• Tidak ada hasil yang ditemukan

Korelasi Metode Spektroskopi FTIR dengan Metode Konvensional dalam Pengujian Stabilitas Pemanasan Minyak Sawit Komersial

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Korelasi Metode Spektroskopi FTIR dengan Metode Konvensional dalam Pengujian Stabilitas Pemanasan Minyak Sawit Komersial"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

1

KORELASI METODE SPEKTROSKOPI FTIR DENGAN

METODE KONVENSIONAL DALAM PENGUJIAN

STABILITAS PEMANASAN MINYAK SAWIT KOMERSIAL

PRICILIA / F24090095

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

1

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Korelasi Metode Spektroskopi FTIR dengan Metode Konvensional dalam Pengujian Stabilitas Pemanasan Minyak Sawit Komersial adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

Pricilia

(4)
(5)

1

ABSTRAK

PRICILIA. Korelasi Metode Spektroskopi FTIR dengan Metode Konvensional dalam Pengujian Stabilitas Pemanasan Minyak Sawit Komersial. Dibimbing oleh HANIFAH NURYANI LIOE dan DIDAH NUR FARIDAH.

Pengujian stabilitas minyak goreng kelapa sawit umumnya dilakukan menggunakan metode konvensional seperti bilangan asam, bilangan peroksida, dan bilangan TBA. Namun saat ini telah berkembang teknologi baru dalam menguji kualitas minyak goreng. FTIR merupakan suatu teknologi yang murah, cepat, bersifat nondestruktif, dan mulai banyak digunakan dalam menguji kualitas minyak goreng. Namun, hasil analisis dari metode ini belum diuji korelasinya dengan analisis menggunakan metode konvensional, padahal hal ini penting dilakukan untuk mengetahui keabsahan metode spektroskopi FTIR. Oleh karena itu, pada penelitian ini, pengujian stabilitas minyak goreng pada pemanasan suhu tinggi dengan metode FTIR dan metode konvensional dilakukan bersamaan untuk mengetahui korelasinya. Sampel yang digunakan adalah minyak goreng kelapa sawit yang dipanaskan pada suhu 1800C selama 72 jam. Dari hasil pengukuran absorbansi dengan FTIR, didapat sebelas bilangan gelombang utama pada minyak sawit yang diuji yaitu 721.4, 871.8, 968.3, 1033.9, 1095.6, 1377.2, 1462, 1751.4, 2731.2, 2839.2, dan 3005.1 cm-1. Kesebelas bilangan gelombang tersebut berkorelasi dengan hasil analisis bilangan asam dan bilangan peroksida dari minyak sawit komersial yang mengalami pemanasan pada suhu 180oC selama 72 jam dengan nilai R2 0.962 dan 0.857, dan berkorelasi dengan hasil analisis bilangan TBA dari minyak sawit komersial yang mengalami pemanasan pada suhu 180oC selama 58 jam dengan nilai R2 0.845. Ketiga nilai R2 tersebut menunjukkan bahwa terdapat linearitas yang baik antara hasil analisis spektroskopi FTIR dengan hasil analisis konvensional.

(6)

ABSTRACT

PRICILIA. Correlation between FTIR-Spectroscopy Method and Conventional Method for Commercial Palm Cooking Oil Stability Assay. Supervised by HANIFAH NURYANI LIOE and DIDAH NUR FARIDAH.

Stability assay of palm cooking oil usually uses conventional method such as acid value, peroxide value, and TBA value. But nowadays, has developed an emerging technology in measuring the quality of cooking oil. FTIR method is an emerging technology which is cheap, fast, nondestructive, and start to be used widely to measure the quality of cooking oil, but the correlation between FTIR method and conventional method haven’t been tested, even though this is important to know the validation of FTIR method. So, in this research, thermal stability of commercial palm cooking oil is measured by both FTIR method and conventional method to find their correlation. The sample is palm cooking oil which is heated 180oC for 72 hours. From the result of FTIR absorbance measurement, the major spectral numbers are 721.4, 871.8, 968.3, 1033.9, 1095.6, 1377.2, 1462, 1751.4, 2731.2, 2839.2, and 3005.1 cm-1. All of them are correlated with acid value and peroxide value of commercial palm cooking oil which is heated 180oC for 72 hours with R2 0.962 and 0.857, and correlated with TBA value of commercial palm cooking oil which is heated 180oC for 58 hours with R2 0.845, which mean there are good linearity between FTIR spectroscopy and conventional method.

(7)
(8)
(9)

1 Judul Skripsi : Korelasi Metode Spektroskopi FTIR dengan Metode Konvensional

dalam Pengujian Stabilitas Pemanasan Minyak Sawit Komersial Nama : Pricilia

NIM : F24090095

Disetujui oleh

Dr. Ir. Hanifah Nuryani Lioe, M. Si Pembimbing 1

Dr. Didah Nur Faridah, STP., M.Si Pembimbing II

Diketahui oleh

(10)
(11)

1

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya tulis yang berjudul Korelasi Metode Spektroskopi FTIR dengan Metode Konvensional dalam Pengujian Stabilitas Pemanasan Minyak Sawit Komersial ini dapat diselesaikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Hanifah Nuryani Lioe, M. Si selaku pembimbing pertama penulis, Ibu Dr. Didah Nur Faridah, STP., M.Si selaku dosen pembimbing kedua penulis dalam menempuh studi di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan dalam penelitian ini, serta kepada Bapak Dr. Nugraha Edhi Suyatma, STP., DEA. sebagai dosen penguji saya. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada orang tua terkasih, Bapak Sim Meng Sin dan Ibu Imelda, adik kandung Devi Natalia dan Hendi Setiawan, serta keluarga besar penulis yang telah memberikan dukungan moril dan semangat selama penulis menjalankan studi dan penelitian. Tidak lupa juga ungkapan terimakasih penulis ucapkan kepada Kak Jordan Kahfi yang telah banyak membantu dalam pengerjaan penelitian maupun memberikan arahan dalam pengolahan data, Charles, serta teman-teman ITP 46 atas segala kerjasama dan dukungannya selama studi dan penelitian ini berlangsung. Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat.

Bogor, Juli 2013

(12)
(13)

1

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODOLOGI PENELITIAN 2

Bahan dan Alat 2

Prosedur Penelitian 3

Prosedur Analisis Minyak 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Profil Spektrum dan Intensitas Absorbansi Minyak Goreng Kelapa Sawit 6

Profil Bilangan Asam 10

Profil Bilangan Peroksida 11

Profil Bilangan Thiobarbituric Acid 12

Korelasi Data Analisis Konvensional dengan Spektroskopi FTIR

menggunakan PLS-OLS 14

SIMPULAN DAN SARAN 17

Simpulan 17

Saran 17

DAFTAR PUSTAKA 18

LAMPIRAN 21

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Jenis-jenis ikatan utama minyak goreng kelapa sawit 8 Tabel 2 Persentase intensitas absorbansi bilangan gelombang utama dari

minyak sawit komersial dengan instrumen FTIR pada panjang

gelombang 400-4000 cm-1 9

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Spektrum absorbansi FTIR dari sampel 72 jam ulangan ke-1

(A) 0 jam, (B) 38 jam, (C) 72 jam 7

Gambar 2 Grafik rata-rata bilangan asam sampel minyak goreng kelapa

sawit selama 72 jam pada suhu 1800C 11

Gambar 3 Grafik rata-rata bilangan peroksida sampel minyak goreng kelapa sawit selama 72 jam pada suhu 1800C 12 Gambar 4 Grafik rata-rata bilangan TBA sampel minyak goreng kelapa

sawit selama 72 jam pada suhu 1800C 13

Gambar 5 Grafik prediksi korelasi a) bilangan asam, b) bilangan peroksida, dan c) bilangan TBA dengan intensitas absorbansi

menggunakan OLS 16

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Data hasil analisis bilangan asam minyak sawit komersial yang dipanaskan pada suhu 180oc selama 72 jam 21 Lampiran 2 Data hasil analisis bilangan peroksida minyak sawit komersial

yang dipanaskan pada suhu 180oC selama 72 jam 22 Lampiran 3 Data hasil analisis bilangan TBA minyak sawit komersial yang

dipanaskan pada suhu 180oC selama 72 jam 23 Lampiran 4 Grafik ulangan pertama bilangan asam sampel minyak goreng

kelapa sawit selama 72 jam pada suhu 1800C 24 Lampiran 5 Grafik ulangan kedua bilangan asam sampel minyak goreng

kelapa sawit selama 72 jam pada suhu 1800C 24 Lampiran 6 Grafik ulangan pertama bilangan peroksida sampel minyak

goreng kelapa sawit selama 72 jam pada suhu 1800C 24 Lampiran 7 Grafik ulangan kedua bilangan peroksida sampel minyak

goreng kelapa sawit selama 72 jam pada suhu 1800C 25 Lampiran 8 Grafik ulangan pertama bilangan TBA sampel minyak goreng

kelapa sawit selama 72 jam pada suhu 1800C 25 Lampiran 9 Grafik ulangan kedua bilangan TBA sampel minyak goreng

kelapa sawit selama 72 jam pada suhu 1800C 25 Lampiran 10 Intensitas absorbansi bilangan gelombang utama pada panjang

gelombang 400-4000 cm-1 26

Lampiran 11 Korelasi antara setiap bilangan gelombang dengan bilangan asam, bilangan peroksida, dan bilangan TBA 27 Lampiran 12 Hasil verifikasi menggunakan sampel minyak yang mengalami

pemanasan selama 24 jam menggunakan uji t berpasangan 27

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Saat ini, minyak goreng adalah bahan pangan yang tidak dapat lepas dari kehidupan masyarakat Indonesia. Volume konsumsi minyak goreng domestik pada tahun 2012 diprediksi berkisar 4.5 juta – 4.8 juta ton (Nurmayanti 2012), angka yang sangat besar sehingga kualitas minyak goreng sawit yang digunakan oleh masyarakat perlu diperhatikan. Penentuan stabilitas minyak goreng sawit terhadap pemanasan dapat dilakukan dengan cara menguji sampel minyak goreng sawit yang telah mengalami pemanasan pada periode waktu tertentu. Pengujian stabilitas minyak dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa parameter uji yang umum digunakan dan dilakukan secara konvensional di laboratorium yaitu uji bilangan asam, bilangan peroksida, dan bilangan TBA (Thiobarbituric acid). Semakin tinggi bilangan asam, bilangan peroksida, dan bilangan TBA, semakin besar tingkat kerusakan yang terjadi pada minyak yg diuji (Kalapathy dan Proctor 2000, Setiowaty dan Che Man 2003)

Saat ini telah dikembangkan pengujian kualitas minyak goreng menggunakan metode Fourier Transform Infra Red (FTIR) (Rohman dan Che Man 2010, Setiowaty dan Che Man 2003). Spektroskopi FTIR memanfaatkan teknik spektroskopi vibrasional yang menggunakan radiasi inframerah untuk menimbulkan vibrasi ikatan molekular pada sampel yang menyerapnya (Baker et al. 2008). Apabila suatu sampel mengandung ikatan molekular ataupun konfigurasi ikatan molekular yang berbeda, sampel tersebut akan memiliki spektra infra merah (IR) yang berbeda pula dari hasil pembacaan FTIR (Baker et al. 2008) sehingga FTIR dapat memberikan suatu keterangan spesifik mengenai komponen-komponen kimia yang terkandung dalam suatu sampel. Instrumen ini mampu mendeteksi komponen suatu sampel bahan pangan dengan mudah dan murah karena tidak memerlukan persiapan sampel serta dapat diaplikasikan pada beragam bahan pangan. Selain itu, metode ini juga cepat dan bersifat nondestruktif, baik untuk pengukuran kualitatif maupun kuantitatif (Cronin dan McKenzie 1990).

FTIR telah digunakan untuk menguji kemurnian minyak, misalnya dalam menguji kualitas minyak zaitun yang tercemar dengan minyak sawit (Rohman dan Che Man 2010) dan menentukan secara langsung 2-TBARS pada fraksi olein sawit (Setiowaty dan Che Man 2003), dengan demikian terlihat bahwa FTIR telah umum digunakan dalam menguji sampel minyak. Meskipun demikian, untuk menggunakan teknik FTIR dalam mengidentifikasi penurunan kualitas minyak goreng akibat proses pemanasan, masih dibutuhkan analisis dengan metode konvensional sebagai metode pembanding karena FTIR hanya menunjukkan

(16)

2

dilakukan pengujian stabilitas minyak goreng sawit yang telah mengalami pemanasan selama periode waktu tertentu menggunakan metode spektroskopi FTIR kemudian hasilnya dikorelasikan dengan hasil dari metode konvensional menggunakan analisis multivariat PLS-OLS.

Perumusan Masalah

1. Penggunaan metode konvensional seperti analisis bilangan asam, bilangan peroksida, dan bilangan TBA dalam menganalisis stabilitas minyak kurang efektif karena menghabiskan banyak biaya dan waktu.

2. Saat ini telah dikembangkan teknologi pengujian stabilitas minyak menggunakan instrumen FTIR yang analisisnya cepat, mudah, bersifat nondestruktif, dan dapat digunakan untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif, akan tetapi masih diperlukan pengujian korelasi antara metode FTIR dengan metode konvensional untuk menunjukkan stabilitas minyak goreng.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji stabilitas minyak yang telah mengalami pemanasan pada suhu 180oC selama 72 jam melalui analisis spektroskopi FTIR dan metode konvensional dengan memperhatikan profil spektrum bilangan gelombang FTIR utama dan korelasinya dengan metode analisis konvensional (bilangan asam, bilangan peroksida, dan bilangan TBA) menggunakan analisis PLS-OLS.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah dihasilkannya informasi ilmiah mengenai stabilitas minyak goreng setelah mengalami pemanasan suhu tinggi selama periode waktu tertentu dan korelasi antara hasil analisis menggunakan spektroskopi FTIR dengan hasil analisis konvensional.

METODOLOGI PENELITIAN

Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan sebagai sampel penelitian ini adalah minyak goreng kelapa sawit komersial dengan kode produksi 01CTJPJ. Bahan yang diperlukan untuk membersihkan deep fat fryer adalah heksana teknis. Bahan yang dibutuhkan untuk analisis bilangan asam adalah air destilata, larutan NaOH 0,1 N, kristal KHP, indikator phenolphthalein (PP) dalam alkohol (1%), dan alkohol teknis 96%. Bahan yang dibutuhkan untuk analisis bilangan peroksida adalah air destilata, asam asetat glasial, larutan Na2S2O3 0,01 N, larutan pati 1%, dan larutan

(17)

3 batu didih, antifoam, dan pereaksi TBA (0,2883 g TBA dari Merck/100 ml asam asetat glasial 90%). Bahan yang digunakan untuk membersihkan disk KBr pada analisis spekstroskopi FTIR adalah heksana kualitas pro analysis dari Merck. Alat yang digunakan dalam tahap persiapan sampel adalah deep fat fryer berpengontrol suhu merk Getra model EF-88 dengan kapasitas 10 liter minyak goreng. Untuk analisis spekstroskopi FTIR, alat yang digunakan adalah FTIR model IR-Prestige

21 produksi Shimadzu Corporation, Jepang.

Prosedur Penelitian

Pengambilan sampel uji dengan pemanasan suhu tinggi

Tahap persiapan sampel meliputi pencucian deep fat fryer yang digunakan, pemanasan sampel minyak goreng, dan persiapan sampel minyak goreng untuk dianalisis. Deep fat fryer dicuci menggunakan heksana teknis dilakukan untuk menghilangkan sisa-sisa minyak yang menempel pada deep fat fryer akibat penggunaan sebelumnya. Minyak goreng yang dipanaskan adalah 5 kantong minyak goreng kelapa sawit komersial 2 liter dengan kode produksi 01CTJPJ. Sampel tersebut diaduk merata agar diperoleh sampel yang homogen, kemudian dipanaskan pada suhu 180oC, mengacu pada suhu yang dipilih oleh Setiowaty dan Che Man (2003), selama 72 jam. Pengambilan sampel dilakukan setiap 2 jam sekali sehingga dari satu ulangan dihasilkan 37 sampel yang disimpan dalam botol kaca gelap, 1 sampel merupakan minyak yang belum mengalami pemanasan dan 36 sampel lainnya merupakan minyak yang telah mengalami pemanasan selama periode waktu tertentu. Setelah pengambilan sampel dilakukan, botol berisi sampel tersebut disimpan dalam refrigerator dengan suhu 3oC. Selama minyak dipanaskan, suhu aktual minyak tetap diukur setiap hari menggunakan termometer air raksa dan dicatat untuk mengetahui kisaran suhu pemanasan minyak yang sebenarnya. Seluruh tahap tersebut dilakukan dua kali sehingga dihasilkan dua ulangan. Sampel minyak beku yang telah mengalami thawing dapat langsung dianalisis untuk memperoleh bilangan asam, bilangan peroksida, bilangan TBA, dan profil FTIR.

Evaluasi stabilitas pemanasan minyak sawit komersial dengan FTIR

(18)

4

menunjukkan kualitas dari minyak goreng tersebut. Apabila dapat diperoleh korelasi yang baik (lebih besar dari 0.8) antara hasil analisis menggunakan teknik FTIR dengan metode konvensional, baru dapat dikatakan bahwa FTIR dapat digunakan untuk menguji stabilitas minyak goreng sawit setelah mengalami pemanasan pada periode waktu tertentu. Hasil analisis FTIR berupa spektra inframerah yang merupakan hubungan antara absorbansi dan bilangan gelombang (cm-1). Puncak yang terbaca dalam spektra tersebut diamati untuk mengetahui profil bilangan gelombang utama dan intensitasnya.

Evaluasi stabilitas pemanasan minyak sawit komersial dengan metode konvensional sebagai metode pembanding

Metode konvensional yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis bilangan asam dengan metode AOAC official method 940.28, bilangan peroksida dengan metode SNI 01-3555-1998, dan bilangan TBA dengan metode Tarladgis et al. (1962). Analisis bilangan TBA merupakan uji spesifik yang digunakan untuk menentukan ketengikan oksidatif (Setiowaty dan Che Man 2003). Analisis bilangan peroksida bertujuan untuk mengukur jumlah oksigen peroksida yang terdapat dalam minyak atau lemak. Peroksida merupakan senyawa radikal yang terbentuk akibat proses oksidasi termal pada minyak (Kalapathy dan Proctor 2000). Bilangan asam menyatakan jumlah asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak atau lemak. Semakin tinggi jumlah asam lemak bebas maka semakin buruk kualitas minyak (Kalapathy dan Proctor 2000). Semakin tinggi bilangan TBA, bilangan asam, dan bilangan peroksida suatu minyak, semakin tinggi kerusakan yang terjadi pada minyak tersebut.

Analisis statistika multivariat

Analisis statistik multivariat merupakan analisis yang dilakukan untuk menghubungkan variabel dan observasi (sampel) dalam jumlah yang besar. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan software XLSTAT 2013 (diproduksi oleh Addinsoft) yang merupakan add-in software di dalam Microsoft Excel Series.

Analisis yang dilakukan dalam pengujian data laboratorium pada penelitian ini adalah analisis PLS-OLS (Partial Least Square – Ordinary Least Square). Analisis OLS ini merupakan metode analisis multivariat kuantitatif yang telah umum digunakan (Che Man dan Setiowaty 1999a) dan dilakukan untuk mengorelasikan hubungan antara variabel X dengan variabel Y. Variabel X pada penelitian ini adalah data persentase absorbansi minyak goreng sementara variabel Y-nya adalah data bilangan asam, bilangan peroksida, dan bilangan TBA minyak goreng. Hasil dari analisis OLS ini berupa sebuah model matematika yang dapat digunakan untuk memprediksi nilai variabel Y berdasarkan sembarang nilai variabel X.

Verifikasi persamaan hasil korelasi antara analisis konvensional dengan spektroskopi FTIR

(19)

5 spektroskopi FTIR diubah dalam bentuk persentase intensitas absorbansi kemudian dimasukkan kedalam persamaan yang telah didapat, lalu dilakukan uji t untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil analisis konvensional dengan hasil pengukuran menggunakan spektroskopi FTIR.

Prosedur Analisis Minyak Analisis bilangan asam (AOAC official method 940.28)

Analisis bilangan asam dilakukan untuk mengukur banyaknya asam lemak bebas yang terkandung dalam sampel dengan metode titrimetri. Sebanyak 2.5 gram sampel minyak goreng yang akan diuji dicampurkan dengan 50 mL larutan alkohol 96% di dalam labu Erlenmeyer. Kemudian larutan ini dipanaskan sebentar diatas hot plate dan dititrasi menggunakan larutan NaOH 0.1 N. Untuk menghitung bilangan asam, data volume hasil titrasi dimasukkan ke dalam rumus berikut:

Bilangan asam ((mg NaOH)/(g minyak))= (V ×N ×40)/W Keterangan:

V = Volume NaOH (mL)

N = Normalitas NaOH hasil stamdarisasi W = Berat sampel minyak goreng (g).

Analisis bilangan peroksida (SNI 01-3555-1998)

Analisis bilangan peroksida dilakukan untuk mengetahui bilangan oksidasi yang mencerminkan seberapa besar minyak goreng telah mengalami reaksi oksidasi. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan metode titrimetri. Sebanyak 0.25 gram sampel minyak goreng yang akan diuji dicampurkan dengan 30 mL pelarut asam asetat glasial dan kloroform (3:2), 3 mL KI jenuh, 30 mL air destilata, dan 1 mL indikator larutan pati 1% sesuai dengan prosedur. Kemudian digunakan Na2S2O3 0.01 N untuk titrasi campuran tersebut hingga warna biru

pada sampel menghilang. Untuk menghitung bilangan peroksida, data selisih volume hasil titrasi dimasukkan dalam rumus berikut:

Bilangan peroksida ((meq peroksida)/(kg contoh))= ((Vs-Vb)×N ×1000 )/W Keterangan :

Vs = Volume natrium tiosulfat untuk titrasi contoh (mL) Vb = Volume natrium tiosulfat untuk titrasi blanko (mL) N = Konsentrasi natrium tiosulfat (N)

W = Berat contoh (g)

Analisis bilangan TBA (Tarladgis et al. 1962)

(20)

6

ml, kemudian masukkan batu didih dan antifoam dan sampel didestilasi sampai memperoleh destilat sebanyak 50 mL. Destilat yang diperoleh diaduk merata dan dipipet sebanyak 5 ml ke dalam tabung reaksi bertutup. Tambahkan 5 mL pereaksi TBA (0.2883 g TBA/100 mL asam asetat glasial 90%) lalu dicampur merata dan tutup. Campuran tersebut dipanaskan dalam air mendidih selama 35 menit sampai terbentuk warna merah. Setelah itu dinginkan tabung reaksi dalam air pendingin kira-kira 10 menit kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 538 nm. Dengan cara yang sama dilakukan pula penetapan blanko dengan mengganti sampel dengan air destilata. Bilangan TBA dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Bilangan TBA (mg MDA/kg minyak) = (A × 7.8 ×10)/(berat sampel (g))

Analisis spektrum absorbansi dengan spektroskopi FTIR (Al-degs et al 2011) Analisis ini bertujuan untuk mengetahui profil spektrum minyak goreng menggunakan instrument FTIR (Fourier Transform Infra Red) spektroskopi. FTIR yang digunakan merupakan model IR-Prestige 21 produksi Shimadzu

Corporation, Jepang. Sampel minyak goreng yang akan diukur diteteskan ke dalam disk KBr dan diratakan. Kemudian kedua disk KBr tersebut ditangkupkan satu sama lain sehingga membentuk seperti sandwich. Ukur sampel minyak goreng dengan menggunakan bilangan gelombang 400-4000 cm-1. Scanning

dilakukan sebanyak 36 kali. Sebelum melakukan pengukuran selanjutnya, disk KBr harus dibersihkan menggunakan n-heksana murni kualitas pro analysis dan dilap dengan menggunakan tissue lensa hingga benar-benar bersih. Hasil analisis yang diperoleh berupa spektra infra merah yang merupakan hubungan antara intensitas absorbansi dengan bilangan gelombang. Sebelum dimasukkan ke dalam analisis multivariat, terlebih dahulu data intensitas absorbansi hasil pengukuran FTIR sampel tertentu dikonversi menjadi persentase intensitas absorbansi dengan rumus berikut:

% IAx= IAx/(IA total) 100 Keterangan :

% IAx = % intensitas absorbansi bilangan gelombang tertentu IAx = Intensitas absorbansi bilangan gelombang tertentu

IAtotal = Intensitas absorbansi total dari sebelas bilangan gelombang utama

HASIL DAN PEMBAHASAN

Profil Spektrum dan Intensitas Absorbansi Minyak Goreng Kelapa Sawit

(21)

7

Gambar 1. Spektrum absorbansi FTIR dari sampel minyak goreng sawit ulangan pertama setelah mengalami pemanasan pada suhu 180oC selama (A) 0 jam, (B) 38 jam, (C) 72 jam

Dari grafik spektrum absorbansi FTIR tersebut dapat dilihat bahwa tidak tampak perubahan intensitas spektrum absorbansi secara signifikan antara satu sampel dengan sampel lainnya. Oleh karena itu, diperlukan analisis PLS-OLS untuk pengolahan data. Dari hasil pengukuran absorbansi dengan FTIR, diperoleh bahwa bilangan gelombang utama pada minyak sawit yang digunakan adalah 721.4, 871.8, 968.3, 1033.9, 1095.6, 1377.2, 1462, 1751.4, 2731.2, 2839.2,dan 3005.1 cm-1.

Berikut ini pada Tabel 1 ditunjukkan jenis-jenis ikatan utama minyak goreng sawit yang direpresentasikan oleh bilangan-bilangan gelombang tertentu, pada Tabel 2 ditunjukkan hubungan setiap bilangan gelombang dengan hasil analisis konvensional, sedangkan untuk besar intensitas absorbansinya dapat dilihat pada Tabel 3.

Bilangan gelombang (cm-1)

Ab

so

rb

an

si

(22)

8

Tabel 1. Jenis-jenis ikatan utama minyak goreng kelapa sawit Bilangan gelombang

(cm-1) Gugus fungsi

a

Intensitasa

721.4bc CH2 Lemah

871.8b Meta-disubstituted pada benzena Lemah

968.3bde C=C trans Kuat

1033.9bd C-O Kuat

1095.6d C-O Kuat

1377.2d -CH3 Sedang

1462e CH2 dan CH3 Sedang

1751.4e C=O Kuat

2731.2f -CHO Lemah

2839.2g -O-CH3 Sedang

3005.1bde C=C Sedang

a

Williams dan Fleming (1995)

b

Kahfi (2012)

c

Che Man dan Setiowaty (1999)b

d

Rohman dan Che Man (2010)

e

Che Man dan Setiowaty (1999)a

f

Guillen dan Cabo (1997)

g

(23)

9 Tabel 2. Persentase Intensitas Absorbansi Bilangan Gelombang Utama dari Minyak Sawit Komersial dengan Instrumen FTIR pada Panjang Gelombang 400-4000 cm-1

Lama Pemanasan

(jam)

Persentase intensitas absorbansi pada bilangan gelombang (cm-1)

(24)

10

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa bilangan gelombang 3005.1 cm-1 menunjukkan adanya gugus alkena. Minyak kelapa sawit mengandung asam lemak tidak jenuh dalam jumlah yang cukup besar (Edem 2002) berupa oleat dan linoleat (Berger 2010), karena itu ikatan C = C umum ditemukan pada minyak goreng kelapa sawit. Bilangan gelombang 968 cm-1 menunjukkan adanya asam lemak trans pada sampel minyak goreng yang diuji. Adanya asam lemak trans ini disebabkan oleh proses pemanasan dalam pengolahan minyak (Puspitasari 2006 dalam Sartika 2009). Oksidasi terhadap asam oleat juga akan menghasilkan asam lemak trans elaidat (Fennema 1996).

Bilangan gelombang 1033.9 cm-1 dan 1095.6 cm-1 pada sampel menunjukkan adanya ikatan C – O pada ester sedangkan bilangan gelombang 1751.4 cm-1 menunjukkan adanya ikatan C=O yang juga menyatakan gugus fungsi ester. Ikatan ini umum ditemui pada gliserida, komponen utama yang terdapat pada minyak, karena ikatan ini menunjukkan adanya gliserol yang masih berikatan dengan asam lemak (Berger 2010). Trigliserida merupakan komponen yang paling banyak terkandung dalam minyak kelapa sawit (Basiron 2005) dan asam lemak merupakan komponen utama dari trigliserida. Asam lemak merupakan asam karboksilat yang memiliki rantai hidrokarbon yang panjang (Ophardt 2003). Bilangan gelombang 721.4 cm-1, 1377 cm-1 dan 1462 cm-1 menunjukkan adanya gugus CH2 dan CH3 yang umum ditemukan pada

hidrokarbon.

Bilangan gelombang 871.8 cm-1 menunjukkan adanya substitusi gugus H pada benzena. Terdeteksinya senyawa benzena ini kemungkinan disebabkan oleh adanya penambahan antioksidan sintetis pada minyak goreng. Antioksidan yang umum ditambahkan pada minyak goreng adalah antioksidan sintetis seperti butylated Hydroxyanisole (BHA), butylated hydroxytoluene (BHT), tert-butyl hydroquinone (TBHQ), dan Propil Galat (PG) (Ayucitra et al. 2011). Semua antioksidan tersebut memiliki struktur berupa cincin benzena dengan beragam substitusi pada gugus H. Minyak goreng yang diberi perlakuan berupa pemanasan terus menerus pada suhu penggorengan dapat menyebabkan terbentuknya hasil oksidasi primer berupa peroksida yang bersifat labil dan akan terurai lebih lanjut membentuk produk oksidasi sekunder seperti aldehida alifatik, alkohol, keton, dan hidrokarbon lainnya (Wrolstad et al. 2000). Bilangan gelombang 2731.2 cm-1 dan 2839.2 cm-1 menyatakan adanya senyawa aldehida dan eter yang merupakan hasil oksidasi sekunder dari minyak goreng. Hasil korelasi seperti yang terdapat pada Lampiran 11 menunjukkan bahwa tidak ada korelasi yang baik antara intensitas setiap bilangan gelombang dengan nilai bilangan asam, bilangan peroksida, maupun bilangan TBA. Hal ini dilihat dari nilai R2 yang rendah (0.0002-0.4013).

Profil Bilangan Asam

(25)

11

Gambar 2. Grafik rata-rata bilangan asam sampel minyak goreng kelapa sawit selama 72 jam pada suhu 1800C

Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa terus terjadi kenaikan secara linear dari bilangan asam selama pemanasan. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Farida dan Siregar (2006) bahwa bilangan asam minyak goreng mengalami peningkatan dengan bertambahnya jumlah pemanasan. Peningkatan bilangan asam disebabkan adanya dekomposisi pada minyak goreng dan kemungkinan terbentuknya asam karboksilat yang menyebabkan bertambahnya jumlah asam pada minyak goreng tersebut (Ketaren 1986). Tren bilangan asam serupa dapat dilihat pada hasil penelitian Abdulkarim et al. (2007) yang menguji kualitas dan kestabilan beberapa minyak nabati dalam menggoreng keripik kentang dan Farida dan Siregar (2006) tentang pengaruh pemanasan berulang terhadap sifat fisikokimia dan kandungan asam palmitat pada minyak goreng. Menurut SNI 7709:2012, bilangan asam maksimum untuk minyak goreng kelapa sawit adalah 0.3. Dari data pengukuran bilangan asam dapat dilihat bahwa setelah mengalami pemanasan selama 10 jam, sampel sudah tidak memenuhi standar SNI.

Profil Bilangan Peroksida

(26)

12

Gambar 3. Grafik rata-rata bilangan peroksida sampel minyak goreng kelapa sawit selama 72 jam pada suhu 1800C

Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa terjadi kenaikan profil bilangan peroksida sampai pemanasan selama 44 jam lalu terjadi penurunan kembali. Hal ini terjadi karena pada tahap awal oksidasi, akan dihasilkan hidroperoksida yang biasa dievaluasi dengan analisis bilangan peroksida (Lampiran 13). Pengukuran hidroperoksida hanya sesuai untuk tahap awal oksidasi karena bersifat tidak stabil. Dalam kondisi penggorengan, peroksida terurai secara cepat membentuk produk oksidasi sekunder (Berger 1988) dan semakin kerusakan pada minyak berlanjut, hidroperoksidapun terdekomposisi menjadi komponen karbonil dan aldehida sehingga bilangan peroksidanya menurun (Shahidi dan Wanasundara 2002). Tren serupa dapat pula dilihat pada hasil penelitian Abdulkarim et al. (2007) yang menguji kualitas dan kestabilan beberapa minyak nabati dalam menggoreng keripik kentang. SNI 7709:2012 mencantumkan bahwa bilangan peroksida maksimum untuk minyak goreng kelapa sawit adalah 10. Dari data pengukuran bilangan peroksida dapat dilihat bahwa setelah mengalami pemanasan selama 22 jam, sampel sudah tidak memenuhi standar SNI.

Profil Bilangan Thiobarbituric Acid

(27)

13

Gambar 4. Grafik rata-rata bilangan TBA sampel minyak goreng kelapa sawit selama 72 jam pada suhu 1800C

Dari Gambar 4 dapat terlihat bahwa terdapat kenaikan bilangan TBA secara signifikan pada awal pemanasan lalu semakin lama pemanasan terjadi, nilai bilangan TBA mulai cenderung tetap. Hal ini dapat terjadi karena uji TBA ini juga merupakan uji spesifik untuk hasil oksidasi poly unsaturated fatty acid (PUFA) dan baik untuk diterapkan untuk uji terhadap lemak pangan yang mengandung asam lemak dengan derajat ketidakjenuhan yang tinggi (Ketaren 1986) dan minyak kelapa sawit memiliki kandungan asam lemak tidak jenuh yang cukup tinggi yaitu sekitar 49.2% (Rival 2010). Adanya kandungan asam lemak tidak jenuh pada minyak sawit dan juga proses oksidasi termal terus menerus menyebabkan terbentuknya malonaldehida sehingga terjadi peningkatan bilangan TBA selama pemanasan. Pokorny dan Dieffenbacher (1989) menyatakan bahwa TBA biasanya berada dalam jumlah yang sangat kecil yaitu sekitar 0.1-2.0 mg/kg namun dapat menyebabkan ketengikan.

Di lain sisi, hal ini tidak sesuai dengan tren hasil analisis bilangan peroksida yang dapat dilihat pada Gambar 3. Malonaldehida dihasilkan oleh pembentukan diperoksida pada gugus pentadiena yang disusul dengan pemutusan rantai molekul atau dengan cara oksidasi lebih lanjut dari 2-enol yang dihasilkan dari penguraian monohidro peroksida. Seharusnya, ketika terjadi penurunan jumlah peroksida, malonaldehida yang terkandung akan meningkat dengan signifikan, namun dari tren yang didapat tidak terlihat demikian. Hal ini terjadi karena malonaldehida merupakan hasil oksidasi sekunder pada asam lemak tidak jenuh yang mempunyai tiga atau lebih ikatan rangkap (Jo dan Ahn 2000). Asam lemak tidak jenuh dominan pada minyak kelapa sawit adalah asam oleat (C18:1) dan asam linoleat (C18:2) yang ikatan rangkapnya tidak sampai tiga sehingga mungkin analisis ini kurang sesuai untuk diterapkan pada minyak sawit. Selain itu, menurut Ketaren (1986), kelemahan uji TBA ini adalah adanya kemungkinan beberapa senyawa asam selain hasil oksidasi lemak akan tersuling bersama dengan uap dan ikut teranalisis. Setiowaty dan Che Man (2003) juga mengatakan bahwa penentuan TBARS yang biasa digunakan untuk memonitor oksidasi

(28)

14

Korelasi Data Analisis Konvensional dengan Spektroskopi FTIR menggunakan PLS-OLS

Ada berbagai jenis persamaan yang dapat digunakan untuk merepresentasikan hasil penelitian ilmiah dari berbagai bidang. Pada hasil analisis spektroskopi seperti FTIR yang mempunyai tujuan untuk memprediksi konsentrasi suatu senyawa dari intensitas bilangan gelombang, biasanya didapat data intensitas bilangan gelombang yang sangat banyak dan memiliki kolinearitas satu sama lain. Penelitian ini menggunakan analisis multivariat OLS yang termasuk dalam analisis multivariat PLS. Regresi PLS adalah salah satu metode yang paling sering digunakan untuk data-data yang bersifat kolinear dan kemampuan PLS dalam mengkorelasikan data tergolong tepat dan stabil (Li 2010). Pemilihan bilangan gelombang yang berpengaruh baik terhadap hasil analisis bilangan asam, bilangan peroksida, maupun bilangan TBA didasari oleh kombinasi yang memberikan nilai R2 terbesar dan nilai P (Pr>F) pada ANOVA yang paling signifikan. Hasil korelasi antara rata-rata ulangan pertama dan kedua dari bilangan asam, bilangan peroksida, dan bilangan TBA dengan rata-rata ulangan pertama dan kedua persentase intensitas absorbansi dari bilangan gelombang utama FTIR menunjukkan bahwa kesebelas bilangan gelombang utama tersebut, yaitu 721.4, 871.8, 968.3, 1033.9, 1095.6, 1377.2, 1462, 1751.4, 2731.2, 2839.2, dan 3005.1 cm-1 berpengaruh nyata.

Hasil korelasi antara bilangan asam dengan kesebelas bilangan gelombang tersebut menghasilkan persamaan bilangan asam = 0.9880 – 0.8963 %IAx

Persamaan yang didapat dari hasil korelasi antara bilangan peroksida dengan kesebelas bilangan gelombang tersebut adalah bilangan peroksida = 33.1672 – 16.1175 %IAx 721.28 cm-1 – 11.3624 %IAx 871.82 cm-1 + 29.2246 %IAx 968.27 cm-1 – 0.7629 %IAx 1033.9 cm-1 + 0.0570 %IAx 1095.6 cm-1 – 6.3644 %IAx 1377.2 cm-1 – 0.6087 %IAx 1462 cm-1 + 0.3081 %IAx 1751.4 cm-1 + 1.3272 %IAx 2731.2 cm-1 + 0.1276 %IAx 2839.2 cm-1

– 3.3650 %IAx 3005.1 cm-1 dengan R2 0.857 dan Pr>F dari anova menunjukkan nilai < 0.0001 pada taraf kepercayaan 95%.

Persamaan yang didapat dari hasil korelasi antara bilangan TBA dengan kesebelas bilangan gelombang tersebut adalah bilangan TBA = 1.2264 – nilai < 0.0001 pada taraf kepercayaan 95%.

(29)

15 mendekati satu (Fonticella 2004). Selain nilai R2, perlu juga diperhatikan nilai P. Nilai P menunjukkan konsistensi dari hasil yang didapatkan (Thisted 2010). Nilai P hasil korelasi antara hasil ketiga analisis konvensional dan spektroskopi FTIR menunjukkan angka kurang dari 0,05 sehingga dapat dikatakan terdapat korelasi yang signifikan antara hasil analisis konvensional dengan spektroskopi FTIR. Dari data hasil korelasi hasil analisis bilangan asam dan bilangan peroksida dengan hasil analisis spektroskopi FTIR pada minyak sawit komersial yang mengalami pemanasan pada suhu 180oC selama 72 jam, dapat dilihat bahwa nilai R2 yang didapat mencapai 0.962 dan 0,857. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang baik diantara keduanya. Untuk data hasil korelasi bilangan TBA dengan spektroskopi FTIR, linearitas antara keduanya baik hingga pemanasan selama 58 jam yang ditunjukkan dengan nilai R2 sebesar 0.845. Hal ini disebabkan kerusakan yang terjadi pada minyak meningkat seiring dengan semakin lama pemanasan dilakukan. Senyawa-senyawa hasil oksidasi sekunder lainnya seperti aldehida dan senyawa karbonil semakin banyak terbentuk (Shahidi dan Wanasundara 2002), namun tidak hanya malonaldehida yang bereaksi dengan pereaksi TBA. Senyawa-senyawa aldehida lainnya seperti alkanal dan alkadienal, keton, asam, dan ester juga bereaksi dengan pereaksi TBA membentuk warna pink (Shahidi F dan Zhong Y 2005). Dengan demikian, pengukuran bilangan TBA secara akurat pada minyak yang sudah terlalu rusak sulit dilakukan sehingga nilai korelasi antara bilangan TBA dengan spektroskopi FTIR memiliki nilai linearitas yang baik hanya sampai 58 jam atau hingga nilai bilangan TBA 0.58.

(30)

16

Gambar 5. Grafik prediksi korelasi a) bilangan asam, b) bilangan peroksida, dan c) bilangan TBA dengan intensitas absorbansi menggunakan OLS

0

Prediksi nilai bilangan asam oleh OLS

0

Prediksi nilai bilangan peroksida oleh OLS

0

Prediksi nilai bilangan TBA oleh OLS

a.

b.

(31)

17

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Dari hasil pengukuran absorbansi dengan FTIR, diperoleh sebelas bilangan gelombang utama pada minyak sawit yang diuji yaitu 721.4, 871.8, 968.3, 1033.9, 1095.6, 1377.2, 1462, 1751.4, 2731.2, 2839.2, dan 3005.1 cm-1. Kesebelas bilangan gelombang tersebut berkorelasi dengan hasil analisis bilangan asam dan bilangan peroksida dari minyak sawit komersial yang mengalami pemanasan pada suhu 180oC selama 72 jam dengan nilai R2 0.962 dan 0.857. Kesebelas bilangan gelombang tersebut juga berkorelasi dengan hasil analisis bilangan TBA dari minyak sawit komersial yang mengalami pemanasan pada suhu 180oC selama 58 jam dengan nilai R2 0.845. Ketiga nilai R2 tersebut menunjukkan bahwa terdapat linearitas yang baik antara nasil analisis spektroskopi FTIR dengan hasil analisis konvensional. Hasil analisis konvensional menunjukkan bahwa setelah mengalami pemanasan selama 10 jam, minyak goreng kelapa sawit sudah tidak memenuhi standar SNI.

Saran

(32)

18

DAFTAR PUSTAKA

Abdulkarim SM, Long K, Lai OM, Muhammad SKS, Ghazali HM. 2006. Frying quality dan stability of high-oleic Moringa oleifera seed oil in comparison with another vegetable oils. Food Chemistry 107: 1382-1389.

Ayucitra A, Indraswati N, Mulyandasari V, Dengi YK, Fransisco G, Yudha A. 2011. Potensi senyawa fenolik bahan alam sebagai antioksidan alami minyak goreng nabati. Widya Teknik 10(1): 1-10

Al-Degs YS, Al-Ghouti M, Salem Nida. 2011. Determination of frying quality of vegetable oils used for preparing falafel using infrared spectroscopy and multivariate calibration. Food Anal Meth 4: 540-549.

AOAC. 1984. Official Methods of Analysis. Association of Official Analytical Chemistry. Washington DC.

Baker MJ, Gazi E, Brown MD, Shanks JH, Gardner P, Clarke NW. 2008. FTIR-based spectroscopic analysis in the identification of clinically aggressive prostate cancer. British Journal of Cancer 99: 1859-18866.

Basiron Y. 2005. Palm oil. Di dalam: Shahidi F (ed). Bailey’s Industrial Oil and

fat Product Volume 2 6thed. Canada: Wiley-Interscience

Berger KG. 1988. A Layman’s Glossary of Oils and Fats. PORIM Technology foodstuffs by infrared spectrometry. Food Chemistry 35: 39-49.

Edem DO. 2002. Palm oil: biochemical, physiological, nutritional, hematological, and toxicological aspects: a review. Plant Foods for Human Nutrition 57: 319-341.

Farida Y, Siregar IF. 2006. Pengaruh pemanasan berulang terhadap sifat fisikokimia dan kandungan asam palmitat pada minyak goreng. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia 4(2): 83-91.

Fennema OR. 1996. Food Chemistry 3rd edition. New York: Marcel Dekker Inc. Fonticella R. 2004. The usefulness of the R2 statistic.

http://www.casact.org/pubs/forum/98wforum/98wf055 [4 Juli 2012] Guillen MD, Cabo N. 1997. Infrared spectroscopy in the study of edible oils and

fats. J. Sci. Agric. 75: 1-11.

Jo C, Ahn DU. 2000. Volatilities and oxidation changes in irradiated pork sausage with different fatty acid composition and tocopherol content. J. Food. Sci. 65(2): 270-275.

(33)

19 analisis multivariat [skripsi] Bogor: Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Kalapathy U, Proctor A. 2000. A new method for free fatty acid reduction in frying oil using silicate films produced from rice hull ash. JAOCS 77(6): 593-598

Ketaren S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Li Y. 2010. A comparison study of principle component regression, partial least squares regression, and ridge regression with application to FTIR data [tesis] Sweden: Program Pascasarjana, Uppsala University.

Nurmayanti. 2012. Konsumsi minyak goreng diperkirakan stagnan di 2012. http://www.indonesiafinancetoday.com/read/24816/Konsumsi-Minyak-Goreng-Diperkirakan-Stagnan-di-2012 [1 September 2012]

Ophardt CE. 2003. Fatty acids. http://www.elmhurst.edu/~chm/vchembook/ 551fattyacids.html. [30 April 2013]

Pokorny J, Dieffenbacher A. 1989. Determination of 2-thiobarbituric acid value: direct method. International Union of Pure and Applied Chemistry 61(6): 1165-1170.

Puspitasari NN. 1996. Buletin Teknologi dan Industri Pangan 7: 84-94. Di dalam: Sartika RAD. 2009. Pengaruh suhu dan lama proses menggoreng (deep frying) terhadap pembentukan asam lemak trans. Makara Sains 13(1): 23-28 Rival A. 2010. Oil palm. Di dalam: Pua EC, Daver MR (eds). Biotechnology in

Agriculture and Forestry: Transgenic Crops VI. [e-book] Berlin: Springer Berlin Heidelberg.

Rohman A, Che Man YB. 2010. Fourier transform infrared (FTIR) spectroscopy for analysis of extra virgin olive oil adulterated with palm oil. Food Research International 43: 886-892.

Setiowaty G, Che Man YB. 2003. A rapid Fourier transform infrared spectroscopic method for the determination of 2-TBARS in palm olein. Food Chemistry 81: 147-154.

Shahidi F, Wanasundara UN. 2002. Methods for measuring oxidative rancidity in fats and oils. Dalam CC Akoh dan DB Min. Food lipids: chemistry, nutrition, and biotechnology (edisi kedua). Marcel Dekker, Inc. New York. Shahidi F, Zhong Y. 2005. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products 6th Ed. John

Wiley & Sons, Inc.: New Jersey.

[SNI] Standar Nasional Indonesia. 1998. Minyak Goreng. SNI 01-3555-1998. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.

[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2012. Minyak Goreng Sawit. SNI 7709:2012. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.

Tarladgis BG, Pearson AM, Dugan LR JR. 1962. The chemistry of the 2-Thiobarbituric Acid Test for the determination of oxidative rancidity in foods. J.Am. Oil Chem. Soc., 39:32

Thisted RA. 2010. What is P-value?. http://galton.uchicago.edu/~thisted [4 Juli 2013]

(34)

20

Williams DH, Fleming I. 1995. Spectroscopy Methods in Organic Chemistry 5th ed. Berkshire: McGRAW-HILL Book Company Europe.

(35)

21

LAMPIRAN

Lampiran 1 Data Hasil Analisis Bilangan Asam Minyak Sawit Komersial yang Dipanaskan pada suhu 180oC selama 72 jam

(36)

22

Lampiran 2 Data Hasil Analisis Bilangan Peroksida Minyak Sawit Komersial yang Dipanaskan pada suhu 180oC selama 72 jam

(37)

23 Lampiran 3 Data Hasil Analisis Bilangan TBA Minyak Sawit Komersial yang Dipanaskan pada suhu 180oC selama 72 jam

(38)

24

Lampiran 4 Grafik ulangan pertama bilangan asam sampel minyak goreng kelapa sawit selama 72 jam pada suhu 1800C

Lampiran 5 Grafik ulangan kedua bilangan asam sampel minyak goreng kelapa sawit selama 72 jam pada suhu 1800C

Lampiran 6 Grafik ulangan pertama bilangan peroksida sampel minyak goreng kelapa sawit selama 72 jam pada suhu 1800C

(39)

25 Lampiran 7 Grafik ulangan kedua bilangan peroksida sampel minyak goreng kelapa sawit selama 72 jam pada suhu 1800C

Lampiran 8 Grafik ulangan pertama bilangan TBA sampel minyak goreng kelapa sawit selama 72 jam pada suhu 1800C

(40)

26

(41)

27 Lampiran 11 Korelasi Antara Setiap Bilangan Gelombang dengan Bilangan Asam, Bilangan Peroksida, dan Bilangan TBA

Bilangan

Lampiran 12 Hasil Verifikasi Menggunakan Sampel Minyak yang Mengalami Pemanasan Selama 24 jam menggunakan uji t berpasangan

Parameter Hasil analisis

konvensional

Hasil aplikasi formula

dari analisis FTIR Sig. (2-tailed)* Bilangan asam (mg NaOH/g sampel) 0.6247 0.6003 0.148 Bilangan peroksida (meq O2/kg

sampel) 13.0340 12.7063 0.228

Bilangan TBA (mg MDA/kg

minyak) 0.5453 0.4517 0.154

*tidak berbeda nyata apabila nilai sig. (2-tailed) > 0.05 Lampiran 13 Proses Oksidasi pada Minyak (Fennema 1996)

(42)

28

RIWAYAT HIDUP

Pricilia adalah putri pertama dari Bapak Sim Meng Sin dan Ibu Ang Imelda Wijaya yang lahir di Jakarta, 29 September 1991. Penulis merupakan alumni dari TK Simungil, SDK 3 Penabur, SMPK 2 Penabur, dan SMAK 3 Penabur Jakarta. Penulis diterima di IPB sebagai mahasiswa Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan pada tahun 2009. Tahun 2010, penulis merupakan peraih IPK 4 TPB IPB. Penulis aktif dalam Keluarga Mahasiswa Katolik IPB (KeMaKI) sebagai sekretaris III pada tahun 2010 serta pada acara-acara yang diselenggarakan oleh KeMaKI seperti bendahara Santa Claus Day 2009 dan anggota divisi acara Paskah Mahasiswa Sekeuskupan Bogor. Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif di organisasi HIMITEPA sebagai anggota divisi internal kepengurusan tahun 2011 dan 2012 serta dalam berbagai acara yang diselenggarakan oleh HIMITEPA seperti anggota divisi medis ORDE KERAMAT 2010, anggota divisi acara ORDE KERAMAT 2011, kepala divisi acara ORDE KERAMAT 2012, anggota divisi tim soal LCTIP 2011, panitia BAUR 2011, peserta tetap Food Processing Club 2010/2011, pengisi acara LCTIP 2010. Penulis merupakan penerima beasiswa dari Djarum Foundation

Gambar

Tabel 1   Jenis-jenis ikatan utama minyak goreng kelapa sawit
Gambar 1. Spektrum absorbansi FTIR dari sampel minyak goreng sawit       ulangan pertama setelah mengalami pemanasan pada suhu       180oC selama (A) 0 jam, (B) 38 jam, (C) 72 jam
Tabel 1. Jenis-jenis ikatan utama minyak goreng kelapa sawit
Tabel 2. Persentase Intensitas Absorbansi Bilangan Gelombang Utama dari Minyak Sawit Komersial dengan Instrumen FTIR pada Panjang Gelombang 400-4000 cm-1
+6

Referensi

Dokumen terkait

Bermula dari celah penelitian yang mendasari dugaan bahwa TPB belum mampu secara sepenuhnya menjelaskan perilaku pembelian konsumen di lingkungan online, penelitian

Jika kia asumsikan sholat sebagai sebuah toroid yaitu lilitan kawat yang dialiri arus listrik dengan adanya induksi magnet B dalam bahan maka akan menimbulkan momen dipole

Berdasarkan kriteria di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Dana idle  Dana yang Dibatasi Penggunaannya pada K/L tidak dapat digunakan dalam pengelolaan kas

c) Tanggung jawab fungsional, ialah tanggung jawab profesional pengelola dan pelaksana pendidikan sesuai dengan jabatannya. Tanggung jawab ini merupakan pelimpahan

3.1 Ner N'##e%&#34;+ Pa)a Ma!&amp;la.. 9aktor yang menentukan perbedaan rasa nyeri pada manula dan usia muda adalah faktor sosial, fungsi kognisi, dan perubahan fisiologi

Selanjutnya nilai ekonomi hutan Gayo Lues yang dihitung dalam penelitian ini merupakan fungsi dari nilai penggunaan langsung (NPL) yaitu berupa nilai ekonomi biomassa (NB)

16 Perbaikan sistem pendingin dan komponen – komponennya 40 17 Pemeliharaan / servis sistem bahan bakar bensin 60 18 Pemeliharaan / servis sistem injeksi bahan bakar diesel 60

Apapun pelayanan yang anda kerjakan, Allah sanggup untuk memakainya menjadi berkat bagi orang lain, jika anda melakukannya dengan kuasa Roh Kudus dan demi kemuliaan Allah.. Keempat