqih, didefinisikan sebagai berikut:

a. Keaktifan diskusi

Secara bahasa, kata keaktifan berasal dari kata aktif yang

diberikan imbuhan ke-an. Aktif berasal dari serapan bahasa Inggris

yaitu active, yang berarti gesit/ giat/ bersemangat.15 Menurut Kamus

Bahasa Indonesia, arti kata aktif adalah giat (bekerja, berusaha). Jika

diberi imbuhan kata ke-an, maka artinya adalah kegiatan; kesibukan.16

Pengertian dari diskusi menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia adalah pertemuan ilmiah untuk bertukar pikiran mengenai

13

John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, cet. Ke-28, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2006), h. 563

(24)

15

suatu masalah.17 Jadi devinisi keaktifan diskusi adalah suatu kegiatan

dalam rangka menghidupkan suasana belajar mengajar yang efektif

dengan cara melakukan pertemuan ilmiah untuk bertukar pikiran

mengenai suatu masalah.

b. Mahasiswa

Dalam kamus Bahasa Indonesia, arti mahasiswa adalah

orang yang belajar di perguruan tinggi.18 Sedangkan menurut

Sarwito mahasiswa adalah suatu kelompok atau individu dalam

masyarakat yang memperoleh statusnya ketika ia terikat dengan

perguruan tinggi. Seseorang disebut mahasiswa hanya kalau ia

belajar di salah satu perguruan tinggi. Definisi dari perguruan

tinggi tersebut adalah sebuah lembaga pendidikan formil di atas

sekolah lanjutan atas (SMA/ sederajat) yang sering mengutamakan

pada pendidikan teori darisuatu ilmu pengetahuan di samping

mengajarkan suatu keterampilan (skill) tertentu.19

c. Pondok pesantren salaf

Pondok pesantren salaf adalah pondok pesantren klasik atau

tradisional. Fauti Subhan menuturkan bahwasannya pesantren

berbentuk tradisional ini masih mempertahankan sistem pengajaran

tradisional, dengan materi pengajaran kitab klasik yang disebut kitab

17

Meity Taqdir Qodratillah dkk., op.cit., h. 100

18

Ibid., h. 288

19

(25)

16

kuning. Di samping itu, model-model pengajarannya juga bersifat non

klasik yaitu dengan menggunakan model sorogan dan bondongan.20

d. Mata Kuliah Fiqih

Mata kuliah adalah sebuah mata pelajaran yang diajarkan di

kalangan mahasiswa. Sedangkan arti fiqih sendiri adalah ilmu tentang

hukum yang bertalian dengan perbuatan manusia disebut juga syari’at

dalam arti khusus.21 Jadi, mata kuliah fiqih adalah sebuah ilmu tentang

hukum yang bertalian dengan perbuatan manusia yang diajarkan di

perguruan tinggi.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa maksud dari

keaktifan diskusi di dalam kelas mahasiswa yang berasal dari pondok

pesantren salaf pada mata kuliah fiqih adalah kegiatan yang kontinyu

dalam menyumbangkan pemikirannya pada kegiatan ilmiah di suatu

tempat belajar (kelas) yang dilakukan oleh seseorang yang belajar di

perguruan tinggi (mahasiswa) dengan latar belakang pendidikannya

adalah pondok pesantren tradisional (model lama), pada mamateri

pelajaran tentang hukum islam (fiqih).

3. Definisi variabel Y

Untuk devinisi operasional variable Y tidak jauh beda dengan

devinisi variable X yaitu keaktifan diskusi mahasiswa yang berasal dari

pondok pesantren modern pada mata kuliah fiqih di dalam kelas. Dari

20

Fauti Subhan, Membangun Sekolah Unggulan Dalam Sistem Pesantren, (Surabaya: Alpha, 2006), h. 8

21

(26)

17

kalimat tersebut yang berbeda dari variable X hanya pada “pondok

pesantren modern”, maka didefinisikan sebagai berikut:

 Pondok Pesantren Modern.

Kata modern adalah kata resapan dari bahasa Inggris yang

berarti orang yang modern/ sesuai dengan zaman/ orang yang

mengikuti zaman.22 Dalam kamus bahasa Indonesia modern berarti 1)

terbaru; mutakhir; 2) sikap dan cara berpikir serta cara bertindak

sesuai dengan tuntutan zaman.23

Dari devinisi di atas dapat penulis simpulkan bahwasannya

pondok pesantren modern adalah suatu lembaga pendidikan Islam

dengan kyai sebagai tokoh atau figur utamanya dengan sistem

pengelolahan manajemen dan kurikulum pembelajarannya yang sudah

maju sesuai tuntutan zaman.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa maksud dari

keaktifan diskusi di dalam kelas mahasiswa yang berasal dari pondok

pesantren modern pada mata kuliah fiqih adalah kegiatan yang kontinyu

dalam menyumbangkan pemikirannya pada kegiatan ilmiah di suatu

tempat belajar (kelas) yang dilakukan oleh seseorang yang belajar di

perguruan tinggi (mahasiswa) dengan latar belakang pendidikannya

adalah pondok pesantren modern, pada mamateri pelajaran tentang hukum

islam (fiqih).

22

Djalinus Syah, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), h. 231

23

(27)

18

Adapun spesifikasi objek penelitaian yang akan penulis teliti

adalah mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Prodi

Pendidikan Agama Islam (PAI) Angkatan 2012 tahun akademi 2015/

2016.

H. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan dalam penelitian ini terdiri dari empat

pembahasan, sebagai berikut:

Bab pertama adalah Pendahuluan, di dalamnya berisi tentang: latar

belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, hipotesis penelitian, Kerangka konseptual/kerangka teori,

tinjauan pustaka, metodologi penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab kedua menjelaskan kajian teori terdiri dari: A. Tinjauan tentang

pondok pesantren salaf. B. Tinjauan tentang pondok pesantren modern. C.

Tinjauan tentang keaktifan diskusi pelajaran fiqih. D. Tentang perbandingan

antara mahasiswa yang berasal dari pondok pesantren salaf dengan mahasiswa

yang berasal dari pondok pesantren modern dalam keaktifan diskusi di dalam

kelas pada mata kuliah fiqih di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Surabaya Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Prodi Pendidikan Agama Islam

angkatan 2012 tahun akademi 2015/ 2016.

Bab ketiga menguraikan tentang metodologi penelitian yang

meliputi:, jenis dan rencana penelitian, teknik penentuan objek penelitian,

(28)

19

Bab keempat adalah laporan hasil penelitian yang meliputi:

gambaran umum obyek penelitian, deskripsi data dan analisis data.

Bab kelima yakni Penutup, dalam bab ini terdiri atas kesimpulan,

saran-saran dan kata penutup.

Setelah pembahasan dari kelima bab tersebut maka pada bagian

akhir dari penelitian ini disertakan beberapa lampiran yang dianggap

perlu. Hal ini dimaksudkan untuk memperjelas dan menjadi rujukan dari

(29)

20

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Tentang Pondok Pesantren Secara Umum

1. Pengertian Pondok Pesantren

Istilah pondok pesantren terdiri dari dua kata yaitu pondok yang

berarti rumah sementara waktu seperti yang didirikan Madrasah dan asrama

tempat mengaji belajar agama Islam. Menurut Zamakhsari Dhofier istilah

pondok adalah:

Istilah pondok berasal dari pengertian asrama-asrama para santri

yang disebut pondok atau tempat tinggal yang terbuat dari bambu

atau berasal dari kata arab Funduq yang berarti hotel atau asrama.1

Sedangkan Kata pesantren berasal dari kata “santri” yang diawali

kata pe- dan diakhiri kata -an, yang berarti tempat tinggal

pesantren.2

Secara terminologis terdapat beberapa pendapat para ahli tentang

pengertian pondok pesantren, antara lain :

a) Menurut Drs Imam Bawani MA :

Pondok pesantren adalah sebuah komplek atau lembaga pendidikan. Disitu ada sejumlah Kyai sebagai pemilik atau pembina utamanya, ada sejumlah santri yang belajar dan dan sebagian atau seluruhnya bermukim disitu, serta kehidupan sehari-hari di komplek tersebut dipenuhi oleh suasana keagamaan.3

1Zamaksyari Dhofier, Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kiyai,

(Jakarta: LP3ES, 1985), h. 18

2Ibid., h. 18

(30)

21

b) Menurut Drs Marwan Saridjo dkk :

Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran Islam yang pada umumnya pendidikan dan pengajaran tersebut diberikan dengan cara non klasikal (sistimnya sorogan atau bandongan ) dimana seorang kyai mengajar santrinya berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dengan Bahasa Arab oleh para ulama’ besar sejak abad pertengahan, sedangkan para santri biasanya tinggal dalam pondok atau asrama dalam pesantren tersebut .4

c) Menurut Zamakhsari Dhofier :

Pondok pesantren adalah asrama pendidikan Islam tradisional dimana para siswanya tinggal bersama dan belajar dibawah bimbingan seorang atau lebih guru yang dikenal dengan sebutan Kyai, asrama untuk para santri tersebut berada dalam lingkungan komplek pondok pesantren dimana para Kyai juga bertempat tinggal dan juga disediakan masjid untuk beribadah, ruang untuk belajar, dan kegiatan-kegiatan keagamaan yang lain.5

d) Menurut Abdurrahman Wakhid :

Pondok pesantren adalah sebuah komplek dengan lokasi yang umumnya terpisah dengan kehidupan sekitarnya. Dalam komplek itu berdiri beberapa buah bangunan : rumah kediaman pengasuh, sebuah langgar atau sebuah surau atau masjid tempat pengajaran diberikan asrama tempat tinggal siswa pesantren.6

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pondok

pesantren adalah suatu lembaga pendidikan Islam dengan kyai sebagai

tokoh atau figur utamanya yang merupakan ciri khas pondok pesantren,

sebagaimana lazimnya disamping kyai sebagai pendiri sekaligus pembina,

penanggung jawab dan pendidik yang juga berdiam di lingkungan pondok

4Marwan Saridjo dkk., Sejarah Pondok Pesantren di Indonesia, (Jakarta: Dharma Bakti,

1980), h. 9

5Zamakhsari Dofier, Op Cit., h. 44

(31)

22

pesantren. Begitu juga dengan sejumlah santri yang dalam sehari-harinya

dipenuhi dengan kegiatan belajar ilmu agama.

Sebagai mana pendapat Mustofa Syarif yang mengemukakan

bahwa ada lima komponen pokok yang selalu ada di pondok pesantren,

yaitu Kyai, masjid atau musholla, santri atau murid, funduq yang

keempatnya merupakan komponen fisik dan kelima pengajian yang

merupakan komponen non fisik.7

Untuk lebih jelasnya penulis akan uraikan mengenai

komponen-komponen tersebut :

a) Kyai

Kyai menurut bahasa berarti sebutan para alim ulama’ Islam.8

Kyai merupakan komponen utama dari suatu pesantren, kyai

sebagai pendiri pesantren tersebut, sehingga maju mundurnya

pertumbuhan dan perkembangan sebuah pesantren tergantung

kemampuan kyai tersebut dalam mengelola pesantren.

Menurut asal usulnya, perkataan kyai dalam bahasa jawa

dipakai untuk tiga gelar yang saling berbeda-beda :

1) Sebagai gelar kehormatan, bagi barang-barang yang dianggap

keramat, Umpamanya “Kyai Garuda Kencana” dipakai untuk

sebutan kereta emas yang ada di keraton Yogyakarta.

2) Gelar kehormatan untuk orang-orang tua umumnya.

7Mustofa Syarif, Administrasi Pesantren, (Jakarta: Paryu Barkah, t.th), h. 6

8Muhammad Ali, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern, (Jakarta: Pustaka Amani,

(32)

23

3) Gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada orang ahli agama

Islam yang memiliki atau menjadi pimpinan pesantren dan mengajar

kitab-kitab Islam klasik kepada para santrinya.9

Perlu ditekankan disini bahwa ahli-ahli pengetahuan Islam

dikalangan umat Islam disebut ulama’. Di Jawa Tengah dan Jawa Timur

ulama’ yang memimpin pesantren disebut kyai, sekarang juga banyak

ulama’ yang berpengaruh di dalam masyarakat juga disebut Kyai

walaupun mereka tidak memimpin pesantren. Dengan kaitan yang

sangat kuat dengan tradisi pesantren, gelar kyai biasanya dipakai untuk

menunjuk para ulama’ dari keluarga Islam tradisional.

Kebanyakan para kyai beranggapan bahwa suatu pesantren

dapat diibaratkan sebagai suatu kerajaan kecil dimana kyai merupakan

sumber mutlak dari kekuasaan dan wewenang (power and authority)

dalam kehidupan di lingkungan pesantren.10

b) Masjid atau Musholla

Masjid adalah rumah tempat sembahyang cara Islam.11

Masjid merupakan elemen yang tidak dapat dipisahkan dengan

pesantren dan dianggap sebagai tempat yang paling tepat untuk

mendidik para santri.

9Zamakhsari Dhofier, Op Cit., h. 55 10Ibid., h. 56

(33)

24

Kedudukan masjid sebagai pusat pendidikan dalam tradisi

pesantren merupakan manivestasi universalisme dari sistem pendidikan

Islam tradisional.12

Dengan kata lain kesinambungan sistem pendidikan Islam

yang berpusat pada masjid sejak zaman Nabi tetap terpancarkan dalam

sistem pesantren.

c) Santri atau Murid

Siswa pesantren biasanya disebut santri. Santri diartikan

sebagai mereka yang sedang menuntut ilmu di pesantren.13

Menurut tradisi pesantren terdapat dua kelompok santri :

1) Santri mukim, yaitu santri yang berasal dari daerah jauh yang

menetap dalam komplek pesantren.

2) Santri kalong, yaitu santri yang berasal dari desa-desa disekeliling

pesantren yang biasanya tidak menetap dalam pesantren.14

d) Asrama atau Funduq

Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa pondok atau asrama

merupakan sarana atau tempat bermukim bagi santri atau siswa

pesantren selama menuntut ilmu keagamaan di pondok pesantren.

e) Pengajian

Pengajaran atau pendidikan agama merupakan komponen non

fisik yang bertujuan untuk mendidik calon-calon ulama’.

12Zamakhsari Dhofier, Loc Cit., h. 49 13Imam Bawani, Op Cit., h. 167

(34)

25

Pengajaran ini, karena pengaruh perkembangan metodologi,

biasanya merupakan pendidikan formal berbentuk Madrasah.15

Kemudian Zamakhsari Dhofir menyatakan :

Sekarang meskipun kebanyakan pondok pesantren telah

memasukkan pengajaran pengetahuan umum sebagai suatu

bagian yang penting dan integral dalam pendidikan pesantren,

namun pengajaran Islam Kitab-kitab klasik tetap diberikan

sebagai upaya untuk meneruskan tujuan utama pesantren

mendidik calon-calon ulama’ yang setia kepada faham Islam

tradisional.16

Dalam perkembangannya, pondok pesantern tidak hanya

dikenal sebagai lembaga pendidikan klasik yang mendikotomikan

antara ilmu pengetahuan umum dan ilmu pengetahuan Islam,

melainkan juga sebagai lembaga pendidikan yang memadukan

antara keduanya. Pondok pesantrn tersebut dikenal dengan sebutan

pondok pesantren modern atau pondok modern.

2. Tujuan Pondok Pesantren

Tujuan pendidikan merupakan bagian terpadu dari

faktor-faktor pendidikan. Tujuan merupakan suatu kunci keberhasilan

pendidikan, di samping faktor-faktor lainnya yang terkait: pendidik,

peserta didik, alat pendidikan, dan lingkungan pendidikan. Keberadaan

(35)

26

empat faktor ini tidak ada artinya bila tidak diarahkan oleh suatu tujuan.

Oleh karena itu, tujuan memiliki posisi yang sangat vital dalam proses

pendidikan sehingga materi, metode, dan alat pengajaran selalu

disesuaikan dengan tujuan. Tujuan yang tidak jelas akan mengaburkan

seluruh aspek tersebut.17

Mujamil Qomar mengironikan tujuan pesantren. Pesantren

sebagai lembaga pendidikan tidak memiliki formulasi tujuan yang jelas,

baik dalam tataran institusional, kurikuler maupun instruksional umum

dan khusus. Tujuan yang dimilikinya hanya ada dalam tataran

angan-angan.18 Mengutip pendapat Mastuhu bahwa tidak pernah dijumpai

perumusan tujuan pendidikan pondok pesantren yang jelas dan standar

yang berlaku umum bagi semua pondok pesantren.19 Pokok persoalan

bukan terletak pada ketiadaan tujuan, melainkan tidak tertulisnya

tujuan. Seandainya pondok pesantren tidak memiliki tujuan, tentu

aktivitas di lembaga pendidikan Islam menimbulkan penilaian

kontroversial ini tidak mempunyai bentuk yang kongkret. Proses

pendidikan akan kehilangan orientasi sehingga berjalan tanpa arah dan

menimbulkan kekacauan. Jadi semua pesantren memiliki tujuan, hanya

saja tidak dituangkan dalam bentuk tulisan.

17 Mujamil Qomar, Pesantren; Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi

Institusi, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2008), h. 3

18Ibid.

19 Mastuhu, Dinamika sistem Pendidikan Pesantren Suatu Kajian Tentang Unsur dan

(36)

27

Menurut Mastuhu, tujuan pendidikan pondok pesantren adalah

menciptakan dan mengembangkan kepribadian Muslim, yaitu

kepribadian yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan, berakhlak

mulia, bermanfaat bagi masyarakat atau berkhidmat kepada masyarakat

dengan jalam menjadi kawula atau abdi masyarakat, sebagaimana

kepribadian Nabi Muhammad (mengikuti sunnah Nabi), mampu berdiri

sendiri, bebas, dan teguh dalam pendirian, menyebarkan agama atau

menegakkan Islam dan kejayaan umat di tengah-tengah masyarakat

(‘Izz al-Islam wa al-Muslimin) dan mencintai ilmu dalam rangka

mengembangkan kepribadian manusia.20

Kiai Ali Ma’sum mengungkapkan bahwa tujuan pesantren

adalah untuk mencetak ulama.21 Anggapan ini yang juga melekat pada

masyarakat sebab pelajaran-pelajaran yang disajikan hampir

seluruhnya pelajaran agama, bahkan masih ada pesantren tertentu yang

menolak masuknya pelajaran umum. Di samping itu, ulama yang

menjadi panutan masyarakat bisa dikatakan semuanya lulusan

pesantren.

Menurut hasil survey Nazarudin dkk, melaporkan bahwa pada

awal perkembangannya, tujuan pesantren ialah untuk mengembangkan

agama Islam (terutama kaum mudanya), untuk lebih memahami

20Ibid., h. 55-56

(37)

28

ajaran agama Islam, terutama dalam bidang fiqh, bahasa Arab, Tafsir,

hadits dan tasawwuf.22

Zamaksyari Dhofier mengatakan bahwa:

Dalam 30 tahun pertama, tujuan pendidikan Tebuireng ialah untuk mendidik calon ulama. Sekarang ini, tujuannya sudah diperluas, yaitu untuk mendidik para santri agar kelak dapat mengembangkan dirinya menjadi “ulama intelektual” (ulama yang mengetahui pengetahuan umum) dan “intelektual ulama” (sarjana dalam bidang pengetahuan umum yang juga mengetahui pengetahuan Islam).23

Pergeseran tujuan tersebut hanyalah menyentuh

permukaannya, sedang esensi dan substansinya tidak berubah. Ulama

yang dipahami hanya menguasai ilmu-ilmu pengetahuan seperti tafsir,

hadits, fiqh, tasawwuf, akhlak, dan sejarah Islam saja mulai digugat. A.

Wahid Hasyim −seorang putra pendiri Tebuireng dan pernah mengasuh

pesantren yang paling terkenal di Indonesia terutama pada abad ke-20−

bahkan pernah mengusulkan perubahan tujuan pendidikan pesantren

secara mendasar, agar mayoritas santri yang belajar di

lembaga-lembaga pesantren tidak hanya bertujuan menjadi ulama.24 Namun

usulan yang revolusioner tersebut tidak disetujui ayahnya, Hadratus

Syaikh.

Oleh karena itu, lahirnya ulama tetap menjadi tujuan utama

pesantren hingga sekarang, tetapi ulama dalam pengertian yang luas;

(38)

29

ulama yang menguasai ilmu-ilmu agama sekaligus mengetahui

pengetahuan umum sehingga mereka tidak terisolasi dalam dunianya

sendiri. Pengamatan Lembaga Research Islam (Pesantren Luhur) benar

bahwa pesantren selalu mengalami perubahan dalam bentuk

penyempurnaan mengikuti tututan zaman, kecuali tujuannya sebagai

tempat mengajarkan agama Islam dan membentuk guru-guru agama

(ulama) yang kelak meneruskan usaha dalam kalangan umat Islam.25

Tujuan institusional pesantren yang lebih luas dengan tetap

mempertahankan hakikatnya dan diharapkan menjadi tujuan pesantren

secara nasional pernah diputuskan dalam musyawarah/ Lokakarya

Intensifikasi Pengembangan Pondok Pesantren di Jakarta yang

berlangsung pada 2 s/d 6 Mei 1978:

Tujuan umum pesantren adalah membina warga negara agar

berkepribadian Muslim sesuai dengan ajaran-ajaran agama

Islam dan menanamkan rasa keagamaan tersebut pada semua

segi kehidupannya serta menjadikannya sebagai orang yang

berguna bagi agama, masyarakat, dan negara.26

Adapun pendidikan khusus pesantren adalah sebagai berikut:

a) Mendidik siswa/ santri anggota masyarakat untuk menjadi seorang

Muslim yang bertakwa kepada Allah SWT, berakhlak mulia,

(39)

30

memiliki keceerdasan, keterampilan dan sehat lahir batin sebagai

warga negara yang berpancasila;

b) Mendidik siswa/ santri untuk menjadikan manusia Muslim selaku

kader-kader ulama dan mugaligh yang berjiwa ikhlas, tabah,

tangguh, wiraswasta dalam mengamalkan sejarah Islam secara utuh

dan dinamis;

c) Mendidik siswa/ santri untuk memperoleh kepribadian dan

memperoleh semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan

manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya dan

bertanggungjawab kepada pembangunan bangsa dan negara;

d) \mendidik tenaga-tenaga penyuluh pembangunan mikro (keluarga)

dan regional (pedesaan/ masyarakat lingkungannya);

e) Mendidik siswa/ santri agar menjadi tenaga-tenaga yang cakap

dalam berbagai sektor pembangunan, khususnya pembangunan

mental-spiritual;

f) Mendidik siswa/ santri untuk membantu meningkatkan

kesejahteraan sosial masyarakat lingkungan dalam rangka usaha

pembangunan masyarakat bangsa.27

Dari beberapa tujuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa

tujuan pesantren adalah membentuk kepribadian muslim yang

(40)

31

menguasai ajaran-ajaran Islam dan mengamalkannya, sehingga

bermanfaat bagi agama, masyarakat, dan negara.

3. Fungsi dan Peranan Pondok Pesantren

Sejak berdirinya pada abad yang sama dengan masuknya Islam

hingga sekarang, pesantren telah bergumul dengan masyarakat luas.

Pesantren tumbuh atas dukungan mereka, pesantren berdiri didorong

permintaan (demand) dan kebutuhan (need) masyarakat.28 Sehingga

pesantren memiliki fungsi yang jelas.

Fungsi pesantren pada awal berdirinya sampai dengan kurun

sekarang telah mengalami perkembangan visi, posisi, dan presepsinya

terhadap dunia luar yang telah berubah. Pesantren pada masa yang

paling awal (masa Syaikh Maulana Malik Ibrahim) berfungsi sebagai

pusat pendidikan dan penyiaran agama Islam.29 Kedua fungsi ini

bergerak saling menunjang. Pendidikan dapat dijadikan bekal dalam

mengumandangkan dakwah, sedang dakwah bisa dimanfaatkan sebagai

sarana dalam membangun sistem pendidikan.

Sebagai lembaga dakwah, pesantren berusaha mendekati

masyarakat. Pesantren bekerja sama dengan mereka dalam mewujudkan

pembangunan. Sejak semula pesantren trlibat aktif dalam mobilisasi

pembangunan sosial masyarakat desa. Warga pesantren telah terlatih

28 Husni Rahim, Arah Baru Pendidikan Islam Indonesia, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,

2001), h. 152

(41)

32

melaksanakan pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat

khususnya, sehingga terjalin hubungan yang harmonis antara santri dan

masyarakat, antara kiai dan kepala desa. Oleh karena itu, menurut Ali

Ma’shum, fungsi pesantren semula mencakup tiga aspek, yaitu fungsi

religius (diniyyah), fungsi sosial (ijtima’iyyah) dan fungsi edukasi

(tarbawiyyah).30 Ketiga fungsi ini masih berlangsung hingga

sekarang.31

Fungsi lain adalah sebagai lembaga pembinaan moral dan

kultural. A. Wahid Zaeni menegaskan bahwa di samping lembaga

pendidikan, pesantren juga sebagai lembaga pembinaan moral dan

kultural, baik dikalangan para santri maupun santri dengan masyarakat.

Kedudukan ini memberikan isyarat bahwa penyelenggaraan keadilan

sosial melalui pesantren lebih bahyak menggunakan pendekatan

kultural.32

Pada masa penjajahan, pesantren juga ikut andil dalam

memainkan peran dan fungsinya dalam mengusir penjajah.

Kuntowijoyo menilai bahwa pesantren menjadi persamaian ideologi

anti-Belanda.33 Pesantren sebagai basis pertahanan bangsa dalam

perang melawan penjajah demi lahirnya kemerdekaan. Maka pesantren

30Ali Ma’shum, op.cit., h. 119 31 Mastuhu, op.cit., h. 59

32 A. Wahid Zaeni, Dunia Pemikiran Kaum Santri, (Yogyakarta: LKPSM NU DIY,

1995), h. 92

33 Kuntowijoyo, Paradigma Islam Interpretasi Untuk Aksi, (Bandung: Mizan, 1991), h.

(42)

33

berfungsi sebagai pencetak kader bangsa yang benar-benar patriotik;

kader yang rela mati demi perjuangan bangsa, sanggup mengorbankan

seluruh waktu, harta bahkan jiwanya.34

Di ssamping itu pesantren juga berperan dalam berbagai

bidang lainnya secara multidimensional baik berkaitan langsung

dengan berbagai aktifitas pendidikan pesantren maupun yang di luar

wewenagnya. Dimulai dengan upaya mencerdaskan bangsa, hasil

berbagai observasi menunjukkan bagwa pesantren tercatat memiliki

peranan penting dalam sejarah pendidikan di Tanah Air dan telah

banyak memberikan sumbangan dalam mencerdaskan rakyat.35

Dengan demikian, pesantren telah terlibat dalam menegakkan

negara dan mengisi pembangunan sebagai pusat perhatian pemerintah.

Hanya saja dalam kaitan dengan peran tradisionalnya, sering

diidentifikasi memiliki tiga peran penting dalam masyarakat Indonesia:

1) Sebagai pusat berlangsungnya transmisi ilmu-ilmu Islam

tradisional,

2) Sebagai penjaga dan pemelihara keberlangsungan Islam tradisional,

3) Sebagai pusat reproduksi ulama.36 Lebih dari itu, pesantren tidak

hanya memainkan ketiga peran tersebut, tetapi juga menjadi pusat

penyuluhan kesehatan; pusat pengembangan teknologi tepat guna

34Ali Ma’shum, loc.cit.

(43)

34

bagi masyarakat pedesaan; pusat usaha-usaha penyelamatan dan

pelestarian lingkungan hidup, dan lebih penting lagi menjadi pusat

pemberdayaan ekonomi masyarakat di sekitarnya.37

4. Katagorisasi Pondok Pesantren

Katagori pesantren bisa dilihat dari berbagai prespektif; dari

segi rangkaian kurikulum, tingkat kemajuan dan kemodernan,

keterbukaan terhadap perubahan, dan dari segi sistem pendidikannya.

Dari segi kurikulumnya, arifin menggolongkan menjadi pesantren

modern, pesantren tahassus (ilmu fiqh/ ushul fiqh, ilmu tafsir/ hadits,

ilmu tasawwuf/ thariqat, dan qira’at Qur’an), dan pesantren campuran.38

Dhofier memandang dari prespektif keterbukaan terhadap

perubahan-perubahan yang terjadi, kemudian membagi pesantren

menjadi dua katagori yaitu pesantren salafi dan khalafi. Pesantren salafi

tetap mengajarkan pengajaran kitab-kitab Islam klasik sebagai inti

pendidikannya. Penerapan sistem madrasah untuk memudahkan sistem

sorogan yang dipakai dalam lembaga-lembaga pengajian bentuk lama,

tanpa mengenal pengajaran pengetahuan umum. Sedang pesantren

khalafi telah memasukkan pelajaran-pelajaran umum dalam

37 Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru,

(Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), h. 104-105

38 M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum), (Jakarta: Bumi Aksara,

(44)

35

madrasah yang dikembangkan atau membuka tipe-tipe sekolah umum

di dalam lingkungan pesantren.39

Kategori pesantren terkadang dipandang dari sistem

pendidikan yang dikembangkan. Pesantren dalam pandangan ini dapat

dikelompokkan menjadi tiga macam:

a. Kelompok pertama, memiliki santri yang belajar dan tinggal

bersama kiai, kurikulum tergantung kiai, dan pengajaran secara

individual.

b. Kelompok kedua, memiliki madrasah, kurikulum tertentu,

pengajaran bersifat aplikasi, kiai memberikan pelajaran secara

umum dalam waktu tertentu, ssantri bertempat tinggal di asrama

untuk mempelajari pengetahuan agama dan umum.

c. Kelompok ketiga, hanya berupa asrama, santri belajar di sekolah,

madrasah, bahkan perguruan tinggi umum atau agama di luar, kiai

sebagai pengawas dan pembina mental.40

Menurut M. Sulthon Masyhud dkk kategori pesantren bisa

dilihat dari statusnya. Sebuah lembaga pesantren dapat menjadi milik

perorangan atau milik lembaga/ yayasan yang pasti memberikan

implikasi berbeda pula terhadap struktur dan menejemen organisasi

pesantren. Pesantren milik pribadi kiai struktur organisasinya lebih

39 Zamaksyari Dhofier, op.cit., h. 41

40 Suparlan Suryopratondo, Kapita Selekta Pondok Pesantren, Jil. II, (Jakarta: PT. Paryu

(45)

36

sederhana dibandingkan dengan pesantren yang dikelolah yayasan.

Pesantren milik pribadi kiai lebih menonjolkan tanggung jawab untuk

melestarikan nilai absolut pesantren dengan kiai sebagai sumber

kepatuhan, pimpinan spiritual dan tokoh kunci pesantren; sedangkan

yang milik lembaga/ yayasan lebih unggul di bidang manajemen, di

mana beberapa tugas pesantren telah didelegasikan oleh kiai sesuai

uraian pekerjaan yang disepakati (job discription).41

Ahmad Qadri Abdillah Azizy membagi pesantren atas dasar

kelembagaannya yang dikaitkan dengan sistem pengajarannya menjadi

lima kategori:

a. Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan formal dengan

menerapkan kurikulum nasional, baikyang hanya memiliki sekolah

keagamaan maupun yang juga memiliki sekolah umum;

b. Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan keagamaan dalam

bentuk madrasah dan mengajarkan ilmu-ilmu umum meski tidak

menerapkan kurikulum Nasional;

c. Pesantren yang hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama dalam bentuk

madrasah diniyah;

d. Pesantren yang hanya sekedar menjadi tempat pengajian (majlis

ta’lim)

41 M. Sulthon Masyhud at.al, Manajemen Pondok Pesantren, (Jakarta: Diva Pustaka,

(46)

37

e. Pesantren untuk asrama anak-anak belajar sekolah umum dan

mahasiswa.42

Ada yang membuat kategori pesantren berdasarkan spesifikasi

keilmuan, seperti pesantren alat (mengutamakan penguasaan

gramatikal Bahasa Arab) seperti pesantren Lirboyo Kediri, Bendo

Jampes, Lasem (alm. KH. Ma’shum), Nglirap (Banyumas) dan Termas

Pacitan (pada masa lampau); pesantren fiqh seperti Tebuireng, Tambak

Beras, Denanyar, Termas Pacitan (masa sekarang), Lasem (alm. KH.

Khaliq) dan pesantren di pesisir utara Jawa Tengah dan Jawa Timur;

pesantren Qira’ah al-Qur’an seperti pesantren krapyak, Tasikmalaya,

dan Wonokromo; dan pesantren tasawwuf seperti pesantren Jampes di

Kediri (pada masa sebelum perang dunia II).43

Demikianlah, kategorisasi pesantren yang sangat beragam dari

segi prespektifnya masing-masing. Tetapi kategori pesantren itu tidak

mutlak sifatnya bahkan semakin kabur lantaran menghadapi berbagai

model pesantren yang selalu berkembang. Sedangkan unsur-unsur

pesantren terus bertambah sesuai dengan laju perkembangan sarana dan

prasarana.44

42Ahmad Qodri Abdillah Azizy, “Pengantar: Memberdayakan Pesantren dan Madrasah”,

dalam Ismail SM., at al. (ed), Dinamika Pesantren dan Madrasah, (yogyakarta:Kerjasama Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang dengan Putaka Pelajar, 2002), h. viii

(47)

38

B. Tinjauan Tentang Pondok Pesantren Salaf

1. Pengertian Pondok Pesantren Salaf

Kata salaf berasal dari bahasa Arab (ف س). Dari akar kata yang

sama. Ada beberapa makna dari kata ‘salaf’ yang berbeda-beda. Harap

dibedakan antara pesantren salaf sebagai sebuah sistem penditikan dengan

aliran Salafi Wahabi.

Dari segi bahasa, ada beberapa perbedaan makna salaf :

a. Salaf ( ف س) dengan bentuk masdar (ا فْ س) bermakna meratakan (dengan

garu)45

b. Salaf dengan bentuk jamak aslaf ( ف ْسأ) dan suluf ( فو س) bermakna

kantong dari kulit.46

c. Salif (ف س) dengan bentuk jamak aslaf ( فاْسأ) bermakna (د جلا) kulit;

(ةأ ملا تخأ جو ) ipar.47

d. Salaf (ف س) dengan bentuk jamak aslaf ( فاْسأ), sallaf ( فَاس), suluf (

ف س) bermakna (لمعلا نم همدقت ام \ف خلا دض \كئابآ نم دقت نم لك) setiap

pendahulu yakni ayah, kakek, nenek moyang dan kerabat/ lawan dari

khalaf (masa kini)/ orang yang mendahului dalam amal perbuatan.48

e. Ismu fi’l dari Salaf ( ف س) yaitu (فلاسلا) dengan bentuk jamak ( ف س)

bermakna (يضاملا) yang lewat/ lalu.49

45 Ahmad Warson Munawwir (peny.), Al-Munawwir : Kamus Arab-Indonesia

Terlengkap, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), h. 651

(48)

39

f. Salaf dengan bentuk jamak (فاسأ) bermakna (ف سلا بهذم) madzhab

salaf.50

Kata salaf dalam pengeritan pesantren di Indonesia dapat dipahami

dalam makna literal dan sekaligus terminologis khas Indonesia. Secara

literal, kata salaf dalam istilah pesantren adalah kuno, klasik dan tradisional

sebagai kebalikan dari pondok modern, khalaf.atau ashriyah.51

Secara terminologi sosiologis, pesantren salaf adalah sebuah

pesantren yang mengajarkan ilmu-ilmu agama saja kepada para

santri. Atau, kalau ada ilmu umum, maka itu diajarkan dalam porsi yang

sangat sedikit. Umumnya, ilmu agama yang diajarkan meliputi Al-Quran,

hadits, fikih, akidah, akhlak, sejarah Islam, faraidh (ilmu waris Islam), ilmu

falak, ilmu hisab, dan lain-lain. Semua materi pelajaran yang dikaji

memakai buku berbahasa Arab yang umum disebut dengan kitab kuning,

kitab gundul, kitab klasik atau kitab turots.52

Istilah lain dari pondok pesantren salaf adalah pondok

pesantren klasik atau tradisional. Fauti Subhan menuturkan

bahwasannya pesantren berbentuk tradisional ini masih

mempertahankan sistem pengajaran tradisional, dengan materi

pengajaran kitab klasik yang disebut kitab kuning. Di samping itu,

50Ibid., h. 651

51 http://www.alkhoirot.com/beda-pondok-modern-dan-pesantren-salaf/#2, diakses pada

tanggal 16 Nov 2015, pukul 13.30 WIB.

(49)

40

model-model pengajarannya juga bersifat non klasik yaitu dengan

menggunakan model sorogan dan bondongan.53

Istilah lain dari pondok pesantren salaf adalah pondok

pesantren tradisional, karena istilah inilah, maka pendidikan di pondok

pesantren salaf tidak lepas dari unsur pendidikan tradisional. Menurut

Abdurrahman, pendidikan tradisional meliputi beberapa aspek

kehidupan di pesantren, yaitu:

a) Pemberian pengajaran dengan struktur, metode, dan literatur

tradisional. Pemberian pengajaran tradisional ini dapat berupa

pendidikan formal di sekolah atau madrasah dengan jenjang

pendidikan yang bertingkat-tingkat, maupun pemberian pengajaran

dengan sistem halaqah (lingkaran) dalam bentuk pengajian weton

dan sorogan. Ciri utama dari pengajian tradisional ini adalah cara

pemberian pengajarannya, yang ditekankan pada penangkapan

harfiah (letterlijk) atas suatau kitab (teks) tertentu. Pendekatan yang

digunakan ialah menyelesaikan pembacaan kitab (teks) tersebut,

untuk kemudian dilanjutkan dengan pembacaan kitab (teks) lain.

Ciri utama ini masih dipertahankan pada pedidikan pesantren salaf

sampai saat ini. Dengan demikian, pemberian pengajaran tradisional

di pondok pesantrn salaf masih bersifat non-klasikal (tidak

didasarkan pada unit mata pelajaran), walaupun di sekolah atau

53 Fauti Subhan, Membangun Sekolah Unggulan Dalam Sistem Pesantren, (Surabaya:

(50)

41

madrasah yang ada di pesantren dicantumkan juga kurikulum

klasikal.

b) Pemeliharaan tata nilai tertentu, yang untuk memudahkan dapat

dinamai subkultur pesantren. Tata nilai ini ditekankan pada fungsi

mengutamakan beribadat sebagai pengabdian dan memuliakan guru

sebagai jalan untuk memperoleh pengetahuan agama yang hakiki.

Dengan demikian, subkultur ini menetapkan pandangan hidupnya

sendiri, yang bersifat khusus pesantren, berdiri atas landasan

pendekatan ukhrawi pada kehidupan dan ditandai dengan

ketundukan mutlak kepada “ulama”. Di seputar pendekatan ukhrawi

dan ketundukan mutlak inilah dilaksanakan kegiatan-kegiatan yang

memperlihatkan corak subkultural dari pesantren, seperti

kecenderungan untuk bertirakat dalam usaha untuk mencapai

keluhuran budi dan jiwa, keikhlasan untuk mengerjakan apa saja

untuk kepentingan guru, kelemahan penerapan ukuran-ukuran

duniawi dalam kehidupan seorang santri, dan sebagainya.54

Gambaran tentang pesantren semacam ini telah diakui oleh

seluruh lapisan masyarakat, yang tentu saja mereka berasumsi bahwa

selamanya warna ataupun corak pesantren adalah sebuah lembaga yang

54 Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi; Esai-Esai Pesantren, (Yogyakarta:

(51)

42

bersinggungan dengan beberapa elemen pesantren, yaitu; pondok,

masjid, pengajaran kitab-kitab Islam klasik, santri dan kiai.55

2. Kurikulum Pondok Pesantren Salaf

Kurikulum dalam arti sempit adalah jadwal pelajaran atau

semua pelajaran baik teori maupun praktek yang diberikan kepada

siswa/ santri selama mengikuti suatu proses pendidikan tertentu.

Sedangkan dalam arti luas, kurikulum adalah seperangkat rencana dan

pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang

digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran

untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.56

Pembahasan kurikulum sebenarnya belum banyak dikenal

pesantren salaf.57 Menurut istilah Abdurrahman Wahid, sistem

pendidikan di pesantren salaf tidak didasarkan pada kuriklum yang

digunakan secara luas, tetapi diserahkan dengan persesuaian yang

elastis antara kehendak kiai dan santrinya secara individual.58

Sebuah artikel tentang kurikulum di pondok pesantren

menyebutkan bahwa pada awal kemunculannya, pesantren secara

tersurat tidak memiliki sebuah kurikulum. Meskipun dalam sebuah

pesantren telah ada praktek-praktek pengajaran yang jika ditelaah

55 Fauti Subhan, loc cit., h. 10

56 Syamsul Maarif, et al., Manajemen Lembaga Pendidikan Islam, (Surabaya: IAIN

Sunan Ampel Press, 2013), h. 36

57 Mujamil Qomar, loc.cit., h. 108

Gambar

Table 3.1
 Table 3.2
 Table 3.3
 Table 3.4
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jika PIHAK KESATU lalai atau dapat memenuhi seluruh kewajibannya sebagaimana ditetapkan dalam surat perjanjian ini dan atau apabila terjadi pelanggaran PIHAK

Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi (produk/pasar).  Kuadran III:

Berdasarkan hasil analisis data, disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari penerapan model pembelajaran AIR terhadap hasil belajar siswa

27 Denpasar 93 Sumbawa Besar KANCA. 28 Denpasar 119

Menyusun daftar pertanyaan atas hal-hal yang belum dapat dipahami dari kegiatan mengmati dan membaca yang akan diajukan kepada guru berkaitan dengan materi Interaksi dalam

Tindakan retrospektif ini—pembacaan atas masa lalu (misi atau doktrin dakwah gerakan) dengan tawaran alternatif yang dicobakembangkan tadi—sangat bermanfaat dan

Pergerakan Nasional rakyat Indonesia memberikan warna dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia dan menumbuhkan rasa nasionalisme terhadap bangsa sendiri.. Nasionalisme Indonesia

Di dalam bab tiga ini berisi pembahasan tentang data yang berhasil dikumpulkan penulis yang selanjutnya akan dijadikan sebagai acuan untuk melakukan analisa dari