IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM
PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMA
NEGERI 1 SOOKO MOJOKERTO
SKRIPSI
Oleh:
Ahmad Fiqih Ahsani Zaim
D31210103
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
ABSTRAK
Fiqih Ahsani Zaim, Ahmad. 2014. Implementasi Pendekatan Saintifik Dalam
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA Negeri 1 Sooko Mojokerto. Skripsi.
Program Studi Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Keguruan. Universitas Islam Negeri Surabaya. Pembimbing: Dr. Ahmad Yusam Thobroni, M.Ag.
Kata kunci: Implemetasi, Pendekatan Saitifik, Pendidikan Agama Islam
Latar belakang penelitian ini adalah untuk meningkatkan kualitas pendidikan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Dalam rangka menciptakan pendidikan yang bermutu, pemerintah telah menetapkan kurikulum tahun 2013 untuk diterapkan pada sekolah/ madrasah. Bersama dengan penerapan kurikulum 2013, pemerintah mewajibkan pendekatan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan ilmiah atau disebut pendekatan saintifik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan pendekatan saintifik pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam, dan untuk mengetahui hambatan-hambatan dalam mengimplemetasikan pendekatan saintifik pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam kelas X-1 di SMA Negeri 1 Sooko Mojokerto.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan menganalisa bagaimana proses pembelajaran pendekatan saintifik pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam kelas X-1 di SMA Negeri 1 Sooko Mojokerto. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) Penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA Negeri 1 Sooko Mojokerto telah berjalan dengan baik, hal ini dapat dilihat bahwa guru melaksanakan proses pembelajaran melalui langkah-langkah pembelajaran pendekatan saintifik dengan mengamati melalui observasi, menanya melalui mengajukan pertanyaan, mengumpulkan informasi melalui melakukan percobaan, mengasosiasi melalui
menalar, dan mengkomunikasikan melalui membentuk jaringan, dengan
x
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iv
ABSTRAK ... v
MOTTO ... vi
PERSEMBAHAN ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR GAMBAR ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A.Latar Belakang Masalah ... 1
B.Rumusan Masalah ... 7
C.Tujuan Penelitian ... 8
D.Kegunaan Penelitian ... 8
E. Definisi Operasional ... 9
F. Sistematika Pembahasan ... 11
BAB II KAJIAN TEORI ... 13
A.Pendekatan Saintifik ... 13
xi
2. Menanya ... 22
3. Mengumpulkan Informasi ... 24
4. Mengasosiasi ... 25
5. Mengkomunikasikan ... 27
B.Pembelajaran Pendidikan Agama Islam ... 28
1. Pengertian Pembelajaran Pendidikan Agama Islam ... 28
2. Fungsi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam ... 36
3. Tujuan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam ... 37
BAB III METODE PENELITIAN... 43
A.Gambaran Umum SMA Negeri 1 Sooko ... 43
1. Sejarah Singkat ... 43
2. Visi dan Misi ... 46
3. Letak Geografis ... 47
4. Sarana Prasarana ... 47
B. Metode Penelitian ... 48
1. Jenis Penelitian ... 48
2. Subjek dan Objek Penelitian ... 49
a. Subjek Penelitian ... 49
b. Objek Penelitian ... 49
3. Metode Pengumpulan Data ... 50
a. Metode Observasi ... 50
xii
c. Metode Dokumentasi ... 51
4. Uji Keabsahan Data ... 52
5. Metode Analisis Data ... 52
BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN ANALISIS ... 56
A.Implementasi Pendekatan Saintifik Dalam Pembelajaran PAI di SMA Negeri 1 Sooko ... 56
1. Perencanaan ... 59
a. Mengkaji Silabus ... 60
b. Mengidentifikasi Materi Pembelajaran ... 62
c. Menentukan Tujuan Pembelajaran ... 66
d. Menggunakan Metode dan Strategi Pembelajaran ... 68
e. Menggunakan Media, Alat, dan Sumber Belajar ... 69
f. Penilaian ... 71
2. Pelaksanaan Pembelajaran ... 73
a. Mengamati ... 74
b. Menanya ... 75
c. Mmengumpulkan informasi ... 76
d. Mengasosiasi ... 77
e. Mengkomunikasikan ... 77
3. Prinsip Pembelajaran ... 78
a. Berpusat pada peserta didik ... 79
xiii
c. Kondisi menyenangkan dan menantang ... 80
d. Bermuatan nilai, etika, estetika, logika, kinestetika ... 81
e. Strategi dan metode menyenangkan ... 82
C. Analisis ... 83
1. Hasil implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran PAI di kelas X-1 SMA Negeri 1 Sooko ... 83
a. Pendahuluan ... 84
b. Inti... 85
c. Penutup ... 93
2. Hambatan implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran PAI di SMA Negeri 1 Sooko ... 94
BAB V PENUTUP ... 100
A. Kesimpulan ... 100
B. Saran ... 100
xiv
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR I : Proses pembelajaran K13 ... 14
GAMBAR II : Komponen aktivitas ilmiah ... 18
GAMBAR III : Langkah-langkah pembelajaran saintifik ... 19
GAMBAR IV : Mengamati ... 87
GAMBAR V : Menanya ... 88
GAMBAR VI : Mengumpulkan informasi ... 90
GAMBAR VII : Mengasosiasi ... 91
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting, sebab
melalui pendidikan dapat dibentuk kepribadian anak. Pendidikan juga merupakan
salah satu kebutuhan manusia dalam mengembangkan diri sesuai dengan potensi
yang ada pada diri manusia.
Untuk menuju ke arah efisiensi dalam mengelola pendidikan, kegiatan belajar
mengajar di sekolah idealnya harus mengarah pada kemandirian peserta didik
dalam belajar. Menurut teori kontruktivisme, peserta didik harus dapat
menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek
informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabilaaturan-aturan
itu tidak sesuai lagi.1
Perubahan merupakan sesuatu yang harus terjadi pada bidang pendidikan.
Perubahan yang terjadi adalah pergantian Kurikulum 2013 dari kurikulum
sebelumnya. Dalam rangka menerapkan pendidikan yang bermutu, pemerintah
telah menetapkan Kurikulum Tahun 2013 untk diterapkan pada
sekolah/madrasah. Hal yang paling menonjol adalah pendekatan dan strategi
pembelajarannya. Guru masih memahami dan menerapkan pendekatan dan
strategi pembelajaran kurikulum sebelumnya. Perlu ada perubahan mindset dari
1
2
metodologi pembelajaran pola lama menuju pada metodologi pembelajaran pola
baru sesuai dengan yang diterapkan pada Kurikulum Tahun 2013.
Pada kurikulum sebelumnya, proses pembelajaran di kelas masih kurang
mendapat perhatian. Belum semua guru melakukan inovasi pada kegiatan inti
pembelajaran. Dalam dunia pendidikan, kegiatan inti pembelajaran sering disebut
dengan methodology. Bagi semua pemegang kebijakan serta semua pelaksana
pendidikan sangat penting untuk melihat metodologi pembelajaran pada
Kurikilum Tahun 2013. Metodologi ini menggamit pendekatan dan strategi
pembelajaran. Pada penerapan pendekatan dan strategi pembelajaran ini, guru
masih berbeda pendapat. Ada istilah pendekatan pembelajaran, model
pembelajaran, metode pembelajaran, teknik pembelajaran, dan strategi
pembelajaran. Hal ini bila diperbincangkan akan menimbulkan hal yang bersifat
debatable. Oleh karena itu, bagi guru yang terpenting adalah mengubah mindset
dan memahami serta mampu menerapkan pendekatan dan model pembelajaran
yang diterapkan pada kurikulum tahun 2013 ini dengan baik, sesuai dengan
standar proses yang telah disyaratkan sesuai dengan peraturan yang diberlakukan
oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Pendidikan Agama Islam sebagai salah satu dari sekian banyak mata
pelajaran di sekolah yang mempunyai peranan penting dalam pembentukan
watak dan pembinaan bangsa.2 Pendidikan Agama Islam dilakukan untuk
2 Aminuddin, Aliaras Wahid, Moh. Rofiq, Membangun Karakter dan Kepribadian melalui Pendidikan
3
mempersiapkan peserta didik meyakini, memahami, dan mengamalkan ajaran
Islam.3
Upaya meningkatkan kualitas pendidikan terus menerus dilakukan baik secara
konvensional maupun inovatif. Hal tersebut lebih terfokus lagi setelah
diamanatkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk meningkatkan mutu
pada setiap jenis dan jenjang pendidikan. Pada kurikulum PAI tujuan akhir dari
PAI yaitu untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian
dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan peserta didik tentang
agama Islam sehingga menjadi muslim yang terus berkembang dalam hal
keimanan, ketakwaannya berbangsa dan bernegara.4
Mengarahkan peserta didik agar memiliki kualitas iman, takwa dan akhlak
mulia serta mencari kebenaran-kebenaran permasalahan agama secara ilmiah
merupakan tantangan yang dihadapi ketika melaksanakan pembelajaran PAI.
Dengan demikian materi pendidikan Agama bukan hanya mengajarkan
pengetahuan tentang Agama tetapi materi itu pun harus berbasis pada fakta atau
fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika serta dapat membentuk
kepribadian peserta didik agar memiliki keimanan dan ketaqwaan yang kuat.
Pembelajaran pada hakikatnya sangat terkait dengan bagaimana membangun
interaksi yang baik antara dua komponen yaitu guru dan peserta didik. Dalam
interaksi di kelas, guru menjadi pusat perhatian dari para peserta didik. Mulai dari
3 Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam (Upaya Pembentukan Pemikiran dan Kepribadian
Muslim), (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), 4.
4
penampilan, kemampuan mengajar, sikap, kedisiplinan mengajar serta hal-hal
kecil yang terkadang lepas dari perhatian guru pun dapat menjadi objek penilaian
peserta didik terhadap gurunya. Tak jarang, peserta didik melakukan imitasi
terhadap kebiasaan atau pola pikir dari guru tersebut.
Interaksi yang baik dapat digambarkan dengan suatu keadaan dimana guru
dapat membuat peserta didik belajar dengan mudah dan terdorong oleh
kemauannya sendiri untuk mempelajari apa yang ada dalam kurikulum sebagai
kebutuhan mereka. Karena itu, setiap pembelajaran terutama pembelajaran Agama
hendaknya berupaya menjabarkan nilai-nilai yang terkandung dalam kurikulum
dan mengkorelasikannya dengan kenyataan yang ada di sekitar peserta didik.5
Selama ini, dalam pembelajaran guru PAI menjelaskan materi masih sebatas
kira-kira, khayalan dan dongeng semata, tanpa menunjukan fakta atau fenomena
yang ada di sekitar peserta didik dan pembelajaran dalam keadaan pasif yaitu guru
menerangkan, peserta didik mendengarkan, guru bertanya peserta didik menjawab
dan seterusnya. Sehingga materi yang disampaikan kurang bermakna bagi peserta
didik. Guru beranggapan tugasnya hanya mentransfer pengetahuan yang dimiliki
dengan target tersampaikannya topik-topik yang tertulis dalam dokumen
kurikulum. Selain itu, pelajaran yang disajikan guru kurang menantang peserta
didik untuk berpikir, akibatnya peserta didik tidak senang dengan pelajaran yang
disampaikan guru.
5 Ahmad Munjir Nasih dan Lilik Nur Kholidah, Metode dan Teknik Pembelajaran Pendidikan Agama
5
Pembelajaran merupakan proses ilmiah. Karena itu proses pembelajaran pada
kurikulum 2013 untuk jenjang SMP dan SMA atau yang sederajat dilaksanakan
menggunakan pendekatan ilmiah. Sebagaimana Permendikbud No. 65 Tahun 2013
tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah mengisyaratkan tentang
perlunya proses pembelajaran yang dipandu dengan kaidah-kaidah pendekatan
saintifik/ ilmiah. Upaya penerapan pendekatan saintifik atau ilmiah dalam proses
pembelajaran disebut sebagai ciri khas dan menjadi kekuatan tersendiri dari
keberadaan Kurikulum 2013. Pendekatan ilmiah diyakini sebagai titian emas
perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta
didik. Pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah lebih efektif hasilnya
dibandingkan dengan pembelajaran tradisional.6
Alasan pentingnya pendekatan saintifik atau ilmiah dalam pelaksanaan
pembelajaran antara lain; Pertama, produk pendidikan dasar dan menengah
belum menghasilkan lulusan yang mampu berpikir kritis setara dengan
kemampuan anak-anak bangsa lain. Kedua, pendidik perlu memperkuat
kemampuannya dalam memfasilitasi peserta didik agar terlatih berpikir logis,
sistematis, dan ilmiah.
Banyak para ahli yang meyakini bahwa melalui pendekatan saintifik/ilmiah,
selain dapat menjadikan peserta didik lebih aktif dalam mengkonstruksi
pengetahuan dan keterampilannya, juga dapat mendorong peserta didik untuk
6
melakukan penyelidikan guna menemukan fakta-fakta dari suatu fenomena atau
kejadian. Artinya, dalam proses pembelajaran, peserta didik dibelajarkan dan
dibiasakan untuk menemukan kebenaran ilmiah, bukan diajak untuk beropini
apalagi fitnah dalam melihat suatu fenomena. Mereka dilatih untuk mampu berfikir
logis, runtut dan sistematis, dengan menggunakan kapasistas berfikir tingkat tinggi
(High Order Thingking/HOT). Combie White (1997) dalam bukunya yang
berjudul “Curriculum Innovation; A Celebration of Classroom Practice” telah
mengingatkan tentang pentingnya membelajarkan para peserta didik tentang
fakta-fakta. “Tidak ada yang lebih penting, selain fakta“, demikian ungkapnya.7
Melihat realitas tersebut, dalam rangka mengantisipasi perubahan-perubahan
global dan tuntutan kemajuan ilmu pengetahuan, oleh karena itu sebagai pendidik
guru PAI sedapat mungkin harus menciptakan pembelajaran selain dengan tetap
mengacu pada Standar Proses dimana pembelajarannya diciptakan suasana yang
memuat Ekplorasi, Elaborasi dan Konfirmasi, juga dengan mengedepankan
kondisi peserta didik yang berperilaku ilmiah dengan bersama-sama diajak
mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan
mengomunikasikan. Sehingga peserta didik akan dapat dengan benar menguasai
materi yang dipelajari dengan baik dan peserta didik dapat menemukan sendiri
informasi yang kompleks dan informasi yang baru dalam materi pembelajaran
tersebut.
7 Ahmad Sudrajad, Pendekatan Ilmiah/Saintifik dalam Proses Pembelajaran, dalam
7
Penulis memilih SMA Negeri 1 Sooko Mojokerto sebagai objek penelitian
dikarenakan SMA Negeri 1 Sooko Mojokerto merupakan salah satu SMA di
Kabupaten Mojokerto yang ditunjuk oleh Kemendikbud menggunakan Kurikulum
2013, sehingga dalam pembelajarannya pun sudah disesuaikan dengan kurikulum
2013. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Bapak Mahfud selaku guru PAI SMA
Negeri 1 Sooko Mojokerto.
Proses pembelajaran di SMA Negeri 1 Sooko Mojokerto dan guru PAI
khususnya telah menerapkan pendekatan saintifik dikarenakan sudah
mempersiapkan dengan perubahan kurikulum yang telah dicanangkan oleh
pemerintah. Tujuan digunakannya pendekatan saintifik dalam pembelajaran PAI
yaitu, supaya pembelajaran lebih menarik, peserta didik lebih aktif, wawasan
peserta didik semakin luas, interaksi guru dan peserta didik terjalin, dapat
memecahkan masalah-masalah yang ada di lingkungan sekitar, serta materi yang
disampaikan guru dapat tersimpan lama dalam memori peserta didik. Berangkat
dari latar belakang di atas penulis ingin melakukan penelitian dengan judul
“IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMA NEGERI 1 SOOKO MOJOKERTO”.
B. Batasan Masalah dan Rumusan Masalah
Dari identifikasi masalah yang terpapar di atas diperoleh gambaran dimensi
permasalahan yang begitu luas. Namun menyadari adanya keterbatasan waktu dan
8
jelas dan terfokus. Bertitik tolak pada latar belakang tersebut, dapat dirumuskan
bahwa yang menjadi fokus penelitian adalah:
1. Bagaimana implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran PAI di
SMA Negeri 1 Sooko Mojokerto kelas X-1?
2. Apa hambatan implementasi pendekatan sainrifik dalam pebelajaran PAI di
SMA Negeri 1 Sooko Mojokerto kelas X-1?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran PAI
di SMA Negeri 1 Sooko Mojokerto kelas X-1.
2. Untuk mengetahui hambatan implementasi pendekatan sainrifik dalam
pebelajaran PAI di SMA Negeri 1 Sooko Mojokerto kelas X-1.
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi dunia pendidikan
khususnya:
1. Secara Akademis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap
lembaga-lembaga pendidikan Islam terutama dalam membuat kebijakan-kebijakan
yang berhubungan dengan pendidikan Islam.
b. Menambah dan memperkaya keilmuan tentang pendekatan saintifik
9
2. Secara Praktis
a. Bagi lembaga pendidikan yang bersangkutan, penelitian ini kiranya dapat
dijadikan salah satu sarana monitoring dan evaluasi untuk dapat
membantu pengembangan kualitas pembelajaran, khususnya PAI.
b. Sebagai upaya untuk membelajarkan diri dalam penggunaan pendekatan
saintifik dalam semua mata pelajaran, khususnya mata pelajaran PAI.
E. Definisi Operasional
1. Pendekatan Saintifik
Pendekatan saintifik merupakan kerangka ilmiah pembelajaran yang
diusung oleh Kurikulum 2013. Pendekatan saintifik terdiri lima langkah.
Langkah tersebut biasa disingkat 5M, yaitu mengamati, menanya,
mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengomunikasikan.
Langkah-langkah pada pendekatan saintifik merupakan bentuk adaptasi dari Langkah-
langkah-langkah ilmiah pada sains. Proses pembelajaran dapat dipadankan dengan
suatu proses ilmiah, karenanya Kurikulum 2013 mengamanatkan esensi
pendekatan saintifik dalam pembelajaran.
Implementasi Kurikulum 2013 dalam pembelajaran dengan pendekatam
saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar
peserta didik secara aktif mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui
tahapan-tahapan mengamati, merumuskan masalah, mengajukan atau
merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik,
10
hukum atau prinsip yang ditemukan. Pendekatan saintifik dimaksudkan untuk
memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami
berbagai materi menggunaka pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal
dari mana saja, kapan saja, tidak bergantug pada informasi searah dari guru.
Oleh karena itu, kondisi pembelajaran yang diharapkan tercipta diharapkan
untuk mendorong peserta didik dalam mencaritahu dari berbagai sumber
melalui observasi, dan bukan hanya diberi tahu.8
2. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Pembelajaran menurut Oemar Hamalik: “Sebagai suatu kombinasi yang
tersusun, meliputi unsur-unsur manusiawi, fasilitas, perlengkapan dan prosedur
yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran”.9 Adapun
pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) menurut Muhaimin adalah
“Suatu upaya membuat peserta didik dapat belajar, butuh belajar, terdorong
belajar, mau belajar dan tertarik untuk terus-menerus mempelajari agama
Islam, baik untuk mengetahui bagaimana cara beragama yang benar maupun
mempelajari Islam sebagai pengetahuan.”.10
Dengan demikian pembelajaran PAI dapat diartikan sebagai upaya
membuat peserta didik dapat belajar, terdorong belajar, mau belajar dan
tertarik untuk terus menerus mempelajari apa yang teraktualisasikan dalam
8 M. Hosnan, Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21, (Bogor: Ghalia Indonesia: 2014), 34.
11
kurikulum agama Islam sebagai kebutuhan peserta didik secara menyeluruh
yang mengakibatkan beberapa perubahan yang relatif tetap dalam tingkah laku
seseorang baik dalam kognitif, efektif dan psikomotorik.
Pemaknaan pembelajaran pendidikan agama Islam merupakan bimbingan
menjadi muslim yang tangguh dan mampu merealisasikan ajaran Pendidikan
Agama Islam dalam kehidupan sehari-hari sehingga menjadi insan kamil.
Untuk itu penanaman Pembelajaran PAI sangat penting dalam membentuk dan
mendasari peserta didik.Dengan penanaman pembelajaran PAI sejak dini
diharapkan mampu membentuk pribadi yang kokoh, kuat dan mandiri untuk
berpedoman pada agama Islam.
F. Sistematika Pembahasan
Untuk memberikan gambaran mengenai isi laporan ini, maka sistematika
pembahasannya disusun secara rapi dan sistematis dari bab I sampai bab V
seperti berikut ini:
BAB I Pendahuluan. Dalam bab ini berisi tentang Latar Belakang
Masalah, Batasan masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan
Penelitian, Definisi Istilah atau Definisi Operasional, Sistematika
Pembahasan.
BAB II Kajian Teori. Dalam bab ini berisi pembahasan tentang
teori-teori yang berhubungan dengan rumusan penelitian di atas. Yaitu tentang
12
BAB III Metode Penelitian. Bab ini berisi tentang jenis penelitian, sumber
dan jenis data penelitian, teknik pengumpulan data, validitas dan reliabilitas
serta analisis data.
BAB IV Temuan Penelitian dan Analisis. Bab ini membahas tentang hasil
penelitian yang telah dilakukan dan ditulis dengan sistematika: Latar belakang
objek penelitian, penyajian dan analisis data yang menjadi inti dari penulisan
skripsi ini.
BAB V Penutup. Dalam bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran–saran
yang berkaitan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan yang diikuti dengan
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pendekatan Saintifik
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian pendekatan
adalah (1) proses, perbuatan, cara mendekati; (2) usaha dalam rangka aktivitas
pengamatan untuk mengadakan hubungan dengan orang yang diteliti,
metode-metode untuk mencapai pengertian tentang masalah pengamatan.11
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang
kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang
terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi,
menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan
teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis
pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat
pada peserta didik (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran
yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).12
Pendekatan ilmiah merupakan pendekatan yang merujuk pada teknik-teknik
investigasi atas fenomena atau gejala, memperoleh pengetahuan baru, atau
mengoreksi dan memadukan pengetahuan sebelumnya. Untuk dapat disebut
ilmiah, metode pencarian (method of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti
11 M. Hosnan, Pendekatan Saintifik dan Kontekstual Dalam Pembelajaran Abad 21, 32.
12 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses Pendidikan,(Jakarta: Kencana
14
dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip
penalaran yang spesifik. Karena itu, pendekatan ilmiah umumnya memuat serial
aktivitas pengoleksian data melalui observasi dan ekperimen, kemudian
memformulasi dan menguji hipotesis.13
Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua jenjang
dilaksanakan menggunakan pendekatan saintifik. Proses pembelajaran saintifik
menyentuh tiga ranah pembelajaran, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Proses pembelajaran yang melibatkan ketiga ranah tersebut digambar sebagai
berikut:
Gambar I
Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013
13Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan“Pendekatan-pendekatan..., 1.
Keterampilan
(Tahu Bagaimana)
Pengetahuan
(Tahu Apa) Sikap
(Tahu Mengapa)
Produktif Inovativ
15
Implementasi Kurikulum 2013 dalam pembelajaran dengan pendekatan
saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar
peserta didik secara aktif mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui
tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah),
merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan
data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan
mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang “ditemukan”. Pendekatan
saintifik dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik
dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah,
bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada
informasi searah dari guru. Oleh karena itu, kondisi pembelajaran yang
diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong peserta didik dalam mencari
tahu dari berbagai sumber melalui observasi, dan bukan hanya diberi tahu.14
Penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran maelibatkan
keterampilan proses, seperti mengamati, mengklasifikasi, mengukur,
meramalkan, menjelaskan, dan menyimpulkan. Dalam melaksanakan
proses-proses tersebut, bantuan guru diperlukan. Akan tetapi, bantuan guru tersebut
harus semakin berkurang dengan semakin tingginya kelas peserta didik.
Metode saintifik sangat relevan dengan tiga teori belajar, yaitu teori Bruner,
teori Piaget, dan teori Vygotsky. Teori belajar Bruner disebut juga teori belajar
14 M. Hosnan, Pendekatan Saintifik dan Kontekstual Dalam Pembelajaran Abad 21, (Jakarta : Ghalia
16
penemuan. Ada empat hal pokok berkaitan dengan teori belajar Bruner. Pertama,
individu hanya belajar dan mengembangkan pikirannya apabila ia menggunakan
pikirannya. Kedua, dengan melakukan proses-proses kognitif dalam proses
penemuan, peserta didik akan memperoleh sensasi dan kepuasan intelektual yang
merupakan suatu penghargaan intrinsik. Ketiga, satu-satunya cara agar seseorang
dapat mempelajari teknik-teknik dalam melakukan penemuan adalah ia memilik
kesempatan untuk melakukan penemuan. Keempat, dengan melakukan penemuan
maka akan memperkuat retensi ingatan. Empat hal diatas adalah bersesuaian
dengan proses kognitif yang diperluksn dalam pembelajaran menggunakan
metode saintifik.15
Teori Piaget, menyatakan bahwa belajar berkaitan dengan pembentukan dan
perkembangan skema (jamak skemata). Skema adalah suatu struktur mental atau
struktur kognitif yang dengannya seseorang secara intelektual beradaptasi dan
mengkoordinasi lingkungan sekitarnya. Skema tidak pernah berhenti berubah,
skemata seorang anak akan berkembang menjadi skemata orang dewasa. Proses
yang menyebabkan terjadinya perubahan skemata disebut dengan adaptasi.
Proses terbentuknya adaptasi ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu asimilasi
dan akomodasi. Asimilasi merupakan proses kognitif yang dengannya seseorang
mengintegrasikan stimulus yang dapat berupa persepsi, konsep, hukum, prinsip
ataupun pengalaman baru kedalam skema yang sudah ada didalam pikirannya.
Akomodasi dapat berupa pembentukan skema baru yang dapat cocok dengan
17
ciri-ciri rangsangan yang ada atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga
cocok dengan ciri-ciri stimulus yang ada. Dalam pembelajaran diperlukan adanya
penyeimbangan atau ekuilibrasi atara asimilsi dan akomodasi.16
Vygotsky, dalam teorinya menyatakan bahwa pembelajaran terjadi apabila
peserta didik bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari
namun tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuan atau tugas itu
berada dalam zone of proximal develoment daerah terletak antara tingkat
perkembangan anak saat ini yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan
masalah dibawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih
mampu.17
Karakteristik pembelajaran dengan pendekatan saintifik yaitu pembelajaran
yang berpusat pada peserta didik yang melibatkan keterampilan proses sains
dalam mengkontruksi konsep, hukum atau prinsip.
Pendekatan saintifik dalam pembelajaran bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan intelek, khususnya kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik
dalam menyelesaikan suatu masalah secara sistematik, dan melatih peserta didik
dalam mengkomunikasikan ide-ide. Hal ini diharapkan mampu mendorong
terciptanya kondisi pembelajaran di mana peserta didik merasa bahwa belajar itu
merupakan suatu kebutuhan, sehingga dapat diperoleh hasil belajar yang tinggi.
16Ibid., 35.
18
Pendekatan saintifik berkaitan erat dengan metode saintifik. Metode saintifik
(ilmiah) pada umumnya melibatkan kegiatan pengamatan atau observasi yang
dibutuhkan untuk perumusan hipotesis atau mengumpulkan data. Metode ilmiah
pada umunya dilandasi dengan pemaparan data yang diperoleh melalui
pegamatan atau percobaan. Oleh sebab itu, kegiatan percobaan dapat diganti
dengan kegiatan memperoleh informasi dari berbagai sumber.18 Aktivitas yang
dilakukan dalam kegiatan ilmiah pada umumnya adalah sebagai berikut.
Gambar II
Komponen Aktivitas Ilmiah
Pendekatan saintifik merupakan kerangka ilmiah pembelajaran yang diusung
oleh Kurikulum 2013. Pendekatan saintifik terdiri lima langkah. Langkah tersebut
biasa disingkat 5M, yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan informasi,
mengasosiasi, dan mengomunikasikan. Langkah-langkah pada pendekatan saintifik
18Ridwan Abdullah Sani, Pembelajaran Saintifik untuk Implementasi Kurikulum 2013, (Jakarta : Bumi
Aksara, 2014), 51.
Observasi
Teori dan Model
Eksperimen
Hipotesis Hasil/Data
19
merupakan bentuk adaptasi dari langkah-langkah ilmiah pada sains. Proses
pembelajaran dapat dipadankan dengan suatu proses ilmiah, karenanya Kurikulum
2013 mengamanatkan esensi pendekatan saintifik dalam pembelajaran.
Untuk mata pelajaran, materi, atau situasi tertentu, sangat mungkin pendekatan
ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara prosedural. Pada kondisi seperti
ini, tentu saja proses pembelajaran harus tetap menerapkan nilai-nilai atau
sifat-sifat ilmiah dan menghindari nilai-nilai atau sifat-sifat-sifat-sifat non-ilmiah.19
Adapun langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah
sebagai berikut :
Gambar III
Langkah-Langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik
1. Mengamati (Observing)
Kegiatan pertama pada pendekatan ilmiah (scientific approach) adalah
pada langkah pembelajaran mengamati (observing). Observasi adalah
menggunakan panca indra untuk memperoleh informasi.20 Dengan metode
observasi, peserta didik akan merasa tertantang mengekplosrasi rasa ingin
tahunya tentang fenomena dan rahasia alam yang senantiasa menantang.
19 M. Hosnan, Pendekatan Saintifik dan Kontekstual Dalam Pembelajaran Abad 21, 37. 20 Ridwan Abdullah Sani, Pembelajaran Saintifik untuk Implementasi Kurikulum 2013, 54.
Mengamati Menanya Mengumpul
kan Informasi Mengasosiasi
20
Metode observasi mengedepankan pengamatan langsung pada objek yang
akan dipelajari sehingga peserta didik mendapatkan fakta berupa data yang
objektif yang kemudian dianalisis sesuai tingkat perkembangan peserta didik
melalui panca indera, dan panca indera peserta didik akan menyerap berbagai
hal-hal yang terjadi disekitar dengan merekam, mencatat, dan mengingat.21
Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran
(meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti
menyajikan media objek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan
mudah pelaksanaannya. Tentu saja kegiatan mengamati dalam rangka
pembelajaran ini biasanya memerlukan waktu persiapan yang lama dan
matang, biaya dan tenaga relatif banyak, dan jika tidak terkendali akan
mengaburkan makna serta tujuan pembelajaran.22 Metode mengamati sangat
bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik. Sehingga proses
pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Dengan metode observasi
peserta didik menemukan fakta bahwa ada hubungan antara objek yang
dianalisis dengan materi pembelajaran yang digunakan oleh guru.23
Kegiatan observasi dalam proses pembelajaran meniscayakan keterlibatan
peserta didik secara langsung. Dalam kaitan ini, guru harus memahami bentuk
keterlibatan peserta didik dalam observasi tersebut. Selama proses
21 Hamzah dan Nurdin Muhammad,Belajar Dengan Pendekatan Paikem, (Jakarta: Bumi Aksara,
2013), 40.
22 Ridwan Abdullah Sani, Pembelajaran Saintifik untuk Implementasi Kurikulum 2013, 54.
23 Daryanto, Pendekatan Pembelajaran Saintifik Kurikulum 2013, (Yogyakarta, Gava Media, 2014),
21
pembelajaran, peserta didik dapat melakukan observasi dengan dua cara
pelibatan diri. Kedua cara pelibatan dimaksud yaitu observasi berstruktur dan
observasi tidak berstruktur, seperti dijelaskan berikut ini.
a. Observasi berstruktur. Pada observasi berstruktur dalam rangka proses
pembelajaran, fenomena subjek, objek, atau situasi apa yang ingin
diobservasi oleh peserta didik telah direncanakan oleh secara
sistematis di bawah bimbingan guru.
b. Observasi tidak berstruktur. Pada observasi yang tidak berstruktur
dalam rangka proses pembelajaran, tidak ditentukan secara baku
mengenai apa yang harus diobservasi oleh peserta didik. Dalam
kerangka ini, peserta didik membuat catatan, rekaman, atau mengingat
dalam memori secara spontan atas subjek, objektif, atau situasi yang
diobservasi.24
Dalam pembelajaran pendidikan agama islam pada tingkat pendidikan
dasar aspek mengamati dapat dilakukan dengan mengamati fenomena alam
dan ciptaan Allah terutama fenomena alam dan ciptaan Allah yang ada
disekitar peserta didik. Hal ini sesuai dengan konsep pendekatan Contextual
Teaching Learning yang mengkaitkan anatara pengetahuan yang akan
dipelajari dengan pengalaman hidup peserta didik, sehingga apa yang di
pelajari dapat memberikan kesan yang mendalam bagi peserta didik. Untuk
24 Imas Kurniasih dan Berlin Sani, Sukses Mengimplementasikan Kurikulum 2013, ( : Kata Pena,
22
peserta didik pada tingkat pendidikan menengah dalam aspek mengamati ini,
guru dapat mengajak peserta didik untuk merenungkan peristiwa-peristiwa
kehidupan manusia yang berkaitan dengan materi yang dipelajari sehingga
peserta didik dapat merenungkan dan menghayati hikmah dari
peristiwa-peristiwa itu sebagai pembelajaran yang sangat berharga.
Kompetensi yang dikembangkan pada langkah ini adalah melatih
kesungguhan, ketelitian, mencari informasi. Dalam hal ini, guru menyajikan
perangkat pembelajaran berupa media pembelajaran.25
2. Menanya (Questioning)
Langkah kedua dalam pendekatan ilmiah (scientific approach) adalah
questioning (menanya). Kegiatan belajarnya adalah mengajukan pertanyaan
tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan
untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati (dimulai
dari pertanyaan faktual sampai pertanyaan hipotetik). Kompetensi yang
dikembangkan adalah kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan
pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan
belajar sepanjang hayat.26
Dalam kegiatan mengamati, guru membuka kesempatan secara luas
kepada peserta didik untuk bertanya mengenai apa yang sudah dilihat,
disimak, dibaca atau dilihat. Guru perlu membimbing peserta didik untuk
25 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81 a Tahun 2013 tentang
Implementasi kurikulumTentang Implementasi Kurikulum, 43.
23
dapat mengajukan pertanyaan - pertanyaan tentang yang hasil pengamatan
objek yang konkrit sampai kepada yang abstra berkenaan dengan fakta,
konsep, prosedur, atau pun hal lain yang lebih abstrak. Pertanyaan yang
bersifat faktual sampai kepada pertanyaan yang bersifat hipotetik.
Situasi di mana peserta didik dilatih menggunakan pertanyaan dari guru,
masih memerlukan bantuan guru untuk mengajukan pertanyaan sampai ke
tingkat di mana peserta didik mampu mengajukan pertanyaan secara
mandiri. Melalui kegiatan bertanya dikembangkan rasa ingin tahu peserta
didik. Semakin terlatih dalam bertanya maka rasa ingin tahu semakin dapat
dikembangkan. Pertanyaan terebut menjadi dasar untuk mencari informasi
yang lebih lanjut dan beragam dari sumber yang ditentukan guru sampai
yang ditentukan peserta didik, dari sumber yang tunggal sampai sumber
yang beragam.27
Dalam pendidikan agama islam, aspek bertanya ini dilakukan untuk
mengajak anak untuk dapat memahami doktrin-doktrin agama yang
ditanamkan pada diri peserta didik agar menjadi sebuah pri nsip yang
mengkarakter dalam kehidupan peserta didik. Umpamanya dalam
mengilmiahkan pemahaman anak tentang dosa dan neraka, guru dapat
menggiring pemikiran anak untuk berfikir dan melakukan
pertanyaan-pertanyaan mengenai apa sebenarnya dosa itu, mengapa setiap orang malu
jika dosanya diketahui oleh orang lain. Mengapa setiap mendengar kata
24
neraka semua manusia merasa takut, bagaimana sebenarnya neraka itu,
berapa derajat sebenarnya panasnya api neraka itu dan lain sebagainya.
Bertanya merupakan salah satu pintu masuk untuk memperoleh
pengetahuan. Karena itu, bertanya dalam kegiatan pembelajaran merupakan
kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan
berfikir peserta didik. Demikian pula, bertanya merupakan bagian penting
dalam melaksanakan pembelajaran inquiry, yaitu menggali informasi,
mengkonfirmasikan apa yang sudah, dan mengarahkan perhatian pada aspek
yang belum diketahuinya28. Dalam kegiatan menanya, guru membuka
kesempatan sacara luas kepada peserta didik untuk bertanya mengenai apa
yang dilihat, disimak, dibaca atau dilihat.
3. Mengumpulkan Informasi (Experimenting)
Kegiatan mengumpulkan informasi merupakan tidak lanjut dari bertanya.
Kegiatan ini dilakukan dengan menggali dan mengumpulkan informasi dari
berbagai sumber melalui berbagai cara. Untuk itu peserta didik dapat
membaca buku lebih banyak, memperhatikan fenomena atau objek yang lebih
teliti, atau bahkan melakukan eksperimen. Dalam Permendikbud Nomor 81a
tahun 2013, aktivitas mengumpulkan informasi dilakukan melalui eksperimen,
membaca sumber lain selain buku teks, mengamati objek/kajian/aktivitas
wawancara dengan narasumber, dan sebagainya.29 Metode yang digunakan
25
dalam mengarahkan peserta didik adalah dengan mengajukan pertanyaan yang
dapat mengembangkan ide mereka dan membantu peserta didik berfikir secara
mendalam.30
Kompetensi yang dikembangkan yaitu untuk mengembangkan sikap teliti,
jujur,sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi,
menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara
yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang
hayat.31
4. Mengasosiasi (Associating)
Langkah berikutnya pada pendekatan ilmiah (scientific approach) adalah
(Associating) mengasosiasikan/mengolah informasi/menalar. Pada proses
pembelajaran dengan pendekatan ilmiah dalam Kurikulum 2013
menggambarkan bahwa pendidik dan peserta didik merupakan pelaku aktif.
Titik tekannya tentu dalam banyak hal dan situasi peserta didik harus lebih
aktif daripada guru. Aktivitas menalar dalam konteks proses pembelajaran
dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi yakni
mengacu kepada kemampuan mengelompokkan beragam ide dan
peristiwa-peristiwa kemudian menjadikannya penggalan memori diotak.32
Dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan Permendikbud
Nomor 81a tahun 2013, adalah memproses informasi yang sudah
26
dikumpulkan, baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/ eksperimen
maupun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan
informasi. Kegiatan ini dilakukan untuk menentukan keterkaitan informasi
dengan informasi lainnya, menemukan pola dari keterkaitan informasi
tersebut. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah mengembangkan sikap
jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur
dan kemampuan berfikir induktif serta deduktif dan menyimpulkan. Peserta
didik pun di bina untuk memiliki ketrampilan agar dapat menerapkan dan
memanfaatkan pengetahuan yang pernah diterimanya pada hal-hal atau
masalah yang baru dihadapinya.33
Terdapat dua cara menalar, yaitu penalaran induktif dan penalaran
deduktif. Penalaran induktif merupakan cara menalar dengan menarik
simpulan dari fenomena atau atribut-atribut khusus untuk hal-hal yang bersifat
umum. Jadi, menalar secara induktif adalah proses penarikan simpulan dari
kasus-kasus yag bersifat nyata secara individual atau spesifik menjadi
simpulan bersifat umum. Kegiatan menalar secara induktif lebih banyak pada
observasi inderawi atau pengalaman empirik.
Penalaran deduktif merupakan cara menalar dengan menarik kesimpulan
dari pernyataan-pernyataan atau fenomena yang bersifat umum meuju pada
hal yang bersiat khusus. Pola penalaran deduktif dikenal dengan pola
33 Evelin Siregar dan Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Bogor:Ghalia Indonesia, 2010),
27
silogisme. Cara kerja menalar secara deduktif adalah menerapkan hal-hal yang
umum terlebih dahulu untuk kemudian dihubungkan ke dalam
bagian-bagiannya yang khusus.34
5. Mengkomunikasikan
Dalam kegiatan mengkomunikasikan, pendidik diharapkan memberi
kesempatan kepada peserta didik untuk menyampaikan apa yang telah mereka
pelajari. Hasil tersebut disampaikan dikelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil
belajar peserta didik atau kelompok peserta didik tersebut. Peserta didik
diharapkan sudah dapat mempresentasikan hasil temuannya untuk kemudian
ditampilkan di depan khalayak ramai sehingga rasa berani dan percaya dirinya
dapat lebih terasah. Peserta didik yang lain pun dapat memberikan komentar,
saran, atau perbaikan mengenai apa yang di presentasikan oleh rekannya.35
Dalam Permendikbud Nomor 81a tahun 2013, kegiatan
mengkomunikasikan adalah menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan
berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya.36
Kompetensi yang dikembangkan yaitu untuk mengembangkan sikap jujur,
teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat
dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang
baik dan benar.
34 Daryanto, Pendekatan Pembelajaran Saintifik Kurikulum 2013, 75-76. 35 Daryanto, Pendekatan Pembelajaran Saintifik Kurikulum 2013, 80.
36 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.81a Tahun 2013 Tentang Implementasi
28
B. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
1. Pengertian Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Menurut Hilgrad dan Bower dalam Fudyartanto, belajar (To learn) memiliki
arti:
1) To gain knowledge, comprehension, or mastery of through experience
or study; 2) To fix in the mind or memory; memorize; 3) To acquire
trough experience; 4) To become in forme to find out.
Atinya, 1) memperoleh pengetahuan atau menguasai pengetahuan melalui
pengalaman, 2) mengingat, 3) menguasai pengalaman, dan 4) mendapatkan
informasi atau menemukan. Dengan demikian, belajar memiliki arti dasar
adanya aktivitas atau kegiatan dan penguasaan tentang sesuatu.37
Secara kuantitatif (ditinjau dari sudut jumlah), belajar berarti kegiatan
pengisian atau pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta
sebanyakbanyaknya. Jadi, belajar dalam hal ini dipandang dari sudut berapa
banyak materi yang dikuasai peserta didik. Adapun pengertian belajar secara
kualitatif (tinjauan mutu) ialah proses memperoleh arti-arti dan
pemahaman-pemahaman serta cara-cara menafsirkan dunia di sekeliling peserta didik.
Dari beberapa definisi yang telah diuraikan tadi, belajar dapat dipahami
sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relativ menetap
sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan
proses kognitif.
37 Fudyartanto, Ki RBS, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Jogjakarta: Global Pustaka
29
Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No.20
Tahun 2003, Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber balajar pada suatu lingkungan belajar38. Jadi pada
intinya proses pembelajaran tidak terlepas dari tiga hal, yaitu pendidik,
peserta didik dan sumber-sumber belajar yang digunakan dalam proses
pembelajaran.
Pembelajaran menurut Oemar Hamalik: “Sebagai suatu kombinasi yang
tersusun, meliputi unsur-unsur manusiawi, fasilitas, perlengkapan dan prosedur
yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran”.39
Menurut Meril, Pembelajaran merupakan kegiatan dimana seseorang
secara sengaja diubah dan dikontrol dengan maksud agar bertingkah laku
atau bereaksi terhadap kondisi tertentu.40
Pembelajaran adalah upaya guru membelajarkan peserta didik melalui
kegiatan memilih, menetapkan, dan mengembangkan metode yang optimal
untuk mencapai hasil pembelajaran yang diharapkan berdasarkan kondisi yang
ada.41 Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar
dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan
oleh peserta didik atau murid.42
38 UU RI No. 20 tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Bandung: Citra Umbara, 2006), 5. 39 Oemar Hamalik, Kurikulum Dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), 57.
40 Muhaimin .et.al, Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Islam di Sekolah,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), 164.
30
Proses pembelajaran adalah sebuah upaya bersama antara guru dan peserta
didik untuk berbagi dan mengolah informasi dengan tujuan agar pengetahuan
yang terbentuk ter-“internalisasi” dalam diri peserta pembelajaran dan menjadi
landasan belajar secara mandiri dan berkelanjutan. Maka kriteria keberhasilan
sebuah proses pembelajaran adalah munculnya kemampuan belajar
berkelanjutan secara mandiri.
Salah satu tujuan dari pembelajaran adalah meningkatkan kemampuan
berpikir peserta didik dengan mengembangkan proses berpikir tingkat tinggi
peserta didik. Untuk mencapai tujuan tersebut, guru harus menyediakan peluang
di dalam kelas yang mempertimbangkan prakarsa dan keterlibatan peserta didik
lebih besar.
Sebuah proses pembelajaran yang baik, paling tidak harus melibatkan 3
aspek, yaitu : aspek psikomotorik, aspek kognitif dan aspek afektif. Aspek
psikomotorik dapat difasilitasi lewat adanya praktikum-praktikum dengan
tujuan terbentuknya ketrampilan eksperimental. Aspek kognitif difasilitas lewat
berbagai aktifitas penalaran dengan tujuan adalah terbentuknya penguasaan
intelektual. Sedangkan aspek afektif dilakukan lewat aktifitas pengenalan dan
kepekaan lingkungan dengan tujuan terbentuknya kematangan emosional.
Ketiga aspek tersebut bila dapat dijalankan dengan baik akan membentuk
kemampuan berfikir kritis dan munculnya kreatifitas.
Secara umum pendidikan Agama Islam merupakan mata pelajaran yang
31
Ajaran-ajaran tersebut terdapat dalam Al-Qur’an dan hadits serta melalui
proses ijtihad para ulama’ mengembangkan pendidikan Agama Islam pada
tingkat yang rinci.
Di dalan GBPP SD dan MI mata pelajaran pendidikan Agama Islam
kurikulum 1994, dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan pendidikan
Agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik untuk
meyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan agama Islam melalui
kegiatan bimbingan, pengajaran atau latihan dengan memperhatikan tuntutan
untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungan kerukunan antar
umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.43
Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa pengertian pendidikan Agama
Islam adalah bimbingan yang diarahkan untuk meningkatkan keyakinan,
pemahaman, penghayatan, dan pengalaman ajaran Agama Islam dari peserta
didik, yang disamping untuk membentuk kesalehan atau kualitas pribadi juga
sekaligus untuk membentuk kesalehan sosial. Dalam arti, kulitas dan
kesalehan pribadi itu diharapka mampu memancar keluar dalam hubungan
keseharian dengan manusia lainnya (bermasyarakat), baik yang seagama
(sesama muslim) ataupun yang tidak seagama (hubungan dengan non
muslim), serta dalam berbangsa dan bernegara, sehingga dapat terwujud
persatuan nasional.
43 Muhaimin, dkk, Strategi Belajar Mengajar, Penerannya dalam Pembelajaran Pendidikan Agama,
32
Omar Muhammad al-Toumi al-Syaibani mendefinisikan Pendidikan
Agama Islam dengan:”Proses mengubah tingkah laku individu pada
kehidupan pribadi, masyarakat dan alam sekitarnya, dengan cara pengajaran
sebagai suatu aktivitas asasi dalam masyarakat.”44 Pengertian ini lebih
menekankan pada perubahan tingkah laku, dari yang buruk menuju yang
baik, dari yang minimal menuju yang maksimal, dari yang potensial menjadi
yang aktual, dari yang pasif menuju yang aktif. Cara mengubah tingkah laku
itu melalui proses pengajaran. Perubahan tingkah laku itu tidak saja berhenti
pada level individu, tetapi juga mencakup level masyarakat, sehingga
menghasilkan kesalehan sosial.
Menurut Zakiyah Daradjat. pendidikan Agama Islam adalah suatu
usaha untuk menimba dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat
memahami ajaran Islam secara menyeluruh. Lalu menghayati tujuan yang
pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan islam sebagai
pandangan hidup45. Jadi, pendidikan agama yang merupakan usaha sadar
yang dilakukan pendidik dalam rangka mempersiapkan peserta didik untuk
meyakini, memahami dan mengamalkan ajaran Agama Islam melalui
kegiatan bimbingan, pengajaran atau pelatihan yang telah ditentukan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
44 Omar Muhammad al-Toumi Javed al-Sahlani dalam, Falsafah Pendidikan Islam, terj. Hasan Langgulung (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), 399.
33
Muhammad Fadhil al-jamali mengajukan pengertian Pendidikan Agama
Islam dengan:”Upaya mengembangkan, mendorong, serta mengajak manusia
untuk lebih maju dengan berlandaskan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan
yang mulia, sehingga terbentuk pribadi yang lebih sempurna, baik yang
berkaitan dengan akal, perasaan maupun perbuatan.”46
Tayar Yusuf, mengartikan pendidikan Agama Islam sebagai usahasadar
generasi tua untuk mengalihkan pengalaman, pengetahuan, kecakapan dan
keterampilan kepada generasi muda kelak menjadi manusia bertaqwa kepada
Allah SWT. Sedangkan menurut A.Tafsir Pendidikan Agama Islam adalah
bimbingan yang diberikan seseorang agar ia berkembang secara maksimal
sesuai dengan ajaran Islam47. Pengertian diatas, menunjukkan adanya usaha
yang dilakukan oleh generasi tua kepada generasi penerusnya dengan tujuan
agar suatu saat nanti benar-benar menjadi manusia yang taat dan patuh
kepada Allah SWT.
Dari beberapa pengertian di atas, bahwa pendidikan agam Islam yang
harus dilakukan umat Islam adalah pendidikan yang mengarahkan manusia
kearah akhlak yang mulia dengan memberikan kesempatan keterbukaan
terhadap pengaruh dari luar dan perkembangan dari dalam diri manusia yang
dilandasi oleh keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT. Dan semua itu
46 Muhammad Fadhil al-Jamali, Falsafah Pendidikan dalam Al-Qur’an, (Surabaya: Bina Ilmu, 1986),
3.
47 Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, (Bandung:
34
tidak boleh menyimpang dari nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran
Agama Islam, oleh karena itu, pendidikan Agama Islam itu terdapat proses
transfer nilai, pengetahuan dan keterampilan, maka akan mencakup dua hal:
(a) mendidik peserta didik untuk berperilaku sesuai dengan nilai-nilai atau
akhlak Islam, (b) mendidik peserta didik untuk mempelajari materi ajaran
Islam, subjek berupa pengetahuan tentang ajaran Islam.
Adapun pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) menurut Muhaimin
adalah “Suatu upaya membuat peserta didik dapat belajar, butuh belajar,
terdorong belajar, mau belajar dan tertarik untuk terus-menerus mempelajari
agama Islam, baik untuk mengetahui bagaimana cara beragama yang benar
maupun mempelajari Islam sebagai pengetahuan.”.48
Jadi, pembelajaran pendidikan Agama Islam yaitu membelajarkan peserta
didik menggunakan asas pendidikan dan teori belajar yang merupakan
penentu utama keberhasilan pendidikan Agama Islam yang didalamnya
terdapat proses komunikasi dua arah yang dilakukan pendidik kepada pesrta
didik dengan menggunakan bahan atau materi-materi pendidikan Agama
Islam.
Menurut Zuhairini, bahan atau materi pembelajaran pendidikan Agama
Islam. Sebagaimana diketahui ajaran pokok Islam meliputi:
a. Masalah keimanan (Aqidah) adalah bersifat I’tikad batin, mengajarkan ke
-Esa-an Allah.
35
b. Masalah keislaman (Syari’ah) adalah hubungan dengan alam lahir
dalam rangka mentaati semua peraturan dan hukum Tuhan, guna
mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan dan mengatur
pergaulan hidup dan kehidupan bangsa.
c. Masalah ihsan (Akhlak) adalah suatu amalan yang bersifat pelengkap
penyempurnaan bagi kedua diatas dan mengajarkan tata cara pergaulan
hidup manusia.
Tiga inti ajaran pokok ini kemudian dijabarkan dalam bentuk rukun iman,
rukun Islam dan akhlak. Dari ketiga hal tersebut lahirlah beberapa keilmuan
agama yaitu: ilmu tauhid,ilmu figh dan ilmu akhlak. Tiga kelompok ilmu
agama ini kemudian dilengkapi dengan pembatasan rukun Islam dan materi
pendidikan agama Islam yaitu: al-Qur’an dan Hadits, serta ditambah dengan
sejarah Islam (tarikh) sehingga secara berurutan: (1) ilmu tauhid atau
ketuhanan, (2) ilmu fiqih, (3) al-Qur’an, (4) hadits, (5) akhlak, (6) tarikh49.
Dalam penyusunan materi pokok dalam kurikulum pendidikan Agama di
sekolah pengembangannya dilakukan melalui pendekatan dalam:
a. Hubungan manusia dengan Tuhan
b. Hubungan manusia dengan manusia
c. Hubungan manusia dengan alam50.
49 Zuhairini, dkk, Metodik Khusus Pendidikan Agama (Surabaya: Usaha Nasional, 1981), 60-61 50 Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama &Pembangunan Watak Bangsa (Jakarta: Rajagrafindo
36
Ruang kingkup pembahasan, luas dan mendalam tergantung kepada jenis
lembaga pendidikan yang bersangkutan, tingkatan kelas, tujuan kemampuan
anak-anak sebagai konsumennya.sementara itu secara empirik dalam
pelaksanaan pendidikan Agama masih dirasakan terjadinya kesenjangan
antara peran dan harapan yang ingin di capai dengan terbatasnya alokasi
waktu yang disediakan. Untuk sekolah-sekolah agama tentunya
pembahasannya lebih luas, mendalam dan terperinci dari pada sekolahan
umum, demikian pula perdebatan untuk tingkatan rendah dan tingginya kelas
yang tinggi.
2. Fungsi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Pendidikan Agama Islam untuk sekolah/madrasah berfungsi sebagai
berikut:
a. Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didik
kepada Allah SWT yang telah ditanamkan dalam lingkungan keluarga.
Sekolah hanya berfungsi untuk menumbuhkembangkan lebih lanjut dalam
diri anak melalui bimbingan, pengajaran, dan pelatihan agar keimanan dan
ketakwaan tersebut dapat berkembang secara optimal sesuai dengan tingkat
perkembangannya.
b. Penanaman nilai, sebagai pedoman hidup untuk mencari kebahagiaan hidup
37
c. Penyesuaian mental, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya
baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan dapat mengubah
lingkungannya sesuai dengan ajaran agama Islam.
d. Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan,
kekurangan-kekurangan, dan kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan,
pemahaman, dan pengalaman ajaran dalam kehidupan sehari-hari.
e. Pengajaran tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum (alam nyata
dan nirnyata), system dan fungsionalnya.
f. Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki bakat
khusus di bidang Agama Islam agar bakat tersebut dapat berkembang secara
optimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri dan bagi orang
lain.51
3. Tujuan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Pada dasarnya tujuan pendidikan merupakan hal yang dominan dalam
pendidikan, sesuai dengan ungkapan Breiter bahwa Pendidikan adalah
persoalan tujuan dan fokus, belajar itu mempunyai tujuan agar peserta didik
dapat meningkatkan kualitas hidupnya sebagai individu maupun sebagai
makhluk sosial52.
Kunci dalam rangka menentukan tujuan pembelajaran adalah kebutuhan
peserta didik, maka mata pelajaran, dan guru itu sendiri. Berdasarkan
51 Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), 11.
38
kebutuhan peserta didik dapat ditetapkan apa yang hendak dicapai,
dikembangkan dan diapresiasi. Berdasarkan mata pelajaran yang ada dalam
petunjuk kurikulum dapat ditentukan hasil-hasil pendidikan yang diinginkan.
Guru sendiri adalah sumber utama tujuan bagi peserta didik, dan dia harus
mampu menulis dan memilih tujuan-tujuan pendidikan yang bermakna, dan
dapat terukur53. Oleh karena itu tujuan pembelajaran merupakan salah satu
aspek yang harus dipertimbangkan dalam merencanakan pembelajaran, sebab
segala kegiatan pembelajaran muaranya pada tercapainya tujuan
pembelajaran tersebut.
Suatu tujuan pembelajaran seyogyanya memenuhi kreteria sebagai
berikut:
a. Tujuan itu menyediakan situasi atau kondisi untuk belajar, misalnya dalam
situasi bermain peran.
b. Tujuan mendefinisikan tingkah laku peserta didik dalam bentuk dapat
diukur dan dapat diamati.
c. Tujuan menyatakan tingkah minimal perilaku yang dikehendaki.54
Secara umum tujuan pendidikan agama Islam di sekolah atau madrasah
bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui
pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta
pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia
39
yang terus berkembang dalam keimanan, ketaqwaannya, berbangsa dan
bernegara serta untuk dapat melanjudkan pada jenjang pendidikan yang lebih
tinggi.55
Tujuan pendidikan Islam terbagi kepada: tujuan umum, tujuan sementara,
tujuan akhir, dan tujuan operasional. Tujuan umum adalah tujuan yang akan
dicapai dengan semua kegiatan pendidikan baik dengan pengajaran atau
dengan cara lain. Tujuan sementara adalah tujuan yang ingin dicapai setelah
anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dengan
sebuah kurikulum. Tujuan akhir adalah tujuan yang dikehendaki agar peserta
didik menjadi manusia-manusia sempurna (insan kamil) setelah ia
menghabisi sisa umurnya. Sementara tujuan operasional adalah tujuan praktis
yang akan dicapai dengan sejumlah pendidikan tertentu56.
Adapun tujuan utama atau pokok dari Pendidikan Agama Islam yaitu
mendidik budi pekerti dan pendidikan jiwa. Dengan kata lain, tujuan
Pendidikan Agama Islam sejalan dengan misi Islam sendiri, yaitu:
mempertinggi nilai-nilai akhlak, sampai mencapai tingkat akhlak
al-karimah.57
55 Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, 135.
56 Armai Arief Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002),
18-19.
57Jalaludin dan Usman Sa’id, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994),
40
Dari beberapa tujuan tersebut dapat ditarik kesimpulan beberapa dimensi
yang hendak ditingkatkan dan dituju oleh kegiatan pembelajaran pendidikan
agama Islam, yaitu:
a. Dimensi keimanan peserta didik terhadap ajaran agama Islam.
b. Dimensi pemahaman atua penalatan (intelektual) serta keilmuan
peserta didik terhadap ajaran agama Islam.
c. Dimensi penghayatan atau pengalaman batin yang dirasakan peserta didik
dalam menjalankan ajaran Islam.
d. Dimensi pengamalannya, dalam arti bagaimana ajaran Islam yang telah di
imani, dipahami dan di hayati atau diinternalisasi oleh pesrta didik itu
mampu menumbuhkan motivasi dalam dirinya untuk menggerakkan,
mengamalkan, dan menaati ajaran agama dan nilai-nilainya dalam
kehidupan pribadi, sebagai manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Allah SWT serta mengaktulisasikan dan merealisasikan dalam kehidupan
bermasyarakat,berbangsa dan bernegara.
Untuk mencapai tujuan tersebut maka ruang lingkup materi PAI
(kurikulum 1994) pada dasarnya mencakup tujuh unsur pokok, yaitu:
al-Qur’an-hadits, keimanan, syari’ah, ibadah, muamalah, akhlak, dan tarikh
(sejarah Islam) yang menekankan pada perkembangan politik. Pada
kurikulum tahun 1999 dipadatkan menjadi lima unsur pokok, yaitu: