• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBUDAYAAN DALAM WAWASAN DIENUL ISLAM (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KEBUDAYAAN DALAM WAWASAN DIENUL ISLAM (1)"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

KEBUDAYAAN DALAM WAWASAN DIENUL ISLAM (1) Faqihuddin

Alhamdulillah, atas berkat dan rahmat-Nya saja bangsa serta negara Indonesia ini mendapatkan kemerdekaan. Semoga shalawat serta salam selalu dilimpahkan kepada Nabi Muhammad saw., keluarganya. para shahabatnya dan pengikutnya hingga akhir zaman.

Dan karena izin-Nya pula rakyat Indonesia telah selesai melaksanakan pemilu untuk memilih anggota legislatif -anggota MPR yaitu perolehan dari calon DPR Pusat dan DPD, anggota DPRD Propinsi, dan anggota DPRD Kabupaten/Kota— pada tanggal 5 April 2004 yang lalu. Dan kini sedang mempersiapkan pemilihan presiden dan wakil presiden putaran kedua.

Secara hakiki kegiatan pemilu merupakan proses untuk memilih para Pemimpin bangsa. Pemimpin bangsa yang akan diserahi tanggungjawab untuk memimpin rakyat Indonesia dalam mengisi dan mencapai cita-cita kemerdekaan. Mengisi dan mencapai cita-cita kemerdekaan tidak lain adalah menyelenggarakan proses perubahan kebudayaan. Yang mana proses perubahan kebudayaan ini telah diselenggarakan oleh rakyat Indonesia --sejak proklamasi 17 Agustus 1945 -- lebih dari 58 tahun. Selama itu pula estafet kepemimpinan bangsa terus bergulir walaupun pada awalnya belum tepat sebagai mekanisme pemerintahan per limatahunan sesuai yang direncanakan. Sejak masa Orba, barulah proses mekanisme kepemimpinan dan pemerintahan mulai berjalan secara teratur.

Selama masa Orde Baru usaha mengisi dan mencapai cita-cita kemerdekaan —sebagai perubahan kebudayaan yang direncanakan— disusun dalam program-program pembangunan secara bertahap. Melalui rangkaian kegiatan pembangunan selama lebih dari 30 tahun pada masa Orde Baru tentunya sudah banyak yang dicapai oleh bangsa Indonesia terutama dalam bidang materil. Namun pembangunan yang telah berjalan itu didahului dengan terjadinya krisis moneter pada pertengahan tahun 1997 telah menunjukkan gejala ketidak-seimbangan, yang mengakibatkan runtuhnya Orde Baru pada tahun 1999.

Krisis moneter yang kemudian merebak menjadi krisis ekonomi, sosial, dan politik pada akhirnya melahirkan tuntutan reformasi dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara, serta diamandemennya UUD 1945. Reformasi yang pada dasarnya merupakan dampak dari adanya berbagai krisis akhirnya terjebak dalam euporia reformasi yang berkepanjangan. Euporia reformasi yang berkepanjangan menjadi petunjuk bahwa bangsa Indonesia sedang mengalami krisis multi dimensi atau tepatnya krisis kebudayaan. Krisis kebudayaan pada akhirnya menunjukkan akar permasalahan yang sebenarnya bahwa bangsa Indonesia tengah mengalami krisis akhlak.

(2)

Kaum muslimin Indonesia -mungkin di dunia— nampaknya sedang mengalami keadaan yang secara antropologis ataupun sosiologis disebut anomi (masyarakat yang kehilangan norma). Bukan berarti bahwa agama Islam tidak normatif, hanya saja kaum muslimin sedang dalam keadaan ketidak berdayaan untuk melaksanakan norma-norma yang dimilikinya.

Keadaan anomi ditandai antara lain sikap yang sinis terhadap norma –termasuk norma-norma agama— yang selama ini berlaku, hilangnya kewibawaan hukum, dan terganggunya keseimbangan psikologis. Gejala anomi muncul dalam bentuk perilaku-perilaku yang menyimpang, hubungan antar manusia yang tidak wajar, dan perilaku-perilaku yang seolah-olah menghalalkan segala cara.

Dengan memperhatikan berita-berita dalam media masa gejala anomi ini nampak jelas sedang melanda kehidupan -mayoritasnya kaum muslimin- bangsa Indonesia. Pada tingkat bawah dan menengah muncul perilaku-perilaku kriminal yang lebih merupakan pelampiasan dorongan-dorongan libidonya; sedangkan pada kalangan atas muncul perilaku-perilaku ambigus (mendua) demi untuk mempertahankan prestisenya. Bahkan di kalangan para elit —ekonomi, social, dan politik— maupun para cendekiawan, saat ini sulit untuk dicari keteladanannya; yang ada malah perilaku-perilaku yang menambah kebingungan bagi masyarakat awam.

Tidak salah kiranya Syech Muhammad 'Abduh pernah menyatakan, ' Agama Islam diburami (dikotori?) oleh kaum muslimin sendiri'. Mengapa kaum muslimin Indonesia terjebak dalam keadaan anomi atau krisis akhlak seperti sekarang ini?

Sebab-sebab kaum muslimin Indonesia mengalami anomi/krisis akhlak Beberapa jawaban secara hipotetis dapat dikemukakan disini antara lain:

1. Goncangan kebudayaan (cultural shock). Peralihan dari alam penjajahan ke alam kemerdekaan merupakan goncangan kebudayaan bagi rakyat Indonesia khususnya umat Islam. Pada zaman penjajahan segalanya lebih berjalan dan mengalir sebagai hal yang paternal, primordial, dan tradisional. Sedangkan pada zaman merdeka harus dilalui sebagai hal yang structural, formal, dan rasional. Celakanya goncangan kebudayaan kaum muslimin menimbulkan wabah yang oleh Rasulullah saw disebut "al wahnu" yaitu lebih mencintai dunia dan takut mati daripada berjuang untuk menegakkan agamanya. Penyakit "al wahnu" inilah yang kemudian menimbulkan sikap individualis (ananiyyah), mementingkan kelompok/golongan (ashabiyyah), dan kemudian merebak sampai sekarang menjadi penyakit KKN.

2. Pembauran kebudayaan (cultural diffusion). Kaum muslimin Indonesia mengalami proses pembauran kebudayaan yaitu,

2.1. Proses akulturasi dan asimilasi dengan kebudayaan setempat sejak Islam memasuki wilayah nusantara lebih mengarah pada hal-hal yang bersifat bid'ah, takhayul, khurafat, dan kemusyrikan-kemusyrikan lainnya.

2.2. Proses pembauran kebudayaan zaman kolonial baik secara damai apalagi secara paksa belum jelas lagi kedudukannya dalam nilai-nilai Islami.

2.3. Proses pembauran kebudayaan sebagai proses "modernisasi" dan "globalisasi" yang lebih menampakkan gejala "westernisasi" dan mengarah pada munculnya "sub kebudayaan menyimpang" secara Islami.

(3)

"ananiyyah", dan "ashabiyyah". Bahkan secara intern dikalangan kaum muslimin pun terdapat "islamophobi". Dan sudah barang tentu dari fihak non muslim -- karena memang adanya salah pandangan terhadap agama Islam- akan nampak ketidak relaannya bila nilai-nilai Islami terbudayakan — walau pun sebatas dalam kalangan kaum muslimin- dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

4. Terakhir tetapi yang terutama. Masih biasnya konsep hubungan antara agama dan kebudayaan. Menurut para ahli antropologi agama merupakan salah satu unsur dari tujuh unsur kebudayaan yang universal. Terhadap pendapat tersebut sikap umat Islam pada dasarnya —lebih secara apriori— akan menolak walau pun untuk menjelaskannya memang cukup sulit. Maka dengan judul sebagaimana tercantum tulisan ini dimaksud untuk ikut sumbang saran —sekali pun bak menumpahkan setetes air ke dalam lautan— dalam pembahasannya.

Budaya dan kebudayaan

Untuk mendapat pengertian tentang budaya dan kebudayaan disini dikutipkan beberapa paragraf secara lengkap pendapat Prof. Kuncaraningrat dalam bukunya, 'Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan' sebagai berikut;

Pertanyaan mengenai perbedaan antara kebudayaan dan budaya adalah yang paling mudah untuk dijawab, karena hanya mengenai soal istilah saja. Kata "kebudayaan" berasal dari kata Sanskerta buddhayah, ialah bentuk jamak dari buddhi yang berarti "budi" atau "akal". Demikian, ke-budaya-an itu dapat diartikan "hal-hal yang bersangkutan dengan budi dan akal". Ada pendirian lain mengenai asal dari kata "kebudayaan" itu, ialah bahwa kata itu adalah suatu perkembangan dari majemuk budi-daya, artinya daya dari budi, kekuatan dari akal (lihat misalnya buku: P.j. Zoetmulder, Cultuur, Oost en West. Amsterdam, P.J., van der Peet, 1951).

Kalau diingat bahwa sebagai konsep, kebudayaan menurut hemat saya antara lain berarti: keseluruhan gagasan dan karya manusia, yang harus dibiasakannya dengan belajar, beserta keseluruhan dari hasil budi dan karyanya itu, maka istilah "kebudayaan"' memang suatu istilah yang amat cocok. Adapun istilah Inggrisnya berasal dari kata Latin colere, yang berarti "mengolah, mengerjakan", terutama mengolah tanah atau bertani. Dari arti ini berkembang arti culture, sebagai daya dan usaha manusia untuk merubah alam. (halaman 9)

Menurut pendapat saya paling sedikit kebudayaan itu mempunyai tiga wujud, ialah:

1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya.

2. Wujud Kebudayaan sebagai suatu kompleks aktifitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat.

3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. (Halaman 5)

Memperhatikan uraian di atas dapat dikemukakan disini beberapa pengertian mengenai budaya dan kebudayaan antara lain:

a. Budaya merupakan 'impersonal potential' yang membedakan antara perilaku manusia dengan perilaku makhluk hidup lainnya. Sehingga perilaku manusia lebih tepat disebut perbuatan; atau menurut istilah agama disebut 'akhlak'.

b. Budaya secara fungsional merupakan media bagi manusia dalam menyelenggarakan being to know/to learn (menjadi tahu/belajar), being to be (menjadi diri sendiri), dan being together (membentuk kebersamaan).

(4)

sesuatu yang integratif, dan dinamis; tidak ada kepribadian yang statis, dan tidak ada kepribadian yang sama diantara dua orang sekali pun saudara kembar.

d. Kebudayaan adalah totalitas budaya dari suatu masyarakat dalam wilayah tertentu yang membedakannya dari masyarakat lain.

e. Kebudayaan adalah milik masyarakatnya. Kontak antar kebudayaan yang berbeda menimbulkan proses difusi; seseorang yang memasuki wilayah kebudayaan yang berbeda harus menyesuaikan diri melalui proses belajar.

f. Budaya dengan kebudayaan memiliki hubungan reciprocal seperti gelas dengan air panas di dalamnya.

Kesimpulan yang dapat diambil dari paparan di atas antara lain: Pertama, budaya maupun kebudayaan adalah hasil dari kekuatan akal. Kedua, budaya dan kebudayaan diperoleh manusia melalui belajar sepanjang hayataya. Ketiga, budaya dan kebudayaan hanya ada -hanya dimiliki oleh manusia— dalam kehidupan manusia. Keempat, perubahan pada budaya mau pun kebudayaan adalah suatu keniscayaan.

Kebudayaan dalam wawasan dienul Islam.

Kesimpulan mengenai budaya dan kebudayaan selanjutnya dicoba untuk diletakkan dalam perspektif dienul Islam. Untuk itu terlebih dahulu dikutipkan hadits Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari jalan sahabat Umar bin Khathab r.a., yang matannya (terjemah A. Zaini Dahlan; Syarah Hadits Arba'in) sebagai berikut:

(5)

Untuk memahami konsep kebudayaan dalam dienul Islam (selanjutnya disebut al Islam) digunakan pendekatan sistemik sebagai berikut:

Skhema dari al Islam

Keterangan:

A. Rukun Islam terdiri atas lingkaran-lingkaran yang diberi nomor angka Rumawi, I. Syahadatain

II. Mengerjakan shalat lima waktu III. Membayarkan zakat

IV. Melaksanakan shaum Ramadlan V. Menunaikan haji ke Baitullah

B. Rukun Iman terdiri atas lingkaran-lingkaran yang diberi nomor angka Arab, 1. Percaya kepada Allah

2. Percaya kepada malaikat-malaikat-Nya 3. Percaya kepada kitab-kitab-Nya

4. Percaya kepada rasul-rasul-Nya 5. Percaya kepada hari kiamat

6. Percaya kepada takdir baik dan buruk

C. lhsan yaitu bagian yang diberi arsiran sebagai tanda proses, yang dialektis, dinamis, dan integratip.

D. Adapun yang dimaksud dengan sa'ah adalah proses yang akan dijalani oleh manusia hingga terjadinya hari kiamat.

Dari hadits ini dapat dijelaskan bahwa al Islam adalah suatu sistem yang terdiri dari komponen-komponen rukun Islam, rukun Iman, dan Ihsan, serta dilengkapi dengan gambaran adanya proses yang disebut Sa'ah.

Penjelasan Umum.

Al Islam adalah sistem yang berpusat pada rabb-Nya yaitu Allah SWT. disampaikan untuk menjadi pedoman dan diunggulkan dalam kehidupan manusia; [Qur'an, Sl:l; S9:33; S48:28; S61:9].

Al Islam merupakan sistem yang terbuka dan tidak ada paksaan di dalamnya, [Qur'an, S2:256].

Penjelasan per Komponen.

Komponen keislaman disebut rukun Islam dikemukakan lebih dahulu karena merupakan ranah yang nyata (domein eksistens) sebagai dasar pranata dan pelembagaan (menggunakan istilah Prof. Kuncaraningrat) kebudayaan Islam. Sebagai dasar pranata dan pelembagaan kebudayaan Islam di dalamnya terkandung antara lain;

a. Yang membedakan antara muslim dan bukan muslim dan/atau kebudayaan Islam dari kebudayaan lainnya.

(6)

c. Norma dasar terdiri dari perihal wajib, sunnah, dan bid'ah/haram.

d. Dasar dari pranata dan pelembagaan kebudayaan Islam bersumber pada al Qur’an dan as Sunnah yang berpusat di masjid.

Komponen keimanan di sebut rukun Iman, merupakan ranah kemungkinan (domein imanen) sebagai pengakuan; yang harus dibuktikan dengan melaksanakan komponen keislaman. Yang kapasitasnya akan semakin tinggi jika secara implikatip memberi corak/warna dalam keutuhan akhlak/budaya dalam wujud ihsan.

Komponen ihsan adalah ranah mencari nilai lebih (domein transenden), dimana setiap pribadi muslim mendapat kesempatan yang sama melalui pengelolaan lingkungan dengan persaingan yang baik dalam rangka being to know/to learn, being to be, dan being together; [Qur'an, S 2: 30, 48; S 6: 165]. Pada ranah ini setiap pribadi muslim membentuk kepribadiannya dengan berbudaya (berakhlak) mulia [Q S 49: 13], dan dalam kebersamaan kaum muslimin mewujudkan kebudayaan Islam yang sebaik-baiknya [Q S 3: 110].

Komponen keislaman dan komponen keimanan memiliki nilai yang absolut dalam pengertian tidak boleh dirubah. Seandainya pun ada hal-hal yang lain, acuannya tetap harus disesuaikan dengan keterangan al Qur’an dan as Sunnah sesuatu yang tidak terdapat dalam al Qur'an atau pun as Sunnah harus ditolak. Komponen keislaman merupakan dasar dari syari'ah; dan komponen keimanan merupakan kualitas kekuatan yang disebut akidah. Sinergi dari keduanya disebut ibadah —ibadah dalam pengertian yang luas— diwujudkan dalam ranah ihsan. Dalam ranah ihsan inilah hendaknya diwujudkan 'kebudayaan Islam". Maka al Islam pun merupakan 'sistem social kebudayaan' dengan Catatan antara lain:

# komponen keislaman merupakan formalitas materil # komponen keimanan baru merupakan pengakuan

# komponen keihsanan merupakan institutionisasi dari dua komponen lainnya.

Untuk mendapatkan kebebasan bergerak dalam mewujudkan kebudayaan Islam perlu diperhatikan antara lain;

a. Norma dasar yang terdiri dari perihal halal, sunnah, mubah/boleh, makruh, dan haram; Nabi saw. Bersabda, 'Yang halal jelas, dan yang haram juga jelas’, pergerakkan akal adalah sebatas di antara keduanya; tepatnya domein mubah/boleh.

b. Musyawarah sebagai pranata kebudayaan sehingga keputusan yang diambil tetap bernilai 'ihsan'; menjadi ‘badah ghair makhdlah'.

Memperhatikan penjelasan-penjelasan di atas dapat dikemukakan bahwa:

1. Budaya dan kebudayaan dalam wawasan al Islam terletak pada ranah Ihsan dimana manusia dengan kekuatan akalnya melaksanakan peranannya sebagai pengelola bumi yang ditempatinya; dalam rangka 'menyempurnakan akhlak'.

2. Budaya dan kebudayaan akan bernilai ibadah selama muncul seutuhnya dalam koridor al Islam; merupakan totalitas akhlak/budaya sebagai wujud integral dari syari'ah, aqi'dah, dan ibadah.

3. Budaya dan kebudayaan dalam wawasan al Islam berpusat pada Sang Maha Pencipta yaitu Allah SWT.; sedangkan budaya dan kebudayaan dalam wawasan ahli antropologi berpusat pada diri pribadi manusia.

Kesimpulan akhir dari tulisan ini adalah:

(7)

merupakan perilaku-perilaku yang pantas untuk persembahan (ibadah dalam arti yang luas, ihsan) kepada Allah SWT.

Tiga Type Kebudayaan menurut al Qur'an.

Memperhatikan firman Allah SWT. dalam al Qur'an. Surat al Baqarah ayat 2 sampai dengan ayat 20 dapat difahami bahwa ada tiga type pokok kebudayaan.

1. Kebudayaan Takwa, dijelaskan melalui ayat 2 sampai dengan ayat 5 yang ciri-cirinya antara lain percaya kepada yang gaib, mengerjakan salat, membelanjakan sebagian rizki yang diterimanya, mengacu kepada kitab suci, dan meyakini adanya kehidupan akhirat.

2. Kebudayaan Kafir, dijelaskan melalui ayat 6 dan ayat 7 dengan ciri utamanya yaitu menolak keberadaan Allah SWT. sebagai Khalik; dapat disebut sebagai kebudayaan materialistik.

3. Kebudayaan Menyimpang, dijelaskan melalui ayat 8 sampai dengan ayat 20 dengan ciri-ciri antara lain kemunafikan, penghianatan, konspirasi kejahatan, mengambil muka, dan adanya segala penyakit hati pada para pendukungnya; hilangnya keseimbangan psikoligis, dan timbulnya kebudayaan yang menyimpang (deviant subculture).

Bila direnungkan ternyata perubahan kebudayaan yang dijalani umat manusia seperti pendulum yang bergerak dari kutub "takwa" ke arah kutub ''kafir" dan kebalikannya dengan melalui type kebudayaan diantara keduanya; dalam proses yang berkesinambungan. Untuk mengetahui sedang pada titik manakah 'kebudayaan' Indonesia sekarang; tinggal memproyeksikannya pada ketiga type kebudayaan tersebut.

Apabila mengambil pengertian ihsan dari Rasulullah saw. sebagai mana bunyi hadits di atas patut ditanyakan. 'Sudah pantaskah, setiap perilaku berbudaya dan berkebudayaan dalam mengisi dan mencapai mencapai cita-cita kemerdekaan disebut sebagai ungkapan syukur dan beribadah kepada Allah SWT? Pertanyaan ini mudah-mudahan bergema dalam hati setiap muslim Indonesia terutama para pemimpin bangsa. Pemimpin bangsa yang bertanggungawab dalam membuat kebijakan dan mengambil keputusan untuk menyelenggarakan proses perubahan kebudayaan. Proses yang akan terus berlangsung berkesinambungan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; yang diharapkan dalam suasana 'Baldatun thoyyibatun wa rabbun ghafuur’ sampai akhir zaman. Amiin!

Penulis adalah Guru SMA Negeri 17 dan Madrasah Aliyah Muhammadiyah Bandung

Sumber:

Referensi

Dokumen terkait

In the FMP there is an annual update of the Forestry Plan. En el PMF, existe una actualización anual del Plan de Ordenación. Verifiers: Plan de Ordenación. Procedimiento para la

Dalam jangka pendek, keputusan investasi yang dilakukan perusahaan mampu memberikan kontribusi yang besar terhadap kegiatan operasional sehingga dapat menghasilkan laba

Karya Tulis Ilmiah “ ASUHAN KEBIDANAN BERKELANJUTAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN, BAYI BARU LAHIR ( BBL ), NIFAS, SERTA ASUHAN KELUARGA BERENCANA ( KB ) PADA NY.S USIA 31 TAHUN

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh komitmen organisasi terhadap kinerja

[r]

apabila magnet di dekatkan dengan benda yang memiliki sifat kemagnetan, benda tersebut akan menarik benda di sekitar magnet tersebut dan gaya yang paling kuat terdapat pada

This is exactly what the grunt.loadTasks function does: it is called with a directory path as the argument, then runs every JavaScript file inside the given directory as if it were

Pengaruh Karakteristik Pemerintah Daerah Terhadap…… 34-52 37 Nainggolan dan Purwanti (2016), menemukan bahwa pendapatan asli daerah, ukuran pemerintah daerah,