• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Aktivitas Antioksidan dan Kadar Tempe Satu Kali Perebusan dari Kedelai (Glycine max L Merr) Lokal var. Grobogan dan Impor T1 652007023 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Aktivitas Antioksidan dan Kadar Tempe Satu Kali Perebusan dari Kedelai (Glycine max L Merr) Lokal var. Grobogan dan Impor T1 652007023 BAB II"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kedelai (Glycine maxL Merr)

Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Berasal dari daerah Manshukuo (Cina Utara). Di Indonesia, yang dibudidayakan mulai abad ke-17 sebagai tanaman makanan dan pupuk hijau. Penyebaran tanaman kedelai ke Indonesia berasal dari daerah Manshukuo menyebar ke daerah Mansyuria: Jepang (Asia Timur) dan ke negara-negara lain di Amerika dan Afrika. Kedelai yang tumbuh secara liar di Asia Tenggara meliputi sekitar 40 jenis. Penyebaran geografis dari kedelai mempengaruhi jenis tipenya. Terdapat 4 tipe kedelai yakni: tipe Mansyuria, Jepang, India, dan Cina. Dasar-dasar penentuan varietas kedelai adalah menurut: umur, warna biji dan tipe batang (Anonim, 2000).

Gambar 2.1. Kedelai

(2)

diantaranya adalah varietas, musim/iklim, lokasi geografis, dan tekanan lingkungan (Schmidl dan Labuza, 2000 dalam Wahyuningtyas, 2003).

Tabel 2.1. Komposisi Gizi Kedelai Kering per 100 gram Biji

Komposisi Jumlah

Kalori (kkal) 331

Protein (gr) 34,9

Lemak (gr) 18,1

Karbohidrat (gr) 24,8

Kalsium (mg) 227

Fosfor (mg) 585

Besi (mg) 8,0

Vitamin A (SI) 110

Vitamin B1 (mg) 1,1

Air (gr) 7,5

Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI, 1972

Kedelai merupakan salah satu komoditas penting karena kedelai mempunyai nilai kemanfaatan yang tinggi, kedelai bisa diolah menjadi bahan makanan, minuman serta penyedap cita rasa makanan. Sebagai bahan makanan pada umumnya kedelai tidak langsung dimakan, melainkan diolah terlebih dahulu sesuai dengan kegunaannya, misalnya : tempe, tahu, kecap, tauco, tauge bahkan diolah secara modern menjadi susu dan minuman sari kedelai, kemudian dikemas di dalam botol (AAK, 1995).

(3)

pengolahan, baik melalui proses fermentasi maupun proses non-fermentasi, senyawa isoflavon dapat mengalami transformasi, terutama melalui proses hidrolisa sehingga dapat diperoleh senyawa isoflavon bebas yang disebut aglikon yang lebih tinggi aktivitasnya. Senyawa aglikon tersebut adalah Genistein, Daidzein, dan Glisitein (Pawiroharsono, 1995 dalam Dwinaningsih, 2010).

2.2. Kedelai Lokal varietas Grobogan

Dilepas tahun : 2008

SK Mentan : 238/Kpts/SR.120/3/2008

Asal :Pemurnian populasi Lokal Malabar

Grobogan Tipe pertumbuhan : determinit Warna hipokotil : ungu

Warna epikotil : ungu

Warna daun : hijau agak tua

Warna bulu batang : coklat

Warna bunga : ungu

Warna kulit biji : kuning muda Warna polong tua : coklat Warna hilum biji : coklat Bentuk daun : lanceolate

Percabangan :

-Umur berbunga : 30-32 hari Umur polong masak : ± 76 hari Tinggi tanaman : 50–60 cm

Bobot biji : ± 18 g/100 biji

Rata-rata hasil : 2,77 ton/ha Potensi hasil : 3,40 ton/ha Kandungan protein : 43,9%

(4)

Daerah sebaran : Beradaptasi baik pada beberapa kondisi lingkungan tumbuh yang berbeda cukup besar, pada musim hujan dan daerah beririgasi baik.

Sifat lain : - polong masak tidak mudah pecah, dan - pada saat panen daun luruh 95–100% saat panen >95% daunnya telah luruh (Balitkabi, 2008)

2.3. Tempe

Tempe merupakan makanan hasil fermentasi tradisional berbahan baku kedelai dengan bantuan jamur Rhizopus oligosporus. Mempunyai ciri-ciri berwarna putih, tekstur kompak dan flavor spesifik. Warna putih disebabkan adanya miselia jamur yang tumbuh pada permukaan biji kedelai. Tekstur yang kompak juga disebabkan oleh miselia-miselia jamur yang menghubungkan antara biji-biji kedelai tersebut. Terjadinya degradasi komponen-komponen dalam kedelai dapat menyebabkan terbentuknya flavor spesifik setelah fermentasi (Kasmidjo, 1990 dalam Dwinaningsih, 2010).

(5)

Tabel 2.2. Komposisi Gizi Tempe

Komposisi Jumlah

Air (wb) 61,2 %

Protein kasar (db) 41,5% Minyak kasar (db) 22,2%

Karbohidrat (db) 29,6%

Abu (db) 4,3%

Serat kasar (db) 3,4%

Nitrogen (db) 7,5%

Sumber: Cahyadi (2006)

Menurut Standar Nasional Indonesia 01-3144-1992, tempe kedelai adalah produk makanan hasil fermentasi biji kedelai oleh kapang tertentu, berbentuk padatan kompak dan berbau khas serta berwarna putih atau sedikit keabu-abuan.

Tabel 2.3. Syarat Mutu Tempe Kedelai Menurut Standar Nasional Indonesia 01-3144-1992

Kriteria Uji Persyaratan

Keadaan

 Bau normal (khas tempe)

 Warna normal

 Rasa normal

Air (% b/b) maks 65

Abu (% b/b) maks 1,5

Protein (% b/b) x (Nx6,25) min 20 Cemaran mikroba

E coli maks 10

Salmonella negative

Sumber: Badan Standarisasi Nasional (1992)

2.4. Tempe Satu Kali Perebusan

(6)

Septania (2010) melaporkan bahwa tempe yang dikukus satu kali mempunyai kadar abu dan air lebih tinggi dibanding tempe yang dikukus dua kali. Sedangkan kadar karbohidrat dan proteinnya lebih rendah dibanding tempe yang dikukus dua kali.

2.5. Proses Pembuatan Tempe dan Perubahan Gizinya

Tempe adalah makanan terkenal Indonesia yang dibuat dari kedelai melalui tiga tahap, yaitu (1) hidrasi dan pengasaman biji kedelai dengan direndam beberapa lama (untuk daerah tropis kira-kira semalam); (2) pemanasan biji kedelai, yaitu dengan perebusan atau pengukusan; dan (3) fermentasi oleh jamur tempe yang banyak digunakan ialah Rhizopus oligosporus (Kasmidjo, 1990 dalam Dwinaningsih, 2010).

Proses pembuatan tempe melibatkan tiga faktor pendukung, yaitu bahan baku yang dipakai (kedelai), mikroorganisme (kapang tempe), dan keadaan lingkungan tumbuh (suhu, pH, dan kelembaban). Dalam proses fermentasi tempe kedelai, substrat yang digunakan adalah biji kedelai yang telah direbus dan mikroorganisme yang digunakan berupa kapang antara lain Rhizopus olygosporus, Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer (dapat terdiri atas kombinasi dua spesies atau ketiganya) dan lingkungan pendukung yang terdiri dari suhu 30˚C, pH awal 6.8, kelembaban nisbi 70-80%. Selain menggunakan kapang murni, laru juga dapat digunakan sebagai starter dalam pembuatan tempe (Ferlina, 2009 dalam Dwinaningsih, 2010).

Perebusan bertujuan untuk melunakkan biji kedelai dan memudahkan dalam pengupasan kulit serta bertujuan untuk menonaktifkan tripsin inhibitor yang ada dalam biji kedelai. Selain itu perebusan ini bertujuan untuk mengurangi bau langu dari kedelai dan dengan perebusan akan membunuh bakteri yang yang kemungkinan tumbuh selama perendaman (Ali, 2008).

(7)

kapang menjadi optimum. Keadaan ini tidak mempengaruhi pertumbuhan kapang tetapi mencegah berkembangnya bakteri yang tidak diinginkan. Perendaman ini dapat menggunakan air biasa atau air yang ditambah asam asetat sehingga pH larutan mencapai 4-5 (Ali, 2008).

Selama proses perendaman, biji mengalami proses hidrasi, sehingga kadar air biji naik sebesar kira-kira dua kali kadar air semula, yaitu mencapai 62-65 %. Proses perendaman memberi kesempatan pertumbuhan bakteri-bakteri asam laktat sehingga terjadi penurunan pH dalam biji menjadi sekitar 4,5–5,3. Bakteri yang berkembang pada kondisi tersebut antara lain Lactobacillus casei, Streptococcus faecium, dan Streptococcus epidermidis. Kondisi ini memungkinkan terhambatnya pertumbuhan bakteri yang bersifat patogen dan pembusuk yang tidak tahan terhadap asam. Selain itu, peningkatan kualitas organoleptiknya juga terjadi dengan terbentuknya aroma dan flavor yang unik.

Proses hidrasi terjadi selama perendaman dan perebusan biji. Makin tinggi suhu yang dipergunakan makin cepat proses hidrasinya, tetapi bila perendaman dilakukan pada suhu tinggi menyebabkan penghambatan pertumbuhan bakteri sehingga tidak terbentuk asam (Hidayat, 2008 dalam Dwinaningsih, 2010).

Sebagai akibat perubahan fermentasi kedelai, dihasilkan produk tempe yang lebih enak, lebih bergizi, dan lebih mudah dicerna dari pada kedelai. Salah satu faktor penting dalam perubahan tersebut adalah terbebasnya senyawa-senyawa isoflavon dalam bentuk bebas (aglikon), dan teristemewa hadirnya Faktor-II (6,7,4' tri-hidroksi isoflavon), yang terdapat pada tempe tetapi tidak terdapat pada kedelai. Faktor-II ternyata berpotensi 10 kali lebih tinggi (dibanding dengan jenis isoflavon yang lainnya) sebagai antioksidan dan berperan sebagai antihemolitik, penurun tekanan darah, anti kanker, dan sebagainya (Karyadi dan Hermana, 1995).

(8)

dan glukosa (1:1), daidzein (7,4’-trihidroksi isoflavon) dan glukosa (1:1) serta glisitein (6-metoksi-7,4’-dihidroksi isoflavon) dan glukosa (1:1).

Menurut Barz dan Papendorf (1991) dalam Mey (2009), Faktor II dapat terbentuk karena selama proses perendaman kedelai, ß-glukosidase akan aktif dan mengubah glisitin, genestin dan daidzin yang telah ada pada kedelai menjadi glisitein, genestein dan daidzein. Selanjutnya selama proses fermentasi kedelai direndam dengan Rhizopus oligosporus terjadi konversi lebih lanjut glisitein dan daidzein menjadi senyawa Faktor II. Menurut Sutikno (2009), antioksidan faktor II (6,7,4-trihidroksi isoflavon) yang mempunyai sifat antioksidan paling kuat dibandingkan dengan isoflavon dalam kedelai. Antioksidan ini disintesis pada saat terjadinya proses fermentasi kedelai menjadi tempe oleh bakteri Micrococcus luteusdan Coreyne bacterium.

2.6 Antioksidan

Antioksidan adalah zat yang dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi radikal bebas dalam oksidasi lipid. Antioksidan dinyatakan sebagai senyawa secara nyata dapat memperlambat oksidasi, walaupun dengan konsentrasi yang lebih rendah sekalipun dibandingkan dengan substrat yang dapat dioksidasi.

Berdasarkan sumbernya antioksidan dibagi dalam dua kelompok, yaitu antioksidan sintetik (antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia) dan antioksidan alami (antioksidan hasil ekstraksi bahan alami) (Trilaksani, 2003).

Diantara beberapa contoh antioksidan sintetik yang diijinkan untuk makanan, ada lima antioksidan yang penggunaannya meluas dan menyebar diseluruh dunia, yaitu Butil Hidroksi Anisol (BHA), Butil Hidroksi Toluen (BHT), propil galat, Tert-Butil Hidoksi Quinon (TBHQ) dan tokoferol. Antioksidan tersebut merupakan antioksidan alami yang telah diproduksi secara sintetis untuk tujuan komersial (Buck, 1991 dalam Trilaksani, 2003)

(9)

senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami dan ditambahkan ke makanan sebagai bahan tambahan pangan.

Menurut Pratt dan Hudson (1990) dalam Trilaksani (2003), kebanyakan senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami adalah berasal dari tumbuhan.. Antioksidan alami tersebar di beberapa bagian tanaman, seperti pada kayu, kulit kayu, akar, daun, buah, bunga, biji, dan serbuk sari (Pratt,1992). Menurut Pratt dan Hudson (1990) serta Shahidi dan Naczk (1950) dalam Trilaksani (2003), senyawa antioksidan alami tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik atau polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid, turunan asam sinamat, kumarin, tokoferol, dan asam-asam organik polifungsional.

(10)

Inisiasi : R* + AH ———> RH + A* Radikal lipida Propagasi : ROO* + AH ——> ROOH + A*

Gambar 2.3. Reaksi Penghambatan antioksidan primer terhadap radikal lipida (Gordon, 1990 dalam Trilaksani, 2003)

Besar konsentrasi antioksidan yang ditambahkan dapat berpengaruh pada laju oksidasi. Pada konsentrasi tinggi, aktivitas antioksidan grup fenolik sering lenyap bahkan antioksidan tersebut menjadi prooksidan (Gambar 2.4). Pengaruh jumlah konsentrasi pada laju oksidasi tergantung pada struktur antioksidan, kondisi dan sample yang akan diuji.

AH + O2 ———–> A* + HOO* AH + ROOH ———> RO* + H2O + A*

Gambar 2.4. Antioksidan bertindak sebagai prooksidan pada konsentrasi tinggi (Gordon, 1990 dalam Trilaksani, 2003)

Nilai aktivitas antioksidan suatu sampel dapat ditentukan menggunakan metode kemampuan mereduksi (reducing power). Metode ini didasarkan pada kemampuan antioksidan dalam pembentukan senyawa feriferosianida (Fe4[Fe(CN)6]3) berwarna biru berlin yang ditunjukkan dengan nilai absorbansi pada pengukuran 700 nm menggunakan spektrofotometer. Besarnya aktivitas antioksidan dapat diketahui setelah nilai absorbansi dikorelasikan dengan kurva standar K4Fe(CN)6(Yildrim dkk, 2001 dan Oyaizu, 1986 dalam Wang dkk, 2003).

2.7. Senyawa Fenolik

(11)

Secara kimiawi, senyawa fenolik dapat terdefinisikan sebagai kelompok senyawa kimia yang memiliki cincin aromatik yang berikatan dengan kelompok hidroksil ( -OH ). Adanya gugus hidroksil menyebabkan senyawa bersifat polar.

Gambar 2.5. Stuktur Senyawa Fenol

Senyawa fenolik terdistribusi luas dalam berjuta spesies tumbuh-tumbuhan dan sejauh ini lebih dari 800 struktur senyawa fenolik telah diketahui. Senyawa fenolik mampu meredam reaksi berantai radikal bebas dalam tubuh yang pada akhirnya dapat menekan terjadinya penyakit kanker (Karunia, 2007).

(12)

R1 R2 Komponen

H H Daidzein

OH H Genistein

H OCH3 Glisitein

H OH Faktor-II

Gambar 2.6. Struktur Kimia Isoflavon Aglikon

Gambar 2.7. Struktur 3-Hydroxyanthranilic acid

Kadar fenolik total suatu sampel dapat diuji dengan menggunakan metode Folin Ciocalteu. Kadar fenolik total pada sampel ditentukan oleh kemampuan sampel untuk mereduksi reagen Folin Ciocalteu yang mengandung senyawa asam fosfomolibdat-fosfotungstat berwarna kuning yang akan membentuk senyawa kompleks berwarna biru. Metode ini dapat mendeteksi semua golongan fenolik yang terdapat dalam sampel. Kandungan fenoliknya dapat distandarisasi antara lain dengan asam galat, katekin, asam tanat, dan asam kafeat (Prior dkk, 2005).

Gambar

Gambar 2.1. Kedelai
Tabel 2.1. Komposisi Gizi Kedelai Kering per 100 gram Biji
Gambar 2.2. Tempe
Tabel 2.3. Syarat Mutu Tempe Kedelai Menurut Standar Nasional
+4

Referensi

Dokumen terkait

Setelah selesai menelaah naskah tersebut dan memutuskan pendapat yang benar tentangnya, saya dikejutkan dengan dikirimnya contoh naskah buku ini yang akan diterbitkan

Keterbatasan sumber daya manusia (SDM), dana, tenaga, dan waktu perlu dipertimbangkan secara cermat oleh seorang peneliti. Dengan demikian metode penelitian yang tepat

Webber juga mengatakan bahwa sebuah survei yang dilakukan oleh Webber Partner (2005), mengungkap bahwa 32% dari pegawai yang sedang bekerja dan sedang mencari

Untuk mencapai kesetiaan ini, seseorang pemimpin sendiri harus memberi teladan baik dalam pemikiran, kata-kata, maupun tingkah laku sehari-hari yang menunjukkan kepada anak

Setelah mengetahui keterampilan dasar yang harus dimiliki, kemudian mengenai materi dalam pengajaran mikro harus disesuaikan dengan bidang studi yang nantinya

[r]

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1)Persentase ketuntasan secara individual meningkat dari 23 siswa menjadi 28 siswa yang tuntas belajar, persentase ketuntasan klasikal pun

[r]