• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Erosi dan Sedimentasi

Erosi dapat didefinisikan sebagai suatu peristiwa hilang atau terkikisnya tanah atau bagian tanah dari suatu tempat yang terangkut ke tempat lain, baik disebabkan oleh pergerakan air ataupun angin. Di daerah tropis basah seperti Indonesia erosi terutama disebabkan oleh air. Dalam memperkirakan laju erosi pada suatu daerah hal penting yang perlu diperhatikan adalah intensitas hujan, koefisien limpasan, tataguna lahan, kondisi topografi (kemiringan dan panjang lereng) serta kondisi geologi dan batuan (Priyantoro, 1987).

2.2. Daerah Aliran Sungai

2.2.1. Pengertian Daerah Aliran Sungai

Suatu alur yang panjang di atas permukaan bumi tempat mengalirnya air yang berasal dari hujan disebut alur sungai dan perpaduan antara alur sungai dan aliran air didalamnya disebut sungai (Sosrodarsono, 1984:1).

Daerah dimana sungai memperoleh air merupakan daerah tangkapan air hujan yang biasanya disebut daerah aliran sungai. Dengan demikian, DAS dapat dipandang sebagai suatu unit kesatuan wilayah tempat air hujan mengumpul ke sungai menjadi

(2)

aliran sungai. Garis batas antara DAS adalah punggung permukaan bumi yang dapat memisahkan dan membagi air hujan menjadi aliran permukaan di masing-masing DAS. Menurut Asdak (2002:4) daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang secara topografik dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai utama. Wilayah daratan tersebut dinamakan daerah tangkapan air (catchment area) yang merupakan suatu ekosistem dengan unsur utamanya terdiri atas sumber daya alam (tanah, air, dan vegetasi) dan sumber daya manusia sebagai pemanfaat sumber daya alam.

2.2.2. Bentuk Daerah Aliran Sungai

Sifat-sifat sungai sangat dipengaruhi oleh luas dan bentuk daerah alirannya. Bentuk suatu daerah aliran sungai sangat berpengaruh terhadap kecepatan terpusatnya air. Secara umum bentuk daerah aliran sungai dibedakan menjadi 4 macam (Sosrodarsono, 1976:169) :

a. Daerah aliran bulu burung (memanjang)

Jalur daerah di kiri kanan sungai utama dimana anak-anak sungai mengalir ke sungai utama dengan jarak tertentu disebut daerah aliran bulu burung. Daerah aliran yang demikian mempunyai debit banjir yang kecil, oleh karena waktu tiba banjir dari anak-anak sungai itu berbeda-beda. Sebaliknya banjir berlangsung agak lama.

(3)

b. Daerah aliran radial

Daerah aliran radial adalah daerah aliran sungai yang berbentuk seperti kipas atau lingkaran dimana anak-anak sungainya mengkonsentrasi di suatu titik secara radial. Daerah aliran sungai yang demikian mempunyai banjir yang besar di dekat titik pada pertemuan anak-anak sungai.

c. Daerah aliran sejajar

Bentuk ini mempunyai corak dimana dua jalur daerah aliran bersatu di bagian hilir Banjir itu terjadi di sebelah hilir titik pertemuan sungai-sungai

d. Daerah aliran kompleks

Dalam keadaan yang sesungguhnya kebanyakan sungai-sungai tidaklah sesederhana sebagaimana uraian diatas, akan tetapi merupakan perpaduan dari ketiga tipe tersebut. Daerah aliran yang demikian dinamakan daerah aliran kompeks.

Sumber : Sosrodarsono, 1985 : 3

(4)

2.2.3. Alur Sungai

Suatu alur sungai dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu : a. Bagian Hulu

Bagian hulu sungai merupakan daerah sumber erosi karena pada umumnya alur sungai melalui daerah pegunungan, bukit, atau lereng gunung yang kadang-kadang mempunyai ketinggian yang cukup besar dari muka air laut. Alur sungai dibagian hulu ini biasanya mempunyai kecepatan yang lebih besar dari pada bagian hilir.

b. Bagian Tengah

Bagian ini merupakan daerah peralihan dari bagian hulu dan hilir. Kemiringan dasar sungai lebih landai sehingga kecepatan aliran relatif lebih kecil dari pada bagian hulu. Bagian ini merupakan daerah keseimbangan antara proses erosi dan sedimentasi yang sangat bervariasi dari musim ke musim.

c. Bagian Hilir

Alur sungai dibagian hilir biasanya melalui dataran yang mempunyai kemiringan dasar sungai yang landai sehingga kecepatan alirannya lambat. Keadaan ini sangat memudahkan terbentuknya pengendapan atau sedimen. Endapan yang terbentuk biasanya berupa endapan pasir halus, lumpur, endapan organik, dan jenis endapan lain yang sangat labil.

(5)

11

Gambar 2.2 Sketsa Profil Memanjang Alur Sungai

2.3. Profil Aliran Sungai

Dalam suatu aliran sungai, profil aliran merupakan parameter pokok dalam perhitungan angkutan sedimen. Profil aliran sungai ditentukan berdasarkan suatu persamaan energi.

2.3.1. Persamaan Energi

Dalam saluran terbuka, perhitungan untuk aliran steady berdasarkan persamaan energi berikut ini (Chow, 1997 : 239) :

erosi endapan H U L U T E N G A H H IL IR L A U T e f h h z g V Y z g V Y + + = + + 2 + + 2 2 2 2 1 1 1 1 2 2 α α (2.1) Dimana : g = percepatan gravitasi (m/dt2)

hf = kehilangan tinggi akibat gesekan (m)

(6)

V = kecepatan rerata (m/dt) α = koefisien distribusi kecepatan z = ketinggian air dari datum (m) h = kedalaman air (m)

Gambar 2.3 Energi dalam Saluran Terbuka

Gesekan dan perubahan penampang sungai dapat mengakibatkan kehilangan tinggi energi. Kehilangan akibat gesekan merupakan hasil dari kemiringan garis energi (Sf) dan panjang (L), seperti pada persamaan berikut :

f f LS h = . (2.2) 2 ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = K Q Sf (2.3)

(7)

2 2 1 f f f S S S = + (2.4) Dimana :

hf = kehilangan energi akibat gesekan (m)

L = jarak antar sub bagian (m)

Sf = kemiringan garis energi (friction slope)

K = pengangkutan aliran tiap sub bagian Q = debit air (m3/dt)

Sedangkan kehilangan tinggi energi akibat perubahan penampang diakibatkan oleh dua kejadian, yaitu kontraksi dan ekspansi. Kontraksi dan ekspansi terjadi akibat

back water yang disebabkan perubahan penampang atau perubahan/perbedaan

kemiringan dasar saluran yang sangat curam sekali. Kehilangan tinggi energi akibat kontraksi dan ekspansi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : g v g v C hc 2 . 2 . 2 1 1 2 2 2 α α − = (2.5) Dimana :

C = koefisien akibat kehilangan tinggi kontraksi dan ekspansi

Dalam program Hec-Ras, mengasumsikan bahwa kontraksi terjadi jika kecepatan di hilir lebih tinggi jika dibandingkan dengan kecepatan di hulu, sedangkan

(8)

ekspansi terjadi jika kecepatan di hilir lebih tinggi jika dibandingkan dengan kondisi di hulu.

2.3.2. Debit Aliran

Penentuan debit aliran total dan koefisien kecepatan untuk suatu penampang melintang mengharuskan aliran dibagi menjadi bagian-bagian dimana kecepatan tersebut akan didistribusikan secara merata. Pendekatan yang digunakan dalam program Hec-Ras adalah membagi aliran di daerah pinggir sungai dengan menggunakan nilai kekasaran n sebagai dasar pembagian penampang melintang.

Pengangkutan aliran Kj dihitung berdasarkan persamaan : 3 / 2 . . 49 , 1 j j j j A R n

K = (dalam satuan Inggris) (2.6)

3 / 2 . . 1 j j j j A R n

K = (dalam satuan Metrik) (2.7)

Dalam program, penambahan pengangkutan di daerah pinggir sungai akan dijumlahkan untuk mendapatkan pengangkutan di bagian samping kanan dan kiri sungai. Pengangkutan di bagian utama saluran dihitung sebagai elemen pengangkutan tunggal, sedangkan pengangkutan total pada penampang melintang didapatkan dengan menjumlahkan pengangkutan di tiga bagian (kiri, tengah, dan kanan).

(2.8)

= = n i j j t K K

(9)

Dimana :

n = jumlah sub bagian pada suatu penampang melintang sungai

2.3.3. Koefisien Kekasaran

Untuk perhitungan nilai kekasaran komposit (nc) pada saluran utama dibagi

menjadi beberapa bagian nilai kekasaran (ni), dimana pada setiap sub bagian

diketahui parameter basah Pi..

3 / 2 1 5 , 1 P n P n n i i i c

= = (2.9) Dimana :

nc = koefisien kekasaran komposit

P = parameter basah untuk saluran utama Pi = parameter basah untuk sub bagian ke-i

ni = koefisien kekasaran untuk sub bagian ke-i

2.3.4. Persamaan Kontinuitas

Persamaan kontinuitas unsteady flow pada saluran terbuka seperti pada persamaan berikut (Raju, 1986 : 9) :

0 = + dt dA dx dQ (2.10)

(10)

16 Dimana : Q = debit (m3/dt) x = panjang pias (m) A = luas penampang (m2) t = waktu (detik)

Gambar 2.4 Kontinuitas Aliran Tidak Tetap

2.3.5. Persamaan Momentum

Persamaan momentum pada saluran terbuka menyatakan bahwa pengaruh dari semua gaya luar terhadap volume kontrol dari cairan dalam setiap arah sama dengan besarnya perubahan momentum dalam arah tersebut (Raju, 1986 : 11) :

(2.11)

Fx = ρ.QU ) ( . sin P1 P2 F Fa QU2 U1 W θ + − − f − =ρ − (2.12)

(11)

Dimana :

P1 dan P2 = muatan hidrostatis pada potongan 1 dan 2

W = berat volume kontrol

θ = kemiringan dasar terhadap garis mendatar

Ff = gesekan batas terhadap panjang Δx

Fa = tahanan udara pada permukaan bebas

Gambar 2.5 Prinsip Momentum pada Saluran Terbuka

2.4. Angkutan Sedimen

2.4.1. Karakteristik Sedimen dan Alur Sungai

Karakteristik sedimen dan alur sungai adalah sifat alam bahwa air pada dataran terbuka tidak mengalir di atas tanah sebagai lapisan, melainkan akan mengumpul sebagai suatu sistem saluran alam, sehingga dapat didefinisikan bahwa sungai adalah

(12)

suatu sistem saluran yang dibentuk oleh alam yang disamping mengalirkan air juga mengangkut sedimen yang terkandung di dalam air sungai tersebut (Sumber : Pustaka 1).

Aliran air akan membawa hanyut bahan-bahan sedimen, yang menurut mekanisme pengangkutannya dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu:

a. Muatan dasar (bed load)

Pergerakan partikel di dalam aliran air sungai dengan cara menggelinding, meluncur dan meloncat-loncat di atas permukaan dasar sungai.

b. Muatan melayang (suspended load):

Terdiri dari butiran halus yang senantiasa melayang di dalam aliran sungai. Kecenderungan partikel untuk mengendap selalu terkompensasi oleh aksi difusif dari aliran turbulen air sungai.

Pembedaan yang tajam antara keduanya cukup sulit. Kriteria umum untuk menentukan muatan layang ialah perbandingan antara kecepatan gesek (U*) dan kecepatan jatuh (W), yaitu apabila U*/W > 1,5 maka termasuk sebagai muatan melayang. Sedangkan untuk muatan dasar dibatasi bahwa elevasi partikel pada saat pergerakannya di dalam air maksimum 2 sampai 3 kali dari ukuran diameter butirnya, jika lebih dari itu maka termasuk muatan melayang.

Menurut asalnya, bahan-bahan dalam angkutan sedimen dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu :

(13)

a. Bed material transport, merupakan bahan angkutan yang berasal dari dalam

tubuh sungai itu sendiri dan ini dapat diangkut dalam bentuk muatan dasar ataupun muatan melayang.

b. Wash load, merupakan bahan angkutan yang berasal dari sumber-sumber diluar

tubuh sungai yang tidak ada hubungannya dengan kondisi lokal. Bahan angkutan ini berasal dari hasil erosi di daerah aliran sungainya (DAS). Bahan ini hanya bisa diangkut sebagai muatan melayang dan umumnya terdiri dari bahan-bahan yang sangat halus < 50 μm. Wash load ini akan berpengaruh pada pengendapan muara sungai atau pada bangunan banjir kanal pada Sungai Deli.

Gambar 2.6 Bagan Hubungan antara Mekanisme Pengangkutan dengan Asal Bahan dalam Angkutan Sedimen

Besarnya angkutan sedimen (T) yang dinyatakan dengan berat massa atau volume per satuan waktu dapat ditentukan dari perpindahan tempat netto bahan yang melalui suatu penampang melintang selama periode waktu yang cukup. T dinyatakan

SUSPENDED LOAD MEKANISME PENGANGKUTAN WASH LOAD ASAL BAHAN BED MATERIAL TRANSPORT BED LOAD

(14)

dalam (berat, massa, volume) tiap satuan waktu atau dinyatakan dalam satuan m.k.s (Georgi) yaitu Newton/detik atau dalam satuan S.I.U (Standard International Unit) yaitu Kg/detik (massa) dan m3/detik (volume).

Prinsip dasar angkutan sedimen adalah untuk mengetahui apakah terjadi keadaan seimbang (equilibrium), erosi (degradasi), atau pengendapan (agradasi) dan juga untuk meramalkan kuantitas yang terangkut dalam proses tersebut.

Gambar 2.7 Ilustrasi Transpor Sedimen Melalui 2 (dua) Penampang Melintang

Proses perubahan dasar sungai diantara 2 (dua) penampang melintang akibat adanya angkutan sedimen adalah sebagai berikut :

Perbandingan T Kondisi perubahan dasar sungai

I

I

II

II

T

1

T

2 T1 < T2 T1 = T2 T1 > T2

Erosi atau Degradasi Equilibrium atau Stabil Sedimentasi atau Agradasi

(15)

21

m3/det m3/det T/det Q

3 4 2 1 31 Des 1 Jan 365 h Tb (T/det)

2.4.2. Potensi Angkutan Sedimen

Dalam pengelolaan sungai akan terkait dengan aspek angkutan sedimen, yang akan mempertimbangkan besarnya debit dominan. Definisi debit dominan adalah debit yang mengalirkan sebagian besar sedimen suspensi dalam suatu penampang sungai untuk menuju kondisi keseimbangannya. Debit sedimen akan terkait dengan debit sungai dalam bentuk kurva durasi debit (discharge – duration curve), yaitu antara debit air dan debit sedimen suspensi, sementara sedimen yang mengendap berbanding lurus dengan debit suspensi tersebut.

Dalam praktek debit air yang mengalir di sungai tidak tetap, melainkan selalu berubah sesuai fungsi waktu. Jadi aliran sungai adalah tidak permanen (non steady

1. Garis debit tahunan 3. Sediment rating curve

2. Grs massa debit air tahunan 4. Garis massa debit sedimen tahunan

Gambar 2.8 Ilustrasi Hitungan Sedimen dalam Satu Tahun

flow), intensitas sedimen juga akan berubah-ubah sesuai berubahnya debit, sehingga

besarnya angkutan sedimen total adalah integrasi dari angkutan sedimen sepanjang waktu tertentu. Pendekatan yang terbaik guna meramalkan intensitas angkutan adalah dengan menggunakan analisa statistik dari data aliran.

(16)

Untuk itu dipakai garis massa debit (flow duration curve) yang jika dikombinasikan dengan sediment rating curve akan diperoleh jumlah sedimen yang diangkut seluruhnya dalam periode tertentu misalnya selama satu tahun.

Jumlah sedimen tahunan pada tiap-tiap penampang melintang dihitung dengan cara mensubstitusikan nilai debit wakil bulanan selama 1 (satu) tahun ke dalam persamaan sediment rating curve. Jumlah sedimen satu tahun pada setiap penampang melintang ini dipakai untuk menentukan lokasi yang mengalami sedimentasi atau erosi.

2.4.3. Keseimbangan Alur Sungai

Untuk mengetahui keseimbangan alur sungai adalah berdasarkan hasil perhitungan potensi angkutan sedimen pada tiap-tiap penampang melintang yang ditinjau. Besaran kapasitas angkutan sedimen merupakan besaran sesaat. Antara kapasitas angkutan sedimen dan geometri sungai saling mempengaruhi. Kapasitas angkutan sedimen memungkinkan terjadinya degradasi atau agradasi dan akan merubah morfologi sungai. Perubahan morfologi mengakibatkan perubahan hidrolika aliran yang menimbulkan perubahan kapasitas angkutan sedimen.

Dengan demikian proses sedimentasi dan erosi yang terjadi secara lokal, akan berubah untuk mencari keseimbangan dinamis, dimana degradasi dan agradasi tetap berjalan secara seimbang sehingga penampang sungai cenderung stabil.

(17)

fenomena sortasi sedimen yang terangkut yang berakibat terjadinya proses armoring pada pada permukaan dasar sungai, yaitu tertutupnya dasar sungai oleh sedimen yang berukuran besar (batu) yang mendukung stabilitas dasar sungai terhadap erosi. Fenomena ini sangat besar pengaruhnya pada sungai dengan sedimen yang bervariasi. Akibat armoring pada alur sungai, pada keadaan suplai pasir dari hulu dan anak sungai kecil tidak terjadi erosi dasar sungai meskipun mengalami defisit transpor pasir.

Keseimbangan dasar sungai ini dapat terganggu apabila terjadi pengambilan batu-batu pada dasar sungai tersebut, sehingga sedimen halus yang terlindung di bawahnya akan terbuka dan mudah tererosi apabila mengalami terjadi defisit angkutan sedimen.

Keseimbangan kritis merupakan kondisi kemiringan dasar sungai dengan syarat bahan dasar sungai tidak bergerak. Pada saat aliran sungai mulai mencapai suatu kecepatan yang mulai menggerakan butiran dasar sungai, maka gaya tarik yang timbul pada aliran tersebut adalah gaya tarik kritis dan dinyatakan U*c. (Suyono, Masateru: 330). Pada kondisi seragam dapat dinyatakan dengan :

U*c2 = 80,9 d (2.13)

Dimana :

d >= 0,303 cm

d = ukuran butiran pasir – kerikil bahan dasar sungai untuk τ/ρ = 2,65 , ν = 0,01 cm3/dt dan g = 980 cm/dt2

(18)

τ/ρ = berat jenis pasir – kerikil ν = viskositas kenitis

Menurut Suyono dan Masateru (1985), pasir dan kerikil di atas permukaan dasar sungai akan bergerak dihanyutkan aliran dan berarti dasar sungai mulai

bergerak turun, apabila dicapai kondisi 2 1

* * c U 2 U

. Sedangkan jika memenuhi kondisi

berikut : 2 1 * < c U 2 * U

, maka butiran dengan ukuran yang lebih halus akan hanyut dan permukaan dasar sungai akan tertutup oleh kerikil dengan ukuran yang lebih besar.

Keseimbangan sungai bergerak diantara keseimbangan dinamis dan statis. Menurut Suyono dan Masateru 1985, kemiringan stabil dinamis ini dapat diperoleh dari persamaan angkutan sedimen yang dikembangkan oleh Brown, diterapkan pada saluran lebar R = H, dan λ = 0.4

)

(

)

(

⎬ ⎫ ⎩ ⎨ ⎧ − − = λ ρ σ/ 1 1 10 2 2 5 * d g U qB (2.14)

(

) (

)

( )

7 4 2 3 2 1 1 1 / 1 , 0 ⎪⎭ ⎪ ⎬ ⎫ ⎪⎩ ⎪ ⎨ ⎧ × = nq g d q I B σ ρ λ (2.15)

(19)

2.5. Pemodelan Angkutan Sedimen 2.5.1. Umum

Pemodelan angkutan sedimen dalam studi ini dihitung dengan menggunakan persamaan empiris yang dipilih dari beberapa persamaan empiris dan profil aliran/hidrolika menggunakan persamaan dasar aliran satu dimensi, dimana salah satu datanya adalah data geometri. Angkutan sedimen ditentukan dari ukuran butiran material bed load. Model juga dipersiapkan untuk melakukan simulasi kecenderungan perilaku erosi dan pengendapan dalam jangka panjang, dengan melakukan perubahan frekuensi dan durasi data debit atau perubahan geometri saluran yang diteliti.

2.5.2. Kapasitas Angkutan Sedimen

Secara umum persamaan angkutan sedimen untuk ukuran butiran yang bervariasi adalah sebagai fungsi berikut ini.

(

DV S B d sf d p T

)

f

gsi = , , , , ,ρ,ρs, , i, i, (2.16)

Dimana :

= Laju angkutan sedimen pada kelompok butiran i

D = Kedalaman aliran

V = Kecepatan aliran rata-rata

S = Kemiringan energi

B = Lebar efektif sungai

si

(20)

d = Ukuran diameter butiran yang mewakili

ρ = Kerapatan air

ρs = Kerapatan partikel sedimen sf = Faktor bentuk partikel sedimen

di = Diameter rerata geometri partikel dalam ukuran kelas ke-i

pi = Fraksi ukuran partikel kelas ke–i di dasar sungai

T = Suhu air

Disamping itu juga terdapat faktor-faktor yang tidak tertera pada fungsi persamaan di atas yang digunakan sebagai persamaan dasar besaran angkutan sedimen. Debit sedimen dasar (bed load) dapat ditentukan berdasarkan pengukuran sedimen suspensi (suspended load) sebagai berikut (Design of Small Dam 1974, 777):

Tabel 2.1 Persentase Korelasi Bed load Konsentrasi sedimen suspense (ppm) Jenis material dasar sungai Texture sedimen suspensi Persentasi bed load terhadap sedimen suspensi

< 1000 ppm Sand Sama dengan

material dasar 25 – 150

< 1000 ppm consolidated clay Gravel, rock atau Terdapat sedikit sand 5 – 12

1000 – 7500 Sand material dasar Sama dengan 10 – 22

1000 – 7500 Gravel, rock atau

consolidated clay

25% sand atau

kurang 5 – 12

> 7500 Sand material dasar Sama dengan 5 – 15

> 7500 consolidated clay Gravel, rock atau 25% sand atau

kurang 2 – 8

(21)

27

2.5.3. Gradasi Butiran Material Sedimen

Perhitungan besarnya angkutan sedimen rata-rata dilakukan untuk setiap kondisi hidrolik dan parameter sedimen dengan gradasi butiran tertentu. Kapasitas pengangkutan ditentukan untuk setiap ukuran butir mewakili ukuran butiran tertentu yang membentuk 100% dari material dasar. Kapasitas pengangkutan untuk kelompok ukuran tertentu tersebut kemudian dikalikan dengan pecahan dari total sedimen yang mewakili ukuran tertentu tersebut. Kapasitas pengangkutan untuk ukuran butir tertentu tersebut kemudian dijumlahkan dengan ukuran butiran lain untuk menjadi kapasitas pengangkutan sedimen total. Ukuran kelas angka standar berdasarkan pada skala klasifikasi American Geophysical Union (AGU) yang ditunjukkan pada Tabel 2.2 berikut.

Tabel 2.2 Ukuran Butiran dari Klasifikasi Material Sedimen American

Geophysical Union

No. Sedimen material Grain Diameter

Range (mm)

Geometric Median Diameter (mm)

1 Clay 0.002 – 0.004 0.003

2 Very Fine Silt 0.004 – 0.008 0.006

3 Fine Silt 0.008 – 0.016 0.011

4 Medium Silt 0.016 – 0.032 0.023

5 Coarse Silt 0.032 – 0.0625 0.045

6 Very Fine Sand 0.0625 – 0.125 0.088

7 Fine Sand 0.125 – 0.250 0.177

8 Medium Sand 0.250 – 0.5 0.354

9 Coarse Sand 0.5 – 1.0 0.707

10 Very Coarse Sand 1 – 2 1.41

(22)

Tabel 2.2 Lanjutan

No. Sedimen material Grain Diameter

Range (mm) Geometric Median Diameter (mm) 12 Fine Gravel 4 – 8 5.66 13 Medium Gravel 8 – 16 11.3 14 Coarse Gravel 16 – 32 22.6

15 Very Coarse Gravel 32 – 64 45.3

16 Small Cobbles 64 – 128 90.5

17 Large Cobbles 128 – 256 181

18 Small Boulders 256 – 512 362

19 Medium Boulders 512 – 1024 724

20 Large Boulders 1024 – 2048 1448

Sumber : HECRAS 4.0 Manual, 2008

Hasil perhitungan pengangkutan sedimen rerata sangat sensitif terhadap distribusi ukuran butir, terutama untuk butiran halus.

Tabel 2.3 Jangkauan Nilai Input untuk Fungsi Pengangkutan Sedimen

FUNCTION d dm s V D S W T Ackers-White (flume) 0.04 – 7.0 NA 1.0 – 2.7 0.07 – 7.1 0.01 – 1.4 0.00006 – 0.037 0.23 – 4.0 46 – 89 Engelund-Hansen (flume) NA 0.19 – 0.93 NA 0.65 – 6.34 0.19 – 133 0.000055 – 0.019 NA 45 – 93 Laursen (field) NA 0.08 – 0.7 NA 0.068 – 6.34 0.019 – 1.33 0.0000021 – 0.0018 63 – 3640 32 – 93 Laursen (flume) NA 0.011 – 29 NA 0.7 – 9.4 0.03 – 3.6 O,00025 – 0.025 0.25 – 6.6 46 – 83 Meyer-Peter-Muller (flume) 0.4 – 29 NA 1.25 – 4.0 1.2 – 9.4 0.03 – 3.9 0.0004 – 0.02 0.5 – 6.6 NA Toffaleti (field) 0.062 – 4.0 0.095 – 0.76 NA 0.7 – 7.8 0.07 – 1.1 (R) 0.000002 – 0.0011 63 – 3640 32 – 93 Toffaleti (flume) 0.062 – 4.0 0.45 – 0.91 NA 0.7 – 6.3 0.07 – 1.1 (R) 0.00014 – 0.019 0.8 – 8 40 – 93

(23)

Tabel 2.3 Lanjutan FUNCTION d dm s V D S W T Yang (field – sand) 0.15 – 1.7 NA NA 0.8 – 6.4 0.04 – 50 0.000043 – 0.028 0.44 - 1750 32 – 94 Yang (field – gravel) 2.5 – 7.0 NA NA 1.4 – 5.1 0.08 – 0.72 0.0012 – 0.29 0.44 – 1750 32 – 94

Sumber : Sam User’s Manual, 1998

Dimana :

d = diameter partikel keseluruhan, mm

dm = diameter partikel rata-rata, mm s = berat jenis sedimen

V = kecepatan aliran rata-rata, fps D = kedalaman aliran, ft

S = kemiringan garis energi

W = lebar Saluran, ft T = suhu air, oF

(R) = jari-jari hidrolik, ft NA = data tidak tersedia

Terdapat 7 (tujuh) formula dalam model Hec-Ras yaitu, 1) Ackers-White, 2) Englund-Hansen, 3) Laursen (Copeland), 4) Meyer-Peter-Muller, 5) Tofaletti, 6) Yang dan 7) Wilcock.

(24)

2.5.4. Penerapan Model Angkutan Sedimen

Terdapat berbagai metoda perhitungan angkutan sedimen yang dikembangkan berdasarkan kondisi yang berbeda-beda. Perbedaan ini akan mendapatkan hasil berbeda antara satu dengan lainnya. Untuk memperoleh ketelitian dari prediksi sedimen, maka diperlukan adanya uji terhadap hasil dari model yang digunakan. Fungsi pengangkutan sedimen berikut akan digunakan dalam analisis ini dan dipilih salah satu dan diuji dengan koefisien chi-square, yaitu:

1. Ackers-White 2. Meyer-Peter Müller 3. Toffaleti

4. Yang

Rumusan angkutan sedimen yang sesuai dipilih melalui perhitungan, dengan mengambil data penampang melintang sungai tahun 2001 sebagai kondisi awal, dan elevasi dasar hasil pengukuran 2009 sebagai pembanding. Berikut ini adalah data kondisi awal untuk penentuan metoda angkutan sedimen :

1. Kondisi geometri adalah penampang melintang sungai yang diambil tahun 2001 2. Material dasar sungai, hasil sampling tahun 2009

3. Data debit harian, data pengamatan selama periode simulasi (7 tahun)

4. Daerah pemodelan, Jembatan Avros (Section–63) – Jembatan Raden Saleh (Section–04)

(25)

a. Ackers-White, b. Mayer-Peter-Muller, c. Tofaletti,

d. Yang

Elevasi dasar sungai pada akhir simulasi (31 Mei 2009) dibandingkan dengan keadaan sesungguhnya yang telah disurvey pada tahun 2009. Untuk memilih metoda yang tepat dilakukan analisa untuk membandingkan hasil perhitungan terhadap data pengukuran dengan pendekatan statistik, yang selanjutnya akan menjadi indikator kesesuaian persamaan angkutan sedimen.

Salah satu analisis statistik yang digunakan adalah metoda selisih kuadrat

(chi-square test). Uji kesesuaian ini dapat diaplikasikan pada data dengan variabel single nominal untuk mengetahui apakah frekuensi data yang diuji sesuai dengan data yang

dibandingkan.

Metoda ini dinyatakan dalam persamaan berikut.

= − = k i E E O 1 2 2 ( ) X (2.17) Dimana,

χ2 = Selisih error kuadrat antara elevasi dasar sungai pengamatan (O) dan simulasi (E).

(26)

O = Titik elevasi palung sungai sesungguhnya (hasil survey) tahun 2008 (m.SHVP)

E = Titik elevasi palung sungai hasil simulasi (m.SHVP)

k = Jumlah penampang melintang

Cara penerapan distribusi X2 dalam pengujian data atau hipotesis analog dengan penggunaan uji distribusi t dan uji F. Nilai χ2 hasil perhitungan dari hasil simulasi dibandingkan dengan nilai kritisnya. Nilai kritis untuk uji distribusi chi square dapat dilihat pada tabel dengan taraf kesalahan (α) dan df (derajad kebebasan). Nilai taraf kesalahan adalah: α = 0,10, α = 0,05, dan α = 0,01. dalam uji ini df sama dengan jumlah data (k) dikurangi 1 (df=k-1).

Gambar 2.9 Kurva Distribusi Chi-Square

Keterangan : Daerah yang diarsir = α untuk x2 sampai x α2

Jika nilai χ2 hasil perhitungan kurang dari nilai kritisnya, maka data hasil perhitungan sesuai dengan data hasil pengukuran. Tabel kritis dapat dilihat pada Lampiran 8

(27)

33

2.6. Bangunan Ambang 2.6.1. Umum

Bangunan ambang merupakan bangunan menyilang pada sungai yang bertujuan untuk mengurangi kecepatan aliran, terutama aliran yang menimbulkan gerusan terhadap formasi material dasar sungai. Penempatan bangunan ambang tersebut adalah untuk menjaga agar besarnya daya angkut aliran air sungai, serta kemiringan dasar sungai akan menjadi stabil. Fungsi lain dari bangunan tersebut adalah untuk mengurangi besarnya angkutan sedimen dan untuk menangkap sebagian sedimen yang terangkut oleh aliran sungai.

Denah ambang dan arah limpasan air.

Gambar 2.10 Contoh Bangunan Ambang dan Arah Limpasan Air

2.6.2. Tipe dan Bentuk Bangunan Ambang

Tipe umum bangunan ambang adalah berbentuk ambang datar (bed gindle

work), yang hampir tidak mempunyai terjunan dan elevasi puncak bangunan hampir

sama dengan permukaan dasar sungai dan berfungsi untuk menjaga agar permukaan

(28)

34

dasar sungai tidak turun lagi. Ambang pelimpah direncanakan sedemikian rupa dengan garis arah arus banjir (Sosrodarsono, 1985 : 187).

2.6.3. Disain Bangunan Ambang

Ambang yang semakin tinggi gaya tarik aliran air sungainya akan semakin menurun. Akan tetapi ambang dengan elevasi mercu yang terlalu tinggi akan menimbulkan dasar sungai di sebelah hulu ambang akan naik dan air sungai dengan terjunannya yang tinggi akan mengganggu stabilitas dasar sungai di sebelah hilir ambang tersebut.

Dalam studi ini akan dilakukan pemilihan dengan merencanakan alternatif tinggi ambang. Berdasarkan hasil studi dan penelitian yang seksama terhadap rezim sungai pada rencana lokasi ambang, maka diharapkan didapatkan ambang yang dapat berfungsi secara optimal.

Gambar

Gambar 2.2  Sketsa Profil Memanjang Alur Sungai
Gambar 2.3  Energi dalam Saluran Terbuka
Gambar 2.4  Kontinuitas Aliran Tidak Tetap
Gambar 2.5  Prinsip Momentum pada Saluran Terbuka
+7

Referensi

Dokumen terkait

Debit fluida adalah besaran yang menyatakan volume fluida yang mengalir melalui suatu penampang tertentu dalam satuan waktu tertentu.. yang disebut persamaan

Angkutan adalah perpindahan orang dan atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan.Kendaraan adalah suatu alat yang dapat bergerak di jalan,terdiri

Modulus patah (MOR) merupakan keteguhan patah dari suatu balok yang dinyatakan dalam besarnya tegangan per satuan luas, yang mana dapat dihitung dengan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa pada kegiatan pelaksanaan penemuan kasus Avian Influenza di wilayah kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas

Faktor yang menjadi latarbelakang pengunaan campur kode dalam Penelitian mahasiswa program studi Sistem Informasi Universitas Duta Bangsa Surakarta tersebut

Dari uraian tersebut internet sangat bermanfaat bagi pengguna dalam mencari informasi antara lain sebagai media komunikasi, menambah wawasan seseorang dalam bidang tertentu

Sebagai sebuah perusahaan yang mengandalkan penjualan online, eBay juga telah berhasil meraih kesuksesan bisnis melalui metode tersebut.. Saat ini eBay menjalankan

Jamur yang dapat dikonsumsi sebagai bahan makanan saja berjumlah 11 jenis yaitu Hygroporosis aurantiaca, Marasmius sp.2, Panus conchatus, Panus sp.6, 2 jenis