• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hasil Penelitian Terdahulu

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Rosmawati, 2016), Penentuan formula tablet floating propranolol HCl menggunakan metode simple lattice design dengan bantuan Sofware Design expert, mendapatkan hasil pada tablet dengan formula NaHCO3 30 mg menghasilkan tablet dengan durasi floating lebih dari 6 jam (7 jam 8 menit), namun untuk floating lag time 58 menit. Menurut penelitian yang dilakukan Harningsih et al (2014), optimasi natrium bikarbonat dan asam sitrat sebagai komponen effervescent pada tablet floating nifedipine, diperoleh konsentrasi formula optimum pada rentang natrium bikarbonat 21-25%. Semakin banyak komponen natrium bikarbonat yang ada maka akan semakin besar kemampuan natrium bikarbonat untuk kontak dengan medium yang bersifat asam sehingga semakin cepat gas CO2 terbentuk akibatnya akan mempercepat floating lag time.

B. Tinjauan Pustaka

1. Floating System

Floating system adalah sistem kepadatan rendah yang memiliki daya mengapung di atas isi lambung untuk waktu yang lama. Sementara sistem mengapung di atas isi lambung, obat dilepaskan perlahan-lahan pada tingkat yang diinginkan, yang menghasilkan peningkatan waktu gastro-retensi dan mengurangi fluktuasi (Gupta et al, 2015). Syarat-syarat utama dalam sistem penghantaran obat floating adalah (Vyas dan Khar, 2006)

a. Harus memiliki kemampuan untuk melepaskan obat secara perlahan-lahan dan memiliki cadangan konsentrasi yang cukup untuk melepaskan secara perlahan.

b. Harus memiliki masa jenis lebih rendah dari cairan lambung (1,004- 1,01 mg/cm3).

(2)

Keuntungan dari sistem penghantaran obat floating menurut (Kare et al, 2010) yaitu:

a. Meningkatkan bioavabilitas sehingga cocok untuk obat yang bioavailabilitasnya rendah.

b. Menurunkan fluktuasi konsentrasi obat dalam plasma untuk mencapai efek farmakologis yang lebih stabil.

c. Menurunkan transit variabilitas obat sehingga obat segera diabsorbsi.

d. Menurunkan dosis obat, sehingga dapat mengurangi efek samping di gastrointestinal.

e. Peningkatan keberhasilan terapi, sangat berguna untuk obat yang larut dalam asam dan sukar larut atau tidak stabil dalam cairan usus. Formulasi sediaan floating didasarkan atas system keseimbangan hidrodinamis yang tersusun atas komponen hidrofilik karena dapat mempertahankan masa padat dan masa jenisnya yang rendah dan hidrat polimer yang dapat membuat penghalang gel di permukaan luar. Obat akan dilepaskan dari matriks sediaan yang mengembang, formulasi ini diperkirakan akan tetap mengapung 3-4 jam di lambung tanpa mempengaruhi waktu pengosongan lambung (Reddy dan Murthy, 2002).

Salah satu pendekatan yang paling umum digunakan untuk memperpanjang laju pelepasan obat adalah menggabungkan obat dalam hidrofilik matriks koloid seperti hidroksipropilmetilselulosa, hidroksipropil selulosa, Chitosan, alginat dan Gelatin. Mekanisme dan kinetika pelepasan obat yang tergabung dalam matriks polimer ini adalah tergantung jenis dan jumlah polimer serta pada sifat-sifat fisiko-kimia zat obat. Umumnya pelepasan obat dari ini matriks termasuk penetrasi cairan, diikuti oleh pelarutan partikel obat dan difusi melalui cairan diisi pori-pori. Sustained release menyajikan dalam pelepasan obat maksimum 10 jam efektifitas klinis, sehingga system seperti ini digunakan untuk obat dengan waktu paruh yang pendek (Jayaswal et al, 2014).

(3)

Tujuan floating pada tablet glibenklamid yaitu untuk memperbaiki bioavailabilitas glibenklamid, serta memperbaiki absorpsi obat didalam lambung untuk mencapai efek farmakologis yang lebih stabil. Sistem penghantaran sediaan floating dibagi berdasarkan variabel formulasinya yaitu effervescent dan non-effervescent (Sravya et al, 2012).

Gambar 2.1. Mekanisme sistem floating (Sravya et al, 2012)

a. Effervescent Systems

Ada beberapa jenis matriks yang dipakai untuk membantu pembuatan sediaan floating yaitu polimer yang dapat mengembang seperti metil selulosa dan kitosan dan berbagai bahan effervescent, sebagai contoh natrium bikarbonat, asam tartrat, dan asam sitrat. Sistem ini diformulasi dimana ketika sediaan kontak dengan asam lambung, akan dilepaskan gas CO2 dan gas terperangkap dalam hidrokoloid yang mengembang sehingga sediaan mempunyai kemampuan untuk mengapung (Arora et al, 2005).

Penggabungan matriks polimer sweablle dan senyawa effervescent dalam tablet, ketika tablet tertelan dan kontak dengan cairan lambung yang bersifat asam, akan timbul CO2 yang dibebaskan dan akan terperangkap dalam hidrokoloid yang membengkak, sehingga akan menimbulkan daya apung bagi tablet tersebut (jondhale et al,2015.

(4)

Ada berbagai keuntungan sediaan tablet effervescent seperti di bawah ini:

1. Memberi cita rasa menyenangkan karena membantu menutup rasa zat aktif yang tidak menyenangkan.

2. Tablet mudah digunakan setelah dilarutkan, nyaman dan merupakan bentuk sediaan yang mengandung zat aktif.

3. Dapat dikemas secara individual untuk mencegah masuknya kelembaban sehingga menghindari masalah ketidakstabilan kandungan selama penyimpanan.

4. Dapat diberikan kepada pasien yang sulit menelan tablet atau kapsul (setelah dilarutkan terlebih dulu dalam air minum).

5. Zat aktif yang tidak stabil apabila disimpan dalam larutan bercair akan lebih stabil dalam tablet effervescent. (Siregar dan Wikarsa, 2010).

b. Non-Effervescent systems

Floating non-effervescent menggunakan bentuk gel atau jenis hidrokoloid selulosa yang dapat mengembang, polisakarida, dan polimer bentuk matriks seperti polikarbonat, poliakrilat, polimetakrilat, dan polistiren. Metode formulasi melalui pendekatan sederhana dengan cara mencampur obat dengan pembentuk gel-hidrokoloid. Setelah pemberian oral, sediaan akan mengembang ketika kontak dengan cairan lambung dan membentuk massa dengan berat jenis ˂1. Udara yang terjerat di dalam matriks yang mengembang membuat sediaan akan mengapung (Arora et al, 2005).

Ada beberapa parameter yang perlu dievaluasi dengan system floating antara lain:

a. Kemampuan dalam mengapung

Kemampuan sediaan mengapung dalam medium tertentu biasanya digunakan dua medium yang berbeda, medium dapar ph 7,2 dengan medium cairan lambung buatan. Sediaan dilihat apakah dapat mengapung dalam medium atau tidak (Shah et al, 2009).

(5)

b. Floating lag time dan durasi floating

Floating lag time adalah kecepatan mengapung suatu sediaan floating, pada medium cairan lambung buatan dengan suhu 37oC. Dari hasil beberapa penilitian bahwa semakin cepat kecepatan mengapung maka sediaan dikatakan baik, sedangkan untuk lamanya mengapung disesuaikan dengan zat aktif tersebut (Shah et al, 2009).

c. Pengujian menggunakan sinar X atau Gamma Scintigraphy

Penggunaan sinar X atau Gamma Scintigraphy sangat popular untuk mengevaluasi parameter floating secara langsung. Sediaan diminum kemudian dengan bantuan Sinar X atau dengan Gamma Scintigraphy dapat melihat sediaan lambung dan dapat diprediksi secara tepat posisi sediaan floating tersebut (Shah et al, 2009).

Sediaan sustained release menyediakan dosis terapeutik awal yang diikuti dengan pelepasan gradual dalam waktu lama. Tujuan sediaan ini untuk mencapai kadar terapeutik dalam darah dalam waktu yang cepat, kemudian mempertahankan kadar tersebut dengan pelepasan berkelanjutan pada kisaran terapeutik. Pada umumnya bentuk sediaan sustained release dirancang untuk pemakaian satu unit dosis tunggal. Hal ini ditujukan untuk menyajikan pelepasan segera sejumlah obat setelah pemakaiannya secara tepat sehingga menghasilkan efek terapeutik yang diinginkan, biasanya 8 sampai 12 jam. Keunggulan bentuk sediaan ini menghasilkan kadar obat dalam darah yang merata tanpa perlu mengurangi pemberian unit dosis.

2. Glibenklamid

Glibenklamid termasuk golongan BCS kelas II, yang memiliki permeabilitas tinggi dan kelarutan rendah. Sifat kelarutan Glibenklamid yang rendah menyebabkan rendahnya adsorbsi dan bioavailabilitas glibenklamid (Nawale dan Metha, 2013). Glibenklamid memiliki dosis tiga kali sehari dan waktu paruh pendek

(6)

5 jam. Penggunaan glibenklamid dalam dosis berulang dapat menyebabkan ketidakkepatuhan pasien dalam terapi pengobatan (Bilandi et al, 2014).

Gambar 2.2. Struktur glibenklamid (Depkes RI, 1995)

Glibenklamid mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 101,0% mempunyai rumus kimia C23H28ClN3O5S atau (5-Kloro-2-metoksibenzamido-etil-benzenasulf onil-3-sikloheksilurea), dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan, Glibenklamid berupa serbuk hablur, putih atau hampir putih, tidak berbau atau hampir tidak berbau. Kelarutan praktis tidak larut dalam air dan dalam eter; sukar larut dalam etanol dan dalam metanol, larut sebagian dalam klorofrom.

3. HPMC E6LV

Hypromellose merupakan sinonim dari HPMC yang memiliki polimer selulosa dan karbohidrat alami dengan struktur dasar yang berulang berupa anhidroglukosa. HPMC memiliki rasio yang bervariasi pada gugus hydroxypropyl dan gugus methoxyl dimana gugus tersebut yang akan menentukan kelarutan organik dan suhu pembentukan gel termal pada larutan (Phadtare et al, 2014).

(7)

Matriks hidrofilik seperti HPMC E6LV dapat dimanfaatkan dalam pembuatan tablet floating. Prinsip pelepasan zat aktif obat dari polimer hidrofilik yaitu dengan hidrasi dan pembengkakan (swealling). Matriks hidrofilik akan membentuk gel pada awal pelepasan obat. Setelah lapisan gel terbentuk, matriks hidrofilik akan mengendalikan laju pelepasan obat (Phadtare et al, 2014).

Karakteristik HPMC sebagai gelling agent, yaitu:

a. HPMC memiliki rasio yang bervariasi pada gugus hydroxypropyl dan gugus methoxyl dimana kedua gugus tersebut yang akan menentukan kelarutan organic dan suhu pembentukan gel termal pada larutan (Phadtare et al, 2014).

b. Kelarutan yang khas dalam cairan lambung dan usus serta dalam pelarut oraganic dan air (ulya, 2016).

c. Tidak berpengaruh pada kekerasan tablet (Ulya, 2016).

d. Fleksibilitas, mengurangi resistensi, tidak berasa, dan tidak berbau (Ulya, 2016).

4. Natrium bikarbonat (NaHCO3)

Natrium bikarbonat merupakan sumber utama karbondioksida dalam sistem effervescent. Mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 100,5% NaHCO3 dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Senyawa ini larut sempurna dalam air, tidak larut dalam etanol. Natrium bikarbonat berupa serbuk hablur putih, stabil diudara kering, tetapi udara lembab secara perlahan-lahan terurai (Depkes RI, 1995).

Natrium bikarbonat merupakan alkali natrium yang paling lemah, mempunyai pH 8,3 dalam larutan air dalam konsentrasi 0,85%. Zat ini menghasilkan kira-kira 52% karbondioksida (Siregar dan Wikarsa, 2010). Berdasarkan penelitian sebelumnya keberadaan natrium bikarbonat memberikan pengaruh paling besar pada disolusi tablet nifedipin dengan sistem floating yang merupakan akibat peningkatan terbentuk dan terlepasnya gas CO2. Keberadaan natrium bikarbonat sangat penting dalam pembentukan gas CO2 dibandingkan dengan keberadaan asam sitrat dikarenakan natrium bikarbonat merupakan satu-satunya sumber

(8)

basa (Harningsih et al, 2014). Dalam penelitian formulasi dan uji bioavailabilitas tablet floating aspirin menggunakan methocel k4m cr, natrium bikarbonat, dan ethocel, bahwa NaHCO3 adalah faktor yang berpengaruh dominan meningkatkan kecepatan alir dan kompaktibilitas massa tablet. NaHCO3 merupakan faktor yang berpengaruh besar menurunkan Floating lag time dan meningkatkan pelepasan tablet floating aspirin (Siswanto, 2015).

(9)

C. Kerangka Konsep

Penelitian tablet floating glibenklamid dapat dilihat pada gambar 2.4

Gambar 2.4 Kerangka konsep penelitian ablet floating glibenklamid

Glibenklamid mempunyai kelarutan rendah menyebabkan Bioavailabilitas dan absorpsi yang rendah (Nawale dan Metha, 2013).

Diformulasikan kedalam sediaan floating untuk meningkatkan bioavailabilitas

(Sravy et al, 2012).

Uji Karakteristik Floating meliputi durasi floating dan floating lag time (Essa et al, 2015).

Uji penetapan kadar meliputi: penentuan panjang gelombang, pembuatan larutan standar, pembuatan kurva baku, penetapan kadar. Uji Karakteristik tablet meliputi: keseragaman bobot, kekerasan tablet, kerapuhan tablet, waktu hancur tablet (Depkes, 1995) Uji Disolusi meliputi: Pembuatan cairan lambung pH 1,2 dan Disolusi In-Vitro (Depkes RI, 1995). Glibenklamid memiliki dosis tiga kali sehari dan waktu paruh pendek 5 jam. Penggunaan glibenklamid dalam dosis berulang dapat menyebabkan ketidakpatuhan pasien dalam terapi pengobatan (Bilandi, Taneja, dan Kataria, 2014).

.

Diformulasikan kedalam sediaan sustained release untuk mengurangi terapi yang berulang, hanya membutuhkan frekuensi dosis sekali dalam sehari (Ratilal et al, 2011).

Diperoleh Sifat fisik tablet yang baik

menurunkan FLT dan meningkatkan durasi floating

Diperoleh kadar tablet floating glibenklamid yang baik dan dapat menentukan panjang gelombang maksimum

Diperoleh disolusi yang diperlama

(10)

D. Hipotesis

Konsentrasi NaHCO3 yang semakin besar dapat digunakan untuk mempercepat floating lag time sehingga durasi floating akan menurun dan persen disolusi akan meningkat.

Gambar

Gambar 2.1. Mekanisme sistem floating (Sravya et al, 2012)
Gambar 2.2. Struktur glibenklamid (Depkes RI, 1995)
Gambar 2.4 Kerangka konsep penelitian ablet floating glibenklamid

Referensi

Dokumen terkait

dua mata dan sikatrik kornea satu mata berdasar gender hampir sama prevalensinya, sedangkan menurut pekerjaan tertinggi pada petani (1,8%) dan terendah pada pekerja di sektor

Mengelolah arsip akte cerai atau memisahkan arsip akte cerai yang masih berjalan dan yang sudah Melakukan koordinasi dengan panitera pengganti, perkara yang telah

Disamping itu, Kantor Konsulat Jenderal Libya di Surabaya ini dengan tema Ekologi-Budaya dapat tergambarkan dan tersampaikan dengan baik khususnya pada kawasan dan

Melalui kegiatan Praktik Pengalaman Lapangan di sekolah, mahasiswa diharapkan dapat mengembangkan dan meningkatkan wawasan, pengetahuan, keterampilan, serta sikap

Viktor Frankl Erich Fromm Rollo May Fritz Perls.. Paradigma Trait dan Faktor. • Fokus pd perbedaan individual baik pada

Asetilasi tepung talas dengan larutan asam setat glasial telah berhasil dilakukan. Nilai swelling power dan kelarutan tepung talas terasetilasi dipengaruhi oleh nilai

Melalaui tahap penelitian perancangan Rumah Sakit Hewan di kebun Binatang Kasang Kulim ini penulis bertujuan untuk memecahkan masalah, yang diantaranya apa

[r]