STUDI KOMPARASI ANTARA MAHASISWA YANG
BERASAL DARI PONDOK PESANTREN SALAF DENGAN
MAHASISWA YANG BERASAL DARI PONDOK PESANTREN
MODERN DALAM KEAKTIFAN DISKUSI DI DALAM KELAS
PADA MATA KULIAH FIQIH DI FAKULTAS TARBIYAH
DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN
AMPEL SURABAYA TAHUN AKADEMI 2015/ 2016.
SKRIPSI
Oleh :
ACHMAD FAUZI
NIM : D01212001
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
ii
STUDI KOMPARASI ANTARA MAHASISWA YANG BERASAL DARI PONDOK PESANTREN SALAF DENGAN MAHASISWA YANG
BERASAL DARI PONDOK PESANTREN MODERN DALAM KEAKTIFAN DISKUSI DI DALAM KELAS PADA MATA KULIAH FIQIH DI FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA TAHUN AKADEMI 2015/
2016.
SKRIPSI
Diajukan Kepada
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Sarjana
Fakultas Tarbiyah
Oleh : ACHMAD FAUZI
NIM : D01212001
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM 2016
ABSTRAK
Achmad Fauzi. 2016. Studi Komparasi antara Mahasiswa Yang Berasal Dari Pondok Pesantren Salaf Dengan Mahasiswa Yang Berasal Dari Pondok Pesantren Modern Dalam Keaktifan Diskusi Di Dalam Kelas Pada Mata Kuliah Fiqih Di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Tahun Akademi 2015/ 2016.
Pondok Pesantren termasuk salah satu pendidikan Islam khas Indonesia, yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat serta telah teruji kemandiriannya sejak berdirinya sampai sekarang. Terdapat dua jenis pondok pesantren yang tersebar di seluruh Indonesia: Pondok pesntren salaf dan pondok pesantren modern. Santri lulusan dua pondok pesantren tersebut telah banyak menyebar dan melanjutkan pendidikannya ke jenjang perguruan tinggi, terutama perguruan tinggi Islam. Di perguruan tinggi Islam tersebut para mahasiswa alumni pondok pesantren salaf dan modern belajar dan mempelajari pelajaran yang sama yang sebagian mata kuliahnya pernah mereka pelajari ketika di pondok pesantren. Pelaksanaan pembelajaran di perguruan tinggi lebih didominasi dengan metode kelas seminar atau diskusi. Karena metode itulah, maka memungkinkan para mahasiswa untuk aktif berpendapat dan menyatakan pemikirannya,
bahkan tidak jarang mereka beradu argumen. Oleh karena pengalaman dan rasa ingin
tahu penulis, maka penulis meneliti tentang perbandingan keaktifan diskusi di dalam kelas antara mahasiswa yang berasal dari pondok pesantren salaf dan mahasiswa yang berasal dari pondok pesantren modern pada mata kuliah fiqih di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya tahun akademi 2015/ 2016.
Tujuan utama penelitian ini adalah : 1) Untuk mengetahui keaktifan diskusi mahasiswa yang berasal dari pondok pesantren salaf pada mata kuliah fiqih. 2) Untuk mengetahui keaktifan diskusi mahasiswa yang berasal dari pondok pesantren modern pada mata kuliah fiqih.3) untuk mengetahui perbandingan keaktifan diskusi antara mahasiswa yang berasal dari pondok pesantren salaf dan mahasiswa yang berasal dari pondok pesantren modern pada mata kuliah fiqih.
Metode penelitian ini adalah kuantitaif. Dengan mennggunakan pendekatan deskriptif dan eksplanatif. Mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Ampel Surabaya angkatan 2012 berjumlah 163 orang mahasiswa. Mahasiswa yang dijadikan sampel adalah 40 orang mahasiswa. 20 orang mahasiswa alumni pondok pesantren salaf dan 20 orang mahasiswa alumni pondok pesantren modern. Sumber data primer adalah dari hasil penyebaran angket tentang keaktifan diskusi di dalam kelas pada mata kuliah fiqih. Perhitungan hasil ini menggunakan rumus statistic T-Test.
Hasil penelitian ini menunjukkan : 1) Keaktifan diskusi mahasiswa yang berasal dari pondok pesantren salaf pada mata kuliah fiqih memiliki rata-rata 3.5 dari nilai sempurnah yaitu 5. 2) Keaktifan diskusi mahasiswa yang berasal dari pondok pesantren modern pada mata kuliah fiqih memiliki rata-rata 3.4 dari nilai sempurnah yaitu 5. 3) Keaktifn diskusi mahasiswa yang berasal dari di pondok pesantren salaf lebih baik dari mahasiswa yang berasal dari pondok pesantren moden di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Ampel Surabaya tahun akademi 2015/ 2016. Hal ini dapat dibukikan dengan menggunakan perhitungan T-test yang bernilai t stat (1.010) > t table (0.419), yang berarti Ha ditolak dan Ho diterima.
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ... i
HALAMAN JUDUL ... ii
MOTTO ... iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... iv
LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... v
PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 9
D. Manfaat Penelitian ... 10
E. Penelitian Terdahulu ... 11
F. Hipotesis Penelitian ... 11
G. Definisi Operasional ... 13
H. Sistematika Pembahasan ... 18
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Tentang Pondok Pesantren Secara Umum ... 20
2. Tujuan Pondok Pesantren ... 25
3. Fungsi dan Peranan Pondok Pesantren ... 31
4. Katagorisasi Pondok Pesantren ... 34
B. Tinjauan Tentang Pondok Pesantren Salaf ... 38
1. Pengertian Pondok Pesantren Salaf ... 38
2. Kurikulum Pondok Pesantren Salaf ... 42
3. Metode Pembelajaran di Pondok Pesantren Salaf ... 47
4. Pembelajaran Fiqh di Pondok Pesantren Salaf ... 53
C. Tinjauan Tentang Pondok Pesantren Modern ... 56
1. Pengertian Pondok Pesantren Modern ... 56
2. Kurikulum Pondok Pesantren Modern ... 59
3. Metode Pengajaran Pondok Pesantren Modern ... 66
4. Pembelajaran Fiqh di Pondok Pesantren Modern ... 69
D. Tinjauan Tentang Keaktifan Diskusi Pembelajaran Fiqih ... 71
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rencana Penelitian ... 74
B. Teknik Penentuan Objek Penelitian ... 76
C. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data ... 79
D. Teknik Analisis Data ... 84
BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 92
B. Deskripsi Data ... 114
D. Penafsiran Data ... 133
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 137
B. Saran ... 139
DAFTAR PUSTAKA
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
RIWAYAT HIDUP
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Mahasiswa adalah suatu kelompok atau individu dalam
masyarakat yang memperoleh statusnya ketika ia terikat dengan
perguruan tinggi. Seseorang disebut mahasiswa hanya kalau ia belajar di
salah satu perguruan tinggi. Definisi dari perguruan tinggi tersebut adalah
sebuah lembaga pendidikan formil di atas sekolah lanjutan atas (SMA/
sederajat) yang sering mengutamakan pada pendidikan teori darisuatu
ilmu pengetahuan di samping mengajarkan suatu keterampilan (skill)
tertentu.1
Latar belakang pendidikan mahasiswa berbeda-beda, ada yang
berasal dari lulusan sekolah umum (SMA/ SMU/ SMK), madrasah (MA)
dan ada juga yang berasal dari pondok pesantren (salaf/ modern). Dewasa
ini, bukan hanya alumni dari sekolah umum atau madrasah saja yang
mendominasi perguruan tinggi, tapi juga alumni pondok pesantren pun
sekarang sudah tidak bisa dikatakan sebagai kelompok yang sedikit dalam
perguruan tinggi, khususnya perguruan tinggi Islam.
Pondok Pesantren termasuk pendidikan khas Indonesia, yang
tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat serta telah teruji
kemandiriannya sejak berdirinya sampai sekarang. Pada awal berdirinya,
bentuk pondok pesantren masih sangat sederhana. Kegiatan masih
1
2
diselenggarakan di dalam masjid dengan beberapa orang santri yang
kemudian dibangun pondok-pondok sebagai tempat tinggalnya. Pondok
pesantren setidaknya mempunyai tiga peranan utama, yaitu sebagai
lembaga pendidikan Islam, lembaga dakwah dan sebagai lembaga
pengembangan masyarakat.2
Sebagai Lembaga Pendidikan Islam sekaligus merupakan
lembaga sosial kemasyarakatan, pondok pesantren mempunyai fungsi
menanamkan iman, mempertebal ketaqwaan, mengembangkan ilmu yang
bermanfaat dan pengabdian terhadap agama.
Dengan mengutip pendapat Azyumardi Azra, sutrisno
mengatakan bahwa:
Pesantren yang biasa disebut dengan pondok pesantren atau pendidikan tradisional, sekalipun sudah banyak pesantren yang modern, merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia. Pesantren dipandang sebagai lembaga pendidikan tradisional Islam indigenos (asli pribumi) karena tradisinya yang panjang di Indonesia. Pesantren pada masa modern dan kontemporer umumnya didirikan oleh kiyai yang berafiliasi pada
Nahdlatul Ulama (NU).3
Terdapat beberapa fakta penting tentang pondok pesantren
menurut Zainal Arifin yang mengutip pendapat Sutrisno. Pertama,
pesantren tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Islam. Kedua,
pesantren di Indonesia telah melewati perjalanan yang panjang. Tidak
lama setelah Islam masuk ke kepulauan Nusantara, embrio cikal-bakal
2
H. E. Badri & Munawiroh (ed.), Pergeseran Literatur Pesantren Salafiyah, (Jakarta: Puslitbang Lektur Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat, Departemen Agama, 2007), h. 3
3
3
munculnya pesantren mulai tumbuh. Ketiga, Indonesia bukan hanya
negara yang berpenduduk muslim terbesar di dunia, melainkan juga
paling banyak memiliki pesantren di dunia. Keempat, banyak ilmuan dan
tokoh Nasional pernah belajar di pesantren, seperti Idham Khalid, A.
Mukti Ali, Nurcholish Madjid, Abdurrahman Wahid (mantan Presiden RI
ke-4), Hasyim Muzadi (mantan ketua PBNU), Din Syamsuddin (ketua
umum PP Muhammadiyah), dan Hidayat Nur Wahid (mantan ketua
MPR).4
Pesantren merupakan salah satu bentuk pendidikan Islam
tradisional, sebab pesantren adalah lembaga pendidikan yang menjunjung
tinggi dan melestarikan tradisi, budaya, serta tatanan kehidupan Islami
dalam proses pendidikan kepada santrinya. Sehingga pesantren memiliki
pola pendidikan yang berbeda dengan sekolah maupun madrasah.5
Lembaga pesantren yang mempertahankan pengajaran kitab
-kitab Islam klasik sebagai inti pendidikan dan sistem madrasah digunakan
untuk memudahkan sistem sorogan yang dipakai dalam pengajian
-pengajian bentuk lama, tanpa mengenalkan pengajaran pengetahuan
umum disebut pondok pesantren salaf. Sistem sorogan adalah sebuah
sistem yang mana para santri maju satu persatu untuk membaca dan
menguraikan isi kitab di hadapan seorang guru atau kiyai.
Disamping sistem sorogan, pada kalangan pesantren salaf
dikenal juga sistem weton. Istilah weton berasal dari bahasa Jawa yang
4
Zainal Arifin, Pengembangan Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan Islam, (Jogjakarta: Diva Press, 2012), h. 20-21
5
4
berarti waktu. Disebut demikian karena pengajian model ini dilakukan
pada waktu-waktu tertentu, biasanya sesudah mengerjakan sholat fardhu.
Sistem weton atau juga biasa dikenal dengan istilah bendongan
adalah model pengkajian yang dilakukan seperti kuliah terbuka yang
diikuti oleh sekelompok santri yang berjumlah antara 100-500 orang.
Sang kiyai membaca, menerjemahkan, menerangkan, dan sekaligus
mengulas kitab-kitab salaf berbahasa Arab yang menjadi acuannya.
Sedangkan para santri hanya mendengarkan, dan memperhatikan kitabnya
sambil menulis arti dan keterangan tentang kata-kata atau pemikiran yang
sukar yang sedang diterangkan oleh kiyainya tersebut.
Termasuk dalam sistem bendongan atau weton ini adalah
halaqah, yaitu model pengajian yang umumnya dilakukan dengan
mengitari gurunya. Para santri duduk melingkar untuk mempelajari dan
mendiskusikan suatu masalah tertentu di bawah bimbingan seorang guru.6
Akan tetapi, dewasa ini kalangan pesantren (termasuk pesantren
salaf) mulai menerapkan sistem madrasati atau model klasikal. Kelas
-kelas dibentuk secara berjenjang dengan tetap memakai kurikulum dan
materi pelajaran dari kitab-kitab kuning.
Kurikulum sistem madrasti pesantren salaf masih sangnat umum,
tidak dirumuskan secara jelas dan terperinci. Akan tetapi yang jelas,
semua pelajaran tersebut akan mencangkup segala aspek perbuatan santri
dalam sehari semalam.kurikulum yang berhubungan dengan materi
6
5
pengajian berkisar pada ilmu-ilmu agama dengan segala bidangnya,
terutama pengetahuan yang berhubungan dengan bahasa Arab (nahwu,
Shorf, dll), ilmu yang berhubungan dengan syari’at (ilmu Fiqih Ibadah
dan Mu’amalah), ilmu-ilmu yang berhubungan dengan al-Qur’an beserta
tafsir-tafsirannya, hadits dengan mustholahnya, dan ilmu Tauhid.
Terkadang dilengkapi pula dengan ilmu Mantiq (logika), Tarikh (sejarah),
dan tasawwuf untuk santri senior.
Dalam perkembangannya, pondok pesantern tidak hanya dikenal
sebagai lembaga pendidikan klasik yang mendikotomikan antara ilmu
pengetahuan umum dan ilmu pengetahuan Islam, melainkan juga sebagai
lembaga pendidikan yang memadukan antara keduanya. Pondok pesantrn
tersebut dikenal dengan sebutan pondok pesantren modern atau pondok
modern.
Dibandingkan dengan pesantren salaf, pesantren modern
mengantungi satu nilai plus karena lebih lengkap materi pendidikannya
yang meliputi pendidikan agama dan umum. Para santri pesantren modern
diharapkan lebih mampu memahami aspek-aspek keagamaan dan
keduniaan agar dapat menyesuaikan diri secara lebih baik dengan
kehidupan modern dari pada alumni pesantren salaf.7
Menelisik tentang Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG)
sebagai barometer pondok pesantren modern, telah banyak perbedaan
dengan pondok salaf. Jika di pondok pesantren salaf, para santri hanya
7
6
mendengarkan penjelasan para guru atau kiyai ketika membahas kitab
kuning dan santri mencatat (memberikan arti dan penjelasan di kitab tsb),
maka di PMDG tidak demikian. Para santri tidak hanya diberikan
penjelasan dari guru dan kiyai saja, melainkan mereka juga diberi bekal
kunci ilmu yaitu bahasa (bahasa Arab dan Inggris), agar kelak para santri
bisa menbuka sendiri pintu-pintu ilmu pengetahuan, baik ilmu
pengetahuan agama Islam yang berbahasa Arab ataupun ilmu pengetahuan
umum yang berbahasa Inggris.
Ditinjau dari segi kurikulum, sistem kurikulum PMDG lebih
tersusun dan sistematis serta independet tidak terikat oleh pemerintah.
Kurikulum PMDG disebut dengan Kulliyatu-l-Mu’allimina-l-Islamiyyah
(KMI).
Materi pelajaran KMI memadukan antara ilmu dunyawi (umum)
dan ilmu ukhrowi (agama Islam). Di antara ilmu dunyawi tersebut adalah
bahasa Inggris, Grammer, matematika, berhitung, geografi, biologi,
sosiologi, ketatanegaraan, dll. Serta ilmu ukhrowi mencakup Bahasa
Arab, nahwu, shorof, balaghoh, tafsir, hadits, mutholahul hadits, faroidh,
tarikh, fiqih, dll.
Dari kedua model pondok pesantren tersebut, terdapat persamaan
dalam segi materi pelajaran agama Islam, yaitu sama-sama mempelajari
pelajaran Fiqih, meskipun cara dan sistem pengajarannya berbeda. Hal
ini, sangat mungkin bisa menjadikan perbedaan daya tangkap pemahaman
7
materi kuliah Fiqih, yang juga berdampak pada perbedaan keaktifan
diskusi antar mahasiswa.
Pengertian dari diskusi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
adalah pertemuan ilmiah untuk bertukar pikiran mengenai suatu masalah.
Sedangkan menurut Drs. H. Zuhairini, Drs. Abdul Ghofir, dan Drs.
Slamet As. Yusuf :
Metode diskusi adalah suatu metode di dalam mempelajari bahan dengan jalan mendiskusikannya, sehingga berakibat menimbulkan pengertian serta perubahan tingkah laku murid. Metode ini dimaksudkan untuk merangsang murid berfikir dan mengeluarkan pendapatnya sendiri, serta ikut menyumbangkan pikiran dalam satu permasalahan bersama yang terkandung banyak
kemungkinan-kemungkinan jawaban.8
Sedangkan arti dari Fiqih itu sendiri adalah ilmu tentang hukum
yang bertalian dengan perbuatan manusia disebut juga syari’at dalam arti
khusus. Adapun pembahasan Ilmu Fiqih itu meliputi; pertama, hukum
yang bertalian dengan pendekatan diri manusia kepada Tuhannya, seperti
shalat, zakat, puasa dan haji yang disebut dengan ibadat. Kedua, hukum
-hukum yang bertalian dengan aturan tentang keluarga, seperti
perkawinan, pemeliharaan anak, waris, dan washiyah, yang disebut al
-akhwal al-syakhsyiyyah. Ketiga, hukum yang bertalian dengan harta, hak
milik, perjanjian, jual beli, utang piutang dan sebagainya, juga hukum
yang mengatur masalah keuangan perorangan atau kelompok,
kesemuanya disebut mu’amalah. Keempat, hukum yang bertalian dengan
peradilan dan tata pengajuan perkara di muka pengadilan yang disebut
8
8
ahkam al-qadla dan ahkam al-murafat. Kelima, hukum yang bertalian
dengan pemerintahan dan hubungan antar negara yang disebut ahkam al
-dusturiyah dan ahkam al-dauliyah.9
Perbedaan latar belakang pendidikan mahasiswa alumni pondok
pesantren salaf dan pondok pesantren modern inilah yang menggelitik
penulis untuk mengadakan sebuah penelitian tentang seberapa besar
keaktifan diskusi pada mata kuliah Fiqih antara mahasiswa yang berasal
dari pondok pesantren salaf dengan mahasiswa yang berasal dari pondok
pesantren modern di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
Berdasarkan permasalahan di atas maka penulis mencoba membuat
penelitian sederhana dalam bentuk skripsi yang berjudul :
“Studi Komparasi Antara Mahasiswa Yang Berasal Dari
Pondok Pesantren Salaf Dengan Mahasiswa Yang Berasal Dari
Pondok Pesantren Modern Dalam Keaktifan Diskusi Di Dalam Kelas
Pada Mata Kuliah Fiqih Di Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Tahun Akademi
2015/ 2016.”
B. Rumusan Masalah
Agar pembahasan yang ada dalam penelitian ini sesuai dengan target
yang diinginkan dan untuk mempermudah Penulis dalam memilih data yang
didapat, maka penelitian menetapkan rumusan masalah sebagai berikut:
9
9
1. Bagaimana keaktifan diskusi dalam kelas mahasiswa yang berasal dari
pondok pesantren salaf pada mata kuliah fiqih di Universitas Islam Negeri
Sunan Ampel Surabaya Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Prodi Pendidikan
Agama Islam angkatan 2012 tahun akademi 2015/ 2016?
2. Bagaimana keaktifan diskusi dalam kelas mahasiswa yang berasal dari
pondok pesantren modern pada mata kuliah fiqih di Universitas Islam
Negeri Sunan Ampel Surabaya Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Prodi
Pendidikan Agama Islam angkatan 2012 tahun akademi 2015/ 2016?
3. Seberapa besar perbandingan antara mahasiswa yang berasal dari pondok
pesantren salaf dengan mahasiswa yang berasal dari pondok pesantren
modern dalam keaktifan diskusi di dalam kelas pada mata kuliah fiqih di
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan Prodi Pendidikan Agama Islam angkatan 2012 tahun akademi
2015/ 2016?
C. Tujuan Penelitian
Mengacu pada rumusan masalah yang telah penulis kemukakan
diatas, tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana keaktifan diskusi dalam kelas mahasiswa
yang berasal dari pondok pesantren salaf pada mata kuliah fiqih di
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan Prodi Pendidikan Agama Islam angkatan 2012 tahun akademi
10
2. Untuk mengetahui bagaimana keaktifan diskusi dalam kelas mahasiswa
yang berasal dari pondok pesantren modern pada mata kuliah fiqih di
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan Prodi Pendidikan Agama Islam angkatan 2012 tahun akademi
2015/ 2016?
3. Untuk mengetahui seberapa besar perbandingan antara mahasiswa yang
berasal dari pondok pesantren salaf dengan mahasiswa yang berasal dari
pondok pesantren modern dalam keaktifan diskusi di dalam kelas pada
mata kuliah fiqih di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Prodi Pendidikan Agama Islam angkatan
2012 tahun akademi 2015/ 2016?
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat secara teoritis maupun
praktis. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
masukan bagi para mahasiswa yang berasal dari pondok pesantren salaf
dengan mahasiswa yang berasal dari pondok pesantren modern dalam
meningkatkan keaktifan diskusi di dalam kelas pada mata kuliah fiqih di
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Surabaya tahun akademi 2015/ 2016. Serta sebagai informasi tambahan bagi
peneliti-peneliti berikutnya mengenai peningkatan keaktifan diskusi di dalam
kelas pada mata kuliah fiqih bagi mahasiswa yang berasal dari pondok
11
modern di Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan
Ampel Surabaya tahun akademi 2015/ 2016, sekaligus sebagai tawaran
pemikiran untuk melahirkan teori baru dalam pengembangan keaktifan diskusi
di dalam kelas
Adapun secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
bahan masukan berharga bagi pengembang lembaga pendidikan, para ulama,
para pendidik, dan para tokoh masyarakat untuk melakukan penelitian lebih
mendalam.
E. Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang “Studi Komparasi Antara Mahasiswa Yang
Berasal Dari Pondok Pesantren Salaf Dengan Mahasiswa Yang Berasal Dari
Pondok Pesantren Modern Dalam Keaktifan Diskusi Di Dalam Kelas Pada
Mata Kuliah Fiqih Di Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam
Negeri Sunan Ampel Surabaya Tahun akademi 2015/ 2016”, tidak pernah
diteliti sebelumnya.
F. Hipotesis Penelitian
Secara etimologis hipotesis dibentuk dari dua kata, yaitu kata hypo
yang berarti kurang dan kata thesis yang berarti pendapat. Hypothesis yang
12
yang maksudnya adalah suatu kesimpulan yang masih kurang atau kesimpulan
yang belum sempurna.10
Suharsimi Arikunto memberikan pengertian bahwa hipotesis adalah
kebenaran sementara yang ditentukan oleh peneliti11, tetapi harus dibuktikan
atau dites atau diuji kebenarannya. Hipotesis ini ada dua macam yaitu :
Hipotesis nol (Ho) yang menyatakan adanya persamaan atau tidak adanya
perbedaan antara dua kelompok atau lebih dan hipotesis kerja/alternatif (Ha)
yang menyatakan adanya hubungan antara variabel x dan variabel y atau
adanya perbedaan antara x dan y.
Berkaitan dengan ini penulis menggunakan hipotesis alternatif dan
hipotesis nol sebagai kesimpulan sementara, yaitu dengan rumusan sebagai
berikut :
1. Hipotesis Kerja (Ha) : Atau disebut juga hipotesa alternative yaitu
adanya hubungan variable dan dependen
variable. Keaktifan diskusi di dalam kelas pada
mata kuliah fiqih mahasiswa yang berasal dari
pondok pesantren salaf (x) lebih buruk atau
sama dengan mahasiswa yang berasal dari
pondok pesantren modern (y) di Fakultas
Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam
Negeri Sunan Ampel Surabaya tahun akademi
10
Burhan Bungin, Metode Penelitian Kuantitatif, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 75.
11
13
2015/ 2016
2. Hipotesis Nihil (Ho) : Menyatakan tidak adanya hubungan variable
dan dependen variable. Keaktifan diskusi di
dalam kelas pada mata kuliah fiqih mahasiswa
yang berasal dari pondok pesantren salaf (x)
lebih baik dari mahasiswa yang berasal dari
pondok pesantren modern (y) di Fakultas
Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam
Negeri Sunan Ampel Surabaya tahun akademi
2015/ 2016
G. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah hasil dari operasionalisasi, menurut
Black dan Champion untuk membuat definisi operasional adalah dengan
memberi makna pada suatu konstruk atau variabel dengan menetapkan
“operasi” atau kegiatan yang diperlukan untuk mengukur konstruk atau
variabel tersebut.12
Untuk lebih jelas serta mempermudah pemahaman dan menghindari
kesalahpahaman, maka peneliti akan menegaskan definisi operasional
variabel-variabel penelitian ini sebagai berikut:
1. Studi Komparasi
12
14
Studi adalah kata serapan dari bahasa Inggris yaitu “study” yang
memiliki banyak arti diantaranya yaitu pelajaran, mata pelajaran,
penyelidikan, dll.13 Dari banyak arti tersebut, yang paling dekat dengan
maksud kata tersebut adalah penyelidikan.
Komparasi juga berasal dari kata serapan bahasa Inggris yaitu
“compare” yang berarti memperbandingkan.14 Jadi devinisi dari studi
komparasi adalah suatu kegiatan penyelidikan dengan cara
memperbandingkan sesuatu dengan sesuatu lain.
2. Definisi variabel X
Definisi operasional pada variabel X adalah keaktifan diskusi di
dalam kelas mahasiswa yang berasal dari pondok pesantren salaf pada
mata kuliah fiqih, didefinisikan sebagai berikut:
a. Keaktifan diskusi
Secara bahasa, kata keaktifan berasal dari kata aktif yang
diberikan imbuhan ke-an. Aktif berasal dari serapan bahasa Inggris
yaitu active, yang berarti gesit/ giat/ bersemangat.15 Menurut Kamus
Bahasa Indonesia, arti kata aktif adalah giat (bekerja, berusaha). Jika
diberi imbuhan kata ke-an, maka artinya adalah kegiatan; kesibukan.16
Pengertian dari diskusi menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia adalah pertemuan ilmiah untuk bertukar pikiran mengenai
13
John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, cet. Ke-28, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2006), h. 563
15
suatu masalah.17 Jadi devinisi keaktifan diskusi adalah suatu kegiatan
dalam rangka menghidupkan suasana belajar mengajar yang efektif
dengan cara melakukan pertemuan ilmiah untuk bertukar pikiran
mengenai suatu masalah.
b. Mahasiswa
Dalam kamus Bahasa Indonesia, arti mahasiswa adalah
orang yang belajar di perguruan tinggi.18 Sedangkan menurut
Sarwito mahasiswa adalah suatu kelompok atau individu dalam
masyarakat yang memperoleh statusnya ketika ia terikat dengan
perguruan tinggi. Seseorang disebut mahasiswa hanya kalau ia
belajar di salah satu perguruan tinggi. Definisi dari perguruan
tinggi tersebut adalah sebuah lembaga pendidikan formil di atas
sekolah lanjutan atas (SMA/ sederajat) yang sering mengutamakan
pada pendidikan teori darisuatu ilmu pengetahuan di samping
mengajarkan suatu keterampilan (skill) tertentu.19
c. Pondok pesantren salaf
Pondok pesantren salaf adalah pondok pesantren klasik atau
tradisional. Fauti Subhan menuturkan bahwasannya pesantren
berbentuk tradisional ini masih mempertahankan sistem pengajaran
tradisional, dengan materi pengajaran kitab klasik yang disebut kitab
17
Meity Taqdir Qodratillah dkk., op.cit., h. 100
18
Ibid., h. 288
19
16
kuning. Di samping itu, model-model pengajarannya juga bersifat non
klasik yaitu dengan menggunakan model sorogan dan bondongan.20
d. Mata Kuliah Fiqih
Mata kuliah adalah sebuah mata pelajaran yang diajarkan di
kalangan mahasiswa. Sedangkan arti fiqih sendiri adalah ilmu tentang
hukum yang bertalian dengan perbuatan manusia disebut juga syari’at
dalam arti khusus.21 Jadi, mata kuliah fiqih adalah sebuah ilmu tentang
hukum yang bertalian dengan perbuatan manusia yang diajarkan di
perguruan tinggi.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa maksud dari
keaktifan diskusi di dalam kelas mahasiswa yang berasal dari pondok
pesantren salaf pada mata kuliah fiqih adalah kegiatan yang kontinyu
dalam menyumbangkan pemikirannya pada kegiatan ilmiah di suatu
tempat belajar (kelas) yang dilakukan oleh seseorang yang belajar di
perguruan tinggi (mahasiswa) dengan latar belakang pendidikannya
adalah pondok pesantren tradisional (model lama), pada mamateri
pelajaran tentang hukum islam (fiqih).
3. Definisi variabel Y
Untuk devinisi operasional variable Y tidak jauh beda dengan
devinisi variable X yaitu keaktifan diskusi mahasiswa yang berasal dari
pondok pesantren modern pada mata kuliah fiqih di dalam kelas. Dari
20
Fauti Subhan, Membangun Sekolah Unggulan Dalam Sistem Pesantren, (Surabaya: Alpha, 2006), h. 8
21
17
kalimat tersebut yang berbeda dari variable X hanya pada “pondok
pesantren modern”, maka didefinisikan sebagai berikut:
Pondok Pesantren Modern.
Kata modern adalah kata resapan dari bahasa Inggris yang
berarti orang yang modern/ sesuai dengan zaman/ orang yang
mengikuti zaman.22 Dalam kamus bahasa Indonesia modern berarti 1)
terbaru; mutakhir; 2) sikap dan cara berpikir serta cara bertindak
sesuai dengan tuntutan zaman.23
Dari devinisi di atas dapat penulis simpulkan bahwasannya
pondok pesantren modern adalah suatu lembaga pendidikan Islam
dengan kyai sebagai tokoh atau figur utamanya dengan sistem
pengelolahan manajemen dan kurikulum pembelajarannya yang sudah
maju sesuai tuntutan zaman.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa maksud dari
keaktifan diskusi di dalam kelas mahasiswa yang berasal dari pondok
pesantren modern pada mata kuliah fiqih adalah kegiatan yang kontinyu
dalam menyumbangkan pemikirannya pada kegiatan ilmiah di suatu
tempat belajar (kelas) yang dilakukan oleh seseorang yang belajar di
perguruan tinggi (mahasiswa) dengan latar belakang pendidikannya
adalah pondok pesantren modern, pada mamateri pelajaran tentang hukum
islam (fiqih).
22
Djalinus Syah, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), h. 231
23
18
Adapun spesifikasi objek penelitaian yang akan penulis teliti
adalah mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Prodi
Pendidikan Agama Islam (PAI) Angkatan 2012 tahun akademi 2015/
2016.
H. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan dalam penelitian ini terdiri dari empat
pembahasan, sebagai berikut:
Bab pertama adalah Pendahuluan, di dalamnya berisi tentang: latar
belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, hipotesis penelitian, Kerangka konseptual/kerangka teori,
tinjauan pustaka, metodologi penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab kedua menjelaskan kajian teori terdiri dari: A. Tinjauan tentang
pondok pesantren salaf. B. Tinjauan tentang pondok pesantren modern. C.
Tinjauan tentang keaktifan diskusi pelajaran fiqih. D. Tentang perbandingan
antara mahasiswa yang berasal dari pondok pesantren salaf dengan mahasiswa
yang berasal dari pondok pesantren modern dalam keaktifan diskusi di dalam
kelas pada mata kuliah fiqih di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Surabaya Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Prodi Pendidikan Agama Islam
angkatan 2012 tahun akademi 2015/ 2016.
Bab ketiga menguraikan tentang metodologi penelitian yang
meliputi:, jenis dan rencana penelitian, teknik penentuan objek penelitian,
19
Bab keempat adalah laporan hasil penelitian yang meliputi:
gambaran umum obyek penelitian, deskripsi data dan analisis data.
Bab kelima yakni Penutup, dalam bab ini terdiri atas kesimpulan,
saran-saran dan kata penutup.
Setelah pembahasan dari kelima bab tersebut maka pada bagian
akhir dari penelitian ini disertakan beberapa lampiran yang dianggap
perlu. Hal ini dimaksudkan untuk memperjelas dan menjadi rujukan dari
20
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Tentang Pondok Pesantren Secara Umum
1. Pengertian Pondok Pesantren
Istilah pondok pesantren terdiri dari dua kata yaitu pondok yang
berarti rumah sementara waktu seperti yang didirikan Madrasah dan asrama
tempat mengaji belajar agama Islam. Menurut Zamakhsari Dhofier istilah
pondok adalah:
Istilah pondok berasal dari pengertian asrama-asrama para santri
yang disebut pondok atau tempat tinggal yang terbuat dari bambu
atau berasal dari kata arab Funduq yang berarti hotel atau asrama.1
Sedangkan Kata pesantren berasal dari kata “santri” yang diawali
kata pe- dan diakhiri kata -an, yang berarti tempat tinggal
pesantren.2
Secara terminologis terdapat beberapa pendapat para ahli tentang
pengertian pondok pesantren, antara lain :
a) Menurut Drs Imam Bawani MA :
Pondok pesantren adalah sebuah komplek atau lembaga pendidikan. Disitu ada sejumlah Kyai sebagai pemilik atau pembina utamanya, ada sejumlah santri yang belajar dan dan sebagian atau seluruhnya bermukim disitu, serta kehidupan sehari-hari di komplek tersebut dipenuhi oleh suasana keagamaan.3
1Zamaksyari Dhofier, Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kiyai,
(Jakarta: LP3ES, 1985), h. 18
2Ibid., h. 18
21
b) Menurut Drs Marwan Saridjo dkk :
Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran Islam yang pada umumnya pendidikan dan pengajaran tersebut diberikan dengan cara non klasikal (sistimnya sorogan atau bandongan ) dimana seorang kyai mengajar santrinya berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dengan Bahasa Arab oleh para ulama’ besar sejak abad pertengahan, sedangkan para santri biasanya tinggal dalam pondok atau asrama dalam pesantren tersebut .4
c) Menurut Zamakhsari Dhofier :
Pondok pesantren adalah asrama pendidikan Islam tradisional dimana para siswanya tinggal bersama dan belajar dibawah bimbingan seorang atau lebih guru yang dikenal dengan sebutan Kyai, asrama untuk para santri tersebut berada dalam lingkungan komplek pondok pesantren dimana para Kyai juga bertempat tinggal dan juga disediakan masjid untuk beribadah, ruang untuk belajar, dan kegiatan-kegiatan keagamaan yang lain.5
d) Menurut Abdurrahman Wakhid :
Pondok pesantren adalah sebuah komplek dengan lokasi yang umumnya terpisah dengan kehidupan sekitarnya. Dalam komplek itu berdiri beberapa buah bangunan : rumah kediaman pengasuh, sebuah langgar atau sebuah surau atau masjid tempat pengajaran diberikan asrama tempat tinggal siswa pesantren.6
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pondok
pesantren adalah suatu lembaga pendidikan Islam dengan kyai sebagai
tokoh atau figur utamanya yang merupakan ciri khas pondok pesantren,
sebagaimana lazimnya disamping kyai sebagai pendiri sekaligus pembina,
penanggung jawab dan pendidik yang juga berdiam di lingkungan pondok
4Marwan Saridjo dkk., Sejarah Pondok Pesantren di Indonesia, (Jakarta: Dharma Bakti,
1980), h. 9
5Zamakhsari Dofier, Op Cit., h. 44
22
pesantren. Begitu juga dengan sejumlah santri yang dalam sehari-harinya
dipenuhi dengan kegiatan belajar ilmu agama.
Sebagai mana pendapat Mustofa Syarif yang mengemukakan
bahwa ada lima komponen pokok yang selalu ada di pondok pesantren,
yaitu Kyai, masjid atau musholla, santri atau murid, funduq yang
keempatnya merupakan komponen fisik dan kelima pengajian yang
merupakan komponen non fisik.7
Untuk lebih jelasnya penulis akan uraikan mengenai
komponen-komponen tersebut :
a) Kyai
Kyai menurut bahasa berarti sebutan para alim ulama’ Islam.8
Kyai merupakan komponen utama dari suatu pesantren, kyai
sebagai pendiri pesantren tersebut, sehingga maju mundurnya
pertumbuhan dan perkembangan sebuah pesantren tergantung
kemampuan kyai tersebut dalam mengelola pesantren.
Menurut asal usulnya, perkataan kyai dalam bahasa jawa
dipakai untuk tiga gelar yang saling berbeda-beda :
1) Sebagai gelar kehormatan, bagi barang-barang yang dianggap
keramat, Umpamanya “Kyai Garuda Kencana” dipakai untuk
sebutan kereta emas yang ada di keraton Yogyakarta.
2) Gelar kehormatan untuk orang-orang tua umumnya.
7Mustofa Syarif, Administrasi Pesantren, (Jakarta: Paryu Barkah, t.th), h. 6
8Muhammad Ali, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern, (Jakarta: Pustaka Amani,
23
3) Gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada orang ahli agama
Islam yang memiliki atau menjadi pimpinan pesantren dan mengajar
kitab-kitab Islam klasik kepada para santrinya.9
Perlu ditekankan disini bahwa ahli-ahli pengetahuan Islam
dikalangan umat Islam disebut ulama’. Di Jawa Tengah dan Jawa Timur
ulama’ yang memimpin pesantren disebut kyai, sekarang juga banyak
ulama’ yang berpengaruh di dalam masyarakat juga disebut Kyai
walaupun mereka tidak memimpin pesantren. Dengan kaitan yang
sangat kuat dengan tradisi pesantren, gelar kyai biasanya dipakai untuk
menunjuk para ulama’ dari keluarga Islam tradisional.
Kebanyakan para kyai beranggapan bahwa suatu pesantren
dapat diibaratkan sebagai suatu kerajaan kecil dimana kyai merupakan
sumber mutlak dari kekuasaan dan wewenang (power and authority)
dalam kehidupan di lingkungan pesantren.10
b) Masjid atau Musholla
Masjid adalah rumah tempat sembahyang cara Islam.11
Masjid merupakan elemen yang tidak dapat dipisahkan dengan
pesantren dan dianggap sebagai tempat yang paling tepat untuk
mendidik para santri.
9Zamakhsari Dhofier, Op Cit., h. 55 10Ibid., h. 56
24
Kedudukan masjid sebagai pusat pendidikan dalam tradisi
pesantren merupakan manivestasi universalisme dari sistem pendidikan
Islam tradisional.12
Dengan kata lain kesinambungan sistem pendidikan Islam
yang berpusat pada masjid sejak zaman Nabi tetap terpancarkan dalam
sistem pesantren.
c) Santri atau Murid
Siswa pesantren biasanya disebut santri. Santri diartikan
sebagai mereka yang sedang menuntut ilmu di pesantren.13
Menurut tradisi pesantren terdapat dua kelompok santri :
1) Santri mukim, yaitu santri yang berasal dari daerah jauh yang
menetap dalam komplek pesantren.
2) Santri kalong, yaitu santri yang berasal dari desa-desa disekeliling
pesantren yang biasanya tidak menetap dalam pesantren.14
d) Asrama atau Funduq
Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa pondok atau asrama
merupakan sarana atau tempat bermukim bagi santri atau siswa
pesantren selama menuntut ilmu keagamaan di pondok pesantren.
e) Pengajian
Pengajaran atau pendidikan agama merupakan komponen non
fisik yang bertujuan untuk mendidik calon-calon ulama’.
12Zamakhsari Dhofier, Loc Cit., h. 49 13Imam Bawani, Op Cit., h. 167
25
Pengajaran ini, karena pengaruh perkembangan metodologi,
biasanya merupakan pendidikan formal berbentuk Madrasah.15
Kemudian Zamakhsari Dhofir menyatakan :
Sekarang meskipun kebanyakan pondok pesantren telah
memasukkan pengajaran pengetahuan umum sebagai suatu
bagian yang penting dan integral dalam pendidikan pesantren,
namun pengajaran Islam Kitab-kitab klasik tetap diberikan
sebagai upaya untuk meneruskan tujuan utama pesantren
mendidik calon-calon ulama’ yang setia kepada faham Islam
tradisional.16
Dalam perkembangannya, pondok pesantern tidak hanya
dikenal sebagai lembaga pendidikan klasik yang mendikotomikan
antara ilmu pengetahuan umum dan ilmu pengetahuan Islam,
melainkan juga sebagai lembaga pendidikan yang memadukan
antara keduanya. Pondok pesantrn tersebut dikenal dengan sebutan
pondok pesantren modern atau pondok modern.
2. Tujuan Pondok Pesantren
Tujuan pendidikan merupakan bagian terpadu dari
faktor-faktor pendidikan. Tujuan merupakan suatu kunci keberhasilan
pendidikan, di samping faktor-faktor lainnya yang terkait: pendidik,
peserta didik, alat pendidikan, dan lingkungan pendidikan. Keberadaan
26
empat faktor ini tidak ada artinya bila tidak diarahkan oleh suatu tujuan.
Oleh karena itu, tujuan memiliki posisi yang sangat vital dalam proses
pendidikan sehingga materi, metode, dan alat pengajaran selalu
disesuaikan dengan tujuan. Tujuan yang tidak jelas akan mengaburkan
seluruh aspek tersebut.17
Mujamil Qomar mengironikan tujuan pesantren. Pesantren
sebagai lembaga pendidikan tidak memiliki formulasi tujuan yang jelas,
baik dalam tataran institusional, kurikuler maupun instruksional umum
dan khusus. Tujuan yang dimilikinya hanya ada dalam tataran
angan-angan.18 Mengutip pendapat Mastuhu bahwa tidak pernah dijumpai
perumusan tujuan pendidikan pondok pesantren yang jelas dan standar
yang berlaku umum bagi semua pondok pesantren.19 Pokok persoalan
bukan terletak pada ketiadaan tujuan, melainkan tidak tertulisnya
tujuan. Seandainya pondok pesantren tidak memiliki tujuan, tentu
aktivitas di lembaga pendidikan Islam menimbulkan penilaian
kontroversial ini tidak mempunyai bentuk yang kongkret. Proses
pendidikan akan kehilangan orientasi sehingga berjalan tanpa arah dan
menimbulkan kekacauan. Jadi semua pesantren memiliki tujuan, hanya
saja tidak dituangkan dalam bentuk tulisan.
17 Mujamil Qomar, Pesantren; Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi
Institusi, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2008), h. 3
18Ibid.
19 Mastuhu, Dinamika sistem Pendidikan Pesantren Suatu Kajian Tentang Unsur dan
27
Menurut Mastuhu, tujuan pendidikan pondok pesantren adalah
menciptakan dan mengembangkan kepribadian Muslim, yaitu
kepribadian yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan, berakhlak
mulia, bermanfaat bagi masyarakat atau berkhidmat kepada masyarakat
dengan jalam menjadi kawula atau abdi masyarakat, sebagaimana
kepribadian Nabi Muhammad (mengikuti sunnah Nabi), mampu berdiri
sendiri, bebas, dan teguh dalam pendirian, menyebarkan agama atau
menegakkan Islam dan kejayaan umat di tengah-tengah masyarakat
(‘Izz al-Islam wa al-Muslimin) dan mencintai ilmu dalam rangka
mengembangkan kepribadian manusia.20
Kiai Ali Ma’sum mengungkapkan bahwa tujuan pesantren
adalah untuk mencetak ulama.21 Anggapan ini yang juga melekat pada
masyarakat sebab pelajaran-pelajaran yang disajikan hampir
seluruhnya pelajaran agama, bahkan masih ada pesantren tertentu yang
menolak masuknya pelajaran umum. Di samping itu, ulama yang
menjadi panutan masyarakat bisa dikatakan semuanya lulusan
pesantren.
Menurut hasil survey Nazarudin dkk, melaporkan bahwa pada
awal perkembangannya, tujuan pesantren ialah untuk mengembangkan
agama Islam (terutama kaum mudanya), untuk lebih memahami
20Ibid., h. 55-56
28
ajaran agama Islam, terutama dalam bidang fiqh, bahasa Arab, Tafsir,
hadits dan tasawwuf.22
Zamaksyari Dhofier mengatakan bahwa:
Dalam 30 tahun pertama, tujuan pendidikan Tebuireng ialah untuk mendidik calon ulama. Sekarang ini, tujuannya sudah diperluas, yaitu untuk mendidik para santri agar kelak dapat mengembangkan dirinya menjadi “ulama intelektual” (ulama yang mengetahui pengetahuan umum) dan “intelektual ulama” (sarjana dalam bidang pengetahuan umum yang juga mengetahui pengetahuan Islam).23
Pergeseran tujuan tersebut hanyalah menyentuh
permukaannya, sedang esensi dan substansinya tidak berubah. Ulama
yang dipahami hanya menguasai ilmu-ilmu pengetahuan seperti tafsir,
hadits, fiqh, tasawwuf, akhlak, dan sejarah Islam saja mulai digugat. A.
Wahid Hasyim −seorang putra pendiri Tebuireng dan pernah mengasuh
pesantren yang paling terkenal di Indonesia terutama pada abad ke-20−
bahkan pernah mengusulkan perubahan tujuan pendidikan pesantren
secara mendasar, agar mayoritas santri yang belajar di
lembaga-lembaga pesantren tidak hanya bertujuan menjadi ulama.24 Namun
usulan yang revolusioner tersebut tidak disetujui ayahnya, Hadratus
Syaikh.
Oleh karena itu, lahirnya ulama tetap menjadi tujuan utama
pesantren hingga sekarang, tetapi ulama dalam pengertian yang luas;
29
ulama yang menguasai ilmu-ilmu agama sekaligus mengetahui
pengetahuan umum sehingga mereka tidak terisolasi dalam dunianya
sendiri. Pengamatan Lembaga Research Islam (Pesantren Luhur) benar
bahwa pesantren selalu mengalami perubahan dalam bentuk
penyempurnaan mengikuti tututan zaman, kecuali tujuannya sebagai
tempat mengajarkan agama Islam dan membentuk guru-guru agama
(ulama) yang kelak meneruskan usaha dalam kalangan umat Islam.25
Tujuan institusional pesantren yang lebih luas dengan tetap
mempertahankan hakikatnya dan diharapkan menjadi tujuan pesantren
secara nasional pernah diputuskan dalam musyawarah/ Lokakarya
Intensifikasi Pengembangan Pondok Pesantren di Jakarta yang
berlangsung pada 2 s/d 6 Mei 1978:
Tujuan umum pesantren adalah membina warga negara agar
berkepribadian Muslim sesuai dengan ajaran-ajaran agama
Islam dan menanamkan rasa keagamaan tersebut pada semua
segi kehidupannya serta menjadikannya sebagai orang yang
berguna bagi agama, masyarakat, dan negara.26
Adapun pendidikan khusus pesantren adalah sebagai berikut:
a) Mendidik siswa/ santri anggota masyarakat untuk menjadi seorang
Muslim yang bertakwa kepada Allah SWT, berakhlak mulia,
30
memiliki keceerdasan, keterampilan dan sehat lahir batin sebagai
warga negara yang berpancasila;
b) Mendidik siswa/ santri untuk menjadikan manusia Muslim selaku
kader-kader ulama dan mugaligh yang berjiwa ikhlas, tabah,
tangguh, wiraswasta dalam mengamalkan sejarah Islam secara utuh
dan dinamis;
c) Mendidik siswa/ santri untuk memperoleh kepribadian dan
memperoleh semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan
manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya dan
bertanggungjawab kepada pembangunan bangsa dan negara;
d) \mendidik tenaga-tenaga penyuluh pembangunan mikro (keluarga)
dan regional (pedesaan/ masyarakat lingkungannya);
e) Mendidik siswa/ santri agar menjadi tenaga-tenaga yang cakap
dalam berbagai sektor pembangunan, khususnya pembangunan
mental-spiritual;
f) Mendidik siswa/ santri untuk membantu meningkatkan
kesejahteraan sosial masyarakat lingkungan dalam rangka usaha
pembangunan masyarakat bangsa.27
Dari beberapa tujuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa
tujuan pesantren adalah membentuk kepribadian muslim yang
31
menguasai ajaran-ajaran Islam dan mengamalkannya, sehingga
bermanfaat bagi agama, masyarakat, dan negara.
3. Fungsi dan Peranan Pondok Pesantren
Sejak berdirinya pada abad yang sama dengan masuknya Islam
hingga sekarang, pesantren telah bergumul dengan masyarakat luas.
Pesantren tumbuh atas dukungan mereka, pesantren berdiri didorong
permintaan (demand) dan kebutuhan (need) masyarakat.28 Sehingga
pesantren memiliki fungsi yang jelas.
Fungsi pesantren pada awal berdirinya sampai dengan kurun
sekarang telah mengalami perkembangan visi, posisi, dan presepsinya
terhadap dunia luar yang telah berubah. Pesantren pada masa yang
paling awal (masa Syaikh Maulana Malik Ibrahim) berfungsi sebagai
pusat pendidikan dan penyiaran agama Islam.29 Kedua fungsi ini
bergerak saling menunjang. Pendidikan dapat dijadikan bekal dalam
mengumandangkan dakwah, sedang dakwah bisa dimanfaatkan sebagai
sarana dalam membangun sistem pendidikan.
Sebagai lembaga dakwah, pesantren berusaha mendekati
masyarakat. Pesantren bekerja sama dengan mereka dalam mewujudkan
pembangunan. Sejak semula pesantren trlibat aktif dalam mobilisasi
pembangunan sosial masyarakat desa. Warga pesantren telah terlatih
28 Husni Rahim, Arah Baru Pendidikan Islam Indonesia, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
2001), h. 152
32
melaksanakan pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat
khususnya, sehingga terjalin hubungan yang harmonis antara santri dan
masyarakat, antara kiai dan kepala desa. Oleh karena itu, menurut Ali
Ma’shum, fungsi pesantren semula mencakup tiga aspek, yaitu fungsi
religius (diniyyah), fungsi sosial (ijtima’iyyah) dan fungsi edukasi
(tarbawiyyah).30 Ketiga fungsi ini masih berlangsung hingga
sekarang.31
Fungsi lain adalah sebagai lembaga pembinaan moral dan
kultural. A. Wahid Zaeni menegaskan bahwa di samping lembaga
pendidikan, pesantren juga sebagai lembaga pembinaan moral dan
kultural, baik dikalangan para santri maupun santri dengan masyarakat.
Kedudukan ini memberikan isyarat bahwa penyelenggaraan keadilan
sosial melalui pesantren lebih bahyak menggunakan pendekatan
kultural.32
Pada masa penjajahan, pesantren juga ikut andil dalam
memainkan peran dan fungsinya dalam mengusir penjajah.
Kuntowijoyo menilai bahwa pesantren menjadi persamaian ideologi
anti-Belanda.33 Pesantren sebagai basis pertahanan bangsa dalam
perang melawan penjajah demi lahirnya kemerdekaan. Maka pesantren
30Ali Ma’shum, op.cit., h. 119 31 Mastuhu, op.cit., h. 59
32 A. Wahid Zaeni, Dunia Pemikiran Kaum Santri, (Yogyakarta: LKPSM NU DIY,
1995), h. 92
33 Kuntowijoyo, Paradigma Islam Interpretasi Untuk Aksi, (Bandung: Mizan, 1991), h.
33
berfungsi sebagai pencetak kader bangsa yang benar-benar patriotik;
kader yang rela mati demi perjuangan bangsa, sanggup mengorbankan
seluruh waktu, harta bahkan jiwanya.34
Di ssamping itu pesantren juga berperan dalam berbagai
bidang lainnya secara multidimensional baik berkaitan langsung
dengan berbagai aktifitas pendidikan pesantren maupun yang di luar
wewenagnya. Dimulai dengan upaya mencerdaskan bangsa, hasil
berbagai observasi menunjukkan bagwa pesantren tercatat memiliki
peranan penting dalam sejarah pendidikan di Tanah Air dan telah
banyak memberikan sumbangan dalam mencerdaskan rakyat.35
Dengan demikian, pesantren telah terlibat dalam menegakkan
negara dan mengisi pembangunan sebagai pusat perhatian pemerintah.
Hanya saja dalam kaitan dengan peran tradisionalnya, sering
diidentifikasi memiliki tiga peran penting dalam masyarakat Indonesia:
1) Sebagai pusat berlangsungnya transmisi ilmu-ilmu Islam
tradisional,
2) Sebagai penjaga dan pemelihara keberlangsungan Islam tradisional,
3) Sebagai pusat reproduksi ulama.36 Lebih dari itu, pesantren tidak
hanya memainkan ketiga peran tersebut, tetapi juga menjadi pusat
penyuluhan kesehatan; pusat pengembangan teknologi tepat guna
34Ali Ma’shum, loc.cit.
34
bagi masyarakat pedesaan; pusat usaha-usaha penyelamatan dan
pelestarian lingkungan hidup, dan lebih penting lagi menjadi pusat
pemberdayaan ekonomi masyarakat di sekitarnya.37
4. Katagorisasi Pondok Pesantren
Katagori pesantren bisa dilihat dari berbagai prespektif; dari
segi rangkaian kurikulum, tingkat kemajuan dan kemodernan,
keterbukaan terhadap perubahan, dan dari segi sistem pendidikannya.
Dari segi kurikulumnya, arifin menggolongkan menjadi pesantren
modern, pesantren tahassus (ilmu fiqh/ ushul fiqh, ilmu tafsir/ hadits,
ilmu tasawwuf/ thariqat, dan qira’at Qur’an), dan pesantren campuran.38
Dhofier memandang dari prespektif keterbukaan terhadap
perubahan-perubahan yang terjadi, kemudian membagi pesantren
menjadi dua katagori yaitu pesantren salafi dan khalafi. Pesantren salafi
tetap mengajarkan pengajaran kitab-kitab Islam klasik sebagai inti
pendidikannya. Penerapan sistem madrasah untuk memudahkan sistem
sorogan yang dipakai dalam lembaga-lembaga pengajian bentuk lama,
tanpa mengenal pengajaran pengetahuan umum. Sedang pesantren
khalafi telah memasukkan pelajaran-pelajaran umum dalam
37 Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru,
(Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), h. 104-105
38 M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum), (Jakarta: Bumi Aksara,
35
madrasah yang dikembangkan atau membuka tipe-tipe sekolah umum
di dalam lingkungan pesantren.39
Kategori pesantren terkadang dipandang dari sistem
pendidikan yang dikembangkan. Pesantren dalam pandangan ini dapat
dikelompokkan menjadi tiga macam:
a. Kelompok pertama, memiliki santri yang belajar dan tinggal
bersama kiai, kurikulum tergantung kiai, dan pengajaran secara
individual.
b. Kelompok kedua, memiliki madrasah, kurikulum tertentu,
pengajaran bersifat aplikasi, kiai memberikan pelajaran secara
umum dalam waktu tertentu, ssantri bertempat tinggal di asrama
untuk mempelajari pengetahuan agama dan umum.
c. Kelompok ketiga, hanya berupa asrama, santri belajar di sekolah,
madrasah, bahkan perguruan tinggi umum atau agama di luar, kiai
sebagai pengawas dan pembina mental.40
Menurut M. Sulthon Masyhud dkk kategori pesantren bisa
dilihat dari statusnya. Sebuah lembaga pesantren dapat menjadi milik
perorangan atau milik lembaga/ yayasan yang pasti memberikan
implikasi berbeda pula terhadap struktur dan menejemen organisasi
pesantren. Pesantren milik pribadi kiai struktur organisasinya lebih
39 Zamaksyari Dhofier, op.cit., h. 41
40 Suparlan Suryopratondo, Kapita Selekta Pondok Pesantren, Jil. II, (Jakarta: PT. Paryu
36
sederhana dibandingkan dengan pesantren yang dikelolah yayasan.
Pesantren milik pribadi kiai lebih menonjolkan tanggung jawab untuk
melestarikan nilai absolut pesantren dengan kiai sebagai sumber
kepatuhan, pimpinan spiritual dan tokoh kunci pesantren; sedangkan
yang milik lembaga/ yayasan lebih unggul di bidang manajemen, di
mana beberapa tugas pesantren telah didelegasikan oleh kiai sesuai
uraian pekerjaan yang disepakati (job discription).41
Ahmad Qadri Abdillah Azizy membagi pesantren atas dasar
kelembagaannya yang dikaitkan dengan sistem pengajarannya menjadi
lima kategori:
a. Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan formal dengan
menerapkan kurikulum nasional, baikyang hanya memiliki sekolah
keagamaan maupun yang juga memiliki sekolah umum;
b. Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan keagamaan dalam
bentuk madrasah dan mengajarkan ilmu-ilmu umum meski tidak
menerapkan kurikulum Nasional;
c. Pesantren yang hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama dalam bentuk
madrasah diniyah;
d. Pesantren yang hanya sekedar menjadi tempat pengajian (majlis
ta’lim)
41 M. Sulthon Masyhud at.al, Manajemen Pondok Pesantren, (Jakarta: Diva Pustaka,
37
e. Pesantren untuk asrama anak-anak belajar sekolah umum dan
mahasiswa.42
Ada yang membuat kategori pesantren berdasarkan spesifikasi
keilmuan, seperti pesantren alat (mengutamakan penguasaan
gramatikal Bahasa Arab) seperti pesantren Lirboyo Kediri, Bendo
Jampes, Lasem (alm. KH. Ma’shum), Nglirap (Banyumas) dan Termas
Pacitan (pada masa lampau); pesantren fiqh seperti Tebuireng, Tambak
Beras, Denanyar, Termas Pacitan (masa sekarang), Lasem (alm. KH.
Khaliq) dan pesantren di pesisir utara Jawa Tengah dan Jawa Timur;
pesantren Qira’ah al-Qur’an seperti pesantren krapyak, Tasikmalaya,
dan Wonokromo; dan pesantren tasawwuf seperti pesantren Jampes di
Kediri (pada masa sebelum perang dunia II).43
Demikianlah, kategorisasi pesantren yang sangat beragam dari
segi prespektifnya masing-masing. Tetapi kategori pesantren itu tidak
mutlak sifatnya bahkan semakin kabur lantaran menghadapi berbagai
model pesantren yang selalu berkembang. Sedangkan unsur-unsur
pesantren terus bertambah sesuai dengan laju perkembangan sarana dan
prasarana.44
42Ahmad Qodri Abdillah Azizy, “Pengantar: Memberdayakan Pesantren dan Madrasah”,
dalam Ismail SM., at al. (ed), Dinamika Pesantren dan Madrasah, (yogyakarta:Kerjasama Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang dengan Putaka Pelajar, 2002), h. viii
38
B. Tinjauan Tentang Pondok Pesantren Salaf
1. Pengertian Pondok Pesantren Salaf
Kata salaf berasal dari bahasa Arab (ف س). Dari akar kata yang
sama. Ada beberapa makna dari kata ‘salaf’ yang berbeda-beda. Harap
dibedakan antara pesantren salaf sebagai sebuah sistem penditikan dengan
aliran Salafi Wahabi.
Dari segi bahasa, ada beberapa perbedaan makna salaf :
a. Salaf ( ف س) dengan bentuk masdar (ا فْ س) bermakna meratakan (dengan
garu)45
b. Salaf dengan bentuk jamak aslaf ( ف ْسأ) dan suluf ( فو س) bermakna
kantong dari kulit.46
c. Salif (ف س) dengan bentuk jamak aslaf ( فاْسأ) bermakna (د جلا) kulit;
(ةأ ملا تخأ جو ) ipar.47
d. Salaf (ف س) dengan bentuk jamak aslaf ( فاْسأ), sallaf ( فَاس), suluf (
ف س) bermakna (لمعلا نم همدقت ام \ف خلا دض \كئابآ نم دقت نم لك) setiap
pendahulu yakni ayah, kakek, nenek moyang dan kerabat/ lawan dari
khalaf (masa kini)/ orang yang mendahului dalam amal perbuatan.48
e. Ismu fi’l dari Salaf ( ف س) yaitu (فلاسلا) dengan bentuk jamak ( ف س)
bermakna (يضاملا) yang lewat/ lalu.49
45 Ahmad Warson Munawwir (peny.), Al-Munawwir : Kamus Arab-Indonesia
Terlengkap, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), h. 651
39
f. Salaf dengan bentuk jamak (فاسأ) bermakna (ف سلا بهذم) madzhab
salaf.50
Kata salaf dalam pengeritan pesantren di Indonesia dapat dipahami
dalam makna literal dan sekaligus terminologis khas Indonesia. Secara
literal, kata salaf dalam istilah pesantren adalah kuno, klasik dan tradisional
sebagai kebalikan dari pondok modern, khalaf.atau ashriyah.51
Secara terminologi sosiologis, pesantren salaf adalah sebuah
pesantren yang mengajarkan ilmu-ilmu agama saja kepada para
santri. Atau, kalau ada ilmu umum, maka itu diajarkan dalam porsi yang
sangat sedikit. Umumnya, ilmu agama yang diajarkan meliputi Al-Quran,
hadits, fikih, akidah, akhlak, sejarah Islam, faraidh (ilmu waris Islam), ilmu
falak, ilmu hisab, dan lain-lain. Semua materi pelajaran yang dikaji
memakai buku berbahasa Arab yang umum disebut dengan kitab kuning,
kitab gundul, kitab klasik atau kitab turots.52
Istilah lain dari pondok pesantren salaf adalah pondok
pesantren klasik atau tradisional. Fauti Subhan menuturkan
bahwasannya pesantren berbentuk tradisional ini masih
mempertahankan sistem pengajaran tradisional, dengan materi
pengajaran kitab klasik yang disebut kitab kuning. Di samping itu,
50Ibid., h. 651
51 http://www.alkhoirot.com/beda-pondok-modern-dan-pesantren-salaf/#2, diakses pada
tanggal 16 Nov 2015, pukul 13.30 WIB.
40
model-model pengajarannya juga bersifat non klasik yaitu dengan
menggunakan model sorogan dan bondongan.53
Istilah lain dari pondok pesantren salaf adalah pondok
pesantren tradisional, karena istilah inilah, maka pendidikan di pondok
pesantren salaf tidak lepas dari unsur pendidikan tradisional. Menurut
Abdurrahman, pendidikan tradisional meliputi beberapa aspek
kehidupan di pesantren, yaitu:
a) Pemberian pengajaran dengan struktur, metode, dan literatur
tradisional. Pemberian pengajaran tradisional ini dapat berupa
pendidikan formal di sekolah atau madrasah dengan jenjang
pendidikan yang bertingkat-tingkat, maupun pemberian pengajaran
dengan sistem halaqah (lingkaran) dalam bentuk pengajian weton
dan sorogan. Ciri utama dari pengajian tradisional ini adalah cara
pemberian pengajarannya, yang ditekankan pada penangkapan
harfiah (letterlijk) atas suatau kitab (teks) tertentu. Pendekatan yang
digunakan ialah menyelesaikan pembacaan kitab (teks) tersebut,
untuk kemudian dilanjutkan dengan pembacaan kitab (teks) lain.
Ciri utama ini masih dipertahankan pada pedidikan pesantren salaf
sampai saat ini. Dengan demikian, pemberian pengajaran tradisional
di pondok pesantrn salaf masih bersifat non-klasikal (tidak
didasarkan pada unit mata pelajaran), walaupun di sekolah atau
53 Fauti Subhan, Membangun Sekolah Unggulan Dalam Sistem Pesantren, (Surabaya:
41
madrasah yang ada di pesantren dicantumkan juga kurikulum
klasikal.
b) Pemeliharaan tata nilai tertentu, yang untuk memudahkan dapat
dinamai subkultur pesantren. Tata nilai ini ditekankan pada fungsi
mengutamakan beribadat sebagai pengabdian dan memuliakan guru
sebagai jalan untuk memperoleh pengetahuan agama yang hakiki.
Dengan demikian, subkultur ini menetapkan pandangan hidupnya
sendiri, yang bersifat khusus pesantren, berdiri atas landasan
pendekatan ukhrawi pada kehidupan dan ditandai dengan
ketundukan mutlak kepada “ulama”. Di seputar pendekatan ukhrawi
dan ketundukan mutlak inilah dilaksanakan kegiatan-kegiatan yang
memperlihatkan corak subkultural dari pesantren, seperti
kecenderungan untuk bertirakat dalam usaha untuk mencapai
keluhuran budi dan jiwa, keikhlasan untuk mengerjakan apa saja
untuk kepentingan guru, kelemahan penerapan ukuran-ukuran
duniawi dalam kehidupan seorang santri, dan sebagainya.54
Gambaran tentang pesantren semacam ini telah diakui oleh
seluruh lapisan masyarakat, yang tentu saja mereka berasumsi bahwa
selamanya warna ataupun corak pesantren adalah sebuah lembaga yang
54 Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi; Esai-Esai Pesantren, (Yogyakarta:
42
bersinggungan dengan beberapa elemen pesantren, yaitu; pondok,
masjid, pengajaran kitab-kitab Islam klasik, santri dan kiai.55
2. Kurikulum Pondok Pesantren Salaf
Kurikulum dalam arti sempit adalah jadwal pelajaran atau
semua pelajaran baik teori maupun praktek yang diberikan kepada
siswa/ santri selama mengikuti suatu proses pendidikan tertentu.
Sedangkan dalam arti luas, kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.56
Pembahasan kurikulum sebenarnya belum banyak dikenal
pesantren salaf.57 Menurut istilah Abdurrahman Wahid, sistem
pendidikan di pesantren salaf tidak didasarkan pada kuriklum yang
digunakan secara luas, tetapi diserahkan dengan persesuaian yang
elastis antara kehendak kiai dan santrinya secara individual.58
Sebuah artikel tentang kurikulum di pondok pesantren
menyebutkan bahwa pada awal kemunculannya, pesantren secara
tersurat tidak memiliki sebuah kurikulum. Meskipun dalam sebuah
pesantren telah ada praktek-praktek pengajaran yang jika ditelaah
55 Fauti Subhan, loc cit., h. 10
56 Syamsul Maarif, et al., Manajemen Lembaga Pendidikan Islam, (Surabaya: IAIN
Sunan Ampel Press, 2013), h. 36
57 Mujamil Qomar, loc.cit., h. 108