BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telur
Telur merupakan bahan pangan sumber hewani yang bergizi tinggi serta lezat untuk dikonsumsi. Harga telur juga relatif murah dan mudah dijangkau, sehingga dapat dijadikan alternatif dalam pemenuhan gizi protein hewani. Telur mengandung asam amino esensial yang lengkap, sehingga dijadikan patokan untuk menentukan mutu bahan makanan lain. Zat gizi telur selengkapya dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 1. Komposisi zat gizi telur dalam 100 gram
Komposisi
Telur Ayam Telur Itik
Putih Telur Kuning Telur Telur Utuh Putih Telur Kuning Telur Telur Utuh Air (%) Protein (%) Lemak (%) Karbohidrat (%) Abu (%) 88,57 10,30 0,03 0,65 0,55 48,50 16,15 34,65 0,60 1,10 73,70 13,00 11,59 0,65 0,90 88,00 11,00 0,00 0,80 0,8 47,00 17,00 35,00 0,80 1,2 70,60 13,10 14,30 0,80 1,0 Sumber : Winarno dan Koswara, 2002
Telur terdiri dari cangkang luar yang berfungsi untuk melindungi telur bagian dalam. Bagian dalam telur terdapat bagian putih telur dan kuning telur serta terdapat rongga udara di bagian ujung tumpul. Telur dengan kualitas bagus dapat dilihat dari posisi kuning telur yang masih ditengah. Pada bagian putih telur terdapat cairan yang kental yang menghubungkan kuning telur pada
Gambar 1. Struktur telur menurut Stadelman dan Cotteril (1973) dalam Fahrullah (2017)
masing masing ujung telur yang disebut kalaza. Kalaza menghubungkan kuning telur pada ujung telur tumpul, dan pada ujung telur lancip. Kalaza ini berfungsi untuk menjaga kuning telur tetap pada posisinya (Sutrisno,2009).
Jika sebutir telur dengan mutu yang tinggi dan masih segar dipecahkan, kuning telurnya akan utuh dan tinggi, kompak dan terletak ditengah-tengah lapisan tebal putih telur. Sebaliknya telur yang telah lama disimpan dan mutunya rendah, jika dipecahkan akan menghasilkan lapisan putih telur yang tipis mengelilingi kuning telur yang rata atau pecah (Sutrisno, 2009).
1. Telur asin
Telur asin merupakan salah satu pengolahan telur dengan penambahan garam untuk memperpanjang daya simpan telur. Penambahan garam dalam jumlah tertentu mempengaruhi rasa asin pada telur yang diasinkan. Semakin banyak garam yang dicampurkan semakin panjang pula daya simpannya, namun telur akan semakin terasa asin
Telur asin dikatakan baik jika memiliki sifat stabil (tidak mengalami banyak perubahan), aroma dan rasa telur asin terasa dengan nyata (tidak tercium bau amoniak atau bau yang kurang sedap), penampakan putih dan kuning telur yang baik.
Tabel 2. Standar mutu telur asin (SNI-01-4277-1996)
Jenis Satuan Persyaratan
Bau - Normal
Warna - Normal
Penampakan - Normal
Garam b/b % Min : 2,0
Salmonella Koloni/25 g Negatif
Staphylococcus Koloni/g < 10
Sumber : Badan Standarisasi Nasional (BSN)
Telur asin merupakan salah satu sumber protein hewani yang memiliki kandungan gizi cukup lengkap. Selain itu, telur merupakan salah satu makanan yang mudah dicerna dengan nilai biologis 96%. Sedangkan berat telur yang dapat dimakan mencapai 90 % lebih.
Telur yang telah diasinkan menggunakan NaCl umumnya bertahan hingga 22 hari (Koswara, 2009). Penelitian yang dilakukan Yulianto (2011) berhasil membuktikan bahwa telur yang diasinkan dengan NaCl
dapat bertahan hingga 20 hari, dan pada telur asin yang direndam dalam ekstrak nabati (daun jambu biji) memiliki nilai total bakteri yang lebih rendah pada hari ke-20.
Tabel 3. Komposisi Zat Gizi Telur Asin dalam 100 gram
Zat gizi Jumlah
Kalori (kal) 395 Protein (g) 13,6 Lemak (g) 13,6 Karbohidrat (g) 1,4 Kalsium (mg) 120 Fosfor (mg) 157 Besi (mg) 1,8 Vit. A (IU) 841 Vit. B (mg) 0,23 Air (g) 66,5 Sumber : Haryoto, 2010
Pengasinan merupakan cara pengawetan telur yang sudah popular di masyarakat. Pengasinan dapat dilakukan dengan perendaman larutan garam jenuh dan dibalut adonan garam yang dicampur dengan komponen lain antara lain abu gosok, serbuk bata merah dan tanah liat. Pembuatan telur asin dengan larutan garam jenuh dapat dilakukan dengan melarutkan garam di dalam air hingga ada garam tidak dapat larut. Kemudian telur yang telah dicuci bersih direndam dalam larutan garam hingga 10 hari. Semakin lama perendaman maka rasa telur akan semakin asin. Pengasinan dengan adonan dapat dilakukan dengan membalut telur dengan adonan yang terdiri dari garam dan abu atau bata merah. Perbandingan garam dan abu atau bata merah sebesar 1 : 2 . Telur diperam dalam adonan selama 10 hari (BPTP Yogyakarta, 2005).
2. Kerusakan telur
Bahan pangan mentah dapat menjadi rusak atau busuk karena beberapa penyebab, diantaranya adanya aktivitas mikroorganisme atau secara fisik akibat dari perlakuan bahan pangan. Beberapa jenis kerusakan seperti kerusakan fisik, kerusakan mekanik, kerusakan biologi, kerusakan kimia, dan kerusakan mikroorganisme.
Telur merupakan bahan pangan kaya kandungan protein dan lemak. Kandungan kimia telur seperti protein dan lemak mudah mengalami kerusakan. Kerusakan kimia yang terjadi pada telur yaitu : a. Kerusakan protein
Protein dapat rusak oleh panas yag berlebihan, bahan kimia, serta penambahan asam basa. Protein akan mengalami denaturasi karena proses perlakuan seperti pemasakan. Denaturasi merupakan proses terpecahnya ikatan hydrogen, interaksi hidrofobik, ikatan garam, dan terbukanya lipatan molekul. Sumber makanan protein yang tersimpan lama juga akan mengalami kerusakan. Kerusakan tersebut akibat penyimpanan yang berlangsung sehingga molekul protein terurai menjadi lebih sederhana karena adanya aktivitas enzimatis dan mikroorganisme. Protein yang disimpan terpecah menjadi asam amino kemudian menghasilkan asam hidrokarbon dan amoniak. Hasil akhir amoniak itulah yag memberikan bau busuk pada bahan pangan. Salah satu pengukuran kesegaran pangan dengan mengukur senyawa basa seperti amoniak dengan menggunakan metode TVN (Total Volatile
Nitrogen). Bahan pangan yang disimpan lama tanpa diberikan
perlakuan khusus untuk pengawetan akan menunjukkan nilai kenaikan TVN yang signifikan (Ratnasari et al., 2014). Peningkatan nilai TVN terjadi akibat degradasi protein atau derivatnya menjadi asam amino karena adanya aktivitas enzim baik yang berasal dari bahan pangan maupun enzim yang dihasilkan dari bakteri (enzim dekarboksilase). Adanya aktivitas enzim-enzim tersebut menghasilkan sejumlah basa yang mudah menguap seperti amoniak, histamin, hidrogen sulfida dan trimetilamin yang berbau busuk (Karungi et al., 2003 dalam Ratnasari
et al, 2014).
Gambar 2. Pemecahan protein Norganik (protein) Asam amino
Aktv. mikroorganisme
Penggunaan larutan garam, sukrosa dan jeruk nipis dapat menurunkan pH sehingga dapat menghambat terbentuknya senyawa volatile (Ratnasari et al. , 2014). Garam, sukrosa dan jeruk nipis memiliki tekanan osmotik yang tinggi yang dapat menganggu kegiatan bakteri pembusuk penyebab naiknya nilai TVN.
Semakin bertambahnya jumlah bakteri akan semakin tinggi nilai TVN. Hal ini karena kerja bakteri dalam merombak protein dan asam amino menjadi senyawa yang lebih sederhana untuk dapat tumbuh dan berkembangbiak menghasilkan senyawa sisa seperti NH3, trimetilamin dari senyawa turunannya dimana turunan ini termasuk dalam golongan basa menguap (Suwedja, 1993 dalam Angela et al., 2015).
Gambar 3. Prinsip Uji TVN b. Kerusakan lemak
Protein hewani seperti telur banyak mengandung asam lemak tidak jenuh (Asam Oleic, Asam Linoleic, Asam Palmitoleic, Asam Linolenic) sehingga lemak tersebut akan mudah mengalami oksidasi. Oksidasi merupakan penyebab kerusakan dan kebusukan pada bahan pangan. Oksidasi lemak mengalami tiga tahapan yaitu inisiasi, propagasi dan terminasi. Inisiasi merupakan pembentukan radikal bebas lemak melalui katalis, seperti panas, ion logam dan iradiasi. Radikal bebas yang terbentuk bereaksi dengan oksigen dan terbentuk radikal peroksil. Propagasi : Radikal peroksil yang terbentuk bereaksi dengan molekul lemak lain untuk membentuk hidroperoksida dan radikal bebas yang baru. Terminasi akan terjadi ketika pembentukan radikal bebas tersebut saling berinteraksi membentuk produk non radikal.
Hasil dari oksidasi adalah senyawa radikal bebas yang merupakan hasil antara kemudian berlanjut menghasilkan senyawa
NH3 (diuapkan)+ H3BO3 NH4 H2BO3
peroksida, aldehida, dam karbonil. Perokdisa merupakan senyawa pertama yang terjadi pada proses oksidasi, namun jumlahnya sangat kecil sehingga sulit dideteksi. Kemudian disusul timbulnya aldehida terutama malonaldehida dan terakhir timbulnya senyawa karbonil. Oleh karena itu, kerusakan lemak dapat dideteksi dengan menganalisa senyawa senyawa tersebut.
Uji TBA merupakan analisia kerusakan lemak dengan melihat kandungan malondialdehid. Malondialdehid (MDA) mengalami penambahan nukleofilik dengan asam tiobarbiturat (TBA) membentuk MDA TBA yang berwarna merah jambu dan dibaca pada panjang gelombang 528 nm.
Gambar 4. Reaksi pembentukan MDA TBA (merah muda) B. Serabut Kelapa
Klasifikasi taksonomi tanaman kelapa adalah sebagai berikut (Edi, 2013) : Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Kelas : Monocotyledonae Ordo : Palmales Family : Palmae Genus : Cocos
Spesies : Cocos nucifera
Tanaman kelapa atau biasa disebut sebagai Tree of life (pohon kehidupan) merupakan tanaman yang hampir seluruh bagian dari tanaman kelapa memberikan manfaat bagi manusia, mulai dari akar, batang, daun, bunga, dan buah. Akarnya dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alami dan bahan baku pembuatan bir, batangnya dapat dimanfaatkan untuk bahan
bangunan dan furniture, daun kelapa atau janur dapat dimanfaatkan untuk membungkus ketupat, bunga kelapa dapat menghasilkan nira untuk dibuat menjadi gula merah, serta buah yang dapat dikonsumsi manusia (Hartono, 2013).
Gambar 5. Serabut Kelapa
Buah dari tanaman kelapa terdiri dari serabut kelapa, tempurung, daging buah, dan air. Serabut kelapa membungkus tempurung kelapa dan merupakan bagian terluar dari serabut kelapa. Serabut kelapa merupakan 35% bagian dari total berat buah kelapa. Serabut kelapa terdiri dari 30% serat serabut kelapa dan 70% serbuk serabut kelapa (Hartono, 2013).
Bagian terluar serabut kelapa merupakan kulit yang tahan air dan bagian dalam yang terdiri dari untaian - untaian serat yang melekat pada jaringan gabus, jika buah kelapa mulai matang jaringan ini akan mengering dan rapuh.
Ada beberapa tipe serat yang terkandung dalam serabut kelapa yaitu : 1. Serat pada kulit luar serabut kelapa yaitu yarn fiber
2. Serat yang menempel pada tempurung kelapa yaitu bristle fiber.
3. Serat yang dekat dan melekat pada tempurung disekitar mata tumbuhan yang berukuran pendek dan halus, yaitu mattras fiber.
Serat dari serabut kelapa menghasilkan serat panjang yang berukuran 15 cm sampai 35 cm, serat medium yang berukuran 5 cm sampai 15 cm, dan serat pendek yang berukuran kurang dari 5 cm.
Berdasarkan warna serabut kelapa dibagi menjadi dua, yaitu serat berwarna putih dan serat berwarna coklat. Serat berwarna putih terdapat pada buah kelapa yang masih muda. Serat yang berwarna coklat terdapat pada buah
kelapa yang sudah tua. Serat berwarna coklat biasanya lebih kuat dibandingkan dengan serat berwarna putih.
Tabel 4. Komposisi kimia serabut kelapa :
Komponen Komposisi (%)
Komponen larut air 5,8
Pektin 14,06
Hemiselulosa 7,69
Lignin 30,02
Selulosa 18,24
Komponen tidak larut air 19,19
Mineral 5
Sumber : Rindengan, 1995
Serabut kelapa yang merupakan salah satu limbah dari tanaman kelapa dapat diolah kembali atau dimanfaatkan menjadi produk yang bernilai ekonomi tinggi. Menurut Novia (2009) abu serabut kelapa mengandung Kalium lebih banyak sehingga dapat digunakan sebagai alternatif dalam pelaksanaan diet rendah garam. Hal tersebut karena Kalium membentuk garam KCl yang dapat membuat telur berasa asin, walaupun tanpa penambahan garam. Kandungan unsur mineral pada abu serabut kelapa dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Kandungan unsur pada abu serabut kelapa
Elemen Berat (%) Na (Natrium) 2,67 Mg (Magnesium) 3,15 Al (Aluminium) 0,65 P (Fosfor) 3,31 Ca (Kalsium) 9,51 O (Oksigen) 16,95 K (Kalium) 18,36 Cl (Clorida) 1,77 S (Belerang) 1,43 Si (Silikon) 20,19 Sumber : Pujiana, 2014
Unsur terbanyak kedua yang terkandung dalam abu serabut kelapa yaitu mineral K sebanyak 18,36 %. Mineral K ketika berikatan dengan Cl akan membentuk garam KCl yang dapat memberikan rasa asin pada telur. Mineral Cl dapat berasal dari abu serabut kelapa atau dari air yang digunakan
l
dalam pembuatan media abu serabut kelapa. Reaksi pembentukan garam KCl dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Reaksi garam KCl
Penelitian oleh Yosi et al (2016) berhasil membuktikan bahwa telur yang diasinkan menggunakan abu serabut kelapa dan asap cair mampu meningkatkan kualitas telur itik pegagan. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Nurrahman (2011) menyebutkan bahwa telur asin hasil pengasinan serabut kelapa dan penyamakan dengan ekstrak daun teh layak untuk dikonsumsi oleh masyarakat.
1. Garam
Garam merupakan salah satu bahan makanan yang selalu digunakan dalam kehidupan sehari hari. Garam berfungsi untuk memberikan rasa asin pada makanan. Garam yang biasa kita konsumsi dalam bentuk garam dapur atau NaCl. Mekanisme garam sebagai pengasinan telur adalah sebagai berikut : NaCl di dalam larutan mengion menjadi Na+ dan Cl- kemudian berdifusi kedalam telur melalui lapisan kutikula, bunga karang, lapisan mamilari, membran kulit telur, putih telur, membran vitelin dan selanjutnya kedalam kuning telur (Sukendra, 1976). Dalam beberapa hal garam berfungsi sebagai pengawet makanan seperti ikan asin dan telur asin. Hal ini disebabkan karena adanya kenaikan tekanan osmotik yang menyebabkan plasmolisis sel mikroba yaitu sel mengalami dehidrasi atau keluarnya cairan dari sel dan plasmolisis sel terhadap CO2. Penambahan garam juga akan mengurangi oksigen terlarut, menghambat kerja enzim dan menurunkan aktivitas air. Oleh karena itu, bahan makanan yang telah diasinkan memilki daya simpan yang lebih lama dibandingkan sebelum diasinkan (Koswara, 2009).
Terdapat garam dalam bentuk lain selain NaCl yaitu KCl. Pada umumnya garam KCl dimanfaatkan sebagai pupuk untuk memperbaiki unsur hara tanah. Penelitian Asih (2010) membuktikan bahwa garam KCl dapat digunakan sebagai pengasinan telur. Telur yang diasinkan menggunakan garam KCl dapat menjadi pangan fungsional karena
kandungan total fenol yang terkandung di dalamnya memiliki aktivitas antioksidan yang lebih baik daripada garam NaCl. Selain itu, sifat garam KCl tidak meningkatkan tekanan darah sehingga dimungkinkan bisa dikonsumsi oleh penderita hipertensi (Asih, 2010).
C. Organoleptik
Pengasinan telur dikatakan berhasil jika telur bersifat stabil atau tidak mengalami banyak perubahan selama penyimpanan, aroma dan rasa telur asin terasa nyata, dan penampakan putih dan kuning telur terlihat baik (Koswara, 2009). Beberapa karakteristik telur asin yaitu :
1. Warna
Warna telur terdiri dari warna putih pada putih telur dan warna kuning pada kuning telur. Tingkat kecerahan pada keduanya dipengaruhi oleh lama pemeraman dan media pemeraman yang digunakan. Prihantari
et al. (2010) menyebutkan bahwa semakin lama pemeraman telur asin
maka warna telur akan semakin gelap. Warna pada putih telur akan semakin kecoklatan dan warna pada kuning telur akan semakin tua. Telur yang diasinkan dengan larutan garam saja memiliki warna yang lebih cerah dibandingkan telur yang diasinkan menggunakan media batu bata dan abu.
2. Aroma
Aroma dari telur asin yaitu aroma amis. Aroma tersebut bersumber dari telur itu sendiri dan perlakuan yang diberikan. Pengasinan yang dilakukan dapat mempengaruhi aroma amis dari telur asin. Menurut Koswara (2009) perlakuan pengasinan dapat menurunkan aroma amis dari telur.
Telur yang telah diasinkan memiliki daya simpan yang lebih lama. Salah satu ciri ciri telur asin yang baik yaitu aroma dan rasa telur asin terlihat nyata. Telur asin yang memiliki aroma kurang sedap dan tercium bau amoniak telah mengalami penurunan mutu.
Penelitian Prihantari et al. (2010) menyebutkan bahwa telur yang diasinkan menggunakan abu serabut kelapa memiliki aroma amis. Semakin lama pemeraman aroma amis akan semakin terasa. Hal ini karena
molekul air keluar sehingga telur semakin pekat dan aroma amis semakin terasa.
3. Rasa
Telur asin memiliki ciri khas dalam rasa yaitu asin. Rasa asin pada telur asin memiliki tingkatan yang berbeda beda tergantung pada lama pemeraman dan konsentrasi garam. Semakin lama pemeraman dan semakin tinggi konsentrasi garam maka rasa asin pada telur akan semakin meningkat. Hal ini akan mempengaruhi penilaian panelis terhadap kesukaan dan mutu telur asin (Koswara, 2009).
Rasa asin pada telur asin bersumber dari garam yang digunakan dalam pemeraman. Garam dapur (NaCl) mengion menjadi Na+ dan Cl kemudian masuk kedalam bahan dengan cara difusi. Semakin tinggi tekanan osmotic maka proses difusi akan semakin cepat (Koswara, 2009).
Garam yang dapat digunakan dalam pengasinan ternyata bukan hanya garam dapur (NaCl). Garam dalam bentuk KCl dapat digunakan sebagai alternatif dalam pengasinan telur. Penelitian Asih (2010) menyebutkan bahwa telur yang diasinkan menggunakan garam KCl memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan telur yang diasinkan dengan garam dapur.
4. Tekstur
Tekstur pada telur mengalami perubahan setelah telur mengalami perlakuan tertentu. Telur dalam kondisi mentah berbentuk cairan. Pemanasan, penggaraman, pengasaman menyebabkan protein dalam telur terdenaturasi dan mengalami koagulasi sehingga tekstur berubah menjadi padat atau semi padat (gel) (Koswara 2009). Pemeraman menggunakan garam dapat menyebabkan perbedaan tekstur pada telur asin yang diasinkan. Prihantari et al. (2010) menyebutkan bahwa telur asin yang diperam dalam waktu lama maka tekrturnya akan semakin melunak.